Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Dalam struktur sosial masyarakat Minangkabau dikenal adanya pemuka adat
yang disebut Ninik Mamak atau lebih dikenal lagi dengan sebutan Datuk. Ninik
Mamak atau Datuk dan kadang-kadang disebut penghulu memiliki fungsi yang sama.
Dalam struktur masyarakat Minangkabau, Datuk mempunyai peran yang sangat
penting, terutama dalam sistem kekerabatan (perkauman). Disamping peranannya
dalam kekerabatan perkauman, datuk pun secara tradisional akan berkuasa atas
sumber daya alam dan membagi hak pengolahannya, dalam bidang ekonomi
misalnya, ia akan memperhatikan dan mengetahui kesulitan-kesulitan dan kemudahan
yang diderita oleh anak kemenakan atau dengan kata lain selalu mengawasi kebijakan
dalam menerima informasi.
Adat Minangkabau pada dasarnya sama seperti adat pada suku-suku lain, tetap
dengan beberapa perbedaan atau kekhasan yang membedakannya. Kekhasan ini
terutama disebabkan karena masyarakat Minang sudah menganut sistem garis
keturunan ibu, matrilinial, sejak kedatangannya di wilayah Minangkabau sekarang ini.
Kekhasan lain yang sangat penting ialah bahwa adat Minang merata dipakai oleh
setiap orang di seluruh pelosok nageri dan tidak menjadi adat para bangsawan dan
raja-raja saja. Setiap individu terikat dan terlibat dengan adat, hampir semua laki-laki
dewasa menyandang gelar adat, dan semua hubungan kekerabatan diatur secara adat.
Selain hal-hal di atas kita juga dapat mengetahui berbagai kebudayaan di
Indonesia yang mengalami akulturasi. Karena proses akulturasi yang terjadi tampak
simpang siur dan setengah-setengah. Contoh, perubahan gaya hidup pada masyarskat
Indonesia yang kebarat-baratan yang seolah-olah sedikit demi sedikit mulai mengikis
budaya dan adat ketimurannya. Namun, masih ada beberapa masyarakat yang masih
sangat kolot dan hampir tidak mempeedulikan perkembangan dan kemajuan dunia
luar dan mereka tetap menjaga kebudayaan asli mereka.Karena latar belakang diatas,
kita menyusun makalah tentang salah satu kebudayaan masyarakat Indonesia, yaitu
Kebudayaan Minangkabau. Makalah ini akan memberikan wawasan tentang
masyarakat Minangkabau yang memiliki keragaman suku dan budaya. Tentunya dari
pembahasan nanti penulis sangat berharap makalah yang sederhana ini dapat
menyuguhkan informasi tentang suku Minangkabau di tanah Minang.

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana maksud Rumah Tanggo, Paruik, Kaum, dan Nagari?
2. Bagaimana maksud Surau, Balai, Lapau, Medan nan Bapaneh?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui maksud Rumah Tanggo, Paruik, Kaum, dan Nagari
2. Untuk mengetahui maksud Surau, Balai, Lapau, Medan nan Bapaneh

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Rumah Tanggo, Paruik, Kaum, dan Nagari


1. Rumah Tanggo
Barumah tanggo artinya mempunyai tempat tinggal. Rumah di Minang Kabau
diperuntukkan bagi kaum ibu dengan anaknya, sudah menjadi kebiasaan bila
seorang laki-laki dia mamak, datuk, gaek maupun inyiek, apalagi baru kemenakan
harus “batuk” terlebih dulu sebelum naik keatas rumah. Memang mengucapkan “
Assalamu’alaikum” belum terbiasa dalam dalam keluarga minang, sebagai ucapan
panggilan atau “kulonuwun” - nya orang jawa atau pengganti ”punten” – nya
orang sunda.
Bentuk itu penting untuk menjaga kesopanan rumah tangga dan untuk
menghindari yang punya rumah mendapat malu karena kedatangan kita yang
tanpa batuk. Misalnya belum disapu atau masih dalam keadaan centang-perenang
atau belum ditata rapi.
Batanggo adalah mempunyai tangga yang gunanya untuk naik keatas rumah.
Seperti diketahui rumah gadang tradisional minang adalah rumah panggung yang
memerlukan tangga. Tangga ini juga dimaksudkan untuk mendidik budi pekerti
dan kesopanan yang tidak baik. 1
Barang siapa yang naik rumah tidak melalui tangga dan tidak turun melalui
tangga, di Minangkabau biasanya “halal” dikeroyok. Dalam pepatah adat disebut
sebagai berikut:
Bajanjang naik batanggo turun
Naik dari janjang nan dibawah
Turun dari tanggo nan di ateh
Orang yang melakukan “naik maupun turun” dari cara yang telah ditentukan,
suatu pertanda bagi dirinya telah hilang rasa malu dan sopan.
2. Paruik
Susunan masyarakat minangkabau yang terkecil disebut “paruik”. Jika di
indonesiakan secara harfiah artinya “perut”. Yang dimaksud paruik disini adalah
suatu keluarga besar atau famili, yang semua anggota keluarganya berasal dari
suatu perut. Setiap anggota yang berasal dari satu perut dinamakan saparuik.
1
Zulfahmi. Islam dan budaya alam minangkabau. Hal. 88

3
Seluruh anggota dari paruik itu dihitung menurut garis ibu, sedangkan para suami
dari seluruh anggota keluarga tidak termasuk didalamnya. Menurut istilah
Minangkabau para suami disebut “Sumando”. Sumado biasa juga disebut “orang
datang”, karena keberadaanya sebagai pendatang dirumah istrinya. Memang
begitulah perkawinan yang bersifat Matrilinial, bukan istri yang ditinggal dirumah
suami, tetapi sebaliknya.
Orang sumando adalah sosok yang paling dihormati didalam keluarga istrinya,
dijaga hatinya supaya jangan tersinggung oleh sikap keluarga. Ini adalah
imbangan sebagai cara dalam membina rumah tangga yang harmonis. Pepatah
mengaakan “rancak rumah dek rang sumando, elok hukum dek ninik mamak”
(semarak rumah tangga karena ada sumando dan tegaknya hukum karna ada ninik
mamak). Maksudnya keharmonisan suatu keluarga tergantung kesanggupan si
mamak sebagai pimpinan yang bertanggung jawab atas anak dan kemenakannya.
Tiap-tiap paruik dipimpin oleh seorang penghulu yang dijabat oleh laki-laki dari
saudara ibu, dan dipilih oleh segenap anggota keluarga.2
3. Kaum
Orang Minangkabau yang berasal dari satu keturunan dalam garis matrilineal,
merupakan anggota kaum dari keturunan tersebut. Didalam sebuah kaum, unit
terkecil disebut samandeh (yang berasal dari satu ibu). Kemudian saniniak
maksudnya keturunan nenek dari nenek, yang lebih tua dari itu disebut sakaum.
Sebuah kaum mempunyai keterkaitan dengan suku-suku lainnya , terutama
disebabkan oleh perkawinan. Oleh karena itu, kaum punya struktur yang
umumnya dipakai oleh setiap suku yaitu:
a. Struktur didalam kaum
Didalam sebuah kaum, strukturnya sebagai berikut: mamak yang dipercaya
sebagai pimpinan kaum disebut penghulu bergelar datuk, mamak-mamak
dibawah penghulu dipercaya memimpin sebuah rumah gadang, disebut
tungganai. Seorang laki-laki yang memikul tugas sebagai tungganai rumah
pada beberapa suku diberi gelar datuk. Dibawah tungganai ada laki-laki
dewasa yang telah berstatus sebagai mamak biasa, dibawah mamak itulah baru
ada kemenakan.
b. Struktur dalam kaitannya dengan suku lain

2
Ibid. hal 89

4
Akibat dari sistem matrilineal yang mengharuskan setiap anggota suku harus
kawin dengan anggota suku lain, maka keterkaitan akibat perkawinan
melahirkan suatu struktur yang lain, struktur yang mengatur hubungan anggota
sebuah suku dengan suku lain yang terkait dalam tali perkawinan tersebut.
Srtuktur tersebut terdiri atas induak bako, anak pisang, anak pasumandan, dan
bundo kanduang.
4. Suku
Perkembangan paruik menimbulkan jurai-jurai, dan berkembang lebih jauh
menjadi kampuang. Perkembangan kampuang-kampuang ini semakin menjauh
dikarenakan oleh kesempitan tanah asalnya. Namun hubungan antara kampuang-
kampuang yang sudah banyak itu masih terkait dengan kampuang asalnya.
Perkembangan dari kampuang-kampuang inilah yang melahirkan suku-suku yang
dikenal dengan 4 suku yaitu: koto, piliang, bodi, caniago. Suku artinya kaki, yaitu
kaki-kaki seekor binatang piaraan seperti kambing, sapi atau kerbau. Istilah inipun
berlaku diminangkabau sampai sekarang.
Perkembangan selanjutnya suku dipahamkan sebagai satu kesatuan masyarakat,
yang setiap anggotanya merasa badunsanak (bersaudara) dan seketurunan., serta
mempunyai pertalian darah menurut garis ibu. Jadi suku mengandung pengertian
geneologis. Setiap anggota yang mempunyai suku yang sama disebut sapasukuan
dan tidak boleh mengadakan hubungan perkawinan diantara mereka. Dengan
demikian suku-suku diminangkabau merupakan kesatuan eksogan.
Bila ditinjau secara mendalam, dalam perkawinan eksogan itu sebenarnya terletak
kunci keutuhan dan kerukunan suku-suku di Minangkabau. Seperti yang
dilukiskan oleh pituah adat:
Suku nan indak dapek di injak
Malu nan indak dapek dibagi
Kok tanah nan sabungkah alah bapunyo
Rumpuik sahalai alah bamilik
Namun malu alun dibagi3
Tiap-tiap suku dipimpin oleh seseorang “penghulu” dengan sebutan Datuk
sebagai panggilan sehari-hari. Tiap suku memiliki gelar pusaka tertentu, gelar juga
tidak terbatas pada penghulu, akan tetapi milik semua laki-laki yang sudah

3
Zulfahmi. Islam dan budaya alam minangkabau. Hal. 92

5
berumah tangga. Istilah penghulu suku adakalanya disebut penghulu andiko yang
dijabat oleh laki-laki yang dipilih oleh segenap anggota keluarga dalam suku.
Dalam etnis minangkabau terdapat banyak klan, yang oleh orang minang
sendiri hanya disebut dengan istilah suku. Beberapa suku besar mereka adalah
suku piliang, bodi caniago, tanjuang, koto, sikumbang, melayu, jambak, selain
terdapat pula suku pecahan dari suku-suku utama tersebut. Kadang beberapa
keluarga dari suku yang sama tinggal dalam satu rumah yang disebut Rumah
Gadang. Dimasa awal terbentuknya budaya Minangkabau, hanya ada empat suku
(suku koto, suku piliang, suku bodi dan suku caniago) dari dua lareh (lareh koto
piliang dan lareh bodi caniago).
Dalam masa selanjutnya muncullah suatu kelarasan baru bernama lareh nan
panjang, di prakarsai oleh Datuk Sakalok Dunia nan Bamego-mego. Sekarang
suku-suku dalam Minangkabau berkembang terus dan sudah mencapai ratusan
suku, yang kadang sulit untuk mencari persamaanya dengan suku induk. Diantara
suku-suku tersebut adalah : suku tanjuang, suku sikumbang, suku sipisang, suku
bendang, suku melayu, suku guci, suku panai, suku jambak, suku kutianyie atau
suku koto anyia, suku kampai, suku payobada, suku pitopang atau suku patopang,
suku mandailing, suku mandaliko, suku sumagek, suku dalimo, suku simabua,
suku salo, dan suku singkuang atau suku singkawang.4
5. Nagari
Berlainan dengan paruik, kampuang atau suku, nagari adalah suatu masyarakat
hukum. Nagari adalah gabungan dari beberapa suku, minimal empat suku, jadi
federasi genealogic. Menurut hukum adat (undang-undang nagari) ada empat
syarat untuk mendirikan sebuah nagari yaitu terdiri dari empat suku, mempunyai
balairuang untuk bersidang, memiliki masjid untuk beribadah dan mempunyai
tapian untuk mandi.
Setiap nagari mempunyai batas-batas tertentu yang ditetapkan atas dasar
pemufakatan dengan para penghulu. Batas itu adakalanya ditandai dengan alam
seperti bukit, sungai atau lurah (jurang). Namun dari setiap batas itu selalu diberi
lantak supadan. Disamping itu nagari juga mempunyai pemerintahan sendiri yaitu
dewan Derapatan Adat Nagari (KAN) yang anggotanya akan terdiri dari penghulu
andiko, sebagai wakil paruik atau suku. Maka itu dapat kita simpulkan bahwa

4
Ibid. hal 93

6
nagari merupakan republik kecil. Keterangan ini diartikan oleh pituah adat sebagai
berikut:
Ranggadih mangarek kuku
Pangarek pisau sirawik
Dikarek batuang tuonyo
Batuang tuo elok kadilantai
Nagari baka ampek suku
Didalam suku babuparuik
Kampuang dibari banantuo
Rumah dibari batungganai
B. Surau, Balai, Lapau, Medan nan Bapaneh
1. Surau
Kata-kata surau dalam pengertian etimologi berasal dari bahasa sanskerta yang
berasal dari kata “suro”, diartikan sebagai “tempat penyembahan”. Berdasarkan
pengertian asalnya dapat disimpulkan bahwa bahwa pengertian surau pada
awalnya adalah: “ bangunan kecil tempat penyembahan untuk arwah nenek
moyang “. Hal ini mencerminkan suatu kondisi bahwa awalnya masyarakat
Minangkabau memiliki kepercayaan terhadap arwah nenek moyang. Disamping
pengaruh Hindu dan Budha juga pernah memasuki Minangkabau.
Diminangkabau banyak surau memiliki sejumlah puncak atau gonjong yang
merefleksikan simbol-simbol adat. Disini tampak jelas bahwa islam juga
mengalami akulturasi budaya dimana agama beradaptasi dengan simbol-simbol
adat pra-islam sekaligus sebagai bentuk suatu pengakuan islam terhadap
lingkungan dan budaya lokal yang masih hidup.5
Pada taip-tiap negeri (desa) kaum muslimin mendirikan sebuah masjid untuk
tempat mengerjakan sholat jum’at dan pada tiap-tiap kampung mereka dirikan
surau untuk tempat mengaji Al-Qur’an dan tempat mengerjakan sholat lima
waktu. Menurut adat kebiasaan kaum muslimin, anak yang telah berumur 7 tahun
harus diceraikan dengan ibunya. Anak-anak itu bermalam disurau sambil belajar
mengaji Al-Quran pada guru agama. Itulah gambaran bagi pendidikan dan
pengajaran islam tingkatan permulaan (rendah), yang dinamai pengajian Al-
Qur’an

5
Zulfahmi. Islam dan budaya alam minangkabau. Hal. 94

7
Surau, langgar ataupun masjid digunakan sebagai tempat ibadah, juga
digunakan sebagai tempat untuk melakukan pendidikan keislaman. Surau ini
berperan penting dalam pendidikan islam di indonesia, dan bahkan sistem
pendidikan disurau ini merupakan sistem pendidikan islam tertua di Indonesia
sebelum munculnya pesantren.
Adapun cara yang dipergunakan dalam belajar dan mengajar disurau dan
masjid dapat ditentukan sebagai beriku: anak-anak belajar secara duduk dalam
keadaan bersila tanpa menggunakan bangku. Demikian pula halnya dengan Guru.
Mereka belajar dengan Guru seorang demi seorang (sorangan) dan belum
berkelas-kelas seperti yang ada seperti sekolah-sekolah masa sekarang. Materi
pelajarannya sangat bervariasi, tergantung pada potensi dan kemampuan anak-
anak. Namun, pada dasarnya setiap anak memulai pelajarannya dari huruf
hijaiyah, mereka mempelajari huruf hijaiyah dengan membaca satu persatu baru
kemudian dirangkaikan.6
2. Balai
Batunggak tareh jilantang
Baparan aka lundang
Bakasau tulang ikan
Batabuah puluik-puluik
Bagadang saliguri
Patanggatang jangek umo
Balai adalah suatu padang yang dipelihara diberi sekeliling berbatu kedudukan
dan kadang-kadang berbatu sandaran untuk penghulu yang tinggi martabatnya
(pucuak) tempat duduk, dilindungi beringin rindang. Disinilah para penghulu
bersidang memperkatakan keadaan nagari, penduduk, atau hukum. Tempat itu
dinamai “ Medan nan Bapaneh”. Balai-balai adalah suatu bangunan yang
ditegakkan ditengah nagari, tempat mengadakan rapat juga, ini dinamai “ Medan
nan Balinduang”.
Tempat penghulu bermusyawarat itu dikiaskan dengan “ batunggak tareh
jilantang, baparan aka lundang, bakasau tulang ikan, batabuah puluik-puluik,
bagandang saliguri, panggatangnyo jangek umo “. Balai-balai koto piliang
beranjung kiri kanan, menandakan penghulu dalam keselarasan itu tiada sama,
melainkan tinggi rendah martabat masing-masing.
6
Ibid. hal 95

8
Lantai balai-balai itu putus ditengah-tengah, disebut “labuah gajah”. Tempat
rapat koto piliang dinamai “balai-balai balabuah gajah”. Bentuk balai-balai bodi
caniago adalah datar saja keujung yang mengartikan , bahwa penghulu dalam
keselarasan ini duduk sama rendah, setaraf. Lantai balai-balai tida putus,
melainkan datar biasa seperti lantai pada tiap-tiap bangunan.
Balai-balai tiada berdaun pintu dan tiada berdaun tingkap, melainkan terbuka
saja, maksudnya supaya anak-kemenakan dapat mendengar sebagai peninjau.bagi
anak buah tidak ada acara yang tersimpan.7
3. Lapau
Lapau menjadi tempat pertemuan dan berbagai cerita dengan dimensi
berbeda-beda pada satu waktu dan ruang, yaitu ruang waktu lapau. Demikianlah
gambaran, jika kita memasuki sebuah lapau dalam konteks masyarakat
Minangkabau hari ini. Entah dalam pengertian sebagai orang yang datang untuk
pertama kali, maupun sebagai orang yang memang sudah menjadi pengunjung
tetap.
Lapau adalah kata dalam bahasa Minangkabau. Ia mungkin dapat secara bebas
dialih bahasakan menjadi kedai dan warung dalam bahasa indonesia. Namun
demikian, lapau sesungguhnya bukan saja bermakna tempat transaksi jual beli
ekonomis seperti arti yang dibawa oleh kedai dan warung dimana orang
mendapatkan sabun mandi, rokok, kopi bubuk, dan kebutuhan sehari-hari lainnya.
Lebih dari itu, di lapau seseorang juga melakukan transaksi nilai budaya
antropologis, yang jelas tidak didapatkannya di mini market dan kios kelontong
Sebuah lapau pada dasarnya merupakan tempat kehidupan sehari-hari “
dipantulkan”. Dari aktivitas sawah dan diladang, para pengunjung lapau
berpindah kesebuah situasi, dimana ia bisa duduk beberapa jam, memesan lalu
menikmati minuman dan makanan, sambil berbagi cerita dan mendapatkan
komentar atas kehidupannya sendiri. Baik komentar yang datang dari orang lain,
maupun juga komentar dari dirinya sendiri. Berbagai soal yang ia temukan dari
kesehariannya, mendapatkan kritik dan oto kritik di lapau
4. Medan nan Bapaneh
Medan nan Bapaneh adalah balai atau tempat melakukan sidang pemimpin adat
zaman dahulu dialam terbuka. Medan nan bapaneh dinamakan juga dengan Balai
nan Basaruang yaitu berlantai tanah, beratap langit, dan berdinding embun.
7
Ibid. hal 96

9
Dimedan nan bapane, Datuk suri Dirajo mengadakan sidang musyawarah
untuk menyusun nagari, Tambo selanjutnya mengatakan:
Tatkala sumua digali
Rantiang ka dipatahkan
Dibuek adat, dikarang undang
Disusun tangkai ciek-ciek
Dipaku katiang panjang
Ba sauah lalu ka lautan
Nagari disusun untuk merantang kehidupan di Ranah Minang. Balai nan saruang
kemudian menjadi balai-balai tempat para penghulu duduk bersama mufakat,
mengatur adat dan hukum nagari, sebagai salah satu syarat berdirinya sebuah
nagari. pemerintahan nagari yang ada di pariangan padang panjang disebut Lareh
Nan Panjang terdiri dari nagari Seiliran Batang Bengkwas, sampai Guguak
Ampang Hilia, sampai ka Bukik Tambusu Mudiak. Sasudak itu berdiri pula
pemerintahan adat koto piliang dibawah pimpinan Datuk Parpatih Nan Sabatang
yang berkedudukan di Dusun Tuo.8

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

8
Zulfahmi. Islam dan budaya alam minangkabau. Hal. 98

10
Barumah tanggo artinya mempunyai tempat tinggal. Rumah di Minang Kabau
diperuntukkan bagi kaum ibu dengan anaknya, sudah menjadi kebiasaan bila seorang
laki-laki dia mamak, datuk, gaek maupun inyiek, apalagi baru kemenakan harus
“batuk” terlebih dulu sebelum naik keatas rumah. Memang mengucapkan “
Assalamu’alaikum” belum terbiasa dalam dalam keluarga minang, sebagai ucapan
panggilan atau “kulonuwun” - nya orang jawa atau pengganti ”punten” – nya orang
sunda. Susunan masyarakat minangkabau yang terkecil disebut “paruik”. Jika di
indonesiakan secara harfiah artinya “perut”. Yang dimaksud paruik disini adalah
suatu keluarga besar atau famili, yang semua anggota keluarganya berasal dari suatu
perut. Setiap anggota yang berasal dari satu perut dinamakan saparuik. Seluruh
anggota dari paruik itu dihitung menurut garis ibu, sedangkan para suami dari seluruh
anggota keluarga tidak termasuk didalamnya. Menurut istilah Minangkabau para
suami disebut “Sumando”. Kata-kata surau dalam pengertian etimologi berasal dari
bahasa sanskerta yang berasal dari kata “suro”, diartikan sebagai “tempat
penyembahan”. Berdasarkan pengertian asalnya dapat disimpulkan bahwa bahwa
pengertian surau pada awalnya adalah: “ bangunan kecil tempat penyembahan untuk
arwah nenek moyang “. Hal ini mencerminkan suatu kondisi bahwa awalnya
masyarakat Minangkabau memiliki kepercayaan terhadap arwah nenek moyang.
Disamping pengaruh Hindu dan Budha juga pernah memasuki Minangkabau
B. Saran
Demikianlah makalah Islam dan Budaya Alam Minangkabau ini dapat
terselesaikan dengan baik. Untuk pemahaman yang lebih mendalam, kami selaku
pemakalah menyarankan pembaca untuk mencari dan membaca dari lebih banyak
sumber atau referensi baik tertulis maupun tidak tertulis karena makalah ini masih
jauh dari kata sempurna baik dari segi isi maupun penulisannya.

11

Anda mungkin juga menyukai