Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

I’TIKAF
Dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam yang
ditugaskan oleh Dosen : Ilyas S.Pd., M.M

Disusun oleh:
Kelompok 8

Sofia Nazmatul Alqibtiah NPM. 41154010220001


Moko Fitriawan NPM. 41154010220013

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LANGLANGBUANA
KOTA BANDUNG
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT. atas segala limpahan rahmat, taufik dan

hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang

berjudul “I’tikaf” tepat pada waktunya. Shalawat serta salam semoga terlimpah

curahkan kepada baginda tercinta yakni Nabi Muhammad SAW.

Kami mengucapkan terima kasih kepada bapak Ilyas S.Pd., M.M selaku

dosen pengampu mata kuliah Pendidikan Agama Islam yang telah memberikan

tugas sehingga kami dapat memperdalam bahan ajar materi dan telah membantu

memberikan arahan serta pemahaman dalam penyusunan makalah ini. Kami juga

mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang turut membantu dalam

pembuatan makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna dan masih

terdapat beberapa kekurangan, oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran

dan kritik yang membangun dari pembaca untuk penyempurnaan makalah ini dan

semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.

Bandung, 9 Januari 2023

Kelompok 8

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 2

1.3 Tujuan ....................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 3

2.1 Pengertian I’tikaf ...................................................................................... 3

2.2 Karakteristik I’tikaf .................................................................................. 4

2.3 Masyru`iyah Al-Quran ............................................................................. 4

2.4 Hukum I’tikaf ........................................................................................... 5

2.5 Waktu I’tikaf ............................................................................................ 7

2.6 Syarat I’tikaf ............................................................................................. 7

2.7 Rukun I’tikaf ............................................................................................ 7

2.8 Pembatal I’tikaf ........................................................................................ 8

2.9 Adab-adab I’tikaf dan Hal-hal yang diperbolehkan ketika I’tikaf ........... 8

2.10 I'tikafnya Wanita dan Kunjungannya Ke Masjid ................................... 10

BAB III PENUTUP ............................................................................................. 12

3.1 Kesimpulan ................................................................................................. 12

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... iii

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

I’tikaf adalah salah satu ibadah yang sering dilakukan oleh nabi

Muhammad SAW. Melaksanakan ibadah i’tikaf adalah salah satu ibadah

yang amat dianjurkan untuk dikerjakan, terlebih di bulan Ramadhan.

Rasulullah SAW. terbiasa menjalankannya, khususnya di 10 hari terakhir

Ramadhan. Namun bukan berarti i’tikaf hanya dikerjakan pada bulan

Ramadhan saja. Di luar bulan Ramadhan pun, i’tikaf tetap disyariatkan untuk

dikerjakan.

I’tikaf menurut bahasa artinya memenjarakan diri sendiri dari

melakukan sesuatu yang biasa, sedangkan menurut istilah I’tikaf yaitu

berdiam di dalam masjid dengan tata cara tertentu dan disertai niat. I’tikaf

merupakan sarana muhasabah dan kontemplasi yang efektif bagi muslim

dalam memelihara dan meningkatkan keislamannya, khususnya dalam era

globalisasi, materialisasi dan informasi kontemporer.

Dengan beri’tikaf semalam berarti kita melakukan hal yang positif.

Untuk menjaga hati dan pikiran kita agar tetap positif hendaknya berkumpul

dengan orang-orang yang berfikiran positif pula. Pada pembahasan kali ini

kami akan membahas terkait karakteristik i’tikaf, Masyru`iyah Al-Quran,

hukum i’tikaf, waktu pelaksanaan i’tikaf, syarat i’tikaf, rukun i’tikaf,

pembatal i’tikaf dan adab-adab i’tikaf serta hal-hal yang diperbolehkan ketika

i’tikaf.

1
2

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, maka dapat

dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Apa itu i’tikaf?

2. Bagaimana karakteristik i’tikaf?

3. Apa masyru`iyah al-quran terkait i’tikaf

4. Bagaimana hukum dan waktu pelaksanaan i’tikaf?

5. Apa saja syarat dan rukun i’tikaf?

6. Apa hal yang menjadi pembatal i’tikaf, adab-adab i’tikaf dan hal-hal

yang diperbolehkan ketika i’tikaf?

7. Bagaimana i'tikafnya wanita dan kunjungannya ke masjid?

1.3 Tujuan

Dengan menelaah latar belakang dan perumusan masalah di atas,

maka tujuan dalam makalah ini sebagai berikut :

1. Untuk memahami pengertian i’tikaf

2. Untuk memahami karakteristik i’tikaf

3. Untuk memahami masyru`iyah al-quran terkait i’tikaf

4. Untuk memahami hukum dan waktu pelaksanaan i’tikaf

5. Untuk memahami syarat dan rukun i’tikaf

6. Untuk memahami hal yang menjadi pembatal i’tikaf, adab-adab i’tikaf

dan hal-hal yang diperbolehkan ketika i’tikaf?

7. Untuk menahami i'tikafnya wanita dan kunjungannya ke masjid


3

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian I’tikaf

I’tikaf berasal dari bahasa Arab yaitu “’akafa” (‫ )عكف‬yang bermakna al-

habsu (‫ )الحبس‬atau memanjarakan. I`tikaf dapat diartikan memenjarakan diri

sendiri dari melakukan sesuatu yang biasa. I’tikaf menurut istilah syara’ ialah

menetap atau berdiam didalam masjid untuk mendekatkan diri kepada Allah

SWT. dengan ciri-ciri dan sifat-sifat tertentu. Pengertiannya dalam konteks

ibadah dalam Islam adalah berdiam diri di dalam masjid dalam rangka untuk

mencari keridaan Allah dan bermuhasabah (introspeksi) atas perbuatan-

perbuatannya. Orang yang sedang beriktikaf disebut juga muktakif.

Penggunaan kata I’tikaf di dalam Al-Qur’an terdapat pada firman Allah

SWT. “……kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam,

(tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf di dalam

masjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya.

Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya

mereka bertakwa.” (QS Al-Baqarah [2]: 187). Di dalam Islam, seseorang bisa

beri’tikaf di masjid kapan saja, namun dalam konteks bulan Ramadhan, maka

dalam kehidupan Rasulullah Saw, I’tikaf itu dilakukan selama sepuluh hari

terakhir. Diantara rangkaian ibadah dalam bulan suci Ramadhan yang sangat

dipelihara sekaligus diperintahkan (dianjurkan) oleh Rasulullah SAW adalah

I’tikaf.
4

‫شةَ زَ ْوجِ النَّ ِب ِى‬ َّ ِ‫ أ َ َّن النَّب‬ε ‫َف‬


َ ِ‫ َع ْن َعائ‬ε: ‫ى‬ َ ‫ ث ُ َّم ا ْعتَك‬.ُ‫ضانَ َحتَّى ت ََوفَّاهُ اللَّه‬ ِ ‫ف ْالعَ ْش َر األ َ َو‬
َ ‫اخ َر ِم ْن َر َم‬ ُ ‫َكانَ يَ ْعت َ ِك‬

)‫ والبيقي‬،‫وابو داود‬،‫ واحمد‬،‫ ومسلم‬،‫أ َ ْز َوا ُجهُ ِم ْن َب ْع ِد ِه (رواه ابخاري‬

Dari ‘Aisyah, istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dia berkata ” Nabi

Shallallahu ‘alaihi wa sallam, biasa I’tikaf pada sepuluh hari terakhir. Dari

bulan Ramadhan, sampai beliau wafat, kemudian istri-istri beliau mengerjakan

I’tikaf sepeninggalannya,” (HSR. Bukhori: 2026, Mulim :5/ 1172, Ahmad :6/

92, Abu Daud :2462, al-Baihaqi :4/ 315).

2.2 Karakteristik I’tikaf

Pada hakikatnya ritual i'tikaf itu tidak lain adalah shalat di dalam masjid,

baik shalat secara hakiki maupun secara hukum. Yang dimaksud shalat secara

hakiki adalah shalat fardhu lima waktu dan juga shalat-shalat sunnah lainnya.

Sedangkan yang dimaksud dengan shalat secara hukum adalah menunggu

datangnya waktu shalat di dalam masjid. Misi i`tikaf yaitu tidak bermaksiat

kepada Allah, mengerjakan semua perintah Allah, bertasbih siang malam tanpa

henti. I’tikaf adalah ibadah dengan cara menyerahkan diri kepada Allah SWT,

dengan cara memenjarakan diri di dalam masjid, dan menyibukkan diri dengan

berbagai bentuk ibadah yang layak dilakukan di dalamnya.

2.3 Masyru`iyah Al-Quran

Ibadah i’tikaf disyariatkan melalui Al-Quran dan Al-Hadits. Di antara

ayat Quran yang membicarakan i’tikaf adalah :

ُّ ‫طائِفِينَ َو ْال َعا ِكفِينَ َو‬


ُّ ‫الر َّكعِ ال‬
‫س ُجو ِد‬ َّ ‫ي ِلل‬ َ ‫ِيم َو ِإ ْس َما ِعي َل أَن‬
َ ِ‫ط ِه َرا بَ ْيت‬ َ ‫َو َع ِهدْنَا ِإلَى ِإب َْراه‬
5

“Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: "Bersihkanlah

rumah-Ku untuk orang-orang yang tawaf, yang iktikaf, yang rukuk dan yang

sujud". (QS. Al-Baqarah : 125)

‫اج ِد‬
ِ ‫س‬َ ‫َوالَ ت ُ َبا ِش ُروه َُّن َوأَنت ُ ْم َعا ِكفُونَ فِي ْال َم‬

“…Janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri`tikaf dalam

mesjid.” (QS. Al-Baqarah : 187). Sedangkan dari hadits nabawi, ada banyak

sekali keterangan bahwa beliau SAW melakukan i’tikaf, khususnya di bulan

Ramadhan. Bahkan beliau SAW menganjurkan para sahabat untuk ikut

beri’tikaf bersama beliau di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.

ِ ‫ف ْال َع ْش َر األََْ َو‬


‫اخ َر‬ ِ ‫َف َم ِعي فَ ْل َي ْعتَ ِك‬
َ ‫َم ْن َكانَ ا ْعتَك‬

“Siapa yang ingin beri’tikaf denganku, maka lakukanlah pada sepuluh

terakhir.” (HR. Bukhari).

2.4 Hukum I’tikaf

Ada tiga hukum I’tikaf yaitu Sunnah, Wajib dan Sunnah Kifayah.

Hukum I’tikaf Sunnah dalam Madzhab Al-Hanafiyah Menyebutkan bahwa

hukumnya sunnah muakkadah, yaitu pada sepuluh hari terakhir di bulan

Ramadhan. Sedangkan di luar sepuluh hari itu, hukumnya mustahab/ ghoiru

muakkadah. Yang masyhur dari madzhab AlMalikiyah bahwa 'i'tikaf itu

hukumnya mandub muakkad, bukan sunnah. Ibnu Abdil-Barr berkata bahwa

i'tikaf hukumnya sunnah pada bulan Ramadhan, dan mandub di luar

Ramadhan.

Sedangkan madzhab AsySyafi'iyah memandang semua i'tikaf itu

hukumnya sunnah muakkadah, kapan saja dilakukan. Namun bila dilakukan


6

pada sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan, level kesunnah

muakkadahannya lebih tinggi lagi. Kalau boleh kita gunakan istilah, sunnah

muakkadah kuadrat. Sedangkan dalam pandangan madzhab Al-Hanabilah

I'tikaf hukumnya sunnah, dan lebih tinggi nilai kesunnahannya kalau dilakukan

pada bulan Ramadhan. Dan bila dilakukan pada sepuluh hari yang terakhir,

nilai kesunnahannya lebih tinggi lagi.

Hukum I`tikaf Wajib. Hukum i`tikaf akan berubah menjadi wajib,

apabila seseorang bernadzar untuk melakukan i`tikaf, misalnya apabila

permohonannya dikabulkan Allah SWT. I’tikaf wajib yaitu I’tikaf yang

diwajibkan oleh dirinya sendiri adalah dengan bernazar, baik itu dengan nazar

muthlaq, seperti dia mengatakan “Wajib atas diriku bernazar i’tikaf 3 hari atau

sehari semalam,” atau dengan nazar bersyarat, seperti dia mengatakan,”

Apabila aku lulus ujian atau sembuhkan dari penyakit aku akan akan beri’tikaf

sehari semalam.”

Hukum I’tikaf Sunnah Kifayah dalam Madzhab Al-Hanafiyah

menyebutkan bahwa hukum beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir di bulan

Ramadhan, bagi penduduk satu kawasan, hukumnya secara kolektif sunnah

kifayah. Apabila sudah ada seseorang yang mengerjakannya di suatu kawasan,

maka gugurlah keharusan beri'tikaf. Sebaliknya, bila tidak satu pun

mengerjakannya, maka mereka semua berdosa. Hanya saja dosanya tidak

seperti dosa meninggalkan fardhu kifayah. Dosanya hanya dosa kecil atau

ringan.
7

2.5 Waktu I’tikaf

I’tikaf yang wajib waktunya adalah sesuai dengan apa yang di nazarkan

dan yang di iqrarkannya, adapun i’tikaf sunnah tidaklah ada batasan waktunya.

Kapan saja, pada malam atau siang hari, waktunya bisa lama dan juga bisa

singkat, minimal dalam madzhab Hanafi : sekejab tanpa batas waktu tertentu,

sekedar berdiam diri dengan niat. Atau dalam madzhab Syafi’I : sesaat atau

sejenak (yang penting bisa dikatakan berdiam diri), dan dalam madzhab

Hambali, satu jam saja. Terlepas dari perbedaan pendapat ulama tadi, waktu

I’tikaf yang paling afdhal pada bulan Ramadhan ialah sebagaimana

dipratekkan langsung oleh Baginda Nabi SAW yaitu 10 hari terakhir bulan

Ramadhan.

2.6 Syarat I’tikaf

Orang yang beri’tikaf disebut mu’takif. Adapun syarat-syarat i’tikaf

adalah sebagai berikut :

1) Muslim

2) Tamyiz (bisa membedakan hal yang baik dan salah)

3) Suci dari hadats besar (Junub, haidh, nifas)

4) Mendapat izin dari suami (bagi wanita)

5) Tidak menimbulkan Fitnah selama ber-i’tikaf (bagi wanita)

2.7 Rukun I’tikaf

1) Niat, sebab tidak sah satu amalan tanpa niat.


8

Sengguhnya segala amal (perbuatan) tergantung pada niatnya. Dan manusia

akan mendapatkan balasan sesuai dengan apa yang diniatkannya,” (HR. Al-

Bukhori/ Fathul bari 6/ 48, Muslim : 190).

2) Tempatnya harus dimasjid

‫اج ِد‬
ِ ‫س‬َ ‫َو َال تُبَا ِش ُروه َُّن َوأَ ْنت ُ ْم َعا ِكفُونَ فِي ْال َم‬

“(tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri`tikaf dalam

mesjid..” (QS.[2] al-Baqoroh :187)

2.8 Pembatal I’tikaf

1) Sengaja keluar dari masjid tanpa adanya uzur syar’i sekalipun sebentar

2) Melakukan amalan Syirik

َ‫ط َّن َع َملُك ََولَتَ ُكون ََّن ِمنَ ْالخَا ِس ِرين‬


َ َ‫ي إِلَيْكَ َوإِلَى الَّذِينَ ِم ْن قَ ْبلِكَ لَئِ ْن أ َ ْش َر ْكتَ لَيَحْ ب‬ ِ ُ ‫) ( َولَقَدْ أ‬
َ ‫وح‬

”Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi)

yang sebelummu,” Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan

hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.

(Qs. Az-Zumar : 65)

3) Hilang akalnya sebab gila, mabuk, atau amnesia

4) Haidh.

5) Nifas

6) Bersetubuh (jima)

2.9 Adab-adab I’tikaf dan Hal-hal yang diperbolehkan ketika I’tikaf

Adab bagi yang beri’tikaf dianjurkan mengisi waktunya untuk beribadah

kepada Allah SWT. dengan berbagai bentuk kegiatan yang telah disyaria’tkan
9

dan dicontohkan Rasululloh SAW. seperti shalat, membaca Al-Qur,an,

membaca sholawat kepada Nabi SAW. beristighfar, berdzikir, berdo’a,

mengkaji tafsir, hadits, bedah buku ilmu pengetahuan dan lain-lain, di dalam

ber i’tikaf hukumnya makruh melakukan pembicaraan yang tidak bermanfa’at

atau hal-hal yang tidak berfaedah, bahkan bisa menjadi haram hukumnya

apabila beri’tikaf tetapi melakukan pergunjingan, ghibah atau gosip, perbuatan

tersebut bertentangan dengan ajaran Rasululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam

dalam ber I’tikaf. Hal-hal yang diperbolehkan ketika I’tikaf yaitu :

1) Menyisir rambut.

2) Memangkas rambut.

3) Membersihkan tubuh.

4) Memakai pakaian yang terbaik.

5) Memakai wewangian.

6) Mengunjungi suami bagi wanita (istri) yang sedang beri’tikaf.

7) Keluar untuk suatu keperluan yang sangat mendesak.

‫تر ِج ُل النَّ ِبي‬


َ ‫َت‬ َ ‫شةَ َر‬
ْ ‫أنَّها كَان‬:‫ضي الله َع ْن َها‬ َ ‫ وه‬،ِ‫ف فِي ْال َمس ِْجد‬
َ ِ‫ َع ْن َعائ‬ε ‫ِي فِي‬ ٌ ‫وه َُو ُم ْعت َ ِك‬،
َ ‫ض‬ٌ ِ‫ِي َحائ‬
َ ‫َوه‬

‫ان‬
ِ ‫س‬َ ‫و َكانَ ال َيدْ ُخ ُل ْالبَيْتَ إالَّ ِل َحا َج ِة اإل ْن‬.َُ ‫سه‬
َ ‫ يُنَا ِولُ َها َرأ‬،‫”حُجْ َرتِ َها‬.

Dari Aisyah, Bahwasanya ia pernah menyisir rambut Nabi Shallallahu ‘alaihi

wa sallam, padahal dirinya sedang haidh, dan Nabi saw sedang beri’tikaf

dimasjid. Aisyah berada didalam kamarnya dan kepala Nabi dimasukkan

kedalam kamarnya. Dan Nabi apabila sedang beri’tikaf tidak pernah masuk

rumah melainkan apabila ada keperluan (hajat). (HR Bukhori 2029, Muslim

297)
10

2.10 I'tikafnya Wanita dan Kunjungannya Ke Masjid

Diperbolehkan bagi seorang isteri untuk mengunjungi suaminya yang

berada di tempat i'tikaf, dan suami diperbolehkan mengantar isteri sampai ke

pintu masjid. Shafiyyah berkata: "Dahulu Nabi SAW. tatkala beliau sedang)

i'tikaf (pada sepuluh (hari) terkahir di bulan Ramadhan) aku datang

mengunjungi pada malam hari, ketika itu di sisinya ada beberapa isteri beliau

sedang bergembira ria, maka aku pun berbincang sejenak, kemudian aku

bangun untuk kembali, (maka beliaupun berkata: jangan engkau tergesa-gesa

sampai aku bisa mengantarmu) kemudian beliaupun berdiri besamaku untuk

mengantar aku pulang, tempat tinggal Shafiyyah yaitu rumah Usamah bin

Zaid (sesampainya di samping pintu masjid yang terletak di samping pintu

Ummu Salamah) lewatlah dua orang laki-laki dari kalangan Anshar dan

ketika keduanya melihat Nabi SAW. maka keduanyapun bergegas, kemudian

Nabi-pun bersabda: "Tenanglah ini adalah Shafiyah binti Huyaiy". Kemudian

keduanya berkata: 'Subhanahallah (Maha Suci Allah) ya Rasullullah".

Beliaupun bersabda: "Sesungguhnya syaitan itu menjalar (menggoda) anak

Adam pada aliran darahnya dan sesungguhnya aku khawatir akan

bersarangnya kejelakan di hati kalian atau kalian berkata sesuatu".

Seorang wanita boleh i'tikaf dengan didampingi suaminya ataupun

sendirian. Berdasarkan ucapan Aisyah : "Nabi SAW. i'tikaf pada sepuluh hari

terakhir pada bulan Ramadhan sampai Allah mewafatkan beliau, kemudian

isteri - isteri beliau i'tikaf setelah itu". Berkata Syaikh kami (yakni Syaikh

Muhammad Nashiruddin Al-Albani) : "Pada atsar tersebut ada suatu dalil


11

yang menunjukkan atas bolehnya wanita i'tikaf dan tidak diragukan lagi

bahwa hal itu dibatasi (dengan catatan) adanya izin dariwali-wali mereka dan

aman dari fitnah, berdasarkan dalil-dalil yang banyak mengenai larangan

berkhalwat dan kaidah fiqhiyah : "Menolak kerusakan lebih didahulukan dari

pada mengambil manfaat".


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

I’tikaf adalah ibadah dengan cara menyerahkan diri kepada Allah SWT.

dengan cara memenjarakan diri di dalam masjid, dan menyibukkan diri dengan

berbagai bentuk ibadah yang layak dilakukan di dalamnya. Dalil Al-Quran

tentang i`tikaf bisa ditemui pada QS. Al-Baqarah : 125 dan 187, serta hadits

Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori. Asal hukum i`tikaf itu

sunnah, tapi akan menjadi wajib apabila seseorang bernadzar untuk i`tikaf.

Dalam madzhab Hanafiyah, i`tikaf hukumnya sunnah kifayah.

Didalam I’tikaf ada syarat dan rukun yang harus dipenuhi. Ketika

melaksanakan I’tikaf ada hal yang boleh dilakukan dan hal yang dapat

membatalkan I’tikaf. Dengan beri’tikaf semalam berarti kita melakukan hal

yang positif. Untuk menjaga hati dan pikiran kita agar tetap positif hendaknya

berkumpul dengan orang-orang yang berfikiran positif pula. Oleh karena itu,

selagi masih ada kesempatan untuk melaksanakan ibadah tidak ada salahnya

untuk melaksanakannya.

12
DAFTAR PUSTAKA

https://www.rumahfiqih.com/konsultasi-1888-fiqih-itikaf-lengkap.html

https://jurnalislam.com/itikaf-2/

E Book. Shalat Tarawih, I’tikaf dan Lailatul Qadar. Syaikh Salim bin Ied al-Hilali

& Syaikh Ali Hasan Ali Abdul Hamid. Publiser : http://ibnumajjah.wordpress.com/

E-Book. Fiqih I’tikaf dan Lailatul Qadr. Sofyan Chalid bin Idham Ruray. Markaz

Ta’awun Dakwah dan Bimbingan Islam

https://blog.al-habib.info/wp-content/uploads/2010/08/panduan-praktis-itikaf.pdf

iii

Anda mungkin juga menyukai