Dosen Pengampu :
Mukhamad Sukur,M.Pd.I.
Disusun oleh :
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
sang penulis bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “PUASA SUNNAT” ini
dengan lancar. Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi
Muhammad SAW yang telah membimbing umatnya ke jalan yang diridhai.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas semester ganjil mata kuliah Fiqh Ibadah.
Pada kesempatan ini, penyusun berterimakasih kepada:
1. Prof. Dr. Maftukhin, M.Ag. selaku Rektor UIN Sayyid Ali Rahmatullah
Tulungagung yang telah memberi ijin penulis untuk menimba ilmu di kampus
tercinta ini.
2. Dr. H. Nur Efendi, M.Ag. selaku Dekan Fakultas Syariah dan Ilmu hukum UIN
Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung yang mendukung dan memberi ijin atas studi
yang penulis jalani di fakultas ini.
3. Abd Khair wattimena. H.H, selaku Koordinator Jurusan Hukum Ekonomi Syariah
UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung yang selalu memberi bimbingan dan
dukungan selama penulis menjalani studi di Jurusan Hukum Ekonomi Syariah.
4. Mukhamad Sukur,M.Pd.I.selaku dosen Fiqih Ibadah yang telah memberikan tugas
ini kepada kami..
5. Semua pihak yang telah membantu menyelesaikan dalam penulisan makalah ini.
Penyusun menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
makalah ini. Oleh sebab itu, penyusun mengharapkan kritik dan saran yang membangun
guna menjadi acuan untuk masa yang akan datang. Semoga makalah ini bermanfaat dan
menambah wawasan bagi pembaca pada umumnya.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................................
DAFTAR ISI................................................................................................................................i
BAB I...........................................................................................................................................ii
PENDAHULUAN........................................................................................................................ii
B. Rumusan Masalah...................................................................................................................ii
C. Tujuan.....................................................................................................................................ii
BAB II..........................................................................................................................................1
PEMBAHASAN..........................................................................................................................1
PENUTUP....................................................................................................................................17
A. Kesimpulan.............................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................18
i
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
ii
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Puasa sunnah?
2. Apa saja macam-macam Puasa sunnah?
3. Bagaimana Landasan Puasa sunnah?
4. Apa hikmah mengerjakan Puasa sunnah?
C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui pengertian dari Puasa sunnah.
2. Mengetahui macam-macam Puasa sunnah.
3. Mengetahui landasan Puasa sunnah.
4. Mengetahui hikmah mengerjakan Puasa sunnah
iii
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Puasa
Secara etimologis (bahasa), puasa dalam Bahasa Arab artinya menahan,
mengekang, diam, berhenti, atau menahan diri dari sesuatu, baik dalam bentuk
perkataan maupun perbuatan. Sedangkan secara terminologi “menahan diri” dari
makan, minum, hubungan suami istri, dan berbicara yang kotor. Sedangkan
puasa secara Syar’i adalah “ menahan diri dari makan, minum, hubungan suami
istri dan apa saja yang bisa membatalkannya, mulai dari terbit fajar sampai
terbenamnya matahari, dengan mengharapkan ridha Allah SWT. Puasa dibagi
menjadi 2, yaitu puasa wajib dan puasa sunnah. Pada makalah kali ini kami
membahas Puasa sunnah yang artinya menahan diri dari makan minum serta hal-
hal yang membatalkannya mulai terbit fajar sampai terbenam matahari, bagi
yang melaksanakannya mendapat pahala dan bagi yang meninggalkannya tidak
mendapat dosa. Puasa sunnah adalah amalan yang dapat melengkapi kekurangan
amalan wajib. Selainitu pula puasa sunnah dapat meningkatkan derajat
seseorang menjadi wali Allah yang terdepan(as saabiqun al muqorrobun). Lewat
amalan sunnah inilah seseorang akanmudah mendapatkan cinta Allah.
Abror, Khoirul. 2019. “Fiqh Ibadah”. Bandar lampung (Jakarta:Gay Media Pratama)
Hal. 43
1
B. Macam- Macam Puasa
1. Puasa enam hari bulan Syawal.
Menurut para ulama dari madzhab Hanafi, Imam Asy-Syafi'i, Imam Ahmad, dan
sebagian ulama dari madzhab Maliki, puasa ini dianjurkan. Puasa ini boleh
dilakukan secara langsung sesudah puasa Ramadhan dan boleh pada hari-hari
berikutnya di bulan Syawwal, baik dengan berturut-turut atau tidak.
"Barangsiapa yang setelah berpuasa Ramadhan kemudian menyusulinya dengan
berpuasa enam hari pada bulan Syawaal, maka seolah-olah ia berpuasa selama
setahun." (HR. Ahmad, Muslim, dan At-Tirmidzi. Katanya, hadits ini hasan dan
shahih. Di dalam sanadnya terdapat nama Sa'ad bin Sa'id yang kualitas
hapalannya disangsikan oleh sebagian ulama ahli hadits)
Adapun dasar puasa pada bulan-bulan haram ialah hadits yang menceritakan tentang
seorang lelaki dan suku Al-Bahili yang memohon tambahan pesan tentang puasa kepada
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Beliau lalu bersabda kepadanya, "Berpuasalah
pada bulan-bulan haram lalu tinggalkan, berpuasalah pada bulan-bulan haram lalu
tinggalkan, dan berpuasalah pada bulan-bulan haram lalu tinggalkan." (HR. Ahmad, Al-
Baihaqi, dan Abu Daud dengan sanad yang sangat bagus)
2
3. Puasa pada hari Arafah
Hari Arafah ialah tanggal sembilan bulan Dzulhijjah. Puasa pada hari ini sangat
ditekankan bagi orang-orang yang tidak sedang melakukan wuquf di padang
Arafah, berdasarkan hadits,
"Puasa pada hari Arafah itu dapat menghapus dosa dua tahun, baik dosa yang
telah lalu maupun yang akan datang, dan puasa Asyura itu dapat menghapus
dosa yang telah lalu selama setahun."
(HR. Ahmad, An-Nasa'i, Ibnu Majah, dan Al-Baihaqi dari beberapa jalur sanad)
Kata At-Tirmidzi, "Menurut para ulama, puasa hari Arafah itu di Arafah.
Maksudnya: Yang melakukan puasa hari Arafah hanyalah para jamaah haji yang
sedang menjalankan wuquf di Arafah. Jadi menurut mereka, makruh hukumnya
puasa pada hari Arafah."Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
"Barangsiapa berpuasa pada hari Arafah, niscaya diampuni dosanya selama
enam puluh hari berturut-turut." (HR. Ath-Thabarani dalam Al-Kabir, dan oleh
Abu Ya'la dengan sanad yang tokoh-tokohnya adalah para perawi hadits shahih)
6. Puasa Rajab
Tidak ada riwayat shahih yang secara khusus menganjurkan untuk berpuasa
pada bulan Rajab. Yang ada hanyalah riwayat yang mendorong supaya kaum
muslimin melakukan amal saleh pada bulan-bulan haram.
3
7. Puasa Sya'ban
Dianjukan berpuasa pada hari-hari di bulan Sya'ban secara penuh, atau
setidaknya sebanyak mungkin, berdasarkan hadits Ummu Salamah yang
menyatakan, "Sesungguhnya Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam tidak pemah
berpuasa sebulan penuh dari satu tahun, kecuali pada bulan Sya'ban, beliau
sambung dengan puasa Ramadhan." (HR. Abu Daud dan An-Nasa'i) Aisyah
Radhiyallahu Anha mengatakan, "Tidak ada bulan selama setahun di mana
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Aallam lebih sering berpuasa melebihi bulan
Sya'ban. Beliau biasa berpuasa pada bulan Sya'ban secara penuh." (HR. Ahmad,
Al-Bukhari, dan Muslim)
4
C. LANDASAN PUASA SUNNAH
1) Puasa senin kamis
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau mengatakan,
Dalil yang dibawakan dalam hal ini adalah hadits berikut. Dari Abu Ayyub
Al-Anshary radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
3) Puasa Daud
َوِإ ْفطَا ُر يَوْ ٍم، صيَا ُم يَوْ ٍم ْ َش، صوْ ِم دَا ُو َد
ِ ، ط َر ال َّد ْه ِر َ ْصوْ َم فَو
َ ق َ َال
Artinya: "... Puasalah sehari dan berbukalah sehari, karena yang demikian itu
adalah seutama-utamanya puasa. Itulah puasa saudaraku Daud AS,"(HR Bukhari
dan Muslim).
Winarno, 2013. “Hidup Sehat Dengan Puasa”. Yogyakarta : Graha Ilmu Hal. 76
5
4) Puasa Arafah ( 9 Dzulhijjah) dan Asyura (10 Muharram)
Dari Hunaidah bin Kholid, dari istrinya, beberapa istri Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam mengatakan : “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
biasa berpuasa pada sembilan hari awal Dzulhijah, pada hari ‘Asyura’ (10
Muharram), berpuasa tiga hari setiap bulannya, …” (HR. Abu Daud no.
2437. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih
6
Ada beberapa hal yang dianjurkan bagi orang yang berpuasa untuk
memperhatikannya. Berikut ini adalah keterangannya:
Ada beberapa hal yang diperbolehkan bagi orang yang sedang berpuasa. Berikut ini
saya ketengahkan sebagiannya:
1. Memakai celak dan obat tetes mata.
Para ulama berbeda pendapat tentang memakai celak bagi orang yang sedang
berpuasa. Para ulama dari madzhab Hanafi dan Imam Asy-Syafi'i
memperbolehkannya. Menurut mereka, hal itu tidak membatalkan puasa, meskipun
ia mendapati rasanya di kelopak mata. Demikian pula dengan memakai obat tetes
mata, karena mata itu tidak tembus ke perut.
Inilah pendapat Atha', Al-Hasan, Ibrahim An-Nakha'i, Al-Auza'i, dan Abu Tsaur.
Dan pendapat ini pula yang diriwayatkan dan Anas, Ibnu Umar, dan Thru Abu
Aufa dari golongan sahabat Radhiyallahu Anhum
7
2. Memakai minyak.
Menurut sebagian besar ulama, boleh hukumnya seorang yang sedang berpuasa
memakai minyak di rambut atau di tubuh. Hal itu tidak membatalkan puasanya,
walaupun ia merasakan pengaruhnya di kerongkongan. Para ulama dari madzhab
Maliki setuju pada pendapat ini. Namun menurut mereka, jika pengaruh atau
bekasnya sampai masuk ke kerongkongan hal itu dapat membatalkan puasa,
meskipun lewat pori-pori kulit. Apabila seseorang mengoleskan obat atau minyak
pada hidung atau telinga di malam hari, lalu baru sampai ke kerongkongan pada
siang harinya hal itu tidak membatalkan puasa
3. Suntik.
Syaikh Muhammad Bakhit, mufti Mesir, menjawab pertanyaan tentang hukum
suntik pada kulit atau pada urat yang dimaksudkan untuk keperluan pengobatan,
atau pemberian makanan, atau pembiusan, la mengatakan, "Berdasarkan pendapat
Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Asy-Syafi'i, dan Imam Ahmad, suntik
pada kulit di bagian tubuh yang mana pun itu tidak membatalkan puasa, baik
untuk alasan pengobatan, atau pemberian makanan, atau pembiusan. Alasannya,
karena hal itu tidak sampai menembus ke perut. Kalau pun sampal menembus
paling-paling hanya terbatas pada pori-pori kulit saja.
Sama seperti suntik ialah memasukkan sesuatu lewat dubur atau anus Berdasarkan
kesepakatan para ulama hal itu juga tidak membatalkan puasa, kecuali menurut
pendapat Ibnu Taimiyah yang sangat kontroversial
8
5. Menyuapi makanan untuk anak kecil dengan mulut.
Apabila karena terpaksa seseorang harus menyuapi anak kecil dengan
menggunakan mulut, hukumnya boleh tetapi harus berhati-hati jangan sampai
makanan itu masuk ke kerongkongannya.
9
9. Seseorang sedang berkumur atau beristintsa lalu ada air yang masuk ke
tenggorokan tanpa sengaja.
hukumnya tidak apa-apa. Demikian pendapat para ulama dari madzhab Hanbali,
Al Auza'i, Ishak, dan Imam Asy-Syafi'i dalam salah satu versi pendapatnya.
10. Mencicipi makanan, dan memakan makanan yang ada di celah-celah gigi.
boleh hukumnya seorang wanita mencicipi masakan, dan juga boleh hukumnya
seseorang mencicipi makanan yang hendak dibelinya jika hal itu memang
dibutuhkan. Tetapi jika tidak dibutuhkan, maka mencicipi hukumnya makruh.
Dan juga tidak boleh menelan makanan yang dicicipi. Jika hal itu dilakukan bisa
membatalkan puasa
11. Hukum mencium, bersentuhan, dan memikirkan masalah seksual bagi orang
yang sedang berpuasa.
Orang yang berpuasa itu harus dapat mengendalikan nafsunya ketika mencium
istrinya atau menyentuh kulitnya. Pada dasarnya, mencium dan menyentuh kulit
itu hukumnya tidak apa-apa, bahkan bolehTetapi bagi orang yang nafsunya labil,
mencium dan menyentuh kulit istri itu hukumnya makruh. Demikian pendapat
para ulama dari madzhab Hanafi dan madzhab Hanbali. Sementara menurut para
ulama dari madzhab Maliki dan Asy-Syafi'i, mencium istri itu hukumnya
makruh. Dan jika bisa menimbulkan fitnah, hukumnya haram. Demikian pula
dengan menyentuh kulitnya.
Ayyub,Syaikh Hasan 2003 .”fikih ibadah” Al-kautsar (Peran kelompok muslim) Jakarta
Hal.643
10
Hal-hal yang disunahkan dan etika puasa
4. Memberi makanan untuk berbuka bagi orang-orang yang berpuasa Hal ini
dapat dilakukan kendatipun dengan sebiji kurma, seteguk air, atau yang
lainnya. Sudah barang tentu, yang lebih sempurna adalah memberi
makanan yang mengenyangkan
11
Al-zuhayly,Wabah.2005. “Puasa Dan Itikaf”. Bandung : Remaja Rosdakarya
(Kajian Berbagai Mazhab) Hal.190
5. Mandi dari janabah, dari haid, atau dari nifas sebelum fajar. Hal ini
dimaksudkan agar seseorang berada dalam keadaan suci sejak permulaan
siang. Selain itu, hal ini dimaksudkan juga untuk menghindari perselisihan
dengan pendapat Abu Hurairah yang menyatakan bahwa orang yang junub,
haid, nifas, yang tidak mandi sebelum fajar, puasanya tidak sah. Mandi
sebelum fajar dimaksudkan untuk menghindari masuknya air ke dalam
telinga, dubur, atau yang lainnya ketika mandi pada siang hari, yang jelas
membatalkan puasa. Atas dasar ini, menurut mazhab Syafi'i, seseorang
yang sedang berpuasa dimakruhkan masuk ke kamar mandi, tanpa
keperluan, karena bisa memungkinkan batal puasa Lagi pula, tindakan
seperti itu merupakan tindakan mencari kesenangan yang sudah barang
tentu bertentangan dengan hikmah puasa. Seandainya seorang yang junub,
haid, atau nifas tadi sama sekali tidak mandi, maka puasanya sah. Tetapi,
dia berdosa jika tidak mandi ketika hendak salat.
6. Menahan lidah dan anggota badan dari pembicaraan dan perbuatan yang
berlebih-lebihan yang tidak menimbulkan dosa Adapun menahan diri dan
hal-hal yang diharamkan, misalnya ghibah, mengadu domba, dan berdusta,
maka hal itu sangat ditekankan untuk dihindari dalam bulan Ramadan
Menahan din dari yang dilarang-Nya adalah wajib sepanjang zaman, dan
melakukannya adalah haram pada setiap kesempatan.
12
Al-zuhayly,Wabah.2005. “Puasa Dan Itikaf”. Bandung : Remaja Rosdakarya
(Kajian Berbagai Mazhab) Hal.195
Barang siapa bernazar sehari atau lebih untuk mensyukuri Allah Swt. atau untuk
bertaqarrub kepada-Nya, atau jika sembuh dari sakit, atau jika diperkenankan
sesuatu maksudnya yang baik (yang bukan maksiat), maka ia wajib atasnya
menunaikannya.
Diriwayatkan oleh Abu Daud dari 'Aisyah r.a, bahwa Rasulullah Saw, bersabda:
3. Cara menunaikan puasa nazar dihari sembuh atau diharilepas dari penjara
Apabila seseorang sakit, bernazar lalu ia sembuh dari sakitnya. maka ia berpuasa
di hari sembuhnya, atau seseorang di dalamtahanan (penjara) bernazar akan
berpuasa di hari lepasnya, maka tiadalah wajib atasnya menunaikan puasa nazar
itu. Maka jika ia sembuh di malam hari atau jika ia terlepas di malam hari, maka
malam itu bukan tempatnya untuk berpuasa, dan kalau ia sembuh di siang hari
atau ia lepas di siang hari, maka ia tidak mewujudkan niat untuk berpuasa pada
malamnya sedangkan puasa yang tidak diniatkan pada malamnya tidak sah.
4. Puasa Kaffarat
13
a. Karena merusakkan puasa dengan bersetubuh, yaitu puasa dua bulan berturut-
turut.
c. Karena kita mengerjakan sesuatu yang haram dikerjakan dalam ihram, serta
tidak boleh menyembelih binatang hadyu.Apabila seseorang mengerjakan
sesuatu yang dilarang dalam ihram, yang selain dari jima', seperti mencukur
rambut karena ada gangguan di kepala, memakai kain berjahit, mengerat
kuku, memakai minyak wangi, maka harus berpuasa tiga hari. Jika tidak
sanggupmenyembelih binatang hadyu, atau memberi makan 60 orang miskin.
Bila seseorang yang sedang ihram memburu binatang buruan dan tidak
sanggup membeli binatang yang seimbang dengan binatang yang diburu
untuk disedekahkan, hendaklah ia berpuasa untuk setengah gantang makanan
satu hari.
d. Karena merusak sumpah, yaitu puasa tiga hari, jika tidak sanggup
memberikan makanan 10 orang miskin atau membeli pakaian atau
memerdekakan seorang budak.
e. Karena mendhiharkan istri, yaitu puasa dua bulan berturut turut, jika tidak
sanggup memerdekakan seorang budak atau memberikan makanan 50 orang
miskin.
14
Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy,Teungku. 1196. “Pedoman
puasa” .Semarang : Pustaka Riski Putra Hal.163
D. Hikmah mengerjakan Puasa Sunnah
Dalam ibadah Puasa baik yang wajib maupun yang sunnah akan menghadirkan
energi yang begitu dahsyat yang akan membawa perubahan baik (konstruktif
pada pelakunya, di antaranya adalah:
1) Spiritualnya:
a. Ingin selalu dekat dengan Allah SWT dengan jalan melakukan
ketaatan dalam beribadah.
b. Selalu menjaga dirinya dari perbuatan sia-sia, apalagi dosa dan
maksiat sangat dijauhi.
c. Selalu merasa kurang terhadap ibadahnya yang dilakukannya sehingga
la selalu untuk mem perbaik baik kuantitas dan kualitas ibadahnya.
2) Pikirannya:
a. Jauh dari pandangan pikiran yang liar, kotor. Jauh dari buruk sangka
kepada hasil pemikiran orang lain.
b. Selalu belajar dan terus belajar untuk mengali rahasia Allah yang
tersurat maupun Buah-buah pikirannya selalu ditunggu oleh orang
banyak.
c. Mental selalu dalam kondisi tenang dalam mensikapi persoalan
hidupnya. Tidak gampang marah serta memiliki sikap lapang dada.
d. Selalu sabar menghadapi cobaan dan bersyukur ketika mendapatkan
nikmat. Amanah terhadap barang yang dititipkannya.
e. Sami'na wa atha'na terhadap segala perintah dan larangan yang datang
dari Allah SWT danRasul-Nya.
f. Berjalan di muka bumi ini dengan tawadhu' jauh dari kesombongan.
g. Jiwanya adalah jiwa yang tenang dan selalu bergerak menuju jiwa
yang radhiyah, mardhiyah dan kamilah
15
h. Dia tidak pernah marah kepada orang yang mencaci makinya serta
tidak menjadi lupa diri karena orang menyanjungnya, karena yang ada
di pikirannya adalah pengabdian total ke pada Allah SWT, dan
sebagainya
3) Fisiknya
a. Fisiknya kelihatan bersih,Bening Bercahaya, danWangi
b. Kekar dan kuat
c. Tidak pernah jatuh sakit kecuali yang ringan-ringan (seperti, batuk,
flu, masuk angin).
d. Berwibawa dan berkharisma Sebagaimana firman Allah SWT
4) Perilakunya
a. Menunjukkan orang yang memiliki akhlaq yang mulia
b. Penuh wibawa, dan charisma
c. Gerak-geriknya menjadi tauladan orang-orang yang disekelilingnya.
d. Prilakunya memberikan motivasi manusia untuk hidup menjadi
manusia yang benar-benar bermanfaat bagi kehidupan dunia dan
akherat, dan sebagainya.
16
Winarno,2013. “Hidup Sehat Dengan Puasa”. Yogyakarta : Graha ilmu Hal. 82
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Puasa sunnah yang artinya menahan diri dari makan minum serta hal-hal yang
membatalkannya mulai terbit fajar sampai terbenam matahari, bagi yang
melaksanakannya mendapat pahala dan bagi yang meninggalkannya tidak mendapat
dosa.
Puasa sunnah ada macam-macam beberapa diantaranya ada Puasa senin kamis,
Puasa bulan Syawal, Puasa Arafah dan Puasa Tarwiyah pada bulan Dzulhijjah, Puasa
Daud, Puasa Tasu’a dan Puasa Asyura pada bulan Muharram, Puasa Yaumul Bidh,
Puasa Nisfu Sya’ban dll.
17
Begitu banyak keuntamaan/hikmah mengerjakan puasa sunnah diantara dapat
membawa hal baik pada pelakunya entah itu spiritualnya, pemikirannya, fisiknya,
perilakunya sesuai yang telah dijelaskan di atas.
DAFTAR PUSTAKA
18