KELOMPOK 12:
Terlepas dari itu semua, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan
tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami
dapat memperbaiki makalah ini. Akhir kata kami berharap semoga makalah ini
dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.
i
DAFTAR ISI
Contents
KATA PENGANTAR......................................................................................................................
DAFTAR ISI...................................................................................................................................
BAB I...............................................................................................................................................
PENDAHULUAN...........................................................................................................................
A. Latar Belakang........................................................................................................................
B. Rumusan Masalah...................................................................................................................
C. Tujuan Penulisan..................................................................................................................
D. Metode Penulisan....................................................................................................................
BAB II.............................................................................................................................................
PEMBAHASAN..............................................................................................................................
A. Pengertian Haji.....................................................................................................................
B. Hukum dan Dasar Hukum Haji............................................................................................
C. Tujuan Diwajibkannya Haji....................................................................................................
D. Syarat-Syarat Wajib Haji........................................................................................................
E. Rukun Haji............................................................................................................................
F. Wajib Haji.............................................................................................................................
G. Perbedaan Rukun Haji dan Wajib Haji...............................................................................
H. Macam-Macam Haji...........................................................................................................
I. Hal-Hal yang Terlarang dalam Ihram.....................................................................................
J. Perbedaan Haji dengan Umrah...........................................................................................
K. Hukum Dan Dasar Hukum Umrah.....................................................................................
L. Rukun Umrah......................................................................................................................
M. Wajib Umrah...................................................................................................................
BAB III..........................................................................................................................................
PENUTUP.....................................................................................................................................
A. Simpulan...............................................................................................................................
B. Saran......................................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada makalah-makalah terdahulu telah kita pelajari rukun-rukun
Islam, di antaranya Sahadat, Salat, Zakat dan Puasa. Dalam makalah ini akan
dibahas rukun Islam yang terakhir, yaitu Haji. Haji erat kaitannya dengan
ibadah Umrah. Maka dari itu, di dalam makalah ini akan di bahas masalah
Haji dan Umrah.
Ibadah haji erat kaitannya dengan Ka’bah. Menurut Ibn Katsir dalam
tafsirnya surah Ali Imran 3:96, bahwa yang pertama kali membangun Ka’bah
ialah Nabi Adam As. Ketika di turunkan ke bumi, Nabi Adam yang terbiasa
beribadah bersama para malaikat dengan mengelilingi Arsy’ Allah Swt.
Sehingga ia merasa sangat sedih. Karena itu Allah menghiburnya dengan
dibolehkan membangun Ka’bah (bangunan segi empat). Kemudian Nabi
Adam diperintah untuk thawaf atau mengelilingi bangunan tersebut. Setelah
sekian lama kemudian hancur. Akhirnya bangunan Ka’bah ini dibangun
kembali oleh Nabi Ibrahim dan putranya Nabi Isma’il. Setelah itu Nabi
Ibrahim diperintahkan untuk menyeru manusia melaksanakan haji. Inilah
awal mula diperintahkannya ibadah haji. Dan selanjutnya ibadah ini
disempurnakan Allah melalui Nabi Muhammad Saw. Perintah
disyari’atkannya haji ialah pada tahun 6 hijriyah.2
1
H. Said Agil Husain Al Munawar, H. Abdul Halim, Fikih Haji, Penuntunan
Jama’ah Haji Mencapai Haji Mabrur, Jakarta Selatan: Ciputau Press, 2003, h.2. 2Ibid.,
h. 2-6.
1
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini, yakni:
1. Apa pengertian Haji?
2. Apa hukum dan dasar haji?
3. Apa tujuan diwajibkannya haji?
4. Apa saja syarat wajib haji?
5. Apa saja rukun haji?
6. Apa saja wajib haji?
7. Apa perbedaan rukun haji dan wajib haji?
8. Apa saja macam-macam haji?
9. Apa saja hal-hal yang terlarang dalam ihram?
10. Apa perbedaan umrah dengan haji?
11. Bagaimana hukum dan dasar hukum umrah?
12. Apa saja rukun umrah?
13. Apa saja wajib umrah?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan dalam makalah ini, yakni:
1. Mengetahui pengertian haji.
2. Mengetahui hukum dan dasar hukum haji.
3. Mengetahui tujuan diwajibkannya haji.
4. Mengetahui syarat wajib haji.
5. Mengetahui rukun haji.
6. Mengetahui wajib haji.
7. Mengetahui perbedaan rukun haji dengan wajib haji.
8. Mengetahui macam-macam haji.
9. Mengetahui hal-hal yang terlarang dalam ihram.
10. Mengetahui perbedaan umrah dengan haji.
11. Mengetahui hukum dan dasar hukum umrah.
12. Mengetahui rukun umrah.
13. Mengetahui wajib umrah.
2
D. Metode Penulisan
Adapun metode penulisan makalah ini, yaitu melalui metode
penelusuran perpustakaan dan dari jurnal-jurnal.
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Haji
Secara bahasa kata haji berasal dari bahasa Arab, yaitu al-hajj yang
artinya menyengaja.2 Al-hajj juga berarti mengunjungi atau mendatangi.4
Sedangkan secara istilah Haji adalah “perjalanan mengunjungi baitullah
untuk melaksanakan serangkaian ibadah pada waktu dan tempat yang telah
ditentukan.”5 Menurut Sayyid Sabiq, “Haji ialah mengunjungi Mekkah untuk
mengerjakan ibadah thawaf, sa’i, wuquf di Arafah dan ibadah-ibadah lain
demi memenuhi titah Allah dan mengharap keridhaan-Nya.”3
2
Achmad Sya’bi, Kamus An-Nur Bahasa Arab-Indonesia-Arab,
Surabaya: Halim Jaya, h. 38. 4Said Agil, Fikih Haji, h. 1. 5Ibid.
3
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 5, terj. Mahyuddin Syaf, Bandung: Alma’arif, cet.
XIV, 1978, h. 31. 7Alquran Digital.
4
Dalam hadis Nabi Saw juga dapat kita jumpai mengenai kewajiban
haji, yang artinya yaitu:
Artinya: “Islam itu didirikan atas lima perkara: Bersaksi bahwa tidak ada
Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan
shalat, mengeluarkan zakat, melaksanakan ibadah haji, dan berpuasa dalam
bulan Ramadhan.” (H.R. Mutafaq alaih)
4
Prof. Dr. Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqih, Jakarta: Prenada Media,
2003, h. 60. 9Alquran Digital.
5
D. Syarat-Syarat Wajib Haji
Syarat wajib haji adalah ketentuan-ketentuan atau syarat-syarat
apabila ada pada seseorang, maka wajib haji berlaku bagi dirinya. 5
Maksudnya, apabila seseorang telah memenuhi syarat yang telah ditentukan
ini, maka wajib baginya untuk melaksanakan haji.
Syarat wajib haji juga ada yang bersifat umum (pria dan wanita), dan
ada juga yang bersifat khusus (wanita). Syarat wajib haji yang bersifat umum
yaitu:
1. Muslim
2. Mukallaf
Mukallaf ialah orang yang telah di anggap cakap bertindak hukum.
Seseorang yang belum dikenakan taklif hukum maka ia juga belum cakap
bertindak hukum. Dasar pembebenan ini ialah baligh, berakal, dan punya
pemahaman. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Saw, sebagai berikut:
Artinya: “Diangkat pembebanan hukum dari tiga (jenis orang), yaitu
orang yang tidur sampai dia bangun, anak kecil sampaiu ia baligh, dan
orang gila sampai dia sembuh.” (H.R. Bukhari)6
3. Merdeka
Seorang budak tidak dikenakan wajib haji. Karena haji merupakan
ibadah yang menghendaki waktu dan kesempatan, sedang seorang hamba
sahaya (budak) sibuk dengan urusan majikannya dan tidak mempunyai
kesempatan.7
4. Memiliki kemampuan
Seseorang yang tidak memiliki kemampuan tidak dikenakan wajib
haji. Hal ini berdasarkan firman Allah dalam Q.S. Ali Imran : 97.
5
Said Agil, Fikih Haji, h. 21.
6
Ibid., h. 22.
7
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, h. 43.
8
Alquran Digital.
6
komponen, yaitu kekuatan badan atau fisik, kemampuan harta dan
keamanan dalam perjalanan sampai ke tanah suci.9
Selain itu madzhab Syafi’i menentukan kriteria kemampuan yang
meliputi tujuh komponen, yaitu kekuatan fisik, kemampuan harta,
tersedianya alat transportasi, tersedianya kebutuhan pokok yang akan
dikonsumsi selama di tanah suci, perjalanan dan di tanah suci aman, jika ia
seorang wanita maka ia harus ada mahramnya.15
Sedangkan madzhab Hambali hanya menyatakan dua kriteria, yaitu
kemampuan harta dan aman dalam perjalanannya. Madzhab Hambali ini
merujuk pada hadis Nabi Saw, berikut:
Artinya:” Dari Jabir, bahwa Abdullah berkata: Nabi Saw. Pernah ditanya
orang tentang apakah yang dimaksud dengan sabil itu? Nabi menjawab
bekal dan kendaraan. (HR Daruquthni)10
Kemudian syarat wajib haji bagi wanita. Sebenarnya antara pria
dan wanita jika telah memenuhi syarat-syarat di atas sudah ada kewajiban
haji baginya. Hanya saja bagi wanita ada tambahannya, yaitu sebagai
berikut:
1. Harus didampingi suaminya atau mahramnya Hal ini berdasar hadis
Nabi Saw:
Artinya:” dari Abbas r.a. berkata: Saya mendengar Rasulullah Saw.
Bersabda: dan seorang wanita tidak boleh melakukan perjalanan
kecuali disertai mahramnya. (HR Bukhari dan Muslim)11
9
Said Agil, Fikih
Haji, h. 24. 15Ibid.
10
Ibid.
11
Ibid., h. 25.
12
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, h. 52.
7
ۖ وا هَّللا َ َربَّ ُك ْمLLُ َّدةَ ۖ َواتَّقL ْال ِعLيَا َأيُّهَا النَّبِ ُّي ِإ َذا طَلَّ ْقتُ ُم النِّ َسا َء فَطَلِّقُوه َُّن لِ ِع َّدتِ ِه َّن َوَأحْ صُوا
ِ اَل تُ ْخ ِرجُوه َُّن ِم ْن بُيُوتِ ِه َّن َواَل يَ ْخرُجْ نَ ِإاَّل َأ ْن يَْأتِينَ بِفَا ِح َش ٍة ُمبَيِّنَ ٍة ۚ َوتِ ْلكَ ُحدُو ُد هَّللا
ث بَ ْع َد ٰ َذلِكَ َأ ْمرًا ُ ۚ َو َم ْن يَتَ َع َّد ُحدُو َد هَّللا ِ فَقَ ْد ظَلَ َم نَ ْف َسهُ ۚ اَل تَ ْد ِري لَ َع َّل هَّللا َ يُحْ ِد
Artinya: “Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu Maka
hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat
(menghadapi) iddahnya (yang wajar) dan hitunglah waktu iddah itu
serta bertakwalah kepada Allah Tuhanmu.janganlah kamu keluarkan
mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) ke luar
kecuali mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang. Itulah
hukum-hukum Allah, Maka Sesungguhnya Dia telah berbuat zalim
terhadap dirinya sendiri.kamu tidak mengetahui barangkali Allah
Mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang baru. (Q.S. Ath-Thalaq :
1)13
E. Rukun Haji
Rukun haji adalah amalan-amalan yang wajib dikerjakan selama
melaksanakan ibadah haji. Dan apabila salah satu ada yang ditinggalkan maka
hajinya batal dan wajib mengulang pada kesempatan lain. 15 Secara umum
rukun haji ada empat, yaitu Ihram, Thawaf, Sa’i dan wuquf di Arafah.16
1. Ihram
Ihram adalah niat seseorang muslim untuk mengerjakan ibadah haji atau
umrah ke tanah suci Mekkah. Dimana apabila seseorang telah ihram
maka perbuatan yang tadinya dibolehkan menjadi diharamkan. Dan ia
Alquran Digital.
13
15
Ibid., h. 30.
16
Abdullah bin Muhammad bin Ahmad Ath-Thayyar, Fikih Ibadah Fatwa
Ibadah Fadhilatus Syaikh Muhammad Bin Salih Al-Utsmani, terj. Taufik Aulia
Rahman, Surakarta: Media Zikir, 2010, h.467. 23Said Agil, Fikih Haji, h. 61. 24Ibid.
8
telah berada di anak tangga pertama mendapatkan kedudukan sebagai
tamu Allah.23
2. Thawaf
3. Sa’i
Sa’i adalah berlarilari kecil dari bukit Shafa ke bukit Marwah dan
sebaliknya sebanyak tujuh kali. Hal ini berdasar Hadis Nabi Saw berikut:
17
Alquran Digital.
18
Said Agil, Fikih Haji, h. 109.
19
Ibid., h. 119.
9
F. Wajib Haji
Disamping rukun haji, ada juga serangkaian ibadah yang wajib
dilaksanaka, yaitu wajib haji yang apabila salah satu ditinggalkan maka ia
wajib membayar dam (denda).20
Secara umum rukun haji, di antaranya ihram dari miqat, wuquf di
arafah sampai terbenam matahari, mermalam (mabit) di Mudzalifah, mabit di
mina dua malam setelah hari idul adha, melempar jumrah, dan thawaf
wada’.29
Sementara 21itu empat madzhab berbeda pendapat mengenai hal ini.
Ulama madzhab Hanafi ada enam amalan wajib haji, yaitu:
1. Sa’i antara bukit Shafa dan Marwah.
2. Mabit di Mudzalifah sekalipun sejenak sebelum terbit fajar.
3. Melontar seluruh jumrah(jumrah aqabah setelah salat subuh pada 10
zulhijjah, jumrah ula, wustha, aqabah pada setiap hari tanggal 11, 12, 13
zulhijjah)
4. Mencukur atau memotong beberapa helai rambut.
5. Menyembelih hewan setelah bercukur dan thawaf ifadah.
6. Thawaf wada”.22
Kemudian madzhab Maliki menetepakan sebagai berikut:
1. Singgah di mudzalifah dalam perjalanan ke mina.
2. Melontar jumrah aqabah pada 10 zulhijjah sebelum mencukur rambut
dan thawaf ifadah.
3. Mabit di mina setelah thawaf ifadah (11, 12, 13 zulhijjah).
4. Melontar jumrah pada hari-hari tasyri’ (11, 12, 13 zulhijjah). Setiap
jumrah ialah tujuh kerikil.
5. Mencukur atau menggunting rambut. Bagi wanita cukup dipotong
sepanjang satu ujung jari.
6. Membayar fidyah, menyerahkan hewan kurban untuk mengganti sesuatu
yang batal, dan seeokor kurban untuk haji qiran dan haji tamattu’.23
20
Said Agil, Fikih Haji, h. 32.
21
Adbullah, Fikih Ibadah, h. 469.
22
Said Agil,Fikih Haji,h. 32.
23
Said Agil,Fikih Haji,h. 33-34.
10
Selain itu, wajib haji menurut madzhab Syafi’i yaitu:
1. Ihram dari miqat zamani24 dan miqat makani25.
2. Melontar jumrah aqabah pada 10 zulhijjah, dan melontar ketiga jumrah
pada hari-hari tasyri’ sejalan dengan pendapat hanbali.
3. Mabit di mudzalifah sekalipun sejenak dengan syarat hal itu dilakukan
setelah pertengahan malam setelah wuquf arafah. Tidak disyaratkan
berhenti (diam), melainkan cukup sekedar lewat.
4. Mabit di mina sampai tergelincir matahari pada 12 zulhijjah.
5. Thawaf wada’, jika akan meninggalkan kota mekkah.
6. Menjauhi segala yang diharamkan ketika ihram.26
11
Saw memerintahkan kami melempar jumrah dengan batubaut kecil pada haji
wada’.(HR. Al-Thabrani)29
ت ۚ فَ َم ْن تَ َعج ََّل فِي يَوْ َم ْي ِن فَاَل ِإ ْث َم َعلَ ْي ِه َو َم ْن تََأ َّخ َر فَاَل ِإ ْث َم َعلَ ْي ِه ٍ َو ْاذ ُكرُوا هَّللا َ فِي َأي ٍَّام َم ْعدُودَا
َۚ لِ َم ِن اتَّقَ ٰى ۗ َواتَّقُوا هَّللا َ َوا ْعلَ ُموا َأنَّ ُك ْم ِإلَ ْي ِه تُحْ َشرُون
َق ۖ لَتَ ْد ُخلُ َّن ْال َم ْس ِج َد ْال َح َرا َم ِإ ْن َشا َء هَّللا ُ آ ِمنِينَ ُم َحلِّقِين
ِّ ق هَّللا ُ َرسُولَهُ الرُّ ْؤ يَا بِ ْال َح َ لَقَ ْد
َ ص َد
ُون ٰ َذلِكَ فَ ْتحًا قَ ِريبًا
ِ ِّرينَ اَل تَخَافُونَ ۖ فَ َعلِ َم َما لَ ْم تَ ْعلَ ُموا فَ َج َع َل ِم ْن د ِ ُر ُءو َس ُك ْم َو ُمقَص
Artinya: “Sesungguhnya Allah akan membuktikan kepada Rasul-Nya,
tentang kebenaran mimpinya dengan sebenarnya (yaitu) bahwa
Sesungguhnya kamu pasti akan memasuki Masjidil haram, insya Allah dalam
Keadaan aman, dengan mencukur rambut kepala dan mengguntingnya,
sedang kamu tidak merasa takut. Maka Allah mengetahui apa yang tiada
kamu ketahui dan Dia memberikan sebelum itu kemenangan yang
dekat.”(Q.S. Al-Fath : 27)39
29
Said Agil, Fikih Haji, h. 137.
30
Alquran
digital.
39
Alquran
digital.
12
G. Perbedaan Rukun Haji dan Wajib Haji
Perbedaan ini terletak pada hukum apabila rukun atau wajib haji
ditinggalkan. Yaitu jika rukun haji ditinggalkan salah satunya saja maka
hajinya batal. Sedangkan untuk wajib haji jika ditinggalkan salah satunya saja
maka wajib membayar dam (denda).
H. Macam-Macam Haji
Dari segi pelaksanaa ibadah haji dan umrah, dapat dikelompokkan
dalam tiga macam, yaitu haji ifrad, haji tamattu’, dan haji qiran. Hal ini
seperti dijelaskan dalam hadis Nabi Saw. Di bawah ini:
1. Haji Ifrad
Kata ifrad berarti menyendiri. Pelaksanaan ibadah haji disebut
ifrad, yaitu seseorang bermaksud menyendirikan, baik hajinya ataupun
umrahnya. Artinya tidak sekaligus melaksanakan keduanya.32 Apabila
ingin melaksanakan keduanya, yaitu yang pertama ibadah haji terlebih
dahulu sampai selesai, baru dilanjutkan ibadah umrah, atau umrahnya
dapat dilakukan lain waktu. Dalm cara ini tidak dikenakan dam (denda).33
2. Haji Tamattu’
Kata tamattu’ berarti bersenang-senang atau bersantai-santai.
Dalam cara yang kedua ini, yaitu ihram untuk umrah di bulan-bulan haji.
Setelah umrah selesai baru melaksanakan ibadah haji.43 Artinya datang
31
Said Agil, Fikih Haji, h. 43-44.
32
Ibid., h. 44.
33
Zakiah Darajat, Haji ibadah yang unik, , jakarta: Yayasan Pendidikan Islam
Ruhama, 1992, h. 85. 43Said Agil, Fikih Haji, h. 49. 44Zakiah, Haji, h. 85.
13
lebih awal untuk umrah dan dilanjutkan ibadah haji. Dalam cara ini
dikenakan dam (denda).44 Ini berdasar firman Allah berikut:
Artinya: “Apabila kamu telah (merasa) aman, Maka bagi siapa yang
ingin mengerjakan 'umrah sebelum haji (di dalam bulan haji), (wajiblah
ia menyembelih) korban yang mudah didapat. tetapi jika ia tidak
menemukan (binatang korban atau tidak mampu), Maka wajib berpuasa
tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah
pulang kembali. Itulah sepuluh (hari) yang sempurna.”(Q.S. Al-
Baqarah : 196)34
3. Haji Qiran
Kata qiran berarti menggabungkan. Cara disini yaitu
melaksanakan ibadah haji dan umrah sekaligus dalam satu niat. 35 Karena
itu cara ini juga dikenakan dam (denda). 47 Dalilnya seperti pada haji
Tamattu’ di atas.
14
Artinya:“Bahwa sesungguhnya seorang laki-laki bertanya kepada Nabi
s.a.w.: Pakaian apa yang halal dipakai oleh orang yang sedang
berihram? Rasulullah s.a.w. menjawab: Kamu jangan memakai pakaian
yang berupa gamis, sorban, celana, atau kopiah panjang atau memakai
sepasang muzah, kecuali jika kamu tidak menemukan sepasang
terompah. Jika demikian kamu boleh memakai muzah, dan muzah itu
hendaknya kamu potong bagian bawah mata kaki. Dan janganlah kamu
pakai pakaian yang terkena minyak Waras atau Za’faran”.
Tidak ada perbedaan, apakah pakaian itu terbuat dari kapas, linen
atau dari kulit atau bulu. Yang jadi patokan: Orang wajib membayar
fidyah (tebusan) apabila ia menutupi dengan sesuatu yang dianggap
menutupi, sehingga andai kata orang itu melabur (melumuri) kepalanya
dengan tanah liat sampai menebal, wajib membayar fidyah. Tidak
dianggap menutupi, meletakkan tangan di kepala, atau menyunggi
(menjunjung) bakul dan sebagainya di atas kepala.36
Jadi patokannya: Seseorang itu wajib membayar fidyah karena
sesuatu yang boleh disebut menutupi kepala. Menutupi kepala seluruhnya
maupun hanya sebagian. Tidak wajib membayar fidyah karena menutupi
kepalanya dengan tangan orang lain menurut mazhab yang kuat.49
3. Menyisir rambut
Menyisir rambut hukumnya makruh dalam ihram, demikian pula
mengaru-garu rambut dengan kuku. Demikian dikatakan oleh Nawawi di
Akhyar (kelengkapan Orang Saleh), Surabaya: CV Bina Iman, cet. II, 1995, h. 510.
49
Ibid.
15
dalam Syarah Al-Muhadzab. Jadi andai kata orang itu menyisir
rambutnya lalu ada rambut yang rontok, wajib membayar fidyah.
Kemudian apabila ia raguragu, apakah rontoknya karena sisiran atau
rontok dengan sendirinya, menurut qaul yang rajih tidak wajib
membayar fidyah, karena menurut asal, orang itu bebas dari
tanggungan.37
4. Mencukur rambut
Adapun menghilangkan rambut dengan jalan mencukur, maka
hukumnya haram, karena firman Allah s.w.t.:
5. Memotong kuku
Menghilangkan kuku sama dengan menghilangkan rambut. Tidak
ada perbedaan antara menggunting, menggigit dengan gigi, memecah
kuku dan lain sebagainya. Demikian pula tidak ada perbedaan antara
sekerat kuku ataupun banyak, seperti halnya rambut.40
6. Menggunakan wangi-wangian
Diantara perkara-perkara yang diharamkan sebab ihram ialah
menggunakan wangi-wangian pada pakaian dan badan, karena
menggunakan wangi-wangian itu menunjukkan bersenang-senang.
Sedangkan orang yang haji mesinya harus kusut rambutnya dan
37
Ibid., h. 512.
38
Alquran digital.
39
Ibid.
40
Ibid.,
h. 513.
54
Ibid.
16
badannnya harus penuh debu. Tidak ada perbedaan antara memakai
wewangian di bagian luar badan atau di bagian dalam, seperti menghirup
minyak wangi atau memasukkan minyak wangi ke lubang hidung.54
َص ْي ُد ْالبَ ِّر َما ُد ْمتُ ْم ُح ُر ًما ۗ َواتَّقُوا هَّللا َ الَّ ِذي ِإلَ ْي ِه تُحْ َشرُون
َ م َعلَ ْي ُك ْمLَ َو ُح ِّر
Artinya:“Dan diharamkan atasmu berburu binatang darat, selama kamu
dalam ihram”.(Q.S. Al-Maidah: 96)43
8. Berakad nikah
41
Ibid., h. 514.
42
Ibid.
43
Alquran
digital.
58
Ibid.,
516.
17
Orang yang berihram haram melakukan akad nikah, atau
menikahkan orang lain, sebagai wakil atau sebagai wali, wali khusus
maupun wali umum. Andai kata orang yang berihram melakukan akad
nikah atau menikahkan orang lain, batal akad nikahnya, karena larangan
ini boleh berarti haram dan rusak apa yang dilakukan. Batalnya nikah
tersebut sudah menjadi ijmak Ulama.58
9. Jimak
Sebagaimana haramnya melakukan akad nikah, juga haram
menjimak. Yakni memasukkan ujung (hasyafah) kemaluan (laki-laki) ke
dalam farji (wanita). Baik farji muka maupun farji belakang (dubur), baik
yang dimasuki itu orang laki-laki maupun wanita, anak Adam maupun
binatang Karena firman Allah s.w.t.:44
ِّق َواَل ِجدَا َل فِي ْال َحج َ َفِي ِه َّن ْال َح َّج فَاَل َرف
َ ث َواَل فُسُو
Artinyua:“Maka tidak boleh menjimak, tidak boleh berbuat fasiq
(maksiat) dan tidak boleh berbantah-bantahan”. (Q.S. Al-Baqarah:
197)45
44
Ibid.
45
Alquran
digital.
61
Ibid.
18
J. Perbedaan Haji dengan Umrah
Haji dan umrah adalah ibadah yang menurut kaca mata orang awam
Indonesia sama “pergi ke Mekkah”. Namun, sejatinya memiliki perbedaan
yang sangat penting. Ibadah haji yang sering disebut dengan haji besar, hanya
sah bila dilaksanakan pada musim haji yaitu bulan haji. Sedangkan umrah,
kapanpun seseorang ingin pergi beribadah umrah maka itu bisa dan sah
dilaksanakan. Artinya, ibadah umrah dapat ditunaikan setiap waktu.
Dalam prakteknya juga terdapat perbedaan, orang yang menjalankan
ururtanurutan ibadah haji berarti ia sudah melakukan praktek umrah. Karena
umrah hanya terdiri dari niat, thawaf dan sa’i, serta tahallul. Sedangkan haji,
meliputi semua tata cara umrah ditambah dengan wukuf di ‘Arafah,
bermalam di Muzdalifah dan di Mina, serta melempar jumrah.
19
Para pengikut mazhab Syafi’I dan Hanbali berpandangan bahwa
‘umrah hukumnya fardhu ain (wajib bagi setiap individu) yang mampu,
sebagaimana halnya ibadah haji. Kedua ibadah ini, sama-sama diperintahkan
Allah untuk dikerjakan dan disempurnakan sebagaimana yang ditegaskan
dalam firman-Nya:
ِ ْال َح َّج َو ْال ُع ْم َرةَ هَّلِلLَوَأتِ ُّموا
Artinya:“Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah”. (Q.S.
Al-Baqarah: 196)64
Kewajiban umrah ini dipertegas lagi dalam hadis Nabi s.a.w yang
artinya: “Dari Aisyah berkata: Wahai Rasulullah adakah kewajiban berjihad
bagi kaum wanita? Rasulullah menjawab: Ya, bagi mereka ada kewajiban
berjihad tanpa pertempuran, yaitu haji dan umrah”. (H.R. Ahmad dan Ibn
Majah)
L. Rukun Umrah
Rukun umroh adalah sebagai berikut.
1. Miqat
2. Thawaf
3. Sa’i
4. Tahallul
5. Tertib
M. Wajib Umrah
Untuk wajib umroh adalah sebagai berikut
1. Ihram dari miqat
2. Mencukur atau memendekkan rambut.65
20
21
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Haji adalah perjalanan mengunjungi baitullah untuk melaksanakan
serangkaian ibadah pada waktu dan tempat yang telah ditentukan. Hukum
ibadah haji ialah wajib bagi yang mampu.
Tujuan diwajibkannya haji adalah memenuhi panggilan Allah untuk
memperingati serangkaian kegiatan yang pernah dilakukan oleh Nabi Ibrahim
sebagai penggagas syari’at Islam.
Syarat wajib haji adalah muslim, mukallaf, merdeka, dan mempunyai
kemampuan. Rukun haji adalah ihram, thawaf, sa’i, dan wuquf di Arafah.
Wajib haji adalah ihram dari miqat, wuquf di arafah sampai terbenam
matahari, mermalam (mabit) di Mudzalifah, mabit di mina dua malam setelah
hari idul adha, melempar jumrah, dan thawaf wada’.
Perbedaan rukun haji dan wajib haji terletak pada hukumnya apabila
melanggarnya atau tidak dilaksanakan salah satu dari rukun atau wajib haji.
Jika salah satu rukun haji tidak dilaksanakan maka hajinya batal, tetapi jika
itu yang salah satunya tidak lakukan maka hajinya tidak batal tetapi wajib
membayar dam (denda).
Macam-macam haji ada tiga, yaitu haji ifrad, haji tamattu’, dan haji
qiran.
Hal-hal yang terlarang dalam ihram ada sepuluh, yaitu Memakai
pakaian berjahit, Menutup kepala bagi laki-laki dan menutup muka bagi
perempuan, Menyisir rambut, Mencukur rambut, Memotong kuku,
Menggunakan wangi-wangian, Membunuh hewan buruan, Berakad nikah,
Jimak, dan Bersentuhan dengan wanita dengan syahwat.
Perbedaan umrah dengan haji di antaranya pada waktu
pelaksanaannya. Ibadah haji harus dilaksanakan pada bulan haji, sedangkan
umrah bisa dilaksanakan kapan saja.
Perbedaan lain juga pada pelaksanaannya, jika umrah terdiri dari ihram,
thawaf dan sa’i, serta tahallul. Sedangkan haji, meliputi semua tata cara umrah
21
ditambah dengan wukuf di ‘Arafah, bermalam di Muzdalifah dan di Mina,
serta melempar jumrah. Hukumnya wajib bagi yang mampu.
Rukun umrah di antaranya Miqat, Thawaf, Sa’i, Tahallul, dan Tertib.
Sedangkan Wajib Umrah ada dua Ihram dari miqat dan mencukur atau
memendekkan rambut.
B. Saran
Dalam makalah yang jauh dari sempurna ini, tentunya terdapat banyak
kesalahankesalahan. Terutama mengenai pendapat-pendapat penulis pribadi.
Karenanya, penulis membuka pintu kritik dan saran yang luas, untuk
menjadikan makalah ini lebih baik lagi.
22
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah bin Muhammad bin Ahmad Ath-Thayyar, Fikih Ibadah Fatwa Ibadah
Fadhilatus Syaikh Muhammad Bin Salih Al-Utsmani, terj. Taufik
Aulia Rahman, Surakarta: Media Zikir, 2010.
Abu Bakar bin Muhammad al-Husni, Imam Taqiyuddin, Kifayatul Akhyar
(kelengkapan Orang Saleh), Surabaya: CV Bina Iman, cet. II, 1995.
Agil Husain Al Munawar, H. Said, H. Abdul Halim, Fikih Haji, Penuntunan
Jama’ah Haji Mencapai Haji Mabrur, Jakarta Selatan: Ciputau Press,
2003.
Alquran Digital.
Darajat, Zakiah, Haji ibadah yang unik, , jakarta: Yayasan Pendidikan Islam
Ruhama, 1992.
Sabiq, Sayyid, Fikih Sunnah 5, terj. Mahyuddin Syaf, Bandung: Alma’arif, cet.
XIV, 1978.
Syarifuddin, Prof. Dr. Amir, Garis-Garis Besar Fiqih, Jakarta: Prenada Media,
2003.
Sya’bi, Achmad, Kamus An-Nur Bahasa Arab-Indonesia-Arab, Surabaya: Halim
Jaya.
23