PENDAHULUAN
Hutan merupakan suatu ekosistem yang sangat berperan dalam berbagai hal.
Diantaranya seperti penyedia sumber air, penghasil oksigen, tempat hidup flora dan fauna,
sebagai penyeimbang lingkungan dan mencegah timbulnya pemanasan global. Inisiatif
lokal dalam pengelolaan sumber daya alam, sudah dilakukan oleh masyarakat secara turun
temurun melalui sistem yang masih tradisional. Kearifan ini mampu membuat masyarakat
lokal bertahan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (Yudi Octora et al, 2010). Pengelolaan
hutan bersama masyarakat adalah sebuah paradigma baru pengelolaan hutan yang
menempatkan para profesional kehutanan dan masyarakat lokal dalam suatu kemitraan
(Herry Purnomo, 2004).
Pengelolaan hutan bersama merupakan salah satu alternatif untuk menjaga
keseimbangan ekosistem hutan. Dalam pengelolaan kawasan konservasi alam, seharusnya
selain aspek-aspek biofisik, perlu pula diperhatikan aspek sosial, ekonomi dan budaya
masyarakat lokal, termasuk praktik pelestarian kawasan suci atau sakral oleh masyarakat
lokal (Suparmini et al, 2013:9). Menurut AMAN (Aliansi Masyarakat Adat Nusantara) pada
Kongres I tahun 1999 dan masih dipakai sampai saat ini adalah: "Komunitas-komunitas
yang hidup berdasarkan asal-usul leluhur secara turun-temurun di atas suatu wilayah adat,
yang memiliki kedaulatan atas tanah dan kekayaan alam, kehidupan sosial budaya yang
diatur oleh Hukum adat dan Lembaga adat yang mengelolah keberlangsungan kehidupan
masyarakatnya”. Memberdayakan masyarakat (masyarakat adat) merupakan upaya untuk
meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat. Dengan kata lain memberdayakan
masyarakat adalah upaya untuk memandirikan, memotivasi dan membangkitkan terhadap
potensi yang dimilikinya untuk lebih berdaya guna dan berhasil guna (Kartasasmita, 1996).
Hutan adat adalah hutan yang berada di dalam wilayah masyarakat hukum adat.
Pemerintah menetapkan status hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan hutan adat
ditetapkan sepanjang menurut kenyataannya mesyarakat hukum adat yang bersangkutan
masih ada dan diakui kebenarannya (UU No. 19 Tahun 2004). Berdasarkan peraturan UU
No. 19 Tahun 2004, maka Hutan larangan adat Kenagarian Rumbio termasuk hutan adat dan
diakui keberadaannya oleh pemerintah secara sah. Hutan larangan adat ini perlu
dilestarikan agar tetap terjaga keasliannya. Pengelolaan hutan adat oleh masyarakat adat
Desa Rumbio membentuk kelembagaan adat yang dipimpin oleh penghulu dan pemangku
adat yang bertanggung jawab dan berperan penting dalam pelestarian hutan sesuai dengan
aturan aturan hukum adat yang ditetapkan.
Hutan Larangan adat Kenagarian Rumbio merupakan hutan lindung yang dikelola
oleh masyarakat adat Desa Rumbio. Negeri Rumbio dalam kesatuan adat dipimpin oleh
ninik mamak. Secara eksternal yaitu Datuok Godang dari Suku Domo sedangkan
internalnya dipimpin oleh Datuok Ulaksimano dari Suku Pitopang. Hal ini
melatarbelakangi bahwa aturan adat sangat memberi pengaruh yang signifikan dalam
Kenagarian Rumbio dan menyebabkan masyarakat adat melindungi hutan larangan adat
rumbio meskipun tidak ada aturan tertulis mengenai hal ini. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui bagaimana masyarakat adat menerapkan prinsip-prinsip berbasis kearifan lokal
dalam pengelolaan hutan adat Kenagarian Rumbio.
METODE PENELITIAN
Tabel 1. Jenis Flora yang terdapat di hutan larangan adat Kenagarian Rumbio
No. Nama Lokal Nama Ilmiah
1 Meranti Shorea sp.
2 Karet Hevea brasilensis
3 Rotan Calamus ornatus
4 Cempedak hutan Arthocarpus integra
5 Kempas Coompassia malaccensis
6 Pasak bumi Eurycoma longifolia
7 Kayu akar Tetrastigma sp.
8 Kulim Scorodocarpus borneensis
9 Tempuih Beccauera sp.
Tabel 2. Jenis fauna yang terdapat di hutan larangan adat Kenagarian Rumbio
No. Nama Lokal Nama Ilmiah
1 Tupai Tupai gils
2 Babi hutan Sus scopa
3 Biawak Salvanus monitor
4 Harimau Panthera tigris
5 Beruang Helarctos makayanus
6 Beruk Macaca nemestrina
7 Monyet Macaca fascicularis
kawasan hutan larangan Rumbio tersebut saat ini juga menjadi kawasan tiga
sumber air minum bagi penduduk setempat dan bagi warga Kota Bangkinang dan
sekitarnya dengan sumber air bersih yang dapat langsung diminum yakni sumber air bersih
di Tibun, Sikumbang dan sumber air bersih Sungai Tanduk. Air bersih dari tiga sumber
tersebut ada yang dialirkan ke mesjid-mesjid di wilayah Desa Rumbio dan sekitarnya.
2. Pemanfaatan
Sumberdaya alam yang terdapat didalam kawasan hutan larangan adat Kenagarian
Rumbio dimanfaatkan hanya untuk kepentingan sosial dan setelah mendapat izin dari ninik
mamak sesuai ketentuan hukum adat yang berlaku. Selain kepentingan sosial, hasil hutan
boleh diambil untuk anak kemenakan yang miskin dengan syarat dan ketentuan dari ninik
mamak dan pemerintah setempat.
.Jika ada pihak yang ingin meminta hasil hutan berupa kayu diperbolehkan, asalkan
mendapat izin dari ninik mamak dan pemerintah setempat. Hutan larangan adat Kenagarian
Rumbio juga dimanfaatkan sumber mata airnya yang digunakan untuk kepentingan
bersama. Pada saat waktu panen buah-buahan hutan, masyarakat Rumbio diperbolehkan
untuk mengambil buah-buahan hutan yang berada di dalam kawasan hutan larangan adat
Kenagarian Rumbio.
3. Pengendalian
Hukum adat yang ditegakkan oleh ninik mamak dan perangkat-perangkat desa setempat
saat ini melarang pengambilan kayu di hutan untuk sementara hingga kondisi hutan
kembali pulih. Hal ini sesuai dengan Sumpah Kowi yang berbunyi, “Tatayok
dikambalikan. Tamakan dimuntahkan”. Artinya pusaka tinggi adat berupa rimbo (hutan)
larangan adat yang terlanjur diolah atau diambil (tatayok) harus dikembalikan menjadi
pusaka adat jangan sampaitermakan (tamakan) untuk kebutuhan sendiri .
Menurut Datuk Temenggung berbagai larangan adat yang telah ditetapkan bersama oleh
ninik mamak didasarkan pada anggapan mereka bahwa hutan merupakan suatu bukti negeri
jika masih memiliki sesuatu yang ditinggalan oleh leluhur. Hal ini bermakna bahwa
masyarakat harus menjaga dan melindungi hutan demi kehidupan dimasa yang akan datang.
Strategi perlindungan hutan di Hutan Larangan Adat Rumbio yang diterapkan dapat dilihat
pada tabel 3
4. Pengawasan
Pengawasan hutan larangan adat Kenagarian Rumbio diketuai oleh ninik mamak yakni
Bapak Zulfaimi S.pdi. Bapak Zulfaimi merangkap sebagai datuk temenggung dan ketua
dari kelembagaan Sentra Penyuluhan Kehutanan Pedesaan. Dalam pengawasan hutan,
bapak Zulfaimi mengutus pemuda desa Rumbio tidak memandang suku mereka dalam
penjagaan hutan adat.
5. Penegakan Hukum Adat
Pelanggaran terhadap hutan larangan adat biasanya diselesaikan secara musyawarah
dan adanya toleransi pada penyelesaian masalah. Penjatuhan sanksi sisesuaikan dengan
besar kecil kesalahan dan keadaan melanggar baik secara ekonomi dan usia. Banyak
aturan-aturan lisan yang diterapkan oleh masyarakat adat Rumbio tetapi belum ada
pembukuan tertulis mengenai hukum dari ninik mamak desa Rumbio. Sanksi dalam hukum
adat yang diberlakukan biasanya berupa uang. Uang tersebut digunakan untuk kepentingan
surau, mushalla atau mesjid.
Eko Rini Indrayatie. 2009. Distribusi Pori Tanah Podsolik Merah Kuning pada Berbagai
Kepadatan Tanah dan Pemberian Bahan Organik. Jurnal Hutan Tropis Borneo 10
(27) : 230. Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru.
Banjarbaru.
Nurlinda Latif. 2013. Studi Kearifan Lokal Masyarakat Kenegrian Rumbio dalam
Pengelolaan Sumber Daya Alam Hutan Larangan Adat Rumbio. (Online),
nurlindalatif2.blogspot.com (diakses 19 Desember 2014).
Suparmini, Sriadi Setyawati dan Dyah Respati Suryo Sumunar. 2013. Pelestarian
Lingkungan Masyarakat Baduy Berbasis Kearifan Lokal. Jurnal Humaniora 18 (1) : 8-
22. Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta.