Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH AGAMA

“HAJI, WAKAF, DAN ZAKAT“

OLEH :
1. AGESTU HIKMAH PUTRA
2. HANIYATUL HIFZA
3. HANIFA SAKDIAH
4. NURFAUZA
5. ZAHARA ZONARDI SINAGA

KELAS : X MIPA 3

GURU PEMBIMBING : WILDA KHAIRATI S.Pd

SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 1 PANGKALAN


KECAMATAN PANGKALAN KOTO BARU
KABUPATEN LIMA PULUH KOTA
TP. 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
memberikan kenikmatan kepada penulis khususnya umumnya untuk kita semua,
karena berkat hidayah dan inayah-Nya penulis bisa menyelesaikan makalah ini,
shalawat beserta salam marilah kita curahkan kepada junjungan kita yakni nabi
Muhammad SAW.
Penulis ucapkan terima kasih kepada guru yang telah membimbing penulis di
dalam penyusunan makalah ini, namun penulis menyadari bahwa makalah ini jauh
dari sempurna, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun penulis harapkan
demi perbaikan dan kebaikan.
Semoga makalah ini menjadi khazanah keilmuan khususnya bagi penulis
umumnya bagi kita semua juga menjadi asbab hidayah ke seluruh alam dan semoga
kita senantiasa diberikan keistiqamahan di dalam beribadah dan diberikan hidayah
supaya kita bisa melaksanakan ibadah haji/umrah, zakat dan wakaf. Amin

Pangkalan, Maret 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................
DAFTAR ISI.............................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
........................................................................................................................
B. Rumusan Masalah
........................................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN
A. Haji
........................................................................................................................
B. Umrah
........................................................................................................................
C. Zakat
........................................................................................................................
D. Wakaf
........................................................................................................................

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan
........................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Agama Islam bertugas mendidik dhahir manusia, mensucikan jiwa
manusia, dan membebaskan diri manusia dari hawa nafsu. Dengan ibadah
yang tulus ikhlas dan aqidah yang murni sesuai kehendak Allah, insya Allah
kita akan menjadi orang yang beruntung.Ibadah dalam agama Islam banyak
macamnya. Haji adalah salah satunya, yang merupakan rukun iman yang
kelima. Ibadah haji adalah ibadah yang baik karena tidak hanya menahan
hawa nafsu dan menggunakan tenaga dalam mengerjakannya, namun juga
semangat dan harta.
Dalam mengerjakan haji, kita menempuh jarak yang demikian jauh
untuk mencapai Baitullah, dengan segala kesukaran dan kesulitan dalam
perjalanan, berpisah dengan sanak keluarga dengan satu tujuan untuk
mencapai kepuasan batin dan kenikmatan rohani.
Untuk memperdalam pengetahuan kita, penulis mencoba memberi
penjelasan secara singkat mengenai pengertisn haji dan umrah, tujuan yang
ingin kita capai dalam haji dan umrah, dasar hukum perintah haji dan umrah,
syarat, rukun dan wajib haji dan umrah serta hal-hal yang dapat membatalkan
haji dan umrah.
Zakat adalah salah satu rukun Islam yang merupakan kewajiban
agama yang dibebankan atas harta kekayaan seseorang menurut aturan
agama. Zakat bukanlah pajak yang merupakan sumber pendapatan utama
negara dan maka dari itu keduanya harus dibedakan. Perkataan zakat disebut
sebanyak 82 kali dalam al-Qur’an. Ini menunjukan pentingnya lembaga zakat
itu. Lembaga zakat sangat penting dalam menyusun kehidupan yang humanis
dan harmonis.
Seiring dengan perkembangan zaman, hal-hal yang berkaitan dengan
zakat pun ikut mengalami perkembangan, dari instrumennya, muzakki dan
mustahiqnya pun mengalami transformasi yang membutuhkan pembahasan
lebih detail. Karena apa yang telah dirumuskan oleh ulama terdahulu dirasa
sudah tidak sesuia dengan perkembangan zaman yang ada.
B. Rumusan masalah
1. Apa definisi tentang haji?
2. Apa Hukum Ibadah Haji
3. Apa Dalil / Perintah Tentang Ibadah Haji
4. Apa Syarat, Rukun, Wajib dan Sunat Haji
5. Bagaimana Cara Pelaksanaan Haji
6. Apa Hikmah Melaksanakan Haji
7. Apa Pengertian Umrah
8. Bagaimana Perjalanan haji dan umrah di Indonesia
9. Bagaimana Cara Mendaftarkan Haji dan Umrah
10. Apa defini Zakat?
11. Hukum Mengeluarkan Zakat?
12. Syarat, Rukun Dan Hikmah Zakat?
13. Zakat terbagi atas dua jenis yakni ?
14. Apa definisi wakaf ?
15. Dasar Hukum Wakaf
16. Perkembangan Pengelolaan Hata Wakaf di Beberapa Negara Muslim
17. Rukun dan Syarat
18. Harta Benda Wakaf dan Pemanfaatannya.
19. Prinsip-prinsip Pengelolaan Wakaf
BAB II
PEMBAHASAN

A. Haji
1. Pengertian
Kata Haji berasal dari bahasa arab dan mempunyai arti secara
bahasa dan istilah. Dari segi bahasa haji berarti menyengaja, dari segi
syar’i haji berarti menyengaja mengunjungi Ka’bah untuk mengerjakan
ibadah yang meliputi thawaf, sa’i, wuquf dan ibadah-ibadah lainnya
untuk memenuhi perintah Allah SWT dan mengharap keridlaan-Nya
dalam masa yang tertentu.

2. Hukum Ibadah Haji


Mengenai hukum Hukum Ibadah Haji asal hukumnya adalah wajib
‘ain bagi yang mampu. Melaksanakan haji wajib, yaitu karena memenuhi
rukun Islam dan apabila kita “nazar” yaitu seorang yang bernazar untuk
haji, maka wajib melaksanakannya, kemudian untuk haji sunat, yaitu
dikerjakan pada kesempatan selanjutnya, setelah pernah menunaikan haji
wajib.
Haji merupakan rukun Islam yang ke lima, diwajibkan kepada
setiap muslim yang mampu untuk mengerjakan. jumhur Ulama sepakat
bahwa mula-mulanya disyari’atkan ibadah haji tersebut pada tahun ke
enam Hijrah, tetapi ada juga yang mengatakan tahun ke sembilan hijrah.

3. Dalil / Perintah Tentang Ibadah Haji


1. Al-Qur’an
Allah SWT berfirman di dalam Al-Qur’an1 Surat Ali Imran ayat
97, yaitu : 1

Ahmad Fakhruddin dkk, 2003, Al-Quran dan Terjemahannya


Artinya : “Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya)
maqam Ibrahim[215]; barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi
amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap
Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke
Baitullah[216]. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka
sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta
alam”. (QS. Ali Imran : 97).
2. Hadits
Nabi bersabda di dalam haditsnya yang diriwayatkan oleh imam
Ahmad yang artinya sebagai berikut :
“Dari ibnu Abbas, telah berkata Nabi SAW : Hendaklah kamu bersegera
mengerjakan haji, maka sesungguhnya seseorang tidak tidak akan
menyadari, sesuatu halangan yang akan merintanginya”. (H.R. Ahmad)
Setiap orang hanya diwajibkan mengerjakan ibadah haji satu kali saja
dalam seumur hidupnya, tetapi tidak ada larangan untuk mengerjakan
lebih dari satu kali.

4. Syarat, Rukun, Wajib dan Sunat Haji


1. Syarat-syarat diwajibkannya Haji
 Islam
 Baligh
 Berakal
 Merdeka
 Kuasa (mampu}
2. Rukun Haji
 Ihram yaitu berpakaian ihram, dan niyat ihram dan haji
o Wukuf di arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah; yaknihadirnya
seseorangyang berihram untuk haji, sesudahtergelincirnya
mataahari yaitu pada hari ke-9 Dzulhijjah.
o Thawaf yaitu tawaf untuk haji (tawaf ifadhah)
o Sa’i yaitu lari-lari kecil antara shafa dan marwah 7 (tujuh) kali
 Tahallul; artinya mencukur atau menggunting
rambut sedikitnya 3 helai untuk kepentingan ihram
 Tertib yaitu berurutan

3. Wajib Haji
Yaitu sesuatu yang perlu dikerjakan, tapi sahnya haji tidak tergantung
atasnya, karena boleh diganti dengan dam (denda) yaitu menyembelih
binatang. berikut kewajiban haji yang mesti dikerjakan :
 Ihram dari Miqat, yaitu memakai pakaian Ihram (tidak berjahit),
dimulai dari tempat-tempat yang sudah ditentukan, terus menerus
sampai selesainya ibadah haji.
 Bermalam di Muzdalifah sesudah wukuf, pada malam tanggal 10
Dzulhijjah.
 Bermalam di Mina selama2 atau 3 malam pada hari tasyriq
(tanggal 11, 12 dan 13 Dzulhijjah).
 Melempar jumrah ‘aqabah tujuh kali dengan batu pada tanggal 10
Dzulhijjah dilakukan setelah lewat tengah malam 9 Dzulhijjah dan
setelah wukuf.
 Melempar jumrah ketiga-tiganya, yaitu jumrah Ula, Wustha dan
‘Aqabah pada tanggal 11, 12 dan 13 Dzulhijjah dan
melemparkannya tujuh kali tiap-tiap jumrah.
 Meninggalkan segala sesuatu yang diharamkan karena ihram.
4. Sunat Haji
 Ifrad, yaitu mendahulukan urusan haji terlebih dahulu baru
mengerjakan atas ‘umrah.
 Membaca Talbiyah yaitu :“Labbaika Allahumma Labbaik Laa
Syarikalaka Labbaika Innalhamda Wanni’mata Laka Walmulka
Laa Syarika Laka”.
 Tawaf Qudum, yatiu tawaaf yuang dilakukan ketika permulaan
datang di tanah ihram, dikerjakan sebelum wukuf di ‘Arafah.
 Shalat sunat ihram 2 raka’at sesudah selesai wukuf, utamanya
dikerjakan dibelakang makam nabi Ibrahim.
 bermalam di Mina pada tanggal 10 Dzulhijjah
o thawaf wada’, yakni tawaf yang dikerjakan setelah selesai
ibadah haji untuk memberi selamat tinggal bagi mereka yang
keluar Mekkah.
o berpakaian ihram dan serba putih.
o berhenti di Mesjid Haram pada tanggal 10 Dzulhijjah.

5. Cara Pelaksanaan Haji


1. Di Mekkah (pada tanggal 8 Djulhijjah)
1. Mandi dan berwudlu
2. Memakai kain ihram kembali
3. Shalat sunat ihram dua raka’at
4. Niyat haji :
“Labbaika Allahumma Bihajjatin”
e. Berangkat menuju ‘Arafah
membaca talbiyah, shalawat dan do’a :
Talbiyah : “Labbaika Allahumma Labbaik Laa Syarikalaka Labbaika
Innalhamda Wanni’mata Laka Walmulka Laa Syarika Laka”.

2. Di Arafah
1. waktu masuk Arafah hendaklah berdo’a
2. menunggu waktu wukuf
3. wukuf (pada tanggal 9 Djulhijjah)
 Sebagai pelaksanaan rukun haji seorang jamaah harus berada di
Arafah pada tanggal 9 Djulhijjah meskipun hanya sejenak
 waktu wukuf dimulai dari waktu Dzuhur tanggal 9 Djulhijjah
sampai terbit fajar tanggal 10 Djulhijjah
 Doa wukuf
d. Berangkat menuju muzdalifah sehabis Maghrib
 Agar tidak terlalu lama menunggu waktu sampai lewat tengah
malam (mabit) di Muzdalifah hendaknya jemaah meninggalkan
Arafah sesudah Maghrib (Maghrib-isya di jama takdim)
 Waktu berangkat dari Arafah hendaknya berdo’a
3. Di Muzdalifah (pada malam tanggal 10 Djulhijjah)
1. Waktu sampai di Muzdalifah berdo’a
2. Mabit, yaitu berhenti di Muzdalifah untuk menunggu waktu lewat
tengah malam sambil mencari batu krikil sebanyak 49 atau 70 butir
untuk melempar jumrah
3. Menuju Mina
4. Di Mina
1. Sampai di Mina hendaklah berdo’a .
2. Selama di Mina kewajiban jama’ah adalah melontar jumroh dan
bermalam (mabit)
3. Waktu melempar jumroh
 melontar jumroh aqobah waktunya setelah tengah malam , pagi dan
sore. Tetapi diutamakan sesudah terbit matahari tanggal 10
Djulhijjah
 melontar jumroh ketiga-tiganya pada tanggal 11,12,13 Dzulhijjah
waktunya pagi, siang, sore dan malam. Tetapi diutamakan sesudah
tergelincir matahari.
o Setiap melontar 1 jumroh 7 kali lontaran masing-masing
dengan 1 krikil
o Pada tanggal 10 Djulhijjah melontar jumroh Aqobah saja
lalu tahallul (awal). Dengan selesainya tahallul awal ini,
maka seluruh larangan ihram telah gugur, kecuali
menggauli isteri. setelah tahallul tanggal 10 Djulhijjah
kalau ada kesempatan hendaklah pergi ke Mekkah untuk
thawaf ifadah dan sa’i tetapi harus kembali pada hari itu
juga dan tiba di mina sebelum matahari terbenam.
o Pada tanggal 11, 12 Djulhijjah melontar jumroh Ula,
Wustha dan Aqobah secara berurutan, kemudian kembali
ke mekkah. itulah yang dinamakan naffar awal.
o Bagi jama’ah haji yang masih berada di Mina pada tanggal
13 Djulhijjah diharuskan melontar ketiga jumroh itu lagi,
lalu kembali ke mekkah. itulah yang dinamakan naffar
tsani.
o Bagi jama’ah haji yang blm membayar dam hendaklah
menunaikannya disini dan bagi yang mampu, hendaklah
memotong hewan kurban.
o Beberapa permasalahan di Mina yang perlu diketahui
jama’ah adalah sebagai berikut :
 Masalah Mabit di Mina
 Masalah melontar jumroh
 melontar malam hari
 melontar dijamakkan
 tertunda melontar jumroh Aqobah
 mewakili melontar jumroh
5. Kembali ke Mekkah
1. Thawaf Ifadah
2. Thawaf Wada
3. Selesai melakukan thawaf wada bagi jama’ah gelombang
pertama, berangkat ke Jeddah untuk kembali ke tanah air.

6. Hikmah Melaksanakan Haji


 Setiap perbuatan dalam ibadah haji sebenarnya mengandung rahasia,
contoh seperti ihrom sebagai upacara pertama maksudnya adalah
bahwa manusia harus melepaskan diri dari hawa nafsu dan hanya
mengahadap diri kepada Allah Yang Maha Agung.
 Memperteguh iman dan takwa kepada allah SWT karena dalam ibadah
tersebut diliputi dengan penuh kekhusyu’an
 Ibadah haji menambahkan jiwa tauhid yang tinggi
 Ibadah haji adalah sebagai tindak lanjut dalam pembentukan sikap
mental dan akhlak yang mulia.
 Ibadah haji adalah merupakan pernyataan umat islam seluruh dunia
menjadi umat yang satu karena mempunyai persamaan atau satu
akidah.
 Ibadah haji merupakan muktamar akbar umat islam sedunia, yang
peserta-pesertanya berdatangan dari seluruh penjuru dunia dan
Ka’bahlah yang menjadi symbol kesatuan dan persatuan.
 Memperkuat fisik dan mental, kerena ibadah haji maupun umrah
merupakan ibadah yang berat memerlukan persiapan fisik yang kuat,
biaya besar dan memerlukan kesabaran serta ketabahan dalam
menghadapi segala godaan dan rintangan.
 Menumbuhkan semangat berkorban, karena ibadah haji maupun
umrah, banyak meminta pengorbanan baik harta, benda, jiwa besar dan
pemurah, tenaga serta waktu untuk melakukannya.
 Dengan melaksanakan ibadah haji bisa dimanfaatkan untuk membina
persatuan dan kesatuan umat Islam sedunia.

B. Umrah
1. Pengertian Umrah
Umrah, artinya mengunjungi Ka”bah atau meramaikan Masjidil
Haram. Karena ibadah itu di lakukannya hamper bersamaan, maka di
sebut juga haji kecil. Seperti haji, umrah hukumnya fardu’ain bagi setiap
muslim, baik laki-laki maupun perempuan apabila telah memenuhi syarat
dan rukunya.
2. Rukun Umrah
a. ihram d. Tahallul
b. Tawaf e. Tertib
c. Sa’i
3. Syarat wajib umrah
a. Ihram dari miqat ( ketentuan tempat dan waktu )
b. Meninggalkan larangan- larangan
perbedaan antara haji dan umrah adalah jika umrah dapat
di kerjakan sepanjang tahun, sedangkan ibadah haji hanya boleh dilakukan
dalam waktu yang telah di tentukan, yaitu mulai tanggal 08 sampai 13
Dzulhjjah.
Jika di perhatikan keterangan di atas, maka ihram ada 2 macam,
yaitu ihram untuk umrah dan haji. Ihram untuk umrah di mulai miqat
kemudian di teruskan dengan tawaf, sa’i, dan tahallul. Sedang ihram untuk
haji dikerjakan ketika berangkat ke padang arafah pada tanggal 8
Djulhijjah.
4. Perjalanan haji dan umrah di Indonesia
Umat islam adalah bagian terbesar bangsa Indonesia. Setiap tahun
ratusan ribu orang melaksanakan ibadah haji ke tanah suci.
Penyelenggaraan dan pengaturan ibadah haji umat islam Indonesia
merupakan tugas pemerintah yang pada dasarnya bertujuan supaya
berjalan lancer, tertib, aman dan sempurna dan ibadahnya.
Keterlibatan pemerintah dalam pemberangkatan perjalanan ibadah
hajiumat islam Indonesia cukup besar, karena urusan haji merupakan
amanat rakyat yang bertuang dalam GHBN yang pada dasrnya berisi
kehendak nasional dalam melanjutkan usaha-usaha peningkatan pelayanan
sesuai dengan kemampuan masyarakat atas dasar itu pemerintah
mengatur mulai dari proses pemberangkatan, dalam perjalanan selama
menunaikan ibadah haji sampai kembali ke tanah air.
5. Cara Mendaftarkan Haji dan Umrah
Pendaftaran haji dan umrah di laksanakan di kantorkoordinator urusan haji
pada tingkat kabupaten atau kota madya di seluruh Indonesia.

C. Zakat
1. Pengertian
Menurut lughat arti zakat adalah tumbuh (al Numuww) seperti
pada zakat Al Zar’u yang artinya bertambaha banyak dan mengandung
berkat seperti pada zaka’ al malu dan suci(thoharoh) seperti pada nafsan
zakiyah dan qad aflaha man zakkaha[1]
Sedangkan menurut Istilah zakat adalah sebagian harta yang telah
diwajibkan oleh Allah swt untuk diberikan kepada orang yang berhak
menerimanya sebagaiman yang telah dinyatakan dalam Al Qur’an atau
juga boleh diartikan dengan kadar tertentu atas harta tertentu yang
diberikan kepada orang-orang tertentu dengan lafadz zakat yang juga
digunakan terhadap bagian tertentu yang dikeluarkan dari orang yang telah
dikenai kewajiban untuk mengeluarkan zakat[2]
Menurut Imam Maliki dalam mendefinisikan zakat bahwa zakat
adalah mengeluarkan sebagian yang khusus dari harta yang khusus pula
yang telah mencapai nishab(batas kuantitas yang mewajibkan zakat)
kepada orang-orang yang berhak menerimanya dengan catatan
kepemilikan itu penuh dan mencapai haul, bukan barang tambang dan
bukan pertanian.
Menurut madzhab Syafii zakat adalah sebuah ungkapan untuk
keluarnya harta atau tubuh sesuai dengan cara khusus, sedangkanmadzhab
Hambali mengatakan Zakat adalah hak yang wajib dikeluarkan dari harta
yang khusus untuk kelompok yang khusus pula.[3]
2. Hukum Mengeluarkan Zakat
Zakat merupakan rukun ketiga dari lima rukun Islam dan zakat
juga termasuk salah satu panji-panji Islam yang penegakkannya tidak
boleh diabaikan oleh siapaun juga. Zakat telah difardzukan diMadinah
pada bulan Syawwal tahun kedua hijrah setelah kepada ummat islam
diwajibkan berpuasa ramadhan. Dasar-dasar atau landasan kewajiban
mengeluarkan zakat disebutkan dalam:
 Al Qur’anS: urat Al Baqarah; 43

“Dan Dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta


orang-orang yang ruku'

a) Surat At Taubah; 103


“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka.
Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka.
dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui”
b) Surat Al An’am; 141
“Dan dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang
tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam
buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak
sama (rasanya). makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila
dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan
disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan”.
c) Surat At Taubah; 5
“Apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu Maka Bunuhlah orang-orang
musyrikin itu dimana saja kamu jumpai mereka, dan tangkaplah mereka.
Kepunglah mereka dan intailah ditempat pengintaian. jika mereka
bertaubat dan mendirikan sholat dan menunaikan zakat, Maka berilah
kebebasan kepada mereka untuk berjalan[. Sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang”[4].
 As Sunnah
a) Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin
Umar Rosulullah bersabda

‫بني الءسل م على خمس شها دةا ان ل اله اال و ان محمدا رسول ا اقا مة الصلةا و ايتاء الز‬
(‫كاةا و حج البيت و صوم رمضان )متفق علبه‬

“Islam itu ditegakkan atas lima pilar: syahadat yang menegaskan bahwa
tiada tuhan selain Allah dan Muhammad utusan Allah, mendirikan sholat,
membayar zakat, menunaikan haji dan berpuasa pada bulan ramadhan”
(HR Bukahari Muslim)[5]

b) Hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Muslim dari Abu Hurairah
-‫ما من صاحب كنز ل يؤ دي ز كا ته ال احمي عليه في نارجهنم فيجعل صفا ئح فتكوى بها جنبا ه و جبهتتته‬
(‫الحد يث )رواه احمد و مسلم‬

“Seseorang yang menyimpan hartanya tidak dikeluarkan zakatnya akan


dibakar dalam neraka jahnnam baginya dibuatkan setrika dari api,
kemudian disetrikakan ke lambung dan dahinya-Al Hadits (HR Ahmad
dan Muslim)[6]
3. Syarat, Rukun Dan Hikmah Zakat
Zakat mempunyai beberapa syarat wajib dan syarat sah. Menurut
jumhur ulama syarat wajib zakat terdiri dari:
1. Islam
2. Merdeka
3. Baligh dan Berakal
4. Harta yang dikeluarkan adalah harta yang wajib dizakati
Harta yang memiliki criteria ini ada lima jenis antara lain:
 Uang, emas, perak baik berbentuk uang logam maupun uang kertas
 Barang tambang dan barang temuan
 Barang dagangan
 Hasil tanaman dan buah-buahan
 Binatang ternak (menurut jumhur ulama yang merumput sendiri
atau menurut Maliki binatang yang diberi makan)
5. Harta yang dizakati telah mencapai nishab atau senilai dengannya
6. Harta yang dizakati adalah milik penuh
7. Kepemilikan harta telah mencapai haul (setahun)
8. Harta tersebut bukan termasuk harta hasil hutang
9. Harta yang akan dizakati melebihi kebutuhan pokok

Dan diantara syarat-syarat sah pelaksanaan zakat terdiri atas:


1. Niat
2. Tamlik (memindahkan kepemilikan kepada penerimanya)

Rukun zakat adalah mengeluarkan sebagian dari nisab(harta) yang dengan


melepaskan kepemilikan terhadapnya, menjadiakannya sebagai milik
orang fakir dan menyerahkannya kepadanya atau harta tersebut diserahkan
kepada wakilnya yakni imam atau orang yang bertugas untuk memungut
zakat.[9]
Diantara hikmah disyariatkannya zakat adalah bahwa pendistribusiannya
mampu memperbaiki kedudukan masyarakat dari sudut moral dan material
dimana ia dapat menyatukan anggota-anggota masyarakatnya menjadi
seolah-olah sebuah tubuh yang satu, selain dari itu zakat juga dapat
membersihkan jiwa anggota masyarakat dari sifat pelit dan bakhil. Zakat
juga merupakan benteng keamanan dalam system ekonomi islam sebagai
jaminan kearah stabilitas dan kesinambungan sejarah social masyarakat.
Diantara hikmah zakat yang lain yang saling menguntungkan baik dari
pihak sang kaya maupun dari pihak si miskin antara lain:
 menolong orang yang lemah dan susah agar dia dapat menunaikan
kewajibannya terhadap Allah dan terhadap makhluk Allah
(masyarakat)
 membersihkan diri dari sifat kikir dan akhlak yang tercela, serta
membayarkan amanat kepada orang yang berhak dan
berkepentingan
 sebagai ucapan syukur dan trimakasi atas nikmat kekayaan yang
diberikan kepadanya
 guna menjaga kejahatan-kejahatan yang akan timbul dari si miskin
dan yang susah
 guna mendekatkan hubungan kasih sayang dan cinta mencintai
antara si miskin dan si kaya[10]
 penyucian dari bagi orang yang berpuasa dari kebatilan dan
kekokohan untuk memberi makan kepada orang miskin serta
sebagai rasa syukur kepada Allah atas selesainya menunaikan
kewajiban puasa[11]

4. Zakat terbagi atas dua jenis yakni


Zakat Fitrah, zakat yang wajib dikeluarkan Muslim menjelang Idul
Fitri pada bulan Ramadhan. Besar Zakat ini setara dengan 2,5
kilogram/3,5 liter makanan pokok yang ada di daerah bersangkutan. Zakat
Maal (Zakat Harta), mencakup hasil perniagaan, pertanian, pertambangan,
hasil laut, hasil ternak, harta temuan, emas dan perak. Masing-masing tipe
memiliki perhitungannya sendiri-sendiri.

5. Zakat Fitrah
Makna zakat fitrah, yaitu zakat yang sebab diwajibkannya adalah
futur (berbuka puasa) pada bulan ramadhan disebut pula dengan sedekah.
Lafadh sedekah menurut syara' dipergunakan untuk zakat yang
diwajibkan, sebagaimana terdapat pada berbagai tempat dalam qur'an dan
sunnah. Dipergunakan pula sedekah itu untuk zakat fitrah, seolah-olah
sedekah dari fitrah atau asal kejadian, sehingga wajibnya zakat fitrah untuk
mensucikan diri dan membersihkan perbuatannya.
Dipergunakan pula untuk yang dikeluarkan disini dengan fitrah,
yaitu bayi yang di lahirkan. Yang menurut bahasa-bukan bahasa arab dan
bukan pula mu'arab (dari bahasa lain yang dianggap bahas arab)-akan
tetapi merupakan istilah para fuqoha'.
Zakat fitrah diwajibkan pada kedua tahun hijrah, yaitu tahun
diwajibkannya puasa bulan ramadhan untuk mensucikan orang yang
berpuasa dari ucapan kotor dan perbuatan yang tidak ada gunanya, untuk
memberi makanan pada orang-orang miskin dan mencukupkan mereka
dari kebutuhan dan meminta-minta pada hari raya.
Zakat ini merupakan pajak yang berbeda dari zakat-zakat lain,
seperti memiliki nisab, dengan syarat-syaratnya yang jelas, pada
tempatnya. Para fuqoha' menyebut zakat ini dengan zakat kepala, atau
zakat perbudakan atau zakat badan. Yang dimaksud dengan badan disini
adalah pribadi, bukan badn yang merupakan dari jiwa dan nyawa.
Adapun dalil atau dasar kewajibannya zakat fitrah adalah
berdasarkan atas:
a. Al Qur’an : Surat Al A’la; 14
"Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan
beriman)"
Surat Al Baqarah; 43
“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang
yang ruku'”[12]
b. As Sunnah
‫ زكاةا الفطر من رمضان على الناس صا عا من تمر او صا عا من شعير على كل حر او‬.‫م‬.‫عن ابن عمر قال فرض رسول ا ص‬
‫عبد ذكرا و انثى من المسلمين )رواه البخا رى ومستلم( وفتى البختارى وكتان يعطتون‬
‫قبل الفطر بيوم او يومين‬

“Dari Ibn Umar ia berkata: Rasulullah saw mewajibkan zakat


fitri(berbuka) bulan ramadhan sebanyak satu sha’(3,1 liter) kurma atau
gandum atas tiap-tiap orang muslim merdeka atau hamba, laki-laki atau
perempuan”(HR Bukhari Muslim), dalam hadits Bukhari disebutkan
“mereka membayar fitrah itu sehari atau dua hari sebelum hari raya”[13]

Adapun hikmah dari kewajiban zakat fitrah adalah penyucian diri bagi
orang yang berpuasa dari kebatilan dan kekotoran, untuk memberi makan
kepada orang-orang miskin serta sebagai ras syukur kepada Allah atas
selesainya menunaikan kewajiban puasa. Rasulullah juga menerangkan
tentang waktu mengeluarkannya yaitu sebelum sholat id, yang dimulai
sejak waktu utamanya yaitu setelah tenggelamnya matahari pada malam id
(menurut Tsauri, Ahmad, Ishak dan Syafii dalam Al Jadid serta menurut
satu berita juga dari Malik)[14].

Dibawah ini akan diterangkan beberapa waktu dan hukum membayar


zakat fitrah antara lain:

1. Waktu yang di bolehkan yaitu dari awal ramadhan sampai hari


penghabisan ramadhan
2. Waktu wajib, yaitu mulai terbenam matahari penghabisan ramadhan
3. Waktu yang lebih baik (sunnat), yaitu dibayar sesudah shalat subuh
sebelum pergi sholat hari raya

‫ زكاةا الفطر طهرةا للصا ئم و طعمة للمستتا كيتتن فمتتن اداهتتا قبتتل‬.‫م‬.‫ فرض رسول ا ص‬:‫عن ابن عباس قال‬
‫الصلةا فهي زكاةا مقبو لة ومن اداها بعد الصلةا فهي صدفة من الصدفات‬

“Dari Ibn Abbas, ia berkata: telah diwajibkan oleh rasulullah saw zakat
fitrah sebagai pembersih bagi orang puasa dan memberi makan bagi orang
miskin, barang siapa yang menunaikannya sebelum sholat hari raya maka
zakat itu diterima, dan barang siapa membayarnya sesudah sholat hari raya
maka zakat itu sebagai sedekah biasa”(HR Abu Dawud dan Ibn Majah)

4. Waktu makruh, yaitu membayar fitrah sesudah hari raya tetapi sebelum
terbenam matahari pada hari raya
5. Waktu haram, yaitu dibayar sesudah terbenam matahari pada hari
raya[15].

Rasulullah juga menganjurkan agar zakat dikeluarkan atas bayi yang


masih dalam kandungan sebagaiman dilakukan oleh Ustman bin Affan r. a.
[16], menurut Tsauri, Ahmad, Ishak dan Syafii tidak wajib dikelurkan
zakat ats bayi yang dilahirkan setelah waktu diwajibkannya mengeluarkan
zakat dan menurut Abu Hanifah, Laits, Syafii masih tetap wajib
dikeluarkan zakat ats bayi tersebut karena lahirnya sebelum waktu
diwajibkan[17]. Dengan demikian anak yang telah lahir pada saat matahari
terbenam dan istri pada saat itu telah dinikahi dan menjadi tanggungannya
maka wajib dikeluarkan zakat fitrahnya begitu juga dengan
sebaliknya[18].

Adapun tujuan dari zakat fitrah adalah memenuhi kebutuhan orang-orang


miskin pada hari raya idul fitri dan untuk menghibur mereka dengan
sesuatu yang menjadi makanan pokok penduduk negeri tersebut[19].
Adapun syarat-syarat wajib zakat fitrah terdiri atas:
1. Islam
2. Lahir sebelum terbenam matahari pada hari penghabisan bulan
ramadhan

3. Memiliki lebihan harta dan keperluan makanan untuk dirinya sendiri


dan untuk yang wajib dinafkahinya baik manusia ataupun binatang pada
malam hari raya dan siang harinya, sabda rasulullah

(‫فاعلمهم ان ا فترض عليهم صدقة تؤ خذ من اغنيا ئهم فترد على فقرا ئهم )رواه الجماعة‬

“Beritahukanlah kepada mereka (penduduk yaman), sesungguhnya Allah


telah mewajibkan kepada mereka sedekah(zakat) yang diambil dari orang-
orang kaya diberikan kepada orang-orang fakir dikalangan mereka” (HR
Jamaah ahli hadits)[20]

6. Zakat Maal (harta)


Menurut terminologi (bahasa) harta adalah segala sesuatu yang di
inginkan sekali oleh manusia untuk memiliki, memanfaatkan dan
menyimpannya. sedangkan menurut istilah syara' harta adalah segala
sesuatu yang dapat di miliki dan dapat di manfaatkan. sesuatu dapat
disebut dengan maal(harta) apabila memenuhi dua syarat antara lain:
a. Dapat dimiliki, dikuasai, dihimpun dan disimpan
b. Dapat di ambil manfaatnya sesuai dengan ghalibnya seperti rumah,
mobil ternak dan lain sebagainya.

Harta (maal) yang Wajib di Zakati


1. Binatang Ternak seperti: unta, sapi, kerbau, kambing, domba dan
unggas (ayam, itik, burung).
2. Emas Dan Perak
3. Biji makanan yang mengenyangkan seperti beras, jagung, gandum, dan
sebagainya
4. Buah-buahan seperti anggur dan kurma
5. Harta Perniagaan

D. Wakaf
1. Pengertian wakaf
Secara etimologi, wakaf berasal dari “Waqf” yang berarti “al-
Habs”. Merupakan kata yang berbentuk masdar (infinitive noun) yang pada
dasarnya berarti menahan, berhenti, atau diam. Apabila kata tersebut
dihubungkan dengan harta seperti tanah, binatang dan yang lain, ia berarti
pembekuan hak milik untuk faedah tertentu. Dalam pengertian hukum
Islam wakaf adalah melepas kepemilikan atas harta yang dapat bermanfaat
dengan tanpa mengurangi bendanya untuk diserahkan kepada perorangan
atau kelompok (organisasi) agar dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan yang
tidak bertentangan dengan syari’at. Definisi wakaf menurut ahli fiqh adalah
sebagai berikut:
Pertama, Hanafiyah mengartikan wakaf sebagai menahan materi
benda (al-‘ain) milik Wakif dan menyedekahkan atau mewakafkan
manfaatnya kepada siapapun yang diinginkan untuk tujuan kebajikan.
Definisi wakaf tersebut menjelaskan bahawa kedudukan harta wakaf masih
tetap tertahan atau terhenti di tangan Wakif itu sendiri. Dengan artian,
Wakif masih menjadi pemilik harta yang diwakafkannya, manakala
perwakafan hanya terjadi ke atas manfaat harta tersebut, bukan termasuk
asset hartanya.
Kedua, Malikiyah berpendapat, wakaf adalah menjadikan manfaat
suatu harta yang dimiliki (walaupun pemilikannya dengan cara sewa) untuk
diberikan kepada orang yang berhak dengan satu akad (shighat) dalam
jangka waktu tertentu sesuai dengan keinginan Wakif. Definisi wakaf
tersebut hanya menentukan pemberian wakaf kepada orang atau tempat
yang berhak saja.
Ketiga, Syafi‘iyah mengartikan wakaf dengan menahan harta yang
bisa memberi manfaat serta kekal materi bendanya (al-‘ain) dengan cara
memutuskan hak pengelolaan yang dimiliki oleh Wakif untuk diserahkan
kepada Nazhir yang dibolehkan oleh syariah. Golongan ini mensyaratkan
harta yang diwakafkan harus harta yang kekal materi bendanya (al-‘ain)
dengan artian harta yang tidak mudah rusak atau musnah serta dapat
diambil manfaatnya secara berterusan.
Keempat, Hanabilah mendefinisikan wakaf dengan bahasa yang
sederhana, yaitu menahan asal harta (tanah) dan menyedekahkan manfaat
yang dihasilkan. Itu menurut para ulama ahli fiqih.
2. Dasar Hukum Wakaf
Secara umum tidak terdapat ayat al-Quran yang menerangkan
konsep wakaf secara jelas. Oleh karena wakaf termasuk infaq fi sabilillah,
maka dasar yang digunakan para ulama dalam menerangkan konsep wakaf
ini didasarkan pada keumuman ayat-ayat al-Quran yang menjelaskan
tentang infaq fi sabilillah.
Artinya : "Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan
Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa
yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih
yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu
sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata
terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha
Terpuji." (Q.S al-Baqarah:267).
Artinya : "Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang
sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu
cintai. dan apa saja yang kamu nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah
mengetahuinya." (Q.S ali Imran:92).
Adapun Hadis yang menjadi dasar dari wakaf yaitu Hadis yang
menceritakan tentang kisah Umar bin al-Khaththab ketika menerima tanah
di Khaibar.
Bahwa sahabat Umar ra. memperoleh sebidang tanah di Khaibar,
kemudian Umar ra. menghadap Rasulullah saw. untuk meminta petunjuk.
Umar berkata: "Hai Rasulullah saw., saya mendapat sebidang tanah di
Khaibar, saya belum mendapatkan harta sebaik itu, maka apakah yang
engkau perintahkan kepadaku?" Rasulullah saw. bersabda: "Bila engkau
suka, kau tahan (pokoknya) tanah itu, dan engkau sedekahkan (hasilnya).
"kemudian Umar mensedekahkan (tanahnya untuk dikelola), tidak dijual,
tidak di hibahkan dan tidak di wariskan. Ibnu Umar berkata: "Umar
menyedekahkannya (hasil pengelolaan tanah) kepada orang-orang fakir,
kaum kerabat, hamba sahaya, sabilillah, ibnu sabil dan tamu. Dan tidak
dilarang bagi yang mengelola (Nadhir) wakaf makan dari hasilnya dengan
cara yang baik (sepantasnya) atau memberi makan orang lain dengan
tidak bermaksud menumpuk harta" (HR. Muslim).
Dalil Ijma' :Imam Al-Qurthuby berkata: Sesungguhnya
permasalahan wakaf adalah ijma (sudah disepakati) diantara para
sahabat Nabi; yang demikian karena Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali,
Aisyah, Fathimah, Amr ibn Al-Ash, Ibnu Zubair, dan Jabir, seluruhnya
mengamalkan syariat wakaf, dan wakaf-wakaf mereka, baik di Makkah
maupun Madinah, sudah dikenal masyhur oleh khalayak ramai. (Lihat:
Tafsir Al-Qurthuby: 6/339, Al-Mustadrah 4/200, Sunan Al-Daraquthny
4/200, Sunan Al-Baihaqy 6/160, Al-Muhalla 9/180).
3. Perkembangan Pengelolaan Hata Wakaf di Beberapa Negara Muslim
1. Malaysia, Perkembangan wakaf di Malaysia masih cenderung sagnan.
Karena wakaf memilik dua model yaitu ‘am dan khas. Cenderung lebih
banyak wakaf Khas sehingga tidak berkembang
2. Mesir, Ada badan Wakaf yang didirikan oleh Negara dan sepenuhnya
bertugas mmbuat perencanaan, mengelola, mendistribusikan hasil
wakaf dan menyampaikan laporan kepada Masyarakat.
3. Arab Saudi, Didrikan oleh kerajaan Arab Saudi sebuah departemen
wakaf. Pada Makkah dan Madinah wakaf dikelola secara khusus.
Tanah wakaf disekitar madinah dan makkah didrikan hotel dan
hasilnya untuk merawat aset-aset penting dan disalurkan kepada yang
memerlukan.
4. Bangladesh, Menurut penelitian MA Mannan, wakaf di Bangladesh
menjadi masalah karena hasil dari wakaf itu sendiri tidak cukup
sebagai baiya memilihara harta wakaf. Bahkan adanyqa wakaf
keluaraga semakinmempersulit status dan pengelolaan.
4. Rukun dan Syarat
Rukun wakaf ada empat, yaitu: pertama, orang yang berwakaf (al -
wakif). Kedua, benda yang diwakafkan (al - mauquf). Ketiga, orang yang
menerima manfaat wakaf (al – mauquf ‘alaihi). Keempat, lafaz atau ikrar
wakaf (sighah).
a. Syarat-syarat orang yang berwakaf (al-waqif)Syarat-syarat al-waqif
ada empat, pertama orang yang berwakaf ini mestilah memiliki secara
penuh harta itu, artinya dia merdeka untuk mewakafkan harta itu
kepada sesiapa yang ia kehendaki. Kedua dia mestilah orang yang
berakal, tak sah wakaf orang bodoh, orang gila, atau orang yang
sedang mabuk. Ketiga dia mestilah baligh. Dan keempat dia mestilah
orang yang mampu bertindak secara hukum (rasyid). Implikasinya
orang bodoh, orang yang sedang muflis dan orang lemah ingatan tidak
sah mewakafkan hartanya.
b. Syarat-syarat harta yang diwakafkan (al-mauquf)Harta yang
diwakafkan itu tidak sah dipindahmilikkan, kecuali apabila ia
memenuhi beberapa persyaratan yang ditentukan oleh ah; pertama
barang yang diwakafkan itu mestilah barang yang berharga Kedua,
harta yang diwakafkan itu mestilah diketahui kadarnya. Jadi apabila
harta itu tidak diketahui jumlahnya (majhul), maka pengalihan milik
pada ketika itu tidak sah. Ketiga, harta yang diwakafkan itu pasti
dimiliki oleh orang yang berwakaf (wakif). Keempat, harta itu mestilah
berdiri sendiri, tidak melekat kepada harta lain (mufarrazan) atau
disebut juga dengan istilah (ghaira shai’).
c. Syarat-syarat orang yang menerima manfaat wakaf (al-mauquf alaih)
Dari segi klasifikasinya orang yang menerima wakaf ini ada dua
macam, pertama tertentu (mu’ayyan) dan tidak tertentu (ghaira
mu’ayyan). Yang dimasudkan dengan tertentu ialah, jelas orang yang
menerima wakaf itu, apakah seorang, dua orang atau satu kumpulan
yang semuanya tertentu dan tidak boleh dirubah. Sedangkan yang tidak
tentu maksudnya tempat berwakaf itu tidak ditentukan secara
terperinci, umpamanya seseorang sesorang untuk orang fakir, miskin,
tempat ibadah, dll. Persyaratan bagi orang yang menerima wakaf
tertentu ini (al-mawquf mu’ayyan) bahwa ia mestilah orang yang boleh
untuk memiliki harta (ahlan li al-tamlik), Maka orang muslim,
merdeka dan kafir zimmi yang memenuhi syarat ini boleh memiliki
harta wakaf. Adapun orang bodoh, hamba sahaya, dan orang gila tidak
sah menerima wakaf. Syarat-syarat yang berkaitan dengan ghaira
mu’ayyan; pertama ialah bahwa yang akan menerima wakaf itu
mestilah dapat menjadikan wakaf itu untuk kebaikan yang dengannya
dapat mendekatkan diri kepada Allah. Dan wakaf ini hanya ditujukan
untuk kepentingan Islam saja.
d. Syarat-syarat Shigah Berkaitan dengan isi ucapan (sighah) perlu ada
beberapa syarat. Pertama, ucapan itu mestilah mengandungi kata-kata
yang menunjukKan kekalnya (ta’bid). Tidak sah wakaf kalau ucapan
dengan batas waktu tertentu. Kedua, ucapan itu dapat direalisasikan
segera (tanjiz), tanpa disangkutkan atau digantungkan kepada syarat
tertentu. Ketiga, ucapan itu bersifat pasti. Keempat, ucapan itu tidak
diikuti oleh syarat yang membatalkan. Apabila semua persyaratan
diatas dapat terpenuhi maka penguasaan atas tanah wakaf bagi
penerima wakaf adalah sah. Pewakaf tidak dapat lagi menarik balik
pemilikan harta itu telah berpindah kepada Allah dan penguasaan harta
tersebut adalah orang yang menerima wakaf secara umum ia dianggap
pemiliknya tapi bersifat ghaira tammah.

5. Harta Benda Wakaf dan Pemanfaatannya.


Harta benda wakaf adalah harta benda yang memiliki daya tahan
lama dan manfaat jangka panjang serta mempunyai nilai ekonomi menurut
syariah yang diwakafkan oleh wakif. Harta benda wakaf terdiri dari benda
tidak bergerak, dan benda bergerak.
a. Hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang -
undangan yang berlaku, baik yang sudah maupun yang belum
terdaftar.
b. Bangunan atau bagian bangunan yang berdiri di atas tanah.
c. Tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah.
d. Hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang – undangan yang berlaku.
6. Prinsip-prinsip Pengelolaan Wakaf.
1. Seluruh harta benda wakaf harus diterima sebagai sumbangan dari
wakif dengan status wakaf sesuai dengan syariah.
2. Wakaf dilakukan dengan tanpa batas waktu.
3. Wakif mempunyai kebebasan memilih tujuan-tujuan sebagaimana
yang diperkenankan oleh Syariah.
4. Jumlah harta wakaf tetap utuh dan hanya keuntungannya saja yang
akan dibelanjakan untuk tujuan-tujuan yang telah ditentukan oleh
Wakif.
5. Wakif dapat meminta keseluruhan keuntungannya untuk tujuan-tujuan
yang telah ia tentukan.
BAB III
KESIMPULAN

Tugas manusia di muka bumi ini adalah untuk beribadah kepada Allah
SWT sesuai dengan syari’at yang di bawa oleh Nabi Muhammad SAW, beribadah
banyak macamnya. Adapun yang menjadi tolak ukur seorang hamba di dalam
ibadahnya yaitu dengan melaksanakan shalat, dan sebagai penyempurna rukun
Islam kita yaitu ibadah haji. Ada beberapa kesimpulan yang dapat penulis
simpulkan dari pembahasan ini, yakni :
 Shalat dan ibadah haji termasuk rukun Islam dan perintah Allah, yang
wajib kita laksanakan apabila kita mampu “Ibadah Haji”.
 Apabila kita mati shalat merupakan hisaban pertama yang dilakukan dan
sebagai tolak ukur ibadah-ibadah yang lainnya.
 Orang yang suka melaksanakan shalat berarti dia menegakan agama, dan
orang yang tidak suka melaksanakan shalat berarti dia menghancurkan
agama.
 Untuk menambah pahala ibadah shalat, kita mesti melaksanakan shalat
nawafil yakni shalat sunat, baik rawatib atau mutlak atau shalat sunat
lainnya, seperti dluha, tahajud, hajat dan lain sebagainya.
 Dengan meksanakan ibadah haji kita bisa bertemu dengan umat islam
yang lain dari seluruh dunia.
 Dengan melaksanakan ibadah haji kita akan dibalas dengan balasan surga
firdaus dan itu untuk haji yang mabrul

Potensi zakat, baik penerimaan maupun pengeluarannya cukup besar.


Supaya ia menjadi riil sebagai dana untuk menanggulangi kemiskinan dan sarana
pemerataan pendapatan untuk menciptakan keadilan sosial, pengelolaan zakat
sebaiknya diatur oleh pemerintah melalui perundang-undangan. Pengaturan
melalui peraturan perundang-undangan ini, setidak-tidaknya dengan peraturan
pemerintah, tidak hanya akan memperlancar proses pengelolaan dan
pendayagunaannya, tetapi juga untuk memecahkan berbagai masalah yang
berkenaan dengan pengumpulan zakat.
Sebagai ajaran yang menekankan pada rasa persaudaraan dan kasih sayang
terhadap sesama manusia, konsep zakat, menurut Muchtar Naim, mampu
menandingi semua ajaran mengenai kesejahteraan sosial dari manapun datangnya.
Konsep zakat, bertolak dari ajaran Tuhan yang menyatakan bahwa harta yang
dimiliki adalah amanah dan berfungsi sosial. Karena fungsi dan sifatnya itu, maka
harta kekayaan yang ada di tangan seseorang justru menjadi ujian bagi orang yang
bersangkutan sampai seberapa jauh ia mampu melaksanakan amanah itu dengan
sebaik-baiknya dengan mempergunakan hartanya tidak hanya untuk kepentingan
diri sendiri dan keluarganya, tetapi juga untuk kepentingan sosial.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Fakhruddin dkk, 2003, Al-Quran dan Terjemahannya, Gema Risalah Pers,
Bandung.
Maulana Ilyas, Sunnah-Sunnah Rasul 24 jam, Pustaka Antafani, Bandung.
Moh. Rifa’i, 1996, 300 Hadits Bekal Dakwah, Wicaksana, Semarang.
Rs. Abd. Aziz, 1991, Fiqih, Wicaksana, Semarang.
Salim bin Samir, Kapal Penyelamat, PT Hasanah, Jakarta.
Syekh Aby Syuja’i, 1967, Fathurqarib, Thaha Putra, Semarang.
http://efinurani.blogspot.co.id/2017/02/makalah-zakat-dan-waqaf.html

Anda mungkin juga menyukai