Upacara agama dikenal dengan sebagai punen, puliaijat atau lia harus dilakukan bersamaan dengan
aktivitas manusia sehingga dapat mengurangi gangguan. Upacara dipimpin oleh para sikerei yang dapat
berkomunikasi dengan roh dan jiwa yang tidak dapat dilihat orang biasa. Roh makhluk yang masih hidup
maupun yang telah mati akan diberikan sajian yang banyak disediakan oleh anggota suku. Rumah adat
(uma) dihiasi, daging babi disajikan dan diadakan tarian (turuk) untuk menyenangkan roh sehingga
mereka akan mengembalikan keharmonisan. Selama diadakan acara, maka sistem tabu atau pantangan
(kekei) harus dijalankan dan terjadi pula berbagai pantangan terhadap berbagai aktivitas keseharian.
Kepercayaan tradisional dan khususnya tabu inilah yang menjadi kontrol sosial penduduk dan mengatur
pemanfaatan hutan secara arif dan bijaksana dalam ribuan tahun.
Bagaimanapun juga, sekarang kebudayaan tersebut berangsur hilang. Populasi penduduk tumbuh
dengan cepat dan sumberdaya alam dieksploitasi tanpa mengindahkan peraturan tradisional sehingga
berdampak menurunya daya dukung lingkungan yang menjadi tumpuan kehidupan masyarakat
Mentawai.
Dalam melakukan kegiatan beerburu, pembuatan sampan, merambah/membuka lahan untuk ladang atau
membangun sebuah uma maka biasanya dilakukan secar bersama-sama oleh seluruh anggota uma dan
pembagian kerja dibagi atas jenis kelamin. Setiap keluarga dalam satu uma membawa makanan (ayam,
sagu, dll) yang kemudian dikumpulkan dan dimakan bersama-sama oleh seluruh anggota uma setelah
selesai melaksanakan kegiatan/upacara.
Makanan pokok masyarakat di Siberut adalah sagu (Metroxylon sagu), pisang dan keladi. Makanan
lainnya seperti buah-buahan, madu dan jamur diramu dari hutan atau ditanam di ladang. Sumber protein
seperti rusa, monyet dan burung diperoleh dengan berburu menggunakan panah dan ikan dipancing dari
kolam atau sungai
Sistem Kepercayaan Orang Mentawai
Mayoritas orang Mentawai memeluk agama Katolik dan sebagian beragama Protestan, Islam atau Bahai.
Walaupun demikian sebagian besar orang Mentawai tetap memegang teguh religinya yang asli, ialah
Arat Bulungan. Arat berarti “adat” dan bulungan berasal dari kata bulu (= daun).
Dalam religinya, bukan hanya manusia yang mempunyai jiwa, tetapi juga hewan, tumbuh-tumbuhan,
batu, air terjun sampai pelangi, dan juga kerangka suatu benda. Selain dari jiwa, ada berbagai macam
ruh yang menempati seluruh alam semesta, yakni di laut, udara, dan hutan belantara.
Menurut keyakinan orang Mentawai, jiwa manusia atau magere terletak di ubun-ubun kapala. Jiwa itu
suka berpetualang di luar jasmani saat orangnya tidur, yang merupakan mimpinya.
Bila jiwa keluar dari tubuh bisa terjadi bahwa jiwa itu bertemu dengan ruh jahat. Akibatnya tubuh akan
sakit, dan bila jiwa dalam keadaan itu mencari perlindungan pada ruh nenek-moyang, maka tubuh
mungkin akan meninggal. Jiwa tak akan kembali lagi ke tubuh dan menjadi ketsat (ruh).
Tubuh orang yang telah ditinggalkan magere atau jiwanya menjadi ketsat atau ruh, atau dengan lain kata,
orang tersebut telah meninggal. Tubuh yang ditinggalkan berwujud daging dan tulang itu dianggap masih
ada jiwanya, yang disebut pitok. Pitok inilah yang amat ditakuti oleh manusia, karena substansi itu akan
berupaya mencari tubuh manusia lain, agar bisa tetap berada di dunia yang fana ini. Untuk
menghindarinya pitok ini diusir dari rumah orang yang meninggal maupun dari uma dengan upacara
karena di tempat itu pitok itu juga bisa bersembunyi mencari mangsanya.
Seperti dalam banyak sistem religi di dunia, religi asli orang Mentawai juga mempunyai masa nyepi, atau
menghentikan aktivitas hidup untuk sementara, yatu masa lia dan punen yang dianggap suci. Lia adalah
menghentikan aktivitas hidup dalam rangka keluarga inti, dan biasanya menyangkut masa-masa yang
penting sepanjang hidup, seperti membangun lalep, atau rumah tangga inti, kelahiran, perkawinan, masa
ada anggota keluarga sakit, kematian, dan membuat perahu. Punen adalah nyepi dalam rangka
masyarakat dewa sebagai keseluruhan dan biasanya menyangkut masa sebelum dan sesudah
membangun uma, kecelakaan, saat berjangkitnya wabah penyakit menular, dan pada waktu terjadi
kecelakaan atau karena pembunuhan, yang mengakibatkan banyak orang mati.
Apabila anggota suatu keluarga menjalankan lia atau punen, mereka tak boleh bekerja. Bahkan seperti
telah tersebut di atas, kalau pada masa lia atau punen terjadi kematian, jenazah tak boleh diurus dulu
tetapi dibiarkan saja dan hanya ditutup daun.
Walaupun semua aktivitas berhenti, untuk waktu yang lama kadang-kadang sampai berminggu-minggu,
orang diperbolehkan makan dan minum seperti biasa. Karena itu lia dan punen itu tidak merupakan
puasa.
Punen yang berlangsung lama adalah punen untuk pengukuhan rimata dan sikere, yaitu pemimpin dan
dukun. Upacara yang menyertai punen bisa berlangsung sekitar dua bulan.
Erat kaitannya dengan konsep lia dan punen adalah konsep pantangan atau keikei, yaitu melanggar
pantangan, terutama dalam masa-masa yang suci (atau dalam rangka upacara-upacara yang suci) dan
pelanggarannya akan dihukum dengan hukuman gaib. Hukuman gaib itu harus dihilangkan dengan
denda-adat atau tulon tersebut di atas.
Untuk menempatkan benda-benda baru ke dalam uma, harus diadakan upacara terlebih dahulu, dan
benda baru tersebut harus diletakkan di samping benda yang lama. Tujuannya adalah agar supaya bajou
dari benda yang lama tidak marah dan agar “mereka” dapat berkenalan. Tanpa upacara akan terjadi
sesuatu di dalam uma yang bersangkutan. Begitu juga dengan kedatangan orang dari kelompok kerabat
lain ke dalam uma, seperti misalnya dalam perkawinan, disertai upacara yang gunanya untuk menetralisir
pengaruh bajou. Bajou dapat membawa penyakit panas dan demam, karena itu benda-benda yang ada
di dalam uma harus diperciki air yang bermantera.
Baik segala macam ilmu gaib produktif yang merupakan bagian dari upacara kesuburan tanah misalnya,
atau ilmu gaib protektif yang juga sangat penting dalam ilmu obat-obatan dan penyembuhan penyakit
secara tradisional, maupun segala macam ilmu gaib destruktif yang antara lain dipergunakan dalam ilmu
sihir dan guna-guna, semuanya bisa dikembalikan kepada kedua keyakinan tersebut di atas. Ilmu gaib
produktif dan protektif yang biasanya merupakan ilmu gaib putih atau baik, dilakukan oleh sikerei, sedang
ilmu gaib destruktif yang biasanya merupakan ilmu gaib hitam atau jahat dilakukan oleh pananae. Seperti
juga dalam banyak sistem kepercayaan dan religi lokal di dunia, kekuatan sakti yang tak berkemauan
(bajou), dalam sistem kepercayaan orang Mentawai juga dianggap beradal dalam segala hal yang luar
biasa dan dalam benda-benda keramat, serta dalam uma (sebagai rumah umum yang keramat). Benda-
benda itu, yang seperti telah tersebut di atas adalah amat simagere, batu kerebau buluat, orat simagere,
dan tudukut, serta dapat ditambah lagi dengan sejumlah daun-daunan dan akar-akar kering dari tumbuh-
tumbuhan berkhasiat yang disebut bakkat katsaila, berfungsi sebagai jimat (tae) penolak bahaya gaib
atau sebagai benda untuk mengundang ruh yang baik