Anda di halaman 1dari 19

50

Jurnal Wahana-Bio Volume V Juni 2011

ABSTRAK INVENTARISASI DAN KERAPATAN TUMBUHAN PALEM SUKU PALMACEA YANG TERDAPAT DI KAWASAN AIR TERJUN HUTAN LINDUNG GUNUNG GEDAMBAAN DESA GEDAMBAAN KABUPATEN KOTABARU Oleh: Gina Ariana, Noorhidayati, Aminuddin P.P

Palem adalah tumbuhan hias yang bersifat kosmopolitan, keberadaannya ditemukan di daerah tropis dan subtropis, di dataran rendah dan tinggi, di pegunungan dan di pantai, di tanah yang subur dan gersang. Di kawasan Air Terjun Hutan Lindung desa Gedambaan kabupaten Kotabaru ditemukan berbagai jenis tumbuhan palem. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui jenis-jenis tumbuhan palem dan kerapatan tumbuhan palem yang terdapat di daerah tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan teknik observasi yaitu terjun langsung ke lapangan. Pengamatan dan pengambilan sampel menggunakan metode jelajah dengan luas daerah sekitar (1500 x 750) m2 yang dibagi menjadi empat lokasi penelitian sesuai arah mata angin. Tumbuhan palem yang ditemukan di Kawasan Air Terjun Hutan Lindung gunung Gedambaan desa Gedambaan kabupaten Kotabaru 16 jenis yaitu Calamus sp 1, Calamus manan Miq, Daemonorops sp 1, Korthalsia scaphigera, Calamus sp 2, Calamus sp 3, Daemonorops sp 2, Calamus ovoideus, Caryota monostachya, Salacca edulis Reinw, Chamaedorea verapanzensis, Calamus radicalis, Calamus sp 4, Ampar tikar, Cocus nucifera, dan Arenga pinnata yang termasuk dalam 8 marga. Kerapatan tumbuhan Palem yaitu berkisar antara 0,009 perHa 1,404 perHa. Kerapatan tumbuhan palem terbesar adalah marga Daemonorops dan Calamus, sedangkan terkecil adalah Arenga pinnata. Tingkat kerapatan tumbuhan palem dalam kawasan tersebut berdasarkan Indeks Keragaman (H) adalah kurang melimpah. Kata kunci: inventarisasi, kerapatan jenis palem, desa gedambaan

LATAR BELAKANG Palem adalah tumbuhan hias yang bersifat kosmopolitan, keberadaannya ditemukan di daerah tropis dan subtropis, di dataran rendah dan tinggi, di pegunungan dan di pantai, di tanah yang subur dan gersang (Anonim, 2008a). Menurut Irwanto (2008) adanya

keanekaragaman ekosistem yang tinggi, kekayaan jenis dan endemisme

51
Jurnal Wahana-Bio Volume V Juni 2011

dapat terancam dengan perkembangan ekonomi dan jumlah populasi manusia. Negara Indonesia memiliki daftar terpanjang jumlah jenis yang terancam punah di dunia. Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1999 terdapat 12 jenis palem yang dilindungi, yaitu Borrassodendron borneensis (Bindang), Caryota no (Palem raja), Ceratolobus glaucescens (Palem Jawa), Cystostachys lakka (Pinang merah Kalimantan), Cystostachys ronda (Pinang merah Bangka), Eugeissona utilis (Bertan), Johanneste ijsmaria altifrons (Daun payung), Livistona sp. (Palem kipas Sumatera (semua jenis), Nenga gajah (Palem Sumatera), Phoenix paludosa (Korma rawa), Pigafatta filaris (Manga) dan Pinanga javana (Pinang Jawa) (Irwanto, 2008). Beberapa jenis Arecaceae diketahui memiliki arti penting sebagai sumber karbohidrat berupa pati atau gula pada aren (Arenga pinnata), sagu (Metroxylon sagu) dan kelapa (Cocos nucifera), dapat sebagai minuman atau buah seperti aren, kelapa dan salak (Salacca sp.), juga sebagai bahan dasar minyak, seperti kelapa dan kelapa sawit (Elaeis gueneensis), bahan anyaman untuk kerajinan rumah tangga dari rotan (Calamus sp) dan lontar (Borassus flabellifer), bahan bangunan seperti kelapa, nibung (Oncosperma tigillarium) dan wanga (Pigafetta filaris), bahan penyegar seperti pinang sirih (Areca cathecu). Penelitian yang dilakukan Hariady (2004) di Ekosistem Mangrove Pesisir Pantai Pagatan kecamatan Kusan Hilir kabupaten Tanah Bumbu menemukan 1 jenis tumbuhan palem yaitu nipah (Nypa fruticans) dan penelitian yang dilakukan Sumiarta (2008) di Tepian Sungai Martapura di desa Keliling Benteng Ilir kecamatan Sungai Tabuk kabupaten Banjar juga

menemukan 3 jenis tumbuhan palem yaitu pinang (Areca catechu), kelapa (Cocos nucifera) dan nipah (Nypa fruticans). Sedangkan penelitian mengenai tumbuhan palem secara khusus di kawasan air terjun Hutan Lindung gunung Gedambaan desa Gedambaan kabupaten

52
Jurnal Wahana-Bio Volume V Juni 2011

Kotabaru belum dilakukan, khususnya di Program Studi Pendidikan Biologi FKIP UNLAM Banjarmasin. Kawasan air terjun di Hutan Lindung gunung Gedambaan desa Gedambaan kabupaten Kotabaru Provinsi Kalimantan Selatan

merupakan hutan yang masih alami dimana disana banyak terdapat tumbuhan-tumbuhan salah satunya adalah banyak ditemukan jenis-jenis tumbuhan palem. Tumbuhan yang ada di kawasan gunung gedambaan tidak dilakukan pembudidayaan oleh masyarakat setempat dan menurut masyarakat setempat, tumbuhan palem dimanfaatkan untuk tumbuhan hias, sumber makanan dan pembuatan perabotan rumah tangga salah satunya adalah rotan. Masyarakat sering mengambil tumbuhan di sekitar kawasan air terjun tersebut tanpa ada larangan dari pengelola hutan lindung. Hal ini disebabkan karena kawasan tersebut belum dikelola secara insentif. Berdasarkan hasil survey pendahuluan di kawasan tersebut sampai saat ini data mengenai jenis-jenis tumbuhan palem dan kerapatannya belum ada. Oleh sebab itu peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian tentang jenis dan kerapatan tumbuhan palem. Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan penelitian ini adalah : Jenis-jenis tumbuhan palem apa saja yang terdapat di kawasan Air Terjun Hutan Lindung gunung Gedambaan desa Gedambaan kabupaten Kotabaru dan bagaimana kerapatan jenis-jenis tumbuhan palem yang terdapat di kawasan Air Terjun Hutan Lindung gunung Gedambaan desa Gedambaan kabupaten Kotabaru. Agar penelitian ini sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, maka permasalahan ini dibatasi pada: Jenis-jenis tumbuhan palem yang ditemukan di Kawasan Air Terjun Hutan Lindung gunung Gedambaan desa Gedambaan kabupaten Kotabaru diupayakan pengidentifikasian sampai pada tingkat jenis, tetapi jika ada tumbuhan palem yang belum ditemukan nama jenisnya, maka akan diusahakan sampai tingkat marga, kerapatan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah jumlah total tumbuhan Palem yang terdapat di kawasan Air Terjun Hutan Lindung

53
Jurnal Wahana-Bio Volume V Juni 2011

gunung Gedambaan desa Gedambaan kabupaten Kotabaru sampai kawasan air terjun 2 dengan tinggi 190 m dpl, dan pengambilan data dilakukan dengan metode jelajah, dilakukan secara diagonal sesuai arah mata angin dan dengan pusat penelitian air terjun pertama.

METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan teknik observasi yaitu terjun langsung ke lapangan dalam pengamatan dan pengambilan sampel. Populasi dan Sampel Populasi penelitian adalah semua tumbuhan palem yang ada di Kawasan Air Terjun Hutan Lindung gunung Gedambaan desa

Gedambaan, sedangkan sampel dalam penelitian ini adalah sampel total yaitu semua tumbuhan palem yang ditemukan di Kawasan Air Terjun Hutan Lindung Gedambaan yang dilakukan dengan metode jelajah atau sensus. Tempat dan Waktu Penelitian Secara keseluruhan waktu yang digunakan dalam penelitian ini adalah 6 bulan yaitu pada bulan Agustus 2008 sampai dengan Januari 2009 meliputi masa penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian, pengumpulan data, analisis data, dan penyusunan skripsi. Pengambilan data dilakukan pada bulan Oktober 2008. Alat dan Bahan Penelitian Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah rol meter atau meteran untuk mengukur jarak dengan satuan meter, handycam untuk dokumentasi kawasan penelitian yang di lakukan. Kamera digital digunakan untuk memfoto lokasi penelitian dan tumbuhan. Pisau dan parang digunakan untuk memotong bagian tumbuhan palem. Kantong plastik besar digunakan untuk menampung kantong plastik kecil yang sudah berisi masing-masing spesimen tumbuhan palem. Kantong plastik kecil digunakan untuk memisahkan jenis tumbuhan palem yang satu

54
Jurnal Wahana-Bio Volume V Juni 2011

dengan yang lainnya setelah di ambil langsung dilokasi penelitian. Kertas koran untuk pengeringan sampel herbarium. Alat Pres herbarium, digunakan untuk pengepresan sampel herbarium yang disiapkan. Buku identifikasi (sesuai daftar pustaka) untuk mengidentifikasi semua jenis tumbuhan palem yang belum diketahui nama ilmiahnya. Selotif untuk merekatkan spesimen ke kertas manila atau karton. Tali raffia untuk mengingat spesimen yang beresiko tinggi, seperti batang berduri, beracun, dan lain sebagainya. Galah digunakan untuk mengambil bagian dari tumbuhan palem yang jauh di atas batangnya, seperti buah, bunga atau daun. Alat-alat tulis, digunakan untuk keperluan menulis informasi di lapangan berkaitan dengan keseluruhan objek penelitian.Kertas label, thermometer untuk mengukur suhu udara dengan satuan berupa %. Higrometer, untuk mengukur kelembapan udara dengan satuan berupa %. Soil tester, untuk mengukur pH dan kelembaban tanah dengan satuan %. Anemometer, untuk mengukur kecepatan angin dengan satuan m/s. Lux meter, untuk mengukur intensitas cahaya dengan satuan KLux. Altimeter untuk mengukur ketinggian tempat dengan satuan m dpl. Peta kawasan desa Gedambaan untuk mengetahui posisi atau tempat penelitian. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tumbuhan palem yang terdapat di Hutan Lindung Gunung Gedambaan di Desa Gedambaan Kabupaten Kotabaru. Alkohol 40 % untuk mengawetkan sampel tumbuhan. Prosedur Penelitian Tahap Persiapan (1) Melakukan observasi lokasi penelitian yang sesuai untuk pengambilan sampel yaitu di kawasan Air Terjun Hutan Lindung gunung

Gedambaan desa Gedambaan kabupaten Kotabaru. (2) Membuat Surat Izin Penelitian (3) Mempersiapkan alat dan bahan yang akan digunakan dalam penelitian

55
Jurnal Wahana-Bio Volume V Juni 2011

Tahap Pelaksanaan 1. Menetapkan daerah penelitian untuk pengambilan sampel seluas 1500 x 750 m2 di kawasan Air Terjun Hutan Lindung gunung Gedambaan desa Gedambaan kabupaten Kotabaru. 2. Membagi kawasan penelitian menjadi 4 titik pengamatan sesuai arah mata angin dengan pusat penelitian air terjun pertama dan melakukan penelusuran sesuai lokasi penelitian. 3. Setiap ditemukan tumbuhan palem dilakukan pengamatan langsung dengan menggunakan panduan determinasi. 4. Deskripsi terhadap ciri-ciri khusus tumbuhan palem dilakukan langsung di lapangan dengan menggunakan kunci determinasi, sedangkan sampel tumbuhan yang tidak dapat diidentifikasi langsung di lapangan diambil untuk membuat herbariumnya dan diidentifikasi di penginapan. 5. Melakukan perhitungan semua tumbuhan Palem. Tumbuhan yang sudah dihitung diberi tanda dengan tali rafia untuk menghindari perhitungan kembali. 6. Pada setiap titik pengamatan dilakukan pengukuran faktor

lingkungan yang meliputi faktor-faktor, yaitu : (a) Suhu udara. (b) Kelembaban udara. (c) pH dan kelembapan tanah. (d) Kecepatan angin. (e) Ketinggian tempat. (f) Intensitas cahaya.

(g) Unsur tanah berupa N, P, S, dan Mg serta tekstur tanah. (h) Membuat dokumentasi hasil penelitian. 7. 8. Membuat herbarium dari sampel yang diambil. Sebagai data pendukung dilakukan wawancara dengan masyarakat sekitar mengenai manfaat dari tiap jenis tumbuhan palem yang ditemukan.

56
Jurnal Wahana-Bio Volume V Juni 2011

Analisis Data Data yang diperoleh dari hasil penelitian ini dianalisis secara deskriptif, dengan cara sebagai berikut: (1) Data pengamatan dianalisis berdasarkan informasi masyarakat dan pustaka yang mendukung, yaitu : (a) Steenis, 2005. (b) LIPI, 1978. (c) Januminro, 2000. (d) Heyne, K. 1987. (e) Website dari internet (2) Menghitung nilai penting kerapatan dengan menggunakan MS Ofice Excel 7.0 yang menggunakan rumus Odum (1993) sebagai berikut : Kerapatan =
Jumlah total tumbuhan keseluruha n luas

Untuk mengetahui melimpah, sedang melimpah atau kurang melimpah tumbuhan palem yang ada di Kawasan Air Terjun Hutan Lindung gunung Gedambaan desa Gedambaan kabupaten Kotabaru dapat dilihat dari Indeks Keanekaragaman. Keanekaragaman jenis yang terdapat dalam komunitas dapat diketahui dari Indeks Keanekaragaman yang menurut Odum (1971) rumusnya untuk indeks keanekaragaman jenis dari Shannon-Wienner (1963), adalah H' = -
ni ni log N N

Dengan : H' = Indeks Keanekaragaman Shannon-Wienner ni = Jumlah individu dari suatu jenis N = Jumlah total individu seluruh jenis Besarnya Indeks Keanekaragaman jenis Shannon-Wienner (1963) menurut Fachrul (2007) didefinisikan sebagai berikut: (1) Nilai H' > 3 menunjukkan bahwa keanekaragaman jenis pada suatu transek adalah melimpah tinggi.

57
Jurnal Wahana-Bio Volume V Juni 2011

(2) Nilai H' 1 H' 3 menunjukkan bahwa keanekaragaman jenis pada suatu transek adalah sedang melimpah. (3) Nilai H' < 1 menunjukkan bahwa keanekaragaman jenis pada suatu transek adalah sedikit atau rendah.

HASIL Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Kawasan Air Terjun Hutan Lindung gunung Gedambaan desa Gedambaan kabupaten Kotabaru, tumbuhan palem yang terdapat pada kawasan air terjun tersebut terdapat 16 jenis. Secara taksonomi ke-16 Palem tersebut dapat dibuat klasifikasi menurut Undang Akhmad Dasuki (1994) seperti pada tabel 1 di bawah ini:
Tabel 1 Klasifikasi Tumbuhan Palem yang ditemukan di Kawasan Air Terjun Hutan Lindung gunung Gedambaan desa Gedambaan kabupaten Kotabaru Suku Marga Arenga Jenis Arenga pinnata Calamus manan Miq Calamus ovoideus Calamus radicalis Calamus sp 1 Calamus sp 2 Calamus sp 3 Calamus sp 4 Caryota monostachya Chamaedorea verapanzensis Cocus rucifera Daemonorops sp 1 Daemonorops sp 2 Korthalsia scaphigera Mart Salacca edulis Reinw Nama Daerah Aren/enau Rotan manau Rotan belah Rotan semambu Rotan batu Rotan irit Risi Nyiur Ampar tikar Rotan seel Rotan getah Rotan semut Salak

Bangsa

Calamus

Arecales

Palmae

Caryota Chamaedorea Cocus Daemonorops Korthalsia Salacca

Untuk mengetahui kerapatan tumbuhan palem yang ada di Kawasan Air Terjun Hutan Lindung Gunung Gedambaan Kabupaten Kotabaru, dapat dilihat pada tebel 4 di bawah ini :

58
Jurnal Wahana-Bio Volume V Juni 2011

Tabel 4 Kerapatan Tumbuhan Palem yang ditemukan di Kawasan Air Terjun Hutan Lindung gunung Gedambaan desa Gedambaan kabupaten Kotabaru No Jenis Kerapatan Ind/112,5 Ha 1.404 1.262 0.444 0.436 0.364 0.213 0.204 0.151 0.124 0.089 0.071 0.062 0.062 0.044 0.018 0.009 4.951 H' H =-

ni log N

ni N

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

Chamaedorea verapanzensis Daemonorops sp 2 Calamus ovoideus Caryota monostachya Calamus sp 2 Calamus manan Mig Khorthalsia scapighera Mart Calamus sp 4 Salacca edulis Reinw Calamus sp 3 Calamus radicalis Daemonorops sp 1 Cocos nucifera L Calamus sp 1 Arenga pinnata Ampar tikar Jumlah

0.147 0.142 0.083 0.082 0.073 0.051 0.049 0.040 0.034 0.027 0.023 0.020 0.020 0.016 0.007 0.004 0.814

PEMBAHASAN Berdasarkan tabel 4 kerapatan tumbuhan palem yang ditemukan di Kawasan Air Terjun Hutan Lindung gunung Gedambaan desa Gedambaan kabupaten Kotabaru memiliki kerapatan berbeda-beda. Subahar (1995), menyatakan bahwa pengukuran populasi suatu

tumbuhan dipengaruhi oleh faktor, yaitu natalitas, mortalitas, migrasi dan kondisi lingkungan. Kerapatan tumbuhan palem yang terdapat pada gunung Gedambaan, diduga hanya dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu natalitas, mortalitas dan kondisi lingkungan. Penjelasan dan bagaimana peranan ketiga faktor tersebut dapat diuraikan sebagai berikut. Natalitas merupakan salah satu faktor yang dapat berperan dalam tingginya kerapatan suatu jenis yang dapat dilihat dari banyaknya anakan yang ditemukan pada saat pengamatan yang banyak terdapat di sekitar tumbuhan palem dewasa. Tumbuhan palem yang memiliki kerapatan paling tinggi adalah marga Daemonorops dan

59
Jurnal Wahana-Bio Volume V Juni 2011

Calamus hal tersebut ditunjukkan pada hasil penelitian bahwa yang ditemukan banyak anakan. Menurut Subahar (1995), menjelaskan bahwa suatu populasi dikatakan memiliki kerapatan tinggi atau besar disebabkan oleh pertumbuhan populasi akan menjadi besar apa bila tiap-tiap jenis menghasilkan banyak anakan dan masing-masing dapat hidup untuk reproduksi sehingga jenis tersebut akan bertambah banyak dan menyebabkan kerapatannya tinggi. Marga Daemonorops dan Calamus menurut LIPI (1978), dapat berkembang biak dengan menggunakan biji. Selain itu, marga

Daemonorops dan Calamus ini juga dapat berkembang biak dengan tunas yang dapat tumbuh pada pangkal batangnya sehingga tumbuhnya berumpun dan banyak ditemukan anakan pada suatu daerah, sedangkan Caryota monostachya memperbanyak diri dengan menggunakan biji dan tunas dari pangkal batangnya dapat membentuk pohon, tetapi umur dari Caryota monostachya lebih singkat dan kecepatan tumbuhnya lebih lambat. Tumbuhan palem yang memiliki kerapatan rendah atau kecil adalah Arenga pinnata. Jenis palem ini pada saat pengamatan tidak ditemukan anakannya. Dalam hal ini kemampuan jenis palem tersebut untuk bereproduksi sangat rendah sehingga jarang sekali ditemukan anakan disekitar tumbuhan dewasa. Dijelaskan oleh Subahar (1995), pertumbuhan populasi akan menjadi kecil apabila sedikitnya anakan yang ditemukan. Dengan demikian indikasi kerapatan populasi rendah bila sedikit ditemukan anakan. Arenga pinnata menurut LIPI (1978), berkembang biak dengan biji, dengan perantara hewan seperti musang dan tupai untuk

menyebarkan bijinya sehingga jumlah dari palem tersebut kecil. Untuk pembiakan dengan cara mengambil buah aren yang sudah masak sulit dilakukan karena kulit buah aren ini dapat menyebabkan gatal-gatal pada kulit. Masa dormansi biji lamanya 12-13 hari sudah bisa berkecambah tetapi baru bisa muncul kepermukaan sekitar 3 minggu, kalau biji aren

60
Jurnal Wahana-Bio Volume V Juni 2011

sudah berkecambah pasti akan tumbuh berdesak-desakan sehingga dapat menyebabkan kematian pada tunas. Dengan kondisi tersebut menyebakan perkembangbiakan untuk menjadi tumbuhan baru terhambat dan mengakibatkan kerapatannya menjadi kecil. Faktor yang kedua adalah Mortalitas. Mortalitas ini dapat menyebabkan suatu jenis tumbuhan itu memiliki kerapatan yang tinggi atau rendah seperti marga Daemonorops dan Calamus memiliki nilai kerapatan yang tinggi. Hal ini diduga karena pada saat pengambilan data jarang sekali ditemukan tumbuhan dewasa maupun anakan yang mati atau tumbuhan yang sudah kering. Marga Daemonorops dan Calamus memiliki kemampuan bertahan terhadap kondisi lingkungan yang ada pada daerah tersebut. Kondisi lingkungan yang ada mendukung pertumbuhan marga Daemonorops dan Calamus terutama ketinggian tempat dan kelembaban tanah dan udara yang cukup tinggi, sehingga tingkat kematian dari marga tersebut kecil mengakibatkan kerapatannya tinggi. Menurut LIPI (1978), menjelaskan tumbuhan dari marga Calamus dan Daemonorops, tumbuh dengan baik pada ketinggian 0 600 m dpl, serta lebih menghendaki curah hujan sepanjang tahun. Curah hujan sepanjang tahun berkaitan erat dengan faktor lingkungan berupa kelembaban yang cukup tinggi, baik kelembaban tanah maupun kelembaban udara. Mortalitas hampir selalu tinggi pada kerapatan yang sangat tinggi, disebabkan oleh bahaya berdesakan berlebihan. Tetapi mortalitas juga bisa sangat tinggi pada kerapatan yang cukup rendah, oleh karena beberapa individu dalam suatu jenis tertentu seringkali dapat langsung hidup lebih baik di dalam suatu periode beban jika dibandingkan dengan individu tunggal melewati periode beban tersebut. Palem Arenga pinnata tidak dapat bersaing dengan tumbuhan yang ada disekitarnya untuk mendapatkan nutrisi sehingga tumbuhan palem tersebut akan mati jika tidak dapat bertahan.

61
Jurnal Wahana-Bio Volume V Juni 2011

Selain

natalitas

dan

mortalitas,

Kondisi

Habitat

juga

mempengaruhi kerapatan suatu jenis. marga Daemonorops dan Calamus yang memiliki kerapatan tinggi jika dilihat dari kondisi habitatnya dapat diduga tingginya kerapatan jenis palem tersebut dikarenakan kondisi lingkungan yang ada di kawasan tersebut, terutama ketinggian tempat dan kelembaban yang mendukung untuk hidupnya dalam memperoleh ruang yang ideal, serta ketersediaan nutrisi bagi tumbuhan tersebut terpenuhi dan dapatnya bersaing dengan tumbuhan yang ada disekitarnya sehingga kerapatan tumbuhan palem tersebut tinggi. Jenis yang memiliki kerapatan yang tinggi dikarenakan mempunyai jumlah yang banyak serta

penyebaran luas. Hal tersebut disebabkan pertumbuhannya yang cepat dan tumbuhnya ada yang berumpun dan tunggal, sehingga dalam satu kawasan penelitian banyak ditemukan. Selain itu, perkembangan dari marga Daemonorops dan Calamus agak mudah artinya biji dari marga tersebut mudah tumbuh menjadi tunas. Hal tersebut disebabkan karena biji memiliki selaput yang cukup tipis sehingga memudahkan air masuk ke dalam biji dan dapat mempercepat masa dormansi biji menjadi tunas. Di samping itu, ditunjang oleh faktor fisik lingkungan, yaitu kelembaban tanah yang berhubungan dengan ketersediaan air dalam tanah. Menurut Becker (1968), marga Calamus memiliki biji 1-3 yang dilapisi oleh selaput yang agak tipis dengan endosperem yang terdapat pada bagian tengah dengan memiliki 3 (tiga) bakal buah dan buah yang kering, sedangkan marga Daemonorops memiliki biji 1 (satu) yang dilapisi oleh selaput tipis dan memiliki buah yang kering, sehingga marga tersebut dapat mempercepat pertumbuhan biji menjadi tunas dan memiliki kerapatan yang tinggi. Berdasarkan pengukuran diketahui bahwa untuk ketingian tempat penelitian berkisar antara 20 190 mdpl dan kelembaban tanah yang cukup yaitu berkisar antara 48 % 80 % dan kelembaban udara yang tinggi berkisar antara 76 % 94 %. Menurut LIPI (1978), menyatakan bahwa untuk tumbuhan marga Calamus dan Daemonorops, tumbuh

62
Jurnal Wahana-Bio Volume V Juni 2011

dengan baik pada ketinggian 0 600 mdpl, serta lebih menghendaki curah hujan sepanjang tahun. Curah hujan sepanjang tahun berkaitan erat dengan faktor lingkungan berupa kelembaban yang cukup tinggi, baik kelembaban tanah maupun kelembaban udara. Kerapatan yang rendah disebabkan karena jumlahnya yang sedikit dan penyebarannya terbatas. Hal tersebut dipengaruhi oleh kondisi habitat yang tidak sesuai dengan pertumbuhannya dan tidak mampu beradaptasi dengan kondisi lingkungan. Kondisi habitat yang

mempengaruh terutama faktor fisik dan kimia lingkungan, sehingga pertumbuhan dan penyebarannya terhambat. Jenis palem yang memiliki kerapatan terendah adalah Arenga pinnata (tabel 4). Jenis palem ini memiliki jumlah yang paling sedikit dibandingkan dengan yang lain, yang hanya ditemukan pada daerah lembah dekat dengan pemukiman penduduk. Hal tersebut disebabkan kondisi habitat yang tidak sesuai dengan pertumbuhannya dan tidak mampu beradaptasi dengan faktor fisik dan kimia lingkungan, karena Arenga pinnata memiliki buah yang terdiri dari dua lapisan, yaitu pada lapisan luar tipis dan kaku, sedangkan pada lapisan dalam tebal, lunak dan berair, sehingga memperlambat pertumbuhan biji menjadi tunas karena biji terdapat pada bagian yang lunak dan masa dormansi palem tersebut agak lama. Selain itu juga dikarenakan adanya aktivitas manusia yang mamanfaatkan jenis palem ini untuk kehidupannya. Menurut Steenis (2005), Arenga pinnata memiliki buah yang termasuk buah buni bulat peluru, artinya buah yang dindingnya mempunyai dua lapisan, yaitu lapisan luar yang tipis agak menjangat atau kaku seperti kulit dan lapisan dalam yang tebal, lunak dan berair. Bijibijinya terdapat bebas dalam bagian yang lunak. Faktor fisik lingkungan yang kurang mendukung terutama, penerimaan cahaya, ketersediaan air dan kelembaban tanah. Arenga pinnata dapat tumbuh baik pada daerah yang terbuka dengan penyinaran matahari yang penuh serta biasanya tumbuh baik pada daerah yang dekat

63
Jurnal Wahana-Bio Volume V Juni 2011

aliran air. Berdasarkan pengamatan diketahui bahwa jenis ini hanya terdapat pada daerah lembah / dekat pemukiman penduduk. Hal ini dikarenakan daerah merupakan daerah yang terbuka dengan penyinaran matahari yang cukup tinggi, sehingga intensitas cahayanya tinggi yaitu berkisar antara 21,5 24,4 K.lux. Pada daerah pengamatan lainnya memiliki intensitas cahaya yang cukup rendah yaitu berkisar antara 5,42 9,01 K.lux. Hal ini disebabkan daerah tersebut merupakan hutan yang memiliki kanopi besar dari tumbuhan lainnya, sehingga daya tembus sinar matahari ke permukaan kurang. Selain itu kelembaban tanah juga menajdi faktor pembatas pertumbuhan jenis palem ini yang berkaitan dengan ketersediaan air dalam tanah, dimana berdasarkan pengukuran diketahui bahwa

kelembaban tanah cukup rendah yanitu berkisar antara 48 % 68 %. Menurut LIPI (1978) menyatakan bahwa palem Arenga pinnata menyukai tempat-tempat dekat aliran sungai, atau ditempat-tempat yang terbuka dengan penyinaran matahari penuh. Selain faktor lingkungan yang tidak sesuai, hal ini disebabkan karena ada aktivitas manusia seperti pembukaan lahan baru oleh masyarakat dan biasanya ditebang oleh masyarakat tanpa ada

penanaman kembali serta memanfaatkan tumbuhan tersebut untuk kebutuhan hidupnya, tanpa adanya usaha penanaman kembali.

Berdasarkan informasi masyarakat diketahui bahwa Arenga pinnata diambil air arennya yang dimanfaatkan untuk membuat gula merah, dan buahnya digunakan sebagai makanan, serta batangnya untuk bahan bangunan. Faktor pendukung lainnya antara lain suhu udara yang berkisar antara 30 oC31oC, kecepatan angin yang berkisar antara 0.32-1.24 m/s, pH tanah yang cukup netral yaitu berkisar antara 6,4 6,8, ketinggian tempat berkisar antara 80-190 mdpl dan serta unsur kimia tanah terutama N, S, P, Mg. Faktor lingkungan tersebut juga dapat berperan dalam menentukan kerapatan tumbuhan palem.

64
Jurnal Wahana-Bio Volume V Juni 2011

Tumbuhan Palem membutuhkan unsur hara makro yaitu nitrogen (N), sulfur (S), fosfor (P), dan magnesium (Mg). Palem merupakan tumbuhan khas tropika, terutama tumbuhan di kawasan hutan tropika basah yang heterogen. Tempat tumbuh palem pada umumnya di daerah tanah berawa, tanah kering hingga tanah pegunungan. Ketinggian tempat untuk tumbuhan palem dapat mencapai 2900 m dpl, beriklim basah dengan suhu udara berkisar 24oC30oC. Secara alami, palem selama perkembangan dan pertumbuhannya selalu mengarah keatas menuju cahaya matahari, oleh sebab itu cahaya merupakan faktor lingkungan yang sangat berperan dalam proses pertumbuhan dan perkembangan palem yang berkisar antara 5 K.Lux 24 K.Lux. Menurut Fachrul (2007) nilai Indeks keanekaragaman < 1 menunjukkan bahwa keanekaragaman jenis pada suatu transek adalah sedikit atau rendah, indeks keragaman 1 3 menunjukan bahwa sedang melimpah dan indeks keragaman > 3, berarti melimpah. Berdasarkan tabel 4.2.1 Indeks Keanekaragaman tumbuhan palem di Kawasan Air Terjun Hutan Lindung gunung Gedambaan desa Gedambaan kabupaten Kotabaru diketahui kurang melimpah atau rendah, dilihat dari hasil perhitungannya yaitu 0.984. Oleh karena itu diketahui bahwa tumbuhan palem yang ada di Kawasan tersebut memiliki jenis dan jumlah sedikit. Hal ini dikarenakan adanya aktivitas manusia terutama dalam pembukaan lahan dan memanfaatkan sebagian besar jenis tumbuhan palem yang ada di daerah tersebut serta tidak adanya upaya masyarakat setempat untuk melalukan pembudidayaan terhadap

tumbuhan palem. Hal ini dapat dilihat dari persentasi hasil wawancara dengan masyarakat sektiar, bahwa 100% masyarakat menyatakan menebang palem tanpa adanya usah penanaman kembali (tabel 4.1.3). Walaupun ada beberapa tumbuhan palem yang memiliki nilai kerapatan tinggi, hal ini tidak akan menjamin tumbuhan palem tersebut melimpah, dikarenakan masyarakat sekitar selalu mengambil tumbuhan palem tanpa adanya usaha untuk menanamnya kembali dan sebagian besar tumbuhan

65
Jurnal Wahana-Bio Volume V Juni 2011

palem yang ada pada daerah tersebut tumbuh secara liar tanpa ditanam (lampiran 11). Untuk ketersedian unsur hara dalam tanah pada daerah tersebut cukup besar terutama unsur N berkisar antara 0,21 % - 0,33 %, unsur S berkisar antara 201,45 % - 228,10 %, unsur P berkisar antara 14,42 % 20,85 % dan unsur Mg berkisar antara 0,27 % - 0,32% yang diperlukan oleh tumbuhan palem serta tekstur tanah pada kawasan tersebut mulai dari pasir berkisar antara 4,18 % - 6,69 %, debu berkisar antara 70,50 % 73,39 % dan liat berkisar antara 20,79 % - 23,18 %. Menurut Buckman (1982), kandungan unsur hara dalam tanah yang baik bagi tumbuhan yaitu Nitrogen (N) berkisar antara 0,15 % 3,000 %, Fosfor (P) berkisar antara 0,04 % 0,800 %, Sulfur (S) berkisar antara 0,04 % 0,800 % dan Magnesium (Mg) berkisar antara 0,30 % 6,000 %. Syafie dan Taufikurrahman (1994), menyatakan bahwa tekstur tanah yang memiliki kandungan pasir berkisar antara 4,18 % - 6,69 %, debu berkisar antara 70,50 % - 73,39 % dan liat berkisar antara 20,79 % 23,18 % termasuk kedalam jenis tanah lempung berpasir, sedangkan menurut Anonim (2005), menjelaskan bahwa palem dapat tumbuh pada daerah tanah berawa, tanah kering hingga tanah pegunungan, sehingga tanah yang ada pada kawasan tersebut mendukung bagi hidupnya palem. Hal yang menyebabkan kurang melimpahnya tumbuhan palem di daerah tersebut disebabkan oleh aktivitas manusia.

KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan dapat diambil kesimpulan bahwa di kawasan wisata air terjun gunung gedambaan Desa Gedambaan Kabupaten Kotabaru jenis-jenis tumbuhan palem yang ditemukan adalah 16 jenis yaitu : Calamus sp 1, Calamus manan Miq, Daemonorops sp 1, Korthalsia scaphigera, Calamus sp 2, Calamus sp 3, Daemonorops sp 2, Calamus ovoideus, Caryota monostachya, Salacca

66
Jurnal Wahana-Bio Volume V Juni 2011

edulis Reinw, Chamaedorea verapanzensis, Calamus radicalis, Calamus sp 4, Ampar tikar, Cocus rucifera, dan Arenga pinnata. Kerapatan tumbuhan Palem berkisar antara 0,009 perHa 1,404 perHa. Kerapatan tumbuhan palem terbesar adalah Marga Daemonorops dan Calamus, sedangkan yang terkecil adalah Arenga pinnata. Tingkat kerapatan tumbuhan palem pada kawasan tersebut berdasarkan Indeks Keragaman (H) adalah kurang melimpah. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, perlu diadakan penelitian lebih lanjut mengenai pola distribusi dan pemanfaatan dari tiap-tiap tumbuhan palem yang ditemukan. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap jenis tumbuhan Palem 1, Palem 5, Palem 6, Palem 13 (Calamus sp 1, Calamus sp 2, Calamus sp 3, Calamus sp 4), Palem 3 dan Palem 6 (Daemonorops sp1 dan Daemonorops sp 2) yang belum ditemukan namanya, tetapi hanya sampai tingkat marga yang diketahui dan jenis palem 14 yang belum ditemukan namanya, bahkan sampai tingkat marga masih belum bisa ditentukan. DAFTAR PUSTAKA Buckman, Harry O dan Nyle C. Brady. 1982. Ilmu Tanah. Bhratara Karya Aksara, Jakarta. Dasuki, Undang Akhmad. 1994. Bahan Kuliah dan Penuntun Praktikum Sistematik Tumbuhan Tinggi. Jurusan Biologi ITB, Bandung. Fachrul, Melati Ferianita. 2007. Metode Sampling Bioekologi. Bumi Aksara, Jakarta. Guangtian, Yin. 2008. Cultivation methods for Calamus simplicifolius. http://www.bioversityinternational.org/publications/Web_version/57 6/ch14.htm (Diakses : Jumat/26 Desember 2008). Hadi, F. 2008. Flora Taman Nasional Ujung Kulon. Balai taman Nasional Ujung Kulo, Banten. http://www.ujung-kulon.net/flora4.php (Diakses : Rabu/15 Desember 2008). Hariady. 2004. Struktur Vegetasi Ekosistem Mangrove Pesisir Pantai Pagatan Kecamatan Kusan Hilir Kabupaten Tanah Bumbu. Skripsi.

67
Jurnal Wahana-Bio Volume V Juni 2011

Program Studi Pendidikan Biologi. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. UNLAM. Banjarmasin. (tidak dipublikasikan). Heddy, S. & Kurniati, M. 1994. Prinsip-prinsip Dasar Ekologi Suatu Bahasan Tentang Kaidah Ekologi dan Penerapannya. PT. Raja Gravindo, Jakarta. Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia 1. Yayasan Sarana Wana Jaya, Jakarta. Irwanto, Rony. 2008. Koleksi Palem (Arecaeae). http://resyifa_laily.blogs.friendster.com/l_a_i_l_y_s_blog/2007/06/me ngapa_harus_b.html (Diakses : Sabtu/28 Juni 2008). Inforkom, KL. 2008. Pohon Apa Manfaat Sebenarnya?. http://forkomklfkmunhas.wordpress.com/2008/03/12/pohon-apamanfaat-sebenarnya/ (Diakses : Selasa/8 Juli 2008). Janumirno. 2000. Rotan Indonesia. Kanisius. Yogyakarta Kartaspoetra, G. 1996. Budidaya Tumbuhan Berkhasiat Obat. Rineka Cipta, Jakarta. Lembaga Biologi Nasional LIPI. 1978. Palem Indonesia. Balai Pustaka, Jakarta. Loveless, A.R. 1989. Prinsip-prinsip Biologi Tumbuhan Untuk Daerah Tropik 2. Gramedia. Jakarta. Mace, G. M dan R. Lande. 1991. Assessing Extinctionof IUCN Threatened Species Of Categorie. Conservation Biology 5. Michael, P. 1995. Metode Ekologi Untuk Penyelidikan Ladang Dan Laboratorium. Universitas Indonesia. Jakarta. Odum, Eugene P. 1998. Dasar-Dasar Ekologi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Razali Mohd, Dransfield, J., & Manokaran, N., 1992. A guide to the cultivation of rattan. Malaysian Forest Records No. 35. Forest Research Institute Malaysia www.kew.org/ksheets/rattan.htm (Diakses : Jumat/26 Desember 2008). Silbelring, Norm. 2007. Calamus radicalis. http//.silberling@bigpond.com (Diakses : Selasa/02 Desember 2008).

68
Jurnal Wahana-Bio Volume V Juni 2011

_________________. Chamaedorea verapazensis. http//.silberling@bigpond.com Siregar, Edy Batara Mulya. 2005. Inventarisasi Jenis Palem (Arecaceae) pada Kawasan Hutan Dataran Rendah Di Stasiun Penelitian Sikundur (Kawasan Ekosistem Leoser) Kabupaten Langkat. Fakultas Pertanian Program Studi Kehutanan Universitas Sumatera Utara. http://library.usu.ac.id/download/fp/hutan-edi%20batara12.pdf (Diakses : Jumat/26 Desember 2008). Soeseno, Slamet. 1992. Bertanam Aren. Penebar Swadaya, Jakarta. Steenis, C.G.G.J, Van, dkk. 2005. Flora. Pradnya Paramita, Jakarta. Subahar, Tati. 1995. Kerapatan dan Pola Distribusi. Bandung. Sudarnadi, H. 2000. Yogyakarta. Tumbuhan Monokotil. Penebar Swadaya,

Sumiarta, I Nyoman. 2008. Komposisi dan Struktur Tepian Sungai Martapura di Desa Keliling Benteng Ilir Kecamatan Sungai Tabuk Kabupaten Banjar. Skripsi. Program Studi Pendidikan Biologi. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. UNLAM. Banjarmasin. (tidak dipublikasikan). Syafei & Taufikurahman. 1994. Pengantar Ekologi Tumbuhan. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam ITB. Bandung. Tjitrosoepomo, Gembong. 1998. Taksonomi Umum Taksonomi Tumbuhan). UGM Press, Yogyakarta. Topan. 2005. Palem (Palem Putri, Botol, Merah dan Raja). http://forum.linux.or.id/viewtopic.php?f=2&t=2179 (Diakses : Rabu/25 Juni 2008). Wood, Brian J. 2005. Caryota monostachya. http//palmguide.org/images.php?family=ARECACEAE... (Diakses : Rabu/14 Januari 2009). (Dasar-dasar

Anda mungkin juga menyukai