Disusun oleh:
Sugeng Santoso, Vincentia Widyasari
Diperiksa oleh:
Adi Widyanto
Burung Indonesia
Jl. Dadali No. 32
Bogor 16161
SISTEMATIKA PENULISAN
Bab I PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
1.2. Tujuan
1.3. Ruang lingkup
1.4. Metodologi
Bab II KONDISI UMUM WILAYAH
2.1. Desa Kosa
2.1.1 Lokasi Desa Kosa
2.1.2 Sejarah Desa Kosa
2.1.3 Demografi Desa Kosa
2.1.4 Kebutuhan Dasar
2.1.5 Sumber Penghidupan
2.1.6 Lingkungan dan Layanan Alam
2.1.7 Sistem Sosial
2.2. Desa Gandasuli
2.2.1. Lokasi Desa Gandasuli
2.2.2. Sejarah Desa Gandasuli
2.2.3. Demografi Desa Gandasuli
2.2.4 Kebutuhan Dasar
2.2.5 Sumber Penghidupan
2.2.6 Lingkungan dan Layanan Alam
2.2.7 Sistem Sosial
BAB III KEANEKARAGAMAN HAYATI
3.1. Definisi
3.2. Keanekaragaman Hayati di Desa Kosa dan Gandasuli
BAB IV ANCAMAN TERHADAP KEHATI
4.1. Ancaman terhadap Paruh Bengkok
4.2. Illegal Logging
4.3. Galian C (Penggalian Pasir)
4.4. Pemakaian Pupuk dan Pestisida Kimia
4.5. Pembukaan Lahan untuk Kegiatan Pertanian dan
Perkebunan
BAB V PENGELOLAAN KEHATI
5.1. Aktor dan Kelembagaan
5.2. Staus Kawasan dan Implikasinya
5.3. Aturan dan Kesepakatan
BAB VI REKOMENDASI
LAMPIRAN
Foto kegiatan
Panduan-panduan
I. PENDAHULUAN
1
Lambert,FR and Yong,D. 1993. Some Recent Bird Observation from Halmahera. Kukila 4 (1-2): 30-33
2
Bashari, H. 2012. Survei Avivauna di Dalam Kawasan Taman Nasional Aketajawe Lolobata, Halmahera, Maluku
Utara. Burung Indonesia, Bogor.
Masyarakat pun berkembang, saling berpindah/migrasi dan saling mempengaruhi, serta
beradaptasi. Potensi-potensi yang ada perlu diperkuat agar masyarakat mampu menjawab
tantangan perubahan secara bijak, mampu beradaptasi terhadap perubahan dan sejahtera tanpa
menghancurkan keberlanjutan lingkungan dan kehidupan satwa liar dan habitatnya. Hal tersebut
hanya dapat tercapai bila masyarakat sendiri yang memiliki prosesnya; partisipasi dan rasa
kepemilikan adalah kunci.
Oleh sebab itu, Burung Indonesia melakukan pengkajian keanekaragaman hayati secara partisipatif
sehingga pengetahuan lokal masyarakat akan tergali lewat proses yang dilakukan sendiri oleh
masyarakat. Masyarakat bersama Burung Indonesia bersama-sama berbagi pengetahuan terkait
keanekaragaman hayati yang ada di desa dan pengelolaan Lestari, serta mencari cara-cara untuk
meningkatkan kesejahteraan dan melestarikan keanekaragaman hayati dan habitatnya.
1.2 Tujuan
Secara khusus, kajian keanekaragaman hayati partisipatif bertujuan untuk:
1. Mendapatkan gambaran mengenai kondisi sosial-ekonomi masyarakat, pengetahuan, sikap dan
perilaku mereka terkait keanekaragaman hayati di desa,
2. Mengidentifikasi pelaku penangkap dan pemelihara burung paruh bengkok, perilaku dan persepsi
mereka terkait keanekaragaman hayati di desa.
Karena sifatnya partisipatif, kajian ini juga berfungsi sebagai:
1. Wadah belajar bersama untuk memahami dan menganalisis situasi desa terkait keanekaragaman
hayati, memecahkan persoalan yang teridentifikasi dan mengujicoba opsi solusi pemanfaatan
sumberdaya alam secara Lestari yang berdampak pada keanekaragaman hayati.
2. Media untuk diseminasi informasi mengenai konservasi keanekaragaman hayati khususnya
tentang burung paruh bengkok, dengan harapan masyarakat menjadi paham dan sadar akan
pentingnya konservasi dan merubah perilaku yang merusak/mengancam.
3. Pintu masuk dalam membangun kesepakatan bersama Pemerintah, masyarakat dan stakeholder
terkait, dalam upaya pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan. Hasil kajian kehati
partisipatif dapat digunakan sebagai referensi untuk menentukan strategi dan arah kebijakan
pembangunan desa yang berkelanjutan.
Di akhir kajian kehati partisipatif, hasil yang diharapkan adalah:
1. Adanya data dan informasi mengenai kondisi desa (sosial, ekonomi, budaya dan lingkungan)
secara komprehensif yang dipahami oleh parapihak di desa dan dapat digunakan sebagai
referensi dalam pengambilan keputusan dan kebijakan di desa.
2. Adanya individu-individu yang menunjukkan komitmen terhadap pelestarian keanekaragaman
hayati melalui keterlibatan dalam proses kajian dan melakukan tindakan/perubahan perilaku
yang mengurangi ancaman terhadap paruh bengkok.
3. Ada inisiatif dari parapihak di desa untuk melakukan tindakan terkait pemanfaatan sumberdaya
alam Lestari dan pelestarian keanekaragaman hayati terutama burung paruh bengkok dan
habitatnya, termasuk inisiatif penyusunan kesepakatan bersama.
1.4 Metodologi
Pendekatan yang dipakai dalam kajian ini adalah pendekatan partisipaitf, yang juga mendorong
adanya perubahan perilaku. Maka, tahapan pengkajian disusun secara seksama, tidak semata
mencari data melainkan mengoptimalkan partisipasi dan mencari cara untuk perubahan perilaku.
Berikut tahapan dalam pengkajian kehati partisipatif:
1. Pengenalan Wilayah
Pada tahap ini, fasilitator desa membangun kepercayaan dengan masyarakat desa sekaligus
mendapatkan gambaran awal dari kondisi desa. Fasilitator Burung Indonesia tinggal di desa,
bergaul dan beraktivitas bersama masyarakat desa (live in) termasuk ikut melakukan pekerjaan
masyarakat desa sehari-hari. Informasi yang digali terkait tentang kebutuhan dasar masyarakat
dan cara pemenuhannya, ekonomi dan sumber penghidupan, lingkungan dan layanan alam yang
diberikan, budaya dan dinamika di desa, serta aturan-aturan yang berlaku di desa. Identifikasi
para pemburu, penjual dan pemelihara paruh bengkok serta perilaku merusak kelestarian alam
lainnya mulai dilakukan secara informal.
Prinsip perubahan perilaku yang dipakai adalah:
- Reciprocity: Burung Indonesia membantu masyarakat dengan cara mendampingi anak-anak
belajar dan ujicoba penyaringan air bersih untuk mengatasi masalah air yang keruh,
membantu pemerintah desa menyusun sejarah desa dan sketsa desa untuk penyusunan
profil desa, mengorganisir dan mendampingi pemuda agar berfungsi sebagai penggerak di
desa dan berada dibawah koordinasi pemerintah desa, mendampingi penyusunan tata kelola
taman baca desa.
- Liking: Burung Indonesia live-in di masyarakat dan melakukan aktivitas sehari-hari bersama
masyarakat, menjadi bagian dalam masyarakat desa.
2. Identifikasi Tokoh/Pihak di Desa
Fasilitator mengidentifikasi siapa saja para tokoh dan parapihak di desa yang memiliki pengaruh
(influence) dan kepentingan (interest), serta dinamika di antara mereka. Tujuannya adalah untuk
memahami siapa pihak yang perlu didekati, bagaimana cara-cara berhubungan atau bertindak
dengan parapihak di desa tersebut, bagaimana mendorong perubahan perilaku lewat pihak yang
teridentifikasi. Identifikasi para pelaku masih tetap dilakukan secara lebih mendalam, yaitu
bagaimana profil para pemburu dan penjual, pengaruh dan kepentingan mereka di desa, serta
para pemelihara. Data yang didapat dari tahap ini kemudian menjadi basis untuk menerapkan
prinsip “Authority” dalam teori perubahan perilaku.
3. Kajian Potensi Desa & Persoalan Pengelolaan Sumber Daya Alam
Di tahap ini, informasi yang sudah didapatkan dari tahap pengenalan wilayah diperdalam dan
dibahas lewat diskusi-diskusi bersama pemuda, kelompok tani (bapak-bapak) dan kelompok ibu.
Investigasi perburuan dan perdagangan semakin dalam dan leluasa, sebab masyarakat sudah
menerima fasilitator sebagai bagian dari masyarakat desa. Di tahap ini, mulai diadakan diskusi
tentang cara-cara pemanfaatan alam yang Lestari dan mulai dilakukan ujicoba untuk mengolah
hasil alam secara Lestari. Prinsip perubahan perilaku yang dipakai adalah “Reciprocity” dan
“Liking” yaitu Burung Indonesia bersama-sama masyarakat mengolah lahan secara organik,
membuat minyak kelapa dan membuat bubuk jahe untuk kemudian dijual. Kegiatan tersebut
juga dimaksudkan sebagai quickwin, yaitu adanya hasil yang manfaatnya dirasakan langsung oleh
masyarakat sehingga masyarakat tetap tertarik terlibat dan tidak bosan dengan diskusi-diskusi
saja.
4. Kajian Keragaman Satwa Liar & Tumbuhan
Di tahap ini, kajian dilakukan terpisah antar-kelompok masyarakat. Masyarakat melakukan
identifikasi keragaman apa saja yang ada di sekitar mereka serta apa manfaatnya bagi kehidupan
sehari-hari. Masyarakat diajak memaknai keberadaan satwa liar dan tumbuhan dalam
ekosistem, serta dalam hidup pribadi di desa. Pemantauan terhadap perburuan dan
perdagangan paruh bengkok terus dilakukan. Prinsip perubahan perilaku yang dipakai adalah:
- Liking: mencari apa saja kesamaan karakter/ciri dari burung paruh bengkok dengan manusia
dan nilai yang dianggap penting orang di desa, kemudian menekankannya saat diskusi
(misalnya Kakatua monogami dan merawat anak)
- Authority: bercerita ke anak-anak dengan memakai prinsip “Liking” dan mendorong anak-
anak untuk melanjutkan cerita tersebut ke orangtua mereka.
5. Verifikasi Hasil Sementara
Verifikasi dilakukan dengan cara pemaparan hasil kajian di depan pemerintah desa dan warga
desa, sehingga perbedaan informasi dan data dapat segera diperbaiki dan dapat ditemukan apa
saja hal yang menjadi perhatian, harapan dan kekhawatiran masyarakat. Data-data kemudian
disusun dalam dokumen dan diserahkan kepada pemerintah desa agar dapat digunakan sebagai
referensi. Burung Indonesia juga menghubungkan masyarakat dengan pihak-pihak di luar desa
yang terkait, dengan cara dialog dan pemaparan hasil kajian. Pemantauan terhadap perburuan
dan perdagangan paruh bengkok terus dilakukan. Prinsip perubahan perilaku yang dipakai
adalah:
- Authority: bekerja bersama pemerintah desa ataupun tokoh berpengaruh di desa untuk
mendapatkan data yang baik dan verifikasi. Dengan melakukan pemaparan hasil di kegiatan
resmi desa, maka ada pengakuan terhadap hasil kerja Burung Indonesia dan individu-
individu yang terlibat kajian. Paparan diberikan oleh warga yang terlibat kajian. Selain itu,
kelompok pemuda dihubungkan dengan BKSDA Maluku SKW 1 Ternate sebagai pihak
otoritas untuk berbagi data dan berdialog. Kelompok pemuda merasa bangga dan
mempunyai rasa kepemilikan terhadap proses dan hasil kajian, serta isu perburuan.
6. Membangun Kesepakatan Bersama
Kesepakatan bersama tidak dibuat secara mendadak melainkan bertahap. Awalnya kesepakatan
disusun dalam kelompok pemuda secara informal. Setelah pemuda sudah merasa memiliki
proses dan hasil kajian serta menilai penting isu perburuan dan perdagangan paruh bengkok,
mereka kemudian mendorong pemerintah desa untuk menyusun kesepakatan pelestarian alam
desa. Selain itu, hubungan dengan pihak otoritas diluar desa juga memperkuat kesepakatan
bersama yang disusun. Prinsip perubahan perilaku yang dipakai adalah “Authority” yaitu
pemerintah desa dan BKSDA Maluku, serta “Consensus” yang dibangun bertahap dan
diumumkan di depan umum. Kegiatan pemantauan terhadap pelaku masih dilakukan, ditambah
dengan melakukan wawancara individual atau keluarga dalam survey Knowledge, Attitude,
Practice terhadap pemburu, penjual dan pemelihara.
7. Perubahan Perilaku
Menjelang akhir kajian diharapkan akan terjadi perubahan perilaku secara bertahap dari perilaku
menembak burung, menangkap dan menjualnya dan memelihara burung menjadi perilaku yang
mengusung konservasi. Beberapa contoh perilaku yang disasar: tidak lagi menembak burung,
mampu melakukan edukasi tentang paruh bengkok, mampu mengolah lahan secara organik,
menyerahkan burung paruh bengkok yang dipelihara ke pihak otoritas.
Pendekatan partisipatif untuk perubahan perilaku membutuhkan metode dan alat yang
memungkinkan tim untuk menggali informasi sekaligus mendorong keterlibatan masyarakat.
Tingkatan partisipasi yang disasar dalam kajian ini adalah:
1. Partisipasi pasif: masyarakat hadir melihat dan mengamati, mendengarkan dan hadir dalam
kegiatan kajian.
2. Pemberian informasi: masyarakat memberikan informasi yang diminta, tim kajian semata-mata
bertanya informasi dan masyarakat sebagai narasumber.
3. Konsultasi: tim kajian berkonsultasi kepada masyarakat mengenai ketepatan data yang didapat
(verifikasi), mendapatkan masukan dari masyarakat mengenai sebuah rencana/gagasan.
4. Partisipasi fungsional: masyarakat menjadi pelaksana/anggota tim kajian, menjalankan kegiatan
sesuai rencana yang disusun Burung Indonesia, Burung Indonesia masih menjadi sumber
informasi utama dan penggerak.
5. Partisipasi interaktif: masyarakat bersama-sama dengan Burung Indonesia melakukan analisis
bersama, mencari solusi permasalahan dan ujicoba solusi bersama-sama, masyarakat
menentukan sendiri peran yang akan dilakukan dan Burung Indonesia memfasilitasi prosesnya
saja. Tingkat partisipasi ini baru tercapai sebagian, belum sepenuhnya tercapai dalam kajian
partisipatif ini.
6. Mobilisasi mandiri: masyarakat memegang kendali dan kepemilikan, melakukan sendiri
penggalian informasi, analisis, mencari solusi, berhubungan dengan parapihak, menyusun
rencana dan melakukan kegiatan; Burung Indonesia semata-mata menghubungkan dengan
pihak-pihak yang dapat mendukung. Tingkat partisipasi ini belum dapat disasar dalam kajian
kehati partisipatif.
Desa Kosa merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Oba, Kabupaten Kota Tidore
Kepulauan, yang berjarak 72,1 Km dari Kota Sofifi (Ibukota Propinsi Maluku Utara). Perjalanan
menuju desa Kosa dari kota Sofifi dapat ditempuh dengan menggunakan moda transportasi darat
yaitu motor maupun mobil. Apabila menggunakan motor dengan kecepatan standar 60 Km/jam
membutuhkan waktu perjalanan sekitar 1,5 jam. Apabila menggunakan mobil dapat ditempuh dalam
waktu sekitar 2 jam. Jika tidak mempunyai kendaraan pribadi maka dapat naik travel dengan tariff
Rp.100.000,- dari Sofifi. Travel tersebut dapat ditemukan di Pelabuhan Speed Sofifi maupun di rute
perjalanan Sofifi – Weda.
Apabila perjalanan dari kota Ternate, maka harus menyeberang dahulu dengan menggunakan speed
boat atau kapal fery menuju Sofifi. Tarif untuk naik speed boat Rp. 50.000,-/orang dengan waktu
yang ditempuh sekitar 30-45 menit, sedangkan tarif untuk naik kapal fery Rp. 24.000,-/orang dengan
waktu yang ditempuh sekitar 1 ½ jam.
Tabel 1
Kejadian Penting di Desa Kosa
Gunung Kei Besi meletus, sehingga semua warga di Pulau Makian dilarikan keluar
pulau. Awalnya, semua warga akan dipindahkan ke Malifut, Halmahera Utara.
Namun, karena ada sebagain warga yang menolak, mereka mengungsi ke arah
Payahe dengan alasan jaraknya lebih dekat dibandingkan dengan ke Malifut. Warga
yang memutuskan untuk mengungsi di Payahe pergi menggunakan satu perahu
1975 motor kayu dengan jumlah 40 KK. Pada awalnya, warga yang telah sampai di Pulau
Halmahera sementara tinggal di Boso-Boso dan Larambeti untuk mencari lahan
berkebun.
Warga Makian yang tadinya tinggal di Boso-Boso dan Larambati berpindah ke area
1976-1977
Desa Kosa yang sekarang menjadi wilayah transmigrasi SP2.
Padi gogo panen raya, persatuan kelompok tani bagus menjadi faktor utama
1979-1980 keberhasilan tersebut.
Hasil panen mencapai 10 ton/KK, dengan jumlah 40 KK = 400 ton
Pembangunan jalan utama di lintas Kosa, pada tahun ini terbentuk wilayah kampung
1982
awal yaitu di RT 02
Beberapa warga dari Pulau Kayoa yang kesulitan mencari lahan untuk berkebun
1991-1992
bermigrasi ke Kosa
1994-1995 Dinas Pertanian memberikan bantuan kelapa hibrida untuk 200 ha kebun
Wabah muntaber yang disebabkan karena cuaca ekstrim hingga ada korban
1995 meninggal sebanyak 4 orang dewasa. Pada waktu itu, masyarakat yang terserang
wabah muntaber dilarikan ke Puskesmas Payahe
1997-1998 Terdampak wabah malaria. WHO datang untuk memeriksa kondisi rumah per rumah
Proses Desa Kosa menjadi desa yang definitif. Sebelumnya, Desa Kosa masuk ke
2007
Desa Payahe
Desa Kosa menjadi Desa definitif. Pada tahun tersebut, diadakan pemilihan kepala
2008 desa. Terpilihlah Abdul Bahrudin (menjabat hingga tahun 2012 dikarenakan
meninggal dunia).
1 0-4 65 9%
2 5-9 84 11 %
3 10-14 81 10,5 %
4 15-19 53 8,2 %
5 20-24 91 11,9 %
6 25-29 67 10,1%
8 40-49 82 8,9 %
9 50-59 82 8,9 %
10 > 60 28 4,5 %
Jumlah penduduk
No Keterangan
Tahun 2015 Tahun 2016
5 Tamat Akademi/DI/DII/DIII 6 7
6 Tamat Strata I 15 17
7 Tamat Strata II 6 1
Jika dilihat dari tabel 3 diatas, maka mayoritas jumlah penduduk tingkat pendidikan terakhir adalah
tamat sekolah SD sebesar 241 orang, sedangkan jumlah penduduk yang tamat SD keatas sebesar 363
orang. Perkembangan tingkat pendidikan dari tahun 2015 – 2016 meningkat sebesar 0,95%, sesuai
dengan peningkatan jumlah penduduk.
Tabel 4
Perkembangan Jumlah Penduduk Desa Kosa
Menurut Jenis Pekerjaan
Tahun 2015 – 2016
JUMLAH
N0 PEKERJAAN
Tahun 2015 Tahun 2016
2 Buruh tani _ _
3 Peternak _ _
4 Pedagang 8 8
5 Wirausaha 9 9
6 Karyawan Swasta 4 4
8 Pensiunan 1 1
9 Tukang Bangunan 3 3
10 Tukang kayu/ukir _ _
11 Nelayan _ _
12 Angkutan _ 2
Dilihat dari tabel diatas, mayoritas pekerjaan masyarakat Desa Kosa sebagai petani dan kedua
terbesar adalah pekerjaan lain-lain sedangkan pekerjaan sebagai buruh tani tidak ada, artinya petani
di Desa Kosa adalah petani pemilik penggarap.
2.1.4 Kebutuhan Dasar
Makanan pokok sebagian besar masyarakat Kosa terpenuhi dari hasil kebun. Makanan pokok
masyarakat seperti pada masyarakat Maluku Utara pada umumnya adalah adalah ubi jalar, pisang
(mayoritas pisang raja, pisang sepatu), sagu, dan nasi. Sayur mayur, selain dipetik dari kebun juga
diperoleh dengan membeli di pedagang keliling yang berasal dari transmigrasi SP1 Koli dan SP2 Kosa.
Ikan diperoleh dengan membeli ikan dari pedagang keliling. Kebutuhan makan dan minum bisa
dikatakan sudah terpenuhi karena masih banyak tersedia di alam. Kebutuhan dasar lainnya dipenuhi
dengan cara menjual hasil panen kebun.
Warga mendapatkan air untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dari sumur gali dan sumur bor. Air
di desa Kosa cenderung keruh, berwarna kekuningan dan berbau.
Bangunan rumah di Desa Kosa umumnya sudah permanen dan semi permanen. Kondisi sarana
prasarana di desa seperti Masjid, mushola, Puskesdes, lampu penerangan jalan, jalan tani, sekolah
(TK, SD, dan SMP) dalam kondisi baik dan beberapa masih dalam proses penyelesaian pembangunan.
Selain itu, saluran pembuangan air limbah dan perluasan jalan tani masih dalam proses
pembangunan. Saluran pembuangan air limbah menjadi hal yang penting mengingat topografi desa
yang berupa rawa sangat rawan terhadap banjir setiap tahunnya. Namun disayangkan,
pembangunan sarana pembuangan sampah organik dan organik masih belum tersedia, sehingga
seringkali warga membuang di belakang rumah atau dibakar.
Kebutuhan dasar terkait pendidikan terpenuhi mulai TK, SD, dan SMP, sementara untuk SMA,
masyarakat bersekolah di SMA didalam maupun luar kecamatan Oba. Menurut salah satu guru TK
Teratai, kendala terbesar yang dialami oleh guru TK adalah kurangnya kesadaran ibu-ibu akan
pentingnya pendidikan usia dini. Ibu-ibu yang sibuk di ladang sejak pagi sering membawa serta
anaknya ke kebun sehingga anak terkadang tidak masuk sekolah.
Terkadang, untuk memenuhi kebutuhan yang lain, banyak dari mereka berhutang kepada pengepul
kopra sebelum panen, kemudian hasil panennya akan diserahkan kepada pengepul (biasa mereka
sebut pelanggan) sesuai dengan perjanjian jual-beli yang disepakati. Permasalahan harga kopra yang
terus turun sejak tahun 2016, bahkan mencapai ½ dari harga sebelumnya membuat daya beli
masyarakat sedikit menurun.
Desa Kosa (3
dusun)
A A A
Masyarakat Lokal (Makian)
B B
Gap antar masyarakat lokal terjadi karena perbedaan pandangan politik khususnya pada saat
Pilkada, Pilkades dan Pileg. Sampai saat ini gap masih terjadi dan berakibat lahirnya oposisi dan
koalisi di tingkat desa. Adanya oposisi dan koalisi tingkat desa menimbulkan like and dislike yang
berdampak pada sistem pembagian progam bantuan pemerintah.
Gap antar masyarakat transmigrasi terjadi karena persaingan usaha pertanian. Kita semua tahu
bahwa perantau akan memaksimalkan potensinya untuk bertahan hidup di lingkungan yang baru.
Sehingga ilmu dan pengetahuan yang ada dalam dirinya sangat sulit untuk dibagikan karena
persaingan tersebut. Sebagai contoh, terdapat petani yang cukup sukses di SP 2 Kosa dengan
menanam bawang merah. Petani tersebut tidak mau membagi ilmu dan pengetahuannya dengan
petani yang lain tentang budidaya bawang merah yang benar bahkan berani bersaing harga untuk
menjatuhkan petani bawang merah yang lain. Pola-pola seperti ini akhirnya menjadi suatu budaya
dalam persaingan untuk bertahan hidup. Sehingga budaya gotong royong yang dulunya mereka
lakukan ketika di Jawa sudah mulai memudar.
Gap antar masyarakat lokal dan masyarakat transmigrasi merupakan dampak dari adanya gap di
dalam hubungan sosial kedua masyarakat/suku tersebut. Sehingga mengakibatkan belum ada
kemajuan yang signifikan di desa Kosa walaupun terdapat program transmigrasi.
Desa Kosa terdapat beberapa kelompok yang bersifat formal seperti Kelompok Tani Kosa Mandiri,
Kelompok Tani Kayu Laka Jaya, dan PKK. Sedangkan beberapa kelompok lain merupakan kelompok
informal yang dibentuk untuk saling membantu dalam pengolahan kelapa menjadi kopra, biasanya
kebanyakan merupakan kaum laki-laki. Sedangan, ibu-ibu ada yang membentuk kelompok untuk
mengumpulkan kelapa setelah dipetik seperti dua kelompok di dusun dua.
Masyarakat Kosa yang merupakan suku Makian Samsuma memiliki budaya yang hampir sama
dengan suku-suku lain yang ada di Pulau Makian. Ciri kehidupan masyarakat Desa Kosa yang masih
hidup secara komunal menjadikan budaya gotong royong di kehidupan masyarakat Kosa masih
sangat kental. Budaya gotong royong yang ada di desa Kosa antara lain dilaksanakan pada saat:
a. Pembuatan pondasi rumah: Pada saat pembuatan pondasi rumah, semua tetangga yang ada
di sekeliling rumah membantu dalam pembuatan pondasi tersebut. Kegiatan ini lebih sering
dilakukan pada malam hari usai masyarakat selesai melakukan aktifitas berkebun di ladang.
Kaum laki-laki yang ada mengolah material bangunan menjadi pondasi rumah, sementara itu
kaum wanita memasak nasi kuning dan kopi campur guraka (jahe) yang akan disantap
bersama sebagai konsumsi kegiatan.
b. Mengolah kopra: kegiatan gotong royong dalam mengolah kopra biasa dilakukan saat
membelah dan mengorek kelapa sebelum diasapi. Kegiatan ini dinamakan “babelah deng
bakorek kelapa”. Biasanya, kegiatan gotong royong ini diterapkan dengan system arisan
tenaga, dimana apabila salah satu anggota arisan meminta anggota lain untuk membantu
dalam mengolah kelapanya, dia juga harus membantu anggota lain saat mengolah kelapanya.
c. Pesta perkawinan: apabila salah satu masyarakat menyelenggarakan acara perkawinan,
warga yang lain membantunya, kegiatan ini sering disebut beleliani. Kaum laki-laki membantu
dalam pemasangan tenda, mengolah kelapa dan memotong kayu bakar. Sementara itu, kaum
wanita memasak aneka masakan khas maluku utara. Selain itu, selama pesta perkawinan,
musik khas makian yang disebut togal mengiringi acara tersebut. Sayangnya, di Kosa,
pemutaran musik hanya diputar lewat sound system saja dikarenakan alat musik yang asli
tidak ada.
d. Kematian: apabila salah satu masyarakat mengalami kedukaan, maka mereka akan
membuatan tahlilan selama sembilan hari berjalan. Di hari ke sembilan, setelah semua
pengeluaran untuk menyelenggarakan tahlilan selesai dihitung, maka masyarakat
berswadaya untuk membayar semua pengeluaran, yang mereka istilahkan sebagai “bebayar”.
Tokoh masyarakat yang formal meliputi orang-orang di pemerintahan desa, imam masjid, ketua
pemuda dan warga yang sudah naik haji. Walaupun begitu, masyarakat terkadang kurang mengikuti
perkataan dan anjuran tokoh masyarakat formal. Sebaliknya, ada beberapa tokoh informal yang
ketokohannya lebih diikuti oleh warga, misalnya karena bersikap keras dalam memperjuangkan
kepentingan bersama dan kedekatan terhadap masyarakat.
Tabel 5
Identifikasi stakeholder di Desa Kosa
No Nama Ketokohan
Tabel 6
Perkembangan Jumlah Penduduk Desa Gandasuli
Laju Pertumbuhan
3% 3, 50 % 4%
Penduduk
Sumber: profil desa Gandasuli.
Tabel 6 menunjukan adanya peningkatan jumlah penduduk tahun 2015 naik 3,50 % dan tahun 2016
naik 4%, sedangkan dilihat proporsi penduduk tercatat jumlah total penduduk Desa Gandasuli,
sebanyak 2532 jiwa, terdiri dari laki-laki 1303 jiwa atau 51,47% dari total jumlah penduduk yang
tercatat. Sementara perempuan 1229 jiwa atau 48,54% dari total jumlah penduduk yang tercatat.
Untuk memperoleh informasi yang berkaitan dengan deskripsi tentang jumlah penduduk di Desa
Gandasuli, berdasarkan pada usia dan jenis kelamin secara detail dapat dilihat dalam lampiran tabel
berikut ini:
Tabel 7
Jumlah Penduduk Berdasarkan Stuktur Usia Tahun 2016
1 0-4 98 79 177 8%
9 50-59 86 78 164 7%
10 > 60 64 56 120 5%
No Uraian JUMLAH
5 PAUD /TK 36
11 Mahasiswa 129
12 Tamat Akademi/DI/DII/DIII 83
Jumlah 2532
Jika dilihat dari tabel di atas maka jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan pada tahun 2016
adalah penduduk dengan tingkat pendidikan tamat SD/sederajat dengan total 596 orang, sedangkan
yang tidak melanjutkan ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi berjumlah 351. Tingkat pendidikan
terbanyak kedua adalah tamat SMA/SMK/Sederajat, yang melanjutkan ke perguruan tinggi
berjumlah 129 orang dan yang tamat perguruan tinggi (S1) berjumlah 125.
Tabel 9
Perkembangan Jumlah Penduduk Desa Menurut Mata Pencaharian
Tahun 2016
JUMLAH
N0 PEKERJAAN
Tahun 2016
1 Petani 448
3 Nelayan Tangkap 46
4 Peternak 59
5 Pedagang 8
6 Wirausaha 5
7 Karyawan Swasta 15
10 Tukang Bangunan 6
11 Tukang kayu/ukir 5
12 Nelayan/ Dibo-dibo 17
13 Angkutan / Sopir 32
14 Dosen 3
JUMLAH 727
Pekerjaan mayoritas masyarakat desa Gandasuli sebagai petani yang berjumlah 448 orang,
sedangkan yang bekerja sebagai PNS/POLRI dan TNI berjumlah 78 orang, jumlah ini adalah terbesar
kedua setelah petani.
Masyarakat Gandasuli masih memiliki nilai budaya yang terkait pelestarian alam, yaitu kepercayaan
adanya binte atau jin penjaga hutan. Mereka percaya bahwa bila menebang pohon atau membakar
hutan sembarang maka orang tersebut akan sering sakit. Bila sakit, ia harus diobati dengan
menggunakan mantra-mantra serta meminta maaf pada binte. Bila ada warga yang hendak
membuka hutan untuk membuat kebun, ia akan basiloa-ola atau meminta ijin kepada binte agar
tidak disakiti.
Di desa Gandasuli terdapat beberapa grup pemuda yang sulit untuk dipersatukan, sehingga
dibutuhkan wadah untuk mempersatukan mereka yaitu sebuah organisasi. Selain itu karena para
pemuda ini tidak mengetahui mekanisme untuk mendapatkan dana desa sehingga mereka
menganggap pemerintah desa mempersulit dan tidak mendukung kegiatan pemuda, maka mereka
pun tidak akur dengan pemerintah desa.
Burung Indonesia berinisiatif untuk membuat organisasi kepemudaan yang dapat merangkul
beberapa tokoh dalam grup-grup tersebut serta menjelaskan kepada para pemuda mengenai
mekanisme untuk mengakses dana desa. Setelah lahirnya organisasi tersebut maka terdapat ruang
bagi para pemuda dalam menyuarakan aspirasinya dan juga pendanaannya. Beberapa kegiatan
sudah masuk dalam RKPDesa seperti pembangunan perpustakaan desa, yang awalnya sudah
difasilitasi oleh Burung Indonesia.
Pemerintahan Desa dikendalikan oleh 2 orang yang berpengaruh yaitu La Onda dan Sekretaris Desa,
sedangkan Kepala Desa hanya mengikuti apa yang disuarakan oleh kedua orang tersebut. Berikut
merupakan hasil dari identifikasi stakeholder yang dirasa cukup berpengaruh di desa:
Tabel 10
Identifikasi Stakeholder di desa Gandasuli
No Nama Ketokohan
1 La Onda Merupakan Staff kantor BAPPEDA Halsel bidang ekonomi, yang sangat
berpengaruh terhadap keputusan/kebijakan di Desa Gandasuli serta
dianggap sebagai penasehat pemerintahan desa Gandasuli. Beliau selalu
diminta pertimbangan oleh Kepala Desa.
2 Rifai Merupakan tokoh pemuda yang disegani oleh kalangan pemuda karena
kegiatan-kegiatan beliau yang dapat menggerakkan pemuda pada
masanya. Beliau juga mantan Kepala BPD Gandasui dan saat ini sedang
mencalonkan dirinya menjadi calon aggota leglislatif
4 Jufri La Eni Merupakan guru olah raga yang juga cukup berpengaruh di kalangan
pemuda khususnya RT 07
7 Suntati La Sinta Mempunyai pengaruh besar di kelompok majelis taklim dan kader
posyandu
8 Maica La Nae Selalu mengajak para pemudi atau ibu-ibu jika ada kegiatan di desa
III. KEANEKARAGAMAN HAYATI
3.1 Definisi
Menurut beberapa referensi, definisi dari keanekaragaman hayati adalah sebagai berikut :
1. Pengertian keanekaragaman hayati adalah variabilitas di antara makhluk hidup dari semua
sumber, termasuk interaksi ekosistem terestrial, pesisir dan lautan dan ekosistem akuatik lain
serta kompleks ekologik tempat hidup makhluk hidup menjadi bagiannya. Hal ini meliputi
keanekaragaman jenis, antar jenis dan ekosistem (Convention on Biological Diversity, 1993)
2. Keanekaragaman hayati adalah ketersediaan keanekaragaman sumber daya hayati berupa jenis
maupun kekayaan plasma nutfah (keanekaragaman genetik di dalam jenis), keanekaragaman
antar jenis dan keanekaragaman ekosistem (Sudarsono, 2005)
3. Keanekaragaman hayati atau biodiversitas adalah semua kehidupan di atas bumi ini baik
tumbuhan, hewan, jamur dan mikroorganisme serta berbagai materi genetik yang dikandungnya
dan keanekaragaman sistem ekologi di mana mereka hidup. Termasuk didalamnya kelimpahan
dan keanekaragaman genetik relatif dari organisme-organisme yang berasal dari semua habitat
baik yang ada di darat, laut maupun sistem-sistem perairan lainnya (Global Village Translations,
2007)
4. keanekaragaman hayati adalah kelimpahan berbagai jenis sumberdaya alam hayati (tumbuhan
dan hewan) yang terdapat di muka bumi (Ani Mardiastuti, 1999)
5. Keanekaragaman hayati mencakup semua bentuk kehidupan di muka bumi, mulai dari makhluk
sederhana seperti jamur dan bakteri hingga makhluk yang mampu berpikir seperti manusia
(Bappenas, 2004)
Sedangkan menurut masyarakat yang menjadi kelompok sasaran dalam kajian kehati partisipatif,
keanekaragaman hayati adalah sebagai berikut. Bagi masyarakat desa Kosa, keanekaragaman hayati
adalah hewan dan tumbuhan yang ada di hutan. Pemahaman mereka berubah setelah melakukan
kajian, yaitu keanekaragaman hayati juga mencakup hewan dan tumbuhan yang ada di sekitar
tempat tinggal, baik yang ada di atas tanah maupun di dalam tanah. Bagi masyarakat desa Gandasuli,
keanekaragaman hayati adalah segala jenis tumbuhan dan binatang. Berikut beberapa petikannya.
- Aba, seorang penjual ikan asap, menyatakan bahwa kehati adalah pohon, tumbuhan, burung dan
binatang seperti babi, rusa, yakis, kambing, ayam, sapi dan lainnya. “Atau orang sering bilang flora
dan fauna,” ujar Aba.
- Ali Rahman, seorang petani, memahami kehati sebagai burung-burung dan binatang, pohon dan
tumbuhan.
- Iksan, seorang petani yang juga sekretaris pemuda, menyatakan bahwa kehati meliputi semua
jenis pohon, tumbuhan dan binatang.
- Wawan, seorang pemuda, manyampaikan bahwa kehati biasanya “disebut flora dan fauna yang
terdiri atas satwa dan binatang, pohon dan tumbuhan.”
- Febriyanti, seorang remaja, berkata, “Kehati itu ada pohon, tumbuhan, burung, binatang dan
semua isi alam juga merupakan keanekaragaman hayati.”
Mereka kemudian mengidentifikasi apa saja pakan satwa liar dan habitatnya. Hal ini bertujuan untuk
menghantar partisipan memahami bahwa setiap jenis memiliki keterkaitan dengan jenis lain.
- Luri (kasturi ternate) makan buah rao, pisang, bunga kelapa, buah jambu, buah ngame, buah
matoa. Tidur di pohon kenari, gufasa, besi, matoa dan pohon ngame.
- Kakatua putih biasanya makan buah pohon beringin, pisang hutan, durian, buah matoa.
Bertelur di ranting kering pohon matoa, pohon besi, beringin. Tempat tidur di kayu besi,
kenari dan matoa.
- Kakatua biru (nuri bayan jantan) makan jagung, buah matoa, durian dll. Tempat tidur di
pohon matoa beringin, besi, gufasa yang cukup tinggi dan di pohon-pohon ini juga sering
mereka bertelur jika ada ranting keringnya.
- Perkici dagu-merah makan sari bunga kelapa, bunga jambu (gora) serta buahnya sudah
matang. Tidur di pohon kelapa, pohon besi, pohon cengkih, kenari.
- Raja udang makan buah kersen.
- Burung Hantu makan tikus, serangga dan jangkrik.
- Burung bidadari makan bunga kayu matoa dan serangga. Tempat tidur pohon matoa, suling,
gufasa.
- Kupu-kupu makan sari bunga cengkih.
- Iguana pemakan serangga dan biasanya tidur di pohon-pohon sagu
- Biawak pemakan serangga, tikus, jangkrik
- Tokek
- Cimbak makan buah soki/buah mangrove
Kegiatan selanjutnya adalah memperdalam tentang pemahaman ekosistem dengan diawali
permainan Jaring Kehidupan dan menggambar (box Jaring Kehidupan).
Nah, buah dari jenis pohon-pohon di atas adalah makanan burung, termasuk tempat tidur
dan tempat bertelur. Apabila pohon-pohon itu ditebang habis maka burung-burung ini akan
terancam punah karena tidak dapat makanan dan tidak dapat bertelur. Sebaliknya, bila
burung-burung itu ditangkap, dijual, ditembak dan bila habis pohon-pohon akan terancam
habis. Karena burung-burung tersebut adalah penyebar biji-bijian dan membuat pohon
tumbuh semakin banyak. Bila burung punah maka pohon akan habis dan dampaknya adalah:
- Kekeringan air. Kita akan makin sulit memperoleh air bersih
- Tanah tidak subur bila air kering. Jika tanah tidak subur maka semua tanaman akan
mati, belum lagi menggunakan pupuk kimia yang justru merusak tanah.
- Udara tidak lagi segar bila pohon di tebang habis. Karbon yang dilepas di udara
seperti asap knalpot motor, mobil dan mesin lainya akan diserap oleh pohon. Bila
tidak ada pohon udara menjadi kotor dan kita akan mudah terserang penyakit
- Erosi dan,
- Banjir sungai
Selain itu, ada beberapa jenis hewan/burung yang sangat membantu para petani yaitu:
- Burung perkici, burung luri, burung wasui (madu sriganti). Tiga jenis burung ini
adalah burung pemakan sari bunga kelapa. Itu artinya ketiga jenis burung ini
membantu penyerbukan kelapa atau proses perkawinan sehingga menjadi buah.
Seandainya burung ini ditembak dan habis maka kelapa akan sulit berbuah.
- Burung iguana/raja udang, biawak, burung hantu adalah burung pemakan
serangga. Serangga adalah burung pemakan daun kelapa atau hama pohon kelapa.
Jika burung ini ditangkap dan ditembak dan terancam punah berakibatnya serangga
semakin banyak dan kelapa menjadi tidak sehat.
- Lebah dan kupu-kupu adalah burung penghisap sari bunga cengkih. Itu artinya
lebah dan kupu-kupu sangat membantu petani cengkih dalam hal penyerbukan.
Sekarang kita bayangkan bila hewan/burung-burung ini punah karena penangkapan,
penjualan, penembakan, apa yang akan terjadi? Ada yang bisa menjawab?
- Rasis menjawab, torang (kita) akan makin susah karena kalau kelapa dan cengkih
sudah tidak berbuah.
- Febri menjawab, penghasilan petani akan semakin memburuk
- Ivan menjawab, kalau kelapa, cengkih tidak ada buah kita tamba susah. Apalagi
kalau air kering dan tanah tidak lagi subur, kita pindah dan tinggal di tempat lain
saja. Teman-temannya tertawa terkekeh-kekeh.
Hubungan timbal-balik antara manusia, satwa, pohon, tanaman, air, udara, tanah inilah yang
disebut dengan ekosistem atau mata rantai kehidupan. Nah, sekarang kalian bagi menjadi
dua kelompok yaitu kelompok satu dan kelompok dua. Masing-masing kelompok membuat
satuan ekosistem atau mata rantai kehidupan.
Setelah rangkaian kegiatan, para pemuda dan remaja Gandasuli mampu melihat keterhubungan satu
sama lain dan menganalisis kondisi desa mereka. Berikut beberapa contoh analisis mereka:
- “Burung bidadari saat ini sudah mulai berkurang karena pohon matoa yang semakin berkurang.
Buah pohon matoa adalah makanan burung bidadari, dan dulunya pohon sangat sering ditebang
warga untuk dijualbelikan.”
- “Sejak burung polisi (bubuth goliath) sering diburu, kita sudah jarang melihatnya. Akibatnya pohon
kelapa diserang hama. Petani jadi harus memakai obat-obat kimia, padahal kalau pakai obat kimia
nanti tanah menjadi keras dan tidak subur. Lebih baik kita pakai pupuk organik dan melestarikan
burung-burung supaya pohon kelapa tidak kena hama dan panen kita bagus,” ujar Mahmud yang
dulu hobi menembak burung.
Tabel 11
Hasil Identifikasi Pemanfaatan Sumber Daya Alam (Tumbuhan) Desa Kosa
dimakan, obat
5 Bayam merah daun pekarangan banyak tinggi
tambah darah
dimakan, dijual,
7 Bengkoang buah pekarangan banyak sedang
obat kecantikan
11 Serai Garamakusu daun, batang pekarangan bumbu dapur, obat pestisida organik banyak tinggi
dimakan, obat sakit
12 Jambu biji Giawas buah, daun pekarangan banyak tinggi
perut/diare
kebun,
17 Kacang tanah buah dimakan, dijual banyak tinggi
pekarangan
kebun,
18 Kangkung daun, batang dimakan banyak tinggi
pekarangan
Untuk obat
Hutan dan bengkak, kerajinan,
21 Kayu Laka Isi Kayu banyak rendah
bekas ladang wewangian (jika
dibakar)
22 Kedondong
kelapa
23 Kelapa budok
hibrida
24 Kelapa dalam
28 Kunyit
29 Labu kuning
30 Langsat
31 Lemon cui
32 Lemon nipis
Lemon
33
suwanggi
34 Mangga golek
35 Mangga madu
36 Mangga telur
37 Manggis
38 Matoa
39 Nanas merah
40 Nanas putih
41 Nangka
42 Pala
43 Pinang bobou
Pinang
Pinang tara
44
bobou
45 Pisang ambon
46 Pisang mas
Pisang mulut
47 buah pekarangan dimakan
bebek
48 Pisang raja
49 Pisang sepatu
51 Pisang tanduk
52 Rambutan
batang, daun,
56 Rotan Hutan Kerajinan, dimakan sedang rendah
pucuk
57 Salak
58 Sayur lilin
59 Sirih Sirih
60 Sukun
62 Tomat lokal
63 Ubi jalar
Tabel 12
Pemanfaatan Sumber Daya Alam (Tumbuhan) Desa Gandasuli
1 Alpukat Alpukat
Gula
2 Aren Aren
merah/miras
Bangunan
8 Buarau
rumah
9 Cempaka Cempaka -
10 Cengkih Cengkih
11 Coklat Coklat
14 Durian Durian
Kacang
17 Kacang panjang
panjang
18 Kangkung Kangkung
Bangunan
19 Kayu besi
rumah
20 Kelapa Kelapa
22 Kenari Kenari
23 Ketimun Ketimun
26 Lemon cui
Bangunan
28 Linggua
rumah
Mangga arum
29
manis
30 Mangga dodol
31 Mangga gole
32 Mangga kuwini
33 Mangga madu
34 Mangga utang
35 Manggis Manggis
Liver, bersalin,
36 Mangkudu Mangkudu
gula
38 Nangka Nangka
39 Pala Pala
Pisang mulut
40
bebe
41 Pisang raja
42 Pisang sepatu
43 Pisang susu
Liver, bersalin,
44 Pohon afrika
gula
Bangunan
45 Pohon gersen
rumah
Bangunan
46 Pohon gufasa
rumah
Bangunan
47 Pohon matoa
rumah
Bangunan
48 Pohon ngame
rumah
49 Rambutan Rambutan
50 Cabai Rica
Liver, bersalin,
53 Rumput kucing
gula
55 Salak Salak
Bangunan
56 Samama
rumah
Liver, bersalin,
57 Sare
gula
Liver, bersalin,
58 Sari merah
gula
59 Sayur lilin
61 Singkong Kasbi
Nangka
64 Sirsak Panas tinggi
Belanda
65 Strawberi utang -
Bangunan
66 Suling
rumah
68 Terong
Bangunan
70 Tofiri
rumah
71 Tomat
12 Tupai
Tabel 14
Nama Lokal dan Nasional Burung di Desa Gandasuli
3 Burung pipit
4 Burung koho Kuntul kecil