Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

“ IBADAH PUASA, IBADAH HAJI, DAN UMRAH ”


Dosen pengampu:
Prof.Dr H.Zakaria Syafei, M.pd
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Fiqih

Dibuat oleh:
Kelompok 4 HTN D:
Nazarullah (231120111)
Faris Widodo (231120116)
M.Asep Angga Gunawan (231120121)
Muhammad Rifa’i (231120123)
Romi Andriyansyah (231120117)

HUKUM TATANEGARA
FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTAN MAULANA HASANUDIN BANTEN
2023M/1445H

1
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ilmiah
tentang limbah dan manfaatnya untuk masyarakat.

Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembautan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami meyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ilmiah ini. Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang limbah dan
manfaatnya untuk masyarakat ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap
pembaca.

Penyusun

Serang, 3 Oktober 2023

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................ 1
DAFTAR ISI................................................................................................ 2
BAB 1 PENDAHULUAN........................................................................... 4
A. Latar Belakang Masalah................................................................. 4

B. Rumusan Masalah.......................................................................... 4

C. Tujuan Masalah.............................................................................. 4
BAB II PEMBAHASAN............................................................................. 5
A. Pengertian Ibadah Haji ................................................................. 5

B. Pengertian Ibadah Puasa ............................................................. 7

C. Pengertian Ibadah Umroh.............................................................. 17

BAB III PENUTUP .................................................................................... 19


A. Kesimpulan ................................................................................... 19
B. Daftar Pustaka ............................................................................... 20

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Islam merupakan Agama Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW. Dan
Islam adalah agama yang berintikan keimanan.1 Dalam islam kita sebagai umat manusia juga
mempunai pedoman untuk menjalankan kehidupan. Sebagai umat yang beragama islam kita
tentunya mempunyai suatu kewajiban yang harus kita laksanakan atau kita tunaikan
terkhusus bagi umat yang mampu ataupun berkecukupan, salah satu diatanranya yaitu
menunaikan ibadah haji ketanah suci makkah bagi umat yang sudah siap lahir batin, dan
kemudian materinya juga mencukupi untuk melaksanakan kewajiban tersebut.
Ibadah Haji merupakan rukun Islam yang ke lima yang wajib ditunaikan oleh setiap
muslim yang memenuhi syarat istitha’ah sekali seumur hidupnya. Rukun Islam ke lima ini
mempunyai kateristik yang khusus. Sebab berbeda dengan rukun Islam lainnya (syahadat,
shalat, puasa, dan zakat), yang dalam pelaksanaannya cenderung individual dan tidak
membutuhkan daya dukung secara khusus. Haji harus dilaksanakan pada waktu dan tempat
tertentu, yaitu dibulan Dzulhijjah dan di Kota Makkah, Saudi Arabia.
Ibadah haji yang dikosentrasikan diwaktu dan tempat tertentu tersebut, pada
kenyataannya memang mengundang banyak persoalan yang harus diperhatikan oleh mereka
yang akan melaksanakan ibadah haji. Oleh sebab itu, menunaikan ibadah haji mempunyai
beberapa persyaratan khusus, diantaranya adalah mempunyai kemampuan material yang
cukup (terutama bagi umat Islam yang bertempat tinggal diluar Kota Makkah) untuk biaya
transportasi, akomodasi, dan keperluan sehari-hari selama menunaikan haji.

B.RUMUSAN MASALAH
Dalam latar belakang diatas penulis merumuskan masalah yaitu:
a. Apa pengertian dari Puasa?
b. Apa yang dimaksud dengan Haji?
c. Apa yang dimaksud dengan Umroh ?

C.TUJUAN
a. Mengetahui Pengertian Ibadah puasa.
b. Mengetahui Pengertian Ibadah haji.
c. Mengetahui Pengertian Umroh.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A.PENGERTIAN IBADAH HAJI


Menurut H.J Abdurachman Rochimi, Lc . Haji adalah datang ke Baitullah dan tempat-
tempat tertentu untuk melaksanakan serangkaian ibadah pada waktu yang telah di tentukan,
dengan syarat-syarat yang telah di tetapkan. Maksud tempat-tempat tertentu adalah Ka’bah,
Mas’a (tempat sa’i), Arafah, Muzdalifah, dan Mina. Sedangkan waktu haji yang telah
ditentukan yaitu dimulai dari bulan Syawal sampai sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah
(disebut juga bulan-bulan haji). Adapun syarat-syarat adalah ketentuan-ketentuan yang
menjadi dasar diwajibkannya haji bagi seseorang.
Hukum haji adalah wajib bagi setiap muslim dan muslimah yang mampu. Hal ini Allah
SWT sampaikan melalui firman- Nya dalm surat Al-Imran (3) ayat 97 berikut. “Dan di antara
kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullaah, yaitu bagi
orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana.
a. Syarat Haji
Syarat-syarat Haji antara lain:
 Islam, karena ia adalah ibadah sepeerti shalat dan zakat dan berdasarkan hadist
Mu’adz: “Serulah mereka untuk mengucapkan syahadat Laa ilaha illallah. Jika
mereka taat kepadamu, maka beritahulah mereka bahwa mereka mempunyai
keawajiaban Anu”.
 Baligh, anak kecil tidak wajib haji. Nabi Saw. bersabda : “Pena (tulisan dosa)
diangkat dari tiga macam orang” dan diantara mereka adalah anak kecil yang
dikiaskan dengan ibadah-ibadah lainhya.
 Berakal, haji tida wajib atas mereka yang gila berdasarkan hadits: Pena
(tulisan dosa) diangkat dari tiga macam orang” dan diantara mereka adalah
orang gila.
 Merdeka, haji tidak wajib aras mereka sahaya berdasarkan sabda Nabi Saw:
“Sahaya mana yang pergi haji, dan ia dibebaskan maka ia wajib mengerjakan
haji lagi”.
 Kemampuan, Allah Ta’ala berfirman: “Mengerjakan haji adalah kewajiban
manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan
perjalanan ke Baitullah.” Al-imran : 97
Kemampuan disini maksud nya adalah : Kemampuan sendiri berarti
memiliki kendraan atau menyewa kendaraan ketika ia hendak berangkat ke
Mekkah. Bekal yag cukup baginya untuk pergi dan pulang. Jalannya aman ia
harus aman bagi dirinya dan kehormatan hartanya walaupun cuma sedikit. Ada

5
waktu yang memungkinkan perjalannya menuju haji dan mendapati wukuf di
Arafah dalam waktu lama.1
b. Sunnah Haji
Sunah adalah mendatangkan pahala dari Allah, dan jika di tinggal kan tidak
apa-apa. Di bawah ini beberapa sunah haji yang dianjurkan.
 Mandi sunnah menjelang Ihram
 Sholat sunah ikhram sebanyak dua rakaat
 Membaca Talbiyah, shalawat nabi dan do’a
 Mencium Hajar Aswad
 Shalat sunnah di Hijjir Ismail.
 Shalat sunnah di makam Ibahim.
 Berdo’a di multazam.
c. Larangan Haji
 terlarang bagi laki-laki mengenakan pakaian berjahit, seperti kemeja,
celana. Dapun wanita, di bolekan mengenakan pakaian yang berjahit,
tetapi terlarang baginya menutupi wajahnya dengan sesuatu yang
bersentuhan dengan nya.
 Terlarang memakai wangi-wangian
 Memotong kuku
 Terlarang pula melakuakan jima
 Terlarang pula melakukan ha-hal yang merupakan pendahuluan jima
 membunuh binatang buruan
1. Macam-Macam Haji
1. Haji Tamattu
Tamattu adalah memulai dengan melakukan umrah di bulan-bulan haji
dari miqat. Selanjutnya ia datang ke Baitullah untuk melakukan thawaf umrah,
bersa’i, memotong.
2. Haji Qiran
Adalah niat melaksanakan ihram untuk Umrah dan Haji secara
bersamaan sejak dari miqat.
3. Haji Ifrad
Adalah niat ihram untuk haji saja sejak dari Miqat dan tetap dalam
keadaan Ihram sanpai melempar Jumrah pada hari raya Idul Adha, dan
mencukur rambut.
2. Pelaksaan Haji
1
Fiqih Islam, 28 Pebruari 1994 hlm 2016-218

6
Cara pelaksanaan Haji ada tiga yaitu:
Pertama, Ifrad yaitu mengerjakan mengerjakan haji terlebih dahulu,
secara sempurna. Apabila telah menyelesaikanya, kembali ke kawasan hill (atau
halal) yakni di luar kawasan haram, (lalu ber- ihram untuk mengerjakan
Umrah).
Tempat yang afdal di luar kawasan haram untuk melakukan ihram
‘umroh ialah desa Al-Ji’ranah, kemudian At-Tan’im , kemudian Al-Hudibiyah.
Kedua, Qiran yaitu meniatkan haji dan umrah bersama-sama dengan
mengucapakan:
Labaika bi hajjatin wa’umrotin ma’a (atau ma’an).
(Ya Allah, aku datang memenuhi perintah-Mu, dengan mengerjakan haji dan
umrah bersama-sama)
ketiga, Tamattu yaitu dengan melakukan ihram umrah, lalu melintasi
miqat dalam keadaan ihram, dan setelah slesai ‘umrahnya itu, ia segera
bertahallul di mekkah.

B. PENGERTIAN IBADAH PUASA


Defisi, Rukun dan Waktu dan Faedah Puasa
 Definisi Puasa
Arti shaum (puasa) dalam bahasa arab adalah menahan diri dari
sesuatu. Shaama’anil kalaam artinya menahan diri dari berbicara.

Puasa yang dimaksud dalam ayat ini adalah diam, tidak berbicara. Orang-
orang Arab mengatakan shauma an-naharu (siang sedang berpuasa) gerak
bayang-bayang benda yang terkena sinar matahari berhenti pada waktu
tengah hari.
Sedangkan arti shaum menurut istilah syariat adalah menahan diri pada
siang hari dari hal-hal yang membatalkan puasa., disertai niat oleh
pelakunya, sejak terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari. Artinya,
puasa adalah penahanan diri dari syahwat perut dan syahwat kemaluan, dari
segala benda konkret yang memasuki rongga dalam tubuh (seperti obat dan
sejenisnya), dalam rentang waktu tertentu-yaitu sejak terbitnya fajar ke-dua
(yakni fajar shadiq) sampai terbenamnya matahari-yang dilakukan oleh
orang tertentu yang memenuhi syarat- yaitu beragama Islam, berakal, dan
tidak sedang haid dan nifas, disertai niat-yaitu kehendak hati untuk
melakukan perbuatan secara pasti tanpa ada kebimbangan, agar ibadah
berbeda dari kebiasaan.

7
 Rukun Puasa
Waktu puasa adalah menahan diri dari syahwat perut dan syahwat
kemaluan, atau menahan diri dari hal-hal yang membatalkan. Madzhab
Maliki dan Syafi’i menambahkan rukun lain, yaitu niat pada malam hari.2

 Waktu Puasa
Waktu puasa adalah sejak terbitnya fajar sampai terbenamnya
matahari. Di negeri yang sama panjangnya antara malam dan siang atau
ketika siang jauh lebih panjang dari malam seperti di Bulgaria, wakt puasa
di sesuaikan dengan waktu negara terdekat, atau disesuaikan dengan waktu
Mekah.

 Faedah Puasa
Puasa merupakan bentuk ketaatan kepada Allah Ta’ala. Seorang
mukmin mendapatkan pahalaq terbuka yang tiada batasnya, sebab puasa
adalah untuk Allah SWT., dan karunia Allah sangat luas.
Puasa mengajarkan sifat amanah dan menumbuhkan perasaan diawasi
oleh Allah Ta’ala dalam keadaan sepi maupun ramai. Sebab, kecuali Allah
tidak ada yang mengawasi apakah orang yang berpuasa itu benar-benar
menahan diri dari makan-minum atau tidak.
Kenyataan, puasa juga memperbaharui kehidupan individu dengan
memperbaharui sel-sel tubuhnya, membuang sel-sel yang sudah aus,
mengistirahatkan lambung dan alat pencernaan, memberi diet bagi tubuh,
memusnah limbah yang mengedap dan makanan-makanan yang tidak
tercerna didalam tubuh. 3
1. Kewajiban dan Macam-Macam Puasa
Kewajiban dan Sejarah Puasa
Berdasarkan dalil Al-Qur’an, sunnah, dan ijma, puasa bulan Ramadhan
merupakan salah satu rukun dan fardu (kewajiban) dalam Islam.
Kaum Muslimin diwajibkan juga ber-ijma bahwa puasa bulan Ramadhan
adalah wajib.
Puasa Ramadhan diwajibkan setelah kiblat dialihkan ke Ka’bah pada
tanggal 10 Sya’ban tahun 2 H, tepatnya satu setengah tahun setelah Nabi saw,
berhijrah ke Madinah. Nabi saw, menjalani puasa Ramadhan selama Sembilan
tahun. Beliau meninggal dunia pada bulan Rabi’ul Awwal tahun 11 H.
2
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adilltauhu, Jakarta: Penerbit Darul Fikr, 2011. hlm. 19-20

3
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adilltauhu, Jakarta: Penerbit Darul Fikr, 2011. hlm. 30-31

8
 Macam-Macam Puasa
Puasa itu bermacam-macam. Ada yang wajib, haram, suanah da nada
pula yang makruh.
Menurut Madzhab Hanafi, puasa terbagi menjadi delapan macam:
fardu mu’ayyan (misalnya puasa Ramadhan secara ada), fardu ghairu
mu’ayyan (misalnya puasa Ramadhan secara qadha’ dan pasa kafarat), wajib
ghairu mu’ayyan (misalnya puasa nadzar yang tidak tertentu), nafi masnun
(misalnya puasa Asyura dan Tasu’a), nafi manduh atau musahab (misalnya
puasa hari-hari terang bulan padas setiap bulan), makruh tahriman (misalnya
puasa hari Idul Fitri dan Idul Adha), dan makruh tanzihan (misalnya puasa
Asyura secara khusus, puasa hari sabtu secara khusus, serta puasa hari Nairuz
dan hari Mahrajan).
1.Jenis pertama, puasa wajib
Puasa ini terbagi kedalam tiga katagori, pertama, puasa yang
wajib karena datangnya waktu tertentu, yaitu puasa bulan Ramdhan.
Kedua, puasa wajib karena suatu ‘illat (sebab), yaitu puasa kafart. Ketiga,
puasa yang wajib karena diwajibkan oleh seorang atas dirinya sendiri,
yaitu puasa nadzar.
2.Jenis kedua, puasa haram
Menurut jumhur atau makruh tahriman menurut madzhab Hanafi,
anatara lain berikut ini.
1. Puasa sunnah bagi istri tanpa ijin suami, baik hadits yang diriwayatkan
Abu Sa”id al-Khudry merupakan merupakan hadits-hadits shahih.
Dengan demikian maksud dari tidak diperbolehkannya istri melakukan
puasa tanpa ijin suami adalah bahwa seorang seorang istri tidak
diperkenankan berpuasa tanpa ijin suaminya tanpa syarat-syarat berikut
yaitu,: pertama, puasa yang hendak dilakukan adalh puasa sunnah.
Kedua, puasa istri dilakukan ketika suami ti dak berpergian.
Alasan lainnya adalah karena hak suami merupakan kewajiban atas
istri, tidak boleh ditinggalkan untuk mengerjakan amal sunnah.
2. Puasa pada hari syakk (keraguan) yaitu tanggal 30 sya’ban apabila
masyarakat ragu apakah hari tersebut sudh masuk hari Ramadhan atau
belum. Para fuqaha mendefinisikan hari syakk dengan kalimat yang
mirip satu sama lain, hanya saj mereka bebeda pendapat tentang
hukumnya. Namun, mereka sepakat bahwa puasa hari syakk itu tidak
makruh dan boleh dilakukan jika hari itu bertepatan dengan kebiasaan
seorang Muslim berpuasa sunnah, seperti hari Senin atau Kamis.4

Beberapa pendapat tentang puasa pada hari Syakk:

4
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adilltauhu, Jakarta: Penerbit Darul Fikr, 2011. hlm.32

9
Madzhab Hanafi
berpendapat mengenai puasa hari syakk adalah hari terakhir
bulan Sya’ban (tanggal 30) apabila cuaca mendung sehingga diragukan
apakah hari tersebut masuk bulan Ramadhan atau bulan Sya’ban.
Seandainya cuaca cerah tapi tidak seorangpun melihat hilal maka hari
tersebut bukan hari syakk..
Hukum puasanya adalah makruh tahrimaan jika diniatkan
sebagai puasa Ramadhan atau sebagi puasa wajib yang lain. Makruh
juga sehari atau dua hari sebelum Ramadhan, berdasarkan hadits,

Madzhab Maliki (menurut pendapat yang masyhur)


Hari syakk adalah tanggal 30 Sya’ban apabila cuaca mendung
pada malam tanggal 30 tersebut dan hilal Ramadhan tidak terlihat. Jika
langit cerah, berarti hari itu bukan hari syakk, sebab jika hilal
Ramadhan belum terlihat, maka hari tersebut masih dalam bulan
Sya’ban secara pasti. Pendapat ini senada dengan pendapat Madzhab
Hanafi.
Jika hari itu mendung, maka hari itu masih termasuk bulan
Sya’ban secara pasti,
Hukum hari syakk: makruh berpuasa pada hari itu dengan niat
ihtiyah (langkah antisipasi, jangan-jangan hari tersebut sudah masuk
Ramadhan); dan tidak sah berpuasa pada hari itu sebagai ganti
Ramadhan. Jadi, barang siapa pada pagi hari itu sudah termasuk bulan
Ramadhan, maka tidak sah puasanya. 5

Madzhab Syafi’i
Hari syakk adalah tanggal 30 Sya’ban pada saat cuaca cerah
apabila telah tersebar isu ditengah masyarakat bahwa pada malam hilal
sudah terlihat,namun tidak diketahui siapa yang melihatnya dan tidak
ada seorang pun yang bersaksi adalah anak-anak kecil, hamba sahaya,
orang fasik, atau kaum wanita diduga mereka berkata jujur; atau yang
bersaksisi adalah seorang pria yang adil (berperangai baik) tapi
kesaksiannya tidak di anggap sukup. maka hari itu bukan hari syakk,
melainkan masih terhitung bulan Sya’ban6.

5
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adilltauhu, Jakarta: Penerbit Darul Fikr, 2011. hlm. 33

6
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adilltauhu, Jakarta: Penerbit Darul Fikr, 2011. hlm. 34-37

10
Hukumnya: haram, tidak sah berpuasa sunnah pada hari syakk. Ammar
bin Yasir r.a. pernah berkata,”Barangsiapa yang berpuasa pada hari
syakk, berarti dia mendurhakai Abdul Qasim (Nabi Muhammad) saw..
Jenis ketiga, puasa makruh
Misalnya, puasa dahr, puasa hari jumat semata, puasa hari rabu semata.
puasa hari syakk, dan puasa sehari atau dua hari sebelum Ramadhan (menurut
jumhur, tapi menurut madzhab Syafi’I dua jenis puas aterakhir ini adalah
haram). Menurut yang rajih dalam madzhab Maliki, puasa dahr dan puasa hari
jumat semata tidak makruh.Menurut selain madzhab Maliki, kemakruhan
kedua puaa ini bersifat tanziyah.
Madzhab Hanafi
Puasa yang makruh terbagi menjadi dua: makruh tahriaiman dan
makruh tanziihan. Yang makruh tahriiman adalah puasa hari Idul Fitri, Idul
Adha, Hari-hari Tasyriq, dan hri syakk, karena ada larangan (sebagaimana
telah dijelaskan sebelumnya) untuk berpuasa pada hari-hari itu, puasany sah
tapi tidak berdosa, dan tidak harus mengqadha pada hari itu dan
membatalkannya.
Puasa makruh tanziihan adalah puasa hari Asyura (tanggal 10
muharram) semata tanpa menyertainya dengan puasa tanggal 9 atau 11. Begitu
pula mengkhususkan puasa pada hari jumat semata
Kemakruhan puasanya, maka ‘iilat kemakmuran tadi hilang.
Kemakmuran puasa hari Jumat semata adalah berdasarkan sabda Nabi saw.,

Adapun hari Nairuz dan Mihrajan adalah karea puasanya pada hari ini
tersebut mengandung unsur pengagungan hari yang tak seharusnya untuk kita
agungkan.
Yang juga makruh tanzihan adalah puasa dahr, sebab puasa ini
melemahkan tubuh pelkunya.
Jenis keempat, puasa tathawwu’ atau sunnah
Tathawwatu’ artinya mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala dengan
melaksanakan ibadah yang tidak wajib. Kata lain di ambil dari firman-Nya; wa
man tathawwa’a khairan (dan barangsiapa mengerjakan suatu kebajikan
dengan kerelaan hati…) (al-Baqarah: 158).
Puasa-puasa sunnah yang di sepakati para ulama antara lain:
1. Puasa sehari dan tidak puasa sehari. Puasa yang paling utama adalah yang
berpuasa berpuasa sehari dan tidak berpuasa sehari. hal ini berdasarkan
Hadits Bukhari dan Muslim,

11
2. Puasa tiga hari setiap bulan. Lebih utama puasa ini di kerjakan pada hari-
hari putih, yakni pada hari-hari yang malamnya terang bulan, yaitu tanggal
13, 14, dan 15. Disebut “hari-hari putih,” sebab hari-hari tersebut terang
malamnya dengan bulan dan siang nya dengan matahari, pahala puasa ini
setara dengan puasa dahr, karena pahala di lipatgandakan (satu kebajikan
di beri pahala sepuluh kali lipat ), tanpa ada mudharat atau aspek negative
seperti yang ada dalam puasa dahr, Dalilny adalah hadits riwayat Abu
Dzar, bahwa Nabi saw, bersabdaa kepadanya,
3. Puasa hari senin dan kamis setiap minggu, berdasarkan perkataan Usman
bin Zaid: Nabi saw,biasa berpuasa pada hari senin dan kamis, suatu ketika
beliau ditanya tentang hal itu.
4. Puasa enam hari di bulan Syawal boleh dikerjakan terpisah-pisah, tetapi
lebih afdhal beruntun dan langsung setelah hari raya, sebab itu berarti
menyegerakan ibadah. Pahalanya diproleh meskiun puasa yang dijalani itu
adalah puasa qadha, nadzar, atau yang lain. Hal ini berdasarkan riwayat
Abu Ayuh,7

Artinya, paha kebajikan dilipatgandakan sepuluh kali, sebulan sekali


dengan sepuluh bulan, dan enam hari senilai dengan enam puluh hari,
sehingga totalnya setahum penuh.
5. Puasa hari Arafah, yaitu tanggal 9 Dzulhijjah bgi selain Jemaah haji.8
Hari Arafah adalah hari yang paling utama.
6. Puasa delapan hari sebelm hari Arafah pada bulan Dzulhijjah, bagi
pelaksana haji maupun orang lain. Hal ini berdasarkan perkataan Hafsah,
“Ada empat perkara perkataan yang tidak pernah di tinggalkan oleh
Rasulullah saw,; puasa Syura, puasa sepuluh hari di bulan Dzulhijjah,
puasa tiga hari setia[ bulan dan shalat sunnah dua rakaat sbelum shalat
shubuh.
7. Puasa Tasu’a dan Asyura, yaitu tanggal 9 dan 10 Muharram, di sunnah kan
kedua-duanya dilaksanakan.

Hikmah puas Asyura dijelaskan oleh Ibnu Abbas dengan perkataannya,


“ketika tiba di Madinah, Nabi saw, melihat kaum Yahudi berpuasa Asyura.
Jika seorang berpuasa Asyura tanpa puasa Tasu’a, di sunnah kan baginya
menurut madzhab Syafi’i berpuasa pula tanggal 11. Bahakan Imam Syafi’I
sendiri, dalam kitab al-Umm dan al-Imlaa menyatakan kesunnnah berpuasa
ke tiga hari tersebut sekaligus.

7
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adilltauhu, Jakarta: Penerbit Darul Fikr, 2011. hlm. 41-42

8
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adilltauhu, Jakarta: Penerbit Darul Fikr, 2011. hlm. 30-31

12
Menurut jumhur, tidak makruh kecuali mengkhususkan puasa hanya
tanggal 10.
8. Puasa pada empat bulan suci; tiga diantaranya berurutan, yaitu: Dzulqadah.
Dzulhijjah, dan Muharram; sedang yang stau terpisah, yaitu Rajab. Bulan-
bulan ini adalah yang paling utama untuk diisi dengan puasa setelah bualan
Ramadhan Di antara keempat bulan ini adalah yang paling utama adalah
Muharram, lalu Rajab, kemudian bulan selebihnya. Adapun menurut
madzhab Hanafi, yang di sunnahkan dalam empat bulan suci tersebut
adalah berpuasa tiga hari yaitu puasa hari Kamis, Jum’at, dan Sabtu.
9. Puasa Sya’ban. Hal ini didasarkan atas hadits Ummu Salamah, bahwa
sepanjang tahun ini saw, tidak pernah berpuasa selama sebulan penuh
Sya’ban, yang beliau lanjutkan dengan puasa Ramadhan9.

Hal yang Membatalkan Puasa:


 Al- Imsak (Menahan Diri)
Para ulama sepakat bahwa orang yang berpuasa wajib menahan diri
untuk tidak makan, minum dan melakukan hubungan seks selama ia berpuasa.
Dari ayat tersebut ada beberapa masalah yang di perselisihkan oleh
para ulama, sebagian ada yang bersifat implisit dan sebagian ada yang bersifat
eksplisit. Contohnya seperti masuknya benda atau bukan makanan dan
minuman kedalam lubang tubuh manusia, masuknya benda kedalam lubang
tubuh tanpa melalui lubang tubuh manusia, yakni dengan cara menyuntikan
dan masuknya benda ke dalam tubuh bukan daerah perut seperti melalui
kepala yang meresap ke otak.
Perbedaan pendapat mereka yang di maksud dalam ayat di atas ialah
mencegah-mencegah masuknya sesuatu kedalam lubang tubuh ataupun perut,
baik berupa makanan, minuman, atau yang lain. Kesimpulan pendapat Imam
Malik, bahwa orang yang berpuasa wajib menahan diri diri masuknya sesuatu
kedalam kerongkongan dari jalur maaupun, baik berupa makanan dan
minuman ataupun yang lain.10
Semua Ulama sepakat bahwa benda yang membatalkan puasa selain
makanan dan minuman kecuali Imam Maliki, sepakat bahwa orang yang
berpuasa dan berciuman hingga keluar sperma, puasanya batal. Tetapi kalau
hanya keluar madzi, puasanya tidak batal.
 Hukum Berciuman bagi orang yang Berpuasa

9
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adilltauhu, Jakarta: Penerbit Darul Fikr, 2011. hlm. 44-45

10
Fiqih Islam, 28 Pebruari 1994 hlm 197-199

13
Para ulama berbeda pendapat tentang mencium bagi orang yang
berpuasa, sebagian ulama memperbolehkannya. Sebagian yang lain
menghukumi makruh bagi yang muda, dan memeperbolehkan nagi yang tua.
Dan sebagian yang lain berpendapat makruh secara muthlaq.

Ulama-ulama yang menghukumi makruh, karna mencium berpotensi


berkelanjutan kehubungan seks. “ Rasulullah Saw, ditanya tentang mencium
bagi orang yang sedang berpuasa, beliau bersabda, “ orang yang mencium dan
dicium pada saat sama-sama batal”. Hadits ini di riwayatkan oleh Ath-
Thahawi, tetapi menilainya dha’if.
 Hukum Berbekam bagi orng yang Berpuasa
Tentang masalah berbekam, ada tiga pendapat. Menurut sebagian
ulama juga didukung oleh Imam Ahmad, Dawud, Al-Auzi’I dan Ishaq bin
Rahawih, berbekam membatalkan puas. Seabagia ulma yag lain yang
didukung oleh Imam Maliki, Imam Asy-syafi’I, dan Ats-Tsauri, berbekam
bagi orang yang berpuasa hukumnya makruh, dan tidak sampai membatalkan
puasa. Dan menuruit sebagian ulama yang di dukung Imam Abu Hanifah
berikut murid-muridnya, berbekan bagi orang berpuasa tidak membatakalkan
puasa.
Perbedaan pendapat merka ini karena ada dua hadits yang berbeda.
pertama, hadits yang di riwayatkan oleh jalur sanad Tsauban dan dari
sanad jalur Rafi’ bin Khudaij. Rasullah Saw. bersabda, : “Puasa orang yang
membekam dan orang yang di bekam sama-sama batal”.
kedua, hadits Ikrimah dari Ibnu Abbas. “Sesungguhnya Rasulullah Saw.
ketika sedang berpuasa pernah berbekam”.
Hadits Ibnu Abbas ini Sahih. Menanggapi kedua hdits tersebut, para
ulama menempuh tiga jenis pendekatan. Pertama pendekatan tarjih tau
menggulkan. kedua, pendekatan jam’u atau mengompromikan. ketiga,
pendekatan isqath atau menggugurkan ketika terjadi pertentangan dan
kembali pada hukum asal, karna tidak diketahui siapa yang menaskh dan mana
yng dinaskh.
 Hukum Bagi Orang yang Pingsan, Sakit dan Gila
Menurut para ulama dan ahli fiqih orang yang pingsan wajib
mengganti puasanya. Menurut Imam Maliki jika pingsan dan gila terjadi lebih
dari setengah hari maka puasanya sah. Dan apabila pingsan dan gilanya terjadi
pada awal siang hari maka wajib diqadha. Tetapi semua itu di anggap lemah,
karna pingsan dan gila adalah sifat yang menggugurkan bebabn kewajiban.
 Hukum Muntah bagi yang Berpuasa
Junhur sepakat bahwa orang yang mengalami muntah tidak batal
puasanya. Kecuali menurut Rabi’ah yang menagnggap batal puasa. Mereka

14
juga berpendapat bahwa yang sengaja yang muntah batal puasanya. Kecuali
menurut Thsawus yang menganggap tidak batal..
a. Macam-macam Puasa
`Dan ketahui lah bahwa puasa tidak hanya pada saat bulan Ramadhan
saja, tapi puasa juga sangat di anjurkan pada hari-hari yang mempunyai
banyak keutamaan di dalamnya; baik yang terjadi tiap tahun, tiap bulan atau
tiap pekan. Yang terdapat pada setiap tahun adalah
1. Hari ‘Arafah, yaitu tanggal 9 Dzulhijjah. Puasa pada hari ‘Arafah mempunyai
banyak keutamaan dan pahala sebagaimana di sebut dalam beberapa hadist.
Oleh karna itu, sangat di anjurkan bagi mereka yang tidak sedang
melaksanakan ibadah haji untuk berpuasa pada haris itu.
2. Hari ‘Asyura, yaitu tanggal 10 muharam, yang mempunyai keutamaan berupa
penghausan dosa-dosa yang pernah di perbuat pada tahun lalau.
3. Puasa pada 10 hari pertama Dzulhijah. Dalam sebuah hadist di sebutkan
bahwa Rasullah Saw. bersabda:
“Tidak ada hari amalan di dalamnya lebih utama dan lebih di cintai
Allah melebihi hari-hari yang sepuluh pada bulan Dzulhijjah”.
Dalam riwayat lain disebutkan: “Puasa yang paling utama di bulan
Ramadhaan adalah puasa di bulan Muharram, dan shalat yang paling utama
setelah shalat fardhu adalah shalat malam.
4. Puasa pada bulan Rajab dan Say’ban. Puasa yang mempunyai keutamaan
didalamnya, Rajab, Dzulhijjah, Dzulqa’dah dan Sya’ban.11
Inilah hari-hari dalam satu tahun yang mempunyai keutamaan di dalamnya.
Puasa yang paling utama setelah Ramadhaan adalah Muharram, kemudian
Rajab, Dzulhijah. Dzulqa’dah dan Sya’ban.
Adapun hari-hari dalam, sebulan yang mempunyai keutamaan di
dalamnya adalah permulaan bulan, pertengahan bulan dan akhir bulan.
Ibnu Hajar mengatakan bahwa di sunah berpuasa pada hari ketujuh
atau kedelapan dan dua hari sesudahnya pada setiap bulan.
Adapun hari-hari dalam satu pekan yang mempunyai keutamaanya di
dalamnya adalah:
Hari Senin, Kamis, dan Jum’at. Maka dianjurkan untuk berpuasa pada
hari itu dan memperbanyak amal kebajikan supaya pahala berlipat ganda. 12
Rasulullah Saw. bersabda: “Sesungguhnya kedua hari itu (yakni, Senin
dan kamis) adalahhari di mana amal-amal ditunjukan kepada Tuhan seluruh
alam, maka aku ingin amalku di tunjukan ketika akunsedangbberpuasa”.
11
Al-bantani Nawawi, Tangga Menuju Kesempurnaan Ibadah, Ciputat Tanggerang, 2012 hlm.211-214.

12
Al-bantani Nawawi, Tangga Menuju Kesempurnaan Ibadah, Ciputat Tanggerang, 2012 hlm.213-216.

15
Khusus berkenaan dengan hari jum’at, makruh hukumnya berpuasa pada hari
itu saja tanpa di ikuti hari yang lain, karna Jum’at adalah hari raya umat
muslim dan hari untuk mengerjakan berbagai macam ibadah sunnah.
Puas hari Senin, Kamis dan Jum’at menghapus dosa-dosa selama satu
pekan. Puasa pada hari pertama, pertengahan dan akhir bulan bersama [uasa
pada hari-hari al-bidh dapat menghapus dapat menghapus dosa-dosa selama
satu bulan. Sedangkan puasa pada hari-hari yang mempunyai keutamaan
dalam setiap tahunnya dapat mengapus dosa satu tahun.
Imam Al-Ghazali tidak menyebut enam hari pada satu bulan syawwal,
pada hal ia sangat di anjurkan sebagaimana sabda Rasullah saw.: “Barang
siapa berpuasa Ramadhaan kemudian menambahnya dengan enam hari bulan
syawal, maka seakan-akan berpuasa selama satu tahun”.
Puasa yang sempurna adalah dengan mencegah semua anggota badan
dari perbuatan tercela yang di benci oleh Allah Swt. Dan yang termasuk dalam
katagori puasa orang-orang shaleh dan dinamakan puasa khusus dapat di
laksanakan dengan empat cara yaitu:
Pertama, Menjaga pandangan mata dari sesuatu yang di haramkan
Allah Swt. dan dari segala sesuatu yang melalaikan hati dari bredzikir kepada-
Nya, Rasulullah Saw. bersabda: “Pndangan mata (terhdp sesuatu yang
terlarang) itu adalah panah berbisa dari iblis yang di laknat oleh Allah; maka
barang siapa yang meniggalkannya karna takut kepada Allah, maka Dia akan
menganugrahkannya kepadanya iman yang dapat ia rasakan manisnya dalam
hati.
Kedua: Menjaga lisan dari perkataan yang tidak bermanfaat.
Ketiga: Menjga telinga dari mendengar apa-apa yang di haramkan Allah Swt.
Jabir bin ‘Abdullah menuturkan bahwa Rasulullah Saw. bersabda:
“Lima perkara yang membatalkan puasa; berkata dusta, menggunjingkan
orang, mengadu domba, sumpah palsu dan memandang (wanita yang di
haramkan untuk memandanganya) dengan syahwat”.
Rasulullah Saw. bersabda: “Bau mulut seorang yang berpuasa lebioh
harum di sisi Allah dari pada aroma minyak misik.
 Puasa yang diharamkan dan dimakruhkan
Puasa yang diharamkan dan dimakruhkan antara lain :
 Haram puasa di hari raya
Barang siapa yang berpuasa di dua hari ini, maka ia telah berbuat dosa,
dan puasanya tidak sah. Ibnu Azar meriwatkan bahwa ia berkata, “ Saya
menjumpai Id bersama Umar bi Khatab. Ia datang dan melaksanakan
shalat , lalu berpaling menghadap jama’ah dan berkhotbah. Ia berkata,
“Dua hari ini adalah hati dimana Rasulullah Saw. melarang kita berpuasa,

16
yaitu berbuka kalian dari puasa kalian dan hari kalian makan setelah
nusuk (kurban) kalian.6
 Puasa hari-hari Tayrik
Hari tasyrik adalah lanjutan dari hari Idul Adha. Ia merupakan hari
penyempurna dan membersamakan dengan pensyariatan Takbir setelah
shalat dan pensyariatan kurban.
Tentang pernyataan diatas Nabi menjelaskan : “Hari-hari tasyrika
dalah hari-hari makan, minum, dan Dzikrullah Ta’ala.
 Puasa Bid’ah Dalam Agama
Salah satu puasa yang di Haramkan adalah Puasa yang di ada-adakan
oleh masyarakat berdasar pada hawa nafsu mereka, tidak di syariatkan oleh
allah dan Rasul-Nya, tidak di kerjakan oleh Khulafaurasyidin setelahnya
dan tidak juga di anjurkan oleh seorangpun dari kalangan pemimpin umat.
a. Puasa tanggal 12 Rabiul Awal
b. Puasa tanggal 27 Rajab
c. Puasa Hari Nsifu Sya’b

C.UMROH
1. Pengertian Umrah
Dalam buku bimbingan Masnasik Haji Dapartemen Agama RI. Umrah ialah
berkunjung ke Bitullah untuk melaukan Thawaf, Sa’i, dan bercukur mengharap
ridha Allah.
Umrah dapat dilakukan kapan saja kecuali pada waktu-waktu yang
dimakruhkan seperti, hari Arafah, Nahar dan Tasyrik.
 Dan dalam ibadah umrah para jamaah harus mengerjakan amalan ibadah umrah
di antaranya sebagai berikut:
a. Berihram (berniat untuk umrah) di Miqat
b. Melakukan Thawaf sebanyak tujuh kali putaran
c. Melakukan Sa’i anatara Shofa dan Marwah
d. Mencukuyr dan memetong rambut.13
2. Macam-macam Umrah
Umrah terbagi menjadi dua yaitu:
1. Umrah wajib
13
Al-bantani Nawawi, Tangga Menuju Kesempurnaan Ibadah, Ciputat Tanggerang, 2012 hlm.224-226.

17
Adalah umrah yang dilakukan pertama kalinya dalam kaitan dengan
pelaksanaa ibadah haji. Seperti kita ketahui melaksanakan ibadah haji kita
diwajibkan untuk melakukan haji dan umrah dalam satu-kesatuan.
2.Umrah Sunah
Umrah sunah bisa dilakukan kapan saja atau sesudahnya. ibadah umrah
juga bisa dilaksanakan di luar musim haji.
 Adapun rukun-rukun umrah antara lain :
a) Berihram serta berniat
b) Thawaf berkeliling Ka’bah
c) Bercukur atau bergunting sekurang-kurangnya tiga helai rambut
d) menertibkan rukun diatas tersebut
 Wajib umrah antara lain :
a. Ihram atu Miqat

b. Menjauhkan diri mahramat atau larangan pada saat umrah/

 Syarat umrah antara lain :

1. Beragama Islam

2. Adapun pengertian umrah berasal dari kata I’timar yang berarti ziarah, yakni
menziarah ka’bah, dan bertawaf disekelilingnya, kemudian bersa’i antara
shafa dan marwah serta mencukur rambut (tahallul) tanpa wukuf di
Arafah.Baligh

3. Berakal sehat

4. Merdeka (bukan budak)

5. Mampu 14

BAB III
PENUTUP

A.KESIMPULAN
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa menurut syara’ puasa adalah menahan diri
dari syahwat kemanualan dan perut sejak terbit fajar hingga matahari terbenam disertai waktu
malam. Hukumnya adalah satu kewajiban dalam Islam yang di tetapapkan berdasarkan Al-
Quran dan sunnah serta Ijma’umat. Allah Ta’ala berfirman: “Hai orang-orang yang beriman,
diwajibkan atas kamu berpuasa sebagai mana diwajibka atas orang-orang sebelum kamu agar
kamu bertakwa”.Al-Baqarah : 183.

14
Fiqih Islam, 28 Pebruari 1994 hlm 220-223

18
1. Puasa adalah penahanan diri dari syahwat perut dan syahwat kemaluan, dari
segala benda konkret yang memasuki rongga dalam tubuh (seperti obat dan
sejenisnya),
2. Adapun macam-macam puasa ada tiga jenis yaitu puasa wajib, puasa sunah,
puasa makruh dan puasa haram
3. Haji adalah datang ke Baitullah untuk menunaikan ibadah haji
4. Ada pun macam-macam haji adalah haji tamattu, haji qiran dan ifrad
Umrah adalah berkunjung ke Bitullah untuk melaukan Thawaf, Sa’i, dan
bercukur mengharap ridha Allah.

DAFTAR PUSTAKA

Azzam, Abdul Aziz Muhammad & Hawwas, Abdul wahhab Sayyed, 2010,
Fiqih Ibadah, Jakarta: Amzah, Maktabah al-syamillah. Sohih al bukhori
Mughiniyah, Muhammad Jawwad. 1994, Fiqih Lima Mazhab, Jakarta Basri
Pers
Zuhally, Wahbah, 1985, Fiqih al Islam wa Adiullatul Beirut: Dar al-fikr
19
Uwaidhah, Shalah,2010 Bidiyatul Mujtahid, Maktabah Asy-Syuruk Ad-
Dauliyyah
Al-Bantani,Nawawi, 2012, Tangga Menuju Kesempurnaan Ibadah,
Tanggerang: Perpustakan Nasional Katalog
Luth, Thohir, 2004 syariat islam tentang haji dan umrah, Jakarta:Rineka Cipta
Qardhawi Yusuf ,2010 Fiqih Puasa, pajang solo, 2010

20

Anda mungkin juga menyukai