Anda di halaman 1dari 11

Perlindungan Hukum terhadap Tradisi Manungal sebagai Kearifan Lokal

Masyarakat Dayak Meratus di Kalimantan Selatan

Disusun Oleh:
Nabila Talitha Islami
11000120140277

KEARIFAN LOKAL & LINGKUNGAN A


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2023
A. Pendahuluan
Indonesia sebagai negara plural, memiliki keanekaragaman budaya sebagai hasil dari
karya, rasa dan cipta masyarakatnya. Keanekaragaman budaya tersebut adalah suatu kearifan
lokal (local wisdom). Kearifan lokal merupakan ciri khas budaya suatu daerah. Kearifan
lokal bisa berupa ide atau kegiatan yang mencakup cara berinteraksi dengan manusia lain,
manusia dan lingkungan, dan manusia dengan sistem kepercayaannya.1

Maksudnya Kearifan lokal merupakan tata nilai kehidupan yang terwarisi dari satu
generasi ke generasi berikutnya yang berbentuk religi, budaya ataupun adat istiadat yang
umumnya dalam bentuk lisan dalam suatu bentuk sistem sosial suatu masyarakat.
Keberadaan kearifan lokal dalam masyarakat merupakan hasil dari proses adaptasi turun
menurun dalam periode waktu yang sangat lama terhadap suatu lingkungan yang biasanya
didiami ataupun lingkungan dimana sering terjadi interaksi didalamnya. Ini berarti bahwa
kearifan lokal merupakan bagian dari budaya yang terdapat pada suatu daerah.

Meskipun bernilai budaya lokal tetapi nilai yang terkandung di dalam kearifan lokal
dianggap sangat universal atau berlaku secara luas. Jadi, walaupun kearifan lokal hanya
dilaksanakan oleh masyarakat setempat dalam lingkup asal kearifan lokal muncul tetapi nilai
yang terkandung dalam kearifan lokal tersebut dapat digunakan secara umum.2

Kalimantan Selatan sebagai bagian dari Indonesia, juga memiliki beragam suku
bangsa, agama, kepercayaan, budaya dan adat istiadat yang bisa saja berbeda satu tempat
dengan lainnya, sehingga pasti ada banyak beragam kearifan lokal yang dimiliki. Salah satu
kearifan lokal pada masyarakat Dayak Meratus di Kalimantan Selatan adalah Tradisi
Manungal.

Manugal merupakan sebuah tradisi menanam padi yang dilakukan oleh masyarakat
adat Dayak yang hingga saat ini masih sering dilakukan, tidak terkecuali yang dilakukan
oleh masyarakat adat Dayak Meratus. Berkaitan dengan lingkungan, nilai luhur yang dapat
dijadikan kajian dari sebuah masyarakat adat adalah kearifan lokal (local wisdom) dalam

1
Jumriani, J., Mutiani, M., Putra, M. A. H., Syaharuddin, S., & Abbas, E. W. (2021). The Urgency of Local
Wisdom Content in Social Studies Learning: Literature Review. The Innovation of Social Studies Journal, 2(2),
103-109.
2
Sartini, Menggali Kearifan Lokal Nusantara Sebuah Kajian Filsafati, Jurnal Filsafat, Jilid 37, Nomor 2,
Agustus (2004)

1|
melakukan pengelolaan lingkungannya. Sebuah nilai penting yang dimiliki masyarakat adat
dalam aktivitas yang berhubungan dengan eksplorasi dan eksploitasi alam.

Dewasa ini lingkungan hidup sedang mengalami degradasi sebagai dampak negatif
dari lompatan petumbuhan jumlah penduduk yang tidak terkendali serta globalisasi.
Ledakan penduduk menyebabkan kebutuhan akan ruang hidup semakin luas, sehingga
berdampak terhadap pengurangan ruang hijau, berupa hutan dan lahan pertanian karena
dijadikan areal pemukiman. Jumlah populasi yang terus meningkat mengakibatkan
peningkatan jumlah kebutuhan dan konsumsi sumber daya alam (SDA). Dalam beberapa
kasus, luas hutan berkurang karena adanya kejahatan illegal logging, tetapi pengurangan luas
areal hutan juga tidak terlepas dari bertambahnya jumlah penduduk. Tradisi Manungal perlu
untuk dilestarikan serta dilindungi eksistensinya sebagai upaya untuk menjamin kelestarian
budaya dan kearifan lokal di Daerah khususnya di wilayah Kalimantan Selatan.

B. Permasalahan
Berdasarkan hal-hal yang termuat dalam latar belakang di atas, permasalahan yang
hendak diangkat adalah mengenai bagaimana pengertian mengenai Tradisi Manungal pada
masyarakat Dayak Meratus yang ada di wilayah Kalimantan Selatan. Kemudian,
permasalahan selanjutnya yang ingin dibahas adalah terkait bagaimana bentuk perlindungan
hukum Pemerintah Daerah Kalimantan Selatan terhadap kearifan local masyarakat Dayak
Meratus dalam melindungi tanah melalui Tradisi Manungal.

C. Pembahasan
Tradisi Manungal pada Komunitas Adat Masyarakat Dayak Meratus di
Kalimantan Selatan
Kedudukan kawasan hutan yang menjadi hulu sebagian besar Daerah Aliran Sungai
(DAS) menjadikan kawasan ini sangat penting bagi Provinsi Kalimantan Selatan sebagai
kawasan resapan air, di sisi lain kondisi kelerengan lahan yang cukup terjal dan jenis tanah
yang peka erosi menjadikannya memiliki nilai kerentanan (fragility) yang tinggi. Berbagai
pertimbangan di atas serta melihat fungsi kenyamanan lingkungan (amenities) bagi
masyarakat di bagian hilir, maka penutupan hutan merupakan satu- satunya pilihan sehingga

2|
kawasan hutan pegunungan meratus harus dipertahankan sebagai hutan lindung dan
dijauhkan dari perusakan.

Komunitas Lokal Dayak Meratus Kiyu yang berdomisili di pegunungan Meratus di


kaki Gunung Taniti Ranggang, di sebelah timur berbatasan dengan desa Kiyu dengan desa
Juhu, di sebelah barat berbatasan dengan desa Hinas Kiri, di sebelah selatan berbatasan
dengan desa Sumbai dan desa Batu Perahu dan disebelah utara berbatasan dengan desa
Mangkiling. Dayak kiyu mayoritas penduduknya beragama kaharingan (Animisme).
Kepercayaan yang dimiliki masyarakat kampung kiyu cenderung kepercayaan akan roh
nenek moyang karena ini merupakan kepercayaan yang turun tenurun, terus-menerus
melaksanakan ritual dan masyarakat percaya bahwa roh nenek moyang dan keluarga mereka
tinggal di pohon-pohon besar di hutan. Posisi rungku (rumah) Masyarakat kiyu berkelompok
di tepi sungai Pang Hiki.

Asal usul dayak kiyu, dalam cerita masyarakat yang beredar diceritakan, suatu hari
ada beberapa warga yang ingin mencari iwak (ikan) saat itu mereka kalau ingin mendapatkan
iwak dengan cara maliyu dan manabat sungai (membandung sungai) dengan mengalihkan
dan atau memindahkan air sungai ke seluran yang sudah mereka sediakan. Cara ini mereka
lakukan agar mendapat ikan yang lebih banyak. Dari sebutan Maliyu lah mereka memberi
nama ‘KIYU, di sebelah kiri ada sungai hulu kiyu dan di sebelah kanan ada sungai Panghiki,
diantara kedua belah sungai itu mereka menyebut Murung kiyu (kampung). Dari dua kata
MALIYU dan MURUNG inilah mereka memberi nama dengan sebutan ‘KAMPUNG
KIYU’.

Struktur kelambagaan masyarakat Kiyu di pimpin oleh kepala adat dan kepala balai,
kepala adat, merangkap sebagai penghulu (untuk menikahkan) sekaligus juga untuk
permasalahan yang menyangkut adat istiadat, menantukan aruh (pesta adat). Kepala balai,
tinggal di rumah adat dan juga bertugas sebagai pemimpin acara ritual (Aruh) dan dalam
adat Dayak Meratus pimpinan acara Aruh disebut BALIAN (merupakan orang yang
dipercaya untuk memimpin acara Aruh).

Hukum Adat yang digunkan dayak kiyu yaitu, kebiasaan-kebiasaan yang terjadi
dalam masyarakat yang dilakukan secara terus menerus dan akhirnya menjadi sebuah
peraturan dalam masyarakat itu sendiri. Hukum adat suku dayak kiyu masih lekat dalam tata
cara hidupnya sehari-hari tanpa melupakan Hukum Nasional, seperti Hukum Waris, Hukum
Pertanahan, Hukum Perkawinan yang berdasarkan kebiasaan masa lampau dari leluhur yang

3|
menjadi aturan-aturan hidup di Desa Kiyu.Warisan leluhur ini menjadi budaya bagi mereka
dan tetap di pertahankan sampai sekarang.

Sebagian besar mata pecaharian masyarakat kiyu bersifat homogen seperti bertani.
Setiap pagi masyarakat kiyu pergi ke huma (ladang) dan manugal, kemudian menjelang sore
hari baru mereka kembali pulang, tetapi ada sebagian yang tinggal menetap di huma (ladang)
selama masa tanam. Huma biasanya berjarak 3-5 km dari pemukiaman atau kampung,
kebanyakan di desa kiyu semua anggota keluarga ikut andil melakukan pekerjaan bahuma.
Hasil pertaniannya tidak untuk di jual tetapi untuk dikonsumsi sendiri, hasil panen di simpan
di kindai (lumbung) sebagai persediaan bahan makanan.

Selain bertani untuk kebutuhan hidup masyarakat kiyu memamfaatkan potensi


HHNK (hasil hutan non kayu) seperti; kemiri, madu, bamban, rotan, sarang semut dan getah
damar, yang tanpa merusak tatan hukum adat. Usaha komersial yaitu; berkebun kacang
tanah, pisang, cabe rawit, bibit meranti dan karet. Dalam hal melestarikan budaya dan
kesenian masyarakat adat dayak kiyu melestarikan budaya tari bangsai, tari kanjar dan tari
gintur. Tarian-tarian ini biasanya dilakukan pada saat upacara aruh adat (pesta adat) tari ini
biasanya dilakukan untuk pembukaan acara adat yang di tarikan oleh orang tua maupun anak
muda, bahkan bagi para undangan pun diperbolehkan ikut mempertunjukkan kelincahannya
dalam melantunkan tarian tersebut.

Masyarakat adat kiyu memiliki ritual upacara adat yang secara turun menurun dan
terus-menerus dilakukan, upacara bagian dari tradisi yang mengandung nilai budaya yang
tinggi mereka warisi dari nenek moyang. Salah satunya ketika bahuma (berladang)
merupakan kegiatan utama masyarakat kiyu. Aktivitas ini menjadi identitas masyarakat
kiyu, upacara ritual adat ini tidak selalu berkaitan dengan bahuma. Puncak dari tradisi ritual
bahuma adalah aruh ganal (aruh besar), yakni pesta adat berupa syukuran atau selamatan
yang dilakukan di balai (rumah adat).

Aruh ganal disebut juga Bwanang Banih Halin atau upacara Mahanyari Banih.
Artinya, melakukan acara selamatan karena terpenuhi hajat mendapat hasil padi yang baik
dan tidak mendapat musibah. Basambu, merupakan ritual masyarakat desa kiyu untuk
menyambut padi yang sudah berbuah untuk meminta pertolongan pada leluhur agar padi
tumbuh baik dan dihindarkan dari gagal panen. Acara ini di laksanakan di dalam balai dan
dilakukan oleh beberapa orang balian, dilaksanakan selama 1-3 malam pada akhir bulan
maret ke awal bulan april. Aruh Bawanang (mahanyari), dilakukan dalam rangka

4|
menyembut panen padi dan baru bisa dilaksanakan setelah seluruh tandun/umbun (kelompok
kepala keluarga) setelah selesai panen padinya. Upacara aruh ini biasanya dilaksanakan pada
bulan juni selama 3-5 malam di balai adat kiyu. Aruh ganal (penutup), merupakan aruh
terakhir dan paling besar, biasanya dilaksanakan sampai 7 hari 7 malam di dalam balai,
upacara ini di katakan pesta panen. Setelah selesai mengatam banih (menuai padi) dan
waktunya ditentukan oleh tatuha balai (pimpinan balai). Aruh ini biasanya dilaksanakan
dalam kelender Masehi jatuh pada bulan september.

Manugal (Bertani Dilahan Kering atau Gunung).

Manugal sebutan warga Dayak Pegunungan Meratus Kalimantan Selatan untuk


bertani di lahan kering atau gunung, manugal bisa jadi sebuah proses dalam penanaman padi
ala Dayak tersebut. Seperti dalam proses bertani, yaitu laki-laki menugal (membuat lubang
dengan bantuan kayu yang ditancapkan ke tanah untuk benih) dan perempuan memasukkan
benih padi ke lubang tugal dengan jarak tanam 20 cm x 20 cm, dimana setiap lubang diisi 5-
7 benih. Lubang tugal tidak ditutup, dibiarkan terbuka, tapi lama kelamaan lubang itu dengan
sendirinya akan tertutup oleh tanah akibat aliran air hujan pada permukaan tanah.3

Pada zaman dahulu suku Dayak sangat bergantung pada alam. Tradisi manugal
dilakukan setahun sekali biasanya pada bulan Oktober dan November. Kegiatan manugal
mencerminkan hubungan silaturahmi suku Dayak yang sangat erat, karena dilakukan secara
bergantian. Manugal juga mencerminakan sifat kerja sama dan gotong royong untuk
mencapai kesejahteraan bersama.4

Sebelum menanam dilakukan ritual, yaitu membakar dupa yang dibawa mengelilingi
lahan yang akan ditanami sebanyak tiga kali sambil membaca mantra yang isinya adalah doa
dan permohonan kepada Yang Maha Kuasa agar hasil padi melimpah dan dapat dinikmati
oleh seluruh anggota keluarga. Varietas padi di komunitas petani dayak Meratus sangat
tinggi, tercatat 28 varietas padi, baik padi biasa maupun padi pulut (lakatan). Orang dayak
telah melestarikan berbagai varietas padi secara turun temurun karena itu lingkungan alam
dayak telah menjadi bank gen (gene pool) untuk berbagai varietas padi yang sangat penting
dilestarikan karena diperlukan dalam rangka pemuliaan padi yang lebih unggul yang

3
Zainuddin Hasan, 2012, Manugal Cara Tani Dayak di Pedalaman Kalimantan, Jakarta: Kompas
4
Dayak Putra, 2011, Tradisi Dayak Meratus Desa Kiyu, Kalimantan Selatan; Universitas Lambung Mangkurat.

5|
diperlukan manusia. Selain padi, orang dayak juga menanam berbagai jenis palawija dan
tanaman tahunan yang menunjang kehidupan mereka.

Perlindungan Hukum Pemerintah Daerah Kalimantan Selatan terhadap


Kearifan Lokal masyarakat Dayak Meratus berupa Tradisi Manungal
Secara umum maka local wisdom (kearifan setempat) dapat dipahami sebagai
gagasan-gagasan setempat (local) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik,
yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya.5 Kearifan lokal itu terdapat dalam
masyarakat, komunitas, dan individu. Dengan demikian kearifan lokal merupakan
pandangan dan pengetahuan tradisional yang menjadi acuan dalam berperilaku dan telah
dipraktikkan secara turun-temurun untuk memenuhi kebutuhan dan tantangan dalam
kehidupan suatu masyarakat.

Kearifan lokal berfungsi dan bermakna dalam masyarakat baik dalam pelestarian
sumber daya alam dan manusia, adat dan budaya, serta bermanfaat untuk kehidupan.
Masyarakat asli di suatu daerah memiliki cara pandang, wawasan dan konsep terkait
lingkungan mereka, cara pandang serta konsep itulah yang dapat kita artikan sebagai bagian
dari kearifan lokal. Kearifan lokal memiliki cakupan yang lebih luas daripada sekedar
pengetahuan tradisional.

Kearifan lokal merupakan perwujudan implementasi artikulasi dan pengejawantahan


serta bentuk pengetahuan tradisional yang dipahami oleh manusia atau masyarakat yang
berinteraksi dengan alam sekitarnya, sehingga kearifan lokal merupakan pengetahuan
kebudayaan yang dimiliki kelompok masyarakat tertentu mencakup model-model
pengelolaan sumber daya alam secara lestari termasuk bagaimana menjaga hubungan
dengan alam melalui pemanfaatan yang bijaksana dan bertanggung jawab. 6 Dengan
demikian kearifan lokal adalah suatu sistem yang mengintegrasikan pengetahuan, budaya
dan kelembagaan serta praktik mengelola sumber daya alam.

Berbicara tentang kearifan lokal maka kita akan sangat erat kaitannya dengan
masyarakat asli, lokal, atau masyarakat adat. Berangkat dari pemahaman bersama bahwa
upaya mewujudkan penegakan hak asasi manusia (HAM) bagi masyarakat adat yang

5
Sartini, Menggali Kearifan Lokal Nusantara Sebuah Kajian Filsafati, Jurnal Filsafat, Jilid 37, Nomor 2,
Agustus, 2004.
6
Suhartini, Kearifan Lokal dan Konservasi Keanekaragaman Hayati, (Yogyakarta: UGM, 2009).

6|
diemban oleh Negara adalah dengan memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat adat
sebagaimana diamanatkan dalam konstitusi. Landasan konstitusional perlindungan,
pengakuan, dan penghormatan terhadap masyarakat hukum adat terdapat pada Pasal 18,
Pasal 18 B ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 berbunyi: “Negara mengakui dan
menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya
sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara
Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undangundang.” Keberadaan dan
eksistensi masyarakat dalam konstitusi diatur juga dalam Pasal 18B ayat (3), Pasal 28I ayat
(3), serta pasal 32 ayat (1) dan (92) UUD 1945.

Kearifan-kearifan lokal tersebut dianggap baik terbukti dari eksistensinya, dan


kearifan lokal masyarakat tersebut ternyata mampu menyeimbangkan kondisi alam dan
ekosistem. Kearifan-kearifan lokal tersebut melekat dalam eksistensi dan kehidupan
masyarakat setempat, sehingga layak dikatakan sebagai kearifan asli bangsa Indonesia.
Masyarakat adat hidup dengan kearifan lokal mereka, oleh karena itu jika Negara serius
melindungi masyarakat adat, maka harus pula melindungi dan menjaga eksistensi kearifan
lokal mereka.

Berbicara tentang perlindungan hukum masyarakat adat tentunya harus berangkat


dari hak-hak masyarakat adat dalam kaitannya dengan pengakuan dan pengaturannya di
dalam hukum nasional. Untuk itu hal pertama yang harus dilakukan adalah mengetahui
posisi dan kedudukan masyarakat adat itu sendiri sebagai subyek hukum yang memiliki hak-
hak adat tersebut di dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Apakah negara
mengakui dan menghormati atau tidak keberadaan dari masyarakat adat tersebut dengan
segala hak-hak tradisional yang melekat padanya. Serta bagaimana politik hukum nasional
terhadap upaya perlindungan hukum terhadap hak-hak masyarakat adat berdasarkan UUD
NRI 1945. Jika negara berkomitmen untuk melindungi masyarakat adat, maka negara pun
harus melindungi pula segala sesuatu yang melekat pada mereka termasuk kearifan lokal
yang masih terjaga eksistensinya.

Dalam hal ini, Pemerintah Daerah Kalimantan Selatan berupaya secara konsisten
berkomitmen dalam melindungi segala bentuk kearifan local yang terdapat di wilayahnya
melalui Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 4 Tahun 2007 tentang Budaya
Banua dan Kearifan Lokal. Budaya Banua dan kearifan lokal di Daerah merupakan hasil
perwujudan gagasan, prilaku dan karya yang bernilai luhur dalam kehidupan masyarakat,

7|
yang lahir dan memandu pembangunan daerah menuju cita-cita negara sejahtera. Eksistensi
Peraturan Daerah ini adalah untuk menjamin kelestarian budaya Banua dan kearifan lokal di
Daerah, sebagai rencana, arah dan kebijakan berkelanjutan yang bertujuan pada perwujudan
bentuk budaya Banua dan kearifan lokal di Daerah.

Budaya Banua adalah seluruh hasil gagasan, perilaku, hasil karya, pemikiran dan
adaptasi masyarakat Banua (Banua adalah sebutan untuk desa besar yang dapat terdiri dari
beberapa buah anak kampung yang terdapat di Kalimantan Selatan, terutama dahulu
digunakan pada masa Kesultanan Banjar dan masa kolonial Hindia Belanda) terhadap zaman
dan lingkungan di Daerah yang dibentuk untuk mencapai keselamatan dan kebahagian
dengan unsur-unsur kearifan lokal yang difungsikan sebagai pedoman untuk kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Peraturan Daerah ini mendeskripsikan Kearifan Lokal adalah nilai-nilai luhur yang
berlaku dalam tatanan kehidupan masyarakat yang bertujuan untuk melindungi dan
mengelola kehidupan ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan hidup sebagai bagian
identitas kultural, karakter dan peneguh jati diri bangsa. Budaya Banua dan Kearifan Lokal
dimaksudkan sebagai acuan pembangunan daerah menuju ke arah kemajuan adab, budaya,
dan persatuan untuk mempertinggi derajat kemanusiaan masyarakat di Daerah.

Budaya Banua dan Kearifan Lokal bertujuan untuk:

a. memperteguh identitas Daerah sebagai bagian jati diri bangsa;


b. memperkokoh karakter Daerah sebagai upaya pembangunan karakter bangsa;
c. memperkuat persatuan Daerah sebagai penopang persatuan bangsa;
d. meningkatkan citra Daerah sebagai bagian citra bangsa; dan e. melestarikanhasil
budaya dan nilai-nilai luhur.

Peraturan Daerah ini mengamanatkan kepada Pemerintah Daerah untuk melestarikan


tradisi misalnya Tradisi Manungal pada Masyarakat Dayak Meratus. Pemerintah daerah
wajib melaksanakan pelestarian tradisi. Pelestarian tradisi yang diharuskan untuk dilakukan
oleh pemerintah daerah meliputi perlindungan tradisi, pengembangan tradisi, dan
pemanfaatan tradisi.

8|
D. Kesimpulan
Indonesia sebagai negara plural, memiliki keanekaragaman budaya sebagai hasil dari
karya, rasa dan cipta masyarakatnya. Keanekaragaman budaya tersebut adalah suatu kearifan
lokal (local wisdom). Kearifan lokal merupakan ciri khas budaya suatu daerah. Komunitas
Lokal Dayak Meratus Kiyu yang berdomisili di pegunungan Meratus di kaki Gunung Taniti
Ranggang, di sebelah timur berbatasan dengan desa Kiyu dengan desa Juhu, di sebelah barat
berbatasan dengan desa Hinas Kiri, di sebelah selatan berbatasan dengan desa Sumbai dan
desa Batu Perahu dan disebelah utara berbatasan dengan desa Mangkiling.

Manugal merupakan sebuah tradisi menanam padi yang dilakukan oleh masyarakat
adat Dayak yang hingga saat ini masih sering dilakukan, tidak terkecuali yang dilakukan
oleh masyarakat adat Dayak Meratus. Berkaitan dengan lingkungan, nilai luhur yang dapat
dijadikan kajian dari sebuah masyarakat adat adalah kearifan lokal (local wisdom) dalam
melakukan pengelolaan lingkungannya. Sebuah nilai penting yang dimiliki masyarakat adat
dalam aktivitas yang berhubungan dengan eksplorasi dan eksploitasi alam.

Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 4 Tahun 2007 tentang Budaya
Banua dan Kearifan Lokal merupakan bentuk kepedulian dan perhatian yang ditunjukkan
oleh Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Selatan guna menjaga kelestarian kearifan
lokal. Eksistensi Peraturan Daerah ini adalah untuk menjamin kelestarian budaya Banua dan
kearifan lokal di Daerah, sebagai rencana, arah dan kebijakan berkelanjutan yang bertujuan
pada perwujudan bentuk budaya Banua dan kearifan lokal di Daerah.

E. Saran
Selain pemerintah, dibutuhkan dukungan serta peran aktif masyarakat untuk
melestarikan Tradisi Manungal dalam menjaga ekosistem tanah. Pemerintah daerah dengan
dukungan segala elemen masyarakat diharapkan melaksanakan pelestarian tradisi. Sebab,
hal tersebut bertujuan untuk melindungi dan mengelola kehidupan ekonomi, sosial, budaya
dan lingkungan hidup sebagai bagian identitas kultural, karakter dan peneguh jati diri
bangsa.

9|
Daftar Pustaka
Jumriani, J., Mutiani, M., Putra, M. A. H., Syaharuddin, S., & Abbas, E. W. (2021). “The
Urgency of Local Wisdom Content in Social Studies Learning: Literature Review.”
The Innovation of Social Studies Journal. Vol. 2(2)
Putra, Dayak. 2011. Tradisi Dayak Meratus Desa Kiyu. Kalimantan Selatan; Universitas
Lambung Mangkurat.

Sartini. (2004). “Menggali Kearifan Lokal Nusantara Sebuah Kajian Filsafati”, Jurnal
Filsafat. Jilid 37, Nomor 2.

Suhartini. 2009. Kearifan Lokal dan Konservasi Keanekaragaman Hayati. Yogyakarta:


UGM.

Zainuddin, Hasan. 2012. Manugal Cara Tani Dayak di Pedalaman Kalimantan. Jakarta:
Kompas.

10 |

Anda mungkin juga menyukai