Anda di halaman 1dari 16

Puasa Dalam Persepektif Fiqh Islam

TUGAS MAKALAH

Karya Tulis Sebagai Salah Satu Tugas Presentasi

Institut Agama Islam Al-qodiri

Oleh :

SHIHABUL AZQIYA

ELOK ANGGUN DWI PURWATI

KHOLISATUL MUFIDAH

MOCH. RUZIQ ZIDNI

ACHMAD SHOLEHUDDIN

ACHMAD RUDIYANTO

INSTITUT AGAMA ISLAM AL-QODIRI

JEMBER

2023

1
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberi akal kepada kami guna untuk berfikir
dan merenung pada setiap ciptaan-Nya. Shalawat serta salam yang terucapkan semoga menjadi
salam terbaik untuk baginda nabi Muhammad SAW, dengan harapan syafaat sebagai bekal
pertemuan kelak di alam surga.

Setelah menjalani beberapa hambatan, akhirnya kami dapat menyelesaikan tugas makalah
dengan judul “Puasa Dalam Persepektif Fiqh Islam”. Tentu dengan banyak kekurangan yang
ada pada diri kami, kami memohon kesudian terutama kepada dosen pemangku mata kuliah ini,
yakni Abdul Mun’im, M. E. untuk memberikan kritik dan saran guna melengkapi makalah ini.

Kepada teman-teman seperjuangan kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.


Semoga makalah ini memberikan manfaa bagi kia semua. Amiin..

Jember, 20 Desember 2023

Penulis

2
Daftar Isi

KATA PENGANTAR ...................................................................................................................................... 2


Daftar Isi ..................................................................................................................................................... 3
BAB I ........................................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN ........................................................................................................................................... 4
A. Latar Belakang ................................................................................................................................. 4
B. Rumusan masalah ........................................................................................................................... 5
C. Tujuan Kepenulisan ......................................................................................................................... 5
BAB II .......................................................................................................................................................... 6
PEMBAHASAN ............................................................................................................................................. 6
A. Pengertian Puasa ............................................................................................................................ 6
B. Dasar Hukum Puasa........................................................................................................................ 6
C. Syarat Wajib Puasa ......................................................................................................................... 7
D. Fardhu fardhu Puasa .................................................................................................................... 10
E. Hal Hal Yang Membatalkan Puasa ............................................................................................... 10
F. Sebab Sebab Yang Membolehkan Tidak Berpuasa ...................................................................... 11
G. Kesunnahan Dalam Berpuasa ...................................................................................................... 12
BAB III ....................................................................................................................................................... 16
PENUTUP .................................................................................................................................................. 16
A. Kesimpulan ................................................................................................................................... 16

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Puasa merupakan salah satu ibadah yang memiliki kedudukan yang istimewa
dalam Islam. Ibadah ini tidak hanya melibatkan dimensi fisik, tetapi juga mencakup
aspek spiritual dan moral. Dalam konteks fiqh Islam, puasa memiliki hukum-hukum dan
aturan-aturan tertentu yang harus dipatuhi oleh umat Muslim.

Makalah ini bertujuan untuk menyelidiki dan membahas aspek-aspek hukum dan
spiritualitas puasa dalam Islam. Kita akan menjelajahi landasan hukum puasa, tata cara
pelaksanaannya, serta tujuan dan makna spiritual di balik ibadah ini. Selain itu, makalah
ini juga akan membahas beberapa permasalahan kontemporer yang muncul seputar
puasa, termasuk isu-isu kesehatan, sosial, dan lingkungan yang mungkin mempengaruhi
pelaksanaannya.

Penting untuk memahami bahwa puasa bukan hanya sekadar menahan diri dari
makan dan minum, tetapi juga melibatkan kendali diri, introspeksi, dan pengembangan
nilai-nilai moral. Dengan merinci aspek-aspek fiqh puasa, kita dapat mendapatkan
pemahaman yang lebih mendalam tentang bagaimana puasa berkontribusi pada
pembentukan karakter dan spiritualitas umat Islam.

Makalah ini diharapkan dapat memberikan wawasan yang bermanfaat bagi


pembaca, baik mereka yang baru mengenal Islam maupun mereka yang ingin mendalami
aspek-aspek hukum dan spiritualitas dalam konteks puasa. Dengan demikian, kita dapat
lebih menghargai makna puasa sebagai salah satu bentuk ibadah yang mendalam dan
memiliki dampak positif dalam kehidupan sehari-hari umat Muslim.

4
Semoga makalah ini dapat menjadi sumber pengetahuan yang berguna dan
menginspirasi pemahaman yang lebih mendalam tentang puasa dalam perspektif fiqh
Islam.

B. Rumusan masalah
Dalam banyaknya masalah-masalah yang diidentifikasi dalam makalah ini, maka
masalah yang diangka dalam makalah ini hanya berkisar pada:
1. Apa pengertian puasa dan landasan hukum?
2. Bagaimana ketentuan ketentuan dalam berpuasa?

C. Tujuan Kepenulisan
1. Memahami pengertian puasa serta landasan hukumnya.
2. Memahami ketentuan ketentuan dalam berpuasa.

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Puasa
Pengertian Puasa Menurut bahasa puasa berarti “menahan diri”.Menurut syara’ ialah
menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkanya dari mula terbit fajar hingga terbenam
matahari, karena perintah Allah semata- mata, serta disertai niat dan syarat-syarat tertentu.1

Sedangkan arti shaum menurut istilah syariat adalah menahan diri pada siang hari dari
hal-hal yang membatalkan puasa, disertai niat oleh pelakunya, sejak terbitnya fajar sampai
terbenamnya matahari. Artinya , puasa adalah penahanan diri dari syahwat perut dan syahwat
kemaluan, serta dari segala benda konkret yang memasuki rongga dalam tubuh (seperti obat
dan sejenisnya), dalam rentang waktu tertentu yaitu sejak terbitnya fajar kedua (yaitu fajar
shadiq) sampai terbenamnya matahari yang dilakukan oleh orang tertentu yang dilakukan
orang tertentu yngmemenuhi syarat yaitu beragama islam, berakal, dan tidak sedang dalam
haid dan nifas, disertai niat yaitu kehendak hati untuk melakukan perbuatan secara pasti
tanpa ada kebimbangan , agar ibadah berbeda dari kebiasaan. 2

Puasa juga merupakan hubungan rahasia di antara seorang hamba kepada Tuhannya.
Orang lain hanya melihat bahwa orang yang berpuasa itu tidak melakukan hal-hal yang bisa
membatalkan puasa secara lahiriyah. Namun orang Kata puasa yang dipergunakan untuk
menyebutkan arti dari al-Shaum dalam rukun Islam keempat ini dalam Bahasa Arab disebut
shoum, shiyam yang berarti puasa.3

B. Dasar Hukum Puasa


Allah Swt. memerintahkan hambanya untuk beribadah kepada-Nya. Pada bulan
Ramadhan Allah Swt. mewajibkan pada umat-Nya yang beriman untuk menjalankan ibadah
puasa. Sebagaimana dalam firman Allah SWT. surat al-Baqarah ayat 183:

ٌََۙ ‫َۙي ٍَْۙقَ ْث ِه ُك ْىَۙنَ َعهَّ ُك ْىَۙت ََۙت َّقُ ْى‬


ِ ٍَْ‫ةَۙ َعهًََۙانَّ ِذي‬ َ ‫ٰ ٰٓيا َ ُّي َهاَۙانَّ ِذيٍَْ َٰۙا َيُُ ْىاَۙ ُك ِت‬
ّ ِ ‫ةَۙ َعهَ ْي ُك ُىَۙان‬
َ ‫ص َيا ُوَۙ َك ًَاَۙ ُك ِت‬

1
DRS. H. Mo. Rifa’i, Fikih Islam Lengkap, (Semarang: Pt. Karya Toha Putra,1978), hlm. 322
2
Ibid.
3
Adib bisri dan Munawar al-fatah, Kamus Indonesia Arab, Arab Indonesia, (Surabaya: Pusaka Progessifme, 1999).
272

6
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa
sebagaimana diwajibkan atasَۙ orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertaqwa”. (Q.S. al-
Baqarah: 183)

Pada awal ayat dipergunakan kata-kata panggilan kepada orang-orang yang beriman
amanu tentu hal ini mempunyai maksud-maksud yang terkandung didalamnya. Karena puasa
itu bukan suatu ibadah yang ringan, yakni harus menahan makan, minum, bersenggama dan
keinginan-keinginan lainnya. Sudah tentu yang dapat melaksanakan ibadah tersebut hanyalah
orang-orang yang beriman saja. Dalam hal ini Prof. Hamka menjelaskan:

Abdillah bin Mas‟ud pernah mengatakan, bahwa apabila sesuatu ayat telah dimulai
dengan panggilan kepada orang-orang yang percaya sebelum sampai ke akhirnya kita sudah
tahu bahwa ayat ini mengandung suatu perihal yang penting ataupun suatu larangan yang
berat. Sebab Tuhan Yang Maha Tahu telah memperhitungkan terlebih dahulu bahwa yang
bersedia menggalangkan bahu buat memikul perintah Ilahi itu hanya orang yang beriman
Maka perintah puasa adalah salah satu perintah yangَََۙۙۙmeminta pengorbanan kesenangan dia
dan kebiasaan

C. Syarat Wajib Puasa


Syarat wajib adalah syarat yang harus dipenuhi oleh seseorang sebelum
melaksanakan suatu ibadah. Seseorang yang tidak memenuhi syarat wajib, maka gugurlah
tuntutan kewajiban kepadanya. Adapun syarat wajib puasa itu ada lima.

‫ واقايح‬،‫وانقدرج عهً انصىو‬،‫ وانعقم‬،‫ وانثهىغ‬،‫َۙوشزاط وجىب انصياو خًسح اشياء االسالو‬

Artinya: Syarat sah puasa ada 5 yakni Islam, baligh, berakal, mampu dan mukim
(menetap).

1. Islam.

Secara mutlak, dasar kewajiban puasa ialah firman Allah swt dalam surat Al-
Baqarah ayat 183.

ٌََۙ ‫ٍ قَ ْث ِه ُك َْۙى نَعَهَّ ُك َْۙى تَتَّقُ ْى‬ ََۙ ‫ة َعهًَ انَّ ِذي‬
َْۙ ‫ٍْ ِي‬ ََۙ ِ‫ٍْ ٰا َيُُ ْىا ُكت‬
ّ ِ ‫ة َعهَ ْي ُك َُۙى ان‬
ََۙ ِ‫صيَا َُۙو َك ًَا ُكت‬ ََۙ ‫َۙ ٰيٰٓاَيُّ َها ا َّن ِذي‬

7
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa,
sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa (QS Al-
Baqarah: 183).

Juga firman Allah swt dalam surat Al-Baqarah ayat 185:


َۙ‫ضاَۙا َ ْو‬ ً ‫َۗۙو َي ٍَْۙ َكاٌَ َۙ َي ِز ْي‬ َ َُۙ‫ص ًْه‬ُ ‫اٌَۙفَ ًَ ٍَْۙ َش َِۙهدََۙ ِي ُْ ُك ُىَۙان ََّّ َْۙه َزَۙفَ ْه َي‬
ِ ِۚ َ‫يَۙو ْانفُ ْزق‬ ْ ٍَ‫ٍَۙي‬
َ ‫َۙان ُه ٰد‬ ّ ِ ‫َۙو َت ِّي ُٰت‬
َ ‫اس‬ ِ َُّ‫َۙانقُ ْز ٰا ٌَُۙهُدًيَۙ ِ ّنه‬
ْ ‫ٌَِۙا ُ َْ ِز َلَۙ ِف ْي ِه‬
ْٰٓ ‫ضاٌَ َۙانَّذ‬ َ ‫َۙر َي‬ َ ‫َۙ َش ْه ُز‬
ٌَۙ َ ‫واَّٰۙللاَۙ َع ٰهًَۙ َياَۙ َه ٰدى ُك ْى‬
ََۙ ‫َۙونَعَهَّ ُك ْىَۙت َ َّْ ُك ُز ْو‬ َ ‫َۙو ِنت ُ َكثِّ ُز ه‬ ْ ُ‫َۖۙو ِنت ُ ْك ًَِۙه‬
َ َ ‫ىاَۙان ِعدَّج‬ ْ ‫َۙو َالَۙي ُِزيْدَُۙتِ ُك ُى‬
َ َۙ‫َۙانعُس َْز‬ َ ‫َۙانيُس َْز‬ ْ ‫َّٰۙللاَُۙتِ ُك ُى‬ ّ ِ ٌ ‫َع ٰهًَۙ َسف ٍَزَۙفَ ِعدَّج‬
‫َۙي ٍَْۙاَي ٍَّاوَۙاُخ ََزََۙۗۙي ُِز ْيد ُ ه‬

Artinya: Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'an,


sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan
pembeda (antara yang benar dan yang batil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu ada
di bulan itu, maka berpuasalah. Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (dia tidak
berpuasa), maka (wajib menggantinya), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada
hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki
kesukaran bagimu. Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan
Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, agar kamu bersyukur (QS Al-
Baqarah: 185).

2. Baligh.

Baligh merupakan salah satu syarat wajib puasa Ramadhan, artinya anak kecil tidak
dibebankan kewajiban berpuasa. Akan tetapi bagi anak kecil yang belum baligh agar
diajarkan berpuasa oleh walinya supaya terbiasa nantinya. Sehingga ia tidak
meremehkan kewajiban syariat.

Sedangkan ukuran baligh yakni ia pernah keluar mani dari kemaluannya baik dalam
keadaan tidur atau terjaga untuk laki-laki dan khusus bagi perempuan sudah keluar haid.
Dan syarat keluar mani dan haid pada batas usia minimal 9 tahun. Dan bagi yang belum
keluar mani dan haid, maka batas minimal ia dikatakan baligh yakni pada usia 15 tahun
dari usia kelahirannya.

Syarat ketentuan baligh ini menegaskan bahwa ibadah puasa Ramadhan tidak
diwajibkan bagi seorang anak yang belum memenuhi ciri-ciri kebalighan yang telah
disebutkan di atas.

8
3. Berakal.

Syarat ketiga berpuasa yakni berakal yang sempurna atau tidak gila, baik gila karena
cacat mental atau gila disebabkan mabuk. Seseorang yang dalam keadaan tidak sadar
karena mabuk atau cacat mental, maka tidak terkena hukum kewajiban menjalankan
ibadah puasa, terkecuali orang yang mabuk dengan sengaja, maka ia diwajibkan
menjalankan ibadah puasa di kemudian hari (mengganti di hari selain bulan Ramadhan
atau qadha).

َ‫ى حتَّى ٌ ْبلُغ‬


َِّ ‫ص ِب‬ َِ ‫ن اْلمجْ نُ ْو‬
َِ ‫ن حتّى ٌُ ِفٌْقَ وع‬
َّ ‫ن ال‬ َُ ‫ن النّائِ َِم حتّى ٌسْت ٌْ ِق‬
َِ ‫ظ وع‬ َْ ‫ُرفِعَ اْلقل َُم ع‬
َْ ‫ن ثَلثَ ع‬

Artinya: tiga golongan yang tidak terkena hukum syar’i: orang yang tidur sampai ia
terbangun, orang yang gila sampai ia sembuh, dan anak-anak sampai ia baligh. (Hadits
Shahih, riwayat Abu Daud (3822), dan Ahmad (910). Teks hadits riwayat al-Nasa’i)

4. Kuat atau mampu.

Syarat selanjutnya yakni kuat menjalankan ibadah puasa. Selain Islam, baligh, dan
berakal, seseorang harus mampu dan kuat untuk menjalankan ibadah puasa. Apabila
tidak mampu maka diwajibkan mengganti di bulan berikutnya atau membayar fidyah.

Adanya kemampuan merupakan salah satu syarat wajib berpuasa dasarnya firman
Allah swt di dalam surat Al-Baqarah ayat 184.

َۗ َ‫ن تط َّوعَ خٌ ًْرا ف ُهوَ خٌْرَ لَّه‬ َْ ‫ضا ا َْو ع ٰلى سفرَ ف ِعدَّةَ ِ ّم‬
َْ ‫ن اٌَّامَ اُخرَ َۗ وعلى الَّ ِذٌْنَ ٌ ُِط ٌْقُ ْونَهَ فِدٌْةَ طعا َُم ِم ْس ِكٌْنَ فم‬ ً ٌْ ‫ن كانَ ِم ْن ُك َْم َّم ِر‬ َْ ‫اٌَّا ًما َّم ْعد ُْو ٰدتَ فم‬
ُ ْ ُ
َ‫ِن كنت َْم ت ْعل ُم ْون‬ ْ ُ َّ
َ ‫ص ْو ُم ْوا خٌْرَ لك َْم ا‬ ُ ‫نت‬ َْ ‫وا‬

Artinya: (Yaitu) beberapa hari tertentu. Maka barangsiapa di antara kamu sakit atau
dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia
tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. Dan bagi orang yang berat menjalankannya,
wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin. Tetapi barangsiapa
dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itu lebih baik baginya, dan puasamu
itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui (Q.S Al-Baqarah:184).

9
5. mukim (menetap)

Syarat yang terakhir bagi orang yang berpuasa adalah mukim (menetap). Maka
ketika seorang muslim sedang menempuh perjalanan jauh (statusnya musafir) maka ada
rukhsoh (keringanan) untuk tidak berpuasa.

Bila seorang musafir masih tahan (mampu) berpuasa selama perjalanan itu lebih baik
dari pada membatalkan puasanya. Dan apabila seorang musafir tidak tahan (tidak mampu
) berpuasa maka membatalkan puasanya lebih utama dari pada menahannya.

D. Fardhu fardhu Puasa


Fardhu fardhu dalam puasa dalam kitab Fathul Qorib terbagi menjadi 4, Yakni :

 Niat yang dilakukan malam hari apabila puasa yang ingin dikerjakan adalah
puasa wajib. Niatnya adalah

ِ ‫نوٌْتُ َص ْومَغدَع ْنَأد ِاءَف ْر‬


‫ضَش ْه ِرَرمضانَه ِذهَِالسَّن ِة ِ ه‬
‫َّلِلَِتعالى‬

Menurut madzhab malikiyah kita boleh niat puasa sebulan penuh pada malam
pertama ramadhan.4 Dan kita boleh mengikuti pendapat ini sebagai bentuk
kehati hatian barangkali kita terlupa membaca niat.
 Menahan diri untuk tidak makan dan minum, baik sedikit ataupun banyak.
Sehingga apabila kita makan dalam keadaan lupa atau tidak sengaja maka itu
tidak membatalkan puasa. Dengan catatan orang tersebut baru masuk islam
atau tidak memiliki akses terhadap ulama’ yang mengajaran hukum islam.
 Menahan diri untuk tidak melakukan jima’ dengan sengaja. Akan tetapi
ketika kita lupa melakukan jima’ maka hukumnya seperti makan ketika lupa.
 Memaham diri untuk tidak muntah dengan sengaja.

E. Hal Hal Yang Membatalkan Puasa


Hal hal yang dapat membatalkan puasa dalam kitab fathul qorib terbagi menjadi 10,
yakni :

10
 Masuknya sesuatu kedalam jauf (tenggorokan)
 Masuknya sesuatu kedalam kepala
 Menyuntik baik pada dubur dan qubul
 Muntah dengan sengaja
 Wathi’ atau melakukan hubungan sexual secara sengaja
 Keluarnya mani tanda adanya hubungan sexual, kecuali ketika mimpi basah
 Haid
 Nifas
 Gila
 Murtad

Yang menarik disini adalah mengenai rokok yang notabenenya bukan merupakan
makanan dan minuman. Akan tetapi ulama sepakat bahwa merokok merupakan sesuatu yang
membatalkan puasa karna asap rokok memiliki rasa, dan juga dalam istilah arab merokok
disebut dengan syurb dukhan yang artinya minum atau menghisap asap. Akan tetapi jika
orang yang menghirup asap rokok dari orang lain atau dikenal dengan perokok pasif maka
hal ini tidak membatalkan puasa karna sama dengan menghirup asap tukang sate yang
membuat lapar.

F. Sebab Sebab Yang Membolehkan Tidak Berpuasa


Sebab sebab yang membolehkan tidak berpuasa terbagi menjadi 4 yakni :

 Perjalanan, perjalanan yang membolehkan tidak berpuasa harus memenuhi


beberapa syarat salah : melewati batas kebolehan mengqosor sholat yakni
sekitar 89 KM, , perjalanannya tidak terus menerus, sehingga apabila
perjalanannya terus menerus seperti sopir bus maka haram berbuka kecuali
terdapat mudhorot, dan perjalanannya bukan perjalanan maksiat.
 Sakit, dengan batasan apabila orang tersebut memaksa berpuasa maka
penyakitnya semakin parah atau semakin lama sembuh atau bahkan bisa
menyebabkan kematian.
 Hamil dan Menyusui yang khawatir terhadap kesehatan anak atau dirinya.

11
 Tua renta dan tidak ada kewajiban qadha’ bagi mereka melainkan diganti
dengan kewajiban membayar fidyah.
 Sangat kelaparan dan kehausan yang menyebabkan kematian.

G. Kesunnahan Dalam Berpuasa


Terdapat 10 amalan sunnah yang harus dipelihara selama puasa, sebagaimana
dijelaskan dalam kitab Nihâyah al-Zain fî Irsyâd al-Mubtadi’in (Darul Fikr, Beirut, Cetakan
I, h. 194),

1. Makan Sahur

Melakukan sahur merupakan amalan berpahala di bulan Ramadhan, mekipun


hanya seteguk air. Hal ini sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah saw.

َ
ً‫ورَبرك َة‬
ِ ‫ح‬
ُ ‫س‬
َّ ‫ًَال‬‫ف‬
ِ َ‫ن‬َّ ِ ‫إ‬ ‫واَف‬ ‫َّر‬
ُ ‫َت‬
‫ح‬ ‫س‬

Artinya: “Bersantap sahurlah kalian, karena dalam sahur itu ada keberkahan,” (HR
al-Bukhari).

Adapun sahur yang dianjurkan adalah di waktu akhir, selama tidak sampai masuk
waktu yang diragukan: apakah masih malam atau sudah terbit fajar. Rasulullah saw
bersabda:

َ
ْ ‫واَال ِف‬
َ َ ‫طر‬ َّ ‫َلَتزالَُأ ُ َّمتًَِ ِبخٌْرَماَأ َّخ ُرواَال‬
ْ ُ‫س ُحورَوع َّجل‬

Artinya, “Umatku senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka mengakhirkan


sahur dan menyegerakan berbuka,” (HR Ahmad).

2. Menyegerakan berbuka puasa

12
Amalan selanjutnya adalah menyegerakan berbuka sebelum shalat maghrib. Saat
pertama berbuka, sunnahnya dilakukan dengan kurma. Jika tidak ada, hendaknya
dengan air, berdasarkan sabda Rasulullah:

َ
ْ ْ َّ َّ ْ ْ ُ
ِ ‫َفعلىَالم‬،‫َفإِ ْنَل ْمٌَ ِجدَِالت ْمر‬،‫َفلٌُف ِط ْرَعلىَالت ْم ِر‬،‫إِذاَكانَأح ُدك ْمَصائِ ًما‬
ََ‫اءَفإِ َّنَالماءََط ُهور‬

Artinya: “Jika salah seorang berpuasa, hendaknya ia berbuka dengan kurma. Jika
tidak ada kurma, maka dengan air. Sebab, air itu menyucikan,” (HR Abu Dawud).

Urutan sebaiknya adlah pertama dengan kurma basah (ruthab) jika ada. Jika tidak,
maka dengan kurma kering (tamar). Jika tidak, maka dengan air. Hal ini
sebagaimana dicontohkan Rasulullah saw yang selalu berbuka dengan kurma basah.

Jika tidak ada, beliau berbuka dengan kurma kering. Jika tidak ada, beliau berbuka
dengan air putih. Bagaimana seandainya tidak ada kurma dan air, yang ada misalnya
madu dan susu, maka dahulukanlah madu walaupun sama-sama manis.

3. Membaca doa berbuka puasa

Adapun doa berbuka puasa adalah sebagai berikut.

َ
ْ ْ ‫َوثبت‬،ُ‫و‬
ُ َّ ‫َاْجْ ُرَ ِإ ْنَشاء‬
َ‫ََّللٌَاَوا ِسعَالفض ِْل‬ ْ َّ ُ َّ
ِ ‫َوابْتل‬،‫ىَر ْزقِكَأ ْفط ْرتُ َوعلٌْكَتو َّكلتُ َذهبَالظمأ‬
ُ ‫تَالعُ َُر‬ ِ ‫ص ْمتُ َوبِكَآم ْنتُ َوعل‬ َّ
ُ َ‫ََالل ُه َّمَلك‬
ْ
َََ ُ‫ص ْمتُ َورزقنًَِفأفط ْرت‬ُ ‫اِ ْغ ِف ْرَ ِلًَا ْلح ْمدَُهللَِالذِيَهدا ِنًَف‬
َّ

Artinya, "Ya Allah, hanya untuk-Mu aku berpuasa. Dengan rezeki-Mu aku
membatalkannya. Kepada-Mu aku berpasrah. Dahaga telah pergi. Urat-urat telah
basah dan Insyaallah pahala sudah tetap. Wahai Dzat Yang Luas Karunia, ampuni
aku. Segala puji bagi Tuhan yang memberi petunjuk padaku, lalu aku berpuasa. Dan
segala puji Tuhan yang memberiku rezeki, lalu aku membatalkannya."

13
4. Mandi besar

Mandi besar dari junub, haid, atau nifas dilakukan sebelum terbit fajar agar bisa
menunaikan ibadah dalam keadaan suci, di samping khawatir masuk air ke mulut,
telinga, anus, dan sebagainya jika mandi setelah fajar.

5. Menjaga lisan

Menjaga lisan dari perkara-perkara yang tak berguna, apalagi perkara haram,
seperti berbohong dan mengumpat. Sebab, semuanya akan menggugurkan pahala
puasa.

6. Menghindari hal-hal yang tidak sejalan dengan hikmah puasa

Umat Islam dianjurkan untuk menghindari hal-hal yang tidak sejalan dengan
hikmah puasa, seperti berbuka puasa sampai perut menjadi kekenyangan atau
melakukan sesuatu yang bertujuan untuk memuaskan nafsu.

7. Memperbanyak sedekah

Orang yang berpuasa handaknya memperbanyak sedekah kepada sesama,


terutama sedekah makanan atau minuman untuk berbuka puasa. Sebab, orang yang
memberi makanan atau minuman untuk orang berpuasa mendapat pahala yang
setimpal dengan pahala puasa orang yang disedekahi.

َ
َ‫صا ِئ ِمَش ًْء‬
َّ ‫َال‬‫ر‬ِ ْ‫ج‬ ‫َأ‬‫ن‬ْ ‫َم‬‫ص‬
ِ ُ ُ ‫ق‬ ْ
‫ن‬ ٌَ‫ََُل‬ ‫ه‬َّ ‫ن‬‫َأ‬ َّ
‫َل‬ ‫إ‬َ،ِ
ِ ِ‫ه‬ ‫ر‬ ْ‫ج‬‫َُأ‬
‫ل‬ ْ ‫ث‬‫َُم‬
ِ ‫ه‬ ‫َل‬‫ب‬‫ت‬
ِ ُ
‫ك‬ َ،‫ا‬‫م‬ًِ ‫ئ‬‫ا‬ ‫َص‬‫ر‬ َّ
‫ط‬ ‫َف‬‫ن‬ْ‫م‬

Artinya, “Siapa saja yang memberi makanan berbuka kepada seorang yang berpuasa,
maka dicatat baginya pahala seperti orang puasa itu, tanpa mengurangi sedikit pun
pahala orang yang berpuasa tersebut,” (HR Ahmad).

8. Memperbanyak i’tikaf di masjid

Sebaiknya i’tikaf dilakukan selama satu bulan penuh, tapi jika tidak bisa maka
diutamakan sepuluh hari bulan Ramadhan.

14
9. Memperbanyak membaca Al-Qur’an

Paling tidak bisa mengkhatamkan satu kali dalam satu bulan Ramadhan. Semakin
banyak khatam semakin baik sebagaimana dianjurkan oleh banyak ulama.

10. Istiqamah dalam beribadah

Konsisten dalam menjalankan ibadah yang dilakukan selama bulan Ramadhan.


Semua amalan sunnah yang dilakukan di bulan ini tidak putus setelah Ramadhan
selesai.

15
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan fokus masalah di atas dapat disimpulkan bahwa:

1. Puasa secara etimologi adalah menahan diri, sedangkan secara terminologi syar’I adalah
menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkannya dai mulai terbit fajar hingga
terbenam matahari, karna semata mata perintah Allah, serta dengan niat dan syarat syarat
tertentu
2. Ketentuan ketentuan dalam berpuasa meliputi : 1. Syarat wajib puasa yakni : islam,
baligh, dan berakal, 2. Fardhu fardhu puasa seperti : niat, 3. Hal hal yang membatalkan
puasa seperti : makan dan minum, 4. Sebab sebab yang membolehkan tidak berpuasa,
seperti : perjalanan dan sakit, 5. Sunnah sunnah dalam puasa, seperti : makan sahur.

16

Anda mungkin juga menyukai