Anda di halaman 1dari 6

IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT RUMBIO TERHADAP

PERLINDUNGAN HUTAN LARANGAN ADAT KENEGERIAN RUMBIO

Nadia1)1505114608
Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan PMIPA FKIP
Universitas Riau, Pekanbaru 28293

*)
Corresponding author e-mail: nadiaafikaa@gmail.com

ABSTRACT

The purpose of this study was to identify the local forest wisdom of the Kenegerian Rumbio
Customary Ban and the way in which communities manage it. This research was conducted by
using survey method and wawancae. Data were analyzed by using Descriptive Analysis. The
results show that Wisdom has been applied in Rumbio village communities and there are several
Rules to be followed by communities such as not cutting trees in the forest or activities that
could harm the forest itself. Local wisdom in the community Rumbio make this forest awake.
Monitoring and sanctions apply to people who damage the forest.

Keywords: Forest wisdom of the Kenegerian Rumbio, local wisdom, forest protection

PENDAHULUAN
Saat ini hutan telah berada pada keadaan yang sangat memprihatinkan. Banyak penyebab
dari kerusakan hutan tersebut. Degradasi dan deforestasi merupakan permasalahan utama dalam
mengembalikan dan menjaga kelestarian alam. Di Provinsi Riau, banyak cara untuk memulihkan
keadaan hutan yang lestari, salah satunya penerapan partisipasi masyarakat dalam mengelola,
melindungi dan melestarikan hutan.
Masyarakat memiliki kearifan-kearifan seperti dalam pengelolaan, pemanfaatan,
perlindungan dan pelestarian hutan. Masyarakat adat merupakan sekumpulan orang yang hidup
bersama dalam satu wilayah serta memiliki hubungan keterikatan sebagai satu kerukunan. Hutan,
tanah, sungai serta gunung memiliki keterikatan tersendiri dengan mereka. Hutan bukan hanya
sebagai suatu ekosistem tempat adanya tumbuhan yang bisa digunakan untuk kepentingan
manusia. Bagi masyarakat adat, hutan merupakan simbol dari sebuah harga diri. Perkembangan
zaman yang semakin modern berpengaruh terhadap perkembangan kehidupan masyarakat,
khususnya masyarakat adat. Perkembangan tersebut membawa perubahan yang berakibat pada
kelestarian hutan. Di Provinsi Riau terdapat beberapa kehidupan masyarakat adat dalam hutan
adat, sehingga perlu dilakukannya penelitian tentang kearifan lokal masyarakat adat terkait
perlindungan hutan. Salah satu daerah yang masih memiliki kearifan lokal yang kental adalah
Hutan Larangan Adat Kenegerian Rumbio, Kabupaten Kampar, Riau. Hutan larangan adat
Rumbio merupakan salah satu hutan adat yang memiliki penerapan kearifan lokal oleh
masyarakat adatnya. Hutan larangan adat ini memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi dan
masyarakat yang sangat menghormati peraturan-peraturan adat. Kelembagaan adat yang berada
di sekitar hutan larangan adat Rumbio memiliki tujuan dan fungsi untuk menjaga kelestarian
hutan dan lingkungan.
Peraturan dan larangan mengikat masyarakat untuk menghormati serta bertindak dalam
pengelolaan hutan demi keberlangsungan lingkungan. Perlindungan hutan sangat diperlukan
untuk memberikan jaminan akan keberlangsungan hutan. Pengaturan yang komprehensif
mengenai perlindungan hutan, ternyata tidak dapat dilaksanakan sesuai dengan harapan. Seiring
dengan kebijakan-kebijakan perlindungan hutan yang dilaksanakan oleh pemerintah, organisasi
lingkungan hidup dan masyarakat, ada saja persoalan yang terjadi. Persoalan ini terlihat dari
semakin meningkatnya angka deforestasi (perubahan tutupan suatu wilayah dari kawasan hutan
menjadi tidak berhutan) dan degradasi hutan (penurunan kualitas hutan). Perlindungan hutan
yang bertujuan untuk menciptakan dan menjaga hutan yang lestari merupakan langkah yang
tepat untuk menyelamatkan sektor kehutanan di Indonesia. Di dalam konsep perlindungan hutan,
partisipasi masyarakat ikut andil bagian dalam konsep tersebut. Pada dasarnya sebagian besar
masih ada yang menerapkan kearifan lokalnya untuk memanfaatkan dan mengelola hutan ini.
Untuk itu, perlu diketahui kearifan lokal seperti apa yang berlaku dan bertujuan untuk
melindungi hutan sehingga tercipta hutan yang lestari.

BAHAN DAN METODE


Penelitian ini dilaksanakan Hutan Larangan Adat Kenegerian Rumbio di desa Rumbio dan
Ghimbo Potai di Desa Tibun, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Penelitian ini dilaksanakan
selama 1 hari pada tanggal 20 Mei 2017. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat
tulis yang digunakan untuk menulis secara utuh data yang diperoleh langsung dari subjek,
camera untuk mendokumentasikan objek dan tape recorder (hp) sebagai alat bantu untuk
merekam hasil wawancara dan observasi.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode survei langsung ke lapangan dan
wawancara dengan Kepala Desa, Pemimpin adat (Datuk Laksamano) dan beberapa anggota
masyarakat setempat yang bertujuan untuk mengumpulkan data dari sejumlah variabel pada
suatu kelompok masyarakat melalui wawancara langsung dan berpedoman pada pertanyaan yang
telah disediakan sebelumnya. Metode ini dapat membantu untuk mendapatkan data-data yang
valid. Data yang telah dikumpulkan selanjutnya dianalisis dengan menggunakan analisis
deskriptif. Analisis diawali dengan pengumpulan informasi, berdasarkan jawaban informan.
Informasi yang telah diperoleh dapat membantu untuk dilakukannya pembahasan sehingga
kesimpulan-kesimpulan juga dapat diperoleh.

HASIL DAN PEMBAHASAN


1. Kearifan Lokal Masyarakat Adat Hutan Larangan Adat Kenegerian Rumbio
Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat dilihat bahwa di desa Rumbio terdapat sebuah
kawasan hutan yang sangat lauas yang dikenal dengan nama Hutan Larangan Adat Kenegerian
Rumbio. Hutan ini merupakan hutan yang sangat dilindungi oleh masyarakat. Hutan ini dijadikan
Condi/Candi yang berarti tanda bahwa desa Rumbio telah ada sejak dulunya. Selain itu hutan
ini juga merupakan harga diri bagi masyarakat Rumbio, karena apabila hutan ini hilang maka
hilanglah tanda atau identitas dari desa tersebut. Hutan ini sudah ada sejak sebelum Indonesia
merdeka. Dengan adanya perlindungan dari masyarakat sampai saat ini Hutan Larangan Adat
Kenegerian Rumbio masih tetap terjaga.
Masyarakat di desa Rumbio memiliki kebiasaan-kebiasaan yang menjadikan mereka sangat
arif dengan lingkungannya. Kebiasaan-kebiasaan tersebut berdampak pada kelestarian
lingkungan. Hal ini bisa dilihat dari kehidupan masyarakatnya. Masyarakat memegang teguh
nilai-nilai kebenaran. Dapat dilihat juga dari tingkah laku serta kebiasaannya. Masyarakat desa
Rumbio masih memiliki kehidupan yang sederhana, rumah-rumah mereka serta keadaan desa
mereka masih sangat sederhana. Masyarakat juga memperhatikan tempat atau topografi tanah
dalam mendirikan rumah. Tidak ada masyarakat yang mendirikan rumah disekitar hutan. Mereka
membangun rumah jauh dari hutan, selain untuk melestarikan hutan tersebut juga untuk
menghindari bahaya seperti binatang buas.
Salah satu bukti kearifan yang dimiliki masyarakat Rumbio adalah Hutan Larangan Adat.
Masyarakat sangat menjaga keberadaan hutan ini. Semangat gotong royong, rasa kekeluargaan
dan rasa memiliki menjadikan hutan ini tetap terjaga. Tidak hanya dari golongan orang tua, dari
golongan pemuda juga ikut serta dalam menjaga hutan ini. Terdapat sejumlah aturan-aturan
yang dibuat untuk menjaga kelestarian hutan. Aturan ini dibuat berdasarkan musyawarah antara
ninik mamak dan masyarakat desa. Tidak ada hukum tertulis yang melarang masyarakat untuk
merusak hutan, tetapi hutan ini tetap terjaga karena masyarakat taat dan percaya terhadap
hukum-hukum adat yang berlaku.
Adapun hukum-hukum tersebut adalah:
1) Tidak boleh mengambil hasil hutan dalam bentuk apapun termasuk kayu atau pohon yang
telah mati.
2) Untuk hasil hutan seperti buah-buahan boleh diambil tetapi secara bersama-sama dan dengan
seizin Perangkat Adat.
3) Untuk hasil hutan yang berupa material hanya boleh diambil untuk membuat rumah bagi
fakir miskin, janda yang tidak mampu dan untuk pembuatan sarana umum seperti pembuatan
musallah dan balai adat.
4) Jika hendak memasuki hutan untuk keperluan tertentu harus ada izin dari ninik mamak dan
dipandu oleh pihak dari ninik mamak atau masyarakat setempat.
5) Pesan lisan berupa Apa yang terambil dikembalikan dan apa yang termakan dimuntahkan.
Pesan lisan tersebut sangat mempengaruhi ketaatan masyarakat terhadap hukum-hukum yang
berlaku, bagi orang yang tidak mengetahui maknanya hal ini dianggap biasa, tetapi bagi
masyarakat setempat kata-kata ini memiliki makna yang sangat dalam sehingga mereka takut
untuk melakukannya, karena untuk mengembalikan seperti semula apa yang telah kita ambil itu
tidak mudah bahkan tidak bisa, sekalipun makanan yang telah kita makan kita muntahkan
kembali, maka bentuknya tidak akan kembali seperti semula. Apabila terjadi pelanggaran maka
akan ditindaklanjuti oleh ninik mamak dan diselesaikan secara kekeluargaan dibalai adat atau
balai desa. Masyarakat juga mempercayai nilai-nilai mistik yang ada pada hutan sehingga
mereka sangat berhati-hati, menjaga sikap dan sopan santun terhadap hutan ini. Keberadaan
hutan ini juga mempunyai pengaruh besar terhadap kehidupan masyarakat.
Mata pencarian masyarakat di desa Rumbio adalah bertani dan membuat kolam peternakan
ikan. Tidak ada matapencarian masyarakat yang mengakibatkan kerusakan lingkungan, padahal
jika mereka mau hutan ini bisa memberikan nilai ekonomi yang tinggi jika mereka kelola, tetapi
masyarakat tetap memilih untuk memanfaatkan hasil hutan secara sederhana tanpa merusak
hutan dan lingkungan. Beberapa hasil hutan yang dapat dimanfaatkan masyarakat seperti air
aliran sungai yang ada di hutan. Air sungai ini sangat bersih dan sangat banyak sehingga bisa
dimanfaatkan oleh masyarakat untuk pembuatan kolam peternakan ikan. Selain itu air ini juga
digunakan untuk kebutuhan sehari-hari. Beberapa anggota masyarakat juga menjual airnya
sebagai sumber air bersih ke beberapa daerah diluar desa. Air ini tidak pernah mengalami
kekeringan meskipun saat musim kemarau, jadi masyarakat bisa memanfaatkannya semaksimal
mungkin.
Untuk flora dan fauna yang ada di hutan ini jumlahnya sangat banyak dan keanekaragaman
spesiesnya sangat tinggi, bahkan flora dan fauna yang sulit ditemukan masih ada yang bisa
ditemukan dihutan ini.

Gambar Pohon Kempas


Beberapa flora yang ada di hutan ini seperti Meranti, Sakat, Rotan, Pitala Bumi, Gaharu,
Tampui, Nangka, Cempedak, Rambutan, Petai, Mata Kucing, Ambacang dan spesies-spesies
lainnya. Salah satu pohon besar yang ditemukan di hutan ini adalah pohon Kempas. Sedangkan
fauna yang ada di hutan ini seperti Monyet, Harimau, Musang, Tupai, Ular, dan spesies-spesies
lainnya yang sangat beranekaragam. Flora dan fauna ini dapat terjaga dan lestari karena hutan
tempat hidup mereka terlindungi. Hutan larangan adat Rumbio menyediakan semua keperluan
yang diinginkan oleh para peneliti alam, mulai dari kawasan yang alami hingga kawasan
tempatan masyarakat serta kawasan lembaga adat Rumbio.Penelitian-penelitian lain juga banyak
dilakukan di hutan ini, baik penelitian dari segi budaya, ekologi serta spesies-spesies flora dan
fauna yang ada di dalamnya.
Dalam mengelola dan mempertahankan kelestarian hutan larangan adat, banyak tantangan-
tantangan yang harus dihadapi oleh masyarakat seiring dengan perkembangan zaman yang
semakin maju. Banyak pihak-pihak luar yang ingin mengambil alih umtuk pengelolaan hutan ini
dengan mengambil hasilnya secara besar-besaran. Awalnya hutan ini memiliki luas sekitar 700
Ha, tetapi seiring perkembangan zaman tatanan dalam masyarakat juga berubah. Hutan ini
awalnya terletak di desa Rumbio tetapi setelah adanya pemekaran maka hutan ini terbagi di 2
Kecamatan dan dikelilingi 4 desa, yaitu Muarobio, Padang Mutung, Pulau Sarak dan Koto
Tibun. Hutan yang berada di desa Koto Tibun disebut juga dengan Ghimbo Potai yang
merupakan bagian dari Hutan larangan adat Rumbio. Dengan adanya pemekaran tersebut maka
pengelolaannya juga berubah sehingga hutan mengalami degradasi yang dulunya memiliki luas
700 Ha sekarang menjadi 570 Ha. Salah satu kebijakan yang dilakukan oleh masyarakat adalah
dengan mengganti nama Hutan Larangan Adat Desa Rumbio dengan Hutan Larangan Adat
Kenegarian Rumbio sehingga tidak hanya satu desa yang terhimpun didalamnya, kemudian
disepakati aturan bersama oleh ninik mamak disetiap desa tentang peraturan-peraturan untuk
melestarikan hutan tersebut. Selain itu letak hutan yang bersebelahan dengan kebun masyarakat
juga akan memungkinkan penyusutan hutan karena bisa saja terambil lahannya oleh masyarakat,
untuk itu ninik mamak dan pengelola hutan menanam Enau yang menjadi tanda batas antara
hutan dengan kebun milik masyarakat.
Untuk saat ini pemerintah juga banyak memberikan kontribusi seperti bantuan Trigona untuk
tempat produksi madu oleh lebah hutan dan untuk melestarikan hutan ini sudah dibuat hukum
tertulis untuk melindungi fungsi hutan. Hal ini diharapkan dapat melindungi dan melestarikan
fungsi hutan.

2. Ghimbo Potai
Ghimbo Potai merupakan bagian dari hutan larangan adat Kenegerin Rumbio yang terletak di
desa Tibun. Nama Ghimbo Potai di ambil karena dulunya di hutan ini banyak terdapat pohon
Petai. Tetapi sekarang tanaman yang ada di hutan ini tidak hanya petai saja sudah banyak
tanaman lain seperti Damar, Kulim, Medang, dan tanaman hutan lainnya. Pada dasarnya
kearifan-kearifan lokal serta peraturan-peraturan yang dimiliki sama dengan hutan yang ada di
desa Rumbio tetapi untuk orang yang mengelolanya berbeda dengan pengelola hutan di desa
Rumbio. Pengelolaannya tidak hanya dilakukan oleh golongan tua tetapi pemuda-pemuda yang
ada di desa Tibun juga ikut melestarikan hutan ini. Mata pencarian masyarakat di desa Tibun
juga sama dengan masyarakat di desa Rumbio. Masyarakat memanfaatkan air aliran sungai dari
dalam hutan untuk pembuatan kolam peternakan ikan. Sebagian dari masyarakat juga ada yang
berkebun.
Hutan Ghimbo Potai terletak dipinggir jalan raya dan dijadikan tempat peristirahatan bagi
pengendara yang lewat. Di pinggir hutan ini banyak disediakan bangku-bangku yang terbuat dari
bata untuk tempat peristirahatan. Jalan untuk masuk ke dalam hutan telah dibuatkan tangga-
tangga dari bata untuk mempermudah masuk ke dalam hutan. Tanaman-tanaman di dalamnya
telah di beri label nama sehingga mempermudah mengetahui tanaman apa saja yang ada di
dalamnya. Sarana ini merupakan bantuan dari perusahan seperti RAPP. Selain itu masyarakat
juga bekerjasama dengan pemerintah untuk menjaga dan melestarikan fungsi hutan. Dengan
adanya bantuan dari pemerintah dan kerjasama masayarakat diharapkan mampu menjaga dan
melestarikan hutan yang ada saat ini.

KESIMPULAN
1. Hutan Larangan Adat Kenegerian Rumbio merupakan Condi atau tanda bagi masyarakat
desa Rumbio.
2. Hutan Larangan Adat Kenegerian Rumbio dan dapat terjaga sampai saat ini karena
masyarakat masih memegang teguh nilai-nilai kearifan lokal yang mereka miliki.
3. Berbagai peraturan tak tertulis dan tertulis dibuat untuk mempertahankan kelestarian Hutan
Larangan Adat Kenegerian Rumbio.

DAFTAR PUSTAKA
Rosyadi, S. 2011. Lokal Wisdom. http://www.unsoed.ac.id

Suhartini. 2009. Kajian Kearifan Lokal Masyarakat dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam dan
Lingkungan. https://www.uny.ac.id

Paranginangin, Jopi. 2007. Model Model Kearifan Masyarakat Adat dalam Pengelolaan
Sumber Daya Alam & Lingkungan Hidup.
http://sanglembayung.blogspot.com

Supriadi. 2004. Degradasi dan Deforestasi Hutan. Bogor: IPB Press.

Anda mungkin juga menyukai