Anda di halaman 1dari 28

PERANAN MAMAK SEBAGAI KEPALA WARIS DI MINANGKABAU YANG TERKINI

ELSI FATIYA RAHMADILA (2110112035)


Dosen Pengampu: Prof. Dr. Hj. Yulia Mirwati, S.H., C.N., M.H. Hukum Adat
Minangkabau 3.11
Fakultas Hukum Universitas Andalas
A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Indonesia atau yang biasa disebut dengan Nusantara merupakan sebuah negara
yang terdiri atas kurang lebih 17.000 pulau besar dan kecil dari Sabang hingga
Merauke. Keunikan Indonesia tidak hanya terletak pada keragaman pulaunya saja,
tetapi juga macam-macam budaya dan suku bangsa. negara Indonesia merupakan
negara yang terdiri dari suku bangsa yang beragam atau multikultural. Terdapat
kurang lebih 300 kelompok keturunan yang berbeda dengan kebudayaan yang
beragam di Indonesia.

Terdapat berbagai macam suku bangsa di Indonesia di mana setiap suku bangsa itu
mempunyai adat istiadat yang satu sama yang lain mempunyai corak yang berbeda.
Dengan adanya keragaman adat istiadat ini memunculkan suatu potensi yang dimiliki
oleh bangsa Indonesia sebagai warisan dari leluhur bangsa yang memberikan aturan-
aturan tingkah laku dan perbuatan manusia dalam suatu kebiasaan yang dipatuhi oleh
masyarakatnya.
Adat Minangkabau berarti aturan hidup bermasyarakat orang-orang Minang yang
meliputi segala aspek kehidupan, yang dibagi dalam 4 (empat) kelompok, yaitu:1
a. Adat Nan Sabana Adat
Adat nan sabana adat adalah kenyataan yang berlaku tetap di alam, tidak
pernah berubah oleh keadaan tempat dan waktu. Kenyataan itu mengandung
nilai-nilai, norma, dan hukum. Di dalam ungkapan Minangkabau dinyatakan
sebagai adat nan indak lakang dek paneh, indak lapuak dek hujan, diasak
indak layua, dibubuik indak mati; atau adat babuhua mati. Adat nan sabana
adat bersumber dari alam

Aturan pokok dan falsafah yang mendasari kehidupan suku Minang yang
1
berlaku turun temurun tanpa terpengaruh oleh tempat, waktu dan keadaan
sebagaimana dikiaskan dalam kata-kata adat.
b. Adat Nan Diadatkan
Adat nan diadatkan adalah adat buatan yang dirancang, dan disusun oleh
nenek moyang orang Minangkabau untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-
hari. Aturan yang berupa adat nan diadatkan disampaikan dalam petatah dan
petitih, mamangan, pantun, dan ungkapan bahasa yang berkias hikmah.

Peraturan setempat yang telah diambil dengan kata mufakat atau pun
kebiasaan yang sudah berlaku umum dalam suatu nagari. Adat nan diadatkan
dengan sendirinya hanya berlaku dalam satu nagari saja dan karenanya tidak
boleh dipaksakan juga berlaku umum di nagari lain. Yang termasuk adat nan
diadatkan ini, antara lain mengenai tata cara syarat yang berlaku dalam tiap-tiap
nagari.

1
Amir MS, Adat Minangkabau Pola dan Tujuan Hidup Orang Minang, (Jakarta: PT Mutiara Sumber Widya, 1999),
hlm. 73.

2
c. Adat Nan Teradat
Adat nan taradat disebut juga adat babuhua sentak, artinya dapat
diperbaiki, diubah, dan diganti. Fungsi utamanya sebagai peraturan
pelaksanaan dari adat Minangkabau. Contoh penerapannya antara lain dalam
upacara batagak pangulu, turun mandi, sunat rasul, dan perkawinan, yang
selalu dipagari oleh ketentuan agama, di mana syarak mangato adaik
mamakaikan.

Kebiasaan dalam kehidupan masyarakat yang perlu ditambah atau


dikurangi dan bahkan boleh ditinggalkan, selama tidak menyalahi berpikir
orang minang. Kebiasaan yang menjadi peraturan ini mulanya dirumuskan oleh
Ninik Mamak Pemangku Adat dalam suatu nagari untuk mewujudkan aturan
pokok yang disebut adat yang diadatkan. Yang pelaksanaannya disesuaikan
dengan situasi dan kondisi setempat.
d. Adat istiadat
Adat istiadat merupakan aturan adat yang dibuat dengan mufakat niniak
mamak dalam suatu nagari. Peraturan ini menampung segala kemauan anak
nagari yang sesuai menurut alua jo patuik, patuik jo mungkin. Adat istiadat
umumnya tampak dalam bentuk kesenangan anak nagari seperti kesenian,
langgam dan tari, dan olahraga.

kebiasaan yang berlaku dalam suatu tempat yang berhubungan dengan


tingkah laku dan kesenangan. Kebiasaan ini merupakan ketentuan yang
dibiasakan oleh Ninik Mamak Pemangku Adat sebagai wadah penampung
kesukaan orang banyak yang tidak bertentangan dengan adat yang diadatkan
serta tidak bertentangan pula dengan akhlak yang mulia. Misalnya, adat main
layang-layang sesudah musim panen, adat berburu pada musim panen, adat
main sepak raga waktu senggang sesudah ke sawah, adat bertegak batu sesudah
beberapa hari mayat terkubur.
Di Minangkabau dalam suatu nagari terdapat beberapa suku, dan suku terdiri pula
dari kaum, seterusnya kaum terdiri pula dari beberapa paruik, tiap-tiap kelompok
masyrakat itu mempunyai pemuka atau pemimpin dan anggota yang mendukung
persekutuan itu serta mempunyai harta pusaka.2
3
Begitu pula kaum yang merupakan bagian dari suatu suku disamping mempunyai
pemimpin dan anggota juga mempunyai harta pusaka baik yang diwarisi maupun yang
didapati oleh kaum itu atas kerja sama kaum tersebut.
Keberadaan harta pusaka sangatlah penting karena harta tersebut selain kebanggaan
suku juga merupakan status sosial bagi kaum yang memilikinya. Sebab bila kaum
mempunyai harta pusaka yang banyak orang di kampung akan tetap menghormatinya.
Sebaliknya bila suatu kaum, tidak memiliki/mempunyai harta pusaka maka otomatis
status sosialnya di suatu kampung akan berkurang. Harta pusaka itu dapat berupa,
sawah, ladang dan tanah.

2
Syofyan Thalib, Peranan Ninik Mamak dalam Pembangunan (Laporan Penelitian), (Padang: Fakultas Hukum
Universitas Andalas, 1978), hlm. 1.

4
Harta Pusaka di Minangkabau pada prinsipnya akan tetap utuh dan tidak pernah
kurang karena harta tersebut tidak dipindahtangankan, kecuali ada alasan-alasan lain
seperti :
 Untuk biaya perkawinan anak gadis (gadih gadang indak balaki);
 Ongkos penguburan mayat (maik tabujua ditangah rumah);
 Memperbaiki rumah adat (rumah gadang katirisan); dan
 Pembayar hutang kaum (pambangkik batang tarandam).3
Dimana dengan harta pusaka (tanah) itu anggota-anggota atau anak kemenakan di
dalam kaum itu secara turun temurun dapat melanjutkan kehidupan dengan menggarap
tanah atau ladang yang dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari dan memberikan
kesejahteraan hidup bagi anggota kaum tersebut.
Dalam konsep adat, tanah mempunyai kedudukan yang sangat penting sekali hal
ini disebabkan oleh sifatnya tanah itu yang mana tanah merupakan satu-satunya hak
kebendaan yang bagaimanapun bersifat abadi dan tetap.
Berdasarkan sifat dan fakta-fakta tersebut di atas terdapat hubungan yang erat sekali
antara manusia sebagai anggota masyarakat dengan tanah yang dimilikinya, hubungan
mana bersifat magis-religius.
Mamak kepala waris adalah nama jabatan dalam suatu kaum yang bertugas
memimpin seluruh anggota kaum dan mengurus, mengatur, mengawasi serta
bertanggung jawab atas hal-hal pusaka kaum. Maka mamak kepala waris inilah yang
akan mengurus dan mengembangkan harta pusaka tinggi itu untuk kepentingan anak

3
Chairul Anwar, Hukum Adat Indonesia Meninjau Hukum Adat Minangkabau, (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), hlm.
94.
4
Soerojo Wignyodipoera, Pengantar dan Asas-Asas Hukum Adat, (Jakarta: CV Haji Masagung, 1994), hlm. 197.

5
kemenakannya yang dewasa ini kian hari kian berkembang dan demi kelangsungan
harta pusaka tinggi itu sendiri.
Dalam dinamikanya masyarakat hukum adat tidak dapat terlepaskan dari berbagai
perubahan yang terjadi, baik yang berasal dari internal maupun eksternal masyarakat
adat itu sendiri. Menurut Syofyan Thalib dalam masyarakat Minangkabau telah terjadi
perubahan-perubahan yang menyangkut dengan ciri masyarakat Minangkabau itu
sendiri.5
Masyarakat Minangkabau dewasa ini dihadapkan pada suatu realitas bahwa harta
pusaka tinggi kaumnya tersebut telah ada yang tergadai bahkan terjual atau telah
berpindah tangan atau tidak lagi dalam keadaan utuh. Suatu keadaan yang bertolak
belakang dengan prinsip penguasaan harta pusaka tinggi di Minangkabau yang telah
memberikan batasan yang jelas bahwa harta pusaka tinggi tidak dapat dialihkan dan
bersifat tetap sebagai milik suatu kaum, dalam pepatah adat disebutkan “Kabau Tagak
Kubangan Tingga”. Kalau pun harta pusaka tinggi tersebut akan digadaikan haruslah
memenuhi beberapa persyaratan sebagaimana yang telah diuraikan di atas dan untuk
proses gadai menggadai ini maka haruslah ada izin dari mamak kaum (mamak kepala
waris).
Fenomena ini merupakan salah satu indikasi terjadinya perubahan perubahan
dalam dinamika kehidupan masyarakat adat Minangkabau diantaranya fungsi dan
peranan mamak kepala waris terhadap harta pusaka tinggi yang pada saat sekarang ini
telah mengalami pula pergeseran-pergeseran.6
Hal ini dalam jangka panjang akan sangat mempengaruhi kelangsungan suatu kaum
dan eksistensi dari masyarakat hukum adat Minangkabau secara umum, mengingat
pentingnya arti harta pusaka tinggi tersebut bagi kaum.
Oleh sebab itu dengan sendirinya semua anak dapat menjadi ahli waris dari ibunya
sendiri, baik untuk harta pusaka tinggi maupun untuk harta pusaka rendah. Jika yang
meninggal dunia adalah seorang laki-laki atau suaminya, maka anak-anaknya dan istri
yang ditinggalkan tidak menjadi ahli waris untuk harta peninggalan suaminya. Namun

5
Syofyan Thalib, Perkembangan Beberapa Ciri Masyarakat dan Adat Minangkabau, (Padang: Pusat Penelitian
Unand, 1988), hlm. 17.
6
Firmah Hasan, Suatu Pengantar Dinamika Masyarakat dan Adat Minangkabau, (Padang: Pusat Penelitian Unand
Padang, 1987), hlm. 9.

6
yang menjadi ahli warisnya adalah seluruh kemenakannya (anak-anak dari saudara
perempuannya).7
Sebagaimana diketahui masyarakat Minangkabau menganut sistem kekerabatan
matrilineal, yaitu menarik garis keturunan dari pihak ibu berarti, anak-anak merupakan
keturunan dari ibu dan masuk ke dalam kekerabatan ibu dan mewaris dari harta ibunya.
Hal ini dilatar belakangi dari bentuk perkawinan pada masyarakat Minangkabau yang
menganut sistem perkawinan “semendo”, yang pada dasarnya merupakan perkawinan
bertandang, yaitu perkawinan mendatangkan laki-laki dari luar kerabatnya untuk
tinggal di rumah keluarga perempuan (istrinya), tetapi laki-laki atau suami tersebut
tidak ikut masuk kedalam kekerabatan istrinya, tetapi masih tetap pada kekerabatan
ibunya.
Hubungan antara anak dengan bapak tidaklah dekat, seperti dekatnya hubungan
anak dengan ibunya karena di siang hari seorang bapak pergi mencari nafkah dan hanya
pulang di malam hari. Mencari nafkah guna memenuhi kebutuhan kehidupan
kekerabatan dari pihak suami dan anak-anaknya seperti pepatah Minang menyebutkan
“Anak dipangku kemenakan dibimbing” dimana meskipun laki-laki tersebut sudah
berumah tangga, tetapi laki-laki (suami) tersebut tetap berada dalam kekerabatan
ibunya guna memelihara dan menjaga serta menafkahi kemenakan-kemenakannya,
seperti anak kandungnya sendiri. Namun tidaklah menjadi suatu kejanggalan atau
larangan apabila seorang bapak tidak ikut menafkahi anak-anaknya karena anak-
anaknya tersebut menjadi tanggung jawab dari mamaknya.
Sosok ayah dalam budaya Minangkabau adalah orang sumando (tidak mempunyai
kekuasaan apa-apa dalam keluarga istri termasuk terhadap anak-anak). Dalam proses
selanjutnya, terjadi perubahan peran ayah terhadap anak dan istrinya karena berbagai
faktor, seperti munculnya keinginan merantau dari orang Minang, masuknya pengaruh
Islam dan pendidikan modern telah membawa perubahan-perubahan cara berpikir
dalam hidup berkeluarga dan tanggung jawab terhadap anak istri.

7
Ellyne Dwi Poespasari, Menilik Hukum Kedudukan Mamak Kepala Waris di Minangkabau, diakses pada
https://news.unair.ac.id/2020/02/10-menilik-hukum-kedudukan-mamak-kepala-waris-di-minangkabau/?lang=id,
yang diakses pada tanggal 1 Oktober 2023 pukul 20.00.

7
Demikian eratnya hubungan antara mamak dan kemenakan, maka tidak
mengherankan kalau kemenakan berhak atas warisan dari mamaknya. Berbeda dengan
sistem kekerabatan lainnya yang ada di Indonesia. Jadi, kedudukan kemenakan menjadi
perhatian yang sangat penting masyarakat Minangkabau yang menganut sistem
matrilineal karena merekalah sebagai penerus generasi dalam kekerabatannya. Hal ini
menyebabkan peranan laki-laki atau suami terhadap isteri dan anak-anaknya sangat
kecil dibandingkan dengan peranan dan tanggung jawab mamak pada kemenakan
sebagai kepala waris yang sangat menonjol.

2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka pokok permasalahan yang dikaji adalah:
1. Mengapa kedudukan dan peran mamak sebagai kepala waris kuat dalam
kebudayaan Minangkabau?
2. Apakah kedudukan dan peranan mamak sebagai kepala waris masih berlaku
hingga sekarang?

3. Tujuan Pembahasan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka tujuan pembahasan permasalahan yang
dikaji adalah:
1) Mengetahui fakta terkait kedudukan dan peran mamak sebagai kepala
wariddalam kebudayaan Minangkabau.
2) Mengetahui perkembangan kedudukan dan peranan mamak sebagai
kepalawaris hingga masa kini.

3. Landasan Teori
Kewarisan harta pusaka dalam adat Minangkabau terbagi menjadi dua yaitu harta
pusaka tinggi dan harta pusaka rendah. Yang dimaksud dengan harta Pusaka Tinggi
dalam adat Minangkabau adalah harta yang diwariskan secara turun menurun dari
generasi ke generasi menurut garis keturunan ibu kepada anak perempuan.

Pada masyarakat adat Minangkabau, harta pusaka diturunkan secara kolektif


kepada anggota kaum dalam garis kekerabatan yang matrilinial. Hal tersebut berbeda

8
dengan ketentuan waris yang diatur oleh hukum Islam. Menurut ketentuan hukum
Islam, harta warisan diturun kepada ahli waris secara individual. Dan berdasarkan
sistem kekerabatannya yang bilateral, harta warisan diturunkan dari garis ayah dan
ibu.

9
Adat suku Minangkabau adalah salah satu adat yang terbilang unik di Indonesia,
dengan masyarakat yang menganut sistem kekerabatan matrilineal. Yang mana dalam
kehidupan invidu, kelompok maupun sosialnya masyarakat Minangkabau juga
memiliki adat istiadat yang mengaturnya seperti daerah-daerah lain pada umumnya.
Masyarakat Minangkabau adalah bagian dari masyarakat adat yang mempunyai
ciri-ciri yang khas, hukum adat yang bercorak matrilineal yang mana menarik garis
keturunan dari ibu. Masyarakat Minangkabau yang berfalsafahkan “Adat basanding
syarah, syarah basanding kitabullah” yang berkembang di tengah masyarakatnya.
Falsafah tersebut mempunyai makna bahwa adat yang atau kebiasaan yang berlaku
di tengah masyarakat tidak boleh bertentangan dengan syari’at. Akibatnya, segala
sesuatu perbuatan/kebiasaa masyarakat di ranah Minang yang tidak sesuai dengan Al-
Qur’an tidak dapat di sebut adat.8
Jadi, hukum adat minangkabau adalah kebiasaan yang telah lama berlangsung
dalam masyarakat yang menjadi ketentuan-ketentuan dasar sebagai aturan (kaedah)
ditentukan oleh nenek moyang (leluhur) yang berada di Minangkabau.
Dalam pepatah minang di sebutkan Mamak mambuang jauah, manggantuang
tinggi, artinya mamak bertanggung jawab terhadap saudara perempuan dan
kemenakan. Walaupun masyarakat Minangkabau menganut sistem kekerabatan dari
garis ibu, namun yang berkuasa di dalam kesatuan tersebut adalah orang laki-laki dari
pihak ibu (mamak).
Penelitian hukum ini merupakan penelitian sosio-legal research, yang menurut
sifatnya dapat digolongkan dalam jenis penelitian deskriptif analitis. Dinyatakan
sebagai penelitian hukum empiris (sosio-legal research), karena penelitan ini meneliti
perilaku masyarakat Minangkabau yang sistem kekerabatannya matrilineal, dimana
kedudukan perempuan paling dominan dibandingkan laki-laki, sehingga akan
berpengaruh pula pada pembagian harta warisanya.

8
Linda Firdawaty, Pewarisan Harta Pusako Tinggi Kepada Anak Perempuan di Minangkabau dalam Perspektif
Perlindungan terhadap Perempuan dan Hukum Islam, (Lampung: UIN Raden Intan. 2017), hlm. 82.

1
0
Berdasarkan sistem kekerabatan matrilineal, kedudukan mamak kepala waris
memegang peranan penting karena dianggap sebagai pelindung anggota keluarga.
Selain itu mamak kepala waris juga bertanggung jawab terhadap kemenakan-
kemenakannya.
Oleh sebab itu mamak kepala waris selalu menjadi juru bicara dalam setiap acara-
acara rapat dan pertemuan terkait dengan hukum adat Minangkabau. Dapat
dikesimpulkan bahwa tugas dan tanggung jawab seorang laki-laki Minangkabau
sebagai Mamak Kepala Waris sangat besar terhadap kemenakan-kemenakannya dan
adanya hubungan timbal balik antara mamak dan kemenakan. Sehingga menimbulkan
tertib bermamak-berkemenakan dalam masyarakat Minangkabau yang berdasarkan
sistem kekerabatan Matrilineal.
Oleh sebab itu tanggung jawab mamak kepala waris sangatlah besar jika
dibandingkan dengan tanggung jawab orang tua kepada anaknya. Dalam hal ini
dikarenakan tugas dan tanggung jawab serta kewajiban mamak kepala waris sebagai
saudara laki-laki dari ibu terhadap kemenakannya baik kemenakan laki-laki maupun
perempuan.
Di Minangkabau kedudukan harta pusaka tinggi pada realitanya mengalami
perkembangan di antaranya, yaitu kedudukan, fungsi dan peranan mamak kepala waris
terhadap harta pusaka tinggi yang akhir-akhir ini mengalami pergeseran. Misalnya di
beberapa daerah Minangkabau (di Kecamatan Banu Hampu Pemerintahan Kota Agam
dan di kecamatan Lubuk Kilangan Kota Padang), harta pusaka tinggi mengalami
penyusutan, dikarenakan adanya harta pusaka yang telah diperjualbelikan.9
Pada umumnya harta pusaka tinggi berupa tanah, diperjualbelikan untuk keperluan
pembangunan, misalnya untuk pembangunan kantor-kantor Pemerintah, sarana
pendidikan (sekolah-sekolah), lokasi pariwisata, hotel, untuk dijaminkan atau agunan
dalam proses permohonan permintaan kredit di bank (setelah di jadikan penerbitan
sertipikat tanah) dan lain sebagainya. Terkait dengan pemindahan hak atas tanah harta
pusaka tinggi tersebut dapat dilakukan secara musyawarah dan mufakat kaum terlebih
dahulu antara kaum dan mamak kepala waris.

9
Ellyne, Loc. Cit., diakses pada https://news.unair.ac.id/2020/02/10-menilik-hukum-kedudukan-mamak-kepala-
waris-di-minangkabau/?lang=id, yang diakses pada tanggal 1 Oktober 2023 pukul 20.00.

1
1
Terkait dengan hukum waris Islam pada masyarakat Minangkabau, karena adanya
ketentuan hukum adat bersendi Syarak dan Syarak bersendi KitabuIlah’ (adat bersendi
hukum Islam, Hukum Islam bersendi Al-Qur’an) setelah masuknya Islam dalam
masyarakat Minangkabau Oleh karena itu dapat disimpulkan antara hukum adat dan
hukum Islam tidak akan bertentangan satu sama lain karena masyarakat Minangkabau
yang menempatkan hukurn islam yang ada dalam Al-Qur’an sebagai hukum yang
lebih tinggi dari hukum Adat. Maka sehubungan dengan itu hukum kewarisan
Minangkabau selalu dibedakan antara harta pusaka dan harta pencahariaan; dimana
harta pusaka diturunkan berdasarkan ketentuan adat (menurut garis Ibu secara
kolektif), sedangkan harta pencaharian diturunkan berdasarkan hukum Islam (menurut
garis bilateral secara individual). Ketentuan diatas tidak ada dasar hukum forrnalnya,
melainkan hanya dilakukan berdasarkan penyelesaian di pengadilan kasus perkasus
dan mufakat.10

4. Pembahasan
a. Kedudukan dan Peran Mamak Sebagai Kepala Waris dalam
Kebudayaan Minangkabau
1) Peranan Perempuan Minangkabau
Prinsip kekerabatan matrilineal yang mengatur hubungan kekerabatan malalui garis
ibu, dengan garis ini anak akan mengambil sukunya dari ibunya. Garis turunan ini juga
mempunyai arti pada penerusan harta warisan, di mana seorang anak perempuan akan
memperoleh warisan menurut garis ibu, warisan yang dimaksud merupakan harta
warisan turun temurun dari keluarga ibunya yang di sebut pusako tinggi.
Dalam adat Minangkabau perempuan memiliki kedudukan yang istimewa,
sehingga perempuan yang telah menikah akan mendapatkan julukan sebagai bundo
kanduang. Bundo kanduang mempunyai arti ibu sejati yang memiliki sifat keibuan dan
kepemimpinan. Selain itu, Perempuan Minangkabau memiliki pemikiran yang jauh ke
depan dan kekonsistenan dalam pengambilan keputusan. Di sisi lain, perempuan
Minangkabau adalah seorang yang pemurah dan penyantun. Apa yang dikerjakannya

10
Ellyne, Loc. Cit., diakses pada https://news.unair.ac.id/2020/02/10-menilik-hukum-kedudukan-mamak-kepala-
waris-di-minangkabau/?lang=id, yang diakses pada tanggal 1 Oktober 2023 pukul 20.00.

1
2
dapat di pedomani dan bermanfaat bagi orang lain. Perempuan bukan hanya berperan
sebagai ibu dalam kehidupan sehari-hari, namun juga perempuan mempunyai peran
sebagai isteri, pendamping setia bagi laki-laki yang mendampingi hidupnya, dan juga
berperan sebagai teman dan kekasih bagi orang-orang yang dicintainya. Berbagai peran
tersebut harus dijalani perempuan secara seimbang dan penuh tanggung jawab.11
Perempuan sebagai bundo kanduang harus mampu menjalankan perannya dalam
kehidupan sehari-hari. Selain menjalankan kodratnya sebagai seorang perempuan,
perempuan Minangkabau harus mampu menjaga harta pusako peninggalan nenek
moyang dan harus memiliki jiwa kepemimpinan. Karena ini hendaknya perempuan
Minangkabau memiliki dasar ilmu dan agama yang baik sehingga dapat menjalankan
perannya secara seimbang.
Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa perempuan Minangkabau adalah
pemilik harta, rumah dan uang. Konsekuensi dari kepunyaannya ini, maka perempuan
Minangkabau itu adalah mandiri secara finansial, berkuasa atas harta pusakonya, dia
kaya dan tidak ditakdirkan untuk miskin, terlunta-lanta dalam konteks adat dan budaya
Minangkabau. Kemandirian karakter perempuan Minang sesungguhnya di bentuk oleh
adat sejak dahulu, sehingga berpotensi perempuan tidak menjadi beban dalam mahligai
pernikahannya. Karena ia tidak direndahkan dan telah mandiri secara finansial, karena
ia sudah kaya dan kokoh secara konteks adat.

2) Pengertian Mamak Kepala Waris dan Peranannya


Masyarakat hukum adat minangkabau menganut sistem materilineal dimana garis
keturunan ditarik dari ibu, sebagaimana diketahui dari suatu nagari terdiri dari beberapa
suku dan suku terdiri oleh beberapa kaum, seterusnya kaum terdiri pula dari beberapa
paruik, dimana tiap-tipa kelompok mempunyai pemuka atau pemimpin yang
mendukung persekutuan itu serta mempunyai harta pustaka.
Saudara laki-laki tertua dari ibu disebut mamak kepala waris yang mana
bertanggung jawab atas perbaikkan pemeliharaan dan keamanan rumah gadang serta
laki-laki keturunan berikutnya. Secara singkat mamak kepala waris bertanggung jawab

11
Hidayah Budi Qur’ani, Citra Perempuan Minangkabau dalam Tradisi Matrilineal, Prosiding Senasbasa, (Malang:
Jurnal Edisi Ke-2, 2018), hlm. 147.

13
mempertahankan keutuhan kaum keluarga baik kedalam maupun keluar dalam
mengawasi harta pustaka kaumnya. Mamak kepala waris kekuasaannya lebih tinggi
dari anggota kaum namun kekuasaan itu berasal dan datang dari anggota kaumnya.
Menurut ketentuan adat untuk menjadi mamak kepala waris mempunyai syarat-
syarat sebagai berikut:
a. Tidak terlalu tua;
b. Tidak sakit ingatan (harus waras);
c. Cerdas dan bertanggung jawab; dan
d. Adil terhadap semua anggota kaum.

3) Kedudukan Ninik Mamak dalam Keluarga Minangkabau


Di dalam sistem kekeluargaan matrilineal suku Minangkabau yang menjadi
anggota di dalam suatu kelompok terdiri dari ibu, ibunya, saudara perempuannya,
saudara laki-laki dan saudara perempuan ibunya. Prinsip dasar dari sistem
kekeluargaan ialah bertumpu pada ikatan kekeluargaan melalui garis keturunan ibu dan
perempuanlah penerus garis keturunan. Namun, meskipun masyarakat Minangkabau
menganut kekeluargaan matrilineal yang merupakan sistem kekeluargaan ke ibu,
mereka tetap mengizinkan para lelakinya untuk mengawasi masalah-masalah dalam
keluarga dengan melakukan kontrol sebagai saudra laki-laki ibu yang biasa disebut
mamak.
Kedudukan Mamak Kepala Waris pada masyarakat Minangkabau sangat penting,
karena merupakan jabatan dalam suatu kaum yang bertugas memimpin seluruh anggota
kaum, mengurus, mengatur, mengawasi dan bertanggung jawab atas harta pusaka
kaum. Oleh sebab itu mamak Kepala Waris tersebut dalam kedudukannya yang akan
mengurus dan mengembangkan harta pusaka tinggi untuk kepentingan anak
kemenakannya.12
Berdasarkan sistem kekerabatan matrilineal, kedudukan mamak kepala waris
memegang peranan penting karena dianggap sebagai pelindung anggota keluarga.
Selain itu mamak kepala waris juga bertanggung jawab terhadap kemenakan-

12
Ellyne, Loc. Cit., diakses pada https://news.unair.ac.id/2020/02/10-menilik-hukum-kedudukan-mamak-kepala-
waris-di-minangkabau/?lang=id, yang diakses pada tanggal 1 Oktober 2023 pukul 20.00.

14
kemenakannya. Oleh sebab itu mamak kepala waris selalu menjadi juru bicara dalam
setiap acara-acara rapat dan pertemuan terkait dengan hukum adat Minangkabau.
Walaupun organisasi masyarakat Minangkabau berdasarkan garis keturunan ibu,
namun yang berkuasa di dalam kesatuan-kesatuan tersebut selalu orang laki-laki dari
garis ibu, hanya saja kekuasaan selalu didasarkan atas mufakat seperti bunyi pepatah
Minang, ”kemenakan baraja ka mamak, mamak baraja ka mufakat”.13 Dalam struktur
kebudayaan Minangkabau ada 3 jenis mamak sesuai dengan fungsi dan tugasnya,
yakni:14
a. Mamak Rumah
Saudara kandung laki-laki ibu atau segaris ibu yang serumah gadang yang
dipilih menjadi wakil pembimbing garis ibu terdekat. Mamak rumah ini
menguasai/mengelola sejumlah potensi produktif keluarga yang dikerjakan
keluarga termasuk harta pusaka keluarga. Mamak rumah biasa disebut dengan
tungganai.
b. Mamak Kaum
Seseorang yang dipilih diantara beberapa mamak rumah yang terkait dalam
hubungan darah yang disebut kaum. Sehingga mamak kaum ini disamping
berfungsi sebagai mamak bagi keluarga dan juga bertugas mengurus
kepentingan-kepentingan kaum. Yang mana mamak ini dikenal sebagai
penghulu.
c. Mamak Suku
Yang menjadi pemimpin suku. Apabila anggota-anggota sebuah paurik telah
berkembang menjadi sangat banyak, sehingga timbullah bagian paruik-paruik
itu sebagai kesatuan baru, dan apabila itu terus berkembang lebih jauh
sepanjang perjalanan masa, maka akhirnya menjadi suatu lingkungan baru yang
anggota-anggotanya terkait satu sama lain menurut garis keturunan ibu.
Lingkungan ini baru dipimpin oleh mamak suku yang biasa disebut datuk.

13
N. Azizah, B. Sumarty, Revilitasi Peran Ninik dalam Pemerintahan Nagari, (Yogyakarta: Laboratorium Ilmu
Pemerintahan UGM, 2007), hlm. 6.
14
Puji Wulandari, Iffah Nurhayati, Pudarnya Peran Mamak Minangkabau Perantauan di Kota Yogyakarta terhadap
Kemenakan, (Yogyakarta: Journal UNY, 2019), hlm. 188.

15
Dalam kehidupan masyarakat Minangkabau pada dasarnya laki-laki memiliki dua
fungsi yakni sebagai kepala keluarga dan sebagai mamak yang mana maksudnya laki-
laki di sini juga menjadi pemimpin bagi adik-adik dan kemenakannya. Sebagai seorang
mamak ia pun diharapkan dapat mengawasi adik dan kemenakannya yang perempuan
terutama dalam hal tata cara bernagari atau bermasyarakat. Selain itu kemenakan di
dalam struktur kebudayaan Minangkabau ada 4 jenis kemenakan, yakni:15
a. Kemenakan di bawah dagu, maksudnya kemenakan yang ada hubungan darah
baik yang dekat maupun yang jauh;
b. Kemenakan di bawah dada, yakni kemenakan yang ada hubungannya karena
suku sama, tetapi penghulunya berbeda;
c. Kemenakan di bawah pusat, yakni kemenakan yang ada hubungannya karena
sama suku, tetapi beda nagarinya; dan
d. Kemenakan di bawah lutut, yakni kemenakan yang berbeda suku dan nagari
tetapi meminta perlindungan ditempatnya.
Hubungan antara saudara laki-laki ibu (mamak) dengan anak saudara perempuan
(kemenakan), maka terbentuklah hubungan bamamak bakamanakan (bermamak dan
berkemenakan). Hubungan tersebut bersifat diagonal, yaitu sebagai mamak dari anak
saudara perempuan dan sebagai kemenakan dari saudara laki-laki ibunya yang
16
merupakan kesatuan hubungan keteladanan dalam adat Minangkabau. Kemenakan
dipandang sebagai pelanjut tradisi kekeluargaan atau kaum karena harta pusaka yang
digariskan kepadanya. Mamak merupakan pelindung sekaligus pembina kemenakan
sehingga nantinya di masa yang kemudian kemenakan dapat menggantikannya sebagai
penanggung jawab dan penerus kelangsungan hidup keluarga. Bahkan di ibaratkan
mamak yang tak memiliki kemenakan ibarat tambek nan indak barasang, idjuak nan
indak basaga, yang maksudnya kemenakan diharapakan sebagai pelindung kaum
kerabat, penyambung garis keturunan dan pewaris harta pusaka.

15
N. Azizah, Loc. Cit., 6-7
16
Firman, Posisi dan Fungsi Mamak dalam Perubahan Sosial di Keluarga Matrilineal Minangkabau, (Padang:
Universitas Negeri Padang, 2017), hlm. 3.

16
4) Peranan Mamak Kepala Waris
Seorang mamak kepala waris mempunyai fungsi dan peranan secara umum, baik
fungsi kedalam maupun keluar.
a. Fungsi kedalam:
- Sebagai pemimpin kaum yang bertanggung jawab sepenuhnya atas
keselamatan dan kesejahteraan anggota kaum (anak-kemenakan).
- Sebagai hakim dalam penyelesaian pertikaian diantara anak kemenakan.
- Mengelola harta pustaka.17

5) Pewarisan dalam Adat Minangkabau


Yang mana dalam artian luas harta pusako juga di bagi menjadi dua macam yaitu
antaranya pusako tinggi dan pusako randah. Pusako tinggi ialah harta turun-temurun
dari garis ibu dan sedangkan pusako randah adalah harta pencarian ayah dan ibu selama
pernikahan mereka berlangsung, dan harta inilah yang dapat di bagi secara agama.
Sebagai pemegang harta pusako tinggi sebuah garis keturunan memiliki harta
leluhur seperti Rumah, termasuk tanah pertanian, seperti sawah, perkebunan atau juga
ternak, yang biasanya boleh dikelola oleh saudara laki-lakinya, namun akan tetap
menjadi hak kepemilikan anak perempuan, yang mana harta pusako tinggi ini tidaklah
juga di jadikan hak miliki pribadi, sehingga tidak dapat sembarangan memperjual-
belikan harta pusako tinggi tersebut.
Pusako tinggi didapat dengan tembilang-besi, pusako randah didapat dengan
tembilang emas. Harta pusako randah apabila sudah turun, naik dia menjadi pusako
tinggi. Pusako tinggi ialah yang dijual tidak, dimakan dibeli, digadai tidak, dimakan
disandro (sandra). Dan inilah tiang agung Minangkabau selama ini. Jarang kejadian
pusako tinggi turun menjadi pusako randah, entah kalau adat tidak berdiri lagi pada
suku yang menguasainya.18
Perlindungan terhadap perempuan dalam Islam maupun dalam hukum positif
mencakup pemenuhan hak perempuan untuk mendapatkan perlakuaan yang baik dan

17
Syahmunir AM, Pergeseran Peranan Mamak Kepala Waris, (Padang: Pusat Penelitian Universitas Andalas, 1988),
hlm. 28)
18
Hamka, Islam dan Adat Minangkabau, (Jakarta: PT Pustaka Panjimas, 1984), hlm. 94.

17
wajar, hak mendapatkan mahar, nafkah, warisan, pendidikan, hak untuk berusaha dan
memperoleh penghasilan usahanya serta hak memilih pasangan hidup. Pewarisan harta
pusako tinggi kepada anak perempuan Minangkabau dalam perfektif perlindungan
terhadap perempuan mengandung makna bahwa hak waris anak perempuan di
Minangkabau telah mendapat perlindungan yang lebih baik, karna disamping berhak
mendapat harta dari orang tuanya (harta pusako randah) juga mendapat hak terhadap
pusako tinggi. Hak atas harta pusako tinggi ini diberikan kepada anak perempuan dalam
rangka bentuk masyarakat Minangkabau sangat memuliakan perempuan yang
menyandang gelar bundo kanduang.
Di tinjau dari hukum Islam pun harta pusako tinggi tidaklah menyimpang dari
ajaran Islam, karena hitungan harta pusako tinggi adalah harta yang dihibahkan secara
turun temurun, sedangkan harta pusako randah yang merupakan harta pencarian orang
tua atau biasanya harta yang didapat dari perantauan yang nantinya akan dibagi secara
ilmu faroidh sesuai ajaran agama.

b. Kedudukan dan Peran Mamak Sebagai Kepala Waris Masa Kini


Masyarakat Minangkabau menarik garis keturunan melalui sistem matirilineal
mempunyai bentuk perkawinan semenda. Sistem perkawinan itu bersifat eksogami
berarti perkawinan dilakukan antara seorang laki-laki dan perempuan yang bukan satu
clan. Ayah atau suami tidak mempunyai tanggung jawab penuh terhadap keluarganya
tetapi mamak yang mempunyai tanggung jawab terhadap kemenakannya. Sejalan
dengan perkembangan zaman dan masuknya ajaran islam yang banyak mempengaruhi
sendi-sendi adat di Minangkabau, maka bentuk perkawinan semendo bertandang telah
mengalami pergeseran pada bentuk perkawinan semenda menetap pada masa sekarang
telah menjadi bentuk perkawinan bebas, dimana ayah atau suami telah mempunyai
tanggung jawab terhadap keluarganya. 20
Daerah Minangkabau merupakan suatu lingkungan masyarakat adat yang terletak
di Propinsi Sumatera Barat (Sumbar). Pengertian Minangkabau tidak sama dengan
pengertian Sumatera Barat, dimana pengertian dari kata Minangkabau lebih banyak
mengandung makna geografis administratif.
Pada prinsipnya Minangkabau dikenal sebagai bentuk kebudayaan yang terdapat di
18
Indonesia. Catatan sejarah mengatakan bahwa kekuasaan asing yang bercokol di
Minangkabau datang dari utara dan dari selatan melewati pantai timur dan pantai barat.
Sekarang bentuk perkawinan pada masyarakat Minangkabau telah mengalami
pergeseran, yaitu semendo bertandang menjadi semendo menetap dan seterusnya
beralih kepada semendo bebas. Bentuk perkawinan semendo bebas inilah yang hidup
pada masyarakat Minangkabau yang menetap di perantauan sekarang ini. 21

19
Ibid. hlm., 96.
20
Edwar, Pergeseran Tanggung Jawab Mamak Kepala Waris terhadap Anak Kemenakan pada Masyarakat Pariaman
Perantarauan Menurut Hukum Adat Minangkabau Kota Jambi, (Semarang: Tesis Universitas Diponegoro, 2010).
21
Ibid.

19
Sebagai ciri dari bentuk perkawinan semendo bebas adalah adanya kehidupan
bersama yang dekat antara seorang laki-laki sebagai ayah dengan anaknya dan sebagai
suami dari istrinya dan telah mulai renggangnya hubungan antara seorang mamak
(mamak kepala waris) dengan anak kemenakannya, oleh karena itu pada masa sekarang
ini peranan ayah yang lebih menonjol dari mamak kepala waris.
Hal tersebut diatas akan turut mempengaruhi masalah kewarisan terutama
menyangkut harta kekayaan atau harta pencaharian suami istri yang didapat dalam
suatu perkawinan dengan lahirnya anak-anak mereka.
Masalah Perkawinan dalam Masyarakat Minangkabau di perantauan. Pada zaman
dahulu perkawinan yang paling disukai oleh masyarakat adalah perkawinan pulang ka
bako atau perkawinan pulang ka mamak karena menurut mereka perkawinan tersebut
akan mempererat tali persaudaraan yang kuat dan terjalin dengan baik.
Bentuk perkawinan yang demikian seorang kemenakan akan menjadi menantu
mamaknya dan sebaliknya mamak akan menjadi mertua dari kemenakannya, tetapi ada
sebagian masyarakat Minangkabau yang tidak menyukai perkawinan demikian dengan
alasan tidak akan memperbanyak jumlah keluarga atau kerabatnya serta dikhawatirkan
apabila terjadi pertikaian dalam hubungan suami isteri akan mengakibatkan
renggangnya hubungan tali persaudaraan.
Anak-anak yang dilahirkan dalam suatu perkawinan pada saat ini dapat menikmati
hasil jerih payah orang tuanya (ayah dan ibunya) secara bersama seperti mendapat
uang, disekolahkan, dibelikan pakaian dan kebutuhan lainnya serta dididik dan diasuh
serta dibesarkan oleh orang tuanya sendiri. Namun, anak-anak tetap menarik garis
keturunan dari ibunya sehingga tak jarang ibu juga selalu mendekatkan anak-anaknya
pada saudara laki-laki ibunya yang disebut Mamak.
Diketahui hingga kini masih ada yang dibantu oleh mamaknya dalam hal
pembiayaan untuk kuliah di lain pihak ada yang sama sekali tidak mendapatkan
bantuan apapun dari mamaknya hanya mengetahui bahwa mamak mempunyai peranan
dalam urusan kekerabatan, misalnya: dalam hal upacara perkawinan ataupun
memberikan nasehat-nasehat.
Intinya, menurut masyarakat Minangkabau sebagai anak-anak yang memiliki ayah
sekaligus mamak untuk kebutuhan mendasar ayah yang bertanggung jawab penuh

20
untuk memenuhinya sedangkan untuk sekedar mamak dapat membantunya yang
disesuaikan dengan kemampuan mamak tersebut, malahan ada dari masyarakat
Minangkabau yang sudah jarang bertemu dengan mamaknya ataupun sebaliknya
mengingat jarak mereka berjauhan dan bertemu kadang-kadang hanya pada saat-saat
tertentu, seperti pada saat upacara perkawinan, hari raya Idul Fitri, hari raya Idul Adha
dan kematian atau situasi lainnya.
Kedudukan Laki-laki sebagai Ayah atau Mamak Kepala Waris dalam Masyarakat
Minangkabau di perantauan. Tanggung jawab laki-laki sebagai ayah atau suami pada
masa sekarang ini diakui oleh masyarakat Minangkabau adalah memberikan bahwa
dalam pemberian nafkah lahir bathin kepada istri dan anak-anaknya. Mengenai biaya
sekolah, makan, pakaian, dan sebagainya sudah merupakan tanggung jawab meskipun
ada juga bantuan moril dan materil dari mamaknya terhadap keponakannya namun
tidak sepenuhnya.22
Dengan demikan pada saat sekarang ini bagi mereka yang merantau hampir
semuanya berpendapat bahwa peranan sebagai seorang ayah dan suami sudah
bertanggung jawab.
Peranan mamak masih tetap diharapkan dari kerabatnya. Menurut masyarakat
Minangkabau. Minangkabau masih mengakui bahwa untuk harta pusaka, maka mamak
kepala waris yang berkewajiban mengurusnya, dan sebagai mamak tungganai peranan
nya juga dituntut mengurus rumah gadang meskipun rumah gadang tersebut telah
banyak mengalami pergeseran bangunan yang bentuknya sudah tidak asli lagi seperti
dulu, sedangkan masalah jodoh maka peranan mamak kepala waris atau mamak
tungganai yang akan mengusahakan biayanya dengan jalan menggadaikan atau
menjual harta pusaka, tetapi hal ini jarang terjadi pada masyarakat Minangkabau
sekarang ini.
Untuk mamak kepala kaum perananya juga masih diharapkan dalam hal hubungan
keluar seperti: mewakili kaumnya dalam Kerapatan adat minangkabau maupun dalam
hal menyelesaikan persoalan-persoalan yang terjadi diantara kaumnya atau persoalan
dengan suku lain.

22
Ibid.

21
Kedudukan dan peranan laki-laki Minangkabau sebagai seorang anak menurut
masyarakat Minangkabau yang merantau masih sangat besar terhadap kelangsungan
hidup kaum atau sukunya. Ia hanya sebagai pemimpin kaum atau suku yang mewakili
kaumnya. Untuk dapat diangkat sebagai mamak kepala waris pada umumnya adalah
saudara laki-laki ibu yang tertua dianggap lebih bijaksana dalam menangani masalah
harata pusaka. Adakalanya ia diangkat pula sebagai penghulu suku dalam daerahnya.
Kedudukan dan peranan mamak kandung secara garis besar telah banyak diuraikan
pada intinya sekarang ini sudah tidak menonjol lagi kedudukan dan perananya karena
tanggung jawabnya terhadap kemenakan telah diambil alih oleh orang tuanya, misalnya
dalam hal ini kemenakan perempuan yang akan menikah dengan pasangan pilihannya
harus meminta izin mamaknya hanya sebagai formalitas saja karena pada umumnya
mamak hanya menyetujui perkawinan tersebut asalkan ayah dan ibunya telah
menyetujui
Menurut bapak bagindo Rustam Efendi, S.H. mengatakan bahwa pergeseran
kedudukan dan peranan mamak kepala waris yang dinilai sosialnya saja, sedangkan
nilai yang prinsipil masih dipertahankan terutama dalam harta pusaka, apabila ada
kemenakan yang akan menggadaikan harta pusaka harus seizin mamak kepala
warisnya, dan dalam kemenakan akan melangsungkan perkawinan maka mamak
berkewajiban memberi gelar, seperti sidi, bagindo, sutan, atau marah dan sebagainya
yang biasanya diambil dari gelar ayah sedangkan suku turun dari ibunya.
Dengan demikian kedudukan dan peranan mamak terhadap kemenakannya
menurut sebagian besar masyarakat Minangkabau yang tinggal di perantauan untuk
kedudukan dan peranan mamak di daerah asal mereka Sumatera Barat yang dirasakan
sekarang ini adalah:
a. Memelihara dan mengurus harta pusaka kalau belum dibagi-bagikan kepada
kemenakan. Apabila sudah dibagi-bagikan kepada kemenakan-kemenakan
maka mamak kepala waris akan memberikan izin untuk digadaikan;
b. Memberi gelar kepada kemenakan yang sudah menikah dengan mengambil
gelar dari ayah;
c. Mamak menentukan tempat pemakaman kemenakan yang meninggal dunia
yang telah disetujui oleh istri dan anak-anak yang ditinggalkan;

22
d. Mamak-mamak yang duduk dalam Kerapatan adat nagari (KAN) yang berada
disana untuk membantu penyelesaian perselisihan yang terjadi antara
kemenakan-kemenakannya.

5. Kesimpulan
Minangkabau dalam suatu nagari terdapat beberapa suku, dan suku terdiri pula dari
kaum, seterusnya kaum terdiri pula dari beberapa paruik, tiap-tiap kelompok
masyrakat itu mempunyai pemuka atau pemimpin dan anggota yang mendukung
persekutuan itu serta mempunyai harta pusaka.
Begitu pula kaum yang merupakan bagian dari suatu suku disamping mempunyai
pemimpin dan anggota juga mempunyai harta pusaka baik yang diwarisi maupun yang
didapati oleh kaum itu atas kerja sama kaum tersebut.
Mamak kepala waris adalah nama jabatan dalam suatu kaum yang bertugas
memimpin seluruh anggota kaum dan mengurus, mengatur, mengawasi serta
bertanggung jawab atas hal-hal pusaka kaum. Maka mamak kepala waris inilah yang
akan mengurus dan mengembangkan harta pusaka tinggi itu untuk kepentingan anak
kemenakannya yang dewasa ini kian hari kian berkembang dan demi kelangsungan
harta pusaka tinggi itu sendiri.
Oleh sebab itu dengan sendirinya semua anak dapat menjadi ahli waris dari ibunya
sendiri, baik untuk harta pusaka tinggi maupun untuk harta pusaka rendah. Jika yang
meninggal dunia adalah seorang laki-laki atau suaminya, maka anak-anaknya dan istri
yang ditinggalkan tidak menjadi ahli waris untuk harta peninggalan suaminya, namun
yang menjadi ahli warisnya adalah seluruh kemenakannya (anak-anak dari saudara
perempuannya).
Sebagaimana diketahui masyarakat Minangkabau menganut sistem kekerabatan
matrilineal, yaitu menarik garis keturunan dari pihak ibu berarti, anak-anak merupakan
keturunan dari ibu dan masuk ke dalam kekerabatan ibu dan mewaris dari harta ibunya.
Hal ini dilatar belakangi dari bentuk perkawinan pada masyarakat Minangkabau yang
menganut sistem perkawinan “semendo”, yang pada dasarnya merupakan perkawinan
bertandang, yaitu perkawinan mendatangkan laki-laki dari luar kerabatnya untuk
tinggal di rumah keluarga perempuan (istrinya), tetapi laki-laki atau suami tersebut

23
tidak ikut masuk kedalam kekerabatan istrinya, tetapi masih tetap pada kekerabatan
ibunya.
Hubungan antara anak dengan bapak tidaklah dekat, seperti dekatnya hubungan
anak dengan ibunya karena di siang hari seorang bapak pergi mencari nafkah dan hanya
pulang di malam hari. Mencari nafkah guna memenuhi kebutuhan kehidupan
kekerabatan dari pihak suami dan anak-anaknya seperti pepatah Minang menyebutkan
“Anak dipangku kemenakan dibimbing” dimana meskipun laki-laki tersebut sudah
berumah tangga, tetapi laki-laki (suami) tersebut tetap berada dalam kekerabatan
ibunya guna memelihara dan menjaga serta menafkahi kemenakan-kemenakannya,
seperti anak kandungnya sendiri. Namun tidaklah menjadi suatu kejanggalan atau
larangan apabila seorang bapak tidak ikut menafkahi anak-anaknya karena anak-
anaknya tersebut menjadi tanggung jawab dari mamaknya.
Sosok ayah dalam budaya Minangkabau adalah orang sumando (tidak mempunyai
kekuasaan apa-apa dalam keluarga istri termasuk terhadap anak-anak). Dalam proses
selanjutnya, terjadi perubahan peran ayah terhadap anak dan istrinya karena berbagai
faktor, seperti munculnya keinginan merantau dari orang Minang, masuknya pengaruh
Islam dan pendidikan modern telah membawa perubahan-perubahan cara berpikir
dalam hidup berkeluarga dan tanggung jawab terhadap anak istri.
Dalam struktur kebudayaan Minangkabau ada 3 jenis mamak sesuai dengan fungsi
dan tugasnya, yakni:
a. Mamak Rumah
Saudara kandung laki-laki ibu atau segaris ibu yang serumah gadang yang
dipilih menjadi wakil pembimbing garis ibu terdekat. Mamak rumah ini
menguasai/mengelola sejumlah potensi produktif keluarga yang dikerjakan
keluarga termasuk harta pusaka keluarga. Mamak rumah biasa disebut dengan
tungganai.
b. Mamak Kaum
Seseorang yang dipilih diantara beberapa mamak rumah yang terkait dalam
hubungan darah yang disebut kaum. Sehingga mamak kaum ini disamping
berfungsi sebagai mamak bagi keluarga dan juga bertugas mengurus

24
kepentingan-kepentingan kaum. Yang mana mamak ini dikenal sebagai
penghulu.
c. Mamak Suku
Yang menjadi pemimpin suku. Apabila anggota-anggota sebuah paurik telah
berkembang menjadi sangat banyak, sehingga timbullah bagian paruik-paruik itu
sebagai kesatuan baru, dan apabila itu terus berkembang lebih jauh sepanjang
perjalanan masa, maka akhirnya menjadi suatu lingkungan baru yang anggota-
anggotanya terkait satu sama lain menurut garis keturunan ibu. Lingkungan ini baru
dipimpin oleh mamak suku yang biasa disebut datuk
Sekarang bentuk perkawinan pada masyarakat Minangkabau telah mengalami
pergeseran, yaitu semendo bertandang menjadi semendo menetap dan seterusnya
beralih kepada semendo bebas. Bentuk perkawinan semendo bebas inilah yang hidup
pada masyarakat Minangkabau yang menetap di perantauan sekarang ini.
Sebagai ciri dari bentuk perkawinan semendo bebas adalah adanya kehidupan
bersama yang dekat antara seorang laki-laki sebagai ayah dengan anaknya dan sebagai
suami dari istrinya dan telah mulai renggangnya hubungan antara seorang mamak
(mamak kepala waris) dengan anak kemenakannya, oleh karena itu pada masa sekarang
ini peranan ayah yang lebih menonjol dari mamak kepala waris.
Kedudukan dan peranan mamak kandung secara garis besar telah banyak diuraikan
pada intinya sekarang ini sudah tidak menonjol lagi kedudukan dan perananya karena
tanggung jawabnya terhadap kemenakan telah diambil alih oleh orang tuanya, misalnya
dalam hal ini kemenakan perempuan yang akan menikah dengan pasangan pilihannya
harus meminta izin mamaknya hanya sebagai formalitas saja karena pada umumnya
mamak hanya menyetujui perkawinan tersebut asalkan ayah dan ibunya telah
menyetujui.
Menurut bapak bagindo Rustam Efendi, S.H. mengatakan bahwa pergeseran
kedudukan dan peranan mamak kepala waris yang dinilai sosialnya saja, sedangkan
nilai yang prinsipil masih dipertahankan terutama dalam harta pusaka, apabila ada
kemenakan yang akan menggadaikan harta pusaka harus seizin mamak kepala
warisnya, dan dalam kemenakan akan melangsungkan perkawinan maka mamak

25
berkewajiban memberi gelar, seperti sidi, bagindo, sutan, atau marah dan sebagainya
yang biasanya diambil dari gelar ayah sedangkan suku turun dari ibunya.
Dengan demikian kedudukan dan peranan mamak terhadap kemenakannya
menurut sebagian besar masyarakat Minangkabau yang tinggal di perantauan untuk
kedudukan dan peranan mamak di daerah asal mereka Sumatera Barat yang dirasakan
sekarang ini adalah:
1. Memelihara dan mengurus harta pusaka kalau belum dibagi-bagikan
kepada kemenakan. Apabila sudah dibagi-bagikan kepada kemenakan-
kemenakan maka mamak kepala waris akan memberikan izin untuk
digadaikan;
2. Memberi gelar kepada kemenakan yang sudah menikah dengan
mengambil gelar dari ayah;
3. Mamak menentukan tempat pemakaman kemenakan yang meninggal
dunia yang telah disetujui oleh istri dan anak-anak yang ditinggalkan;
4. Mamak-mamak yang duduk dalam Kerapatan adat nagari (KAN) yang
berada disana untuk membantu penyelesaian perselisihan yang terjadi
antara kemenakan-kemenakannya

26
Daftar Pustaka

Buku
Amir MS, Adat Minangkabau Pola dan Tujuan Hidup Orang Minang, (Jakarta: PT Mutiara
Sumber Widya, 1999).
Chairul Anwar, Hukum Adat Indonesia Meninjau Hukum Adat Minangkabau, (Jakarta: Rineka
Cipta, 1997).
Edwar, Pergeseran Tanggung Jawab Mamak Kepala Waris terhadap Anak Kemenakan pada
Masyarakat Pariaman Perantarauan Menurut Hukum Adat Minangkabau Kota Jambi,
(Semarang: Tesis Universitas Diponegoro, 2010).
Firman, Posisi dan Fungsi Mamak dalam Perubahan Sosial di Keluarga Matrilineal
Minangkabau, (Padang: Universitas Negeri Padang, 2017).
Firmah Hasan, Suatu Pengantar Dinamika Masyarakat dan Adat Minangkabau, (Padang: Pusat
Penelitian Unand Padang, 1987).
Hamka, Islam dan Adat Minangkabau, (Jakarta: PT Pustaka Panjimas, 1984).
Hidayah Budi Qur’ani, Citra Perempuan Minangkabau dalam Tradisi Matrilineal, Prosiding
Senasbasa, (Malang: Jurnal Edisi Ke-2, 2018)
Linda Firdawaty, Pewarisan Harta Pusako Tinggi Kepada Anak Perempuan di Minangkabau
dalam Perspektif Perlindungan terhadap Perempuan dan Hukum Islam, (Lampung: UIN
Raden Intan. 2017)
N. Azizah, B. Sumarty, Revilitasi Peran Ninik dalam Pemerintahan Nagari, (Yogyakarta:
Laboratorium Ilmu Pemerintahan UGM, 2007)
Puji Wulandari, Iffah Nurhayati, Pudarnya Peran Mamak Minangkabau Perantauan di Kota
Yogyakarta terhadap Kemenakan, (Yogyakarta: Journal UNY, 2019)

Syofyan Thalib, Peranan Ninik Mamak dalam Pembangunan (Laporan Penelitian), (Padang:
Fakultas Hukum Universitas Andalas, 1978)
Soerojo Wignyodipoera, Pengantar dan Asas-Asas Hukum Adat, (Jakarta: CV Haji Masagung,
1994)
Syofyan Thalib, Perkembangan Beberapa Ciri Masyarakat dan Adat Minangkabau, (Padang:
Pusat Penelitian Unand, 1988)
27
Syahmunir AM, Pergeseran Peranan Mamak Kepala Waris, (Padang: Pusat Penelitian Universitas
Andalas, 1988)

Website
Ellyne Dwi Poespasari, Menilik Hukum Kedudukan Mamak Kepala Waris di Minangkabau,
diakses pada https://news.unair.ac.id/2020/02/10-menilik-hukum-kedudukan-mamak-
kepala-waris-di-minangkabau/?lang=id, yang diakses pada tanggal 1 Oktober 2023 pukul
20.00.

28

Anda mungkin juga menyukai