Anda di halaman 1dari 18

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Hutan adat bagi masyarakat hukum adat menjadi satu kesatuan tak terpisahkan.
Hutan merupakan bagian dari kehidupan masyarakat hukum adat yang telah
menopang kehidupan kesehariannya, sekaligus titipan bagi generasi yang akan
datang. Hutan adat menjadi salah satu kekayaan penting bagi masyarakat hukum adat
untuk menjamin kesejahteraan hidupnya, tatkala negara justru mengingkari
keberadaannya. Hutan menyediakan aneka macam kebutuhan hidup bagi masyarakat
hukum adat. Hutan juga menjadi sumber kekayaan alam dan keanekaragaman hayati
masyarakat hukum adat yang mereka rawat dan jaga sejak dahulu kala.
Secara yuridis operasional pengakuan masyarakat hukum adat mendapat
landasan hukum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria dalam Pasal 3. Inti dari pasal tersebut
adalah menentukan pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari
masyarakat-masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya masih ada,
harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan Negara
(Yamani, 2011). Selain itu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun
1999 tentang Kehutanan dalam Pasal 67 juga memberikan pengakuan terhadap
masyarakat hukum adat.
Kenegerian Rumbio memiliki hutan larangan adat. Luas hutan ini yang
terdaftar pada Dinas Kehutanan adalah sekitar 530 ha (Masriadi, 2012). Hutan dengan
luas 530 ha tersebut masih bisa dijaga kelestariannya oleh masyarakat adat setempat.
Ini menjadi bukti berlakunya hukum adat di Kenegerian Rumbio yang dapat menjaga
kelestarian Hutan Larangan Adat sampai sekarang.
Lebah Trigona Merupakan salah satu dari sekian banyak hasil hutan yang ada
di kawasan hutan adat kenegerian Rumbio. Madu yang dihasilkan lebah Trigona
memiliki berbagai manfaat yang dapat meningkatkan pendapatan masayarakat serta
menjadi aset pemerintah kabupaten Kampar. Berbagai upaya untuk menjamin
kelestarian hutan mendorong perkembangan budidaya lebah trigona.
Trigona sp merupakan salah satu jenis dari genus Meliponini yaitu jenis lebah
madu yang tidak bersengat (stingless bee). Potensi Peternakan Lebah Sama seperti
lebah madu lainnya, lebah Trigona memiliki kemampuan dalam menghasilkan madu,
polen, dan propolis.
2

1.2.Perumusan Masalah
Adapun perumusan masalah dari pengajuan proposal ini yaitu:
1. Bagaimana analisis potensi budidaya Trigona?
2. Apa saja faktor-faktor teknis dalam usaha pembudidayaan lebah Trigona?

1.3.Tujuan
Penulisan karya tulis ilmiah ini bertujuan untuk Menganalisis potensi dari
budidaya lebah Trigona,serta Mengidentifikasi faktor-faktor teknis yang diperlukan
untuk budidaya lebah Trigona.

1.4.Manfaat
Penulisan karya tulis ini bermanfaat dalam meningkatkan kesadaran
masyarakat sekitar hutan adat kenegerian Rumbio dalam upaya pengembangan
budidaya lebah Trigona berbasis kearifan local yang terpadu.
3

BAB II
TELAAH PUSTAKA
2.1.Hutan Larangan Adat Kenegrian Rumbio
Salah satu tanah ulayat masyarakat adat Kenegerian Rumbio yang telah diakui
oleh Pemerintah daerah Kabupaten Kampar adalah ghimbo laghangan atau hutan
larangan atau hutan lindung. Hutan larangan ini adalah warisan turun temurun dan
sudah ada sejak lama. Pada masa perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia, hutan
larangan ini juga berfungsi sebagai tempat persembunyian dan perlindungan dari
serangan penjajah Belanda dan Jepang. Tempat persembunyian berupa benteng-
benteng masih dapat ditemukan saat ini dan berada di tengah hutan larangan
Hutan Larangan Adat merupakan pusaka tinggi masyarakat adat Kenegerian
Rumbio, didalamnya tersimpan berbagai kekayaan alam serta flora dan fauna khas
daerah ini.Masyarakat Kenegerian Rumbio dan desa-desa tetangga memperoleh air
minum yang bersumber dari kaki bukit tepi hutan larangan. Setiap hari puluhan ribu
liter air bersih diambil dari berbagai sumber mata air dan didistribusikan keberbagai
daerah sampai ke Bangkinang dan Pekanbaru. Air tersebut juga mengalir mengenangi
sekitar 1000 ha sawah dan 800 petak kolam ikan disekitar hutan larangan adat
(Masriadi, 2012).
Menurut Dinas Kehutanan Kabupaten Kampar (2010), Hutan Larangan Adat
Rumbio secara geografis terletak diantara 0° 18’00”- 0° 19’40” LU dan 101⁰°”-
101°8’20” BT dengan luas 530 hektar. Secara administratif, Hutan Larangan Adat
terletak di Kenegerian Rumbio, Kecamatan Kampar, Kabupaten Kampar, Propinsi
Riau dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Kampar Utara
2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Kampar Kiri
3. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Bangkinang
4. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Kampar Timur
Hutan Larangan Adat ini merupakan Pusako Tinggi masyarakat adat
Kenegerian Rumbio, yang didalamnya tersimpan berbagai kekayaan alam serta flora
dan fauna khas daerah ini . Di samping kekayaan flora dan fauna, ada kekayaan lain
yang sangat bernilai bagi masyarakat adat Kenegerian Rumbio, yaitu fungsi hidroligis
dan lingkungan dari hutan larangan adat tersebut, yaitu sebagai Sumber mata air
bersih yang langsung dapat diminum tanpa dimasak terlebih dahulu. Sebagian besar
masyarakat Kenegerian Rumbio dan desa-desa di sekitarnya memperoleh air minum
yang bersumber dari kaki bukit hutan larangan. Setiap hari ribuan liter air bersih
diambil dari berbagai sumber mata air dan didistribusikan ke berbagai daerah, seperti
Kampar, Bangkinang dan Pekanbaru. Air bersih itu juga mengairi puluhan hektar
sawah dan ratusan petak kolam ikan disekitar hutan larangan adat.
4

Sebagai kawasan hutan yang dikelola oleh masyarakat adat, yang berada di
empat desa yaitu desa Padang Mutung, Koto Tibun, Pulau Sarak dan Rumbio.
Ternyata, hutan Larangan Adat Rumbio ini telah tertata sejak dahulu sesuai dengan
ketentuan adat yang ada, dimana kawasan hutan ini telah dibagi-bagi ke dalam tujuh
zona, yaitu zona Ngimbo Potai, zona Tanjuong Kulim, zona Koto Nagagho, zona
Cubodak Mangka’ak, zona Sialang Layang, zona Halaman Kuyang, zona Kala
Mutuong, dan zona Panoghan. Zona Ngimbo Potai berada di desa Koto Tibun yang
dikuasai atau dikelola oleh ninik mamak suku Domo (Datuok Godang), zona
Tanjuong Kulim, Koto Nagagho, dan Cubodak Mangka’ak terletak di desa Pulau
Sarak dibawah penguasaan ninik mamak suku pitopang (Datuok Rajo Mangkuto),
zona Sialang Layang terletak di desa Padang Mutung dan desa Rumbio yang dikuasai
dan dikelola oleh ninik mamak suku pitopang (Datuok Ulak Simano atau Datuok
Tumongguong), sedangkan zona Halaman Kuyang, Kala Mutuong, dan Panoghan
terletak di desa Rumbio yang juga dikuasai dan dikelola oleh ninik mamak suku
pitopang (Datuok Ulak Simano atau Datuok Tumongguong). Meskipun kawasan
hutan larangan adat Rumbio dikuasai oleh tiga ninik mamak (Datuok Ulak Simano,
Datuk Rajo Mangkuto dan Datuok Godang), tetapi mereka tetap bersama-sama dalam
memutuskan sesuatu yang terkait dengan kawasan hutan Larangan Adat ini. Apabila
salah seorang diantara mereka tidak menyetujui kegiatan atau program terkait dengan
hutan larangan ini maka kegiatan tersebut tidak dapat atau tidak boleh dilaksanakan.
Untuk menyusun rencana pengelolaan hutan larangan ini, maka ninik mamak
pengelola hutan larangan bersama dengan anak kemenakannya yang sekarang
tergabung dalam organisasi Sentra Penyuluhan Kehutanan Pedesaan Hidup Sejati
membicarakan dalam suatu musyawarah. Sentra Penyuluhan Kehutanan Pedesaan
(SPKP) adalah organisasi masyarakat di tingkat desa yang dibentuk berdasarkan hasil
musyawarah berbagai pihak di wilayah desa dalam upaya melestarikan fungsi dan
manfaat hutan dan lahan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat pedesaan.
Rencana pengelolaan hutan larangan disusun dengan memperhatikan aspirasi anak
kemenakan, partisipasi dan nilai budaya masyarakat dan kondisi lingkungan.
Penyusunan rencana pengelolaan hutan meliputi jangka panjang, jangka menengah
dan jangka pendek.
Pemanfaatan kawasan hutan larangan adat untuk kegiatan-kegiatan
pemanfaatan harus mendapat izin dari ninik mamak sesuaI ketentuan hukum adat
yang berlaku. Saat ini, pemanfaatan kawasan hutan larangan adat belum optimal,
hanya saja masyarakat sering mencari tumbuhan obat, tumbuhan hias dan jamur
untuk dimanfaatkan secara individu atau keluarga dan itu harus mendapat izin dari
ninik mamak.
5

2.2.Kelestarian Hutan
Pelestarian dalam pengertian yang luas merupakan salah satu penerapan
yang penting dari ekologi. Tujuan dari pelestarian yang sebenarnya adalah
memastikan pengawetan kualitas lingkungan yang mengindahkan estitika dan
kebutuhan maupun hasilnya serta memastikan kelanjutan hasil tanaman, hewan,
bahan-bahan yang berguna dengan menciptakan siklus seimbang antara panenan dan
pembaharuan sedangkan Pelestarian hutan dalam pengertian khusus adalah bentuk
dan proses pengelolaan yang dilakukan sedemikian rupa sehingga secara terus-
menerus dapat memberikan produksi dan jasa yang diharapkan, tetapi tidak
mengurangi fungsi hutan dan tidak menimbulkan dampak lingkungan yang tidak
diinginkan (Arifin, 2001).
Ancaman kerusakan hutan dari hari ke hari semakin meningkat, sebagian
besar kerusakan hutan adalah karena adanya pembukaan lahan baru yang tidak
mengikuti kaidah ekologi atau lingkungan. Banyak sekali hutan dirusak hanya untuk
kepentingan tertentu dari individu maupun kelompok atau institusi tanpa ada
pertimbangan untuk pelestariannya. Adanya pengembangan wilayah pemukiman,
atau daerah pemekaran yang membutuhkan lahan baru untuk pembangunan
daerahnya akan mengakibatkan dibukanya hutan. Akibat dari semuanya ini akan
merusak keseimbangan ekosistem lingkungan, hutan yang sudah banyak rusak akan
memberi pengaruh buruk pada lingkungan (Mubyarto, 2004).
Dalam menjaga kelestarian hutan larangan Adat Kenegerian Rumbio. Ninik
mamak berperan penuh. Kebijakan-kebijakan adat dikeluarkan oleh sepuluh ninik
mamak yang dipimpin oleh datuok Ulak Simano dari suku pitopang. Adapun hal
yang dilakukan oleh para ninik mamak antara lain : (1) melakukan musyawarah untuk
membahas rencana pelestarian hutan larangan termasuk pembahasan mengenai sanksi
bagi yang melakukan penebangan, perambahan hutan dan perburuan. (2)
malaksanakan musyawarah bila ada program atau kegiatan baik dari pihak
pemerintah seperti program pengayaan tanaman hutan. (3) Melaksanakan
musyawarah bila ada rencana dari ninik mamak atau usulan dari masyarakat terkait
dengan hutan larangan.
6

Gambar 1. Peta lokasi hutan larangan adat Kenegerian Rumbio (Sumber: Dinas
Kehutanan Kabupaten Kampar, 2010

2.3. Lebah Trigona(Trigona spp.)


Trigona spp. merupakan jenis lebah yang tidak menyengat atau stingless bee.
Lebah Trigona ditemukan di daerah tropis dan sub tropis, seperti Australia, Afrika,
Asia Tenggara dan sebagian Meksiko dan Brazil. Lebah Trigona merupakan salah
satu serangga yang hidup berkelompok dan membentuk koloni (Free, 1982). Trigona
diklasifikasikan dalam divisi Animalia, filum Arthopoda, kelas Insecta, ordo
Hymenoptera, famili Apidae, genus Trigona, dan species Trigona spp. Sihombing
(2005) menyebutkan taksonomi lebah Trigona spp. selengkapnya adalah sebagai
berikut :
Divisi : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Hymenoptera
Subordo : Apocrita
Famili : Apidae
Subfamili : Apinae
Tribe : Meliponini
Genus : Trigona
Species : T. carbonaria, T. hockingsii, T. iridipennis, T. spinipes
Lebah Trigona dalam bahasa daerah dinamakan klanceng, lenceng (Jawa)
atau teuweul (Sunda) (Perum Perhutani, 1986). Trigona memiliki pertahanan dengan
7

cara menggigit musuhnya atau membakar kulit musuhnya dengan larutan basa. Organ
vital (mata, hidung, dan telinga) musuh akan dikelilingi oleh lebah lain dalam satu
koloninya. Lebah ini juga dilengkapi sistem kekebalan untuk menyerang serangga
lainnya (Free, 1982).

Strata Koloni
Koloni lebah madu terdiri atas dua golongan, yaitu golongan reproduktif
(lebah jantan dan ratu) dan golongan non-reproduktif (lebah pekerja). Mereka dapat
dibedakan satu dengan yang lainnya dari bentuk, rupa, warna, dan tingkah laku. Satu
koloni lebah hanya memiliki satu ekor ratu, ratusan ekor lebah jantan, ribuan ekor
pekerja (Gambar 1), dan ditambah penghuni dalam bentuk telur, larva, dan pupa
(Sumoprastowo, 1980; Sihombing, 2005).
Lebah ratu berpenampilan mencolok dan berbeda dari lebah pekerja karena
berukuran dua kali lebih panjang serta 2,8 kali bobot pekerja. Lebah ratu berfungsi
sebagai penghasil telur dan juga sebagai pabrik penghasil senyawa kimia, yaitu
feromon, adalah bahan pemersatu koloni dalam satu unit terorganisasi. Feromon
merupakan senyawa kimia sebagai alat komunikasi lebah madu yang membawa
informasi-informasi tentang apa yang harus dilakukan, atau tingkah laku apa yang
harus diperhatikan oleh anggota-anggota koloni sesuai dengan keadaan yang sedang
ataupun akan dihadapi. Setiap lebah ratu menghasilkan senyawa kimia yang berbeda-
beda sehingga hal tersebut digunakan sebagai tanda pengenal pada masing-masing
koloni. Lebah pekerja maupun pejantan tidak mungkin tersesat atau masuk koloni
yang berbeda oleh karena memiliki tanda pengenal yang berbeda (Sihombing, 2005).
Fungsi lebah jantan selama hidup satu-satunya adalah mengawini lebah ratu
dara. Lebah jantan tidak dapat bertanggungjawab atas dirinya sendiri sehingga pada
musim paceklik atau persediaan pakan menipis, sebagian besar lebah jantan akan
dibunuh atau dikeluarkan dari sarang oleh lebah pekerja karena lebah jantan
dianggap sebagai hama. Lebah pekerja adalah lebah betina yang organ reproduksinya
tidak berfungsi sempurna. Lebah pekerja memiliki pembagian tugas yang terstruktur
rapi, baik di dalam maupun diluar sarang (Sihombing, 2005). Tugas di dalam sarang
meliputi pembuatan sarang dengan komponen-komponennya yang terdiri dari tiga
kompartemen, yakni kompartemen madu, polen, dan telur.
8

Gambar 2. Strata Koloni Lebah Madu


Sarang
Sarang Trigona yang sudah diambil madunya disebut raw propolis. Raw
propolis terdiri dari sekitar 50% senyawa resin (flavonoid dan asam fenolat), 30%
lilin lebah, 10% minyak aromatik, 5% polen lebah, dan 5% berbagai senyawa organik
(Pietta et al., 2002). Sarang lebah dibuat dari campuran lilin dan resin tanaman.
Sarang tersusun atas sel anakan yang dikelilingi dengan pelepah lembut yang disebut
involucrum dan sel besar yang terdiri atas madu serta cadangan polen yang disimpan
dalam tempat terpisah. Sel anakan berbentuk vertikal dan sel membuka pada bagian
atasnya. Biasanya sel anakan disusun dalam sisir horizontal secara berurutan. Sel
anakan dan tempat penyimpanan disangga oleh pilar dan bagian luarnya dilapisi oleh
lapisan keras yang disebut dengan batumen (Free, 1982)

Gambar 2. Sarang Lebah Trigona


Sarang Trigona yang sudah diambil madunya disebut raw propolis. Raw
propolis terdiri dari sekitar 50% senyawa resin (flavonoid dan asam fenolat), 30%
lilin lebah, 10% minyak aromatik, 5% polen lebah, dan 5% berbagai senyawa organik
(Pietta et al., 2002).Propolis tercampur dalam seluruh bagian sarang dan juga banyak
terdapat disekeliling pintu kayu sebagai pertahanan koloni.
Propolis yang bersifat lengket dan memiliki kemampuan antimikrobial
merupakan pertahanan utama bagi koloni Trigona dari serangan predator-
predatornya, seperti semut, cicak, burung, kecoa, dan tokek. Pada umumnya predator-
predator tersebut menunggu Trigona di depan pintu kotak kayu sehingga antisipasi
9

yang dapat dilakukan oleh peternak adalah memberi kapur semut atau obat anti hama
di tempat tersebut

Karakteristik Lebah
Lebah Trigona dikenal sebagai polinator yang baik di Filipina. Karakteristik
lebah Trigona yang kecil dan jangkauan terbang pendek, membuatnya fokus pada
pepohonan di sekitar sarang sehingga polinasi yang dilakukannya lebih intensif
dibanding lebah Apis yang jangkauan terbangnya lebih jauh. Selain itu karakteristik
lebah Trigona lebih ramah kepada manusia dibanding dengan Apis, sehingga lebih
mudah memelihara Trigona dibandingkan Apis. Berdasarkan Tabel 1, dapat dilihat
bahwa tingkat kepraktisan lebah Trigona lebih tinggi untuk dibudidayakan
disbanding dengan lebah Apis.
Tabel 1. Komparasi Antara Apis dengan Trigona Sebagai Polinator
Komparasi Apis Trigona
Harga koloni Mahal (2,500-10,000 Peso Terjangkau (1,500-2,500 Peso
Filipina) Filipina)

Sengat Menyengat, sehingga Tidak menyengat sehingga


membutuhkan penanganan siapapun dapat menanganinya
yang khusus

Jumlah lebah pekerja Maksimum 60.000/sarang Maksimum 100.000/sarang

Masa hidup Lebih singkat Lebih panjang (60 hari/pekerja)


(50 hari/pekerja)

Tingkah laku Kemungkinan kabur dari Kemungkinan kabur dari


sarang sangat tinggi, sarang sangat kecil
terutama A. dorsata dan A.
cerana

Jangkauan terbang Mencapai lebih dari 5 km, Pendek, hanya radius 500 meter
artinya polinasi menyebar sehingga polinasi lebih intensif
dan merata di sekitar sarang

Pakan utama Pekerja pencari pakan lebih Pekerja pencari pakan terutama
fokus pada nektar pada polen karena lidah terlalu
pendek untuk mendapatkan
nektar

Persediaan makanan Membutuhkan, yaitu air Tidak membutuhkan, karena


gula dan polen buatan Trigona menyimpan cadangan
selama masa paceklik polen sepanjang tahun
10

Daya tahan terhadap hama Rendah Tinggi, karena ukurannya yang


jauh lebih kecil, dan memiliki
persediaan propolis yang tinggi
dalam sarang sebagai pelindung
alami.

Daya tahan terhadap cuaca Sangat rendah Lebih tinggi karena memiliki
propolis sebagai kanopi

Kemudahan transportasi Cukup sulit karena berat Mudah, karena berat satu kotak
satu kotak penuh penuh Trigona hanya mencapai
A.mellifera dengan total 5 kg
30.000 pekerja mencapai
lebih dari 30 kg

Ukuran kotak Cukup besar (20”x16”x10”) Lebih kecil (11”x10”x8”)


sehingga sedikit lebah yang sehingga lebih banyak lebah
dapat dibawa per yang dapat dibawa per
perpindahan perpindahan

Peralatan Banyak peralatan, contoh : Hanya membutuhkan dua buah


sisiran, cetakan lilin, sekat kotak untuk digunakan saat
ratu, pengasap, ekstraktor polinasi
madu, baju pelindung, dsb.

Obat-obatan Membutuhkan obat-obatan, Tidak membutuhkan obatobatan


(antibiotik, antikutu, dll)
Jadwal pemeriksaan Inspeksi teratur, minimal satu Inspeksi satu kali / 3-4 bulan
kali/ minggu

Pakan
Trigona mencari pakan melalui pepohonan yang ada di sekitarnya, yaitu
nektar, polen, dan resin tumbuhan. Berdasarkan analisis komparatif Baconawa
(2002), lebah Trigona pencari pakan terutama pada polen karena lidah mereka terlalu
pendek untuk mendapatkan nektar. Hal ini sesuai dengan cara budidaya lebah
Trigona di Peternakan Lebah Madu “Alam Lestari”, bahwa pemberian cadangan
pakan berupa air gula tidak perlu dilakukan, seperti halnya dilakukan pada A.
mellifera. Berdasarkan hasil pengamatan, lebah Trigona menjadi tidak produktif
bahkan mengalami gangguan pencernaan saat diberikan cadangan pakan air gula. Hal
ini mengakibatkan lebah Trigona hanya menghasilkan sedikit madu yang sulit
diekstrak, namun sesuai dengan pernyataan Singh (1962) bahwa propolis yang
dihasilkannya lebih banyak daripada jenis lebah lokal yang lain. Propolis dihasilkan
lebah dengan cara mengumpulkan resin-resin dari berbagai macam tumbuhan,
kemudian resin ini bercampur dengan saliva dan berbagai enzim yang ada pada lebah
sehingga menjadi resin yang berbeda dengan resin asalnya.
11

Supadi (1986) yang mengidentifikasi tanaman pendukung lebah melalui


bentuk serbuk sari dalam stup lebah madu, menemukan bahwa lebah menyukai polen
yang berasal dari tanaman pangan dan tanaman hias, misalnya kembang sepatu dan
kembang soka, tumbuhan hutan dan tanaman liar. Jenis tumbuhan yang disukai lebah
madu pada umumnya mempunyai bunga yang polennya nampak dengan jelas atau
mempunyai filamen yang panjang seperti pada kaliandra, lamtoro, kelapa, jagung,
pisang, padi, kopi, dan lain-lain.

Propolis
Propolis merupakan nama generik dari resin sarang lebah madu. Kata propolis
berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari dua kata yaitu pro (sebelum atau
pertahanan), dan polis (kota atau sarang lebah), sehingga propolis dapat
diterjemahkan sebagai sistem pertahanan pada sarang lebah. Propolis merupakan
sejenis resin yang karena bentuknya lengket seperti lem, disebut sebagai bee glue.
Propolis sebenarnya dihasilkan lebah dengan cara mengumpulkan resin-resin dari
berbagai macam tumbuhan, kemudian resin ini bercampur dengan saliva dan berbagai
enzim yang ada pada lebah sehingga menjadi resin yang berbeda dengan resin
asalnya. Sumber utama propolis adalah kuncup bunga (Bankova et al., 2000).
Lebah menggunakan propolis sebagai lapisan tipis pada dinding bagian dalam
sarangnya atau lubang-lubang tempat tinggalnya. Warna dan komposisi propolis
berbeda-beda, yakni mulai dari transparan, kuning, sampai coklat tua, karena
sumbernya yang berbeda-beda (Woo, 2004) Propolis sudah mulai diteliti dan
dipelajari sejak tahun 1960-an. Hal ini berdasar pada sifat uniknya yakni
dipergunakan sejak dahulu oleh bangsa Yunani dan Romawi sebagai bahan
antimikroba. Namun sejak perang dunia pertama penggunaan propolis sebagai bahan
antimikroba alamiah mulai ditinggalkan dan diganti dengan bahan antibiotik sintetik,
seperti amoksilin dan ampisilin. Hal itu dikarenakan kondisi menuntut untuk
disediakan bahan antimikroba dalam jumlah besar dan cepat, guna mengobati luka
dan pencegahan infeksi terhadap luka para korban perang. Setelah diketahui sifat
resistensi bakteri terhadap antibiotik sintetik serta dampak negatif lainnya, maka
propolis alamiah dari sarang lebah madu mulai kembali diminati. Propolis diketahui
mempunyai khasiat aktivitas antibakteri, antifungi, antivirus dan anti aktivitas biologi
lain seperti antiinflamasi, anestesi lokal, hepatoprotektif, antitumor, dan
imunostimulasi (Bankova et al., 2000). Berdasarkan sifatnya sebagai bahan
antimikroba alamiah, maka propolis sarang lebah madu tidak hanya digunakan
sebagai bahan obat-obatan, melainkan juga untuk menyeimbangkan populasi
mikroflora saluran pencernaan, yang dapat memacu pertumbuhan ternak (Tukan,
2008).
12

2.4. Teknik Budidaya Trigona (Trigona spp.)


Trigona sp merupakan salah satu jenis dari genus Meliponini yaitu jenis lebah
madu yang tidak bersengat (stingless bee). Trigona mengandalkan propolis untuk
melindungi sarang dari serangan predator dan untuk mempertahankan kestabilan suhu
di dalam sarang. Pembudidaya trigona ditemukan di dataran rendah (daerah pantai)
hingga ke daerah dataran tinggi (pegunungan) dan berhasil dibudidayakan di semua
lokasi.
Teknik budidaya lebah madu trigona sangat mudah. Peralatan yang harus
disiapkan dalam membudidayakan trigona adalah sarang (stup), tali tambang, pisau
kikis, mangkuk, saringan dan tempat hasil perasan madu. Pembuatan stup dibutuhkan
papan kayu dengan ketebalan kayu •± 2 cm dan paku. Pembuatan stup lebah madu
Trigona sp menggunakan kayu dengan ketebalan ±2 cm karena untuk menjaga
kelembaban dan stabilitas sarang (Hermawan, 2007). Jika kayu yang digunakan
ketebalannya kurang dari 2 cm, kebanyakan koloni trigona akan pergi meninggalkan
sarangnya. Stup dibuat dan didiamkan selama 3 hari, agar kondisi suhu dan
kelembaban di dalam stup menjadi stabil. Setelah 3 hari, stup siap digunakan. Stup
diletakkan dengan 2 cara yaitu digantung dan diletakkan di rak penyimpanan.
Digantung di lokasyang teduh, tidak terkena sinar matahari langsung dan tidak
terkena hujan. Beberapa pembudidaya meletakkan stup dengan digantung di pohon
besar dengan alasan menciptakan suasana sarang yang sama dengan sarang aslinya.
Tempat lain untuk menggantung stup yaitu disekitar pinggiran rumah dan pohon-
pohon yang tumbuh di halaman rumah.
Untuk rak penyimpanan stup bisa diletakkan di kebun dan halaman rumah. Di
alam, trigona bersarang di pohon lapuk dan di ruas pohon bambu. Pohon bambu
diambil 2 ruas yang menjadi tempat bersarang trigona, koloni menggunakan sarang di
ruas bambu bagian atas untuk meletakkan telur dan berkumpulnya koloni, sedangkan
di bagian bawah digunakan sebagai penyimpan madu dan bee polen. Bambu yang
berisi koloni dan madu trigona ditebang dan diusahakan menebang dan membawa
koloni pada sore hari agar semua anggota koloni pulang ke sarang dan tidak ada
anggota koloni yang tertinggal.
Tahap selanjutnya adalah pemindahan koloni dari sarang alami ke dalam stup.
Pemindahan dilakukan pada malam hari setelah semua koloni kembali ke sarang atau
dini hari ketika koloni belum mencari pakan keluar sarang. Perkembangan Trigona sp
dalam memproduksi madu cukup beragam, 2 bulan sampai 6 bulan adalah rentang
waktu bagi Trigona sp untuk memproduksi madu. Selama rentang waktu tersebut,
stup didiamkan tanpa membuka tutupnya, hal ini bertujuan agar trigona merasa aman
dan fokus dalam memproduksi madu. Hanya dilakukan pemeliharan seperti
pembersihan dari sarang laba-laba, pembersihan dari sarang semut, dan pemeriksaan
kondisi stup jika terkena air hujan.
13

Pemanenan madu maupun propolis dilakukan dengan cara tradisional yaitu


menggunakan pisau kikis. Madu maupun propolis dikikis menggunakan pisau secara
hati-hati, tanpa mengganggu telur dan ratu lebah madu trigona. Hasil tirisan madu
langsung dimasukkan ke dalam botol dan ketika sudah penuh botol langsung ditutup.
14

BAB III
ANALISIS DAN SINTESIS

3.1.Keunggulan Budidaya Lebah Trigona


Budidaya lebah trigona jika dibandingkan dengan budidaya lebah lainnya
memiliki banyak keunggulan dari berbagai kategori. Beberapa kelebihan lebah
Trigona :
1. Penghasil propolis yang banyak.
2. Mudah beradaptasi.
3. Madunya tidak terlalu banyak namun dapat dimanfaatkan untuk
diternakkan.
4. Harganya relative lebih murah dibandingkan dengan jenis lebah Apis spp.
5. Lebih mudah dalam teknik pembudidayaan.
6. Tidak membutuhkan persediaan makanan, karena Trigona menyimpan
cadangan polen sepanjang tahun
7. Daya tahan terhadap serangan hama Tinggi, karena ukurannya yang jauh
lebih kecil, dan memiliki persediaan propolis yang tinggi dalam sarang
sebagai pelindung alami.
8. Masa hidup Lebih panjang (60 hari/pekerja)
9. Tidak memiliki sengatan sehingga mempermudah dalam proses
pembudidayaan.

3.2.Potensi pengembangan
Di Indonesia, peluang pasar untuk usaha lebah madu masih terbuka lebar. Hal
ini ditunjukkan dengan masih tingginya nilai impor madu Indonesia dibandingkan
dengan nilai ekspornya. Nilai impor tertinggi sebesar US $ 3.180,91 sedangkan nilai
ekspor tertingginya adalah US $ 1.481,03. Kesenjangan nilai tersebut menunjukkan
bahwa permintaan madu untuk konsumsi dalam negeri terus meningkat.
Sayangnya, peningkatan ini belum dapat diimbangi oleh kemampuan industri
perlebahan. Umumnya, petani lebah madu memanfaatkan hasilnya untuk mencukupi
kebutuhan sehari-hari sehingga pengembangan usaha madu sebagai sarana untuk
pemberdayaan masyarakat belum dilakukan secara maksimal. Ada beberapa masalah
yang dihadapi yaitu: modal petani yang terbatas; harga yang terlalu rendah di tingkat
petani; produk madu yang tidak sesuai standar;promosi yang tidak berjalan dan
tempat pemasaran mengandalkan pasar lokal. Selain itu, belum adanya keterpaduan
stakeholders yang berperan dalam pengusahaan madu.
15

Potensi Peternakan Lebah Sama seperti lebah madu lainnya, lebah Trigona
memiliki kemampuan dalam menghasilkan madu dan polen. Keunikan yang dimiliki
oleh lebah ini adalah kemampuannya dalam menghasilkan propolis. Potensi
lebahTrigona dalam menghasilkan madu, polen, dan propolis tertera pada Tabel 2.

Tabel 2 . Potensi Lebah Trigona dalam menghasilkan madu ,polen, dan propolis.

Produksi madu Trigona mencapai 450 cc/koloni pada saat koloni dan sumber
pakan dalam kondisi prima. Maksudnya adalah pada saat lebah pekerja dalam jumlah
yang optimal dan kesehatan prima sehingga mampu mencari nektar dalam jumlah
yang banyak. Demikian juga dengan sumber pakan yang sangat menentukan hasil
produksi, saat musim tanaman berbunga maka persediaan nektar akan melimpah
sehingga lebah mampu menghasilkan madu lebih banyak. Madu yang dipanen
tersebut dimanfaatkan dalam dua bentuk yaitu madu sarang dan madu curah. Madu
sarang adalah madu yang masih berada dalam sarang dan dapat dikonsumsi langsung
dengan cara mengunyah madu sarang tersebut. Madu curah adalah madu yang telah
diperas dari sarangnya dan ditampung dalam botol untuk dijual maupun dikonsumsi
sendiri. Harga madu sarang adalah Rp 120.000,00/kg dan harga madu curah beragam
berdasarkan ukuran botol. Ukuran 100 cc seharga Rp 30.000; ukuran 400 cc seharga
Rp 100.000; dan ukuran 600 cc seharga Rp 125.000. Harga madu Trigona lebih
mahal dibandingkan madu A.cerana oleh karena jumlah produksinya yang lebih
sedikit dan rasa madu Trigona yang khas dan banyak orang yang menyukainya.
16

BAB IV
SIMPULAN DAN REKOMENDASI

4.1.Simpulan
Berdasarkan studi pustaka yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa :
1. Pembudidayaan Lebah Trigona dapat dikatakan menguntungkan secara
finansial, manfaat dan kegunaan yang banyak.
2. Budidaya lebah Trigona memiliki potensi yang tinggi secara ekonomis.
Potensi ekonomi yang dimiliki oleh Trigona adalah kemampuannya dalam
menghasilkan madu, propolis, polen, dan koloni
3. Perlu adanya penguasaan serta keterampilan petani lebah dalam
melakukan teknik pembudidayaan lebah Trigona agar dapat
mengahasilkan madu, polen dan propolis yang optimal.

4.2. Rekomendasi
Penelitian membudidayakan Trigona secara langsung penting dilakukan agar
dapat mengetahui pertumbuhan koloni serta jumlah produksi madu, polen, dan
propolis secara akurat. Selain itu juga menjaga kelestarian koloni dengan cara panen
yang benar. Penelitian mengenai budidaya dan karakteristik Trigona perlu
diperbanyak dan hasil penelitian diinformasikan kepada masyarakat sebagai program
pengembangan masyarakat yang aplikatif.
17

DAFTAR PUSTAKA

Bankova, V.S, S.L. de Castro & M.C. Marucci. 2000. Propolis : Recent advances in
chemistry and plant origin. Apidologie 31, 3-15
Elfiandri. 2013. Peranan adat dalam melindungi kelestarian imbo langangan (Hutan
Larangan) pada masyarakat adat Kenegerian Rumbio Kabupaten
Kampar Propinsi Riau. Jurnal Kutubkhanah, 16(2): 73-81.
Fatoni, A. 2008. Pengaruh propolis Trigona spp. asal Bukit Tinggi terhadap beberapa
bakteri usus halus sapi dan penelusuran komponen aktifnya. Tesis.
Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Gittinger, J.P. 1986. Analisa Ekonomi Proyek-Proyek Pertanian. Penerbit Universitas
Indonesia, Jakarta.
Hasan, A.E.Z. 2006. Potensi propolis lebah madu Trigona spp. sebagai bahan
antibakteri. Seminar Nasional HKI, Bogor.
Ritonga, A., Mardhiansyah, M., dan Kausar. 2015. Identifikasi kearifan lokal
masyarakat hutan larangan adat Rumbio, Kabupaten Kampar terhadap
perlindungan hutan.
Sihombing, D.T.H. 2005. Ilmu Ternak Lebah Madu. Cetakan kedua. Gajah Mada
Sumoprastowo, R.M., S. Agus. 1980. Beternak Lebah Madu Modern. Bharata Karya
Aksara, Jakarta.
Supadi, T.H. 1986. Identifikasi tanaman pendukung lebah melalui bentuk serbuk sari
yang terdapat didalam stup lebah madu (Apis indica Ferb). Prosiding
Lokakarya Pembudidayaan Lebah Madu untuk Peningkatan
Kesejahteraan Masyarakat. Sukabumi, 20-22 Mei 1986. Perum
Perhutani, Jakarta. Hal 293-302.
Woo, K.S. 2004. Use of bee venom and propolis for apitherapy in Korea. In:
Proceeding of the 7th Asian Apicultural Association and 10th
BEENET Symposium and Technofora; Los Banos, 23-27 Februari
2004. University of Philippines, Los Banos, 311-315.
Yaghoubi, S.M.J., G.R Gharbani, S. Soleimanian Zad, & R. Satari. 2006.
Antimicrobial activity of Iranian propolis and its chemical
composition. Departement of Animal Sciences, Departement of Food
Sciences and Technology. College of Agriculture, Isfahan University
of Technology, Isfahan, Iran., DARU vol. 15, No 1. 2007.
18

LAMPIRAN

Curriculum Vitae

Nama : Ariska Rahmawati


Tempat/Tgl Lahir : Bantul, 27 September 1996
Agama : Islam
Jurusan : Kehutanan
E-mail : ariskarahmawati4@gmail.com
Pengalaman Organisasi :

- Staf keputrian UKMI NF 2014/2015


- Staf Studi dan Teknologi (STEK) UKMI NF 2015/2016
- Staf Penelitian dan Pengembangan (Litbang) BEM Faperta 2015/2016

Pengalaman Menulis :

1. Juara 1 LKTI FMIPA EXPO 2013, Universitas Riau.


2. Juara 2 LKTI Product Design Competition of Industrial Engineering 2013,
UIN SUSKA Riau.
3. Finalis 6 Besar Penulisan Proposal MIPA EXPO 2016, Universitas Riau.

Karya tulis ilmiah yang pernah dibuat :

1. Pemanfaatan Barang bekas sebagai Wahana pembuatan alat destilasi sederhana untuk
pengolahan Tanaman tebu menjadi Bioethanol.
2. Permodelan sistem agrosilvopastura sebagai solusi peningkatan perekonomian
masyarakat kelurahan putat kecamatan Tanah Putih kabupaten Rokan Hilir-
Riau

Anda mungkin juga menyukai