Anda di halaman 1dari 20

FIQIH IBADAH

HAJI DAN UMROH

Makalah ini Diajukan untuk Memenuhi Tugas Kelompok

Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam


Dosen Pengampu :

SAEHU ABAS, M.PD

Disusun Oleh :
1. Syafrudin
2. Uripah
3. Apip

FAKULTAS TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
INSTITUT AGAMA ISLAM BUNGA BANGSA CIREBON (IAI BBC)
Jl.Widarasari III Tuparev – Cirebon, Telp. (0231) 246215,Email:staibbc.cirebon@gmail.com
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunianya sehingga
penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini, shalawat serta salam kita haturkan kepada
Nabi Muhammad SAW yang telah membimbing kita di jalan yang baik. Makala ini penulis
buat atas tugas yang diberikan dosen pada mata kuliah Pendidikan Agama Islam yang
berjudul “Fiqih Ibadah“

Dalam penyusunan makala ini penulis banyak mendapat bantuan, untuk itu penulis
mengucapkan banyak terimakasih, dan tak lupa penulis juga sadar makalah ini masih banyak
kekurangan maka penulis sangat mengharapkan kritikan maupun saran yang sifatnya
membangun untuk kesempurnaan penyusunan makala yang baik dan benar.
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Ibadah Haji adalah rukun Islam kelima setelah syahat, shalat, zakat dan puasa yang wajib
dilaksanakan oleh setiap orang islam yang memenuhi syarat isitaah, baik secara finansial,
fisik, maupun mental dan merupakan ibadah yang hanya wajib dilakukan sekali seumur
hidup. Ibadah haji adalah bentuk ritual yahunan yang dilaksanakan kaum muslim sedunia
dengan berkunjung dan melaksanakan beberapa kegiatan di beberapa tempat di Arab Saudi
pada suatu waktu yang dikenal sebagai bulan haji (bulan dzulhijjah). Hal ini berbeda dengan
ibadah umrah yang bisa dilaksanakan sewaktu-waktu.

1.2.Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah akan dibahas dalam makalah ini antara lain :
1. Apa yang dimaksud dengan haji dan umrah?
2. Apa saja macam-macam haji?
3. Apa hukum Haji dan Umrah?
4. Apa syarat-syarat Haji dan Umrah?
5. Apa saja hikmah dan keutamaan Haji dan Umrah?

1.3.Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui dan memahami yang dimaksud dengan haji dan umrah.
2. Untuk mengetahui dan memahami macam – macam haji.
3. Untuk meggetahui apa hukum haji dan umrah
4. Untuk mengetahui apa syarat-syarat-syarat haji dan umrah
5. Untuk mengetahui apa saja hikmah dan ketamaan haji dan umrah
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Haji dan Umrah

1. Haji

Secara terminologi haji berasal dari bahasa Arab yang mengandung arti qash,
yakni tujuan, maksud, dan menyengaja, berarti menyengaja atau menuju dan
mengunjungi. Menurut istilah syara’, haji ialah menuju ke Baitullah dan tempat-tempat
tertentu untuk melaksanakan amalan-amalan ibadah tertentu.
Menurut Hasbi Ash Shiddieqy dalam bukunya, Pedoman Haji menyatakan haji
menurut bahasa ialah menuju kesuatu tempat berulang kali atau menuju kepada sesuatu
yang dibesarkan.
Menunaikan ibadah haji adalah bentuk ritual tahunan yang dilaksanakan kaum
muslim sedunia yang mampu secara material, fisik, dan keilmuan dengan berkunjung
dan melaksanakan beberapa kegiatan di beberapa tempat di Arab Saudi pada suatu
waktu yang dikenal sebagai musim haji (bulan dzulhijjah).
Dari pengertian di atas saya bisa menyimpulkan, haji artinya mengunjungi Kabah
untuk mengerjakan thawaf, sai, wuquf dan ibadah lainnya karena Allah semata. Haji
diwajibkan bagi yang berakal, baligh, merdeka, mampu menempuh perjalanan serta
tersedianya dana baik bagi dirinya sendiri maupun bagi keluarga yang ditinggalkannya.
Kewajiban mengerjakan haji hanya wajib sekali saja dalam seumur hidup sedangkan
selebihnya adalah sunnah.

2. Umrah

Dilihat dari segi bahasa umroh berarti meramaikan. Menurut Nurcholis Madjid
meramaikan berarti meramaikan tempat suci Makkah, yang di situ terletak Masjidil
Haram dan di dalamnya terdapat Ka’bah. Namun demikian umroh dalam konteks
ibadah tidak sekedar mempunyai arti meramaikan, melainkan lebih dari itu yaitu kita
dituntut agar bisa mengambil manfaat darinya.
Sedangkan Muhammad Taufiq Ali Yahya dalam bukunya Makkah, Manasik
Lengkap Umroh dan Haji serta Doa-doanya menyatakan, umroh menurut bahasa
umroh berarti ziarah secara umum. Sedangkan menurut syariat umroh berarti ziarah ke
baitullah Haram untuk menunaikan manasik tertentu seperti thawaf, sa’i dan taqshir.
B. Macam-Macam Haji

Dalam pelaksanaannya haji dibagi menjadi tiga macam yaitu: haji qiran, haji ifrad
dan haji tamathu.
1. Haji qiran, yaitu berihram di miqat dengan niat melaksanakan haji dan umrah secara
bersamaan, yang melaksanakan haji qiran tetap dalam keadaan ihwamnya sampai
selesai amalan haji dan umrahnya, kemudian tahallul awwal pada hari nahar (10
dzulhijjah) sesudah melontar Jumrah Aqabah dan tahallu tsani sesudah thawaf
ifadhah
2. Haji Ifrad, yaitu seorang yang berihram untuk melaksanakan ibadah haji saja, dia
tidak bertahallul dari ihwamnya sampai dia selesai melaksanakan manasik hajinya
pada tanggan 10 dzulhijjah.
3. Haji tamathu, yaitu berihrâm untuk umrah terlebih dahulu pada bulan Syawal,
Dzulqa’dah dan Dzulhijjah kemudian mengerjakan haji di tahun itu juga. Disebut
tamattu karena menunaikan dua macam ibadah (haji dan Umrah) di satu musim haji,
tanpa kembali dahulu ke kampung halamannya. Setelah niat atau ihram kemudian
mengerjakan semua amalan umrah hingga tahallul. Setelah itu boleh mengenakan
pakaian biasa lagi dan halal yang tadinya terlarang ketika ihrâm sambil menunggu
datangnya waktu ibadah haji. Tanggal 8 Dzulhijjah (hari tarwiyah) kembali berihrâm
untuk melaksanakan haji setelah sebelumnya melaksanakan semua sunah ihram.

C. Hukum dan Keutamaan Haji dan Umrah


1. Hukum dan Keutamaan Ibadah Haji
Ibadah Haji merupakan salah satu rukun Islam yang telah diwajibkan oleh

Allah Subhanahu wa Ta’ala bagi hamba-Nya. Firman Allah, “Mengerjakan haji

adalah kewajiban manusia kepada Allah, yaitu bagi mereka yang sanggup

mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari kewajiban

haji maka sesungguhnya Allah Mahakaya dari alam semesta ini.” (Ali Imran:

97)

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam bersabda, “Islam dibangun di atas

lima perkara, yaitu syahadat bahwasanya tidak ada Dzat yang benar untuk

disembah kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan

shalat, mengeluarkan zakat, melaksanakan haji dan puasa

Ramadhan.” [Muttafaq ‘Alaih]


Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam juga bersabda, “Barangsiapa yang

pergi haji lalu ia tidak berkata kotor [Ar-rafats: perkataan yang kotor] dan

tidak pula berbuat fasik [Al-Fusuq: Kemaksiatan] maka diampuni dosa-

dosanya yang telah lalu.” [HR. Tirmidzi]

2. Syarat-Syarat Kewajiban Haji

a. Beragama islam

Orang kafir tidak diwajibkan dan tidak sah melaksanakan ibadah haji

b. Berakal sehaht

Haji tidak wajib bagi orang gila. Sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi

wasallam, “Pena (kewajiban/catatan dosa) diangkat dari tiga golongan,

yaitu, dari orang yang tidur sampai ia terbangun, dari anak-anak sampai

ia baligh, dan dari orang gila sampai ia sembuh dari gilanya.” [HR. Abu

Dawud]

c. Baligh

Anak kacil tidak diwajibkan melaksanakan ibadah haji. Akan tetapi

jika mereka melaksanakan ibadah haji maka haji mereka sah dan dianggap

sebagai ibadah sunnah bagi mereka. setelah baligh mereka wajib

melaksanakan kembali ibadah haji. Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhu

diriwayatkan, ada seorang wanita yang membawa anaknya menghadap

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam lalu bertanya, “Ya Rasulullah,

adakah kewajiban haji bagi anak ini?” Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi

wasallam menjawab, “Iya, dan engkau akan kebagian pahalanya.” [HR.

Muslim]

d. Orang Merdeka (bukan hamba ahaya

Tidak ada kewajiban haji bagi hamba sahaya. Sebagaimana sabda

Rasulullah Shallallahu Alaihi wasallam, “Seorang hamba sahaya yang

melaksanakan haji, jika ia telah dimerdekakan maka ia wajib

melaksanakan ibadah haji lagi.” [HR. Al-Baihaqi]


e. Mampu

Kemampuan ini mencakup perbekalan [Az-zaad artinya perbekalan


berupa makanan dan minuman serta pakaian] dan kendaraan [Ar-raahilah
artinya kendaraan berupa mobil, pesawat atau kapal laut]. Firman Allah
Subhanahu wa Ta’ala, “Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia
kepada Allah, yaitu bagi mereka yang sanggup mengadakan perjalanan
ke Baitullah.” (Ali Imran: 97)

f. Bersama Mahram

Dalam hadits Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma disebutkan bahwa ia


berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam
menyampaikan dalam khutbahnya, “Seorang wanita dilarang bepergian
tanpa ditemani oleh mahramnya.” [HR. Muttafaqun Alaihi] Lalu ada
seorang pria yang berdiri dan bertanya, “Ya Rasulullah, istriku pernah keluar
rumah karena keperluan mendesak sementara aku tercatat sebagai pasukan di
perang ini dan itu. Rasulullah berkata, “Kalau begitu pergilah engkau
berhaji menemani istrimu.” [HR. At-Tirmidzi]

g. Mewakilkan Pelaksanaan Ibadah Haji


Orang yang tidak mampu melaksanakan ibadah haji karena faktor usia,
karena penyakit akut, atau kelemahan fisik sehingga tidak mampu melakukan
perjalanan jauh, dibolehkan mewakilkan pelaksanaan ibadah haji atau umrah
untuknya. Haji dan umrahnya sah walaupun ia sembuh sesaat setelah orang
yang menggantikannya melaksanakan ihram. Diriwayatkan dari Al-Fadhl bin
Abbas, ada seorang wanita dan Bani Khats’am bertanya, “Wahai Rasulullah,
ayahku dibebankan kewajiban melaksanakan ibadah haji akan tetapi ia
tidak mampu bepergian jauh karena telah renta.” Maka Rasulullah
berkata, “Hajikanlah ia.” [HR. Abu Dawud]
3. Syarat-Syarat Orang yang Boleh Menghajikan Orang Lain :
 Terpenuhinya syarat-syarat kewajiban haji pada orang tersebut
 Orang yang menghajikan orang lain telah melaksanakan haji untuk
dirinya sendiri. Jika belum maka hajinya untuk orang lain tidak sah dan
beralih ke dirinya sendiri.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma, Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wasallam mendengar seseorang yang
berkata, “Labbaika ‘an Syubrumah.” Lalu beliau bertanya, “Siapakah
Syubrumah itu? ia menjawab, ia adalah saudaraku atau kerabatku.”
Beliau bertanya lagi, “Sudahkah engkau berhaji untuk dirimu sendiri?
Orang itu menjawab, “Belum.” Beliau bersabda, “Berhajilah untuk dirimu
terlebih dahulu baru engkau berhaji untuk Syubrumah.” [HR. Abu
Dawud]

4. Hukum dan Keutamaan Umrah


Ibadah umrah wajib dilaksanakan oleh setiap muslim minimal sekali seumur
hidup seperti halnya ibadah haji. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam
bersabda, “Islam itu adalah hendaknya engkau bersaksi bahwa tiada Dzat yang
benar untuk disembah kecuali Allah dan Muhammad adalah Rasul Allah,
engkau mendirikan shalat, membaya zakat, menunaikan ibadah haji dan
umrah, mandi karena jinabat, menyempurnakan wudhu’ dan berpuasa di bulan
Ramadhan.” [HR. Ibnu Khuzaimah]
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam juga bersabda, “Ibadah umrah ke
ibadah umrah berikutnya sebagai penghapus dosa-dosa yang timbul antara
keduanya, dan haji mabrur tidak ada balasannya kecuali
surga.” [HR.Muttafaqun Alaihi]

D. Sejarah Haji dan Umrah


Sejarah Haji dalam Islam bermula dari ribuan tahun yang lalu. Pada masa
Nabi Ibrahim AS (1861 – 1686 SM), yang merupakan keturunan Sam Bin Nuh AS
(3900 – 2900 SM). Literatur-literatur yang ada dalam khasanah Islam menjelaskan
bahwa Nabi Ibrahim AS lahir di Ur-Kasdim, sebuah kota penting di Mesopotamia,
selanjutnya Nabi Ibrahim tinggal di sebuah lembah di negeri Syam.

Ketika sudah memasuki usia senja, Nabi Ibrahim belum juga dikaruniai
keturunan. Sang istri (Sarah) sangat sedih melihat keadaan ini dan meminta Nabi
Ibrahim untuk menikahi Hajar. dari Hajar inilah Allah mengkaruniai Ibrahim seorang
anak bernama Ismail. Dan Sarah tidak mampu memendam rasa pilunya karena tidak
mendapatkan keturunan sepanjang perkawinannya dengan Nabi Ibrahim AS.
Nabi Ibrahim AS kemudian mengadukan permasalahannya kepada Allah. Lalu
Allah perintahkan Nabi Ibrahim membawa Ismail bersama Hajar untuk menjauh dari
Sarah. Nabi Ibrahimpun bertanya : “Yaa Allah, kemana aku harus membawa
keluargaku ?”
Allah berfirman : “Bawalah ke tanah Haram-Ku dan pengawasan-Ku, yang
merupakan daratan pertama Aku ciptakan di permukaan bumi yaitu Mekkah.”

Lalu malaikat Jibril AS turun kebumi membawa kendaraan cepat. Kemudian


Jibril membawa Hajar, Ismail dan Nabi Ibrahim AS. Setiap kali Nabi Ibrahim AS
melewati suatu tempat yang memiliki ladang kurma yang subur, ia selalu meminta
Jibril untuk berhenti sejenak. Tetapi Jibril selalu menjawab, “teruskan lagi” dan
“teruskan lagi”. Sehingga akhirnya sampailah di Mekkah dan Jibril mereka di posisi
Ka’bah, dibawah sebuah pohon yang cukup melindungi Hajar dan anaknya Ismail dari
terik matahari.

Selanjutnya Nabi Ibrahim AS bermaksud pulang kembali ke negeri Syam


menemui Sarah istri pertamanya. Hajar merasa sedih karena akan ditinggalkan oleh
suami tercintanya. “Mengapa menempatkan kami disini. Tempat yang sunyi dari
manusia , hanya gurun pasir, tiada air dan tiada tumbuh-tumbuhan ?” tanya Hajar
sambil memeluk erat bayinya, Ismail.
Ibrahim menjawab: “Sesungguhnya Allah yang memerintahkanku
menempatkan kalian di sini”.

Lalu Ibrahim beranjak pergi meninggalkan mereka. Sehingga sampai di bukit


Kuday yang mempunyai lembah, Ibrahim berhenti sejenak dan melihat kepada
keluarga yang ditinggalkannya. Dia lalu berdoa, seperti yang diabadikan dalam Al
Qur’an. Allah berfirman mengulangi doa Nabi Ibrahim AS : ” Yaa Tuhan kami,
sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak
mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati. Yaa
Tuhan Kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat. Maka jadikanlah
hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berilah mereka rizki dari buah-
buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.” (QS Ibrahim : 37)
Setelah Nabi Ibrahim AS pergi, tinggallah Hajar bersama bayinya Ismail.
Ketika sinar matahari mulai menyengat, bayi Ismail menangis kahausan. hajarpun
panik mencari air. naluri keibuannya berusaha gigih mencari air. Awalnya hajar naik
ke bukit Shafa, tetapi tidak menemukan air. Lalu ia pergi lagi ke bukit Marwa dan
disanapun tidak menemukan air. Hajar mulai panik dan putus asa sehingga tidak
menyadari bahwa telah tujuh kali berlali bolak balik antara bukit Shafa dan Marwa.
Namun ia tetap tidak menemukan air diantara dua tempat tersebut.

Akhirnya dari bukit Marwa, hajar melihat ke arah Ismail. Dia heran, bayinya
tiba-tiba berhenti menangis. Hajarpun melihat air mengalir dari bawah kaki Ismail.
Hajar berlari dengan girang ke arah tempat bayinya. Dia berusaha menggali pasir,
membendung air yang mengalir tersebut sambil melafazkan kalimat “ZAM … ZAM”
(menampung). Sejak saat itu hingga sekarang, mata air tersebut dikenal di seluruh
penjuru dunia sebagai sumur Zam Zam.

Berselang beberapa waktu kemudian, lewatlah kabilah Jurhum di sekitar


tempat itu. Ketika berada di bukit Arofah, mereka melihat kerumunan burung-burung
beterbangan di atas udara. Mereka yakin disana pasti ada sumber air. Mereka segera
mendekati tempat tersebut.

Setelah sampai, mereka terkesima melihat seorang wanita bersama bayinya


duduk di bawah pohon dekat sumber air tersebut. Kepala suku Jurhum bertanya
kepada Hajar : “Siapakah anda dan siapakah bayi mungil yang ada dalam gendongan
anda itu ?” Hajar menjawab : ” Saya adalah ibu dari bayi ini. Ia anak kandung dari
Ibrahin AS yang diperintahkan oleh Tuhannya menempatkan kami di wadi ini.”
Lalu kepala suku Jurhum meminta izin tinggal berseberangan dengannya.
Hajar menjawab : ” Tunggulah sampai Ibrahim datang. Saya akan meminta izin
kepadanya“.
Tiga hari kemudian, Nabi Ibrahim AS datang melihat kondisi anak dan
istrinya. Hajar meminta izin kepada Ibrahim agar Kabilah Jurhum bisa menjadi
tetangganya. Nabi Ibrahimpun memberi izin dan Kabilah Jurhum menjadi tetangga
Hajar dan Ismail di tempat itu. Pada kesempatan berziarah selanjutnya, Ibrahim
menyaksikan tempat itu sudah ramai oleh keturunan bangsa Jurhum dan Nabi Ibrahim
merasa senang melihat perkembangan itu.

Hajar hidup rukun dengan bangsa Jurhum hingga Ismail mencapai usia
remaja. Selanjutnya Allah SWT memerintahkan kepadaIbrahim untuk membangun
Ka’bah pada posisi Qubah yang telah Allah turunkan kepada nabi Adam AS. Tetapi
Nabi Ibrahim tidak mengetahui posisi Qubah itu, karena Qubah tersebut telah
diangkat lagi oleh Allah ketika terjadi peristiwa banjir besar di bumi pada masa Nabi
Nuh AS. Kemudian Allah mengutus Jibril untuk menunjukkan kepada Ibrahim posisi
Ka’bah. Kemudian Jibril datang membawa beberapa bagian Ka’bah dari surga. Dan
pemuda Ismail membantu ayahandanya mengangkat batu-batu dari bukit.

Kemudian Nabi Ibrahin dan Ismail bekerja membangun Ka’bah sampai


ketinggian 7 hasta. Jibril lalu menunjukkan kepada mereka posisi Hajar aswad.
Kemudian Nabi Ibrahim meletakkan Hajar Aswad pada posisinya semula. lalu
Ibrahim membuatkan 2 pintu ka’bah. Pintu pertama terbuka ke timur dan pintu kedua
terbuka ke barat.

Ketika selesai pembangunan Ka’bah, Nabi Ibrahim dan Ismail melakukan


ibadah haji. Pada tanggal 8 Dzulhijjah Jibril turun menemui dan menyampaikan pesan
kepada Ibrahim. Jibril meminta Nabi Ibrahim mendistribusikan air zam zam ke
beberapa tempat seperti Mina dan Arafah. Maka hari itu disebut dengan dengan hari
“Tarwiyyah” (pendistribusian air). Setelah selesai pembangunan Baitullah dan
pendistribusian air tersebut, maka Nabi Ibrahim berdoa kepada Allah yang tercantum
dalam Al Qur’an :

” Dan (ingatlah) ketika Nabi Ibrahim berdoa : ” Yaa Tuhanku. jadikanlah


negeri ini negeri yang aman sentosa dan berikanlah riski dari buah-buahankepada
penduduknya yang beriman di antara mereka kepada Allah dan hari kemdian. Allah
berfirman : ” Dan kepada orang yang kafirpun aku beri kesenangan sementara,
kemudian aku paksa ia menjalani siksa neraka dan itulah seburuk-buruk tempat
kembali”. (QS. Al Baqarah : 126)
Sejak itu,kaum Muslimin melaksanakan ritual haji untuk berziarah ke Ka’bah
setiap tahun. Ini mengikuti risalah Nabi Ibrahim as dan Nabi Ismail as, serta risalah
para Nabi dan Rosul setelah keduanya. Ritual suci ini berlangsung terus seperti
pelaksanaan yang pernah dilakukan oleh Ibrahim dan Ismail. Namun pada periode
tokoh Mekkah ‘Ammarbin Luha, ritual haji mulai terkotori dengan kahadiran patung
dan berhala.
E. Rukun Haji

1. Ihram

Rukun yang utama dalam ibadah haji adalah berihram. Berihram dalam istilah
para ulama adalah masuk ke dalam suatu wilayah dimana keharaman-keharaman itu
diberlakukan dalam ritual ibdah haji. Di antara larangan-larangan itu misalnya
mengadakan akad nikah, berhubungan suami istri, membunuh hewan, memotong
kuku dan rambut, memakai wewangian atau parfum, mengenakan pakaian berjahit
buat laki-laki, ataumenutup wajah dan kedua tapak tangan bagi wanita dan
sebagainya. Sebagaimana firman Allah SWT :

Dan janganlah kamu mencukur kepalamu sebelum korban sampai di tempat


penyembelihannya. (QS Al-Baqarah: 196)

(musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi. Barangsiapa yang


menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh berkata
rafats (jorok), berbuat fasik dan berbantah-bantahan (QS. Al-Baqarah: 197)

Dan diharamkan atasmu (menangkap) binatang buruan darat selama kamu


dalam keadaan ihram (QS Al-Maidah: 96).
Maka selama rangkaian ibadah haji berlangsung yang umumnya kira-kira
selama 5 hari, setiap jamaah haji harus selalu dalam keadaan berihram, dimana bila
salah satu dari larangan berihram itu dilanggar, maka ada denda-denda tertentu seperti
kewajiban menyembelih hewan kambing.
Di luar itu setelah bertahallul, maka ihram pun sudah selesai. Para jamaah haji
sudah boleh mengerjakan kembali hal-hal yang tadinya dilarang, sebagaimana firman
Allah SWT :

Dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah berburu.
(QS. Al-Maidah : 2)
2. Wukuf

Melakukan wuquf di Arafah merupakan rukun yang paling utama di antara


serangkaian ritual ibadah haji. Bahkan seluruh rangkaian ibadah haji itu akan menjadi
tidak bermakna, sia-sia dan tidak sah, apabila seseorang meninggalkan rukun ini,
yaitu wuquf di Arafah. Dasar dari ketentuan itu adalah firman Allah SWT :

Kemudian bertolaklah kamu dari tempat bertolaknya orangorang banyak


(Arafah) (QS. Al-Baqarah : 198)
Dasar masyru’iyah wuquf di Arafah yang lain adalah sabda Rasulullah SAW

yang amat terkenal :

Haji adalah Arafah (HR. Abu Daud dan Al-Hakim)

Ibadah wuquf di Arafah hanya dilakukan setahun sekali saja, yaitu setiap
tanggal 9 bulan Dzulhijjah. Di luar tanggal tersebut, tidak ada wuquf di Arafah, dan
tempat itu hanya sebuah padang pasir yang terbentang luas tak berpenghuni.
Orang yang sekedar pergi umrah di luar musim haji tidak perlu melakukan
wuquf di Arafah. Kalau pun mereka mendatanginya, sekedar melihat-lihat dan tidak
ada kaitannya dengan ibadah ritual.

3. Tawaf
Thawaf adalah gerakan ibadah haji dengan cara berputar mengelilingi ka’bah
yang dimulai dari hajar aswad dan diakhiri di hajar aswad juga setelah tujuh putaran,
dengan menjadikan bagian kanan tubuhnya menghadap ke ka’bah.
Ada banyak jenis thawaf, namun yang termasuk rukun dalam ibadah haji
adalah thawaf ifadhah :
 Thawaf ifadah dikerjakan oleh jamaah haji setelah kembali dari mengerjakan
wuquf di padang Arafah dan bermalam di Muzdalifah.
 Thawaf ifadhah ini termasuk hal yang bisa ditinggalkan maka rangkaian
ibadah haji tidak sah, dan tidak bisa digantikan oleh orang lain.
 Thawaf ifadhah ini sering juga disebut dengan tawaf Ziarah, thawaf rukun,
dan juga disebut sebagai thawaf fardhu.

Sedangkan jenis-jenis thawaf yang lain juga disyariatkan namun tidak


termasuk ke dalam rukun haji, misalnya thawaf qudum, thawaf wada’, thawaf
tahiyatul masjid dan lainnya.
 Thawaf qudum adalah thawaf kedatangan pertama kali di kota
Mekkah, khusus dikerjakan oleh selain penduduk Mekkah. Hukumnya
sunnah.
 Thawaf wada’, adalah thawaf yang dikerjakan manakala jamaah haji
akan segera meninggalkan kota Mekkah. Hukumnya sunnah.
 Thawaf tahiyatul masjid adalah thawaf yang dikerjakan setiap
seseorang masuk ke dalam masjid Al-Haram Mekkah, sebagai
pengganti dari shalat tahiyatul masjid. Hukumnya juga sunnah.
4. Sa’i
Jumjhur ulama selain mazhab Al-Hanafiyah sepakat memasukkan ibadah sa’i
sebagai bagian dari rukun haji. Sedangkan Al-Hanafiyah menyebutkan bahwa sa’i
bukan termasuk rukun dalam ibadah haji. Secara istilah fiqih, ritual ibadah sa’i
didefinisikan oleh para ulama sebagai :

Menempuh jarak yang terbentang antara Safa dan Marwah sebanyak tujuh kali
pulang pergi setelah melaksanakan ibadah tawaf, dalam rangka manasik haji atau umrah.

Dasar dari ibadah sa’i adalah firman Allah SWT di dalam Al-Quran Al-Kariem:

Sesungguhnya Shafaa dan Marwa adalah sebahagian dari syi'ar Allah. Maka
barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau ber-'umrah, maka tidak ada dosa baginya
mengerjakan sa'i antara keduanya. Dan barangsiapa yang mengerjakan suatu kebajikan
dengan kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha
Mengetahui. (QS. Al-Baqarah : 158)

Selain itu juga ada hadits nabi SAW yang memerintahkan untuk melaksanakan
ibadah sa’i dalam berhaji.

Bahwa Nabi SAW melakukan ibadah sa’i pada ibadah haji beliau antara Shafa dan
Marwah, dan beliau bersabda,”Lakukanlah ibadah sa’i, karena Allah telah mewajibkannya
atas kalian. (HR. Ad-Daruquthuny)

Rukun sa’i adalah berjalan tujuh kali antara Shafa dan Marwah menurut
jumhur ulama. Dasarnya adalah apa yang dikerjakan oleh Rasulullah SAW bahwa
beliau melaksanakan sa’i tujuh kali. Dan juga didsarkan atas apa yang telah menjadi
ijma’ di antara seluruh umat Islam. Bila seseorang belum menjalankan ketujuh
putaran itu, maka sa’i itu tidak sah. Dan bila dia telah meninggalkan tempat sa’i,
maka dia harus kembali lagi mengerjakannya dari putaran yang pertama. Dan tidak
boleh melakukan tahallul bila sa’i belum dikerjakan. Sedangkan menurut Al-
Hanafiyah, rukunnya hanya empat kali saja. Bila seseorang telah melewati empat
putaran dan tidak meneruskan sa’inya hingga putaran yang ketujuh, dia wajib
membayar dam.

5. Al-Halqu wa At-Taqshir
Istilah al-halqu wa at-taqshir (‫( التقصیر و الحلق‬maknanya adalah menggunduli rambut
dan menggunting sebagian rambut.
Para ulama diantaranya mazhab Al-Hanafiyah, AlMalikiyah dan As-Syafi’iyah
berpendapat bahwa tindakan itu bagian dari manasik haji, dimana tahallul dari umrah atau
dari haji belum terjadi manakala seseorang belum melakukannya.
Dasar ibadah ini adalah firman Allah SWT :

Sesungguhnya Allah akan membuktikan kepada Rasul-Nya, tentang kebenaran


mimpinya dengan sebenarnya (yaitu) bahwa sesungguhnya kamu pasti akan memasuki
Masjidil Haram, insya Allah dalam keadaan aman, dengan mencukur rambut kepala dan
mengguntingnya, sedang kamu tidak merasa takut. (QS. Al-Fath : 27)
Mimpi Nabi SAW dibenarkan oleh Allah SWT sebagai bagian dari wahyu dan risalah.
Di dalam mimpi itu, beliau SAW melihat diri beliau dan para shahabat mencukur gundul
kepala mereka dan sebagiannya mengunting tidak sampai habis. Dan semua itu dalam
rangka ibadah haji di Baitullah Al-Haram.
Namun mazhab Al-Hanabilah tidak menyebutkan bahwa menggunduli kepala atau
mengurangi sebagian rambut itu sebagai bagian dari manasik haji. 40
Kalau pun perbuatan itu dilakukan, hukumnya sekedar dibolehkan saja, setelah
sebelumnya dilarang. Sebagaimana orang yang sudah selesai dari ihram umrah atau ihram
haji boleh memakai parfum, atau boleh melepas pakaian ihram berganti dengan pakaian
lain, atau juga sudah boleh memotong kuku, mencabut bulu dan sebagainya.
Sehingga dalam pandangan mazhab ini, seseorang yang meninggalkan bercukur
sudah dianggap sah dalam umrah atau hajinya.
6. Tertib
Mazhab Asy-syafi’iyah menambahkan satu lagi rukun, yaitu tertib. Maksudnya,
bahwa semua rukun ini harus dikerjakan secara tertib berdasarkan urut-urutannya. Dan bila
tidak urut atau tidak tertib, maka hukumnya tidak sah.
F. Hikmah Melaksanakan Haji dan Umrah
Ibadah Haji dan Umroh merupakan pelaksanaan rukun Islam yang ke lima.
Banyak sekali hikmah yang terkandung di dalamnya. Karena ibadah haji maupun
ibadah umroh adalah wujud dari pertemuan antara kesadaran batin dan kecerdasan
rasio.
Setiap orang yang melakukan jenis ibadah ini pasti punya pengalaman
spiritual yang berbeda-beda. Bahkan kadangkala terlihat tak masuk akal atau di luar
perkiraan manusia.
Patuh dan mau menyerahkan diri kepada Allah SWT. Itulah wujud utama dari
pelaksanaan ibadah haji dan umroh di tanah suci. Kita memenuhi panggilan Allah
dengan menempuh perjalanan yang panjang, memakan biaya yang banyak serta waktu
yang lama, dan harus berpisah dengan saudara, keluarga sera harta benda yang kita
miliki.
Tujuannya cuma satu, yaitu menjalankan tugas mulia melalui ibadah dan ritual
sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditentukan.
Hikmah yang terkandung
Semua jenis ibadah di dalam agama Islam pasti punya hikmah yang tinggi.
Demikian pula dengan ibadah haji dan umroh. Hikamh dari pelaksanaan ibadah ini
antara lain :
1. Meningkatkan kedisiplinan
Ketika di tanah suci Mekkah dan Madinah, seluruh umat yang melaksanakan
ibadah haji dan umroh harus terbiasa untuk disiplin ketika melaksanakan ritual haji
maupun sholat. Pola disiplin ini di harapkan bisa terus berkelanjutan meski waktu
pelaksanaan ibadah sudah selesai.
2. Meningkatkan kwalitas diri dalam beribadah
Orang yang merasa banyak dosa sering merasa putus asa. Namun Allah
menjanjikan akan menghapus segala dosa yang kita miliki ketika kita mau
melaksanakan ibadah secara tulus dan ikhlas. Hal ini akan mendorong kita untuk lebih
taat menjalankan jenis ibadah yang lain selain ibadah haji dan umroh.
3. Memunculkan sifat yang sabar
Ketika melaksanakan ritual ibadah haji dan umroh, tentu banyak cobaan dan
godaan yang muncul. Banyak umat Islam dari berbagi negara yang berkumpul di satu
tempat. Hal ini akan menimbulkan masalah berkenaan dengan fasilitas yang harus
digunakan bersama karena jumlahnya yang terbatas. Di sini sifat sabar harus
dikedepankan. Karena sifat egois dan mementingkan diri sendiri akan mengurangi
nilai ibadah yang sedang dikerjakan.
4. Melahirkan rasa solidaritas dan kekeluargaan
Dengan berkumpulnya banyak umat dari berbagai negara atau daerah, akan
menimbulkan rasa persatuan umat yang tinggi, tanpa membedakan golongan, ras dan
lain-lain. Perbedaan yang ada tersebut tidak perlu menimbulkan perpecahan, namun
justru akan membuat ikatan persaudaraan sesama umat Muslim seluruh dunia makin
kuat.
5. Meningkatkan dakwah
Ketika umat Islam dari segela penjuru dunia berkumpul, akan menjadi media
yang tepat untuk meningkatkan dakwah Islamiyah secara efektif. Di sini kita bisa
saling belajar dan bertukar pengalaman terhadap pelaksanaan ibadah maupun
penanaman nilai-nilai Islam di kehidupan sehari-hari dari masing-masing negara atau
wilayah.
Selain lima hikmah dari pelaksanaan ibadah haji dan umroh di atas, tentu
masih ada banyak hikmah yang lain. Setiap umat pasti punya sudut pandang yang
berbeda terhadap pelaksanaan ibadah yang harus dilakukan di tanah suci ini.
Namun yang terpenting adalah setelah pulang dari berhaji maupun umroh,
umat Islam harus punya pencerahan jiwa yang baru yang diwujudkan dalam amal
shaleh, baik untuk diri sendiri maupun bagi masyarakat dan lingkungannya.
KESIMPULAN

Haji menurut syara' ialah sengaja mengunjungi Ka'bah untuk melakukan beberapa
amal ibada dengan syarat-syarat tertentu
Syarat-syarat haji dan umah ialah islam, baligh, berakal sehat, merdeka, ada
bekalnya beserta tempatnya bila memang butuh tempat, ada kendaraannya, keadaan
perjalanan menurut perkiraan sangat aman.
Rukun haji yaitu ihram yang di sertai dengan niat, wukuf di tanah arafah, thawaf
di baitullah sebanyak 7 kali putaran, dan sa'i antara Shafa dan Marwah.
Wajib haji yaitu ihram dan miqad, berhenti di Mudzalifah sesudah tengah malam,
melontar Jumrah Aqobah, melontar 3 jumrah, berlama di mina, thawaf wada',
menjauhkan diri dari semua larangan atau yan di haramkan.
Sunah haji ialah mengerjakan ifrad, membaca talbih, tawaf qudum, bermalam di
Mudzalifah, mengerjakan sholat 2 rakaat karena tawaf, bermalam di mina, megerjaka
thawaf wada.
Hukum umrah adalah fardu 'ain atas tiap-tiap orang laki-laki atau perempuan,
sekali seumur hidup, seperti haji
Rukun umrah ialah ihram, thawaf, sa'i, dan mencukur atau menggunting rambut.
Cara-cara melaksanakan haji dan umrah ialah ifrad, qiran, tamattu'.
Larangan ketika ihram yaitu,
Untuk laki-laki yaitu : memakai pakaian berjahit, dan dilarang menutup kepala.
Untuk perempuan yaitu : menutup muka dan dua telapak tangan.
PENUTUP
Alhamdulillah, dengan memuji kepada Allah SWT serta berkat inayah,
petunjuk dan anugerah dari-Nya, akhirnya penulisan jilid keenam dari Seri Fiqih
Kehidupan ini sudah sampai di bagian akhir.
Tentu bukan berarti penulisan buku ini sudah selesai, dan juga tentu bukan
berarti sudah sempurna. Justru sebaliknya, penulis yakin sekali bahwa disana-sini
masih saja ada kekurangan dan kesalahan dari buku ini. Masih ada begitu banyak
yang belum dijelaskan oleh buku ini tentang ibadah haji yang memang unik. Dan
pastinya, masih ada halhal yang belum terlalu jelas diuraikan Penulis, sehingga
mungkin saja masih belum menjadi sumber informasi yang mendalam bagi pembaca.
Tentu semua itu harus dengan lapang hati penulis akui, sebagai bahan untuk
melakukan perbaikan-perbaikan yang insya Allah akan terus tetap dilakukan untuk
edisi mendatang.
Apalagi mengingat kebutuhan akan buku seperti ini cukup besar bagi banyak
khalayak. Sebab semangat dan keinginan untuk menunaikan ibadah haji ke tanah suci,
khususnya buat bangsa ini, tidak pernah mengalami penurunan. Sebaliknya, justru
semakin hari semakin membeludak saja jumlah calon jamaah haji yang ingin
memenuhi panggilan suci Nabi Ibrahim alaihissalam itu.
Di masa kini, setiap tahunnya pemerintah Saudi Arabia kebanjiran para tamu
Allah yang ingin menunaikan ibadah haji. Tidak kurang dari 3 juta orang memenuhi
padangArafah, Mina dan tempat suci lainnya. Dari sekian juta itu, terdapat tamu-tamu
Allah yang berkebangsaan Indonesia dengan jumlah tidak kurang dari 230 ribu
jamaah. Sungguh angka amat fantastis, apalagi bila dikaitkan dengan tingkat edukasi
umat atas fiqih haji yang secara umum masih agak memprihatinkan.
Dan bangsa Indonesia sendiri dalam kurun 30-an tahun belakangan ini
memang telah mengalami perubahan dalam gairah melaksanakan ajaran Allah,
khususnya ibadah haji.
Sebelumnya, bangsa ini mengalami demam sekulerisme, bahkan
islamophobia, dimana umat Islam umumnya tidak merasa perlu untuk berdekatan
dengan agama. Di masa itu, kantor, kampus dan sekolah masih sepi dari kegiatan
agama. Wanita yang menutup aurat masih dibilang orang kampung yang kesasar.
Pengajian dan dakwah diawasi dengan ketat, bahkan guru mengaji harus punya surat
izin.
Namun pendulum itu kemudian berbalik atas izin Allah SWT. Aktifitas
keislaman yang dahulu dibenci, ditakuti dan dianggap kampungan, konvensional dan
ketinggalan zaman, justru kini mendapat angin segar. Artis di TV pun sibuk memakai
kerudung, meski masih terbatas di bulan Ramadhan. Ceramah agama yang dahulu
diawasi, sekarang semua TV menyiarkannya, bahkan di jam tayang yang primadona.
Dan para pejabat, penguasa, artis serta selebiriti pun ramai-ramai menunaikan
ibadah haji ke Baitullah. Asalkan punya uang minimal 30-an juta, siapapun bisa
berangkat ke tanah suci.
Ada seorang pengusaha kaya yang bercerita, bahwa dirinya belum pernah
shalat seumur hidupnya, padahal lahir dalam keadaan muslim. Atas ajakan rekan-
rekan bisnisnya, dia pun diajak pergi ke tanah suci.
Begitu tiba di depan Ka’bah, dia kebingungan, karena seumur-umur belum
pernah shalat, dan sama sekali buta bagaimana caranyashalat. Akhirnya dia shalat
sejadi-jadinya sambil lirik kanan kiri, meniru gerakan shalat orang lain. Begitu pulang
dari tanah suci, barulah dia sadar bahwa dia perlu belajar agama Islam secara lebih
serius.
Dan apa yang diakui oleh pengusaha ini boleh jadi juga terjadi pada begitu
banyak jamaah haji. Bedanya, sang pengusaha ini dengan polos mengakui apa yang
dialaminya, sementara barangkali ada sekian banyak orang lain yang tidak siap untuk
mengakui, meski di dalam hati kecilnya, pasti ada keinginan untuk mendalami agama
Islam secara lebih serius.
Maka penulis tidak pernah berkecil hati atas semangat bangsa muslim terbesar
ini dalam menjalankan agamanya. Yang penulis risaukan adalah justru dalam
implementasinya, yang seringkali tanpa didasari dan dibekali dengan pengetahuan
yang cukup. Ibarat orang beramal, semangatnya sudah luar biasa, tetapi ilmunya tidak
punya.
Karena itulah buku ini tetap penulis rasakan sebagai sebuah kebutuhan yang
bersifat mutlak, khususnya bagi mereka yang akan segera datang ke tanah suci, dan
umumnya bukan umat Islam secara menyeluruh, yang membutuhkan edukasi secara
lebih lengkap.
Terakhir, penulis berharap buku ini dapat dimanfaatkan isinya, diamalkan
ilmunya, dan disampaikan ajarannya, sebagai amanat dari Nabi Muhammad SAW
kepada seluruh jajaran umat beliau. Semoga beliau SAW nanti menjadi saksi atas
amal dan dakwah kita, Amien.
DAFTAR PUSTAKA

Kitab Tafsir Al-Imam Al-Qurthubi, Tafsir Al-Jami li Ahkamil Quran Al-Imam Ath-

Thabari, Dalailunnubuwah Mughni Al-Muhtaj jilid 1 hal. 459 Lisanul Arab Hasyiyatu

Ad-Dasuqi, jilid 2 hal. 2 Mughni Al-Muhtaj jilid 1 hal. 460 Bada'i'ush-shanai' jilid 2 hal.

226 Syarah Al-Kabir jilid 2 hal. 2, Al-Mughni jilid 3 hal. 241, Alfuru' jilid 3 hal. 243 Al-

Umm jilid 2 hal. 117-118, Raudhatut-talib jilid 2 hal. 456, Mughni Al-Muhtaj jilid 1 hal.

460 Al-Umm jilid 2 hal. 118 Asy-Syarhul Kabir jilid 2 hal. 28, Nihayatul Muhtaj jilid 2

hal. 442, Al-Mughni jilid 3 hal. 465 Al-Bada'i jilid 2 hal. 267, Al-hidayah jilid 2 hal. 204

Lisanul Arab pada madah farada Al-Bada'i jilid 2 hal. 120 Al-Mughni oleh Ibnu

Qudamah jilid 3 hal. 218 Al-Mausu'ah Al-Fiqhiyah jilid 17 hal. 28 Fathul Qadir jilid 2

hal. 125 Ad-Durr Al-Mukhtar jilid 2 hal. 194-199Nihayatul Muhtaj jilid 2 hal. 385 Fathul

Qadir jilid 2 hal. 126 Fathul Qadir jilid 2 hal. 147, Asy-Syarhul Kabirjilid 2 hal. 7 Asy-

Syarhul Kabir jilid 5 hal. 2-10 Al-Qawanin Al-Fiqhiyah hal. 140, Kasysyaf Al-Qina’ jilid

2 hal. 446-450 Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah jilid 39 hal. 233 Tafsir Al-Jami’ li Ahkamil

Quran jilid 2 hal. 65 Bidayatul Mujtahid jilid 1 hal. 315 Al-Mughni jilid 3 hal. 271 Al-

Fiqhul Islami wa Adillatuhu oleh Dr. Wahbah Az-Zuhaili jilid 3 hal. 451 Panah

At'Tabilin, II, h. 303 Fiqh 'ala al-Mazahib al-Arba'ah, ha1.640 Fiqh as-Sunnah jilid 1 hal.

658 Lisanul Arab Ibnu Qudamah, Al-Mughni, jilid 3 hal. 435 Ibnu Rusyd Al-Hafid,

Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid, jilid 1 hal. 338 Fathul Qadir, jilid 2 hal. 156

Al-Muhazzab jilid 1 hal. 200 Al-Imam An-Nawawi, Al-Majmu’ Syarah Al-Muhadzdzab,

jilid 8 hal. 84-85 Dalailunnubuwah jilid 1 hal. 424

Anda mungkin juga menyukai