A. Latar Belakang
Indonesia merupakan Bangsa majemuk yang beragam suku, etnis, bahasa
adat, agama dan lainnya yang masing-masing memiliki karakteristik. Karakteristik
yang khusus tersebut pada dasarnya memiliki kearifan yang merupakan sumber nilai
dan inpirasi dalam merajut dan menapaki kehidupan ini.
Kearifan lokal itu tentu tidak muncul serta-merta, tapi berproses panjang
sehingga akhirnya terbukti, hal itu mengandung kebaikan bagi kehidupan mereka.
Keterujiannya dalam sisi ini membuat kearifan lokal menjadi budaya yang
mentradisi, melekat kuat pada kehidupan masyarakat. Namun dari waktu ke waktu
nilai-nilai luhur itu mulai meredup, memudar, kehilangan makna substantifnya. Lalu
yang tertinggal hanya kulit permukaan semata, menjadi simbol yang tanpa arti.
Bahkan akhir-akhir ini budaya masyarakat hampir secara keseluruhan mengalami
reduksi, menampakkan diri sekadar pajangan yang sarat formalitas. Kehadirannya tak
lebih untuk komersialisasi dan mengeruk keuntungan (Hotibin, 2013).
Melemahnya penerapan keariafan lokal berdampak pula pada praktik
pertanian, karena dalam kearifan lokal banyak nilai yang mengatur tentang
pemanfaatan sumber daya alam. Praktek pertanian merupakan aktivitas yang
memanfaatkan sumber daya alam, dimana dahulu pertanian hanya memanfaatkan apa
yang ada dialam kemudian sebagian dikembalikan lagi kealam, sekarang berubah
menjadi pertanian modern yang terus-menerus mengeksploitasi alam, berupa
penambahan bahan-bahan kimia yang menyebabkan residu yang tidak bisa diurauikan
oleh alam, dan kemudian berdampak pada berbagai kerusakan lingkungan. Hal ini
terjadi seiring dengan melemahnya penerapan serta pengetahuan tentang kearifan
lokal dalam mengelola alam (Nababan, 1995).
Semakin hari dapat kita rasakan terjadinnya peningkatan baik luasan maupun
intensitas degradasi sumber daya lahan dan lingkungan serta pencemaran baik di
bioesfer, hidrosfer, maupun atmosfer karena praktik pertanian modern yang tidak lagi
menerapkan kearifan lokal. Sehingga sistem pertanian tersebut menjadi merusak dan
tidak bersifat berkelanjutan. Sedangkan dibeberapa pelosok negeri yang bertahan
dengan praktek-praktek pertanian berdasarkan pengetahuan lokal dan aturan
masyarakat pribumi telah berhasil mewariskan sumberdaya lingkungannya (hutan,
lahan, tanah dan keanekaragaman hayatinya) secara utuh dari generasi ke generasi.
Hal ini menunjukkan pentingnya pembelajaran dan penggalian terhadap sumber-
sumber kearifan lokal terutama dalam praktik pertanian yang menerapkan sistem
berkelanjutan.
Masyarakat Dayak Undau Mau, Kalimantan Barat sendiri merupakan
masyarakat yang mengembangkan kearifan lingkungan dalam pola penataan ruang
pemukiman, dengan mengklasifikasi hutan dan memanfaatkannya. Perladangan
dilakukan dengan rotasi dengan menetapkan masa bera, dan mereka mengenal tabu
sehingga penggunaan teknologi dibatasi pada teknologi pertanian sederhana dan
ramah lingkungan (Sartini, 2004)
B. Tujuan
Dengan menggali salah satu kearifan lokal yang ada di Indonesia yaitu
“Masyarakat Dayak Undau Mau” yang berada di Kalimantan Barat, diharapkan kita
dapat mengkaitkan kearifan Masyarakat Dayak Undau Mau dalam mengelola
alamnya dengan praktik pertanian, sehingga praktik pertanian yang kita terapkan
tidak merusak, tidak mengeksploitasi secara berlebih dan secara ekologis, lingkungan
dan sosial ekonomi dapat berkelanjutan.
II. PEMBAHASAN
III. KESIMPULAN
Supriatna, Jatna. 2013. Peran Kearifan Lokal Dan Ilmu-Ilmu Kepribumian Dalam
Pelestarian Lingkungan . Research Center of Climate Chage: Universitas
Indonesia
Sartini, 2004. Menggali Kearifan Lokal. Jurnal Filsafat, Agustus 2004, Jilid 37,
Nomor 2