Anda di halaman 1dari 7

Berita Biologi, Volume 7, Notnor 1, April 2004 dan Notnor 2, Agustus 2004

Edisi Khusus: Biodiversitas Taman Nasional Gunung Halimun (HI)

PERAN TUMBUHAN DALAM KEHIDUPAN TRADISIONAL


MAS YARAKAT LOKAL DI TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN JAWA BARAT
[The Role of Plants on the Traditional
Life of Local Society in Gunung Halimun National Park, West Java]

MulyatiRahayu1 danKazuhiroHarada2
1
Pusat Penelitian Biologi - LIPI
2
Institute for Global Environmental Strategies, Forest Conservation Project, Tokyo - Japan

ABSTRACT
Indigenous people who live in Gunung Halimun National Park (GHNP) rely their on their traditional life natural resources around
them. The ethnobotanical research had been conducted in three villages surrounding GHNP. This research including indigenous
knowledge in using plants for their daily life such as for food, medicine, fuel, ritual need etc. Most of the plants can be found wildly.
Over harvesting of those wild plant might affect the sustanability the national park. Therefore, the environmental education for
indigenous people is needed.

Kata kunci/ Key words: Etnobotani/ ethno botany, kegunaan tumbuhan/ useful of plants, masyarakat lokal/ local community
Taman Nasional Gunung Halimun/ Gunung Halimun National Park.

PENDAHULUAN 40.000 hektar. Secara administratif kawasan ini


Akhir-akhir ini banyak peneliti yang mulai termasuk dalam wilayah Kabupaten Bogor, Kabupaten
tertarik untuk mengkaji pengetahuan lokal dan Sukabumi (Propinsi Jawa Barat) dan Kabupaten
pemanfaaatan sumber daya hayati (tetumbuhan) oleh Lebak (Propinsi Banten), Topografinya bergelombang
masyarakat setempat. Kenyataanmembuktikanbahwa dengan ketinggian berkisar 500 - 2.000 m dpi. Kawasan
pengetahuan lokal telah teruji secara turun temurun ini merupakan daerah tangkapan air yang menjadi hulu
ini tidak sedikit sumbangannya terhadap kemajuan sungai yang mengalir ke 3 kabupaten tersebut di atas.
dunia ilmu dan teknologi. Penelitian tentang pengetahuan lokal dan
Untuk mengungkapkan sistem pengetahuan pemanfaatan tetumbuhan oleh masyarakat setempat
tersebut diperlukan penelitian etnobotani di setiap di sekitar TNGH belum banyak dilakukan. Berkaitan
suku bangsa di Indonesia, karena masih banyak dengan hal tersebut di atas maka dilakukan penelitian
pemanfaatan tumbuhan oleh berbagai suku bangsa etnobotani di kawasan ini. Penelitian ini diharapkan
yang belum diketahui. Padahal bangsa Indonesia dapat memberi masukan kepada instansi terkait dalam
dipacu untuk berlomba dengan kerusakan atau pengelolaan lingkungan dan menjadi dasar bagi
hilangnya sumberdaya hayati dan pengetahuan penelitian selanjutnya antara lain fisiologi tumbuhan,
tradisional yang belum dikaji. Penyebabnya antara fitokimia dan sebagainya.
lain adanya pergeseran pola hidup masyarakat
pedalaman dari pola hidup sedehana menjadi pola CARAKERJA
hidup modern, kurang bijaksananya dalam Penelitian pengetahuan lokal dan pemanfaatan
pengelolaan lingkungan, pertambahan penduduk, tetumbuhan oleh masyarakat di sekitar TNGH
terbatasnya lahan olahan, digalakkannya berbagai dilakukan di 3 kampung yaitu Ciptarasa, Leuwijamang
program pembangunan seperti transportasi dan dan Cibedug. Pelaksanaan penelitian dilakukan selama
komunikasi dan sebagainya. periode tahun 1999-2000. Setiap kunjungan selama
Taman Nasional Gunung Halimun (TNGH) 7-10 hari. Pengumpulan data dilakukan dengan cara
ditetapkan dengan SK Menteri Kehutanan No. 282/ wawancara semi struktural dan "open ended" terhadap
Kpts-II/1992 tanggal 28 Februari 1992, dengan luas masyarakat setempat, mengikuti sebagian aktivitas

17
Rahayu dan Harada - Peran Tumbuhan dalam Kehidupan Tradisional

sehari-hari penduduk dan pengamatan langsung di penduduk per tahun di masing-masing lokasi sebagai
lapangan. Jenis-jenis tumbuhan yang berguna dicatat berikut: di Cibedug (Rp. 1,3 juta), Leuwijamang (Rp.
nama lokalnya, tempat tumbuhnya, bagian yang 3,5 juta) dan Ciptarasa (Rp. 2,6 juta) pada tahun 2000 (
digunakan, cara penggunaan dan kegunaannya. Setiap Harada et al, 2001).
tumbuhan berguna tsb. diambil contohnya, dibuat Masyarakat di dalam dan di sekitar TNGH
herbariumnya guna mengetahui nama ilmiahnya. merupakan bagian dari warisan nasional. Mereka
masih memegang teguh adat kebudayaan leluhur,
Keadaan umumlokasi penelitian
tercermin dalam keseragaman kehidupan sehari-
Secara administratif kampung Cibedug
harinya, arsitektur rumah, sistem pertanian dan
termasuk dalam wilayah Desa Citorek, Kecamatan
interaksi dengan hutan.
Bayah, Kabupaten Lebak; kampung Ciptarasa
termasuk dalam wilayah Desa Sirnarasa, Kecamatan
HASIL
Cisolok, Kabupaten Sukabumi dan Kampung
Leuwijamang termasuk dalam wilayah Desa Cisarua, Pemahaman masyarakat lokal terhadap
lingkungannya
Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor. Letak
Masyarakat lokal sekitar TNGH pada
kampung Cibedug di bagian barat dan berada dalam
umumnya memiliki pengetahuan lokal yang menjadi
kawasan TNGH secara ilegal, dan Leuwijamang di
pedoman dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-
bagian utara dan berada di dalam kawasan TNGH
harinya. Sistem pengetahuan lokal yang dimaksud
secara legal (enclave), sedangkan Ciptarasa di luar
antara lain pengetahuan tentang alam sekitarnya
kawasan taman nasional. Pemetaan keberadaan TNGH
(hutan, tata ruang dan pemanfaatan tumbuhan untuk
pada tahun 1992, ditentukan tanpa kesepakatan dari
kehidupan sehari-hari). Dalam kehidupan sehari-
pihak masyarakat. Pada saat ini permasalah yang
harinya, mereka masih memiliki interaksi yang kuat
muncul antara lain tentang kepemilikan lahan dan
dengan hutan sekitarnya. Hutan dalam pandangan
pemanfaatan sumber daya hutan dalam kawasan
mereka, bukan hanya sebagai tempat berlindung dan
TNGH (Harada, 2003a).
mencari makan tetapi juga mempunyai makna kultural.
Untuk mencapai kampung-kampung tersebut
dapat ditempuh dengan kendaraan roda 4 dibutuhkan Sistem pertanian tradisional
waktu 4-8 j am kemudian dilanjutkan dengan berjalan Kehidupan sehari-hari masyarakat TNGH
kaki selama 2-3 jam (Cibedug dan Leuwijamang). tergantung pada sistem pertanian tradisional.
Penerangan listrik telah mencapai kampung Ciptarasa Masyarakat setempat memanfaatkan hutan dan lahan
dan Leuwijamang. sekitarnya dengan berbagai cara. Awal penggunaan
Masyarakatnya merupakan suku Sunda- lahan pertanian berupa "huma" ladang, kemudian
Banten, termasuk Kasepuhan di dalamnya (Citorek penggunaan lahan selanjutnya ditentukan oleh
dan Ciptarasa). Masyarakat Kasepuhan ini memiliki tersedianya air, antara lain dijadikan sawah atau kebun.
susunan pemerintahan non-formal secara tradisional Pemanfaatan keanekaragaman tumbuhan oleh
terpisah dari struktur pemerintahan yang ada. Bahasa masyarakat lokal di TNGH
yang umum digunakan adalah bahasa Sunda dan Dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari,
mayoritas penduduknya beragama Islam. Jumlah masyarakat lokal di TNGH memanfaatkan
penduduk di masing-masing kampung sebagai berikut: keanekaragaman jenis tumbuhan yang ada di
Cibedug (275 jiwa dari 65 Kepala keluarga/KK), sekitarnya. Berdasarkan pemanfaatannya tumbuhan
Leuwijamang (181 jiwa dari 49 KK) dan Ciptarasa dapat dikelompokkan menjadi bahan penghasil pangan
(311 jiwa dari 82 KK). Tingkat ekonomi masyarakat (28 jenis), bangunan (21 jenis), obat dan kosmetika
tidak begitu tinggi, terutama di Cibedug yang letaknya (148 jenis), pelengkap upacara (5 jenis), sumber energi
terpencil dan sulitnya mendapat kesempatan kerja di utama (13 jenis), tali temali dan anyaman (7 jenis)
luar kampung. Pemasukan penghasilan pendapatan dan bahan keperluan lainnya (21 jenis).

18
Berita Biologi, Volume 7, Nomor 1, April 2004 dan Nomor 2, Agustus 2004
Edisi Khusus: Biodiversitas Taman Nasional Gunung Halimun (III)

PEMBAHASAN air tidak mencukupi, maka jenis tanaman yang


Pemahaman masyarakat lokal terhadap diusahakan adalah tanaman palawija dan pola ini
lingkungannya dikenal dengan sebutan "jami". Pengelolaan jami
Masyarakal lokal TNGH menggunakan dan dilakukan selama 2-3 tahun, kemudian diberakan 3 -
melindungi hutan berdasarkan konsep turun termurun 4 tahun untuk pemulihan kondisi tanah dan disebut
seperti adanya "leuweng titipan"; yaitu hutan larangan dengan "reuma ngoro". Lahan jami dapat pula tidak
untuk memasuki, mengambil/menebang pohon atau diberakan, dan dijadikan "kebun", ditanami dengan
hasil hutan lainnya tanpa seijin tetua adat setempat; tanaman buah-buahan seperti pisang, nangka, durian,
"leuweng tutupari" yaitu hutan yang dapat diambil pete dan sebagainya. Setelah beberapa tahun pohon-
hasilnya hanya untuk kebutuhan sehari-hari pohon tersebut menjadi tinggi dan kebun ini disebut
masyarakat setempat; "leuweng bukaan" atau sebagai "kebun-talun" dan akhirnya menjadi "talun".
"leuweng sampalan" yaitu hutan yang dapat dikelola Dalam kaitannya sistem pertanian seperti
oleh masyarakat untuk dijadikan lahan pertanian dengan pembukaan lahan, penanaman dan pemanenan,
(Harada, 1998). masyarakat lokal melakukan upacara tradisional
Pengetahuan tentang pelestarian dan "mitemeyan/ngasek " dan "mipit". Makna upacara
konservasi telah dilakukan oleh masyarakat lokal adat mitemeyan untuk memohon kepada Yang Kuasa
TNGH, tercermin dari adanya pembagian zonasi agar usaha taninya tidak megalami kegagalan,
pemanfaatan hutan. "Leuweng titipan" merupakan sedangkan upacara mipit mempunyai tujuam agar
upaya pelestarian sumber daya hayati dan sumber daya keselamatan selama pemanenan terjaga dan perolehan
air, sedangkan " leuweng tutupan " pemanfaatan usaha taninya tinggi serta menghasilkan bibit yang baik
sumber daya hayatinya terbatas yang diatur tetua adat untuk penanaman selanjutnya.
setempat, begitu pula "leuweng bukaan" untuk lahan Pemanfaatan keanekaragaman tumbuhan oleh
pertanian juga diatur oleh tetua adat. Walaupun masyarakat lokal di TNGH
demikian, kesadaran masyarakat terhadap pelestarian Seperti halnya masyarakat pedalaman lain di
sumber daya alam di dalam kawasan taman nasional Indonesia, masyarakat pedalaman di TNGH juga
tidak begitu dipentingkan, karena pelestarian dan memiliki sistem pengetahuan tentang alam tumbuhan
konservasi TNGH tidak memberikan keuntungan yang ada disekitarnya. Sistem pengetahuan tradisional
secara langsung terhadap pendapatan masyarakat ini merupakan dasar yang amat penting dalam
setempat (Harada, 2003b). Oleh karena itu, perlu kelangsungan hidupnya dan pengetahuan ini
adanya pembinaan masyarakat setempat, antara lain diwariskan secara turun temurun.
dengan melibatkan masyarakat dalam melaksanakan
Tumbuhan sebagai penghasil pangan
kegiatan di kawasan taman nasional.
Berbagai tumbuhan bahan pangan dikenal oleh
Sistem pertanian tradisional masyarakat lokal di TNGH. Sebelummengenal jenis-
Sistem ladang dilakukan dengan cara menebas jenis tumbuhan penghasil karbohidrat seperti beras,
hutan primer atau sekunder, kemudian dibersihkan ubi jalar atau ubi kayu, mereka telah memanfaatkan
dengan teknologi bakar dan ditanami dengan terutama hui jahe (Discorea spp.) dan bolang (Colocasia spp.)
tanaman penghasil karbohidrat (ubikayu, padi atau yang banyak tumbuh di hutan sebagai penghasil
kacang-kacangan). Ladang diusahakan sekitar 4 tahun, karbohidrat. Perubahan dari ubi-ubian ke serealia
kemudian penggunaan lahan tersebut selanjutnya menyebabkan pertumbuhna jenis ubi-ubian tersebut
ditentukan oleh tersedianya air. Bila kondisi air kurang mendapat perhatian. Jenis-jenis tersebut baru
memungkinkan, kadang dijadikan persawahan merupakan komositi yang diperlukan pada musim
tradisional. Pengetahuan dan penggunaan jenis-jenis paceklik.
padi menunjukkan pentingnya beras sebagai bahan Dalam menu makanan sehari-hari masyarakat
makanan pokok sehari-hari. Sedangkan bila kondisi lokal di TNGH (masyarakat Sunda) tidak lupa

19
Rahayu dan Harada - Peran Tumbuhan dalam Kehidupan Tradisional

menyediakan sayuran "lalaban". Sayuran ini dimakan sebagai bahan bangunan. Pemilihan jenis tumbulm
langsung tanpa melalui proses pemasakan. Mereka untuk bahan bangunan tersebut biasanya disesuaikaz
cukup banyak mengenal dedaunan yang dapat dimakan dengan fungsinya misalnya untuk tiang utama dipil±
sebagai lalab seperti: reundeu (Staurogyne elongata), jenis-jenis yang memiliki kwalitas baik seperti ki dama:
pongang (Athrophyllum diversifolium), ki uncal (Agathis dammara), ki ronyok atau saninte-
(Gordonia excelsa), ki cengkeh (Urophyllum (Castanopsis argentea), ki tembaga (Elaeocarpu:
arboreum), ceuri ( Garcinia parvifolia), ki huut glaber), angsana (Pterocarpus indicus) dan rasamala
(Aporosa fructescens), seuhang (Ficus (Altingia excelsa). Pada umumnya bentuk bangunan
grassularioides), kawao {Milletia sericea), paas rumah berupa rumah panggung. Lumbung "leuit"
(Kibara coriacea), ki sariawan (Helicia robusta), terletak di luar kawasan pemukiman, biasanya di areal
hareuga (Bidens biternata), jamrong (Achyranthes persawahan.
aspera), jotang (Spilanthes acmella), jonge (Emilia Dedaunan seperti daun tepus (Amomum
sonchifolia), sariawan peujit (Tylophora cissoides), megalochelios), mareme (Glochidion sp.), patat lipung
antanan (Centella asiatica), pohpohan (Pilea (Phrynium pubinerve), pinding totot (Horsntedtia
melastomoides) dan songgom (Pollia thyrsiflora). paludosa), salak leuweng (Salacca cf. edulis), kiray
Tidak seperti halnya pengetahuan akan berbagai jenis (Metroxylon sagu) dan ijuk kawung (Arenga pinnata)
tumbuhan sebagai sayuran lalaban, tetumbuhan digunakan sebagai atap rumah. Dari ke 7 jenis tumbuhan
penghasil buah-buahan tidak banyak diketahui oleh bahan atap tersebut di atas, ternyata ijuk kawung
masyarakat lokal di TNGH. Jenis-jenis tumbuhan yang mempunyai ketahanan yang paling lama (10 tahun),
umum dimakan buahnya antara lain hareueus (Rubus diikuti oleh daun kiray (4 tahun), dan daun tepus (3
mollucanus), arben (R. rosaefolius), janetrang tahun), dan daun patat (2 tahun). Sebagai pengganti
(Elaeocarpus petiolatus), kacapi (Sandoricum paku, masyarakal lokal TNGH mengenal teknologi
koetjape), rukem (Flacourtia inermis), harendong pasak dan tali temali. Tercatat 5 jenis tumbuhan yang
(Melastoma qffine) dan kupa landak (Syzygium sp.) digunakan sebagai bahan tali temali bangunan rumah
Dengan masuknya tanaman buah-buahan hasil yaitu hoe ceker kidang (Korthalsiajunghuhniand), hoe
persilangan yang mempunyai beberapa keunggulan sampang (K. rigida), hoe dawuh (Calamus blumei),
seperti rasa manis, ukuran buahnya besar, berbiji kecil hoe omas (C. javensis) dan hoe selang (Calamus
dan sedikit, berdaging tebal maka jenis buah-buahan sp.).Sedangkan anyaman batang awi temen
liar tersebut di atas mulai terlupakan. (Gigantochloa after), awi tali (G apus), awi bitung
Kawung (Arenga pinnata) merupakan satu (Dendrocalamus asper) atau awi buluh
diantara beberapa jenis tumbuhan multiguna. Hampir (Schizostachyum brachycladum) untuk dinding rumah.
semua bagian tumbuhan ini dapat dimanfaatakan seperti:
Tumbuhan sebagai bahan obat dan kosmetika
daging buah mudanya (caruluk/kolang kaling) banyak
Meskipun dunia pengobatan modern
diperdagangkan; niranya sebagai bahan dasar gula aren;
berkembang dengan cepat, bukan berarti pengobatan
ijuknya sebagai bahan atap; daunnya untukpembungkus
tradisional yang memanfaatkan tetumbuhan sebagai
gula aren; batang untuk bahan bangunan dan akarnya
bahan ramuan telah menghilang. Pengobatan tradisional
sebagai bahan obat. Populasinya di alam masih cukup
masih digunakan oleh sebagian besar masyarakat
banyak dijumpai, namun jika pengambilannya dilakukan
terutama yang bermukim di pedalaman bukan karena
terus menerus tanpa dimbangi dengan
kekurangan fasilitas pelayanan kesehatan formal, tetapi
pembudidayaannya, dikhawatirkan jenis ini suatu saat
lebih disebabkan oleh faktor-faktor sosial budaya pada
tidak lagi dijumpai di kawasan gunung Halimun.
masyarakat tersebut (Sosrokusumo, 1989). Selain itu
Tumbuhan sebagai bahan bangunan Suprana (1991) menyatakan bahwa ramuan obat
Masyarakat lokal di TNGH umumnya mengenal tradisional Indonesia, hampir semuanya mengandung
berbagai jenis tumbuhan yang dapat dimanfaatkan ramuan alam yang berasal dari bahan tumbuhan.

20
Berita Biologi, Volume 7, Nomor 1, April 2004 dan Nomor 2. Agustus 2004
Edisi Khusus: Biodiversitas Taman Nasional Gunung Halimun (III)

Berdasarkan hasil inventarisasi keaneka- adat antara lain bertujuan sebagai penolak hama di
ragaman tumbuhan obat di kawasan TNGH, tercatat lahan pertanian, penangkal roh jahat dan penyakit yang
140 jenis tumbuhan yang digunakan oleh masyarakat akan menyerang manusia.Upacra adat tradisional yang
setempat sebagai bahan ramuan obat untuk mengobati lazim dilaksanakan antara lain "Selasa Wekasan". Pada
berbagai macam penyakit antara lain: batuk, demam, upacara adat ini di atas pintu masuk bangunan rumah
sakitperut dll. (Rahayu etal, 2002). Lima jenis diantara digantungkan beberapa jenis tumbuhan, yaitu
tetumbuhan obat tersebut, yaitu pule (Alstonia, sulangkar (Leea indica), dadap (Erythrina
scholaris), ki koneng (Arcangelisiaflava), hum sintok sumbumbrans), palias (Pogonatherum paniceum),
{Cinnamomum sintok), gember (Fibrourea rane diuk (Selaginella sp.) dan tulak tanggul
chloroleuca), dan hunyur buut (Kadsura scandens) (Schefflera fastigata). Kegiatan ini diselenggarakan
terdaftar sebagai tumbuhan obat langka di Indonesia setiap hari Selasa terakhir di bulan Syafar dan
(MoelyonodanSidik, 1999). bertujuan untuk mencegah segala mara bahaya dan
Disadari bahwa pelayanan kesehatan formal penyakit yang akan memasuki lingkungan rumah.
belum menjangkau seluruh lapisan masyarakat dan Seperti petani di pedesaan lainnya di Indonesia,
selain itu peranan pengobatan tradisional memberikan petani di TNGH dalam melaksanakan kegiatan
konstribusi cukup besar terhadap kesehatan pertaniannya biasanya disertai dengan upacara adat
masyarakat terutama masyarakat yang tinggal di tradisional yang menggunakan tetumbuhan yang
pedalaman, maka upaya pengembangan pengobatan dianggap mempunyai makna tertentu. Jenis-jenis
tradisional perlu ditingkatkan pemanfaatannya melalui tumbuhan tersebut antara lain pacing (Costus
pembinaan dan pengembangan tanaman obat keluarga spesiosus) yang mempunyai makna untuk
(TOGA) agar lebih berdaya guna dan berhasil guna. mendinginkan lahan yang akan diolah, daun
Masyarakat lokal TNGH selain mengenal cangkuang (Pandanus furcatus) dan harendong
tetumbuhan berkhasiat obat, mereka juga memiliki (Melastoma affine) bermakna sebagai penangkal
pengetahuan tentang tetumbuhan untuk perawatan hama, kulit kayu teureup (Artocarpus elasticus) dan
kecantikan. Jenis tumbuhan yang dimanfaatkan rumput palias (Pogonatherum paniceum) bermakna
sebagai kosmetika yaitu merang pare (Oryza sativa) agar padi yang disimpan di lumbung tidak dimakan
dan daun ki sabrang (Gastonia serratifolia) agar hama dan jika ditanam akan menjadi bibit yang baik.
rambut hitam; daun ki sampang (Euodia latifolia) Pelaksanaaan kegiatan upacara adat ini
untuk menghilangkan ketombe; daun lolo memperlihatkan kekhawatiran perani setempat akan
(Anodendrum microstachyum) supaya rambut tumbuh kegagalan usaha taninya. Harsojo (1984)
subur; bunga areuy pari (Schefflera aromatica) dan mengemukakan bahwa di daerah Jawa Barat bercocok
bunga campaka gunung (Taulama rumphii) sebagai tanam secara tradisional masih tetap memegang
campuran minyak rambut; pucuk daun patat peranan utama dan petani masih mempunyai suatu
(Halopegia blumei) untuk menghilangkan flek/noda hubungan batin yang erat dengan tanah dan sawahnya.
pada wajah; kulit batang ki sampang, daun calincing Penggunaan Costus spesiosus dalampembukaan lahan
(Oxalis corniculata) dan batang hariang (Begonia pertanian dilakukan juga oleh petani di daerah
robusta) sebagai pengganti sabun. Kecuali Oryza pedalaman Taman Nasional Bukit Tiga Puluh, Riau
sativa, jenis tetumbuhan tersebut di atas merupakan (Rahayu dan Siagian, 1995).
jenis-jenis liar.
Tumbuhan sebagai bahan energi utama.
Tumbuhan sebagai pelengkap upacara adat Kayu bakar merupakan sumber energi panas
Masyarakat lokal TNGH dalam kehidupan yang paling lama pernah digunakan oleh manusia,
sehari-harinya selalu berkaitan dengan kegiatan yang yaitu untuk memenuhi kebutuhan energi panas untuk
berhubungan dengan adat dan tata cara. Penggunaan memasak, pemanasan dan keperluan lainnnya
berbagai jenis tumbuhan sebagai pelengkap upacara (Soeryono, 1978). Kayu bakar sebagai sumber energi

21
Rahayu dan Harada - Peran Tumbuhan dalam Kehidupan Tradisional

sampai saat ini masih tetap digunakan terutama di yang terpilih sebagai bahan dasar anyaman, seperti hoe
daerah pedesaan dan pinggiran kota. Kayu bakar pelah {Daemonorops ruber), hoe dawuh {Calamus
merupakan sumber energi yang mudah diperoleh, blume), hoe dage (C. ciliaris), hoe leuleues {Calamus
murah dan mudah terjangkau oleh masyarakat sp.), daun cangkuang {Pandanus furcatus), kulit kayu
kalangan ekonomi lemah serta merupakan sumber daya teureup {Artocarpus elasticus) dan kulit batang aw.
yang dapat diperbaharui (Anonim, 1983). tali {Gigantochloa apus). Tetumbuhan tersebut di atas
Pada dasarnya semua tumbuhan berkayu merupakan jenis-jenis liar dan populasinya di alam
atau berbentuk pohon oleh masyarakat lokal sekitar (terutama rotan/hoe) sudah mulai terbatas.
TNGH dapat digunakan sebagai kayu bakar, namun
Tumbuhan sebagai bahan keperluan lainnya
hanya 13 jenis yaitu pokray {Blumeodendron tokbrai),
Tumbuhan yang dikategorikan atau
kaliandra {Calliandra calothyrsus), pasang tanduk
dimanfaatkan sebagai bahan keperluan lainnya antara
(Castanopsis sp.), kayang batu {Elaeocarpus sp.),
lain meliputi: sebagai bahan bio-insektisida/ racun (3
manggu leuweng {Garcinia dulcis), ki kawat (G
jenis), pupuk hijau (5 jenis), permainan anak-anak
rostata), peuris {Glochidion fulvirameum), pasang
"kalecer" (9 jenis) dan campuran dalam proses
beureum {Lithocarpus indirus), parenpeng
pembuatan gula aren/ kawung (4 jenis).
{Macaranga javanica), mara bodas (M tanarius),
Penggunaan daun atau kulit kayu suren {Toona
calik angin {Mallotus paniculatus), cangcaratan
sureni) dan akar atau kulit kayu ki sereh {Cinnamomum
(Neonauclea calycina), jengjeng {Paraserianthes
parthenoxylon) sebagai bio-insektisida merupakan
falcataria) dan unar jingjing {Quercus gemelliflora)
alternatif lain yang dilakukan oleh masyarakat setempat
merupakan jenis-jenis yang amat disukai sebagai kayu
dalam menanggulangi mahalnya harga insektisida kimia.
bakar (Rahayu et al, 2001)
Sedangkan umbi gadung {Dioscorea hispida) digunakan
Penggunaan kayu bakar di TNGH selain
sebagai tuba ikan. Penelitian penggunaan tumbuhan
sebagai bahan bakar untuk menanak nasi, merebus air
sebagai bio-insektisida perlu ditindak lanjuti seperti usaha
dan sebagainya, juga asap yang ditimbulkannya
menganalisa komponen kimianya sehingga dapat
berfungsi sebagai fumigasi untuk mengawetkan bahan
diketahui senyawa aktif yang berperan sebagai insektisida.
cadangan pangan yang disimpan di atas tungku dapur
Diantara ke 5 jenis tetumbuhan pupuk hijau yaitu
dan fungsi lain sebagai penghangat suhu udara di
babanjaran {Eupatorium inulifolium), babancetan
dalam ruangan.
{Jussiaea linifolia), sentong {Clibadium surinamensis),
Dalam memilih tetumbuhan kayu bakar
jengjeng {Paraserianthes falcataria) dan kaliandra
masyarakat lokal TNGH mempunyai persyaratan tertentu
{Calliandra calothyrsus), 2 jenis yang terakhir yang
, seperti energi panas yang dihasilkan tinggi, kayu bakar
sering digunakan oleh masyarakat setempat. Kedua jenis
tersebut tidak mudah "pepes" atau cepat habis, asap
tsb. merupakan jenis yang umum dibudidayakan/ditanam
yang ditimbulkannya sedikit dan tidak mengeluarkan
di Indonesia karena kemampuan bertunas dan
aronWbau yang dapat mempengaruhi masakan. Oleh
berkembangnya tinggi serta juga membantu memperbaiki
karena itu jenis-jenis huru/medang-medangan dari suku
kesuburan tanah melalui kemampuannya mengikat
Lauraceae yang banyak tumbuhan di kawasan TNGH
nitrogen bebas (Rimbawanto, 1998).
tidak lazim digunakan sebagai kayu bakar.
"Kalecer" kincir angin asal mulanya merupakan
Tumbuhan sebagai bahan tali temali dan anyaman salah satu permainan anak-anak di daerah pedalaman.
Dalam kebudayaan tradisional masyarakat Namun saat ini kalecer dapat dijumpai hampir disetiap
lokal di TNGH kepandaian anyam menganyam tidak rumah penduduk di TNGH. Selain sebagai alat
hanya sekedar menciptakan motif anyaman, tetapi yang permainan, kalecer juga dapat menimbulkan suara
lebih utama adalah menciptakan suatu barang atau yang enak/ merdu didengar dan untuk mengetahui
wadah. Sesuai dengan sumber daya alam yang ada di arah angin. Pada umumnya hampir semua jenis pohon
kawasan TNGH tidak banyak jenis- jenis tumbuhan dapat dijadikan kalecer, tetapi umumnya jenis

22
Berita Biologi, Volume 7, Nomor 1, April 2004 dan Nomor 2, Agustus 2004
Edisi Khusus: Biodiversitas Taman Nasionat Gunung Halimun (III)

tumbuhan yang digunakan antara lain: bengang of Gunung Halimun National Park Research and
(Neesia altissima), kibima (Nageia wallichiana), laka Conservation of Biodiversity in Indonesia III, 145
- 163. Biodiversity Conservation Project PKA-
(Myristica iners), kalapa ciung (Hornsfieldia glabra),
JICA-LIPI.
padali {Radermachera gigantea), ki mokla (Knema
-. 2003a. Policy of protected areas and
cinerea), ki saheun {Xanthophyllum excelsum) dan local use of forest resources in ndonesia: a case
mara delan (Macaranga triloba). study of a national park in West Java. Dalam: People
Pembuatan gula kawung secara tradisional and Forest in Southeast Asia, Far East, Rusia and
cukup banyak dijumpai di kawasan TNGH. Industri Japan: Forest Policy and local reality. M Inone and
HIsozaki(Eds.),231-247.
rumah tangga ini cukup menguntungkan sebagai usaha
, 2003b. Attitudes of local people towards
pendapatan sampingan keluarga. Agar gula yang
conservation and Gunung Halimun National Park
dihasilkan berkwalitas baik, maka para penyadap nira in West Java, Indonesia. Journal of Forest Research.
kawung (sebagai bahan baku gula) memasukkan daun In press.
parenpeng {Macaranga javanica) atau akar kawao Harsojo 1984. Kebudayaan Sunda. Dalam: Manusia dan
{Milletia sericea) ke dalam "londong" bambu (wadah Kebudayaan di Indonesia . Koentjaraningrat (Ed.).
Djembatan, Jakarta, 300 - 321.
nira yang baru disadap) agar nira tersebut tidak mudah
Moelyono MW dan Sidik 1999. Potensi hutan tropika
fermentasi sehingga rasanya asam. Sedangkan daun
Indonesia dalam pengembangan obat tradisional.
ki barera (Tetrastigma dichotoma) atau pacar tere Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional
(Impatiens balsamifera) yang digosok-gosokan ke Tumbuhan Obat Hutan Tropika Indonesia. Bogor,
tangkai perbungaan kawung yang akan diambil niranya 29 April 1999. Fakultas Kehutanan-IPB.
bertujuan agar nira yang keluar banyak. Rahayu M dan Siagian MH. 1995. Simbolisme dan arti
ritual tumbuhan bagi masyarakat Desa Pasir Eurih-
Ciomas, Bogor. Prosiding Seminar Nasional Biologi
KESIMPULAN XI. Ujung Pandang, 20-21 Juli 1993,301-306.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan betapa Rahayu M, Harada K, dan Muzakkir A. 2001. Telaah
eratnya hubungan antara budaya masyarakat lokal di pemanfaatan tumbuhan untuk kayu bakar: studi kasus
Taman Nasional Gunung Halimun dengan di tiga lokasi sekitar Taman Nasional Gunung
lingkungannya, terutama dalam tanggapan dan Halimun, JawaBarat. ProsidingSeminarHasil-Hasil
Penelitian Bidang Hayati. Bogor, 20 September 2001.
pengetahuan tradisionalnya dalam mengenal dan
Pusat Studi Ilmu Hayati-IPB, 164-175.
memanfaatkan tumbuhan yang ada disekitarnya. Dalam . 2002. Kajian
memanfaatkan tumbuhan, bukan hanya untuk kebutuhan pemanfaatan tumbuhan obat oleh masyarakat lokal
lahiriahnya saja, tetapi juga untuk kepentingan sekitar Taman Nasional Gunung Halimun, Jawa
batinniahnya melalui upacara-upacara adat. Barat. Prosiding Simposium Nasional II Tumbuhan
Melalui penelitian etnobotani pengetahuan Obat dan Aromatik, 61-72.
Rimbawanto A. 1998. Memilih jenis tumbuhan yang sesuai
tradisional ini diharapkan akan mampu mengungkap
dengan tujuan pemanfaatan dan tempat tumbuhnya.
potensi sumber daya hayati yang ada di kawasan DutaRimba, No. 211/XXIII, Januari 1998,14-28.
Taman Nasional Gunung Halimun. Sehingga dapat Soeryono R. 1978. Peranan hutan dalam membantu
dilakukan penelitian lebih lanjut yang tidak hanya memenuhi kebutuhan energi dan lingkungan hidup.
bermanfaat bagi masyarakat lokal di TNGH, tetapi juga Lembaga Penelitian Hutan, Bogor.
bagi manusia lainnya. Sosrokusumo P. 1989. Pengobatan tradisional di bidang
kesehatan jiwa. Prosiding Lokakarya tentang
Penelitian Praktek Pengobatan Tradisional. Badan
DAFTARPUSTAKA Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
Anonimous 1983. Bagaimana mendapat kayu bakar di Departemen Kesehatan RI, 42-49.
daerah kritis. Buletin Informasi Pertanian 4,19-20. Suprana J. 1991. Prospek pengembangan industri jamu.
Harada K. 1998. A Preliminary Survey on Participatory Prosiding Pelestarian Pemanfaatan Tumbuhan
Management of Gunung Halimun National Park. Obat dari hutan tropis. Fakultas Kehutanan-IPB,
Dalam: Information System and Park Management 57-62.

23

Anda mungkin juga menyukai