Anda di halaman 1dari 12

Kearifan Melayu

dalam Pemanfaatan
Alam Asriezza Geuthena.R

Muatan Lokal
Here starts the XII IPA 1
lesson!
Kearifan Lokal ???
Apa itu Kearifan Lokal ?

Menurut sudut pandang kamus Bahasa Indonesia-Bahasa Inggris, kearifan lokal terdiri dari dua ranah yakni
kearifan (wisdom) dan local (lokal). Kearifan memiliki arti yakni kebijaksanaan dan lokal memiliki arti setempat.

Pemahaman lain tentang kearifan lokal yaitu sesuatu bagian dari budaya masyarakat yang tidak dapat dipisahkan dari bahasa
masyarakat tersebut.

Kearifan lokal pada umumnya diwariskan dari mulut ke mulut. Kearifan lokal ada dalam cerita rakyat, lagu, peribahasa, dan
permainan rakyat. Kearifan lokal ialah suatu pengetahuan yang diperoleh dengan adanya penduduk setempat tertentu melalui
kumpulan pengalaman dalam eksperimen dan diintegrasikan ke dalam pemahaman budaya dan kondisi alam suatu tempat.

Pengertian Kearifan Lokal adalah nilai, ide, penuh kearifan, pandangan lokal yang bijak, nilai baik yang tertanam dan dipatuhi
dengan para anggota masyarakat.
ALAM DAN
LINGKUNGAN
MELAYU RIAU kebudayaan Melayu mengkespresikan
hubungan lingkungan itu dalam dua
sikap. Pertama ada yang dinamakan
Hubungan Manusia dan Alam Dalam kepatuhan referensial, kebudayaan
Budaya Melayu di Riau Melayu itu dalam satu pola bergerak
mengikuti gerak ekologis. Dalam hal itu,
ubungan manusia Melayu itu dengan alam
dicontohkannya, ada sejumlah bentuk
disebut interaktif dialogis atau  hubungan
ekspresi budaya itu menampilkan
dialog dengan alam. Orang melayu membaca penerimaan alam semesta sebagaimana
lingkungan alamnya itu, membaca alam sekitar adanya, ditafsirkan dalam semangat
kemudian mengekplorasinya , menjelajahinya, kepatuhan yang dihidangkan dalam
menelisiknya serta  mengakrabinya kemudian berbagai upacara ritual seperti semah
alam sekitar diposisikan sebagai subjek bukan laut, tolak bala dan lain-lain. “Ritual-
objek. “Sebagai sosok kawan berbagi, suatu ritual seperti itu salah satu contoh yang
budaya yang bersifat ekologikal determinisme. menunjukkan kepatuhan referensial
manusia kepada gerak alam sekitarnya.
Kearifan Lokal Menjaga Hutan
dan Lahan
Keraifan Lokal Pepatah
Menjaga Hutan dan
Lahan
Tebang tidak merusakkan
Dinamika kebudayaan Melayu itu di mana Tebang tidak membinasakan
lingkungan ruang hidup itu mempengaruhi Tebang tidak menghabiskan
kebudayaan Melayu yang berarti, berkembang Tebang menutup aib malu
atau terhambatnya perkembangan budaya Tebang membuat rumah tangga
Melayu itu bergantung kepada lngkungan baik Membuat balai dengan istana
lingkungan fisik, lingkungan biologis, flora, Membuat madrasah dengan alatnya.
fauna dan lingkungan sosial. Tentang pantangan dalam menebang dikatakan:
Pantang menebang kayu tunggal
Makanya banyak sekali tunjuk ajar, petuah tetua Pantang menebang kayu berbunga
dahulu terkait dengan larangan anak cucu untuk Pantang menebang kayu berbuah
merusak hutan, tahu mana hutan yang boleh Pantang menebang kayu seminai
ditebang, mana yang kawasan larangan. Pantang menebang induk gaharu
Pedoman-pedoman tentang penggunaan hutan Pantang menebang induk kemenyan
ditetapkan dengan teliti. Tentang menebang Pantang menebang induk damar
pohon diuraikan apa yang boleh ditebang, Kalau menebang berhingga-hingga
seberapa banyak, dan apa yang pantang Tengoklah kayu di rimba
ditebang.
Berikut ini adalah contoh-contoh
dari kearifan lokal dari segi
pemanfaatan sumber daya alam:

Penggunaan Endoteknologi(alat-alat tradisional) dalam


menangkap ikan dan kerang di perairan Indragiri Hilir,
Kuantan, dan Kampar. Contohnya dengan menggunakan
jaring, jala, luka/bubu, sawuak-sawuak, rawai, posok, tanggok
bambu, simotiak, dan tongkah.

Tradisi-tradisi upacara adat sebagai wujud hormat


kepada alam sebelum diambil manfaatnya oleh
masyarakat. Contohnya Tradisi
Menyemah (menyembelih hewan) sebelum
membuka hutan di hutan adat Desa Dosan,
Kabupaten Bengkalis dan upacara semah laut
sebelum melaut di Desa Panglima Raja, Indragiri
Hilir. 2
itle. P5
Book T
Kearifan Orang Melayu
dalam memilihara
dilihat dalam kehidupan mereka sehari-hari. Secara
lingkungan. tradisional, mereka secara turun temurun hidup dari hasil
Orang tua-tua Melayu mengatakan, laut dan hasil hutan atau mengolah tanah. Secara turun
bahwa kehidupan mereka amat temurun pula mereka memanfaatkan hasil hutan untuk
bergantung kepada alam. Alam berbagai keperluan, membuat bangunan, membuat alat dan
menjadi sumber nafkah dan juga kelengkapan rumah tangga, alat dan kelengkapan nelayan,
menjadi sumber unsur-unsur alat berburu, alat bertani, dan sebagainya, termasuk untuk
budayanya. Dalam ungkapan ramuan obat tradisional. Hubungan kelembagaan kerajaan
dikatakan:
Siak dengan masyarakat Rohil sangat erat, diatur dalam
Kalau tidak ada laut,hampalah perut qanun siak, supaya tidak terjadi perselisihan antar suku
Bila tak ada hutan, binasalah badan maupun individu dalam masyarakat adat .termasuk dalam
Dalam menjaga kelestarian hutan, alam air dan laut. Dalam
menjaga kelestaruan lingkungan orang Melayu Orang
ungkapan lain dikatakan: (Effendy,
2004) Melayu telah diajarkan oleh para lelulur mereka sejak dulu
Kalau binasa hutan yang lebat, Rusak kala. Dengan aturan aturan dan nilai-nilai adat yang dianut
lembaga hilanglah adat tidak pernah terjadi konflik atau perselisuhan baik antar
suku maupun antar individu dalam kehidupan sehari hari
Ungkapan-ungkapan di atas secara ,baik dari sektor ekonomi, social maupun dalam menjaga
jelas menunjukkan besebatinya
hubungan antara orang Melayu dengan keseimbangan lingkungan.
alam sekitarnya. Kebenaran isi
ungkapan ini secara jelas dapat
Menyadari eratnya kaitan antara kehidupan manusia dengan alam, menyebabkan orang Melayu berupaya
memelihara serta menjaga kelestarian dan keseimbangan alam lingkungannya. Dalam adat istiadat ditetapkan
“pantang larang” yang berkaitan dengan pemeliharaan serta pemanfaatan alam, mulai dari hutan, tanah, laut
dan selat, tokong dan pulau, suak dan sungai, tasik dan danau, sampai kepada kawasan yang menjadi
kampung halaman, dusun, ladang, kebun dan sebagainya. Dalam pandangan informan kunci (Effendy, 2004)
orang tua-tua Melayu masa silam amat menyadari pentingnya pemeliharaan dan pemanfaatan alam sekitar
secara seimbang. Ketentuan adat yang mereka pakai memilki sanksi hukum yang berat terhadap perusak
alam. Sebab, perusak alam bukan saja merusak sumber ekonomi, tetapi juga membinasakan sumber berbagai
kegiatan budaya, pengobatan, dan lain-lain, yang amat diperlukan oleh masayarakat. Selanjutnya (Effendy,
2004) mengatakan bahwa dalam adat dikenal beberapa pembagian alam, terutama pembagian hutan tanah.
Ada alam yang boleh dimiliki pribadi, ada yang diperuntukkan bagi satu suku dan kaum, ada juga yang
diperuntukkan bagi kerajaan, negeri, masyarakat luas dan sebagainya. Hutan dan tanah ditentukan pula
pemanfatannya menurut adat, ada pemanfaatan untuk kepentingan pribadi dan ada pemanfaatan untuk
kepentingan bersama. Hal ini tercermin dari hutan yang dilindungi yang disebut “rimba larangan”, “rimba
kepungan”, atau “kepungan sialang”, dan lain sebagainya. Dari sisi lain, masyarakat Melayu mengenal pula
hutan tanah adat yang menjadi milik persukuan atau kaum masyarakat tertentu yang lazim disebut”tanah
wilayat” (tanah adat) dan sejenisnya yang secara umum disebut “tanah adat”. Pada masa dulu, pemilikan,
penguasaan, dan pemanfaatan hutan tanah yang tergolong tanah adat dikukuhkan oleh raja melalui surat
keputusan. Setelah Indonesia merdeka, UU No 5 Tahun 1979, struktur pemerintahan adat di ganti dengan
pemerintahan Desa yang tidak melibat orang 0rang adat dalam pemerintahan , sehimgga hampir seluruh hak
atas tanah adat terabaikan, sehingga pemilikan, pemanfaatan, dan penguasaannya tidak lagi dapat diatur oleh
adat.
Restriksi pemanfaatan alam, yang dapat
berupa:
(a). Meminta izin kepada kepala adat (ninik mamak) sebelum pergi ke
hutan atau melaut. Ini adalah wujud dari kontrol sosial agar tidak terjadi
eksploitasi terhadap alam;
(b). Menentukan kawasan boleh menebang bakau di Desa Panglima
Raja, Inhil sebagai kesadaran fungsi strategis bakau dalam mencegah
abrasi pantai dan peran perlindungan di ekosistem pantai;
(c). Menentukan musim tertentu untuk melaut di Desa Panglima Raja,
Inhil agar tidak terjadi eksploitasi pada sumber daya alam perairan;
(d). Larangan menebang kayu di hutan, tetapi memperbolehkan
pemetikan buah yang tidak disertai pemotongan kayu di Rimbo
Larangan Jake, Kuantan Singingi;
(e). Denda jika memotong kayu untuk keperluan komersial berupa
wajib memotong kambing/lembu/kerbau di Rimbo Larangan Jake,
Kuantan Singingi.
Simpulan
Dalam konteks kearifan lingkungan , inti kebudayaan masyarakat
Melayu adalah konsep tanah adat. Tanah adat adalah ruang Sistem tanah adat Orang Melayu itu terwujud kedalam bentuk ide,
(space) tanah atau hutan yang diatur begitu rupa oleh masyarakat aktivitas, dan material. Pemeliharaan dan pemanfaatan tanah adat
adat berguna untuk melangsungkan sistem kehidupan masyarakat Orang sudah ada sebelum Kerajaan Siak Sri Indrapura yang
Melayu . Di atas tanah adat inilah, diatur pembagian hutan terdapat di dalam kehidupan masyarakat Orang Melayu .
menurut persukuan yang ada , kebun dan sumber asli. Hutan Keberadaan tanah adat berdampak positif bagi masyarakat Orang
larangan adalah satu kewujudan daripada bahagian tanah ulayat Melayu dengan alam dan lingkungan yang bersumber dari nilai-
Di situ juga termasuk aspek-aspek kebudayaan yang berhubungan nilai agama, adat istiadat, petuah nenek moyang atau budaya
dengan pengeluaran, penyaluran, dan konsumsi pangan. Oleh itu, setempat. Nilai-nilai yang terdapat dalam sistem tanah adat
setiap inti kebudayaan selalu berhubungan dengan ekosistem, memiliki fungsi kearifan lingkungan terbangun secara alamiah
ekonomi dan struktur sosial. Kearifan dalam melestarikan tanah dalam suatu komunitas masyarakat untuk beradaptasi dengan
adat orang Melayu dipresentasikan dalam nilai sosial, norma lingkungan di sekitarnya. Namun bermula dari kebijakan yang
adat, etika lingkungan, sistem kepercayaan, pola penataan ruang dibuat oleh pemerintahab kolonialisme yang kemudian di
tradisional, peralatan dan teknologi sederhana ramah lingkungan. rekonstruksi oleh pemerintahan Indonesia yang berorientasi
Hubungan tanah dan warga Orang Melayu ditandai dengan kepada pandangan kapitalistik dan antropocentik telah
produktivitas, sustainabilitas, equitabilitas, bijaksana, benar, memarjinalkan orang Melayu dan dagradasi lingkungan secara
tepat, serasi dan harmonis. hebat.
Resources
Budi, H. 1975. Hukum Agraria di Indonesia.
Jambatan. Jakarta. Effenddy, T. 2004. Tunjuk Ajar r
Melayu (ButirButir Budaya Melayu Riau). Adicita Dafta
ka
Karya. Yogyakarta Garna, J. K. 1999. Metode Pusta
Penelitian Kualitatif. Primoco Akademika. Bandung.
Hamidi, 2006. Jagad Melayu dalam Lintasan Budaya
di Riau. UIR Press. Pekanbaru. Nijhoff, M 1819.
Adatrechtbundels serie XVIII,S.Gravenhage. Susanto,
A. 1984. Sosiologi Pembangunan.Bina Cipta
Bandung. Zein. R, 1994. Tanah, Hutan dan
Pembangunan. UIR Press. Pekanbaru.
Thank You

Anda mungkin juga menyukai