OLEH :
KELOMPOK 9
MARLINA ( 19.1300.083 )
PARADILLAH ( 19.1300.084 )
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat tuhan yang maha Esa, Syukur alhamdulillah,
merupakan satu kata yang sangat pantas penulis ucakan kepada Allah Swt, yang karena
bimbingannyalah maka penulis bisa menyelesaikan sebuah makalah berjudul "Al-Qur’an
dan Sejarah Pengumpulan serta Penertibannya"
Shalawat bernada salam, kami sanjung sajikan kepangkuan nabi besar
Muhammad saw, dengan adanya beliau, Alhamdulillah sampai saat ini kami dapat
menyusun sebuah makalah.
Makalah ini kami buat berdasarkan buku penunjang yang kami baca. Dan untuk lebih
menarik peminat pembaca makalah ini kami ikut sertakan beraneka ragam yang kami petik
pada buku perpustakaan. Kami menyadari bahwa masih sangat banyak kekurangan yang
mendasar pada makalah ini, oleh karna itu kami mengharapkan kritik dan saran dari pihak
manapun yang bersifat membangun untuk kemajuan ilmu pengetahuan di masa yang akan
datang.
Penyusun
Kelompok IX
DAFTAR ISI
Hal.
KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ 2
DAFTAR ISI........................................................................................................................................... 3
BAB I ...................................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN .................................................................................................................................. 4
A. LATAR BELAKANG ................................................................................................................... 4
B. RUMUSAN MASALAH ............................................................................................................... 4
C. TUJUAN PENULISAN ................................................................................................................. 4
BAB II..................................................................................................................................................... 5
PEMBAHASAN ..................................................................................................................................... 5
A. PENGUMPULAN QUR’AN DALAM ARTI MENGHAFALNYA PADA MASA NABI ...... 5
B. PENGUMPULAN AL-QUR’AN DALAM ARTI PENULISANNYA PADA MASA NABI .. 6
C. PENGUMPULAN AL-QUR’AN PADA MASA ABU BAKAR AS SHIDIQ .......................... 9
D. PENGUMPULAN AL-QUR’AN PADA MASA USMAN ..................................................... 10
E. TERTIB AYAT DAN SURAH ................................................................................................ 11
BAB III ................................................................................................................................................. 13
PENUTUP ............................................................................................................................................ 13
A. KESIMPULAN ......................................................................................................................... 13
B. SARAN ..................................................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 14
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Rasulullah adalah seorang yang tidak bisa membaca dan menulis karena itu beliau
tidak membukukan atau mencatat Al-Qur’an sendiri. Beliau memerintahkan para sahabat
yang dipercayainya sebagai penulis wahyu untuk menuliskan wahyu yang turun kepada
Rasullulah di atas pelepah kurma, lempengan batu, daun lontar, kulit kayu, dan tulang
belulang hewan. Semua ayat yang turun ditulis teratur seperti yang Allah wahyukan, tetapi
semua wahyu tersebut belum terhimpun dalam satu mushaf. Meskipun demikian, Rasullulah
saw memberikan isyarat tentang peletakan surat dan urutan ayat dalam Al-Qur’an.
Orisinalitas Al-Qur’an senantiasa terjaga karena malaikat Jibril as membacakan
kembali ayat demi ayat Al-Qur’an kepada Rasullulah saw pada malam-malam
bulanRamadhan pada setiap tahunnya. Selain itu, para sahabat senantiasa menyetorkan
hafalan maupun tulisan ayat-ayat Al-Qur’an yang telah mereka hafal dan mereka tulis kepada
Rasullulah SAW.
Tulisan-tulisan Al-Qur’an pada masa Nabi tidak terkumpul dalam satu mushaf.
Catatan yang ada pada seseorang belum tentu dimiliki orang lain. Para ulama’ telah
menyampaikan bahwa segolong dari mereka, di antaranya Ali bin Abu Thalib ra, Muadz bin
Jabal raUbay bin Ka’ab ra, Zaid bin Tsabit ra, dan Abdullah bin Mas’ud ra, telah menghafal
seluruh isi Al-Qur’an pada masa Rasullulah.
Untuk menjaga orisinalitas Al-Qur’an, Rasulullah memerintahkan para sahabat
untuk tidak menuliskan sesuatupun yang berasal dari mulut beliau kecuali Al-Qur’an. Hal ini
sangat wajar dan tepat karena tidak ada yang bisa menjamin bahwa Hadits dan Al-Qur’an
tidak bercampur aduk satu sama lainnya sehingga untuk mencegah hal ini maka Rasullulah
dengan petunjuk Allah melarang penulisan apapun dari Rasulullah kecuali Al-Qur’an.
B. RUMUSAN MASALAH
a. Apa pengertian pengumpulan Al-Qur’an?
b. Bagaimana sejarah pengumpulan Al-Qur’an pada masa Rasulullah Saw.?
c. Bagaimana sejarah pengumpulan Al-Qur’an pada masa Abu Bakar As shidiq?
d. Bagaimana sejarah pengumpulan Al-Qur’an pada masa Usman bin Affan?
C. TUJUAN PENULISAN
a. Mengetahui apa itu pengumpulan Al-Quran
b. Mengetahui bagaimana sejarah pengumpulan Al-Qur’an pada masa Rasulullah SAW
c. Mengetahui sejarah pengumpulan Al-Qur’an pada masa Abu Bakar As Shidiq
d. Mengetahui sejarah Al-Qur’an pada masa Usman bin Affan
BAB II
PEMBAHASAN
Rasulullah SAW adalah hafidz Qur’an pertama, dan beliau sangat menganjurkan para
sahabat untuk menghafal setiap kali turun sehingga wahyu berikutnya tidak akan turun
sebelum wahyu pertama belum di hafal Rasulullah SAW.
Rasulullah saw. sangat menyukai wahyu, beliau senantiasa menunggu turunnya wahyu
dengan rasa rindu, lalu menghafal dan memahaminya, persis seperti yang dijanjika Allah:
Pembatasan tujuh orang sebagaimana disebutkan Bukhari dengan tiga riwayat di atas,
diartikan bahwa mereka itulah yang hafal seluruh isi al-Qur’an di luar kepala dan mereka
telah menunjukkan hafalannya di hadapan Nabi, serta isnad-isnadnya sampai ke kita. Sedang
para hafidh yang lainnya –yang berjumlah banyak- tidak memenuhi hal-hal tersebut; terutama
karena para sahabat telah tersebar ke berbagai wilayah dan sebagian mereka menghafal dari
yang lain. Cukuplah sebagai bukti tentang hal ini bahwa para sahabat yang terbunuh dalam
pertempuran di sumur “ma’uunah” semuanya disebut Qurraa’, sebanyak tujuh puluh orang
sebagaimana disebutkan dalam hadits shahih. Al-Qurtubi mengatakan: “Telah terbunuh tujuh
puluh orang qari’ pada perang Yamamah; dan terbunuh pula pada masa Nabi sejumlah itu
dalam pertempuran di sumur Ma’uunah.”
Al-Hafiz Az-Zahabi menyatakan dalam Tobaqqotul Quraa’ bahwa jumlah qari itu
adalah jumlah mereka yang menunjukkan hafalan di hadapan Rasulullah SAW dan sanad-
sanadnya sampai kepada kita secara bersambung, sedangkan sahabat yang hafal Qur’an
namun sanadnya tidak sampai kepada kita adalah lebih banyak lagi.
Dari keterangan-keterangan ini jelaslah bagi kita bahwa para hafidh al-Qur’an di masa
Rasulullah amat banyak jumlahnya, dan bahwa berpegang pada hafalan dalam penukilan di
masa itu termasuk ciri khas umat ini. Ibn Jazari (:Muhammad bin Muhammad, terkenal
dengan nama Ibnul Jazari, pengarang kitab an-Nasyr fil Qiraa’aatil ‘Asyr, wafat 833 H), para
guru qari pada masanya menyebutkan: “Penukilan al-Qur’an dengan berpegang pada hafalan-
bukannya pada mushaf-mushaf dan kitab-kitab- merupakan salah saatu keistimewaan yang
diberikan Allah kepada umat ini.”
Al-Hafiz Az-Zahabi menyatakan dalam Tobaqqotul Quraa’ bahwa jumlah qari itu
adalah jumlah mereka yang menunjukkan hafalan di hadapan Rasulullah SAW dan sanad-
sanadnya sampai kepada kita secara bersambung, sedangkan sahabat yang hafal Qur’an
namun sanadnya tidak sampai kepada kita adalah lebih banyak lagi.
Ini menunjukkan betapa besar kesulitan yang dipikul para sahabat dalam menuliskan
Al-Qur’an. Alat-alat tulis tidak cukup tersedia bagi mereka, selain sarana-sarana tersebut.
Para sahabat senantiasa menyodorkan Al-Qur’an kepada Rasulullah baik dalam bentuk
hafalan maupun tulisan. Tulisan-tulisan Al-Qur’an pada masa Nabi tidak terkumpul dalam
satu mushaf, yang dimiliki oleh seseorang belum tentu dimiliki oleh seseorang yang lain.
Rasulullah berpulang ke Rahmatullah disaat Al-Qur’an telah dihafal dan tertulis dalam
mushaf dengan susunan seperti yang disebutkan diatas, ayat-ayat dan surah-surah dipisahkan,
atau ditertibkan ayat-ayatnya saja dan setiap surah berada dalam satu lembaran secara
terpisah dan dalam tujuh huruf, tetapi Al-Qur’an belum dikumpulkan dalam satu mushaf
yang menyeluruh (lengkap). Pada saat sebelum nabi wafat, belum diperlukan membukukan
Al-Qur’an dalam satu mushaf, sebab nabi masih selalu menanti turunnya wahyu dari waktu
kewaktu. Sesudah berakhir masa turunnya al-qur’an dengan wafatnya Rasulullah, maka
Allah mengilhamkan penulisan mushaf secara lengkap kepada para khulafaturrasyidiin sesuai
dengan janji-Nya yang benar kepada ummat tentang jaminan pemeliharaan Al-qur’an dan hal
ini terjadi pertama kalinya pada masa Abu Bakar atas pertimbangan usulan Umar.
Sementara itu, upaya pengumpulan Al-Quran dalam arti penulisan juga sudah
ada masa itu, meskipun belum dalam kondisi yang seperti sekarang. Penulisannya
masih berfariasi dan dalam lembaran-lembaran yang terpisah atau dalam bentuk ukiran
pada beberapa jenis benda yang dapat mereka jadikan sebagai alas tulis-menulis ketika
itu. Setiap kali Nabi selesai menerima ayat-ayat Al-Quran yang diwahyukan
kepadanya, Nabi lalu memerintahkan kepada para shahabat tertentu untuk
menuliskannya di samping juga menghafalnya. Penulisan ayat-ayat al-Quran tidaklah
seperti yang kita saksikan sekarang. Selain karena mereka belum mengenal alat-alat
tulis, Al-Quran hanya ditulis pada kepingan-kepingan tulang, pelepah korma, atau batu-batu
tipis, sesuai dengan peradaban masyarakat waktu itu.
Penertiban dan susunan ayat-ayat Al-Quran langsung diatur oleh Nabi Saw.
sendiri berdasar bimbingan Jibril yang menjadi perantara Allah. Dalam hal ini, para ulama
sepakat mengatakan bahwa cara penyusunan Al-Quran yang demikian itu adalah
tauqify, artinya susunan surah-surah dan ayat-ayat-ayat Al-Quran seperti yang kita
saksikan di berbagai mushaf sekarang adalah berdasarkan ketentuan dan petunjuk yang
diberikan Rasulullah sesuai perintah dan wahyu dari Allah Swt. Dengan demikian,
tidak ada tempat dan peluang ijtihad dalam penertiban dan penyusunannya.
Meskipun semua urutan surah dan ayat-ayatnya disusun berdasarkan kehendak
dan petunjuk Rasulullah, namun Nabi tidak memandang perlu untuk menghimpun ayat-
ayat yang ada pada setiap surah dalam berbagai shahifah karena jumlahnya tidak
terhitung, di samping juga tidak perlu menghimpun semua cara pencatatan Al-Quran di
dalam satu mushaf. Dengan demikian, penulisan Al-
Quran pada masa Nabi itu tidak terkumpul
dalam satu mushaf, yang ada pada seseorang belum tentu dimiliki oleh orang lain.
Akan tetapi yang jelas bahwa di saat Rasulullah berpulang ke rahmatullah, Al-Quran
telah dihafal dan ditulis dalam mushaf dengan susunan seperti yang disebutkan di atas. Ayat-
ayat dan surah-surah dipisah-pisahkan, atau ditertibkan ayat-ayatnya saja dan
setiap surah berada dalam satu lembaran secara terpisah, dan penulisannya supaya
dipertimbangkan mencakup “ tujuh huruf ” yang menjadi landasan turunnya Al-Quran.
Adapun kepada para shahabatnya yang terpilih untuk menulis Al-Qur’an guna
memperkuat hafalan mereka. Di antara para penulis wahyu Al-Quran terkemuka
adalah shahabat pilihan yang ditunjuk Rasul dari kalangan orang yang terbaik dan
indah tulisannya seperti Zaid bin Tsabit, Ali bin Abi Talib, Muawiyah bin Abu
Sufyan dan Ubay bin
Kaab. Apabila ayat turun, beliau memerintahkan mereka menuliskannya
dan menunjukkan tempat ayat tersebut dalam surah, sehingga penulisan Al-Quran
pada lembaran itu membantu penghafalan di dalam hati, atau Al-Quran yang terhimpun
di dalam dada akhirnya menjadi kenyataan tertulis.
Selain dari yang disebut diatas, masih banyak lagi para pencatat wahyu dari
kalangan shabahat yang menuliskan Al-Quran atas kemauan sendiri, tanpa diperintah
Nabi. Mereka pada saat itu menuliskannya pada lembaran kulit, daun-daunan, kulit
kurma, permukaan batu, pelepah kurma, tulang-belulang unta atau kambing yang telah
dikeringkan, dan mereka jadikan sebagai dokumen pribadinya.
Belum terkumpulnya Al-Qur’an dalam satu mushaf dizaman Rasulullah karena :
1. Turunnya Al-Qur’an secara berangsur-angsur, membuat ia tidak mungkin
dibukukuan.
2. Adanya ayat yang dimansukh selama proses penurunan.
3. Susunan turunnya ayat dan surat tidak teratur menyebabkan perubahan susunan
tulisan.
4. Jarak waktu turunnya ayat terakhir dengan wafatnya Rasulullah SAW sangat
pendek (Sembilan hari).
5. Banyaknya penghafal Al-Qur’an dan segala fitnah dapat diatasi sehingga tidak
ada alasan yang kuat untuk membukukannya.
Pada masa ‘Utsman ini Islam telah tersebar luas dan kaum Muslimin telah hidup
berpencar ke berbagai pelosok. Di berbagai daerah telah terkenal Qira’at sahabat yang
mengajarkan al-Qur’an kepada penduduk setempat. Penduduk Syam memakai Qira’at Ubay
bin Kaab, penduduk Kuffah memakai Qira’at Abullah bin Mas’ud, penduduk di wilayah
lainnya menggunakan Qira’at Abu Musa al-Asy’ary. Tidak jarang terjadi pertentangan
mengenai masalah bacaan dikalangan pengikut sahabat-sahabat tersebut, hingga kemudian
pertentangan tersebut memuncak menjadi perpecahan dikalangan Muslimin sendiri.[14]
Kondisi semacam ini kemudian didengar oleh Hudaifah bin Yaman. Ketika Hudaifah
mengetaui hal tersebut, maka dengan sesegera mungkin beliau melaporkannya kepada
Khalifah ‘Utsman agas segera ditindak lanjuti. Setelah mendapatkan laporan tersebut,
‘Utsman segerah mengirim surat kepada Hafshah yang berisikan perintah untuk memberikan
al-Qur’an yang telah dibukukan Zaid sebelumnya untuk kemudian diperbanyak dan
disebarluaskan ke seluruh penjuru. Untuk membukukan al-Qur’an tersebut, ‘Ustman
mengutus empat orang sahabat untuk membukukan al-Qur’an, dari keempat orang tersebut
tiga diantaranya adalah muhajirin dan satu orang lainnya adalah kaum anshar, empat orang
tersebut adalah : Zaid bin Tsabit, ‘Abdullâh bin Zubayr, Sa’id bin al-‘Ash, ‘Abdurrahmân bin
al-Harits bin Hisyam.
Dalam melakukan pembukuan tersebut, keempat orang tersebut berpegang pada
arahan dari ‘Utsman, yaitu :
Menjadikan Mushaf Abu Bakar yang telah dibukukan oleh Zaid bin Tsabit sebagai acuan
pokok dan dumber utama dalam penulisan al-Qur’an.
Mengacu pada Mushaf Abu Bakar tersebu dalam hal penulisan dan urutannya, dan
apabila terdapat perbedaan pendapat dikalangan para anggota panitia, maka mengacu
berdasarkan dialek Quraisy karena al-Qur’an diturunkan dengan dialek Quraisy.
Dan al-Qur’an tidak ditulis kecuali berdasarkan persetujuan antara para panitia, dan para
sahabat bersepakat bahwa al-Qur’an yang telah dibukukan tersebut sebagai al-Qur’an
sebagaimana yang diturunkan kepada Rasulullah.
Usaha yang dilakukan oleh ‘Ustman tersebut mendapatkan apresiasi yang sangat
dikalangan sahabat, sehingga hasil dari usaha tersebut mendapat pengakuan dari kalangan
sahabat dan mereka meyakini bahwa al-Qur’an yang dikumpulkan oleh ‘Utsman tersebut
telah sesuai dan sama persis dengan al-Qur’an yang ada pada masa Nabi Muhammad. Baik
dari segi urutan ayat (Tartibul Ayat), maupun urutan Surat (Tartibus suwar), maupun
Qira’atnya. Mushaf ‘Utsman yang telah mendapatkan pengakuan dari para sahabat tersebut
kemudian disebarkan dan menjadi pegangan dalam penulisan al-Qur’an hingga saat ini yang
dikenal dengan Mushaf atau Rasm ‘Ustmany.
B. SARAN
Demikianlah makalah yang kami buat ini, semoga bermanfaat dan menambah
pengetahuan para pembaca. Kami mohon maaf apabila ada kesalahan ejaan dalam penulisan
kata dan kalimat yang kurang jelas ataupun kurang dimengerti. Karena kami hanyalah
manusia biasa yang tak luput dari kesalahan dan kekhilapan. kami juga sangat mengharapkan
saran dan kritik dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi para pembaca khususnya bagi kami sebagai penulis.
Sekian penutup dari kami semoga dapat diterima di hati dan kami ucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya.
DAFTAR PUSTAKA
Badruddin Muhammad bin Abdullah az-Zarkasy, al-Burhan Fi Ulum al-Qur’an, Cairo : Dar
at-Turats, tt.
Mana’ Qathan, 1995. Mabahits Fi ‘Ulum al-Qur’an, Cairo : Maktabah Wahbah.
H.M. Rusdi Khalid, 2011. Mengkaji Ilmu-ilmu Al-Qur’an, Alauddin Universiti Press :
Makassar.
Muhammad Abdul Adzim az-Zarqany, 1995. Manahil al-‘Irfan Fi ‘Ulum al-Qur’an, Jilid I,
Beirut : Dar al-Kitab al-`Araby.
Philip K. Hitti, 2013. History of The Arabs, Jakarta : PT. Serambi Ilmu Semesta,.
http://rezalfajmi.blogspot.com/2015/05/pengumpulan-dan-penertiban-al-quran.html
Al-Qattan, Manna Khalil, 2012, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa
Umar, Nasaruddin, 2008, Ulumul Qur’an (mengungkap makna-makna tersembunyi Al-
Qur’an), Jakarta: Al-Gazali Centre
Amal, Taufik Adnan, 2001, Rekonstruksi Sejarah Al-Qur’an, Yogyakarta: Forum Kajian
Budaya dan Agama
http://holongmarinacom.blogspot.com/2016/12/al-quran-dan-sejarah-pengumpulan-serta.html