Anda di halaman 1dari 6

Mengenal Jernang “The Indonesian Dragon’s Blood” : Resin Termahal di Dunia Yang

Berada di Tanduk Kepunahan

Mungkin terdengar asing di telinga Kita, namun buah jernang atau yang dijuluki
sebagai “dragon’s blood” tengah berada di tanduk kepunahan. Berdasarkan penelusuran, buah
yang satu ini sudah sangat jarang ditemui. Hasil riset menunjukkan bahwa buah jernang masih
banyak dicari oleh masyarakat dan biasanya hanya dapat dijumpai di pedalaman hutan1.
Seiring dengan meningkatnya kebutuhan industri buah jernang semakin sulit ditemukan.
Keadaan ini diperparah oleh minimnya pengetahuan masyarakat tentang buah jernang.
Meskipun telah banyak disoroti para peneliti untuk mengungkap rahasia dari buah yang satu
ini, namun kondisi tersebut berbanding terbalik dengan orang yang melestarikannya. Hal ini
merupakan masalah yang sangat serius, mengingat buah jernang pernah disebut-sebut sebagai
penentu hidup dan mati orang rimba2. Menurut pengakuan salah satu tokoh suku anak
pedalaman, buah jernang telah lama dijadikan sebagai gantungan hidup3. Mereka (orang rimba)
menjelaskan bahwa, dahulu buah jernang dipakai sebagai alat tukar terhadap bahan makanan
lainnya. Selain itu, mereka juga memanfaatkan khasiat dari buah jernang untuk mencegah serta
menyembuhkan berbagai penyakit. Bahkan, buah ini juga sering digunakan sebagai alat ritual.
Salah satu Kepala Suku orang rimba menganalogikan buah jernang sebagai kemenyan nya
orang rimba.

1. Ridhwan, M., Andalia, N., Armi., Yuhasriati. 2018. Etnobotani Jernang Masyarakat Pedalaman Bireun.
Jurnal Biota : Biologi dan Pendidikan Biologi. Vol 11 (2) : 159 – 168.
2. Orang rimba merupakan sebutan untuk suku anak pedalaman (SAD) yang tinggal dan hidup di hutan.
3. https://www.liputan6.com/regional/read/2663537/menjaga-jernang-buah-mahal-penentu-hidup-mati-orang-
rimba-jambi
Mengenal Jernang Lebih Dekat

Jernang adalah buah eksotis yang hidup dan tumbuh di kawasan hutan tropis. Jernang
merupakan salah satu jenis hasil bumi yang diperoleh dari sejenis rotan yang termasuk kedalam
marga Daemonorops4. Riset terbaru menyebutkan bahwa, marga Daemonorops memiliki
sekitar 115 spesies yang tersebar diseluruh kawasan hutan tropis5.
Klasifikasi Buah jernang :

Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Arecidae
Famili : Arecaceae
Marga : Daemonorops
Spesies : Daemonorops draco Blume, Daemonorops didymophilla Becc, Daemonorops
brathystachys Furtado, Daemonorops draconcellus Becc, Daemonorops mattanensis Becc,
Daemonorops propincua Becc, dan Daemonorops micracantha6, dll.

Di Indonesia, buah jernang bisa ditemui di pedalaman hutan Kabupaten Bireun, Aceh.
Desa Blang Mane, Kec. Peusangan Selatan merupakan salah salah satu desa penghasil buah
jernang di Kabupaten Bireun. Desa ini berbatasan langsung dengan hutan belantara Kabupaten
Bener Meriah1. Selain itu, belakangan ini beberapa laporan juga menunjukkan temuan buah
jernang di lokasi Taman Nasional Bukit Dua Belas, Jambi7. Di lokasi ini, orang rimba biasa
berburu buah jernang di pedalaman hutan. Orang rimba biasa nya memanfaatkan buah jernang
secara langsung, namun beberapa ada yang sudah menggunakan ekstraksi. Orang lebih
mengenal buah jernang setelah diolah. Hasil olahan buah jernang berupa resin yang berwarna
merah. Dalam dunia perdagangan, resin ini disebut sebagai dragon’s blood8.
Resin jernang merupakan getah termahal di dunia dan sangat banyak dicari untuk
memenuhi kebutuhan industri dan kefarmasian. Pada dunia industri, resin Jernang digunakan
sebagai bahan campuran pewarna keramik, marmer, alat-alat batu, kayu, dan kertas9. Dalam
dunia kefarmasian, buah jernang terkenal karena mengandung senyawa Dracohordin yang
sangat dibutuhkan. Dracorhodin merupakan komponen utama yang ditemukan dalam buah
jernang. Dracorhodin termasuk kedalam Senyawa antosianin alami dan digunakan sebagai zat
farmasi ampuh karena aktivitas biologis dan farmakologisnya seperti antimikroba, antivirus,
antitumor, dan aktivitas sitotoksik10.
Beberapa peneliti menyebut bahwa pada resin Jernang terkandung setidaknya 36 bahan
kimia aktif10. Komponen kimia utama pada resin jernang adalah resin ester dan dracoresino
tannol (57- 82%). Selain itu, resin berwarna merah dan juga mengandung senyawa-senyawa
seperti dracoresene (14%), dracoalban (hingga 2,5%), resin tak larut (0,3%), residu (18,4%),
asam benzoat, asam benzoilasetat, dracohodin dan beberapa pigmen terutama nordracorhodin
dan nordracorubin11.

4. Matangaran, J. R., & Puspitasari, L. 2012. Potensi dan Pemanenan Buah Rotan Jernang. Jurnal Silvikultur
Tropika. Vol 3(1) : 65-70.
5. Rustiami, H., Setyowati, F., & Kartawinata, K. 2004. Taxonomy and uses of Daemonorops draco (Willd) Blume.
Journal of Tropical Ethnobiology. Vol 1(2) : 65-75.
6. Januminro, C. 2000. Rotan Indonesia. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
7. Kristiawan., Prasetijo, A., Sutiningsih, D. 2021. Ketahanan Pangan Keluarga Orang Rimba Selatan Taman
Nasional Bukit Dua Belas Jambi: Studi Mikroetnografi Keluarga Njalo Dalam Menghadapi Pandemik. Jurnal
Antropologi : Isu-isu Sosial Budaya. Vol 23(1) : 83-92.
8. Pearson, J. 2002. Dragon’s Blood. Horticulturist. Vol 11(2) : 10-12.
9. Purwanto, Y., Polosakan, R., Susiarti, S., & Walujo, E. 2005. Ekstraktivisme Jernang (Daemonorops spp) dan
Kemungkinan Pengembangannya. Laporan Teknik. Bidang Botani, Pusat Penelitian Biologi-LIPI.
10. Gupta, D., Bleakley, B., & Gupta, R. K. (2008). Dragon's Blood: Botany, Chemistry and Therapeutic Uses.
Journal of Ethnopharmacology. Vol 115(3) : 361-380.
11. Risna, R. A. 2006. Dragon's blood tumbuhan obat yang menjanjikan dari Taman Nasional Bukit Tigapuluh.
Warta Kebun Raya, Pusat Konservasi. Vol 6(1) : 45 – 49. Shi, J.; R. Hu; Y. Lu; C. Sun and T. Wu. 2009.
Penyebab Kepunahan
Meningkatnya kebutuhan resin pada dunia industri dan farmasi membuat harga jernang
melambung tinggi. Meskipun masih berupa buah yang belum diolah, jernang tetap laku dan
bernilai jual dipasaran. Petani biasanya menjual buah segar dengan harga 400 ribu rupiah/kg
hingga mencapai 5 juta/kg dalam bentuk resin. Harga yang sangat tinggi membuat petani
sangat tergesa-gesa dalam memanen buah jernang. Pemanenan tersebut dilakukan dengan cara
menebang pohon tanpa memperhatikan keberlanjutan. Hal ini justru membuat kualitas
produksi menurun dan lama kelamaan akan terjadi kelangkaan. Kondisi kelangkaan pada Buah
jernang sangat mungkin terjadi, mengingat pola produksi yang tidak lestari dan tidak
berlangsungnya sistem regenerasi alami secara optimal12.
Selain itu, alih fungsi lahan juga menjadi faktor utama penyebab kelangkaan. Beberapa
tahun belakangan ini terjadi pembukaan lahan penanaman sawit yang sangat massif oleh
Perusahaan Perkebunan. Kegiatan ini terjadi diberbagai tempat di Indonesia, salah satunya
yaitu terjadi di Jambi. Berdasarkan analisa citra Lansat TM 8, luasan tutupan hutan di Jambi
tahun 2019 hanya berkisar 900 ribu hektar, atau sekitar 17 % dari total luas wilayah Jambi.
Luasan tutupan hutan ini menurun sebesar 20 ribu hektar dari analisa citra tahun 201713.
Keadaan tersebut menyebabkan keberlanjutan tanaman jernang di hutan semakin berkurang.
Disisi lain, hasil observasi menunjukkan bahwa belum banyak masyarakat yang melakukan
budidaya jernang. Minimnya pengetahuan akan buah jernang membuat masyarakat kesulitan
dalam melakukan proses budidaya. Proses budidaya nuah yang satu ini memang cukup sulit
dilakukan, mengingat getah jernang diambil dari buah muda, sehingga sulit mendapatkan buah
masak sebagai sumber benih14. Selain itu, durasi proses pertumbuhan pohon jernang sangat
lama dimana setidaknya dibutuhkan waktu 6 bulan untuk menjadi kecambah.

12. Sulasmi, I. S., Purwanto, Y., & Fatimah, S. (2012). Rattan Jernang (Daemonorops Draco) Management by
Anak Dalam Tribe in Jebak Batanghari, Jambi Province. Biodiversitas. Vol 13(3) : 152- 162.
13. Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi 2019.
14.https://www.liputan6.com/regional/read/2663537/menjaga-jernang-buah-mahal-penentu-hidup-mati-orang-
rimba-jambi
Upaya Pelestarian
Belakangan ini, terdapat masyarakat yang berupaya untuk melestarikan buah jernang.
Menurut penuturan dari salah satu tokoh orang rimba yang tinggal di kawasan Makekal Ilir di
kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD), masyarakat telah berupaya dalam
membudidaya buah jernang14. Dragon’s Blood biasa tumbuh di hutan tropis pada ketinggian
sekitar 800 mdpl. Hutan dataran rendah di Jambi sangatlah cocok untuk perkembangbiakan
Jernang. Saat di masa jaya, jernang bahkan bisa dipanen dua kali dalam setahun. Hal ini lah
yang menumbuhkan rasa optimis untuk dapat melestarikan jernang. Bagaimana tidak, saking
sulitnya menemukan buah yang satu ini, mendapatkannya seakan berada di negeri dongeng.
jernang yang semakin langka seakan menjadi legenda. Upaya demi upaya terus dilakukan oleh
tokoh orang rimba melalui program pelatihan, sehingga ditemukan fakta bahwa dalam
membudidayakan jernang dibutuhkan teknik yang sederhana. Ini merupakan angin segar,
terlebih lagi dengan adanya pelatihan intensif, orang rimba dapat dengan mudah
memahaminya14.
Selain di Jambi, upaya pelestarian juga dilakukan oleh KTH (Kelompok Tani Hutan)
Bukit Hijau di Desa Airbuluh, Kabupaten Singingi, Riau. Mereka melakukan pelestarian
dengan menanam Jernang didalam hutan. Untuk saat ini, ketersediaan bibit jernang memang
masih sedikit, sebab KTH yang dibawahi langsung oleh Yayasan Hutan Riau baru melakukan
pengembangan beberapa tahun terakhir. Sementara ini, bibit diperoleh dari hasil pencarian
didalam hutan15.

Komoditi Jernang Dalam Pasar Perdagangan


Melihat berbagai manfaat serta minat para konsumen, dapat disimpulkan bahwa
jernang merupakan komoditi unggulan yang memiliki prospek cukup menjanjikan dan bernilai
jual sangat tinggi. Berdasarkan catatan harga pasar, buah jernang dihargai sekitar Rp 200.000
– Rp 500.000/kg16. Tentunya harga ini bisa melambung jauh lebih tinggi lagi apabila telah
diolah. Resin buah jernang dengan kualitas super, harganya bisa mencapai Rp 3.000.000 – Rp
5.000.000/ kg16.
Mirisnya, menurut pengakuan salah seorang anggota KTH, saat ini penjualan Jernang
masih melalui pasar gelap15. Dapat disimpulkan bahwa ketidakjelasan jalur perdagangan
menjadi faktor yang menghambat penjualan komoditi dragon’s blood. Oleh karena itu
dibutuhkan kepedulian, kerjasama dan sinergi dari banyak pihak, seperti masyarakat hingga
pemerintah. Terlebih lagi, jernang merupakan buah asal Indonesia yang memiliki nilai historis
sangat tinggi. Dengan adanya perhatian khusus terhadap jernang, tentunya akan memberikan
impact besar bagi keberadaan jernang itu sendiri dan masyarakat pembudidaya. Penting nya
peran pemerintah yaitu sebagai pemangku kebijakan, dimana diharapkan bisa membuat
kepastian hukum untuk membuka peluang serta memperjelas pasar komoditi Jernang. Hal ini
adalah salah satu upaya dalam rangka memperkenalkan hasil bumi nusantara kepada dunia
secara lebih luas.
Namun beberapa hal juga perlu diperhatikan, misalnya penyebar luasan informasi yang
harus dibarengi dengan tindak pelestarian. Bukan hal yang tidak mungkin, ketika semakin
tersebar luaskan nya informasi tentang jernang, maka akan semakin memojokkan jernang
kepada tanduk kepunahan. Dengan ada nya pelestarian secara terprogram, maka flora asli
nusantara ini akan terselamatkan keberadaannya. Selain itu, semakin banyak hasil bumi jernang,
hal ini akan berimbas positif bagi perekonomian masyarakat.

15. https://www.goriau.com/berita/baca/mengenal-jernang-tumbuhan-penghasil-dragon-blood-yang-harganya-
jutaan-rupiah.html

16. https://prestasireformasi.com/2020/08/01/jernang-buah-langka-berkhasiat-luar-biasa-ini-manfaatnya/#slide0

Anda mungkin juga menyukai