Anda di halaman 1dari 12

NAMA : RAHMAWATI AZIZ

NIM : 18010106037

ARTIKEL HAJI DAN UMRAH

A. PENGERTIAN HAJI

Haji secara lughowi (etimologis) berasal dari bahasa Arab al-hajj berarti
tujuan, maksud, dan menyengaja untuk perbuatan yang besar dan agung. Selain
itu, al hajj berarti mengunjungi atau mendatangi. Makna ini sejalan dengan
aktivitas ibadah haji, di mana umat Islam dari berbagai negara mengunjungi dan
mendatangi Baitullah (Ka'bah) pada musim haji karena tempat ini dianggap mulia
dan agung.

Makna haji secara istilah (terminologis) adalah perjalanan mengunjungi


Baitullah untuk melaksanakan serangkaian ibadah pada waktu dan tempat yang
telah ditentukan. Sayyid Sabiq, ahli kontemporer Mesir (lahir 1915 M),
mendefinisikan haji, yakni : “Dengan sengaja pergi ke Mekah untuk
melaksanakan tawaf, sa'i, wukuf di Arafah, dan rangkaian manasik haji lainnya,
dalam rangka memenuhi panggilan (kewajiban dari ) Allah dan mengharapkan
keridhaan Allah.”

Makna yang dilakukan “di tempat tertentu” seperti dalam pengertian itu ialah
sekitar Ka'bah, Arafah, Muzdalifah dan Mina. Sedangkan makna “pada waktu
tertentu”, yaitu mulai tanggal 9 sampai 13 Zulhijjah setiap tahun. Sementara
makna melakukan serangkaian “ibadah tertentu” adalah yang termasuk dalam
kategori rukun haji, wajib haji seperti Wukuf, Mabit, Melontar Jumrah, Thawaf,
Sa'i, dan Tahallul.

Adapun pengertian umrah yaitu berkunjung untuk melakukan thawaf dan sa'i
dengan syarat-syarat tertentu, baik dikerjakan sewaktu-waktu atau pun
sehubungan dengan amalan haji.
Hukum mengerjakan haji dan berumrah itu wajib, yang dinyatakan oleh Allah
Swt dalam Al-Qur'an :

“Sempurnakanlah bagimu amalan haji dan ‘umrah karena Allah.” (QS. Al-
Baqarah 196)

SYARI'AT HAJI

1) Hukum Ibadah Haji

Haji merupakan salah satu dari rukun Islam yang ke lima. Sebagai rukun
Islam, haji hukumnya wajib berdasarkan Al-Qur'an, Sunnah dan ijma' ulama. Di
antara ayat Al-Qur'an yang menjadi landasan kewajiban haji adalah:1

“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu


Allah mewajibkan shalat kepada umat Islam dengan menggunakan ungkapan :
“Dirikanlah shalat.” Dalam masalah kewajiban zakat, Allah menggunakan
redaksi : “Tunaikanlah zakat.” Penggunaan ungkapan wa lillahi, mempunyai arti
cukup dalam, yakni dalam melaksanakan haji harus lebih ikhlas karena Allah.
Meskipun, semua ibadah dilakukan karena Allah, khusus untuk haji dan umrah
lebih ditekankan lagi, karena haji merupakan ibadah fisik dan harta yang dalam
pelaksanaannya memakan waktu beberapa hari sehingga membutuhkan
pengorbanan yang cukup besar.

Sebelum ayat mengenai kewajiban melaksanakan haji, Allah menjelaskan


hakikat agama Nabi Ibrahim a.s. yang selama ini diklaim orang Yahudi bahwa
mereka adalah pewaris Nabi Ibrahim a.s. Menurut Sayyid Qutub, ada
munasabah(korelasi) antar ayat-ayat tersebut, yaitu :

1. Ibadah haji juga telah disyariatkan bagi kaum Yahudi, namun mereka
mencemoohkan kaum muslimin menghadap Ka'bah dalam shalat.
2. Seluruh umat manusia dituntut agar mengakui (memeluk) agama Islam,
menunaikan kewajiban dan syari'atnya , serta menghadap dan berhaji ke
Baitullah yang menjadi tempat kiblatnya kaum mukminin. Orang yang

1
Halim Abdul, Fikih Haji, Jakarta: Ciputat Press, 2003, Cet.1, h. 1-9
tidak mengakui hal itu, berarti ia kufur meskipun yang bersangkutan
mengaku beragama Islam.

Kewajiban haji ini dipertegas Nabi saw dalam hadis berikut :

“Islam itu didirikan atas lima prinsip dasar, yaitu : bersaksi bahwa tiada
Tuhan yang disembah selain Allah dan Muhammad adalah Rasulullah,
mendirikan shalat, membayar zakat, mengerjakan haji dan puasa pada bulan
Ramadhan.” (Muttafaqun ‘Alaih)

Kewajiban haji hanya bagi orang yang mampu biaya, fisik, waktu dan
terjaminnya keamanan. Menurut imam Abu Hanifah, Abu Yusuf, ulama mazhab
Hanbali, apabila seseorang telah mampu dan memenuhi persyaratan, ia wajib
segera mengerjakan haji, dan ia tidak boleh menundanya. Jika ditunda sampai
beberapa tahun, maka ia dipandang sebagai orang fasik, karena penundaan itu
termasuk perbuatan maksiat. Bila penundaan itu, biaya haji tersebut habis, maka
yang bersangkutan harus meminjam uang orang lain sebagai biaya untuk
melaksanakan ibadah haji.2

Alasan tentang tidak boleh menunda pelaksanaan haji bagi orang yang telah
mampu adalah surah Ali Imran/3:97 di atas dan hadis Nabi Saw berikut :

“Bersegeralah kalian untuk melaksanakan haji, karena sesungguhnya salah


seorang diantara kalian tidak ada yang mengetahui sesuatu yang akan
menghalanginya. (HR. Ahmad)

Pendapat perlunya menyegerakan ibadah haji bagi yang mampu juga


dikemukakan Sayyidina Ali RA. Yang memperingatkan orang yang mampu,
tetapi lalai mengerjakan haji. Sayyidina Ali mengatakan : “Orang yang telah
mampu untuk melaksanakan haji, tetapi ia enggan melaksanakannya, maka
janganlah sampai orang tersebut mati seperti matinya orang Yahudi atau
Nasrani.”

2
Bahreisy Hussein, Pedoman Fikih Islam, Surabaya: Al-Ikhlas, 1981, h. 136
Setiap perintah Allah dan Rasul-Nya yang termasuk dalam kategori hukum
wajib mutlak segera dilakukan kecuali ada indikasi yang menghendaki lain. Bagi
ulama mazhab Syafi'i kewajiban menunaikan haji tidak mesti segera ditunaikan,
namun jika sudah mampu, dianjurkan (disunatkan) segera menunaikannya agar
tanggung jawab atau kewajiban tersebut terlepas dari dirinya. Kewajiban
menunaikan ibadah bagi mereka yang telah mampu dan memenuhi syarat wajib,
dapat ditinda karena Rasulullah Sawsendiri menunda pelaksanaan ibadah haji
sampai tahun ke-10 H. Padahal kewajiban menuanikan ibadah haji sudah
diperintahkan semenjak tahun ke-6 H.

Kewajiban haji bagi muslim hanya sekali seumur hidup, sebagaimana sabda
Nabi Saw :

“Kewajibab haji hanya satu kali, dan barangsiapa yang menambah, itu
merupakan perbuatan sunat (HR. Ahmad, Abu Daud, an-Nasa'i, dan al-Hakim)

Menunaikan haji lebih dari sekali menjadi sunat. Hal ini telah disepakati
ulama-ulam fiqih. Dalam kaitan ini, mereka mengemukakan sebuah kaidah ushul
fiqih :

“Hukum asal suatu perintah (amar) tidak menghendaki pengulangan untuk


melakukannya.

Seseorang yang telah melaksanakan haji dengan memnuhi segala ketentuan, ia


telah terbebas dari kewajibannya. Namun, bagi mereka yang mempunyai
kemampuan biaya, fisik, waktu dan terjamin keamanan dalam perjalanan, Nabi
Saw menganjurkan untuk mengerjakan haji sekali dalam lima tahun. Demikianlah
dikemukakan Baihaqi dalam sebuah hadis yang diriwayatkannya.

Selain itu, haji merupakan ibadah mahdhah,di mana semua tata cara
pelaksanaannya tergantung pada apa yang telah digariskan Syari' (Allah fan
Rasul-Nya). Umat Islam tidak dapat menambah atau mengurangi syariat haji,
kecuali sebatas pengembangan dari apa yang telah dijelaskan dalam Al-Qur'an
dan Sunnah. Dalan hal ini Nabi Saw. bersabda :
“Ambillah dariku pelaksanaan manasik haji. (HR. Muslim)

2) Hikmah Ibadah Haji

Hikmah dapat dibagi menjadi dua bagian. Pertama, hikmah yang berupa
sifat yang jelas dan terukur. Dakam kajian ushul fiqih, hikmah bentuk ini disebut
dengan illat. Misalnya, kebolehan mengqashar shalat bagi orang yang melakukan
perjalanan. Adapun illatnya adalah safar atau mengadakan perjalanan itu,
sebagaimana firman Allah :

“Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maja tidaklah mengapa


kamu mengqashar sembahyang(mu). (An-Nisa'/4:101)

Kedua, hikmah dalam bentuk dorongan atau tujuan, dimaksudkan Allah


untuk mencari kemanfaatan yang harus diambil dan kemudharatan yang harus
dihindari. Hikmah seperti ini tidak tampak jelas di dalam nash, dan memerlukan
pendalaman.

Makna etimologis, hikmah adalah mengetahui keunggulan sesuatu melalui


ilmu pengetahuan, sempurna, bijaksana, dan sesuatu yang tergantung kepadanya
akibat sesuatu yang terpuji. Dari segi terminologi, hikmah diartikan dengan “suatu
motivasi dalam pensyari'atan hukum dalam rangka pencapaian suatu
kemaslahatan atau menolak suatu kerusakan.”

Pensyariatan ibadah haji yang terwujud melalui berbagai jenis gerakan dan
ritual mempunyai banyak hikmah yang dapat diambil sebagai i'tibar dari
pelaksanaan ibadah haji :

1. Ibadah haji yang dilakukan dengan niat ikhlas, dan memenuhi


ketentuannya, Allah menghapuskan dosa orang yang menunaikannya. Ini
dapat diketahui melalui beberapa hadis Nabi Saw, di antaranya :
“Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw bersabda : Siapa yang
melaksanakan ibadah haji, dia tidaj melakukan perbuatan-perbuatan
maksiat dan tidak pula mengeluarkan kata-kata yang kotor, maka ia akan
kembali ke negeri asalnya tanpa dosa, sebagaimana ia dilahirkan ibunya
pertama kali” (HR. Bukhari, Muslim, an-Nasa'i Ibn Majjah dan al-
Turmuzi dari Abu Hurairah).
2. Melaksanakan ibadah haji dapat memperteguh dan memperbaharui
keimanan dan penolakan terhadap segala bentuk kemusyrikan, baik berupa
patung-patung, bintang, bulan dan matahari, bahkan segala sesuatu selain
Allah.
3. Ibadah pada mulanya dikumandangkan Ibrahim a.s. membawa keyakinan
tentang adanya neraca keadilan Ilahi dalam kehidupan ini, puncaknya akan
diperoleh setiap makhluk pada hari kebangkitan.
4. Mempertebal rasa sabar dan meningkatkan ketaatan terhadap ajaran-ajaran
agama. Selama menjalankan ibadah haji, dirasakan betapa berat
perjuangan yang dihadapi intuk mendapatkan keridhaan Allah Swt.
5. Meningkatkan rasa syukur yang sedalam-dalamnya atas segala karunia
Allah Swt kepada hambanya, sehingga mempertebal rasa pengabdian
kepada-Nya.
6. Haji merupakan kongres tahunan umat Islam yang dapat dimanfaatkan
sebagai sarana memupuk kesatuan dan persatuan umat.
7. Kesadaran akan niali-nilai kemanusiaan yabg universal dapat dirasakan
selama ibadah haji dilakukan. Ibadah haji dimulai dengan niat sambil
menanggalkan pakaian biasa dan mengenakan pakaian ihram yabg serba
putih di Miqat Makaniy sebagai tempat ritual ibadah haji dimulai.
Melalui sarana ibadah haji, terbuka kesempatan seluas-luasnya untuk
saling mengenal dan bertukar pikiran yang dibangun atas dasar nilai-nilai
kemanusiaan yang universal. Wujud persamaan nilai kemanusiaan ini
tampak jelas dalam khutbah Nabi Saw pada haji wada' : (a) persamaan, (b)
keharusan memelihara jiwa dan kehormatan orang lain, dan (c) larangan
melakukan penindasan atau pemerasan terhadap kaum lemah, baik di
bidang ekonomi maupun di bidang-bidang lainnya.
8. Dari segi ekonomi, ibadah haji memberikan manfaat yang besar bagi
perkembangan ekonomi umat Islam, baik bagi negara Saudi Arabia
maupun negara-negara asal jamaah.
9. Dalam ibadah haji, khususnya semenjak dikenakan pakaian ihram,
terdapat sejumlah larangan yang harus diperhatikan jamaah haji.

KOMPONEN IBADAH JAJI

Komponen ibadah haji dalam pembahasan ini adalah syarat wajib haji,
syarat sah haji, rukun haji, wajib haji, sunat haji dan hal-hal yang membatalkan
haji.

Rukun adalah suatu sifat yang tergantung keberadaan hukum padanya dan
sifat itu termasuk dalam hukum tersebut.

Dalam konteks haji, dapat dibedakan antara rukun haji dengan syarat haji.
Rukun haji adalah sifat yang kepadanya tergantung keberadaan ibadah haji, dan ia
berada dalam ibadah haji itu sendiri. Sedangkan syarat haji adalah sifat yang
tergantung kepadanya ibadah haji, dan ia tidak berada dalam rangkaian amalan
haji, tetapi di luarnya.

B. SYARAT WAJIB HAJI DAN ‘UMRAH

Syarat wajib haji adalah ketentuan-ketentaun atau syarat-syarat apabila


adavpada seseorang, maka wajib haji berlaku bagi dirinya.

Syarat-syarat wajib haji ada yang bersifat umum (berlaku bagi laki-laki dan
wanita) dan ada yang bersifat khusus bagi wanita. Adapun syarat-syarat yang
bersifat umum tersebut terdiri dari empat macam, yaitu :

1. Muslim

Beragama Islam merupakan syarat wajib bagi pelaksanaan berbagai ibadah,


termasuk ibadah haji.

2. Mukallaf

Mukallaf adalah orang yang telah dianggap bisa bertindak secara hukum, baik
yang berhubungan dengan perintah Allah maupun larangan-Nya. Seseorang
belum dikenakan taklif hukum,sebelum ia bisa bertindak hukum. Dasar
pembebanan hukum adalah baligh, berakal, dan punya pemahaman.

3. Merdeka

Kewajiban haji hanya bagi orang yang merdeka. Hamba sahaya (budak) tidak
dikenakan kewajiban melaksanakan ibadah haji, karena haji merupakan ibadah
badaniyah dan maliyah yang mesti dilakukan secara langsung oleh yang
bersangkutan dan atas biaya sendiri.

4. Memiliki Kemampuan

Kewajiban menunaikan ibadah haji adalah bagi mereka yang memiliki


kemampuan :

“Pada Baitullah terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) makam


Ibrahim, barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia,
mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang
yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah : Barangsiapa mengingkari
(kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan
sesuatu) dari semesta alam (Ali Imran/3:97).

Adapun syarat-syarat wajib yang khusus bagi wanita melaksanakan ibadah


haji meliputi dua hal, yaitu :

1. Harus didampingi suami atau mahramnya. Jika seorang wanita tidak


didampingi, maka haji tidak wajib baginya. Hal ini didasarkan pada Nabi
Saw :
“Dari Ibn Abbas r.a. berkata : Saya mendengar Rasulullah Saw. bersabda
:...dan seorang wanita tidak boleh melakukan perjalanan kecuali disertai
mahramnya. (HR. Bukhari dan Muslim)
2. Wanita yang tidak sedang menjalani masa iddah, baik karena talak atau
karena ditinggal mati suami. Syarat ini didasarkan pada firman Allah Swt :
“Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu maka hendaklah
kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya
(yang wajar) dan hitunglah waktu iddah itu serta bertaqwalah kepada
Allah Tuhanmu. Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka
dan janganlah mereka (diizinkan) ke luar kecuali kalau mereka (tetap di
rumah) mengerjakan perbuatan keji yang terang. Itulah hukum-hukum
Allah dan barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah, maka
sesungguhnya dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. Kamu
tidak mengetahui barangkali Allah mengadakan sesudah itu sesuatu hal
yang baru. (Ath-Thalaq/65:1)

C. SYARAT SAH HAJI

Syarat sah haji adalah segala ketentuan yang harus dipenuhi sebelum
melaksanakan ibadah haji. Jika terpenuhi, maka ibadah haji yang dilaksanakannya
dipandang sah (diterima). Namun jika ketentuan itu tidak terpenuhi, ibadah haji
yang dilaksanakan tidak sah.

Seperti dikemukakan Abdurrahman al-Jaziri, ada beberapa syarat sah ibadah


haji, yaitu :

1. Beragama Islam (muslim)


Ibadah haji menjadi sah bila dilaksanakan orang Islam, baik haji itu
dilaksanakan oleh dirinya sendiri atau orang lain.
2. Mumayyiz
Mumayyiz adalah seorang anak yang sudah dapat membedakan antara
sesuatu yang baik dan bermanfaat dengan sesuatu yang tidak baik dan
mendatangkan mudarat.
3. Amalan ibadah haji harus dilakukan pada waktu yang telah ditentukan.
Waktu pelaksanaan ibadah haji adalah mulai bulan Syawal, Zulqaidah dan
sembilan hari pertama bulan Zulhijjah sampai terbit fajar hari kesepuluh
atau yang disebut juga Yaum an-Nahr, serta 2 hari Tasyrik. Jika amalan
dilakukan di luar waktu ini, maka hajinya tidak sah.

D. RUKUN HAJI DAN UMRAH


Rukun haji :

1. Ihram
2. Wukuf di padang Arafah
3. Thawaf (Thawaf ifadhah)
4. Sa'i antara Shafa dan Marwah
5. Memotong minimal tiga helai rambut
6. Tertib

Rukun ‘Umrah :

1) Ihram
2) Thawaf
3) Sa'i antara Shafa dan Marwah
4) Memotong minimal tiga helai rambut
5) Tertib

E. WAJIB HAJI DAN ‘UMRAH

Adapun wajib haji adalah:

1) Ihram dari miqat


2) Melempar jumrah
3) Mabit di Musdalifah
4) Mabit di Mina
5) Thawaf Wada

Adapun wajib Umrah, adalah ihram dari miqat.

F. SUNAT HAJI

Sunat haji adalah amalan-amalan yang dianjurkan agar dilaksanakan dalam


ibadah haji. Menurut ulama mazhab Hanafi, amalan-amalan yang menjadi sunat
haji adalah :3
3
Thahir Nurdin, Ilmu Fikih, Kendari: Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri, 2007, h. 175
1) Mabit di Mina pada malam-malam hari tasyri' (11, 12 dan 13
Zulhijjah)
2) Mabit di Muzdalifah pada malam tanggal 10 Zulhijjah, setelah
keluar dari Arafah
3) Berangkat dari Muzdalifah menuju Mina sebelum terbit matahari
4) Melontar ketiga jumrah dengan tertib.

G. HAL-HAL YANG MEMBATALKAN HAJI

Haji menjadi batal lantaran melakukan tiga hal, yaitu :

1) Meninggalkan wukuf di Arafah pada waktunya


2) Meninggalkan salah satu rukun haji
3) Berjimak

H. MACAM-MACAM HAJI

A. Haji Ifrad

Kata ifrad berarti menyendiri. Pelaksanaan ibadah haji disebut ifrad, bila
seseorang bermaksud menyendirikan, baik menyendirikan ibadah haji maupun
ibadah umrah, tidak melakukan keduanya sekaligus. Jadi umrah hanya sebagai
ibadah sunat saja. Dalam pelaksanaannya, ibadah yang pertama dilakukan adalah
ibadah haji hingga selesai, kemudian baru ibadah umrah sampai selesai. Oleh
sebab itu, niat ketika ihram hanya untuk haji terlebih dahulu, setelah selesai baru
memasang niat untuk melakukan ibadah umrah.

1) Pelaksanaan Haji Ifrad

Bagi mereka yang memilih pelaksanaan ibadah haji ifrad, hendaknya


melakukan persiapan ihram sebagai berikut :

a. Memotong kuku
b. Memotong rambut secukupnya agar rapi
c. Mandi sunat ihram
d. Memakai wangi-wangian
e. Memakai pakaian ihram
2) Pelaksanaan Umrah Ifrad

Rincian pelaksanaan umrah untuk haji ifrad adalah sebagai berikut :

1. Melakukan persiapan ihram seperti melakukan persiapan ihram haji


2. Memakai pakaian ihram, berangkat ke batas miqat di Tan'im atau Ji'ranah.
Di sini jamaah melakukan hal-hal sebagai berikut :
a. Shalat sunat ihram dua rakaat
b. Melafalkan niat umrah
c. Berangkat ke Mekah dan dalam perjalanan membaca
talbiah, doa dan zikir
3. Di Mekah, jamaah melakukan hal-hal sebagai berikut :
a. Tawaf umrah
b. Sa'i
c. Tahallul

B. Haji Tamattu'

Kata tamattu' berarti bersenang-senang atau bersantai-santai. Bila


dikaitkan dengan ibadah haji, tamattu' ialah melakukan ihram untuk
melaksanakan umrah di bulan- bulan haji.

C. Haji Qiran

Kata qiran dapat diartikan dengan menyertakan atau menggabungkan.


Adapun dalam terminologi fiqih, haji qiran ialah pelaksanaan ibadah haji dan
umrah sekaligus dan dengan satu niat. Niat tersebut berbunyi :

“Ya Allah, saya berniat untuk melaksanakan ibadah haji dan umrah.
Mudahkanlah bagiku untuk melaksanakannya dan terimalah ibadah ini.”

Anda mungkin juga menyukai