Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

FIQIH IBADAH
Tentang
PUASA SUNNAH

Disusun Oleh:
Kelompok XII

Sabrina Aulia 2214050019


Muratil Husna 2214050023

Dosen Pembimbing:
Prof. Dr. H. Asasriwarni, M.H.
Hariri Ocviani Arma, S.H, M.H.

PRODI TADRIS BAHASA INGGRIS (TBI-A)


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
IMAM BONJOL PADANG
1444/2023M
KATA PENGANTAR



Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT. Karena berkah dan
Rahmat dan Ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah Fiqih Ibadah ini
sesuai dengan tenggang waktu yang telah diberikan oleh dosen.

Dalam penyusunan makalah ini penulis banyak mengalami hambatan dan


kesulitan, maka penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
pihak yang telah memberikan bantuan moril maupun material serta dukungan-
dukungan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan pembuatan
makalah ini.

Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih banyak


kekurangan, untuk itu penulis berusahan untuk menyelesaikan dengan sebaik-
baiknya. Kritik dan saran sangat diharapkan untuk perbaikan makalah ini agar
lebih baik.

Akhir kata, semoga Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang
melimpahkan berkah dan anugerah-Nya kepada semua pihak dan membalas
semua amal ibadahnya. Penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi pihak yang memerlukan.

Padang, 20 Maret 2023

Pemakalah

1
DAFTAR ISI

KATAPENGANTAR.........................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................3
A. Latar Belakang ........................................................................................3
B. Rumusan Masalah ...................................................................................3
C. Tujuan .....................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................4
A. Pengertian Puasa Sunnah ........................................................................4
B. Macam Macam Puasa Sunnah ................................................................4
BAB III PENUTUP ...........................................................................................10
A. Kesimpulan .............................................................................................10
B. Saran .......................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Puasa dalam bahasa Arab di istilahakan dengan “shaum” atau
“shiyam”. Secara terminology “shaum” atau “shiyam” Itu berarti “al-
imsak”yaitu menahan dari apa saja. Ibnu Mandzur memberikan
penjabaran untuk maksud “menahan diri” yaitu meninggalkan makan,
minum, hubungan suami isti, dan berbicara. Sedangkan puasa secara syar’i
adalah “ Menahan diri dari makan, minum, hubungan suami istri dan apa
saja yang bisa membatalkannya, mulai dari terbit fajar sampai terbenam
matahari, dengan mengharap ridha Allah SWT.
Di dalam syariat islam puasa digolongkan menjadi dua yaitu puasa
wajib dan sunnah, puasa wajib merupakan salah satu dari rukun
islam, yaitu puasa Ramadhan, Selain puasa wajib ada juga puasa sunnah
yang diperintahkan Rasullah seperti puasa 6 hari pada bulan syawwal,
puasa pada hari senin dan kamis, puasa ‘arafah,dan Puasa Asyura’ masih
banyak lagi.

B. Rumusan Masalah
Apa itu puasa sunnah dan apa saja macam macam nya?
C. Tujuan
Mengetahui dan memahami pengertian puasa sunnah dan macam macam
puasa sunnah

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Puasa Sunnah


Puasa Sunnah adalah puasa yang tidak difardukan (tidak
diwajibkan) yang seringkali disebut dengan puasa sunah,
sehingga tidak dihukum durhaka atau tidak berdosa (tidak celaka)
bagi scscorang yang sengaja mcninggalkannya.

B. Macam Macam Puasa Sunnah

1. Puasa yang dilakukan selama enam hari pada bulan Syawal.


Puasa enam hari ini dapat dilakukan secara berturut-turut atau
tidak, tetapi yang pertama (berturut-turut) lebih baik daripada
yang kedua; Hal ini didasarkan pada hadis riwayat Muslim dari
Abu Ayub R.a:

“Barangsiapa yang melakukan puasa selama enam hari


sesudah puasa Ramadan, ia seakan-akan telah berpuasa
wajib sepanjang tahun. ”

2. Puasa pada hari Senin dan Kamis. Hal ini didasarkan pada
hadis Usamah bin Zaid: “Nabi s.a.w berpuasa pada hari Senin
dan Kamis”. Sewaktu beliau ditanya tcntang hal ini, beliau
menjawab bahwa amalan-amalan manusia dilaporkan pada hari
Senin dan Kamis” 1 0F

3. Puasa hari Arafah, yaitu puasa yang dilakukan pada (Tanggal


11
As-Syaukani, Nailul Author, IV, Maktabah wa Mathba’ah al-Babil Halabi, tt, h. 237

4
9 Zulhijah) bagi orang yang tidak scdang melakukan ibadah
haji. Hal ini berdasarkan pada hadis riwayat Muslim dari Abu
Qatadah yang artinya: “puasa hari Arafah dapat menghapus dosa
2 tahun, setahun yang lampau dan setahun mendatang.” Dan
hadis dari Abi Qatadah yang diriwayatkan oleh Muslim, Nabi
s.a.w bersabda: “Tiadalah dari hari yang paling banyak Allah
membebaskan hambanya dari api neraka selain hari ‘Arafah”.
Bagi orang yang sedang melakukan haji, puasa pada hari itu
tidak disunahkan, bahkan sebaiknya disunahkan untuk tidak
berpuasa. 2
4. Puasa pada hari kedelapan bulan Zulhijah (sebelum hari
Arafah). Puasa ini disunahkan tidak hanya bagi orang yang
melakukan haji, tetapi juga bagi orang yang tidak melakukan
haji;
5. Puasa Tasu ’a dan ‘Asyura; yaitu puasa yang dilakukan pada
Tanggal 9 dan 10 Muharam. Hal ini didasarkan pada hadis
riwayat Muslim dari Ibnu Abbas r.a berkata: “jika aku masih
hidup sampai masa (bulan) depan, aku akan melaksanakan puasa
pada hari yang ke 9 dan 10 Muharam”: dan hadis riwayat
Muslim dari Abu Qatadah Rasulullah bersabda: “Puasa hari
‘Asyura (10 Muharam) itu menghapuskan dosa satu tahun yang
lalu”.

6. Puasa pada bulan-bulan yang terhormat (al Asyhur al-haram),


yaitu puasa yang dilakukan pada bulan-bulan zulqaidah,
Zulhijah, Muharam dan Rajab; Keempat bulan ini mcrupakan
bulan yang paling baik untuk melaksanakan puasa sesudah

2
Al-Ghazali, Ihya Ulumu ad-Din, terjemahan M. Zuhri, Asy-Syifa’, jilid II,
Semarang, 1990, h. 103

5
bulan Ramadhan; hal ini berdasarkan hadis riwayat Muslim dari
Abi Hurairah, sesungguhnya nabi bersabda: “Salat yang paling
baik setelah Salat yang diwajibkan adalah salat tengah malam,
dan puasa yang lebih baik setelah bulan Ramadhan ialah puasa
pada bulan-bulan terhormat”. Menurut ahli fiqh Ilanafiyah,
puasa yang dianjurkan ini adalah tiga hari setiap bulan tersebut,
yaitu hari Kamis, Jum’at dan Sabtu3 . Puasa bulan Sya’ban, hal
ini didasarkan pada hadis riwayat Bukhari dan Muslim dari
Aisyah binti Abu Bakar R.a
7. Puasa yang dilakukan selang satu hari (hari ini berpuasa, besok
tidak) atau puasa Nabi Daud; puasa seperti ini lebih utama
daripada puasa-puasa sunah lainnya; Hal ini dijelaskan
Rasulullah s.a.w dalam hadis sahih yang diriwayatkan
Rasulullah s.a.w dalam hadis sahih yang diriwayatkan Bukhari
dan Muslim dari Abdullah bin Umar bin Khattab: “Puasa
sunnah yang terbaik ialah puasa yang dilakukan Nabi Daud,
seharinya ia berpuasa dan seharinya tidak.”

8. Puasa selama tiga hari dalam setiap bulan (Hijrah), waktu yang
paling baik untuk melakukan puasa ini ialah pada Tanggal 13,
14, 15; Hal ini didasarkan pada hadis riwayat Nasa’i dan Ibnu
Hibban, bahwa pahala puasa yang dilaksanakan selama tiga hari
ini nilainya sama dengan puasa yang dilakukan sepanjang tahun.

C. Puasa Makruh
Puasa makruh ini terbagi atas tiga macam:
1. Puasa yang dilakukan pada hari Jum’at, kecuali beberapa
hari sebelumnya telah berpuasa; Hal ini didasarkan pada
hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari
Abu Hurairah yang isinya mclarang orang berpuasa pada

6
hari jum’at, kecuali telah berpuasa sehari sebelumnya atau
sesudahnya
2. Puasa Wisal, yaitu puasa yang dilakukan secara bersambung
tanpa makan atau minum pada malam harinya
3. Puasa dahri, puasa yang dilakukan terus menerus. 3

4. Puasa Haram, yakni puasa yang mencakup puasa-puasa


sebagai berikut:

Puasa sunah yang dilakukan oleh seorang istri tanpa


izin suaminya; Seorang istri hendak melakukan puasa sunah,
haras terlebih dahulu diketahui dan mendapat izin dari
suaminya; Hal ini didasarkan pada hadis yang menjelaskan
bahwa tidak halal bagi seorang istri untuk berpuasa (sunah)
sewaktu suami berada dirumah (ditempat), kecuali atas
izinnya (HR. Bukhari dan Muslim).
Puasa yang dilakukan pada hari raya Idul Fitri dan
Idul Adha; Larangan ini didasarkan pada hadis yang
diriwayatkan Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah yang
menyebutkan: “Sesungguhnya Rasulullah s.a.w melarang
berpuasa pada dua hari raya Idul Fitri dan Idul adha

D.Hikmah Puasa
Dalam Islam tidak ada ibadah yang diperintahkan Allah swt
yang tidak mengandung hikmah. Puasa sebagai ibadah
menahan makan dan minum serta hubungan seksual, dan
bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah,
mengandung hikmah bagi yang mclaksanakannya; Hikmah
bukanlah tujuan utama dari ibadah puasa, melainkan tujuan

3
Dcpdiknas, Ensiklopedi Islam, jilid 4, PT. Ichtiar Barn Van Hove, Jakarta, Cet. 10, Jakarta, 2002, h.

7
sampingan yang secara langsung ataupun tidak dapat
diterima bagi yang melaksanakannya.
Ibadah Puasa mempunyai hikmah terhadap rohani dan
jasmanai manusia; Hikmah terhadap rohani antara lain
adalah: melatih rohani agar disiplin mengendalikan dan
mengontrol hawa nafsu agar tidak semena-mena
melampiaskan keinginannya. Tidak ada godaan yang lebih
kuat daripada godaan untuk makan dan minum pada waktu
lapar dan godaan untuk mcngadakan hubungan seksual pada
saat nafsu bergelora, padahal makanan dan minuman serta
pasangan (suami/isteri) tersedia dan miliknya sendiri, bukan
milik orang lain. Disinilah letak sal ah satu nilai puasa yitu
melatih disiplin rohani agar dapat mengekang dan
mengontrol hawa naf;u. Sebab bila nafsu dibebaskan tanpa
kendali, maka manusia akan menjadi budak hawa nafsu itu
sendiri, bila keinginan dan suruhan hawa nafsu
diperturutkan, tanpa memandang apakah perbuatannya
merugikan atau merusak orang lain, maka rohani manusia
akan hancur 4 Dalam berpuasa, nafsu tiak dimatikan sauna
3F

sekali, sebab itu merupakan fitrah, tetapi hawa nafsu


tersebut dikendalikan dan dikontrol kearah pcrbuatan yang
baik 5 Sehubungan dengan nafsu ini, Allah berfirman QS.12
4F

Yusuf: 53

4
Zakiyah Darajat, Haji Ibadah yang Unik, jilid I, Jakarta, Ruhama, 1995, h. 253; Al-Ghazali, lhya
Ulumu ad-Din, terjemahan M. Zuhri, Asy-Syifa’, Semarang, 1990, h. 98
5
Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi, Ilmu Fiqh, I,DitbinPerta, Jakarta,
1983, h. 281

8
Artinya: ‘‘Dan aku tidak membebaskan diriku (dari
kesalahan), karena Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh
kepada kejahatan kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh
Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi
Maha Penyanyang”

9
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan

Dengan Ibadah Puasa juga dapat mencegah kita berbuat


yang melanggar apa yang telah dilarang oleh Allah SWT, dan
juga kita dapat lebih mendekatkan diri kita kepada Allah SWT.

B. Saran

Dalam penulisan makalah ini penulis masih banyak terdapat

kekurangan, untuk itu penulis sangat mengharapkan masukan pemikiran,

saran serta komentar yang bersifat membangun, baik dari dosen

pembimbing maupun dari teman-teaman demi kesempurnaan makalah ini

10
DAFTAR PUSTAKA

Z, Zurinal dkk, Fiqih Ibadah, Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif


hidayatullah, 2008.

Sabiq, Sayyid, Fiqih Sunnah, Jakarta, Pena Pundi Aksara,2006

Ayyub, Syeikh Hasan, Fikih Ibadah, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2008

Al-Bugha, Musthafa Dib, Ringkasan Fiqih Mazhab Syafi’i, Damaskus, Darul


Musthafa, 2009

Abd Wahhab Khalaf (1979) “Ilmu ushul al-fiqh” tp: Dar al – ilm

Hafsah, (2011). Fiqih Bandung, Cirapustaka Media Printis

11

Anda mungkin juga menyukai