Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

TRADISI ISLAM DAN BUDAYA DIMINANG KABAU

Disusun oleh :

- FERDI KURNIA
- MELI TANIA
- SAHWA DIVVA DIANDRA
- SISKA MAHARANI
- SITI ZAHARA SYAM

TAHUN AJARAN 2019/2020


KATA PENGANTAR

          Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, Yang telah
mengirimkan seorang perwira untuk membawa kita dari jaman jahiliyah menuju jaman yang
terang benderang dan penuh rahmat yaitu Islam. Maka patutlah jika kita bershalawat atas nabi
Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan pengikut setianya.

Selanjutnya, pada kesempatan ini kami sampaikan terima kasih kepada Allah SWT
yang telah melimpahkan pertolongan-Nya atas kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
pembuatan makalah yang berjudul “Mengenal kebudayaan suku minangkabau” dengan
baik. Tak lupa kedua orang tua yang senantiasa memberikan motivasinya sehingga kami terus
termotivasi untuk menyelesaikan makalah ini walau dalam pembuatannya penulis menemukan
banyak kesulitan.

Semoga makalah ini menjadi amal baik bagi penulis khususnya, dan bermanfaat bagi
para pembaca dan peminat di bidang kajian ilmu Religi dan budaya lokal pada umumnya.
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.            Latar Belakang

Manusia adalah makhluk yang diciptakan tuhan sebagai satu-satunya makhluk yang
berbudaya, dimana kebudayaan memiliki pengertian sebagai seluruh sistem gagasan,
tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan
manusia dalam proses belajar (Koentjaraningrat).

Sebelum kedatangan bangsa-bangsa Barat di kawasan Nusantara ini, adat adalah satu-
satunya sistem yang mengatur masyarakat dan pemerintahan, terutama di kerajaan-kerajaan
Melayu, mulai dari Aceh, Riau, Malaka, Jawa, Banjar, Bugis, hingga Ambon dan Ternate.
Agama pada umumnya terintagrasi dengan adat-adat yang dipakai di kerajaan-kerajaan
tersebut.

Adat pada dasarnya sama seperti adat pada suku-suku lain, tetapi dengan beberapa
perbedaan atau kekhasan yang membedakannya. Kekhasan ini terutama disebabkan karena
masyarakat Minang sudah menganut sistem garis keturunan menurut Ibu, matrilinial, sejak
kedatangannya di wilayah Minangkabau sekarang ini. Kekhasan lain yang sangat penting
ialah bahwa adat Minang merata dipakai oleh setiap orang di seluruh pelosok nagari dan tidak
menjadi adat para bangsawan dan raja-raja saja. Setiap individu terikat dan terlibat dengan
adat, hampir semua laki-laki dewasa menyandang gelar adat, dan semua hubungan
kekerabatan diatur secara adat.

1.2.   Rumusan Masalah
Dari latar belakang kita dapat merumuskan masalah
1. Bagaimana sistem religi di minangkabau?
2. Bagaimana sistem organisasi masyarakat minangkabau?
3. Bagaimana sistem pengetahuan dan teknologi masyarakat minangkabau?
4. Bagaimana sistem bahasa masyarakat minangkabau?
5. Bagaimana sistem kesenian masyarakat minangkabau?
6. Bagaimana sistem mata pencaharian masyarakat minangkabau?
1.3.   Tujuan
Dari rumusan masalah kita dapat mengetahui tujuan :
1.  Untuk mengetahui bagaimana sistem religi di minangkabau
2.  Untuk mengetahui bagaimana sistem organisasi masyarakat minangkabau
3.  Untuk mengetahui bagaimana sistem pengetahuan dan teknologi masyarakat
minangkabau
4.  Untuk mengetahui bagaimana sistem bahasa masyarakat minangkabau
5.  Untuk mengetahui bagaimana sistem kesenian masyarakat minangkabau
6.  Untuk mengetahui bagaimana sistem mata pencaharian masyarakat minangkabau
BAB II
PEMBAHASAN
Kebudayaan Minang

Budaya Minangkabau adalah sebuah budaya yang berkembang di  serta daerah rantau
Minang. Budaya Minangkabau merupakan salah satu dari dua kebudayaan besar di Nusantara
yang sangat menonjol dan berpengaruh. Budaya ini memiliki sifat egaliter, demokratis, dan
sintetik. Hal ini menjadi anti-tesis bagi kebudayaan besar lainnya, yakni Budaya Jawa yang
bersifat feodal dan sinkretik.

Sebelum kedatangan bangsa-bangsa Barat di kawasan Nusantara ini, adat adalah satu-
satunya sistem yang mengatur masyarakat dan pemerintahan, terutama di kerajaan-kerajaan
Melayu, mulai dari Aceh, Riau, Malaka, Jawa, Banjar, Bugis, hingga Ambon dan Ternate.
Agama  pada umumnya terintagrasi dengan adat-adat yang dipakai di kerajaan-kerajaan
tersebut.

Adat  pada dasarnya sama seperti adat pada suku-suku lain, tetapi dengan beberapa
perbedaan atau kekhasan yang membedakannya. Kekhasan ini terutama disebabkan karena
masyarakat Minang sudah menganut sistem garis keturunan menurut Ibu, matrilinial, sejak
kedatangannya di wilayah Minangkabau sekarang ini. Kekhasan lain yang sangat penting
ialah bahwa adat Minang merata dipakai oleh setiap orang di seluruh pelosok nagari dan tidak
menjadi adat para bangsawan dan raja-raja saja. Setiap individu terikat dan terlibat dengan
adat, hampir semua laki-laki dewasa menyandang gelar adat, dan semua hubungan
kekerabatan diatur secara adat.

A. Sistem religi atau keagamaan di Minangkabau

Kedatangan para reformis islam dari Timur Tengah pada akhir abad ke-18, telah


menghapus adat budaya Minangkabau yang tidak sesuai dengan Hukum Islam. Budaya
menyabung ayam, mengadu kerbau, berjudi, minum tuak, diharamkan dalam pesta-pesta adat
masyarakat Minang. Para Ulama yang dipelopori oleh Haji Piobang, Haji Miskin, dan Tuanku
Nan Renceh mendesak kaum adat untuk mengubah pandangan budaya Minang yang
sebelumnya banyak berkiblat kepada budaya Animisme, Hindu, Budha, untuk berkiblat
kepada Syariat Islam.

Reformasi budaya di Minangkabau terjadi setelah Perang Paderi yang berakhir pada


tahun 1837. Hal ini ditandai dengan adanya perjanjian di Bukit Marapalam antara alim ulama,
tokoh adat, dan cadiak pandai (cerdik pandai). Mereka bersepakat untuk mendasarkan adat
budaya Minang pada syariah Islam. Hal ini tertuang dalam adagium Adat basandi syarak,
syarak basandi kitabullah. Syarak mangato adat mamakai (Adat bersendikan kepada syariat,
syariat bersendikan kepada Al-Qur’an. Sejak reformasi budaya dipertengahan abad ke-19,
pola pendidikan dan pengembangan manusia di Minangkabau berlandaskan pada nilai-nilai
Islam. Sehingga sejak itu, setiap kampung atau jorong di Minangkabau memiliki Masjid
disamping surau yang ada di tiap-tiap lingkungan keluarga. Pemuda Minangkabau yang
beranjak dewasa, diwajibkan untuk tidur di surau. Di surau, selain belajar mengaji, mereka
juga ditempa latihan fisik berupa ilmu bela diri
B. Nama-nama Tradisi dan Budaya Diminang Kabau

1. Upacara Turun Mandi

Upacara turun mandi (infosumbar)

Upacara Turun Mandi adalah salah satu upacara tradisional masyarakat Minangkabau yang
dilakukan sebagai bentuk rasa syukur atas lahirnya seorang anak ke dunia, sekaligus
memperkanlkan sang bayi kepada masyarakat. Upacara Turun Mandi ini digelar di sungai
(batang aia), dengan prosesi arak-arakan. Upacara ini sendiri hanya bisa dilaksanakan di
Batang Aia atau Sungai.

2. Balimau

catatan9empat

Balimau adalah tradisi mandi membersihkan diri menjelang bulan ramadhan. Kegiatan ini
biasanya dilaksanakan oleh masyarakat Minangkabau di lubuak atau sungai. Selain itu
Balimau juga memiliki makna lainnya yaitu mensucikan bathin dengan bermaaf-maafan satu
sama lain sebelum menyambut bulan suci ramadhan.

3. Makan Bajamba

inilahtrip.com

Makan bajamba sering juga disebut Makan Barapak, tradisi ini sampai sekarang masih jamak
dilakukan oleh masyarakat Minangkabau. Makan Bajamba adalah tradisi makan dengan cara
makan bersama di sebuah tempat, biasanya dilakukan pada hari besar islam, upacara adat atau
acara-acara penting lainnya.

Tradisi makan bajamba diperkirakan masuk ke Sumatera Barat seiring dengan masuknya
islam ke Ranah Minang pada abad ke-7. Maka tidak heran banyak adab dalam makan bajamba
yang sesuai dengan syariat islam.

4. Batagak Pangulu

Sumbaminang.blogspot

Masyarakat etnis Minangkabau hidup dalam budaya bersuku dan berkaum. Setiap suku
biasanya memiliki seorang penghulu suku atau Datuak. Ketika sebuah suku atau kaum
mengangkat pimpinan kaumnya yang baru maka diadakanlah upacara Batagak Pangulu.

Upacara Batagak Pangulu merupakan salah satu upacara besar yang menjadi tradisi
masyarakat Minangkabau. Acara ini biasanya diadakan dengan menyembelih kerbau dan
mengadakan acara pesta selama 3 hari bahkan sampai seminggu lamanya.

5. Batagak Kudo-kudo

Postpintar.blogspot

Upacara Batagak Kudo-Kudo merupkan salah satu rangkaian panjang dari Tradisi masyarakat
Minangkabau dalam membangun rumah. Upacara Batagak Kudo-Kudo sendiri dilakukan saat
sebuah rumah baru akan baru dipasan kuda-kuda. Biasanya upacara ini mirip dengan ‘baralek’
dengan mengundang orang kampung dan sanak famili. Kado yang biasanya dibawakan oleh
tamu undangan adalah seng atau atap untuk rumah.

6. Tabuik

postcardandtag.com
Salah satu tradisi unik yang ada di Sumatera Barat adalah Pesta Tabuik. Perayaan Tabuik
merupakan tradisi masyarakat Pariaman, Sumatera Barat untuk memperingati meninggalnya
cucu Nabi Muhammad, Hasan dan Husein. Prosesi ini biasanya berlangsung selama satu
minggu dengan perayaan puncak yang dinamakan “Hoyak Tabuik” yang dilaksanakan pada
tanggal 10 Muharram setiap tahunnya. Salah satu kalimat tentang Pariaman dan Tabuik adalah
sebuah Pantun yang berbunyi: “Pariaman tadanga langang, batabuik mangkonyo rami.”

Pada puncak perayaan Tabuik ini biasanya masyarakat dari seluruh penjuru Sumatera Barat
akan memenuhi Kota Pariaman untuk menyaksikan “Hoyak Tabuik”. Tidak hanya dari
Sumatera Barat, mereka yang menyaksikan prosesi Pesta Tabuik bahkan juga datang dari luar
negeri. Event tahunan Kota Pariaman ini memang selalu dinanti setiap tahunnya.

7. Pacu Jawi

Pacu Jawi (FOTO Antara)

Salah satu tradisi unik yang menjadi favorit dari Sumatera Barat adalah Pacu Jawi. Pacu Jawi
merupakan tradisi unik yang dilakukan masyarakat Tanah Datar khususnya masyarakat di
kecamatan Sungai Tarab, Rambatan, Limo kaum, dan Pariangan. Selain itu Pacu Jawi juga
dilaksanakan di wilayah Kabupaten Limapuluh Kota dan Payakumbuh.

Sekilas, Pacu Jawi mirip dengan Karapan Sapi di Madura. Namun yang membedakan
keduanya adalah lahan yang digunakan. Jika Karapan Sapi menggunakan sawah yang kering,
maka Pacu Jawi menggunakan sawah yang basah dan berlumpur. Selain itu untuk
mempercepat lari sapi, joki Pacu Jawi tidak menggunakan tongkat seperti Karapan Sapi,
mereka biasanya menggigit ekor sapi.

8. Pacu Itiak

4.bp.blogspot.com
Pacu Itiak (Balapan Itik) adalah salah satu tradisi unik dari Sumatera Barat khususnya di
daerah Payakumbuh dan Limapuluh Kota. Event Pacu Itiak biasanya dilaksanakan di 11
tempat berbeda di Kota Payakumbuh dan Kabupaten Limapuluh Kota.

Tata cara perlombaan Pacu Itiak ini adalah dengan melemparkan Itiak sehingga Itiak pun
terbang menuju garis finish. Itiak yang paling cepat mencapai garis finish akan dinyatakan
sebagai pemenang. Jarak tempuh satu lintasan Pacu Itiak ini biasanya sepanjang 800 meter.
C. Apresiasi Dalam Masyarakat

Bertempat di Ruang Chairil Anwar, Taman Budaya Sumbar kembali menggelar program
Pagelaran Apresiasi Seni, Jumat, 30 Maret 2018 pada pukul 20.30 s/d 23.30 WIB. Program
yang memasuki penyelenggaraan keempat ini, menghadirkan HIKASMI (Himpunan Keluarga
Seniman Musik Indonesia) Sumatera Barat. HIKASMI secara khusus menggandeng musisi
lagu-lagu gamad seperti HIKAGAPA (Himpunan Keluarga Gamad Padang) serta musisi lagu
gamad yang tergabung bersama mereka untuk menampilkan prosesi pertunjukan bagamad
atau bagamaik.

Bagamad tumbuh dan berkembang di kota Padang sejak tahun 1920-an, yang fungsi awalnya
adalah sebagai hiburan keluarga. Selain Gamad, pada masa itu, musik gambus dan keroncong
juga ikut berkembang secara bersamaan di pesisir pantai Sumatera Barat. Perkembangan
tersebut menjadikan bagamad sebagai budaya tradisional dalam berbagai acara pesta
perkawinan baik oleh masyarakat Padang maupun masyarakat pesisir Minangkabau lainnya.

Kepala UPTD Taman Budaya Sumbar, Drs Muasri, dalam sambutannya mengatakan bagamad
adalah kesenian musik yang berkembang di wilayah pesisir pantai Sumatera Barat, terkhusus
di Kota Padang yang dipengaruhi musik Portugis. Pengaruh tersebut dapat dilihat dari alat-
alat musik khas Portugis (Eropa) yang dipakai seperti biola, akordion, saksofon dan terompet.
Jenis kesenian ini masuk melalui jalur perdagangan dan berkembang melalui proses akulturasi
budaya Minangkabau dengan berbagai macam latar belakang etnis budaya, antara lain Nias,
India Kaliang dan Melayu.

"Selain unsur musik Portugis, kita dapat menemukan pengaruh budaya India kaliang (keling)
yang bermukim di Padang seperti gendang rampak atau gendang ketipung, tari khas serta
sebagian lagu dari melayu, serta syair-syair yang berpola pantun dari Minangkabau," jelas
Muasri.

"Kekhasan musik ini terdapat pada lagunya yang penuh ratap dan beriba hati, meski
dinyanyikan dengan lenggang-lenggok. Selain itu juga pada cengkok dan grenek dalam
iramanya, yaitu improvisasi atau hiasan melodi yang ditambahkan dalam permainan
instrumen musik maupun vokal penyanyinya. Eksistensi cengkok dan grenek dalam bagamat
menjadi ciri khas dari warna musik Melayu," tambah Muasri.

D. Antusias Penonton

Kehadiran HIKASMI dengan bagamad dalam program Pagelaran Apresiasi Seni #4, ini
disambut antusias oleh beberapa seniman, khususnya seniman musik Kota Padang yang
malam itu hadir. Hadir dalam kesempatan tersebut musisi-musisi gamad yang merupakan
anggota Hikagapa yang terdiri dari etnis India, Arab, India Keling, dan Nias. Selain itu juga
hadir beberapa seniman lintas disiplin, budayawan dan musisi Minang seperti Agus Thaher,
Rhian D Kincai, Asnam Rasyid, Sexri Budiman, Nina Alda, Alwi Karmena, Pinto Janir,
Ikhwanul Arif, Iswandi, Roni Buya, Hermawan, kelompok musik gamad Catuih Kewe
pimpinan Dasman Ori serta masyarakat umum pecinta musik gamad lintas usia yang
didominasi oleh ibu-ibu.
Antusias penonton malam itu terlihat ketika secara spontan ikut menari berpasangan atau
beramai-ramai dalam iriangan lagu-lagu gamad. Tarian penonton berlangsung dengan gerakan
bebas mengikuti beberapa penari dan penyanyi yang membawa sapu tangan dan dilakukan
silih berganti.

Rhian D Khincai, wartawan sekaligus seniman yang juga dikenal sebagai pencipta lagu
berharap program apresiasi ini kedepannya lebih luas untuk jangkauan publikasi acaranya
dengan melibatkan banyak media, terkhusus untuk jenis kesenian yang mulai langka seperti
bagamad ini. Hal itu dikarenakan banyak pecinta musik gamad yang sebetulnya merindukan
acara seperti ini, namun jangkauan informasi tidak sampai kepada mereka. Selain itu, ia juga
berharap ada regenerasi penyanyi, pemusik, dan juga pencipta lagu-lagu gamad baru agar
kesenian ini dapat terus mempertahankan eksistensinya.

Pagelaran Apresiasi Seni 2018 Taman Budaya Sumbar berikutnya akan berlangsung pada
tanggal 14 April 2018. Pagelaran #5 ini akan menghadirkan pertunjukan-pertunjukan terbaik
generasi muda Sumatera Barat dari SMKI Padang. Pertunjukan yang akan dibawakan siswa-
siswi tersebut merupakan pertunjukan tari kreasi, teater, karawitan dan musik hasil uji
kompetensi siswa nasional terbaik di setiap bidangnya. (rel)
BAB III
PENUTUP

1.1  Kesimpulan

Masyarakat Minangkabau atau Minang adalah Kelompok Enik Nusantara yang berbahasa


Minang  dan menjunjung Adat Minang Kabau. Orang Minangkabau sangat menonjol dibidang
perniagaan, sebagai profesional dan intelektual. Nama Minangkabau berasal dari dua
kata, minang dan kabau. Nama itu dikaitkan dengan suatu Legend  khas Minang yang dikenal
didalam Tambo. Dalam masyarakat Minangkabau, ada tiga pilar yang membangun dan
menjaga keutuhan budaya serta adat istiadat. Mereka adalah alim ulama, cerdik pandai, dan
ninik mamak, yang dikenal dengan istilah Tali nan Tigo Sapilin
DAFTAR PUSTAKA

Josselin de Jong, P.E. de, (1960), Minangkabau and Negeri Sembilan: Socio-Political


Structure in Indonesia, Jakarta: Bhartara

Kato, Tsuyoshi (2005). Adat Minangkabau dan merantau dalam perspektif sejarah. PT Balai
Pustaka.

Purbatjaraka, R.M. Ngabehi, (1952), Riwajat Indonesia, I, Djakarta: Jajasan Pembangunan.

www.posmetropadang.com Budaya Merantau Orang Minang (1) Kalaulah di Bulan Ada


Kehidupan

Anda mungkin juga menyukai