Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

Tentang

Islam dan Struktur Politik Minangkabau

Oleh Kelompok:

Muhammad Thariq (2214050031)

Fadli Ma’arif Wiguna (2214050011)

Dosen Pengampu :

Prof. Dr. Salmadanis, M.Ag

PROGRAM STUDI TADRIS BAHASA INGGRIS

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

IMAM BONJOL PADANG

1444 H/2023M
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayah-Nya. Atas berkat rahmat dan hidayat-Nya serta berbagai upaya, tugas makalah
mata kuliah Islam dan Budaya Minangkabau yang membahas tentang dapat diselesaikan
dengan baik dan tepat waktu.

Dalam penyusunan makalah ini, ditulis berdasarkan buku yang berkaitan dengan
Islam dan Budaya Minangkabau dan serta informasi dari media massa yang berhubungan
dengan Islam dan Budaya Minangkabau . Penulis menyadari bahwa makalah ini masih
kurang sempurna, Untuk itu diharapkan berbagai masukan yang bersifat membangun demi
kesempurnaannya. Akhir kata, semoga makalah ini dapat membawa manfaat untuk pembaca.

Padang, 24 Februari 2023

Kelompok 5

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………………….2

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………3

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang………………………………………………………………………...4
B. Rumusan Masalah……………………………………………………………………..4
C. Tujuan Penulisan………………………………………………………………………4

BAB II PEMBAHASAN

A. Konsep Kekuasaan dan Kepemimpinan…………………………………………….....5


B. Struktur Kekuasaan dan Kepemimpinan……………………………………………....8
C. Distribusi Kekuasaan…………………………………………………………………..9
D. Sistem Demokrasi [Musyawarah Mufakat]…………………………………………..10

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan…………………………………………………………………………..12
B. Saran…………………………………………………………………………………13

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Islam sebagai agama yang dikenal masyarakat di Minangkabau sekitar abad-16


Masehi. Agama Islam yang berkembang di Minangkabau ini telah diwarnai oleh pemikiran
tasawuf dan dipengaruhi oleh sufisme melalui tarekat yang tidak terlepas dari kehidupan
sosial budaya, secara perlahan Islam menganti kepercayaan serta pandangan hidup animisme
dan dinamisme menjadi aqidah Islam yang benar.

Masyarakat Minangkabau telah diislamkan oleh pedagang-pedagang Arab yang


berlayar dari Malaka menyusuri Sungai Kampar dan Indragiri pada abad ke15 dan 16 M.
Ketika itu Malaka dikuasai oleh Portugis pada tahun 1511 M, hal ini mengakibatkan
pindahnya jalan perdagangan melalui pantai barat pulau Sumatera. Pantai barat Sumatera
yang kala itu dikuasai oleh kerajaan Pasai yang memperkenalkan agama baru yang mereka
anut yaitu Islam, penyebaran agama Islam dipusatkan di daerah masyarakat sepanjangan
rantau pesisir Minangkabau.

B. Rumusan Masalah

1. Konsep Kekuasaan dan Kepemimpinan


2. Struktur dan Kekuasaan Kepemimpinan
3. Distribusi Kekuasaan
4. Sistem Demokrasi

C. Tujuan Penulisan

1. Untunk Mengetahui Konsep Kekuasaan dan Kepemimpinan


2. Untuk Mengetahui Struktur dan Kekuasaan Kepemimpinan
3. Untuk Mengetahui Distribusi Kekuasaan
4. Untuk Mengetahui Sistem Demokrasi

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Kekuasaan dan Kepemimpinan

Kekuasaan adalah kewenangan yang didapatkan oleh seseorang atau kelompok guna
menjalankan kewenangan tersebut sesuai dengan kewenangan yang diberikan, kewenangan
tidak boleh dijalankan melebihi kewenangan yang diperoleh. Di Minangkabau, kekuasaan
dijalankan secara kolektif di setiap jenjang di kelarasan yang ada di Minangkabau. jadi, tidak
ada kekuasaan tunggal dalam sistem kekuasaan Minangkabau. Berikut akan dijelaskan
beberapa peristilahan dalam khazanan kekuasaan Minangkabau yang menunjukkan kekuasan
dan kepemimpinan yang dijalankan secara kolektif .

1. Rajo Tigo Selo dan Basa Ampek Balai

Istilah Rajo Tigo Selo mncul dalam sistem kerajaan Minangkabau Pagaruyung pada
abad ke-16 masehi. Rajo Tigo Selo terdiri dari Raja Alam di Pagaruyung, Raja Adat di Buo
dan Raja Ibadat di Sumpur Kudus. Hal ini menunjukkan pembagian kekuasaan dan
kewenangann sekaligus menunjukkan asas kesetaraan duduak samo randah, tagak samo
tinggi yang dianut masyarakat Minangkabau. Sementara Basa Ampek Balai adalah dewan
menteri yang membantu Rajo Tigo Selo menjalankan tugas pemerintahan yaitu :

a) Bandaharo atau Tuan Titah di Sungai Tarab. Kedudukannya sama dengan perdana
menteri.
b) Makhudum di Sumanik yang tugasnya menjaga kewibawaan istana dan memelihara
hubungan dengan seluruh rantau dari kerajaan lain yang ada hubungan dengan
Minangkabau.
c) Indomo di Saruaso yang menjaga perjalanan adat istiadat agar "setitik tidak boleh
hilang, sebaris tidak boleh lupa” dalam seluruh Alam Minangkabau.
d) Makhudum (Tuan Qadhi) di Padang Ganting yang menjaga perjalanan agama adakah
berlaku menurut Kitabullah dan sunnah rasul, berjalan sunnat dan fardhu, terbatas
antara halal dan haram.1

2. Tali Tigo Sapilin dan Tungku Tigo Sajarangan (TTS)

Tali Tigo Sapilin dan Tungku Tigo Sajarangan adalah ungkapan yang menyatakan
kesatuan kekuasaan dan kesatuan unsur pelaksana kewenangan dalam urusan masyarakat
Minangkabau.

1
Hamka, Ayahku, Riwayat Hidup Dr. Abdul Karim Amrullah dan Perjuangan Kaum Agama di Sumatra, ed. ke-4
Jakarta: Umminda, 1982, h. 6-7

5
a) Tali Tigo Sapilin
Tali Tigo Sapilin diibaratkan sebagai sebuah tali kokoh berpilin tiga yang
mengikat masyarakat adat Minangkabau. Oleh sebab itu, masyarakat adat
Minangkabau dalam melaksanakan adatnya berpegang kepada tiga tali, yaitu adat,
syara’, undang-undang.
Tali Adat dibangun di atas adat nan ampek, yaitu Adat nan Sabana Adat, Adat nan
Diadatkan, Adat nan Teradat dan Adat Istiadat. Tali Adat berfungsi sebagai:
-sumber ketentuan adat minangkabau
-Pandangan hidup yang dapat mempersatukan masyarakat Minangkabau dalam satu
kesatuan hukum adat
- Cermin kehidupan yang menuntun masyarakat Minangkabau dalam mencapai
tujuannya, yaitu mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur secara merata,
material dan spritual
-Identitas suku bangsa Minangkabau yang berpegang kepada keyakinan agama secara
vertikal dan aturan-aturan kemaslahatan manusia secara horizontal.
b) Tungku Tigo Sajarangan
Adapun Tungku Tigo Sajarangan merupakan unsur kepemimpinan yang
melaksanakan tugas sesuai dengan pembagian kekuasaan dalam bidang adat, agama
dan undang. Tungku Tigo Sajarangan terdiri dari Ninik Mamak (pemimpin adat), alim
ulama (pemimpin agama) dan Cadiak Pandai (pelaksana undang-undang). Dengan
demikian, kepemimpinan TTS (Tungku nan Tigo Sajarangan) ini menunjkkan bahwa
kekuasaan tidak hanya dipegang oleh satu orang saja. Kekuasaan dalam nagari di
Minangkabau dibagi secara proporsional dan fungsional di antara ketiga unsur
tripartite tersebut, yaitu ninik mamak (penghulu), alim ulama (tokoh agama) dan
cadiak pandai (cendikiawan).2
Penghulu adalah pemimpin adat yang dipilih secara turun-temurun. Memilih
penghulu harus sesuai dengan aturan dalam acara pengangkatan penghulu. Penghulu
atau niniak mamak bertugas melindungi kemenakan, menyelesaikan permasalahan
yang ada di kaum atau nagarinya. Penghulu memiliki gelar Datuk sesuai dengan
pusaka kaumnya.
Alim ulama adalah tokoh agama yang mengetahui segala hal tentang ilmu
agama, mengetahui tata cara dalam melaksanakan aturan agama, mengajarkan
pendidikan agama, mencontohkan perilaku yang baik menurut ajaran agama. Ada
banyak sebutan untuk tokoh agama ini, antara lai Tuanku, Buya, Inyiak, atau malin
(malim).
Sedangkan Cadiak Pandai merupakan cendekiawan, orang terdidik dan
berpendidikan. Tugasnya adalah memberikan solusi dalam penyelesaian masalah di
lingkungan masyarakat. Dalam ungkapan Minangkabau ditemukan nan cadiak lawan
barudiang artinya cerdik pandai merupakan lawan/ teman berunding/bermusyawarah.

2
Aulia Rahmat, Rekonstruksi Adat Minangkabau dalam Pemerintahan Nagari Era Otonomi Daerah; Kajian
terhadap Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 9 Tahun 2000 jo.Perda Nomor 2 Tahun 2007
tentang Ketentuan Pokok, Magelang: PKBM “Ngudi Ilmu, 2013 h. 137

6
Sebutan yang lazim untuk golongan cerdik pandai adalah ungku atau engku.[4] Engku
dalam sebutan sehari-hari masyarakat Minangkabau pada abad ke-20 merujuk kepada
sosok guru atau tenaga pendidik. Misalnya, Engku Syafe’i (pendiri lembaga
pendidikan INS Kayu Tanam), engku Labai (sebutan umum untuk guru mengaji al
Qur’an di surau-surau kampung).

3. Implementasi Kepemimpinan

Implementasi kekuasan dan kepemimpinan dalam adat Minangkabau dapat dilihat


dari penggunaan istilah Urang Nan Bajinih (orang yang berjenis/berkuasa). Urang Nan
Bajinih terdiri dari Urang Nan Ampek Jinih (orang yang empat jenis) dan Jinih nan Ampek
(Jenis yang empat). Urang Nan Ampek Jinih adalah istilah untuk menyebutkan 4 (empat)
unsur pemangku adat di Minangkabau. Sementara Urang Jinih nan Ampek adalah orang atau
unsur yang membantu malin pemangku jabatan pelaksanaan keagamaan (syara’). Unsur
Urang Nan Ampek Jinih tersebut adalah Pangulu (Penghulu), Manti (menteri), Malin (malim)
dan Dubalang (hulubalang). Sementara Jinih nan Ampek tersebut adalah Imam, Katik
(Khatib), Bila (Bilal) dan Qadhi. Jabatan Urang nan Ampek Jinih dan Jinih Nan Ampek
adalah jabatan turun temurun sebagaimana petitih Minangkabau:

 Pangulu atau Penghulu adalah pemimpin suku dalam kaumnya.3 Tugas Penghulu
dalam Adat Minangkabau disebutkan dalam mamangan adat manuruik labuah nan
luruih (mengikuti jalan yang lurus), maikuik kato nan bana (mengikuti kebenaran/
mengikuti aturan adat), mamaliharo anak kamanakan (memelihara anak dan
keponakan) dan manjago harato pusako (menjaga harta pusaka). Penjelasannya adalah
sebabagi berikut; Pertama, Manuruik Labuah nan Luruih berarti menyelenggarakan
pemerintahan adat. Karena itu, penghulu disebut tagak di pintu adat (berdiri di pintu
adat. Kedua, Maikuik Kati nan bana memberi keputusan hukum adat sesuai dengan
ketentuan adat sesuai dengan pepatah kato pangulu kato pusako (kata penghulu kata
pusaka). Oleh sebab itu penghulu disebut tagak di pintu bana (berdiri di pintu
kebenaran) dan harus Mahukum adia bakato bana (menghukum dengan adil, berkata
(berhukum) dengan kebenaran). Ketiga, mamaliharo anak kamanakan (memelihara
anak dan keponakan) artinya penghulu bertanggung jawab atas kesejahteraan anak-
kemanakan. Keempat, manjago harta pusako (menjaga harta pusaka).
 Manti (menteri) adalah jabatan pembantu pangulu di dalam tatalaksana pemerintahan
adat di nagari. Tugasnya antara lain pertama, tugas administratif memeriksa perkara
atau sengketa, menyampaikan keputusan pangulu dan sebagainya. Kedua,
mengkomunikasikan penyelesaian perkara atau sengketa di antara anggota kaum atau
anggota masyarakat. Ketiga, Membuat ranji warga suku, memeriksa ranji kepemilikan
tanah ulayat berdasarkan verifikasi terhadap mamak kapalo warih sebelum disahkan
kerapatan adat. Manti karena tugasnya di atas disebut tagak di pintu susah (berdiri di
pintu kesulitan).

3
Gouzali Saydam, Kamus Lengkap Bahasa Minang (Bagian Pertama), Padang, PPIM, 2004, halaman 281

7
 Dubalang (hulubalang) adalah pembantu penghulu dalam bidang keamanan. Tugas
dubalang adalah pertama, secara teknis bertugas menciptakan keamanan, ketertiban
dan kedamaian di dalam kampung. Kedua, membuat pertimbangan alternatif untuk
mengangkat atau memberhentikan perangkat keamanan dan ketertiban kampung.
Karena tugasnya tersebut, dubalang disebut tagak di pintu mati (Berdiri di pntu mati).
Bahwa resiko terbesar yang dihadapi dubalang adalah kehilangan nyawa demi tegakna
keamanan. Meski tugasnya terkesan keras dan tegas dubalang tetap harus
mengutamakan kesantunan dalam berbahasa dan kesopanan dalam bertindak. Hal ini
terungkap dalam kalimat Nan karek makanan takiak, nan lunak makanan sudu (yang
keras mesti ditakik, yang lunak mesti disudu). Kalimat itu menunjukkan bahwa
dubalang harus proporsional dalam bertugas. Mengambil kebijakan sesuai dengan
kemestiannya. Sementara untuk ketegasan, profesionalisme dan konsistensi dalam
melaksanakan tugas terungkap dalam kalimat Kok kareh indak tatakiak, kok lunak
ndak bisa disudu (keras tak bisa ditakik, lunak tak bisa disudu)
 Malin atau kadang-kadang disebut Malim adalah orang alim dalam agama Islam.
Jabatan ini muncul sebagai bentuk integrasi Islam dengan adat Minangkabau. Adapun
tugas Malin adalah Pertama, Bertanggung jawab kepada Pangulu dalam pelaksanaan
kebijakan bidang keagamaan. Kedua, bertugas merencanakan kegiatan pendidikan
untuk anak kemanakan agar menekuni dan memahami ilmu agama dan ilmu umum.
Dalam istilah Minangkabau tugasnya membuat anak kemanakan pandai sumbayang jo
mangaji, pandai sikola jo babudi (pandai sembahyang dan mengaji, berpendidikan
tinggi dan berbudi). Ketiga, menegakkan dan mengawasi pelaksanaan acara adat agar
sesuai dengan hukum syara’. Karena tugas-tugasnya di atas, Malin disebut tagak
dipintu syara’ (agama). Dalam melaksanakan tugasnya, Malin diperkuat dengan
unsure Urang Jinih Nan Ampek. Urang Jinih Nan Ampek tersebut yaitu Imam, Katik,
Bilal dan Qadhi.

B. Struktur dan Kekuasaan Kepemimpinan

Struktur kepemimpinan masyarakat minangkabau memilki karakteristik yang berdeda


dan memilki kekhasan dibanding dengan masyarakat lain yang ada di Indonesia.
Sesungguhnya struktur masyarakat adat Minangkabau yang berciri Matrilineal atau dari garis
ibu, diawali dari dalam rumah tangga. Rumah tangga atau dalam Bahasa Minang disebut
sebagai rumah tanggo, dipimpin oleh kepala keluarga suami yang disebut Urang Sumando.
Tingkat yang lebih tinggi lagi yaitu Samande hubungan yang terkait antara rumahtangga-
rumahtangga di antara saudara-saudara yang berasal dari satu ibu yang sama. Oleh sebab itu
disebut samande atau satu ibu. Struktur ini dipimpin oleh seorang mamak rumah.Mamak
rumah adalah saudara lelaki dari para anak perempuan. Di rumah ibunya, lelaki tadi bertindak
sebagai pemimpin bagi saudara-saudara perempuannya dan keponakan-keponakannya. Ia
bertugas mengurus, memberi wejangan dan membantu perikehidupan saudara perempuan
berserta anak-kemenakannya. Namun, bagi keluarga istrinya, lelaki tadi menjadi urang
sumando. Tungganai adalah tingkat kepemimpinan yang lebih tinggi lagi, yaitu pemimpin
dari beberapa hubungan samande yang membentuk sajurai. Jurai ini adalah kumpulan

8
beberapa keluarga yang berasal dari satu ibu, memiliki keturunan hingga generasi ketiga.
Peran tungganai sama dengan mamak rumah, tetapi dengan cakupan yang lebih luas.
Kumpulan sajurai membentuk hubungan keluarga saparuik satu perut. Hubungan keluarga ini
berasal dari satu ibu kemudian berkembang hingga generasi keempat, yaitu
ibu,anak,cucu,cicit. Saparuik dipimpin oleh seorang Tuo KampuangTetua kampung.
Kumpulan saparuik-saparuik membentuk suku. Suku ini dipimpin oleh Penghulu Andiko,
yaitu seorang pria yang terbaik yang dipilih dari mamak rumah- mamak rumah yang ada,
yang diyakini akan mampu memimpin dan membawa sukunya menjadi lebih maju dan
sejahtera. Penghulu Andiko ini diangkat dengan suatu proses yang disebut Batagak Panghulu.
Kepadanya diberikan sebuah gelar Datuk oleh suku atau kaumnya. Suku-suku yang ada
kemudian bergabung menjadi empat suku, dan dipimpin oleh seorang penghulu puncak suku.
Kumpulan empat suku-empat suku membentuk sudut dan dikepalai oleh penghulu puncak
sudut. Sudut-sudut kemudian membentuk sebuah nagari. Nagari ini dipimpin oleh seorang
penghulu puncak adat.

C. Distribusi Kekuasaan

Sebenarnya secara konseptual kekuasaan bisa pula diartikan penguasaan terhadap sum
bersumber yang berharga seperti tanah. uang ataupun pengetahuan baik yang ritual ataupun
ketrampilan. Maka pada pembahasan kali ini kedua konsep di atas tetap dipakai dalam
memahami distribusi kekuasaan. Sebenarnya ada dua bentuk distribusi kekuasaan di dalam
keluarga yaitu:

1 Balanced power

Suatu hubungan antara pria dan wanita yang menunjukkan adanya distribusi
kekuasaan antara pria dan wanita yang seimbang, tetapi ada saling ketergantungan yang kuat
diantara keduanya.

2. Dominasi kekuasaan

Suatu hubungan antara pria dan wanita yang menunjukkan suatu hierarchi dalam
kekuasaan, artinya distribusi kekuasaan antara pria dan wanita tidak seimbang. salah satu
pihak jenis kelamin mempunyai hak yang lebih tinggi.

Di dalam bentuk distribusi kekuasaan di atas terdapat gambaran proses pengambilan


ke putusan. Memang secara Islam pria atau suami adalah imam di dalam keluarga sehingga
pengambilan keputusan baik ke dalam keluarga maupun ke luar keluarga lebih banyak
ditentukan oleh pria atau suami tetapi kenyataanya kekuasaan suami atau istri dalam keluarga
untuk membuat keputusan erat hubungannya dengan wewenang keluarga yang diatur oleh
kebudayaan setempat dimana keluarga tersebut itu hidup. Misalnya, masyarakat
Minangkabau yang matricentric family walau beragama Islam tetapi kekuasaan dimiliki oleh
para wanitanya. Seperti yang telah diutarakan terdahulu bahwa semakin meningkat pola
pekerjaan wanita, maka berkecenderungan untuk memiliki kekuasaan di dalam keluarga baik
untuk keputusan-keputusan ke dalam keluarga maupun ke luar keluarga.

9
Kembali lagi pada konsep hubungan antara pria dan wanita yang berbeda tetapi sama
nilainya (equal) ini menunjukkan adanya pembagian kerja yang berbeda secara alami tetapi
nilainya sama, sehingga terdapat saling keter gantungan di antara keduanya, maka alokasi
kekuasaan pun lebih bersifat alamiah tetapi, pada konsep ini wanita mendapat peluang
bekerja di bidang produksi, dan perbedaan secara alamiah tadi hanyalah dasar untuk
penyesuaian sosial.4

Sebenarnya nampak bahwa penguasaan terhadap sumber-sumber berharga (contoh di


atas: kuda) dimliki oleh kaum pria tetapi pembagian kerja nampak, bahwa memelihara kuda
itu bukan pekerjaan rendah tapi menunjukkan "sharing" di antara keduanya. Kemudian pada
konsep yang kedua hubungan antara pria / suami dan wanita/ istri yang unequal (berbeda dan
tidak sama nilainya), menunjukkan model hubungan dengan konflik. Artinya hubungan
antara pria dan wanita menunjukkan stratifikasi sosial, seperti misalnya pada masyarakat di
pedesaan Jawa mengenai penguasaan tanah terdapat dominasi kekuasaan dan menunjukkan
alokasi kekuasaan yang timpang.

Varians dari konsep ini adalah wanita yang mempunyai kekuasaan nyata tetapi
tersembunyi. Yaitu secara formal pria mempunyai ke kuasaan baik dibidang sosial, ritual
keagamaan maupun politik, tetapi secara informal wanita memiliki kekuasaan di lingkungan
kekerabatan, perekonomian, ketetanggaan, dan sebagainya hal ini menunjukkan kekuasaan
yang amat dominan.

D.Sistem Demokrasi (Musyawarah Mufakat)

Masyarakat Minangkabau adalah masyarakat yang menganut sistem ke kerabatan


matrilineal, dimana garis keturunan diwariskan melalui garis ibu. Selain kuat memegang
ajaran adat istiadat nya, masyarakat Minangkabau juga teguh dalam melaksanakan ajaran aga
manya. Pepatah adatnya mengatakan." Adat bersendi syarak. Syarak bersendi Kitabullah,"
"Syarak mengatakan, Adat memakai." Secara tradisisional masyarakat ini mengenal dua
sistem politik pemerintahan, yaitu sistem Koto Piliang dan Bodi Caniago. Sistem politik Koto
Piliang lebih bersifat aristoktratis, sedangkan Bodi Caniago bersifat demokratis. Kedua
sistem politik itu berkembang dari ajaran dua nenek moyang orang Minangkabau yaitu Datuk
Katumanggungan dan Datuk Perpatih nan Sabatang. Sistem politik Koto Piliang dikembang
kan dari ajaran Datuk Katumangungan sedangkan sistem Bodi Caniago didasar kan pada
ajaran Datuk Perpatih nan Sabatang, adik satu ibu Datuk Katumanggungan. Masing -masing
sistem ini dalam masyarakat Minangkabau disebut sebagai larch (moiety), yaitu lareh Koto
Piliang dan larch Bodi Caniago (de Jong 1980).

Kecuali sebagai sistem politik lareh sebenarnya adalah merupakan gabungan dari dua
suku (lineage). Larch Koto Piliang adalah gabungan dari suku suku Koto dan Piliang,
sedangkan Bodi Caniago yang merupakan gabungan suku Bodi dan Caniago. Sistem politik
Koto Piliang yang aristokratis sifatnya itu di lambankan dengan pepatah adat " Ba janjang

4
Hoktaviandri dan Mislaini, Islam dan Budaya Minangkabau, Padang, Muhammad Ikhlas: 2023 hal 143
10
Naiak, batanggo turun" berjenjang naik, bertangga turun). Artinya kekuasaan itu bersifat
bertingkat tingkat, dengan wewenang yang bersifat vertikal. Sebaliknya. sistem politik Bodi
Caniago dilambangkan dengan pepatah adat." Duduak samo tinggi tagak samo randah
"(duduk sama tinggi, berdiri sama rendah. Di sini tersimpul pemahaman bahwa kekuasaan itu
bersifat horizontal dan egaliter. Meskipun terdapat dua aliran politik dalam masyarakat
Minangkabau, dalam praktek kehidupan politik kedua aliran itu bertemu dalam satu system
yang berakar pada azaz musyawarah untuk mufakat Azaz ini menjadi lebih menunjukkan
warnanya pada kehidupan masyarakat di tingkat nagari (Amran 1985 dan Manan 1992),
komunitas yang pernah disetara kan dengan tingkat desa.

Kekuasaan adalah kewenangan yang didapatkan oleh seseorang atau kelompok guna
menjalankan kewenangan tersebut sesuai dengan kewenangan yang diberikan. kewenangan
tidak boleh dijalankan melebihi kewenangan yang diperoleh. Di Minangkabau, kekuasaan
dijalankan secara kolektif di setiap jenjang di kelarasan yang ada di Minangkabau. jadi, tidak
ada kekuasaan tunggal dalam sistem kekuasaan Minangkabau. Berikut akan dijelaskan
beberapa peristilahan dalam khazanan kekuasaan Minangkabau yang menunjukkan kekuasan
dan kepemimpinan yang dijalankan secara kolektif.

Sesungguhnya struktur masyarakat adat Minangkabau yang berciri Matrilineal (atau dari
gadis diawali dari dalam rumah tangga. Rumah tangga atau dalam Bahasa Minang disebut
sebagai rumah tanggo, dipimpin oleh kepala keluarga (suami) yang disebut Urang Sumando.

Sebenarnya secara konseptual kekuasaan bisa pula diartikan penguasaan terhadap sum
bersumber yang berharga seperti tanah, uang ataupun pengetahuan baik yang ritual ataupun
ketrampilan. Pada pembahasan kali ini kedua konsep di atas tetap dipakai dalam memahami
distribusi kekuasaan.

Masyarakat Minangkabau adalah masyarakat yang menganut sistem ke kerabatan


matrilineal, dimana garis keturunan diwariskan melalui garis ibu. Selain kuat memegang
ajaran adat istiadatnya, masyarakat Minangkabau juga teguh dalam melaksanakan ajaran aga
manya. Pepatah adatnya mengatakan" "Adat bersendi syarak. Syarak bersendi Kitabullah."
"Syarak mengatakan, Adat memakai."

11
BAB III

PENUTUP

A.KESIMPULAN

Kekuasaan adalah kewenangan yang didapatkan oleh seseorang atau kelompok guna
menjalankan kewenangan tersebut sesuai dengan kewenangan yang diberikan, kewenangan
tidak boleh dijalankan melebihi kewenangan yang diperoleh. Di Minangkabau, kekuasaan
dijalankan secara kolektif di setiap jenjang di kelarasan yang ada di Minangkabau. jadi, tidak
ada kekuasaan tunggal dalam sistem kekuasaan Minangkabau. Berikut akan dijelaskan
beberapa peristilahan dalam khazanan kekuasaan Minangkabau yang menunjukkan kekuasan
dan kepemimpinan yang dijalankan secara kolektif.

Struktur kepemimpinan masyarakat minangkabau memilki karakteristik yang berdeda


dan memilki kekhasan dibanding dengan masyarakat lain yang ada di Indonesia.
Sesungguhnya struktur masyarakat adat Minangkabau yang berciri Matrilineal atau dari garis
ibu, diawali dari dalam rumah tangga. Rumah tangga atau dalam Bahasa Minang disebut
sebagai rumah tanggo, dipimpin oleh kepala keluarga suami yang disebut Urang Sumando.
Tingkat yang lebih tinggi lagi yaitu Samande hubungan yang terkait antara rumahtangga-
rumahtangga di antara saudara-saudara yang berasal dari satu ibu yang sama. Oleh sebab itu
disebut samande atau satu ibu. Struktur ini dipimpin oleh seorang mamak rumah.Mamak
rumah adalah saudara lelaki dari para anak perempuan. Di rumah ibunya, lelaki tadi bertindak
sebagai pemimpin bagi saudara-saudara perempuannya dan keponakan-keponakannya. Ia
bertugas mengurus, memberi wejangan dan membantu perikehidupan saudara perempuan
berserta anak-kemenakannya. Namun, bagi keluarga istrinya, lelaki tadi menjadi urang
sumando. Tungganai adalah tingkat kepemimpinan yang lebih tinggi lagi, yaitu pemimpin
dari beberapa hubungan samande yang membentuk sajurai. Jurai ini adalah kumpulan
beberapa keluarga yang berasal dari satu ibu, memiliki keturunan hingga generasi ketiga.
Peran tungganai sama dengan mamak rumah, tetapi dengan cakupan yang lebih luas.
Kumpulan sajurai membentuk hubungan keluarga saparuik satu perut. Hubungan keluarga ini
berasal dari satu ibu kemudian berkembang hingga generasi keempat, yaitu
ibu,anak,cucu,cicit. Saparuik dipimpin oleh seorang Tuo KampuangTetua kampung.
Kumpulan saparuik-saparuik membentuk suku. Suku ini dipimpin oleh Penghulu Andiko,
yaitu seorang pria yang terbaik yang dipilih dari mamak rumah- mamak rumah yang ada,
yang diyakini akan mampu memimpin dan membawa sukunya menjadi lebih maju dan
sejahtera. Penghulu Andiko ini diangkat dengan suatu proses yang disebut Batagak Panghulu.
Kepadanya diberikan sebuah gelar Datuk oleh suku atau kaumnya. Suku-suku yang ada
kemudian bergabung menjadi empat suku, dan dipimpin oleh seorang penghulu puncak suku.
Kumpulan empat suku-empat suku membentuk sudut dan dikepalai oleh penghulu puncak
sudut. Sudut-sudut kemudian membentuk sebuah nagari. Nagari ini dipimpin oleh seorang
penghulu puncak adat.

12
Masyarakat Minangkabau adalah masyarakat yang menganut sistem ke kerabatan
matrilineal, dimana garis keturunan diwariskan melalui garis ibu. Selain kuat memegang
ajaran adat istiadat nya, masyarakat Minangkabau juga teguh dalam melaksanakan ajaran aga
manya. Pepatah adatnya mengatakan." Adat bersendi syarak. Syarak bersendi Kitabullah,"
"Syarak mengatakan, Adat memakai." Secara tradisisional masyarakat ini mengenal dua
sistem politik pemerintahan, yaitu sistem Koto Piliang dan Bodi Caniago.

B.SARAN

Tentunya terhadap penulis sudah menyadari jika dalam penyusunan makalah ini
masih banyak terdapat kesalahan serta jauh dari kata sempurna. Adapun nantinya penulis
akan segera melakukan perbaikan susunan makalah ini dengan menggunakan pedoman dari
beberapa sumber dan kritik yang membangun dari para pembaca.

13
DAFTAR PUSTAKA

Hoktaviandri dan Mislaini, 2023, Islam dan Budaya Minangkabau, Padang:


Muhammad Ikhlas.

Gouzali Saydam, 2004, Kamus Lengkap Bahasa Minang (Bagian Pertama), Padang:
PPIM.

Nizar, Samsul, 2011, Sejarah Sosial & Dinamika Intelektual Pendidikan Islam di
Nusantara, Jakarta: Kencana.

Rahmat, Aulia, 2011, Reaktualisasi Nilai Islam dalamBudaya Minangkabau Melalui


Kebijakan Desentralisasi, Skripsi UIN Syarif Hidayatullah.

Hamka, Ayahku, 1982, Riwayat Hidup Dr. Abdul Karim Amrullah dan Perjuangan
Kaum Agama di Sumatra, ed. ke-4 Jakarta: Umminda.

14

Anda mungkin juga menyukai