Anda di halaman 1dari 67

KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT MELAYU

TERHADAP HUTAN DAN TANAH


Peranan Hutan dan Tanah Bagi Masyarakat Melayu

Sumber makanan, minuman, obat-

1 obatan, bahan peralatan, memberi


perlindungan dan kenyamanan, warisan
yang harus dipertahankan.

Bagi masyarakat Melayu, hutan dan tanah

2
tidak dapat dipisahkan, sehingga disebut
“Hutan Tanah” yang terdiri dari pulau,
sungai, suak, tasik, danau, bukit, pematang,
dan seluruh isinya.
Kearifan Lokal Masyarakat Melayu Terhadap Hutan dan
Tanah
Untuk melindungi alam sehingga flora, fauna, tanah, dan
laut tidak dirusak, para dukun dan tetua Melayu membuat
analogi seperti:
 Binatang liar dan burung dikawal oleh Sikodi
 Pohon dan hutan belantara dikawal oleh Mambang
dan Orang Bunian
 Tanah dikawal oleh Jembalang
 Cerita mengenai Kancil sebagai simbol
kecendekiawanan dalam dunia Melayu
 Gergasi memiliki gigi sebesar kampak, bulunya seperti
ijuk, dan berjalan dengan tumit kedepan.
Kearifan Lokal Masyarakat Melayu Terhadap Hutan dan
Tanah

Masyarakat Melayu sangat mementingkan adat sehingga


mengatakan

“Biar Mati Anak Asal Jangan Mati Adat”.

Ungkapan ini bermakna adat hendaknya jangan bergantung


kepada hidup mati seseorang, tetapi terpelihara oleh
masyarakat yang memerlukannya. (Hamidy, 1997)

Adat Melayu mengatur pemanfaatan hutan tanah beserta isinya


dengan cermat untuk kepentingan bersama.
Kearifan Lokal Masyarakat Melayu Terhadap Hutan dan
Tanah
1. Adat tentang membuat ladang
a. Menilik Tanah, yaitu meneliti tingkat kesuburan tanah, letak, luas,
dsb.

b. Mematut Tanah, yaitu mengatur lahan.

c. Besolang, yaitu bergotong royong membuka lahan.


2. Adat Tentang Rimba Larangan
a. Adat Jaga Pelihara, menjaga dan memelihara rimba larangan.

b. Adat Sialang, mengatur pemeliharaan dan pemanfaatan


kepungan sialang dan pohon sialang.
c. Adat Beramu, mengatur peramuan kayu dan hasil hutan lainnya
tanpa merusak struktur dan fungsi hutan.
Kearifan Lokal Suku Talang
Mamak Dalam Pengelolaan
Hutan
1. Perencanaan
Masyarakat Talang mamak memiliki pengetahuan
lokal (tata ruang lahan yaitu pemukiman,
perladangan, perkebunan, tanah keramat, dan
kalender musim tradisional).
2. Pemanfaatan
Pemanfaatan sumber daya hutan dilakukan
dengan mempertimbangkan keberlanjutan, fungsi
dan produktivitas hutan (sistem agroforestry).
3. Pengendalian
Adanya upaya pencegahan, penanggulangan, dan
pemulihan melalui pantang larang dengan kendali
pimpinan adat.
4. Pemeliharaan
Adanya upaya konservasi, pencadangan, dan
pelestarian hutan melalui sistem kerja gotong
royong dan kepercayaan.
5. Pengawasan
Struktur dan fungsi pimpinan adat.
6. Penegakan Hukum
Hukum adat Talang Mamak mengatur tentang
keberadaan Tanah Keramat.
Tradisi Menumbai Madu Pohon
Sialang di Desa Betung
Kecamatan Pangkalan Kuras
Kabupaten Pelalawan
1. Sang juagan menyanyikan lagu yang bertujuan
untuk memuja lebah yang menunggui atau tinggal
pada pohon Sialang.

2. Sang juagan membaca mantra-mantra atau pantun-


pantun. Tujuan pantun dibacakan adalah untuk
“menjinakkan” lebah madu, untuk membuat
mereka nonap (tidur), dan meminta perlindungan
kepada Tuhan dari bahaya yang akan terjadi.

3. Selanjutnya, juagan mengelilingi pohon sialang


dengan menggunakan tunam yang terbuat dari
sabut kelapa dibalut kulit kayu.
4. Setelah itu, juagan menepuk pohon sialang (paling
banyak 3 tepukan) untuk memastikan apakah lebah
memberikan izin atau tidak. Apabila lebah
berbunyi, maka itu pertanda lebah setuju dan
prosesi dilanjutkan.

5. Prosesi terakhir, juagan memanjat pohon sialang


sampai pada dahan pohon yang terdapat sarang
lebah, kemudian sang juagan akan menggoyang
tunam sebanyak 3 kali dan menjatuhkan api ketanah
sehingga lebah keluar dari sarang mengikuti api
tersebut. Saat itulah proses panen madu lebah
dilakukan.
6. Selanjutnya, sarang yang disobek dan madu
yang diperoleh dimasukkan kedalam timbo.
Timbo tersebut dijulurkan ke tanah
menggunakan tali untuk disambut oleh tukang
sambut dibawah pohon sialang.
7. Setelah timbo disambut, sarang madu yang
disobek tadi disaring untuk mendapatkan
madu murni dengan menggunakan saluan.
Dari tradisi menumbai madu tersebut, nilai kearifan
lokal yang terkandung di dalamnya antara lain:
1. Masyarakat sekitar mengumpamakan pohon
sialang sebagai manusia.
2. Jika ingin mengambil madu dari sarang lebah di
pohon sialang, diperlukan niat yang bersih,
karena jika tidak, lebah akan mengamuk dan
membahayakan keselamatan pengambil madu.
3. Tumbuhnya rasa kekeluargaan yang kental, baik
antara sesama anggota masyarakat maupun
dengan masyarakatmasyarakat desa lainnya.
Kearifan Lingkungan Suku Hutan
di Propinsi Riau
 Apabila suatu kepala keluarga ingin membuka lahan
baru, terlebih dahulu memberitahukannya kepada
Batin dan secara formal dilaporkan kepada Penghulu
(Kepala Desa).
 Luas lahan yang dapat dibuka ditentukan oleh Batin,
biasanya seluas 50 depa persegi (1 depa = 1,7 m).
 Penentuan lokasi dan luas lahan diikuti dengan
pelaksanaan ritual yang dipimpin oleh dukun
(Bomo).
 Jika sebidang lahan dianggap cocok untuk usaha,
selanjutnya dilakukan penebasan belukar oleh
perempuan dan anak-anak, sedangkan laki-laki
dewasa menebang pohon besar.
 Kayu dan semak belukar yang sudah ditebas
dibiarkan mengering untuk kemudian dibakar
dan dibersihkan.
 Diatas lahan yang dibuka, dibangun rumah yang
sekaligus sebagai pertanda hak milik secara
adat.
 Lahan kemudian ditanami tanaman produktif
(ubi, talas, pisang, nenas, pepaya, dsb) dengan
pola agroforestry.
Pengelolaan Hutan Larangan Adat
Rumbio Kecamatan Rumbio
Kabupaten Kampar
1. Perencanaan
Perencanaan dalam menjaga Hutan Larangan Adat
Rumbio ini didasarkan pada pentingnya hutan
untuk flora, fauna, dan suku disekitarnya
2. Pemanfaatan
Pemanfaatan segala sesuatu yang ada di dalam
Hutan Larangan Adat Rumbio hanya diperbolehkan
untuk kepentingan sosial kaum persukuan dan
harus melalui persetujuan penghulu adat atau ninik
mamak sebagaimana hukum adat yang berlaku.
3. Pengendalian
Diantara nilai-nilai adat yang dimiliki oleh suku
Kanagarian Rumbio adalah aturan yang disebut
dengan Sumpah Kowi yang berbunyi “Tatayok
dikambalikan, tamakan dimuntahkan”. Artinya,
rimbo (hutan) larangan adat yang terlanjur
diolah atau diambil (tatayok) harus dikembalikan
menjadi pusaka adat, jangan sampai termakan
(tamakan) untuk kebutuhan diri sendiri.
Masyarakat hutan larangan adat juga
menerapkan “tangan mencencang, bahu
memikul”, yang artinya setiap tindakan yang kita
lakukan, kita harus menerima resikonya.
4. Pengawasan
Hutan larangan adat telah memiliki petugas-
petugas yang mengawasi sesuai dengan suku
adat masing-masing persukuan. Ninik mamak
secara sukarela juga melakukan pengawasan
secara kontinu.
5. Penegakan Hukum
Jika terdapat pelanggaran terhadap Hutan
Larangan Adat ini, maka para tetua adat seperti
ninik mamak akan mengadilinya di balai adat
dan pengadilannya terkesan secara kekeluargaan
dan berpedoman kepada adat desa Rumbio.
Pengelolaan Hutan Ulayat Rimbo
7 Danau
Kabupaten Kampar
1. Perencanaan
Hutan Ulayat Rimbo 7 Danau awalnya
merupakan milik suku adat, kemudian ninik
mamak dan suku desa berinisiatif untuk
menyelamatkan hutan tersebut yang
merupakan sumber air utama bagi
keberlanjutan produktivitas danau. Setelah
dilakukan musyawarah, maka mereka
memutuskan untuk menyerahkan hutan
tersebut kepada pemerintah Propinsi Riau
untuk dijadikan sebagai kawasan taman wisata
alam.
2. Pemanfaatan
Hutan ulayat rimbo 7 danau dimanfaatkan sebagai
kawasan taman wisata alam, tempat penelitian, serta
tempat perlindungan flora dan fauna.
3. Pengendalian
Untuk menjaga kelestarian hutan, maka ditetapkan
beberapa larangan yang wajib dipatuhi semua orang,
baik pengunjung maupun suku setempat. Jika
didapati ada yang melanggar, maka akan diadili
secara adat.
4. Pengawasan
Pengawasan dilakukan oleh pemerintah dan Satuan
Petugas Penjaga Hutan Ulayat (Satgas PHU) dengan
cara patroli bergilir setiap minggunya.
Hutan Tanah Wilayat
Suku Adat Petalangan
Suku ini merupakan suku asli kecamatan
langgam, pangkalan kuras, bunut dan kuala
kampar kabupaten pelelawan.

Bagi suku petalangan, hutan tanah merupakan


tempat hidup, mencari nafkah, sumber budaya
dan sebagai pengukuhan “tuah” dan “marwah”
pebatinannya.
Fungsi sebagai pengukuhan
“tuah” dan “marwah”

Orang tua petalangan mengatakan, pesukuan


yang tidak memiliki hutan tanah ibarat:

“semut tidak bersarang, ibarat ayam tidak


bereban”.

“Bersuku tidak bertuah, berbatin tidak


bermarwah, ke laut hanyut ke darat sesat, ke
hulu malu ke hilir aib”.
Fungsi sebagai sumber
nafkah dan tempat hidup

Dalam upaya pemanfaatan hutan tahah dan


isinya sengan baik dan tidak menimbulkan
kekerusakan, ditetapkan berbagai ketentuan
adat antara lain :
 Adat mmenyusuk kampung
 Adat menyusuk dusun
 Adat berladang
 Adat rimba larangan
Fungsi sebagai sumber daya
alam

Suku petalangan meyakini bahwa “alam adalah diri kita,


merusak alam bermakna merusak didi sendiri”

Ungkapan-ungkapan petalangan selalu mengacu pada


eratnya hubungan mereka dengan alam, seperti:

“bercermin ke hutan, berkaca ke tanah, bercontoh ke


laut, bermisal ke langit”
Pemanfaatan hutan tanah
wilayat
1. “Tanah Kampung”
merupakan tempat pemukiman, di atas tanah ini
merupakan hak milik pribadi untuk perumahan dan
pekarangan.
2. “Tanah dusun”
tanah untuk berkebun tanaman keras dan cadangan
perluasan kampung
3. “Tanah peladangan”
tanah khusus tempat berladang secara berpindah-
pindah
Pemanfaatan hutan tanah
wilayat
4. “Rimba larangan”
adalah kawasan rimba belantara yang sama
sekali tidak boleh di rusak kecuali untuk
keperluan umum. Dibagi dua, yakni:
a. “Rimba kepungan sialang” sebagai tempat
tumbuh pohon kayu sialang tempat lebah
bersarang
b. “Rimba simpanan” sebagai tempat berbagai
jenis pohon dan hewan yang menjadi sumber
nafkah suku
Pelestarian hutan tanah
wilayat Said Abdulrahman:
Ketetapan
1. Adat istiadat yang berlaku dalam kerajaan
pelelawan tetap diakui dan di berlakukan
sebagaimana biasa dan raja yang baru tidak
akan mencampurinya
2. Seluruh hak milik rakyat dan pesukuan
tetaplah menjadi hak milik merekaseperti
sedia kala
3. Kedudukan kepala pesukuan dan pemangku
adattetaplah seperti semula
Pelestarian hutan tanah
4.wilayat
Maharaja Lela, (Rajs Pelelawan yang di
gnatikan Said Abdulrrahman) diangkat menjadi
pucuk batin kurang satu tigapuluh
5. Terhadap penduduk “bawaan” ketentuanya
akan diatur dan ditetapkan kemudian
Etnobotani Suku-Suku Melayu
Desa Aur Kuning Kecamatan Kampar
Kiri Hulu, Kabupaten Kampar
Pemimpin dasa ini adalah seorang ketua adat
yang di sebut “ninik mamak”. Di desa ini terdapat
tiga pemuka adat yang sesuai dengan jumlah suku
di desa ini, yakni:
Suku melayu, pemuka adat bergelar Datuk
Pucuk
Suku Domo, pemuka adat bergelar Datuk Lelo
Bangso
SukuKampar, pemuka adatnya bergelar Datuk
Mangkoto Jalelo
Menurut Elia Ernawati (2009), suku desa Aur
Kuning memanfaatkan 168 spesies dari 67 famili.
Dan 98 spesies diantaranya digunakan sebagai
tumbuhan obat.
Habitus tumbukan yang dimanfaatkan yakni:
 Pohon 35%
 Herba 23%
 Perdu 19%
 Tumbuhan memanjat 1%
A. Keanekaragaman manfaat
tumbuhan
1. Pangan
Terdapat 47 spesies bahan pangan yang biasa
digunakan suku ini mencakup makanan pokok,
sayuran dan buah.

Makanan pokoknya berupa :


Padi (Oryza sativa)
Nyola/Jelai (Hordeum vulgare)

Makanan tambahan :
Sagu (Metroxylon sagu), Jagung (Zea mays) dan
Ubi Kayu (Manihot esculenta)
1. Pangan

Areal sawah suku berupa ladang berpindah,


dengan dengan mengelola areal hutan yang
dijadikan lahan mereka.

Satu keluarga menggarap 1-2 ha areal yang


kemudian dijadikan areal sawah mereka.
2. Kayu Bakar

Jenis kayu bakar yang banyak digunakan suku


adalah kayu karet (Hevea brasiliensis) yang sudah
mati ataupun yang tidak produktif lagi.

Pohon karet banyak tumbuh di desa ini dan


masa produktifnya hanyya 10-15 tahun, setelah
itu masyarakat desa memanfaatkannya menjadi
kayu bakar
3. Obat

Suku desa Aur Kuning memanfaatkan 98 spesies


tumbuhan obat yang diketahiu dapat menyebuhkan 52
jenis penyakit.

Jenis penyakit yang paling banyak diobati dengan


tumbuhan yaitu demam (dapat diobati oleh 16 spesies
tumbuhan)

Suku ini mempercayai penggunaan daun obat jangau


(Acorus calamus) dapat menyembuhkan penyakit rematik
4. Bahan Pewarna
Adapun tumbuhan yang digunakan sebagai
pewarna antara lain:
 Kebang pukul empat, si bonai dan kesumba
(Mainan pewarna bagi anak-anak)
 Pandan wangi (Pandanus amaryllifolius),
menghasilkan warna hijau dan merupakan
pewarna makanan
 Kunyit (Curcuma longa), menghasilkan warna
kuning sebagai pewarna makanan dan pewarna
beras dalam kegiatan upacara adat.
5. Pakan Ternak

Menurut Kartikawati (2004), tumbuhan pakan ternak


merupakan tumbuhan yang memiliki konsentrasi
nutrisi rendah dan mudah dicerna yang
merupakan sumber pakan bagi satwa herbivora.

Tumbuhan yang sering digunakan suku ini yakni:


 Rumput Pait (Axonopus compressus)

 Ilalang (Imperata cylindrica)


 Cempedak (Artocarpus heterophyllus)
6. Tumbuhan Hias

Pemanfaatan spesies sebagai tumbuhan hias


didasarkan pada pola hidup suku yang sekarang
cenderung mengarah kekota.

Bibit tumbuhan hias diperoleh dengan


membeli keluar daerah , namun untuk spesies
keladi hias umumnya masih dijumpai tumbuh liar
di sekitar empat tinggal mereka.
7. Aromatik

Tumbuhan aromatik biasa digunakan suku sebagai


pewangi makanan dan pengharum. Adapun spesies yang
di manfaatkan suku ini yakni:
Kelapa (Cocos nucifera), dijadikan minyak rambut dan
endapanya (taik minyak) digunakan sebagai bahan
campuran untuk makan pulut.
Gaharu (Aquilaria malacensis) dan Cedana (Santalim
album)
8. Pestisida Nabati

Suku ini menggunaka spesies Tubo tikus ( Derris


elliptica ) sebagai pestisida nabati yang digunakan
untuk mencari ikan di sungai.
9. Bahan Upacara Adat
Spesies tumbuhan merupakan syarat suatu
upacara dapat dilakukan.

Upacara adat yang sering Spesies yang sering digunakan


menggunakan tumbuhan yakni: yakni:
•Upacara Pernikahan • Kemenyan (Styrax sp.)
•Bangun rumah • Gambir (Uncaria gambir)
•Pencak Silat • Sirih (Piper betle)
•Mandi Belimau • Pinang (Areca catechu)
• Tembakau (Nicotiana sp.)
10. Tali, Anyaman dan Kerajinan

Tumbuhan yang sering digunakan untuk


membuat anyaman adalah:
 Pandan (Pandanus sp.) yang tumbuh liar di
pinggir sungai. Digunakan untuk tikar, tempat
emping dan kombut
 Rotan (Calamus sp.) digunakan untuk membuat
ambung
B. Tingkat Kegunaan Tumbuhan
Mata pencarian utama suku Desa Aur Kuning
adalah “menakik” yakni menoreh batang pohon karet
untuk mendapatkan getah. Oleh karna itu, tumbuhan
karet (Hevea brasiliensis) merupakan tumbuhan yang
sangat penting bagi perekonomian suku.

Selain itu, tumbuhan karet juga digunakan


merupakan sumber energi sebagai kayu bakar dalam
kegiatan memasak
C. Pola pemanfaatan lahan
Pembagian lahan desa Aur Kuning
1. Tanah Wilayat (tanah milik satu suku)
Batasan untuk tiap-tiap datuk
Datuk Pucuk : Sungai biawik
Datuk Leleo Bangso : Sungai Singalo
Datuk Mangkoto Jalelo : Sungai Tikun
2. Hutan milik Ninik Mamak
Hanya boleh digunakan oleh Ninik Mamak dan
cucu kemenakanya
3. Tanah suku
Areal perumahan dan kebun
D. Tindakan Konservasi
Pemanfaatan sumber daya yang dilakukan oleh suku melayu daratan
juga dibarengi dengan aksi konservasi untuk menjaga kelestarian spesies
tumbuhan tersebut.

Tindakan dari suku ini untuk mengkoservasi adalah tindakan


membudidaya tanaman dan aturan adat melarang pemanfaatan sumberdaya
dikawasan tertentu
Pengetahuan Tumbuhan Obat
Suku Sakai
Berdasarkan hasil penelitian Yulia Resti Irawan
(2013), diperoleh 205 spesies tumbuhan yang
digunakan sebagai bahan racikan obat
tradisional oleh suku sakai.
Penggolongan tumbuhan berdasarkan jenis
penyakit, terdapat 115 jenis penyaki yang dapat
diobati.
Salah satu penyakit yang diobati di desa Sebangar
yakni penyakit demam dengan menggunakan 17
spesies tumbuhan.
Nama spesies

- Papuah ( Evodia aromatica) - Ibu-ibu ( Dyospiros sumatrana )

- Sakat ( Asplenium nidus ) - Jangkang ( Cyatoxhaliix

- Mandi Lebah ( Globa sp. ) magnificus )

- Menaah ( Horsfielia majuscula ) - Lawang ( Cinnamomum sp. )

- Kodui ( Ficus benjamina ) - Kakaik ( Ziziphus horsfieldii )

- Paga-paga ( Ixora congesta ) - Semponang ( Stephania sp. )

- Daun Bani ( Xylopia caudata ) - Sempongkah ( Discorea spp. )

- Kayu sapu ( Santiria griffthii ) - Kopau ( Licuala cf. peltata )

- Mao ( Alponsea javanica ) - Kepayang ( Macaranga sp. )


Kolaborasi Masyarakat dalam
Mengelola Hutan di Desa Segati
Lokasi : Desa Segati Kecamatan Langgam Kabupaten Pelelawan
Dusun : Segati Kampung Lama, Segati Simpang Empat dan Tasik indah
Pekerjaan utama penduduk :
 Bertani
 Mencari Ikan
 Mengambil hasil hutan (obat, rotan, madu, pandan)
 Mengambil kayu (Meranti, Kruing, Bintangur)
Pimpinan adat :
1. Datuk Antan-Antan
Bertanggung jawab atas semua kejadian yang
terjadi di Nagori Segati. Mentrinya yakni:
a. Datuk Sailelo: suku Melayu
b. Datuk Muncak : suku Sungai Mondang
c. Datuk Maindo : suku Palabi
d. Datuk Monti Mudo : suku Bedagu
e. Datuk Mandubalang : suku Salak
f. Datuk Montigola : suku Songgan
2. Datuk Batin
Bertugas mengadap raja/penghulu dan
Sistem pengaturan lahan :
 Menurut adat, penduduk diperbolehkan
membuka ladang tanpa batas maksimal selama
dapat memanfaatkan sesuai fungsinya
 Hanya boleh memanfaatkan lahan, dilarang
untuk menjualnya
 Penduduk yang memakai lahan harus
mengeluarkan zakat 10% kepada masjid
 Bagi pendatang pembukaan lahan dibatasi dan
zakat yang diserahkan, dibagi untuk desa Sagati
dan desa asal Pendatang
Pelestarian Madu Sialang dengan
Upacara Menumbai pada Masyarakat
Desa Perincit
Lokasi : Desa Perincit Kecamatan Pusako Kabupaten
Siak
Jenis tumbuhan yang dimiliki :
1. Randu ( Ceiba petandra)
2. Kayu Ara ( Ficus carica )
3. Rengas ( Gluta renghas)
4. Pulai ( Alstonia spectabilis )
5. Kempas ( Koompassia malacenssis )
6. Cempedak Air ( Artocarpus Champeden )
7. Kruing ( Dipterocarpus sp. )
8. Terap ( Artocarpus odoratissimus)
Pohon-pohon tersebut berfungsi sebagai
tempat resapan air dan tempat bersarangnya
lebah madu. Oleh masyarakat setempat, pohon
tempat bersarangnya lebah liar disebut
“Sialang”
Ciri-Ciri Sialang:
 Berdiameter lebih dari 1 meter
 Ketinggian pohon hingga 75 meter
Satu dahan pohon bisa ditempati 20 sarang lebah,
pada satu pohon bisa ditemukan 100-200 sarang
dan mengkasilkan 50 kg madu
Pengambilan madu Sialang dikenal dengan istilah
upacara Menumbai.
 Waktu pelaksanaan:
Pada malam hari sekitar tanggal 28 sampai
tanggal 5 setiap 2 bulan sekali
 Teknik pengambilan madu
1.Tahap persiapan alat dan sesaji
Semangkat (tangga)
Timbo (ember)
Tunam (obor)
Rumah robo (alat mengolah madu)
2. Tahap pengambilan madu
Pelaksanaan menumbai dimulai puku 19:00 WIB. Pelaksananya terdiri atas :
 Tenganai (pemanjat dan pengambil madu dari sarang) 2 orang
 Penyambut (orang yang dibawah untuk menyambut hasil madu)
 Pemilik pohon

3. Tahap Pembagian hasil


 Pemilik keping sialang mendapat 1/3 bagian
 Anak kemenakan yang membantu mendapat 1/3 bagian
 Pemanjat mendapat 1/3 bagian
Masyarakat desa Perincit sangat menjaga
kelestarian pohon sialang tempat lebah madu
bersarang.

Jika ada yang sengaja menebang atau merusak


pohon tersebut , maka sanksi yang dikenakan
berupa denda dalam bentuk uang, sapi ataupun
kambing sesuai dengan umur dan jumlah pohon
yang dirusak serta keputusan dari penghulunya
Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai