Anda di halaman 1dari 9

Islam Di Minang Kabau |1

MAKALAH

Sejarah Masuknya Islam ke Minangkabau

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Islam di Minangkabau

Oleh:

Kelompok: 1

Fauziah : 4518005

Lailaturrahmi : 4518012

Dosen Pengampu :

Nelmaya, M.Ag

PRODI AKIDAH DAN FILSAFAT ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI BUKITTINGGI

TAHUN 2020/2021
Islam Di Minang Kabau |2

Sejarah Masuknya Islam di Minangkabau

Latar Belakang
Minangkabau merupakan salah satu daerah penting dalam sejarah Islam di
Indonesia karena dari daerah inilah bermulanya penyebaran cita-cita pembaharuan ke
daerah-daerah lain. Pembaharuan yang terjadi di Minangkabau dimulai dengan
adanya Gerakan Paderi pada awal abad ke-19 yang bertujuan untuk memurnikan
ajaran Islam. Pembaharuan selanjutnya dilakukan oleh Kaum Muda pada awal abad
ke-20, yang terutama dilakukan melalui pembaharuan sistem pendidikan agama lewat
lembaga Perguruan Sumatera Thawalib dan Diniyah School di Padang panjang.
Meskipun jarang tercatat dalam buku sejarah, Kerajaan Islam Pagaruyung di
Minangkabau merupakan salah satu kerajaan yang sangat berpengaruh di Sumatera.1
Karakter masyarakat Minangkabau yang lebih terbuka dan mudah
menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya membuat masyarakat Minangkabau
berada pada posisi yang dapat dengan mudah menerima pengaruh kebudayaan luar
secara cepat sejauh tidak bertentangan dengan nilai-nilai adat, budaya dan filosofi
hidupnya, yang telah ada sejak dulu. Meski demikian, mereka juga sangat kritis
terhadap setiap budaya yang masuk dari luar. Karena itu pula, setiap budaya yang
datang dari luar yang tidak sesuai dengan budayanya tidak akan bertahan lama, seperti
budaya dan ajaran yang dibawa oleh agama Hindu-Buddha. Minangkabau dengan
kebudayaannya yang khas telah ada jauh sebelum Islam datang, bahkan juga jauh
sebelum agama Buddha dan Hindu memasuki wilayah Nusantara (Indonesia). Dengan
demikian, dapat dipahami bahwa budayanya itu telah mencapai bentuk yang
terintegrasi sebelum agama Hindu dan Buddha serta agama islam datang.

Masuknya Agama Islam Di Minang Kabau


1
Witrianto, “Agama Islam Di Minang kabau”, Disampaikan dalam ruang seminar UNAND dalam
acara event sejarah pada 12 Maret 2010
Islam Di Minang Kabau |3

Ada dua pendapat yang bisa dipegang tentang kapan masuknya Islam ke
Minangkabau, pertama pendapat Hamka yang menyatakan Islam telah masuk ke
Minangkabau sekitar abad ke 7 Masehi. Pendapat Hamka ini, bisa dikuatkan melalui
sejarah perdagangan orang Arab ke berbagai belahan dunia. Khusus, masalah
masuknya Islam awal ke Minangkabau, sebagaimana diceritakan dalam catatan
sejarah klasik Mubalighul Islam disebutkan pada dasarnya Islam telah masuk ke
Minangkabau pada tahun 580 H.
Masuknya Islam ini diawali dari sejarah terdamparnya saudagar Arab di
perairan Minangkabau, yang kemudian menemukan perkempungan penduduk.
Saudagar itu bernama Saidi Abdullah. Mereka diterima oleh penduduk dan sebagai
anggota masyarakat. Melalui Saidi Abdullah ini pula Islam diperkenalkan kepada
keluarga yang menerimanya. Kemudian kawin dengan putri kepala Dusun yang
konon kepala dusun tersebut berasal dari keturunan raja Pagaruyung. Dusun yang
dihuni dan sekaligus sebagai tempat penyebaran Islam itu adalah kampung durian
yang terletak dipinggir kota Padang Sebelah Timur. Namun, setelah Saidi Abdullah
meninggal, maka terjadi kekosongan-kekosongan penyebaran Islam, bahkan
masyarakat kembali kepada agama lamanya.
Sementara itu ada yang menyebutkan pada abad ke 13 seiring dengan
penguniversalan masuknya Islam di Nusantara dengan berdirinya kerajaan Samudara
Pasai. Namun, perkembangan Islam di Minangkabau selanjutnya ditandai dengan
diperintahnya kerajaan Pagaruyung oleh Raja Sultan Alif yang beragama Islam pada
abad 16.2
Perkenalan pertama Minangkabau dengan Islam, sebagai yang masih
diasumsikan, adalah melalui dua jalur. Pertama melalui jalur Pesisir Timur
Minangkabau atau Minangkabau Timur antara abad ke-7 dan 8 M. Kedua, melalui
Pesisir Barat Minangkabau pada abad ke-16 M. Namun para sejarawan sepakat
menyatakan bahwa penyebaran Islam melalui tiga jalur:
Pertama jalur dagang, sebagaimana dijelaskan bahwa Minangkabau selain
terletak pada jalur yang strategis dalam hal perdagangan juga merupakan penghasil
komoditi pertanian dan rempah-rempah terbesar di pulau Sumatera seperti lada dan
pala. Potensi demikian mengundang minat para pedagang asing untuk memasuki dan
mengembangkan pengaruhnya di Minangkabau, dan diantara para pedagang asing

2
https://minangkabauku.wordpress.com/category/agama-islam-di-minangkabau/. Diakses pada 15
Oktober 2020
Islam Di Minang Kabau |4

tersebut, ada pedagang Islam yang mereka juga menyebarkan Islam. Ada interaksi
dalam hal perdagangan dan pergaulan secara tidak lansung, mereka juga telah
menyiarkan Islam. Ini menunjukkan bahwa penyiaran Islam ketika itu telah
berlangsung meskipun belum terencana dan terprogram.3 Karena itulah banyak tokoh-
tokoh Minang tertarik dengan Islam, apalagi praktik hidup mereka. Salah satu yang
mendorong dan mudahnya mereka menerima Islam adalah ajarannya yang sederhana
dan mudah dipahami, budaya dan falsafah adat yang dianut dan sifat yang lebih
terbuka memberikan nuansa positif bagi perkembangan Islam. Penyiaran Islam
sempat terhenti pada periode ini karena terhalang oleh tidakan Dinasti Cina T’ang
yang merasa kepentingan ekonominya di Minangkabau Timur terancam oleh Khalifah
Umayyah.
Kedua, disesuaikan dengan kondisi sosial budaya masyarakat Minang.
Penyiaran Islam tahap ini berlansung pada saat Pesisir Barat Minangkabau berada di
bawah pengaruh Aceh (1285-1522 M). Sebagai umat yang terlebih dahulu masuk
Islam, pedagang Aceh juga berperan sebagai Mubaligh. Mereka giat melakukan
penyiaran dan mengembangkan Islam di daerah pesisir dimana mereka berdagang
terutama wilayah dibawah pengaruh Aceh (Samudra Pasai). Pada masa ini pula
seorang putra Minangkabau Burhanuddin, putra Koto Panjang Pariaman masuk Islam,
ia kemudian pergi ke Aceh menuntut ilmu keislaman pada Syaikh Abdur Rauf.
Setelah pulang dari Aceh, ia secara intensif mulai mengajarkan Islam di daerahnya
terutama sekitar Ulakan. Ternyata apa yang ia usahakan disambut baik oleh
masyarakat untuk mempelajari dari berbagai pelosok Minangkabau. Dalam waktu
relatif pendek, Ulakan menjadi ramai dikunjungi masyarakat untuk mempelajari Islam
lebih jauh. Padahal sebelumnya, Ulakan hanya suatu daerah terpencil. Sejak itu
sampai sekarang tempat ini masih ramai dikunjungi oleh umat Islam dari berbagai
penjuru tanah air, terutama pada bulan Shafar.
Ketiga, Islam dari pesisir Barat terus mendaki ke daerah Darek. Pada periode
ini kerajaan Pagaruyung sebagai pusat pemerintahan Minangkabau masih menganut
agama Buddha, namun demikian sebagian besar masyarakat telah menganut Islam,
pengaruhnya begitu nampak di dalam kehidupan sehari-hari. Keadaan ini bagi
pagaruyung hanya menunggu waktu memeluk Islam sehubungan dengan hal itu,
Islam baru masuk menembus Pagaruyung setelah Anggawarman Mahadewa, sang raja
memeluk Islam, setelah masuk Islam namanya diganti dengan Sultan Alif.
3
Bakhtiar, Ranah Minang di Tengah Cengkeraman Kristenisasi, (Bumi Aksara, 2005), hlm. 7
Islam Di Minang Kabau |5

Sejak itu, Pagaruyung resmi menjadi kerajaan Islam dan sekaligus raja
melakukan perombakan dan penyempurnaan sistem pemerintahan disesuaikan dengan
lembaga yang telah berkembang di dunia Islam. Penyempurnaan yang dilakukan
adanya lembaga pemerintahan dari tingkat atas, yairu raja ibadat berkedudukan di
Sumpur Kudus. Masuknya Anggawarman Mahadewa masuk Islam, secara tidak
langsung penyebaran Islam makin luas hampir seluruh wilayah Minangkabau. Hal ini
tentu saja tidak lepas dari pengaruh dan dukungan yang diberikan Sultan Alif terhadap
penyiaran Islam. Penyiaran Islam tidak dilakukan melalui pendekatan kekuasaan,
tetapi tetap melalui pendekatan kultural masyarakat, sehingga tidak terjadi akses
negatif, apalagi meresahkan masyarakat setempat. Berdasarkan fakta tersebut,
kehadiran Islam bagi masyarakat Minangkabau merupakan suatu rahmat.4

Yang Membawa Islam Ke Minang kabau


Berita-berita berasal dari abad ke-7 mengandung arti, bahwa dalam abad itu
saudagar-nahkoda Arab telah sampai di Minang-nahkoda Arab itu kebanyakan datang
dari Teluk Persia yang dalam abad ke-7 Masehi atau abad pertama Hijriah sekurang-
kurangnya pemeluknya telah tiba di Minangkabau bahagian Timur yang ketika itu
menganut agama Budha (Hinayana). Tidak akan bersaudagar Nahkoda Arab itu di
samping berdagang, melakukan juga peranan sebagai mubalig-mubalig Islam yang
giat melakukan dakwah Islam, sehingga dalam abad ke-7 itu agama Islam telah masuk
ke Minangkabau bahagian Timur. Tahun 718 Sri Maharaja Indrawarman Raja
Sriwijaya Jambi (Muara Sabak) masuk Islam. Surat-surat antara raja ini dengan
khalifah Umar Abdul Amin (tahun 717-720) masih tersimpan dan dipelihara baik
dalam musium Spanyol di Madrid. Surat-surat itu mebuktikan, bahwa agama Islam
yang dinasti Umayyah sebagai pelindung dan penyebarnya telah masuk di
Minangkabau bahagian Timur sejak abad ke-7. “Elandalus” (Andalusia atau Spanyol
sekarang) menjadi pusat kekuasaan dinasti Umayyah setelah kekuasaannya runtuh di
Damsyik (750).5
Intensifnya pengembangan Islam pada waktu inilah yang oleh beberapa
penelitian, dijadikan sebagai dasar analisis bagi awal masuknya Islam di
Minangkabau dan menghubungkan dengan nama Syekh Burhanuddin Ulakan yang
oleh beberapa penulis dianggap sebagai tokoh “pembawa” Islam pertama ke wilayah
4
Bakhtiar, Ranah Minang di Tengah…, hlm. 8-19
5
Rasjid Manggis, Minangkabau Sejarah Ringkas dan Adatnya, (Jakarta: Mutiara Sumber Widya,
1978), hlm. 56-57
Islam Di Minang Kabau |6

ini. Syekh Burhanuddin adalah murid Syekh Abdur Rauf Singkil, ulama tarikat
Syatariyah Aceh. Syekh Burhanuddin dikenal sebagai pembawa aliran tarikat
Syatariyah ke Minangkabau untuk pertama kalinya. Tarikat ini kemudian berkembang
di Minangkabau dengan persebaran surau-surau Syatariyah yang didirikan oleh
murid-murid Burhanuddin sendiri. Jalur pengembangan tarikat Syatariah yang
berawal dari pesisir barat ini oleh beberapa penulis sering dijadikan titik tolak kajian
tentang Islam di Minangkabau, termasuk pengembangannya ke wilayah pedalaman.

Proses Islamisasi Di Minang Kabau


Menjelang Islam masuk, adat yang aslinya animistik, dinamistik, dan
naturalistik yang sudah berakulturasi dengan unsur-unsur Hindu-Buddha adalah satu-
satunya pedoman hidup bagi masyarakat Minangkabau. Setelah itu datanglah agama
Islam yang juga menuntut kepatuhan yang lebih ketat. Muhammad Yamin
menyatakan bahwa, sama halnya dengan adat sukubangsa lain di Indonesia, maka
“urat” dan “teras” adat Minangkabau adalah asli dan bersifat purbakala. Teras
purbakala ini kemudian dibentuk dan dipengaruhi oleh kebudayaan Hindu-Buddha
yang datang dari India. Pada zaman Adityawarman berkuasa di Minangkabau, adat
dipengaruhi pula oleh paham Tantrayana, suatu sekte dalam agama Buddha yang
dianut oleh Adityawarman. Pengaruh yang datang paling belakangan adalah pengaruh
Islam.6
Kedatangan Islam dengan aturan-aturannya yang ketat dan menuntut
kepatuhan yang luar biasa dari para pemeluknya membuat pengaruh Hindu, Buddha,
dan Tantrayana hampir-hampir tidak berbekas di Minangkabau. Ada kemungkinan
bahwa pengaruh agama Hindu-Buddha di Minangkabau kurang kuat berakar seperti di
Jawa sehingga mudah tersapu oleh agama Islam yang datang kemudian. Proses
Islamisasi berjalan terus secara damai melalui pengaruh yang tidak dipaksakan dan
berhasil dengan baik.
Berkat lembaga-lembaga pendidikan Islam tradisional yang terdiri dari surau,
masjid, dan rumah-rumah mengaji. Hampir semua orang di Minangkabau belajar
mengaji, adakalanya di surau, kalau di sekitar kediamannya sudah ada surau, atau di
rumah mengaji bagi daerah-daerah yang penduduknya masih jarang dan belum punya
surau. Dari segala aktivitas yang berlangsung di surau, jelas bahwa surau di
Minangkabau merupakan pusat penyiaran agama bagi seluruh masyarakat. Tradisi
6
Muhammad Yamin, Telaga Alam Minangkabau, hlm. 1.
Islam Di Minang Kabau |7

adat pun dikembangkan dari dan oleh surau, karena kaum adat tidak memiliki
lembaga pendidikan untuk diri mereka. Proses ini akhirnya menghasilkan lapisan
masyarakat Islam yang cukup tangguh di bawah naungan “alim-ulama” menandingi
fungsi dan peranan “ninik mamak” pemuka adat.7

Islamisasi Surau dan Melalui Surau


Dalam adat Minangkabau, surau memiliki posisi yang penting, bahkan sentral.
Setiap kampung wajib memiliki surau, sebab kegunaannya sangat penting. Surau
merupakan tempat bermalamnya setiap anak laki-laki yang sudah berusia di atas
delapan tahun. Menurut adat yang berlaku, anak laki-laki yang telah mencapai usia itu
memang tidak lagi mendapatkan tempat tinggal di rumah ibunya. Meski demikian,
keberadaan surau sebenarnya telah mendahului Islam. Adityawarman, Raja
Pagaruyung, telah menggunakan surau sebagai alat bantu dalam mengatur susunan
masyarakat pada jamannya. Demikian pula fungsi surau sebagai tempat bermalamnya
para anak lelaki, itu pun merupakan warisan dari adat Minangkabau pra-Islam.8
Sementara waktu persis masuknya Islam ke Minangkabau masih
diperdebatkan, telah disepakati bahwa komunitas masyarakat Muslim telah ditemukan
di sana pada masa berkuasanya kerajaan-kerjaan Hindu dan Budha di Sumatera.
Tersebutlah nama Syaikh Burhanuddin Ulakan dari Pariaman sebagai tokoh utama
yang paling berjasa dalam penyebaran agama Islam di Minangkabau, meski beliau
bukan yang pertama mengajarkan Islam di sana. Syaikh Burhanuddin inilah yang
kemudian memanfaatkan surau sebagai instrumen utamanya dalam mendakwahkan
Islam hingga ke seluruh pelosok Minangkabau. Syaikh Burhanuddin ditengarai lahir
pada awal abad ke-17. Di usia mudanya, ia telah merantau ke Tapakis untuk belajar
dari seorang ulama yang bernama Syaikh Abdullah Arief, atau juga dikenal sebagai
Tuanku Madinah. Pendidikannya bersama Tuanku Madinah hanya sekitar tiga tahun,
sebelum akhirnya sang guru berpulang ke rahmatullah. Akan tetapi, semasa hidupnya,
beliau sempat berpesan agar Burhanuddin melanjutkan pelajarannya ke Aceh, yaitu
kepada Syaikh Abdul Rauf as-Sinkili di Singkel. Burhanuddin pun belajar kepadanya
selama dua tahun di Singkel, sebelum akhirnya berpindah ke Banda Aceh, sebab

7
Witrianto, “Agama Islam Di Minang kabau…, hlm. 7-8
8
Duski Ahmad, Syekh Burhanuddin dan Islamisasi Minangkabau, (Jakarta: The Minangkabau
Foundation, 2002), hlm. 100
Islam Di Minang Kabau |8

Syaikh Abdul Rauf diangkat sebagai mufti Kerajaan Aceh. Di kemudian hari, Syaikh
Abdul Rauf dikenal luas dengan nama Syaikh Kuala (Tengku Syiah Kuala).
Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, pada awalnya surau adalah
sebuah perangkat kemasyarakatan yang telah ada sebelum Islam menyebar luas di
Minangkabau. Syaikh Burhanuddin-lah yang pertama kali memanfaatkan surau
sebagai sarana pendidikan agama hingga fungsinya menjadi mirip dengan madrasah
atau pesantren. Setelah dakwahnya berkembang di Ulakan, para pemimpin adat pun
memberikan dukungannya kepada dakwah Syaikh Burhanuddin dengan bersama-
sama membangunkan sebuah surau untuknya di Tanjung Medan. Perkembangan ini
dilanjutkan oleh murid-muridnya yang kemudian membangun surau di berbagai
wilayah sebagai pusat-pusat dakwah Islam. Banyak ulama besar yang kemudian lahir
dari tangan dingin Syaikh Burhanuddin.9
Jasa-jasa Syaikh Burhanuddin, tidak diragukan lagi, sangatlah besar terhadap
penyebaran agama Islam di Minangkabau. Pertama-tama, beliau melakukan Islamisasi
kepada surau, dengan mengubah fungsinya sebagai pusat pendidikan agama Islam.
Kemudian, melalui surau-surau itu, beliau menggerakkan segenap pengikutnya untuk
melakukan Islamisasi terhadap rakyat Minangkabau, sehingga tak sejengkal pun
wilayah Alam Minangkabau yang tidak tersentuh oleh dakwah Islam.

Kesimpulan
Agama Islam diyakini sudah memasuki Minangkabau pada abad ke-7, yaitu dengan
adanya perkampungan orang Arab di Pariaman. Meskipun demikian, pada saat itu hanya
sebagaian kecil saja orang Minangkabau yang menganut agama Islam, sebagian besar masih
menganut kepercayaan aninisme, dinanisme, atau Hindu-Buddha. Agama Islam baru menjadi
agama “resmi” orang Minangkabau setelah Sultan Alif memeluk agama Islam. Sejak itu
agama Islam ditetapkan sebagai agama kerajaan dan semua orang Minangkabau kemudian
menjadi penganut Islam. Orang Minangkabau yang tidak menganut agama Islam sejak saat
itu dianggap merupakan suatu penyimpangan dan tidak lagi dianggap sebagai orang
Minangkabau.
Proses Islamisasi di Minangkabau terutama melalui pengajaran yang diberikan di masjid,
surau, dan rumah-rumah mengaji. Surau menjadi lembaga pembinaan kaum muda yang
sangat efektif dalam penyebaran Islam sampai ke wilayah pedalaman. Di samping belajar
9
Amir Sjarifoedin Tj. A., Minangkabau: Dari Dinasti Iskandar Zulkarnain Sampai Tuanku Imam
Bonjol, (Jakarta: PT. Gria Media Prima, 2015), hlm. 572-574
Islam Di Minang Kabau |9

agama, di surau generasi muda juga mempelajari adat istiadat Minangkabau, karena lembaga
adat tidak mempunyai wahana pengajaran. Menyatunya tempat pengajaran agama dan adat di
surau menyebabkan adat dan agama di Minangkabau tidak bisa dipisahkan.
kontribusi signifikan dengan memanfaatkan surau, yang sudah ada sejak jaman pra-Islam,
sebagai pusat-pusat pendidikan Islam. Islamisasi berkembang sangat masif karena surau
adalah tempat berkumpulnya para pemuda dan tempat bermalamnya anak laki-laki. Dengan
demikian, dapat dipastikan tak seorang pun pemuda Minangkabau yang tidak mengenal
Islam.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Duski. 2002. Syekh Burhanuddin dan Islamisasi Minangkabau. Jakarta: The
Minangkabau Foundation.
Bakhtiar. 2005. Ranah Minang di Tengah Cengkeraman Kristenisasi. Bumi Aksara.
Manggis, Rasjid. 1978. Minangkabau Sejarah Ringkas dan Adatnya. Jakarta: Mutiara
Sumber Widya.
Sjarifoedin Tj. A., Amir. 2015. Minangkabau: Dari Dinasti Iskandar Zulkarnain Sampai
Tuanku Imam Bonjol. Jakarta. PT. Gria Media Prima.
Witrianto, “Agama Islam Di Minang kabau”, Disampaikan dalam ruang seminar UNAND
dalam acara event sejarah pada 12 Maret 2010
Yamin, Muhammad. Telaga Alam Minangkabau
https://minangkabauku.wordpress.com/category/agama-islam-di-minangkabau/. Diakses pada
15 Oktober 2020

Anda mungkin juga menyukai