Anda di halaman 1dari 9

PENGELOLAAN HUTAN LARANGAN ADAT KENAGARIAN

RUMBIO OLEH MASYARAKAT ADAT DALAM PELESTARIAN


HUTAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL

Najla Putri Abriska 2105126145


Dosen Pembimbing: Dr. Suwondo, M.Si, Drs. Nursal, M.Si, DR. Darmadi, M.Si
E-mail: najla.putri6145@student.unri.ac.id
Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Riau

Abstract: Has concucted reserch on local knowledge of Rumbio indegenous people in


management of prohibitation indigenous forest Kenagarian Rumbio. This study aims to
determine the how indigenous peoples applying principles based on local wisdom in the
management of indigenous forests Kenagarian Rumbio. Study was conducted on 13-14
December 2014 that took place in the Hamlet V Siboghia Lake, Rumbio Village, Subdistrict
Kampar, District Kampar in Riau Province. . This study uses survey methode and focus
group discussion. The observed parameters consist of biophysical, socio-economic,
institutional, Local wisdom of Rumbio peoples in management of indegenous forest
Kenagarian Rumbio, The problems of forest management and concervation efforts in
prohibitation indigenous forest Kenagarian Rumbio. The result showed that the indigemous
law enforced by ninik mamak and child nephew in Rumbio Village influence on
management and concervation prohibitation indigenous forest Kenagarian Rumbio in
maintaining the existence of indigenous forests.

Key Word: Indigenous people, local wisdom, indigenous forest, Rumbio

PENDAHULUAN

Hutan merupakan suatu ekosistem yang sangat berperan dalam berbagai hal.
Diantaranya seperti penyedia sumber air, penghasil oksigen, tempat hidup flora dan fauna,
sebagai penyeimbang lingkungan dan mencegah timbulnya pemanasan global. Inisiatif
lokal dalam pengelolaan sumber daya alam, sudah dilakukan oleh masyarakat secara turun
temurun melalui sistem yang masih tradisional. Kearifan ini mampu membuat masyarakat
lokal bertahan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (Yudi Octora et al, 2010). Pengelolaan
hutan bersama masyarakat adalah sebuah paradigma baru pengelolaan hutan yang
menempatkan para profesional kehutanan dan masyarakat lokal dalam suatu kemitraan
(Herry Purnomo, 2004).
Pengelolaan hutan bersama merupakan salah satu alternatif untuk menjaga
keseimbangan ekosistem hutan. Dalam pengelolaan kawasan konservasi alam, seharusnya
selain aspek-aspek biofisik, perlu pula diperhatikan aspek sosial, ekonomi dan budaya
masyarakat lokal, termasuk praktik pelestarian kawasan suci atau sakral oleh masyarakat
lokal (Suparmini et al, 2013:9). Menurut AMAN (Aliansi Masyarakat Adat Nusantara) pada
Kongres I tahun 1999 dan masih dipakai sampai saat ini adalah: "Komunitas-komunitas
yang hidup berdasarkan asal-usul leluhur secara turun-temurun di atas suatu wilayah adat,
yang memiliki kedaulatan atas tanah dan kekayaan alam, kehidupan sosial budaya yang
diatur oleh Hukum adat dan Lembaga adat yang mengelolah keberlangsungan kehidupan
masyarakatnya”. Memberdayakan masyarakat (masyarakat adat) merupakan upaya untuk
meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat. Dengan kata lain memberdayakan
masyarakat adalah upaya untuk memandirikan, memotivasi dan membangkitkan terhadap
potensi yang dimilikinya untuk lebih berdaya guna dan berhasil guna (Kartasasmita, 1996).
Hutan adat adalah hutan yang berada di dalam wilayah masyarakat hukum adat.
Pemerintah menetapkan status hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan hutan adat
ditetapkan sepanjang menurut kenyataannya mesyarakat hukum adat yang bersangkutan
masih ada dan diakui kebenarannya (UU No. 19 Tahun 2004). Berdasarkan peraturan UU
No. 19 Tahun 2004, maka Hutan larangan adat Kenagarian Rumbio termasuk hutan adat dan
diakui keberadaannya oleh pemerintah secara sah. Hutan larangan adat ini perlu
dilestarikan agar tetap terjaga keasliannya. Pengelolaan hutan adat oleh masyarakat adat
Desa Rumbio membentuk kelembagaan adat yang dipimpin oleh penghulu dan pemangku
adat yang bertanggung jawab dan berperan penting dalam pelestarian hutan sesuai dengan
aturan aturan hukum adat yang ditetapkan.
Hutan Larangan adat Kenagarian Rumbio merupakan hutan lindung yang dikelola
oleh masyarakat adat Desa Rumbio. Negeri Rumbio dalam kesatuan adat dipimpin oleh
ninik mamak. Secara eksternal yaitu Datuok Godang dari Suku Domo sedangkan
internalnya dipimpin oleh Datuok Ulaksimano dari Suku Pitopang. Hal ini
melatarbelakangi bahwa aturan adat sangat memberi pengaruh yang signifikan dalam
Kenagarian Rumbio dan menyebabkan masyarakat adat melindungi hutan larangan adat
rumbio meskipun tidak ada aturan tertulis mengenai hal ini. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui bagaimana masyarakat adat menerapkan prinsip-prinsip berbasis kearifan lokal
dalam pengelolaan hutan adat Kenagarian Rumbio.

METODE PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan di Desa Rumbio Kecamatan Kampar Kabupaten Kampar


Provinsi Riau pada tanggal 11 November 2023. Metode yang digunakan dalam penelitian
ini adalah metode survey. Data yang digunakan yaitu data primer yang merupakan data
langsung dari wawancara dengan responden dengan analisis data kualitatif.
Metode pengumpulan data terdiri atas observasi, diskusi kelompok terfokus (Focus Group
Discussion) dengan nara sumber Datuk Tumenggung. Parameter yang diamati meliputi
kondisi biofisik (fisiografi lahan, karakterisitik flora dan fauna), kondisi sosial ekonomi
masyarakat, Pengelolaan (perencanaan, pengendalian, pengawasan dan penegakan hukum)
oleh masyarakat adat, bentuk kelembagaan adat Kenagarian Rumbio dalam mendukung
pengelolaan hutan, permasalahan, tantangan, ancaman yang muncul dalam pengelolaan
hutan adat, upaya pelestarian hutan adat Kenagarian Rumbio, tingkat keberlanjutan hutan
adat Rumbio dimasa yang akan datang, sehubungan dengan banyaknya permasalahan.
HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Biofisik Hutan Larangan Adat Kenagarian Rumbio


Hutan larangan adat Kenagarian Rumbio merupakan hutan tropis dataran rendah
dengan jenis tanah podsolik. Tanah podsolik di Indonesia dijumpai dengan ciri-ciri sebagai
berikut: tekstur lempung, struktur gumpal, permeabilitas rendah, stabilitas agregat baik, pH
rendah, kandungan Al tinggi, KTK rendah, aras N, P, Ca, Mg sangat rendah, vegetasi alami
alang-alang (Imperata cylindrica) dan hutan (Dudal dan Soepraptoharjo dalam Eko Rini
Indrayatie, 2009) dan didominasi oleh mineral sekunder tipe 1 : 1 kaolinit (Radjagukguk
dalam Eko Rini Indrayatie, 2009), pada umumnya peka terhadap erosi dan pemadatan
(Sanchez dalam Eko Rini Indrayatie, 2009). Luas hutan adat ini sekitar 570 ha dengan
sumber hara utama berasal dari serasah tumbuhan yang memiliki kandungan organik yang
dibutuhkan tanaman untuk dapat tumbuh dan berkembang.
Ekosistem hutan larangan adat kenagarian rumbio masih terjaga dengan baik. Flora
dan fauna hutan masih terjaga di hutan adat ini. Berikut adalah daftar nama spesies flora
dan fauna Hutan Larangan adat Rumbio:

Tabel 1. Jenis Flora yang terdapat di hutan larangan adat Kenagarian Rumbio
No. Nama Lokal Nama Ilmiah
1 Meranti Shorea sp.
2 Karet Hevea brasilensis
3 Rotan Calamus ornatus
4 Cempedak hutan Arthocarpus integra
5 Kempas Coompassia malaccensis
6 Pasak bumi Eurycoma longifolia
7 Kayu akar Tetrastigma sp.
8 Kulim Scorodocarpus borneensis
9 Tempuih Beccauera sp.

Tabel 2. Jenis fauna yang terdapat di hutan larangan adat Kenagarian Rumbio
No. Nama Lokal Nama Ilmiah
1 Tupai Tupai gils
2 Babi hutan Sus scopa
3 Biawak Salvanus monitor
4 Harimau Panthera tigris
5 Beruang Helarctos makayanus
6 Beruk Macaca nemestrina
7 Monyet Macaca fascicularis
kawasan hutan larangan Rumbio tersebut saat ini juga menjadi kawasan tiga
sumber air minum bagi penduduk setempat dan bagi warga Kota Bangkinang dan
sekitarnya dengan sumber air bersih yang dapat langsung diminum yakni sumber air bersih
di Tibun, Sikumbang dan sumber air bersih Sungai Tanduk. Air bersih dari tiga sumber
tersebut ada yang dialirkan ke mesjid-mesjid di wilayah Desa Rumbio dan sekitarnya.

Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat


Hutan memiliki peranan multifungsi bagi kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat
sekitar. Kondisi sosial masyarakat Rumbio sejalan dengan kondisi ekonominya. Dengan
kondisi alam yang mendukung (dalam segi pemanfaatan sumber daya alam hutan) maka
dapat diperkirakan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat Desa Rumbio dapat
diperkirakan baik. Ketersediaan hutan bagi masyarakat yakni sebagai sumber mata air
untuk warga Desa Rumbio. Tidak sedikit warga Desa Rumbio yang menjual air bersih ini
dalam jerigen. Sumber air ini juga dimanfaatkan untuk kebutuhan warga setempat seperti
untuk rumah makan, untuk di rumah dan untuk mesjid.
Menurut Bapak Syahrul selaku kepala Dusun V Danau Siboghia, mata pencaharian
masyarakat rumbio diantaranya bermata pencaharian PNS, pekebun (karet, kelapa sawit),
pedagang (kolam ikan), petani (padi), ladang dan (jagung). Perkebunan merupakan mata
pencaharian terbanyak dari masyarakat Rumbio. Disamping itu, masyarakat Rumbio juga
memproduksi pelet ikan yang digunakan sebagai pakan ikan yang dibudidayakan.

Pengelolaan Hutan Larangan Adat Kenagarian Rumbio


Hutan larangan adat Kenagarian Rumbio memiliki mekanisme pengelolaan hutan sehingga
hutan adat Rumbio masih bertahan hingga sekarang. Mekanisme pengelolaan hutan adat
Rumbio meliputi:
1. Perencanaan
Perencanaan pengelolaan hutan larangan adat Kenagarian Rumbio di mulai dari
kelembagaan adat yang mengelola hutan. Kelembagaan adat ini dipimpin oleh kepala
ulayat yang dikenal dengan ninik mamak yakni Datuok Ulak Simano, Zulfaimi dari Suku
Pitopang. Terdapat pula delapan orang penghulu adat yang lain untuk duduk
bermusyawarah bersama dalam mengambil keputusan.
Perencanaan pengelolaan hutan adat ini bertujuan untuk melestarikan ekosistem hutan,
menjaga keseimbangan ekosistem hutan, melestarikan flora dan fauna hutan dan untuk
menjaga sumber mata air bersih. Adanya hutan juga mencegah terjadinya longsor dan
banjir sehingga melindungi desa yang berada di kawasan hutan.

2. Pemanfaatan
Sumberdaya alam yang terdapat didalam kawasan hutan larangan adat Kenagarian
Rumbio dimanfaatkan hanya untuk kepentingan sosial dan setelah mendapat izin dari ninik
mamak sesuai ketentuan hukum adat yang berlaku. Selain kepentingan sosial, hasil hutan
boleh diambil untuk anak kemenakan yang miskin dengan syarat dan ketentuan dari ninik
mamak dan pemerintah setempat.
.Jika ada pihak yang ingin meminta hasil hutan berupa kayu diperbolehkan, asalkan
mendapat izin dari ninik mamak dan pemerintah setempat. Hutan larangan adat Kenagarian
Rumbio juga dimanfaatkan sumber mata airnya yang digunakan untuk kepentingan
bersama. Pada saat waktu panen buah-buahan hutan, masyarakat Rumbio diperbolehkan
untuk mengambil buah-buahan hutan yang berada di dalam kawasan hutan larangan adat
Kenagarian Rumbio.

3. Pengendalian
Hukum adat yang ditegakkan oleh ninik mamak dan perangkat-perangkat desa setempat
saat ini melarang pengambilan kayu di hutan untuk sementara hingga kondisi hutan
kembali pulih. Hal ini sesuai dengan Sumpah Kowi yang berbunyi, “Tatayok
dikambalikan. Tamakan dimuntahkan”. Artinya pusaka tinggi adat berupa rimbo (hutan)
larangan adat yang terlanjur diolah atau diambil (tatayok) harus dikembalikan menjadi
pusaka adat jangan sampaitermakan (tamakan) untuk kebutuhan sendiri .
Menurut Datuk Temenggung berbagai larangan adat yang telah ditetapkan bersama oleh
ninik mamak didasarkan pada anggapan mereka bahwa hutan merupakan suatu bukti negeri
jika masih memiliki sesuatu yang ditinggalan oleh leluhur. Hal ini bermakna bahwa
masyarakat harus menjaga dan melindungi hutan demi kehidupan dimasa yang akan datang.
Strategi perlindungan hutan di Hutan Larangan Adat Rumbio yang diterapkan dapat dilihat
pada tabel 3

Tabel 3. Strategi perlindungan hutan di Hutan Larangan Adat Rumbio


No. Strategi Perlindungan Uraian
1 Pembangunan pos-pos Terdapat pos pengamanan di dalam hutan larangan
Pengamanan adat Rumbio
2 Dibentuknya Sentra Tempat penyuluhan kehutanan pedesaan
penyuluhan Kehutanan
Pedesaan (SPKP)
3 Melakukan Penghijauan Jika terdapat bagiuan hutan yang ditebang, maka
masyarakat setempat di bawah pimpinan Datuk Ulak
Simano melakukan penanaman kembali
4 Melakukan pengawasan Masyarakat tanpa komando selalu melakukan
pengawasan ke dalam hutan, untuk memastikan
keadaan hutan dengan izin Datuk Ulak Simano.
5 Penerapan Sanksi Diterapkan sanksi adat jika terjadi pelanggaran
merupakan suata usaha untuk meningkatkan
kelestarian hutan larangan adat. Sanksi bersifat adat
ini diatur dalam rapat-rapat di balai adat oleh ninik
mamak adat Rumbio.

4. Pengawasan
Pengawasan hutan larangan adat Kenagarian Rumbio diketuai oleh ninik mamak yakni
Bapak Zulfaimi S.pdi. Bapak Zulfaimi merangkap sebagai datuk temenggung dan ketua
dari kelembagaan Sentra Penyuluhan Kehutanan Pedesaan. Dalam pengawasan hutan,
bapak Zulfaimi mengutus pemuda desa Rumbio tidak memandang suku mereka dalam
penjagaan hutan adat.
5. Penegakan Hukum Adat
Pelanggaran terhadap hutan larangan adat biasanya diselesaikan secara musyawarah
dan adanya toleransi pada penyelesaian masalah. Penjatuhan sanksi sisesuaikan dengan
besar kecil kesalahan dan keadaan melanggar baik secara ekonomi dan usia. Banyak
aturan-aturan lisan yang diterapkan oleh masyarakat adat Rumbio tetapi belum ada
pembukuan tertulis mengenai hukum dari ninik mamak desa Rumbio. Sanksi dalam hukum
adat yang diberlakukan biasanya berupa uang. Uang tersebut digunakan untuk kepentingan
surau, mushalla atau mesjid.

Kelembagaan Adat Kenagarian Rumbio


Kelembagaan formal yang ada di Kenagarian Rumbio yaitu Sentra Penyuluhan dan
Kuhutanan Pedesaan yang diketua oleh Bapak Zulfaimi. S.pdi yang merangkap sebagai
ninik mamak. Kelembagaan nonformal yang ada di Kenagarian Rumbio yaitu ninik mamak.
Masing-masing suku memiliki dua orang ninik mamak yang merupakan penghulu adat
Kenagarian rumbio. Jumlah keseluruhan penghulu adat yaitu sepuluh orang yaitu:
o Suku Pitopang (Datuk Ulak Simano dan Datuk Rajo Mangkuto)
o Suku Domo ( Datuk Godang dan Datuk Gindo Marajo)
o Suku Piliang (Datu Putio dan Datuk Bosau)
o Suku Kampai (Datuk Sinaro dan Datuk Panduko)
o Suku Caniago (Datuk Gindo Malano dan Datuk Pito Malano)
Ninik mamak berperan penuh dalam menjaga kelestarian hutan larangan Adat
kenagarian rumbio. Kebijakan-kebijakan adat dikeluarkan oleh sepuluh ninik mamak yang
dipimpin oleh datuk Ulak Simano dari suku pitopang. Adapun hal yang dilakukan oleh para
ninik mamak antara lain : (1) melakukan musyawarah untuk membahas rencana pelestrian
hutan larangan termasuk pembahasan mengenai sanksi bagi yang melakukan penebangan,
perambahan hutan dan perburuan. (2) malaksanakan musyawarah bila ada program atau
kegiatan baik dari pihak pemerintah aeperti program pengayaan tanaman hutan. (3)
selanjutnya musyawarah dilakukan apabila ada rencana dari ninik mamak atau usulan dari
masyarakat misalnya untuk pengembangan hutan larangan.

Permasalahan, Tantangan, Ancaman yang Muncul dalam Pengelolaan Hutan Adat


Rumbio
Permasalahan yang muncul mengenai pengelolaan hutan adat ini salah satunya yaitu sikap
tidak peduli generasi kedepan mengenai pengelolan hutan adat ini. Hal ini merupakan suatu
permasalahan yang harus segera ditanggulangi mengingat ninik mamak dan pemangku adat
desa Rumbio semakin lama semakin tua. Jika tidak ada generasi penerus yang mengelola
hutan adat ini, kemungkinan besar hutan adat ini tidak bisa bertahan di masa yang akan
datang.

Upaya Pelestarian Hutan Adat Kenagarian Rumbio


Upaya pelestarian saat ini yang dapat dilakukan yaitu mengeluarkan surat larangan
untuk tidak menebang hutan dalam waktu dekat (sementara) hingga kondisi hutan kembali
utuh. Dikeluarkannya aturan ini dikarenakan karena daerah luar hutan sudah diacak-acak
oleh pihak tertentu, dalam arti kata telah ditebang sembarangan.
Menurut Datuk Tumenggung selain mengeluarkan aturan tentang penebangan
hutan, berkembang mitos tentang harimau putih penunggu hutan. Mitos ini berkembang
karena adanya harimau putih yang akan muncul dengan memeberi tanda berupa jejak kaki
harimau yang di sebabkan karena telah terjadi penyelewengan terhadap sumberdaya hutan
atau telah terjadi maksiat disekitar hutan. Mitos ini berkembang dengan tujuan agar tidak
adanya penggelapan hasil hutan sehingga sumbersaya alam yang berada didalam kawasan
hutan adat tetap dijaga oleh masyarakat Desa Rumbio.

Tingkat Keberlanjutan Hutan Adat Rumbio Dimasa yang Akan Datang


Banyaknya permasalahan mengenai pengelolaan hutan larangan adat kenagarian
Rumbio memerlukan usaha ekstra untuk mempertahankan keberlanjutan hutan adat
Rumbio. Keberlanjutan hutan adat dimasa yang akan datang dapat diusahakan jika
partisipasi masyarakat adat dapat dipertahankan. Maka dalam usaha pengelolaan hutan,
diharapkan pemangku adat, pemerintah, alim ulama dan masyarakat dapat terus menjaga
dan melestarikan kearifan-kearifan lokal yang telah terlaksana bertahun tahun lamanya
dalam pengelolaan Huan Adat Rumbio demi kesejahteraan bersama masyarakat Rumbio
baik saat ini maupun dimasa yang akan datang.

KESIMPULAN DAN SARAN

Masyarakat adat Rumbio sangat berpengaruh dalam pengelolaan hutan larangan


adat Kenagarian Rumbio. Mekanisme pengelolaan hutan adat meliputi perencanaan,
pemanfaatan, pengendalian, pengawasan dan penegakan hukum. Mekanisme pengolahan
diatur oleh kelembagaan adat yang dikelola oleh ninik mamak (pemangku adat) dengan
menerapkan prinsip adat sebagai pengelolaan hutan adat. Perlu adanya kesadaran generasi
mendatang dalam pengelolaan hutan adat agar hutan larangan adat Kenagarian Rumbio
tetap lestari.
DAFTAR PUSTAKA

Eko Rini Indrayatie. 2009. Distribusi Pori Tanah Podsolik Merah Kuning pada Berbagai
Kepadatan Tanah dan Pemberian Bahan Organik. Jurnal Hutan Tropis Borneo 10
(27) : 230. Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru.
Banjarbaru.

Herry Purnomo. 2004. Memfasilitasi Pengelolaan Hutan Kolaboratif Menggunakan


Pemodelan Dinamika Sistem. Jurnal Manajemen Hutan Tropika 10 (2) : 32-46.

Nurlinda Latif. 2013. Studi Kearifan Lokal Masyarakat Kenegrian Rumbio dalam
Pengelolaan Sumber Daya Alam Hutan Larangan Adat Rumbio. (Online),
nurlindalatif2.blogspot.com (diakses 19 Desember 2014).

Kartasasmita, G. 1996. Pembangunan Untuk Rakyat, Memadukan Pertumbuhan dan


Pemerataan. Pustaka Cidesindo. Jakarta

Presiden republik Indonesia. 1999. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun


1999 Tentang Kehutanan. Sekretaris Negara republik Indonesia.

Suparmini, Sriadi Setyawati dan Dyah Respati Suryo Sumunar. 2013. Pelestarian
Lingkungan Masyarakat Baduy Berbasis Kearifan Lokal. Jurnal Humaniora 18 (1) : 8-
22. Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta.

Suwondo, Darmadi dan Mohd. Yunus. 2014. Bioetnomelayu Pendekatan Pengelolaan


Sumberdaya Alam Berbasis Pengetahuan Lokal. UR Press. Pekanbaru
Yudi Octora, Arie Rompas, Edy Subahani, Stefanus Alfons. 2010. Kearifan Lokal dalam
pengelolaan Sumberdaya Alam di Kawasan Eks PLG. Walhi Kalimantan Tengah.
Palangkaraya.

Anda mungkin juga menyukai