Anda di halaman 1dari 11

analisis, September 2008, Vol 5 No.

2: 103 - 113 ISSN 0852-8144

EKOLOGI BUDAYA:
SUBSISTENSI NELAYAN SUKU BAJO TOROSIAJE
TELUK TOMINI DI PROVINSI GORONTALO
(Suatu Kajian Tentang Sumberdaya Alam dan Masyarakat )

Moses Usman
Staf Pengajar Jurusan Sastra Perancis
Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Hasanuddin

ABSTRACT

This article represents the subsistence of the Bajo Torosiaje fishing community in Pohuwato in
Gorontalo Province. Some categories represented include conservation and the use of coastal
resources. The kind of research used is a qualitative descriptive. Ethnogaphy method is used to
collect the ethnoecological of conservation and subsistence data. Technics applied in ethnoecological
documentation are semi-structure interview, elicitation of information and voluntary information by
informant, as well as observation and application of ecology in praxis. Interpretetive approach,
semiotics, and postmodernism are applied in data analysis. This research concludes that the
subsistence of the Bajo Torosiaje fishing community and the use of natural resources based on local
knowledge coded implicitly in behaviour and their identity symbols.

Key words : Conservation, ethnography, ethno-ecology, subsistence, semiotics

PENDAHULUAN dan pengetahuan kebudayaan manusia


dilihat dalam hubungannya dengan
Konteks
lingkungan hidup manusia itu sendiri dan
Secara garis besar yang menjadi dikaitkan dengan konsepsi ekologi.
kajian utama adalah subsistensi nelayan
suku Bajo Torosiaje di pesisir Teluk Tujuan Penelitian
Tomini di desa Torosiaje di Propinsi
Penelitian lapangan ini bertujuan
Gorontalo. Kajian dalam tulisan ini
untuk menjelaskan tentang pelaku dan
mencakup ‘konservasi dan pemanfaatan
symbol-simbol identitas mereka yakni
sumberdaya alam pesisir. ‘Subsistensi’
bagaimana komunitas nelayan itu
yang dimaksud berkaitan dengan
mempertahankan subsistensi berdasarkan
aktivitas individu atau kelompok yang
cara hidup yang membawa tingkat
mengacu kepada suatu sistem
keterikatan yang tinggi pada keragaman
memperoleh makanan yang teratur.
biota lokal dan proses ekologis.
Fokus penelitiannya adalah apakah
sistem subsistensi nelayan suku Bajo
METODE PENELITIAN
Torosiaje menunjukkan fitur-fitur yang
dapat dipertimbangkan dalam Penelitian ini bersifat deskriptif
pengelolaan sumberdaya alam dan kualitatif yang mengacu kepada Conant,
habitatnya. Francis et.al. (ed.1983), Vayda, 1996.
Konsepsi subsistensi dalam tulisan Bernard (1988), Spradley, James P.
ini dikaitkan dengan konsepsi-konsepsi (1979, 1980). Deskriptif kualitatif ini
kebudayaan dan ekologi budaya dalam menguraikan dan menggambarkan setiap
studi antropologi ekologi (Geertz. 1974, fenomena budaya yang berkaitan
1980; Hardesty. 1977). Dengan demikan langsung dengan masyarakat nelayan
Antropologi ekologi dapat dipandang sebagai pelaku budaya dalam seluruh
sebagai antropologi yang dikaitkan aspek kehidupan berdasarkan data dan
dengan berbagai masalah studi perilaku fakta di lapangan.

103
Moses Usman ISSN 0852-8144

Lokasi utama penelitian adalah terms) yang digunakan informan. Dalam


desa nelayan suku Bajo di desa Torosiaje hal ini simbol-simbol dihubungkan
kecamatan Popayato. Sebagai dengan cakupan sebagai ‘kategori’.
pembanding adalah desa-desa nelayan
suku Bajo lainnya di desa Lemito dan HASIL DAN PEMBAHASAN
desa Pohuato di kabupaten Pohuwato,
serta suku Bajo di desa Bajo kecamatan 1. Subsistensi Masyarakat Tradisional
Tilamuta, Kabupaten Boalemo. Suku Bajo Torosiaje
Sumber penyediaan data utama
Penduduk lokal masyarakat
adalah nelayan-nelayan yang berprofesi
tradisional suku Bajo yang berskala-kecil
sebagai nelayan utama, yang pekerjaan
yang tinggal di teritori umum memiliki
sehari-harinya menangkap ikan di pesisir
kehidupan subsistensi berdasarkan pada
dan teluk Tomini. Penyediaan data ini
kekerabatan, hak-hak kebiasaan dan
ditempuh dengan cara menetapkan
kewajiban-kewajiban yang turun–
informan: Pemilihan informan selain
temurun dari nenek moyang mereka.
‘stake holders’ (pelaku yang
Anggota-anggota masyarakat tradisional
berkepentingan) sebagai sumber data
ini tetap mempertahankan ikatan-ikatan
utama yakni siapa saja yang
budaya dan mengenal hak-hak eksklusif
berkepentingan atau yang relevan dengan
dari sumber-sumber daya alamnya.
penelitian ini, juga nelayan utama dan
Mereka mempraktekkan berbagai tipe
informan yang menguasai budaya
kegiatan subsistensi yang berkelanjutan
setempat. Individu yang sama bisa
dan sering menghasilkan surplus untuk
bertindak sebagai subjek, pelaku,
perdagangan lokal dan regional dengan
responden atau informan tergantung dari
kelompok-kelompok tetangganya.
perannya yang berbeda. Subjek
Masyarakat tradisional ini bukanlah
dimanfaatkan untuk menguji hipotesis.
“beku secara budaya” oleh tradisi, tetapi
Ide-ide yang
berevolusi terus-menerus dengan tradisi.
Teknik yang diterapkan dalam
Bagi masyarakat suku Bajo
pendokumentasian subsistensi adalah
Torosiaje, subsistensi membentuk
wawancara semi-struktur, elisitasi ad.hoc.
preokupasi utama dalam kehidupan
informasi dan kesukarelaan informasi
sehari-hari. Tidak diragukan lagi
oleh informan, dan observasi serta
penduduk nelayan suku Bajo Torosiaje
aplikasi pengetahuan ekologi dalam
memanfaatkan secara ekstensif sumber-
praksis. Sejumlah data subsistensi
sumber pesisir teluk Tomini. Area ini
dikumpulkan dalam serangkaian
memiliki pulau-pulau kecil di sekitarnya
wawancara semi struktur. Peneliti juga
dengan beragam ikan karang. Dalam
merekam observasi-observasi dalam
siklus lunar bulanan dan tahunan, nelayan
kamera Cannon, atau handycam Sony.
selalu melakukan penangkapan ikan pada
Data juga dikumpulkan sewaktu-waktu
waktu-waktu ini dengan menggunakan
oleh teman-teman berdasarkan observasi
alat-alat tangkap yang masih sederhana.
mereka atau observasi peneliti tentang
Strategi eksploitasi sumber-sumber
bagaimana penduduk melakukan
pesisir dan teluk dicirikan oleh sistem
kegiatan subsistensi mereka.
pemanfaatan yang berdasarkan
Peneliti menggunakan pendekatan
pengalaman menangkap ikan secara turun
interpretif atau makna / semiotik dalam
temurun. Pengenalan keragaman sistem
analisis data. Analisis data dalam
penangkapan ikan dan nilai-nilai
penelitian ini berupa suatu cara untuk
memang agak terbatas. Strategi
menemukan makna budaya, bagaimana
subsistensi suku Bajo Torosiaje
‘makna’ tercipta dengan simbol-simbol
disesuaikan dengan eksploitasi
budaya. Simbol yang dimaksud adalah
sumberdaya pesisir.
istilah-istilah penduduk asli (indigenous

104
Conservation, Ethnography, Ethno-Ecology, Subsistence, Semiotics ISSN 0852-8144

a. Penangkapan Ikan karang dengan menggunakan jaring.


(1) Penangkapan ikan dalam Tatanan Pertama dilihat dulu (dahulu) kalau ada
Sosial Tradisional ikan. Lalu diusir masuk ke dalam batu.
Beragam strategi dilakukan dalam Lalu ‘dipatummu’ (dilingkar) dengan
penangkapan ikan. Implementasi- jaring. Lalu diusir kase (beri) takut
implementasi semua subsistensi dengan cara ‘dirogo’ dicucuk pake
mencakup memancing ikan dengan bambu atau kayu. Ikan keluar tubruk
menggunakan ‘sangka’ (memancing ikan (menabrak) jaring. Teknik yang sama
secara horizontal dengan menggunakan digunakan untuk menangkap ikan
pelampung pada ke dua ujungnya) dan goropa, napoleon, dan ikan karang
‘renjong’ (memancing ikan secara lainnya seperti ‘kiapu’ (ikan karang
vertikal dengan menggunakan pemberat merah), ‘kutamba’ (ikan karang biru),
pada ujungnya), menggunakan ‘ringgi’ ‘bingarau’ (ikan karang hijau) dan jenis-
atau jaring pantai dan ‘rawai tetap dasar’, jenis ikan lain seperti ‘dodo’, ‘malela’,
menggunakan anak panah dengan cara ‘mogok’ yang memiliki banyak warna
menyelam yang dibantu dengan alat seperti warna biru, hitam, dan abu-abu.
masker dan kompresor untuk membantu Jenis ikan ‘goropa’, dan ‘napoleon’
pernafasan, menggunakan tombak, memiliki nilai ekonomi yang tinggi.
‘bubu’, serta ada yang ‘nanyulu’ Beberapa jenis ikan yang diburu
(menggunakan lampu petromax yang dengan menggunakan anak panah
biasanya digunakan untuk menangkap biasanya adalah jenis-jenis ikan karang
ikan halus seperti ikan teri putih dan seperti jenis ikan ‘duppo’ (balanak),
suntung. ‘Ringgi’ adalah seperangkat alat ‘daya tana’, ‘baba camba’ (ikan merah),
yang digunakan untuk menangkap ikan ‘ohok’, ‘bataang’, ‘mogok angke’,
baik di pinggir pantai dengan kedalaman ‘mogok mondo’; semuanya masuk famili
3 meter hingga kedalaman lebih dari “bata’ang” (ikan kakatua). Jenis-jenis
sepuluh meter. ‘Ringgi papara’ (jaring ikan ini diburu dengan cara menyelam
dampar yang berukuran lebar satu depa dengan menggunakan masker, alat selam
atau satu setengah meter lebih digunakan yang menggunakan slang untuk
untuk menangkap ikan berbagai jenis pernafasan dalam air yang dipompa
yang dekat pantai, sedangkan ‘ringgi melalui kompresor yang ada di atas
langkau’ jaring yang berukuran tiga depa perahu. ‘Bubu’, alat perangkap ikan yang
atau sekitar lima meter lebih digunakan terbuat dari kulit bambu ditempatkan di
di kedalaman lebih dari sepuluh meter berbagai lokasi di koral atau terumbu
untuk menangkap jenis-jenis ikan seperti karang. Banyak nelayan suku Bajo
‘bambangan’, ‘bonte’, ‘gagage’ Torosiaje memiliki ‘bubu’ yang memiliki
(cendana), ‘mangali’ (bubara kuning panjang kira-kira satu sampai dua meter.
strep hitam), ‘daya ingingang’ (bubara Memancing di rompong bisa
tipis), ‘baddo/limbogo’ (bubara), ‘buna’ memperoleh jenis ikan yang besar seperti
(baronang), dan ‘kareo bingko’ gurango ‘subatang’ (cakalang), dan ‘turinga’
kecil (ikan hiu kecil). (cakalang). Sedikit nelayan suku Bajo
Semua habitat air dan semua Torosiaje memancing ikan di rompong.
spesies ikan yang dipertimbangkan dapat Beberapa teknik diterapkan pada spesies
dimakan dieksploitasi. Beragam metode tertentu dengan memberikan umpan di
digunakan, tergantung pada sejumlah permukaan seperti pada waktu
faktor seperti waktu dalam setahun, tipe menangkap jenis ikan tuna dan cakalang
habitat, dan spesies-spesies ikan yang sebagai predator. Semua ini merupakan
dicari. Kebanyakan di antara mereka pengetahuan pemanfaatan mikrohabitat
mengeksploitasi pada musim pergerakan dan merupakan target spesies yang akrab
ikan. Berikut penuturan seorang informan dengan nelayan.
tentang teknik penangkapan ikan di

105
Moses Usman ISSN 0852-8144

Pemboman ikan juga merupakan pencapaian dan peragaan ketrampilan


suatu cara yang kadang digunakan untuk serta ideal-ideal keingintahuan,
menangkap ikan di karang yang hanya keramahtamahan, serta mempertahankan
kadang dilakukan beberapa nelayan. Pada identitas budaya”. Hal-hal ini banyak
akhir-akhir ini, kegiatan pemboman ikan berkenaan dengan observasi sepintas lalu
ini menjadi perhatian lokal karena (Usman, 2006; 2007; 2008).
merusak terumbu karang dan Dari sudut pandang ini peneliti
menghancurkan banyak ikan dan biota menyoroti dinamika antara apa yang
laut lainnya termasuk ikan-ikan kecil disebut ‘penangkapan ikan tradisional
yang menjadi aset potensi perikanan. oleh suku Bajo Torosiaje dan
Jenis bom yang digunakan oleh nelayan penangkapan ikan sekarang ini. Hal ini
berupa jenis cianida. Sesuai dengan tidak dapat dicirikan dengan memadai
informan sekarang kedua metode karena hilangnya pengetahuan, teknik
penangkapan ikan ini sudah dilarang dan praktik-praktik pengelolaan, dan
secara lokal. belum lagi sebagai masa transisi dari
Secara tradisional suku Bajo pola-pola eksploitasi berdasarkan akhli-
Torosiaje menangkap ikan hanya untuk akhli konservasi. Dalam kasus suku Bajo
tujuan subsistensi.Telah ada usaha-usaha Torosiaje, seluruh transisi nampaknya
untuk melembagakan program memunculkan banyak problema. Peneliti
penangkapan ikan komersial pada mendokumentasikan perubahan yang
masyarakat suku Bajo sepanjang pantai masih dalam proses adaptif dan
teluk Tomini. Operasi penangkapan ikan inkorporasi ke dalam konteks baru.
komersial, ikan yang memiliki nilai Sekali lagi penangkapan ikan suku Bajo
ekonomi yang tinggi seperti jenis ikan Torosiaje sekarang ini sebenarnya secara
‘bangkunes’ (tuna), cakalang, ‘bubara’, eksplisit tidak memiliki strategi akhli-
‘napoleon’ dan ‘goropa’, serta jenis-jenis akhli konservasi. Tidak ada musim-
teripang, sebenarnya telah ada di antara musim yang tertutup, tidak ada area yang
penduduk suku Bajo Torosiaje dimana dilarang, atau ukuran-ukuran konservasis
dorongan untuk tetap mempertahankan lainnya, walaupun ciri-ciri perikanan
kegiatan ini datang dari orang-orang luar suku Bajo desa Torosiaje sejak leluhur
suku Bajo. Operasi penangkapan ikan mereka masih tetap ada hingga sekarang.
komersial pada awalnya hanya sebagai Fitur yang membedakan penangkapan
usaha untuk mencukupi diri-sendiri dan ikan suku Bajo Torosiaje tradisional
sebagai tujuan mengajarkan penduduk bukanlah etika konservasis, tetapi
lebih produktif. conservatism.
(2) Penangkapan Ikan dalam Konteks
Dinamika b. Pengelolaan Tradisional dan
Pengembangan penangkapan ikan Konservasi Perikanan
telah didiversifikasi oleh masyarakat Penduduk desa Torosiaje tetap
banyak dan mereka telah mengkreasi mempertahankan kehidupan tradisional
alternatif baru terhadap ikan dan mereka. Penduduk suku Bajo Torosiaje
perikanan sebagai pandangan hidup. mengelola dengan hati-hati sumber-
Nelayan mencurahkan lebih banyak sumber daya alam mereka tanpa
waktu dan energi serta perhatian untuk menciptakan pilihan lingkungan yang
menangkap ikan serta mengumpulkan keras. Bagaimana mereka mengelola hal
sumber-sumber laut. Ikan adalah lebih ini? Penduduk nelayan suku Bajo
daripada ‘makanan saja’, dan Torosiaje, secara implisit,
penangkapan ikan masih mengandung mempraktekkan hampir pada semua
arti “cara yang berbeda dari kemampuan bentuk dasar dari ukuran konservasi
bersosialisasi khususnya bagi kaum pria, perikanan laut beratus tahun yang lalu,
untaian ragam kehidupan budaya, jauh sebelum kebutuhan konservasi laut

106
Conservation, Ethnography, Ethno-Ecology, Subsistence, Semiotics ISSN 0852-8144

dikenal di negara-negara Barat. Istilah mengecilkan hati dalam usaha-usaha


modern konservasi ini barangkali tidak konservasi di desa Torosiaje ini.
cocok bagi nelayan tradisional suku Bajo Kebanyakan problema ini dapat
Torosiaje, tetapi ‘consevatism’ karena dipecahkan dengan mendukung
alat-alat penangkap ikan yang digunakan konservatisme ‘indigenous’, dengan
masih sangat sederhana sehingga sama menyediakan perlindungan area-area bagi
sekali tidak merusak lingkungan, penduduk lokal. Tata cara pengelolaan
khususnya terumbu karang. Nelayan ikan secara tradisional seperti yang
tradisional ini tidak mengenal musim- diuraikan di atas, secara eksplisit, belum
musim tertutup misalnya penangkapan diatur dalam Peraturan Desa, seperti
ikan selama ikan bertelur, area tertutup yang telah ada di Desa Olele Bone Pesisir
secara periodik untuk melindungi Provinsi Gorontalo.
populasi ikan. Pembatasan-pembatasan Akhir-akhir ini pemerintah daerah
ada pada tipe alat penangkapan, akses Provinsi Gorontalo sedang melakukan
teknik penangkapan ikan, serta adanya perubahan ekologis secara besar-besaran
pengetahuan khusus beberapa spesies untuk mengurangi perluasan eksploitasi
ikan. sumber-sumber alam secara destruktif
Metode untuk pemanfaatan yang (Sudirman, 2004). Kekuatan-kekuatan
berkelanjutan bagi terumbu karang dan sentrifugal dari pembangunan dan
pulau-pulau kecil serta pesisir –di antara konservasi dalam siklus perluasan
lingkungan-lingkungan paling mudah menjadikan sumber-sumber dan habitat
rusak di dunia– dikembangkan dan dieksploitasi atau dilindungi. Secara
dipraktikkan selama puluhan bahkan bertahap, program-program ini terfokus
ratusan tahun oleh penduduk nelayan di area-area pesisir teluk Tomini Proinsi
suku Bajo Torosije sebelum kemajuan Gorontalo, dimana masyarakat nelayan
yang sama di era modern. Pengetahuan tradisional telah terbebani melalui suatu
ekologis yang canggih, otoritas kebiasaan isolasi yang sekarang dengan cepat
terhadap sumber-sumber dan lingkungan, terkikis. Ditempatkan pada margin dari
dan pengaturan sosial dari eksploitasi program-program pertumbuhan dan
secara budaya memberikan sistem konservasi yang dikenalkan, penduduk
konservasi yang penting dan respek tradisional nelayan suku Bajo Torosiaje
secara lokal. Di desa nelayan suku Bajo ini sering dipinggirkan dari partisipasi
Torosiaje ini di mana sistem-sistem yang konstruktif dan bermakna. Pembangunan
adaptif masih tinggi, sistem-sistem ini dan konservasi luar sering diinterpretasi
masih berfungsi namun sering sebagai ancaman sebab keduanya
membutuhkan dukungan dari luar untuk mencari ruang dan sumber yang menjadi
keamanan otonomi ruang dan untuk milik penduduk lokal. Pelibatan
melegitimasi otoritas lokal terhadap penduduk lokal nelayan suku Bajo
sumber-sumber dan lingkungan. Kreasi Torosiaje sekarang merupakan bagian
melindungi area untuk penduduk lokal dari program-program baru konservasi
dan partisipasinya dalam mem- dan pembangunan yang diajukan oleh
perkenalkan pengelolaan sumber dan World Conservation Strategy (IUCN,
program-program penelitian memiliki 1980) dan Deklarasi Bali/Bali
beberapa keuntungan, termasuk Declaration (IUCN, 1982, 2008).
memperoleh dukungan lokal, Selama bertahun-tahun ancaman
memperoleh pengetahuan secara ekologis terhadap alam dan penduduk tradisional
yang relevan, dan mewariskan tujuan- memiliki asal yang sama dan suatu solusi
tujuan biaya-efisien dan desentralisasi potensial yang umum. Di desa Torosiaje,
bagi monitoring lingkungan dan perluasan eksploitasi sumber mem-
pengawasan. Biaya tinggi dan bahayakan pulau dan ekosistem laut. Di
pengetahuan lingkungan yang terbatas desa ini, seperti juga di banyak tempat

107
Moses Usman ISSN 0852-8144

lain desa-desa nelayan lainnya di budaya. Ada beberapa kendala dalam


Provinsi Gorontalo, konservasi dan telaah pengelolaan tradisional sumber-
pengelolaan lingkungan yang efektif sumber pesisir oleh nelayan suku Bajo
terhambat oleh pengetahuan ekologis Torosiaje ini. Pada dasarnya adalah
yang tidak memadai, kekurangan dana, karena sistem-sistem tradisional ini telah
dan latihan untuk program-program terintegrasi ke dalam program pemerintah
lokal. Suatu beban yang berlebihan bagi yakni program etalase dan telah menjadi
pemerintah daerah untuk usaha-usaha fokus melalui komersialisasi dan wacana
pengelolaan yang tersebar secara luas. transformasi serta pengaruhnya pada
Dengan sedikit harapan untuk nelayan berskala kecil yang berorientasi
meningkatkan tahap dana pemerintah lebih tradisional. Sukarlah mengatakan
daerah, nasional, maupun internasional akhir dari masa tradisional di desa
yang mendukung proyek-proyek model, Torosiaje, walaupun desa ini agak
program-program staf, dan finansial yang terisolasi. Pelibatan pemerintah Provinsi
besar di desa-desa ini, maka pengelolaan Gorontalo dalam dunia ekonomi kapitalis
sumber-sumber alternatif berdasarkan telah banyak memberi pengaruh dalam
pengetahuan lokal dan pengalaman sistem pengelolaan sumber-sumber
menjadikan sesuatu yang menarik secara kelautan dan pesisir Teluk Tomini ini.
ekologis dan ekonomis. Dengan Sistem pengelolaan, apakah
melibatkan penduduk lokal suku Bajo sumber-sumber pesisir atau yang lainnya,
Torosiaje dalam penelitian lingkungan tidak dalam bentuk vakum. Sistem-sistem
dan program pengelolan merupakan hal pengelolaan ini merupakan aspek praktis
yang cocok nyata, saling menguntungkan ketrampilan teknologis dan semacam itu
melalui pertukaran dan dukungan. yang tidak dapat dipisahkan dari sistem-
Penduduk lokal pedesaan ini memiliki sistem dan struktur yang menentukan
kontrol yang efektif di area-area di pesisir prioritas hubungan sosial masyarakat
teluk Tomini dan memiliki pemahaman suku Bajo Torosiaje. Apa yang menjadi
detail tentang biota dan lingkungan - aspek-aspek kunci dalam hal ini?
kadang-kadang dalam kompleksitas dan Masyarakat suku Bajo ini sering
kecanggihan yang mempesona- serta dikatakan sebagai masyarakat kehilangan
telah mengelola sumber-sumber dengan struktur dan diakui sukar untuk
menggunakan metode-metode waktu mengatakan suatu definisi yang tidak
yang telah terbukti dan teknik-teknik ambigu dari faktor-faktor yang melekat
yang telah terakumulasi selama turun pada kelompok lokal seperti desa ini.
temurun tentang sumber-sumber alam Pendekatan pemerintah untuk membatasi
yang dimanfaatkan dan dikonservasi. akses adalah dengan melarang
Sebenarnya, saling menguntungkan penangkapan ikan komersial yang
berakar dari integrasi pengetahuan dilindungi. Praktik-praktik tradisional
konservasi tradisional (conservatism) tidaklah untuk mempertahankan
dengan partisipasi lokal dan konservasi lingkungan ekonomis yang
modern dengan program-program dipertimbangkan berbeda dari
pengelolaan sumber-sumber. pembangunan original. Bagaimana pun
Masyarakat tradisional ini bisa organisasi sosial masyarakat
memiliki masa depan yang lebih aman penangkapan ikan secara mendasar tidak
dan terproteksi terhadap perluasan berubah, walaupun pola-pola produksi
teritorial mereka. Pemahaman daerah, telah berubah. Yang perlu diperhatikan
nasional dan internasional tentang hanyalah menguji struktur sosial
pernyataan-pernyataan kebiasaan mengakses bagaimana praktik-praktik
terhadap teritori dan sumber-sumber pengelolaan sumber modern sehingga
adalah alat yang penting untuk dapat lebih diterima bagi mereka yang
meyakinkan konservasi ekologis dan mengimplentasinya (Ellen, 2000).

108
Conservation, Ethnography, Ethno-Ecology, Subsistence, Semiotics ISSN 0852-8144

Ada beberapa kendala dalam telaah 2. Aplikasi-aplikasi Pengetahuan


pengelolaan tradisional sumber-sumber Etnoekologis dalam Subsistensi
pesisir oleh nelayan suku Bajo Torosiaje Bagian ini menjelaskan tentang
ini. Pada dasarnya adalah karena sistem- aplikasi praktis tentang pengetahuan
sistem tradisional ini telah terintegrasi ke etnoekologis dalam praktik-praktik
dalam program pemerintah yakni subsistensi yang ada, analisis hubungan
program etalase dan telah menjadi fokus ekologis subsistensi di mana data
melalui komersialisasi dan wacana etnoekologis diinkorporasi ke dalam
transformasi serta pengaruhnya pada kerangka teoretis berdasarkan pada
nelayan berskala kecil yang berorientasi ekologi biologis (Ellen, 2004. Maffie.
lebih tradisional. Sukarlah mengatakan 2001), agar dapat dijelaskan beberapa
akhir dari masa tradisional di desa hubungan ekologis sekunder yang
Torosiaje, walaupun desa ini agak tercakup dalam subsistensi manusia.
terisolasi. Pelibatan pemerintah Provinsi Peneliti mendokumentasikan
Gorontalo dalam dunia ekonomi kapitalis melalui kombinasi metode-metode
telah banyak memberi pengaruh dalam berikut: observasi penangkapan ikan dan
sistem pengelolaan sumber-sumber yang telah disebutkan berulang tentang
kelautan dan pesisir Teluk Tomini ini. teknik-teknik penangkapan ikan oleh
Masalah tentang apakah sistem informan yang berbeda. Semuanya
subsistensi menunjukkan fitur-fitur yang diperlihatkan dalam respek yang berbeda,
dapat dipertimbangkan dalam pengetahuan detail tentang tingkah laku,
pengelolaan sumber daya alam dan dan ekologi spesies ikan yang
habitatnya, jawaban pada umumnya bersangkutan. Dengan demikian peneliti
adalah”ya”. Dalam penangkapan ikan menyajikannya untuk dokumentasi
dan bidang-bidang subsistensi lainnya, etnografis dan sebagai contoh aplikasi
mereka jelas-jelas sadar akan langsung tentang pengetahuan
konsekuensi ekologis langsung dari etnoekologis dalam pencarian subsistensi,
tindakan mereka. Ini adalah basis yang penerapan pengetahuan etnoekologis
sekarang berkenaan dengan pemboman dalam penangkapan ikan dan pengelolaan
dan pembiusan ikan. Bagaimana pun perikanan. Secara keseluruhan penjelasan
peneliti menemukan bukti bahwa mereka peneliti adalah bahwa pengetahuan
sadar akan sifat-sifat yang sistematis dari etnoekologis merupakan aspek yang
sistem subsistensi lokal. Aktivitas- sangat penting dalam penangkapan ikan
aktivitas subsistensi nampaknya diatur dan pengelolaan serta memberikan bukti
via mekanisme yang secara eksplisit nyata terhadap nilai adaptif.
tidak dikenal - belum ada kaidah-kaidah Seperti yang telah ditulis
lokal yang mengaturnya - namun sebelumnya, banyak keragaman teknik
demikian tata cara kebiasaan dapat penangkapan ikan sangat bersandar pada
mempromosikan pemanfaatan yang pengetahuan etnoekologis. Ini
berkelanjutan dari populasi dan sumber- diperlihatkan dalam penjelasan-
sumber alam lainnya yang dieksploitasi penjelasan nelayan tentang bagaimana
oleh mereka. Jika mereka mengkode mereka melakukan teknik-teknik
strategi-strategi konservasi, hal ini penangkapan dalam keadaan-keadaan
berdasar pada ‘pengetahuan lokal yang tertentu. Satu rangkaian interview
dikodekan secara implisit dalam aturan- etnoekologis tentang penangkapan ikan
aturan tingkah laku, daripada kesadaran dibimbing oleh beberapa informan.
individual dan manipulasi sifat-sifat yang Walau pun hasilnya tidak dilaporkan
muncul tentang sistem subsistensi. secara detail dalam artikel ini namun
mereka memperlihatkan suatu
pengetahuan detail dan ekstensif tentang

109
Moses Usman ISSN 0852-8144

aspek-aspek ekologi dan tingkah-laku tentang pemanfaatan habitat dengan


spesies ikan tangkapan mereka. memilih umpan yang cocok untuk
Pengetahuan tentang pergerakan– menangkap spesies ikan yang dikenal
pergerakan ikan dalam skala-luas dari yang ada dilokasi tertentu pada waktu
banyak spesies, sebagai akibat dari tertentu dalam setahun.
perubahan - perubahan hidrologis Perluasan pengetahuan penang-
musiman, adalah penting seperti untuk kapan ikan secara tradisional oleh suku
berhasilnya menempatkan ‘ringgi’. Bajo Torosiaje ditunjukkan oleh besarnya
Pengetahuan tentang pemanfaatan habitat jumlah nama ikan; dalam artikel ini yang
spesies ikan, perubahan-perubahan terekam hanya 57 nama jenis ikan,
musim, dan juga teknik-teknik dasar sesuai dengan hasil foto pengambilan
seperti memancing ikan dengan cara gambar, dan masih banyak lagi yang
‘sangka’ (pancing ‘line’), menyelam mereka sebut yang belum ada dalam
dengan menggunakan masker dan alat tulisan ini. Data ini diperoleh dari
panah untuk memperoleh ikan-ikan di sejumlah ikan yang terekam dalam
terumbu karang, penempatan perangkap kamera dan diperlihatkan kepada
ikan ‘bubu’ atau ‘sero’, semuanya sejumlah nelayan sambil menge-
merupakan hal-hal yang penting. Juga lompokkannya dalam spesies dan genus
pemilihan umpan untuk penangkapan dan sekaligus memberi nama spesis ikan-
ikan dengan alat pancing berdasarkan ikan tersebut. Ada lebih banyak nama
pada pengetahuan tentang pilihan jenis ikan dan pemanfaatannya di teluk
makanan spesis ikan yang dicari. Hal ini ini.
dapat diaplikasikan dengan pengetahuan

DATA ETNOEKOLOGI:
Daftar Nama Spesies Ikan dalam Interview Ethnoekologi Pada Masyarakat Nelayan
Suku Bajo Torosiaje

Nama Bahasa Nama Bahasa Nama Bahasa


Genus Spesies
Bajo Gorontalo Indonesia
Pilangang Tantalude’o Roa
Timbaloa Toli Sori Tylosorus Sp
Gogoro Subatang Tola lo gogoro Cakalang
Turinga Dehu Cakalang Katsowonus K.pelamis
Buyu
Gagade Cendana Cendana Gnathanodon G.speciousus
mangali Bubara kuning
(Daya) ingingang Bubara Bubara tipis Alectis A.indicus
Baddok
Limbogor Buku- eja Bubara
Bontai Poimbito Ikan melekat
Buna Tamba boro Baronang Siganus S.canaliculatus
Kareo bingkok Gurango tali’a Gurango
Papalo Walu Tolotu
Temba Hutu’o Tandipang
Lompa
Kongke Hutiti duhi Ikan duri
Duppo Bulala’o Belanak Mugil M.chepalus
Dayak tana Lamanuito Ikan merah Lutjanus L.malabaricus
Baba camba Bulalahu
Bambangan Darise Kakap merah
Ohok Katamba lata’o Katamba Lethrinus L.sp
Kalampeda daya Tola ngopita Ikan sebelah Cyanuglassus C.lingua

110
Conservation, Ethnography, Ethno-Ecology, Subsistence, Semiotics ISSN 0852-8144

Nama Bahasa Nama Bahasa Nama Bahasa


Genus Spesies
Bajo Gorontalo Indonesia

Bata’ang Oli-olia Ikan kakatua Cetoscarus


Mogok angke Oli-olia moidu Ikan kakatua- bicolor
hijau Callyodon C.sp
Mogok- mondo Oli-lia moitomo Ikan kakatua Cyanograthus
hitam

Kiampau guso pahi hungayo pari Trygon T. micrusa


Kiampau batu pahi lo botu pari batu

Luppe Raja bau Raja bau


Dayak bakukuk Raja bau Raja bau
Sileasa Maninggo Raja bau
Dayak bega Siole Siole
Lausu Ti moroise Moroise
Sunu Lodi geropa kuning Cephalopholis C. sp
miniata
Berrak Tabu lo bongo baronang Siganus S.canaliculats
Mangilala Tabu lo bongo- baronang batu Siganus S.javus
patihu
Katamba-banak Timbalungane- Katamba Lethrinus
Lumes poti botu
Butiti Butiti
Kumai tandok Palihe tarpal Ikan tarpal
(ngiri)
Kumai tandok Palihe Palihe
(lalang)
Dodok kunek Palihe Palihe
Babakal Posogu
Ampala gila Popahuto Popoulo
Karama jokka Huhemo Kepiting Portunus P.pelagicus
Papanggau Tola huayo Ikan buaya
Tari gonggok Tola bunggo Iikan pipa Siokunichthys
breviceps
Kalora nyulo Hele lo bunggo Udang bamboo Panaeus P.sp
(wawahu)
Kalora igak Hele lo ayabu Udang kipas
Kalora Hele botu Udang biru Thenus T.orientalis
Kalabutang Suntung Suntung Sepia S.sp
latimanus
Kenda Suntung bunga Suntung bunga
Kutta Abito Gurita
Karidau Taripa goro Teripang karet Holothuria H.edulis
Karidau- panga’a Taripa tulidu Teripang bintik Holothuna H. notabilis
Gama kunek Taripa gama Teripang daging Holothuria H. scabra
Bala kokok Koko Teripang koko Holothuria H.sp
Bala koro Taripa lo koro Teripang koro Holothuria H.sp
Karidau Taripa goro Teripang karet Holothuria H.sp

111
Moses Usman ISSN 0852-8144

KESIMPULAN DAN SARAN Conant, Francis et.al. (ed). 1983.


Resource Inventory & Baseline
Aktivitas – aktivitas subsistensi
Study Methods for Developing
nampaknya diatur via mekanisme yang
Countries. AAAS Publication:
secara eksplisit tidak dikenal. Mereka
Washington, USA
sadar akan sifat-sifat yang sistematis dari
sistem subsistensi lokal; mereka jelas- Ellen Roy , Peter Parkes, Alan Bicker,
jelas sadar akan konsekuensi ekologis 2000. Indigenous Evironmental
langsung dari tindakan mereka. Namun System and Its Transformation.
demikian, peneliti tidak menemukan Critical Anthropological
kasus di mana mereka memperlihatkan Perspectives.OPA N.V.:
suatu kesadaran yang eksplisit tentang Amsterdam, Netherlands
fungsi-fungsi ekologis dihubungkan
Geertz,Clifford. 1974. The Interpretation
dengan kegiatan subsistensi. Jika mereka
of Cultuers: Selected Essays.
mengkode strategi-strategi konservasi,
Hutchinson & CO Publisher:
hal ini berdasar pada ‘pengetahuan lokal’
London (terjemahan oleh Fransisco
yang dikodekan secara implisit dalam
Budi Hadiman. 1992. Kebudayaan
aturan-aturan tingkah laku, daripada
dan Agama. Kanisius: Yogyakarta)
kesadaran individual dan manipulasi
sifat-sifat yang muncul tentang sistem ---------------- 1986. Local Knowledge.
subsistensi. Further Essays in Interpretif
Peneliti mengusulkan sejumlah Anthropology. New York: Basic
kemungkinan yang menarik terhadap Books
penelitian selanjutnya, baik secara lokal Hardesty Donald D. 1977. Ecological
atau di tempat lainnya. Secara lokal, Anthropology. John Wiley & Sons.
aspek program penelitian yang New York
menurunkan tingkat minat yang besar
adalah yang berhubungan langsung IUCN 1980. World Conservation
dengan konservasi kultur. Proyek-proyek Strategy. International Union For
penelitian khusus yang dapat mendukung Conservation of
minat ini mencakup telaah sistematis Nature and Natural Resources. Morges:
tata-nama biologi teluk dan Switzerland
klasifikasinya, dengan merekam
informasi dalam bentuk ‘literatur’ dan -------- 1982. The Bali Declaration. The
memberikan rekaman-rekaman permanen World National Parks Congress,
hubungannya dengan tata-nama ilmiah Bali Indonesia
bagi tujuan pendidikan. Perekaman Maffi, Luisa (ed), 2001. On Biocultural
pemanfaatan lokal yang terkenal tentang Diversity. Lingking Language,
spesies biota dan produksi dokumen- Knowledge, and the Environment.
dokumen tentang subjek teluk ini juga Smithsonian Institution Press:
akan mendukung agenda-agenda lokal. Washington and London
Sudirman dkk. 2004. Status Kondisi
DAFTAR PUSTAKA Pengembangan Ikan yang Ramah
Lingkungan. LSM Societies
Bernard, H. Russel. 1988. Research Commission on the Environment
Methods in Cultural Anthropology. Foundation (Scent), Makassar.
Sage Publications: Newbury Park Kerja sama dengan Badan
London New Delhi Penelitian Pengembangan dan
Pengendalian Dampak Lingkungan

112
Conservation, Ethnography, Ethno-Ecology, Subsistence, Semiotics ISSN 0852-8144

Daerah (BALITBANGPEDALDA) Sastra Universitas Hasanuddin


Provinsi Gorontalo Makassar
Usman, Moses. 2006. Etnoekologi dan ………………….. 2008. Ekologi
Pembangunan Masyarakat Budaya: Etnoekologi Nelayan Suku
Nelayan Gorontalo. Fora: Fakultas Bajo Torosiaje Teluk Tomini di
Sastra Universitas Hasanuddin Provinsi Gorontalo. Lensa Budaya:
Makassar Fakultas Budaya Universitas
Hasanuddin: Makassar
………………….. 2007. Ekologi
Linguistik. Pengembangan Vayda, Andrew P. 1996. Methods and
Linguistik ke Masa Depan: Telaah Explanations in the Study of
Hubungan Bahasa, Pengetahuan, Human Actions and their
dan Lingkungan (Pendekatan Environmental Effects. Centre for
Ekolingusitik). Fora: Fakultas International Forestry Research:
Indonesia.

113

Anda mungkin juga menyukai