Anda di halaman 1dari 7

STUDI KASUS KEARIFAN LOKAL DI DANAU KASTOBA

(PULAU BAWEAN)

DISUSUN OLEH :

ILHAM MAULANA SYAH

16030184017

PFC 2016

DOSEN :

Dr. TARZAN PURNOMO, M.Si.

PRODI PENDIDIKAN FISIKA

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

2016
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman


dalam berbagai hal, salah satunya adalah budaya yang berkembang dalam
masyarakat adat yang merupakan warisan kekayaan nasional.
Masyarakat adat secara tradisi terus menerus dan turun menurun berpegang pada
nilai-nila lokal yang diyakini kebenaran dan kesakralannya, dan menjadi
pegangan hidup bagi anggota masyarakat yang diwarisinya, nilai-nilai tersebut
tertata dalam suatu sistem yang baku. Sebagai satu kesatuan, masyarakat adat
mempunyai nilai sosial budaya untuk dikaji dan dikembangkan.Masyarakat adat
sangat kental dengan budaya kesetia kawanan, gotongroyong, saling tolong
menolong dalam melakukan aktivitas kehidupannya.
Menurut Durkheim : Solideritas itu menunjukkan suatu keadaan hubungan
antara individu dengan kelompok yang didasarkan pada perasaan moral dan
kepercayaan yang dianut bersama, dan diperkuat oleh pengalaman emosional
bersama. Selain memiliki kesetia kawanan sosial yang tinggi masyarakat adat
memiliki budaya gotongroyong, musyawarah dan kerukunan perilaku prososial
(prosocial bihavior) tersebut masih melekat kuat jika dibandingkan dengan
masyarakat yang heterogen dan aktivitas ekonomi yang tinggi. Dengan demikian,
nilai luhur yang dapat dijadikan kajian dari masyarakat adat adalah nilai-nilai
kearifan lokal (lokal wisdom) dalam pengelolaan pelestarian lingkungan. Salah
satu wujud kearifan lokal masyarakat adat adalah menjadikan hutan sebagai
tempat yang disakralkan (di keramatkan). Hutan dijaga dengan berbagai tabu yang
berfungsi sebagai pengendali segala aktivitas manusia ang berhubungan dengan
tempat tersebut. Ketaatan dan kepatuhan pada hal yang tabu diwariskan secara
turun-temurun menjadikan hutan tetap lestari. Hutan bagi masyarakat adat
merupakan simbul keberlangsungan kehidupan, terlepas dari unsur-unsur mistis
dan bentuk-bentuk kepercayaan.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kearifan Lokal

Menurut bahasa, keafiran lokal terdiri dari dua kata, yaitu kearifan dan
lokal. Di dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), kearifan artinya
bijaksana, sedangkan local artinya setempat. Dengan demikian pengertian
kearifan lokal menurut tinjauan bahasa merupakan gagasan-gagasan atau
nilai-nilai setempat atau (lokal) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan,
bernilai baik yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya di tempat
tersebut.

Kearifan lokal merupakan bagian dari budaya suatu masyarakat yang tidak
dapat dipisahkan dari bahasa masyarakat itu sendiri. Kearifan lokal biasanya
diwariskan secara turun temurun dari satu generasi ke generasi melalui cerita
dari mulut ke mulut. Kearifan lokal ada di dalam cerita rakyat, peribahasa,
lagu, dan permainan rakyat. Kearifan lokal sebagai suatu pengetahuan yang
ditemukan oleh masyarakat lokal tertentu melalui kumpulan pengalaman
dalam mencoba dan diintegrasikan dengan pemahaman terhadap budaya dan
keadaan alam suatu tempat.

Bab I pasal I ayat 30 Undang-undang Republik Indonesia nomor 32 Tahun


2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup mengatakan:
Kearifan lokal adalah nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan
masyarakat untuk antara lain melindungi dan mengelola lingkungan hidup
secara lestari sedanagkan pada ayat 31 : Masyarakat hukum adat adalah
kelompok masyarakat yang secara turun-temurun bermukim diwilayah
geografis tertentu karena adanya ikatan pada asal usul leluhur, adanya
hubungan yang kuat dengan lingkungan hidup, serta adanya sistem nilai yang
menentukan pranata ekonomi, politik, sosial, dan hukum.

2.2 Contoh Kearifan Lokal di Pulau Bawean


Bawean adalah sebuah pulau yang terletak di Laut Jawa, sekitar 80 Mil
atau 120 kilometer sebelah utara Gresik. Secara administratif sejak tahun
1974, pulau ini termasuk dalam wilayah Kabupaten Gresik, Provinsi Jawa
Timur di mana tahun sebelumnya sejak pemerintahan kolonial pulau Bawean
masuk dalam wilayah Kabupaten Surabaya. Belanda (VOC) masuk pertama
kali ke Pulau ini pada tahun 1743.

Bawean memiliki dua kecamatan yaitu Sangkapura dan Tambak. Jumlah


penduduknya sekitar 70.000 jiwa yang merupakan akulturasi dari beberapa
etnis yang berasal dari pulau Jawa, Madura, Kalimantan ,Sulawesi dan
Sumatera termasuk budaya dan bahasanya. Penduduk Bawean kebanyakan
memiliki mata pencaharian sebagai nelayan atau petani selain juga menjadi
pekerja di Malaysia dan Singapura.

Di pulau Bawean terdapat sebuah danau yang bernama danau Kastoba,


danau ini terdapat di tengah-tengah pulau. Para warga sekitar melarang
siapapun untuk mengambil ikan, batu, kayu, dan apapun yang ada di danau
tersebut, warga sekitar percaya bahwa jika ada yang melanggar peraturan
tersebut, maka akan menyulut emosi ratu jin dan para penuggu danau
tersebut, dan bisa mendatangkan bencana.

Para pengunjung pun juga menerapkan aturan tersebut, dan hal itu
jugalah yang menjadi daya tarik dari pulau Kastoba, kearifan lokal ini
dilatarbelakangi oleh legenda mistis yang menyelimuti danau Kastoba. Secara
geografis letak danau Kastoba berada ditengah tengah, dan menurut legenda
menjadi titik awal terbentuknya pulau Bawean, hal ini yang menjadi daya
tarik wisatawan.

Analisis kasus :
Kearifan lokal merupakan suatu bentuk kearifan lingkungan, dan telah
melahrkan inovasi pengelolaan lingkungan dan pemanfaatan sumber daya alam
yang unik dan berbasis adat budaya setempat.

Di danau Kastoba, dengan adanya peraturan/budaya tersebut maka


ekosistem dan lingkungan danau terjaga kelestariannya, populasi ikan ikan
mujairnya, pohon-pohon disekitar, kondisi airnya, bahkan batu-batunya pun tidak
ada yang rusak dan tetap terjaga. Hal ini karena pengelolaan sumber daya alamnya
dilakukan secara tradisional oleh masyarakat, mereka yang menjaga kelestarian
danau ini.

Pemerintah daerahpun juga ikut andil dalam hal ini, pemerintah


membangun jalan untuk mempermudah akses ke danau. Dengan adanya
kesinambungan antara masyarakat, pemerintah, dan wisatawan, maka kelestarian
danau Kastoba akan terus terjaga.

2.4 Tantangan Kearifan Lokal


1. Modernitas
Modernisasi terkadang melihat bahwa tatanan budaya lokal
merupakan hambatan yang harus dihilangkan atau digantikan dengan
proses pembangunan tidak mendapat gangguan serius dari komunitas
lokal, sementara itu masyarakat lokal memandang industrilisasi dari
sumber daya alam yang dieksploitasi sebagai ancaman bagi hak-hak adat
mereka terhadap lingkungannya
2. Kapitalisme
Peningkatan perolehan keuntungan ekonomi dan devisa harus
dibayar mahal dengan kerusakan lingkungan di daerah ekosistem yang
bersangkutan dan akan berakibat pada terganggunya ekosistem global.
Selanjutnya secara social budaya terjadi konflik kepentingan antara
tatanan budaya lokal dan budaya modern yang melekat pada industrialisasi
dari sumber daya alam yang dieksploitasi.

BAB III
SIMPULAN

3.1 Simpulan
Kearifan lokal adalah pengetahuan yang dikembangkan oleh para
leluhur dalam mensiasati lingkungan hidup sekitar mereka, menjadikan
pengetahuan itu sebagai bagian dari budaya dan memperkenalkan serta
meneruskan itu dari generasi ke generasi. Beberapa bentuk pengetahuan
tradisional itu muncul lewat cerita-cerita, legenda-legenda, nyanyian-
nyanyian, ritual-ritual, dan juga aturan atau hukum setempat.
Seperti pada danau Kastoba, kearifan lokal untuk tidak mengambil
apapun dari danau itu telah menjaga kelestarian lingkungan danau tersebut,
baik itu flora dan faunanya, maupun kondisi lingkungan abiotiknya.
Tantangan kearifan lokal saat ini antara lain modernitas dan
kapitalisme.

DAFTAR PUSTAKA

http://dokumen.tips/documents/kearifan-lokal-sebagai-upaya-
pelestarian.html
diakses pada tanggal 10 April 2017 pukul 20.03 WIB
https://id.wikipedia.org/wiki/Kearifan_lokal
diakses pada tanggal 08 April 2017 pukul 21.25 WIB

https://id.wikipedia.org/wiki/Pulau_Bawean
diakses pada tanggal 08 April 2017 pukul 21.17 WIB

Anda mungkin juga menyukai