NIM : 18010106037
A. PENGERTIAN HAJI
Haji secara lughowi (etimologis) berasal dari bahasa Arab al-hajj berarti
tujuan, maksud, dan menyengaja untuk perbuatan yang besar dan agung. Selain
itu, al hajj berarti mengunjungi atau mendatangi. Makna ini sejalan dengan
aktivitas ibadah haji, di mana umat Islam dari berbagai negara mengunjungi dan
mendatangi Baitullah (Ka'bah) pada musim haji karena tempat ini dianggap mulia
dan agung.
Makna yang dilakukan “di tempat tertentu” seperti dalam pengertian itu ialah
sekitar Ka'bah, Arafah, Muzdalifah dan Mina. Sedangkan makna “pada waktu
tertentu”, yaitu mulai tanggal 9 sampai 13 Zulhijjah setiap tahun. Sementara
makna melakukan serangkaian “ibadah tertentu” adalah yang termasuk dalam
kategori rukun haji, wajib haji seperti Wukuf, Mabit, Melontar Jumrah, Thawaf,
Sa'i, dan Tahallul.
Adapun pengertian umrah yaitu berkunjung untuk melakukan thawaf dan sa'i
dengan syarat-syarat tertentu, baik dikerjakan sewaktu-waktu atau pun
sehubungan dengan amalan haji.
Hukum mengerjakan haji dan berumrah itu wajib, yang dinyatakan oleh Allah
Swt dalam Al-Qur'an :
“Sempurnakanlah bagimu amalan haji dan ‘umrah karena Allah.” (QS. Al-
Baqarah 196)
SYARI'AT HAJI
Haji merupakan salah satu dari rukun Islam yang ke lima. Sebagai rukun
Islam, haji hukumnya wajib berdasarkan Al-Qur'an, Sunnah dan ijma' ulama. Di
antara ayat Al-Qur'an yang menjadi landasan kewajiban haji adalah:1
1. Ibadah haji juga telah disyariatkan bagi kaum Yahudi, namun mereka
mencemoohkan kaum muslimin menghadap Ka'bah dalam shalat.
2. Seluruh umat manusia dituntut agar mengakui (memeluk) agama Islam,
menunaikan kewajiban dan syari'atnya , serta menghadap dan berhaji ke
Baitullah yang menjadi tempat kiblatnya kaum mukminin. Orang yang
1
Halim Abdul, Fikih Haji, Jakarta: Ciputat Press, 2003, Cet.1, h. 1-9
tidak mengakui hal itu, berarti ia kufur meskipun yang bersangkutan
mengaku beragama Islam.
“Islam itu didirikan atas lima prinsip dasar, yaitu : bersaksi bahwa tiada
Tuhan yang disembah selain Allah dan Muhammad adalah Rasulullah,
mendirikan shalat, membayar zakat, mengerjakan haji dan puasa pada bulan
Ramadhan.” (Muttafaqun ‘Alaih)
Kewajiban haji hanya bagi orang yang mampu biaya, fisik, waktu dan
terjaminnya keamanan. Menurut imam Abu Hanifah, Abu Yusuf, ulama mazhab
Hanbali, apabila seseorang telah mampu dan memenuhi persyaratan, ia wajib
segera mengerjakan haji, dan ia tidak boleh menundanya. Jika ditunda sampai
beberapa tahun, maka ia dipandang sebagai orang fasik, karena penundaan itu
termasuk perbuatan maksiat. Bila penundaan itu, biaya haji tersebut habis, maka
yang bersangkutan harus meminjam uang orang lain sebagai biaya untuk
melaksanakan ibadah haji.2
Alasan tentang tidak boleh menunda pelaksanaan haji bagi orang yang telah
mampu adalah surah Ali Imran/3:97 di atas dan hadis Nabi Saw berikut :
2
Bahreisy Hussein, Pedoman Fikih Islam, Surabaya: Al-Ikhlas, 1981, h. 136
Setiap perintah Allah dan Rasul-Nya yang termasuk dalam kategori hukum
wajib mutlak segera dilakukan kecuali ada indikasi yang menghendaki lain. Bagi
ulama mazhab Syafi'i kewajiban menunaikan haji tidak mesti segera ditunaikan,
namun jika sudah mampu, dianjurkan (disunatkan) segera menunaikannya agar
tanggung jawab atau kewajiban tersebut terlepas dari dirinya. Kewajiban
menunaikan ibadah bagi mereka yang telah mampu dan memenuhi syarat wajib,
dapat ditinda karena Rasulullah Sawsendiri menunda pelaksanaan ibadah haji
sampai tahun ke-10 H. Padahal kewajiban menuanikan ibadah haji sudah
diperintahkan semenjak tahun ke-6 H.
Kewajiban haji bagi muslim hanya sekali seumur hidup, sebagaimana sabda
Nabi Saw :
“Kewajibab haji hanya satu kali, dan barangsiapa yang menambah, itu
merupakan perbuatan sunat (HR. Ahmad, Abu Daud, an-Nasa'i, dan al-Hakim)
Menunaikan haji lebih dari sekali menjadi sunat. Hal ini telah disepakati
ulama-ulam fiqih. Dalam kaitan ini, mereka mengemukakan sebuah kaidah ushul
fiqih :
Selain itu, haji merupakan ibadah mahdhah,di mana semua tata cara
pelaksanaannya tergantung pada apa yang telah digariskan Syari' (Allah fan
Rasul-Nya). Umat Islam tidak dapat menambah atau mengurangi syariat haji,
kecuali sebatas pengembangan dari apa yang telah dijelaskan dalam Al-Qur'an
dan Sunnah. Dalan hal ini Nabi Saw. bersabda :
“Ambillah dariku pelaksanaan manasik haji. (HR. Muslim)
Hikmah dapat dibagi menjadi dua bagian. Pertama, hikmah yang berupa
sifat yang jelas dan terukur. Dakam kajian ushul fiqih, hikmah bentuk ini disebut
dengan illat. Misalnya, kebolehan mengqashar shalat bagi orang yang melakukan
perjalanan. Adapun illatnya adalah safar atau mengadakan perjalanan itu,
sebagaimana firman Allah :
Pensyariatan ibadah haji yang terwujud melalui berbagai jenis gerakan dan
ritual mempunyai banyak hikmah yang dapat diambil sebagai i'tibar dari
pelaksanaan ibadah haji :
Komponen ibadah haji dalam pembahasan ini adalah syarat wajib haji,
syarat sah haji, rukun haji, wajib haji, sunat haji dan hal-hal yang membatalkan
haji.
Rukun adalah suatu sifat yang tergantung keberadaan hukum padanya dan
sifat itu termasuk dalam hukum tersebut.
Dalam konteks haji, dapat dibedakan antara rukun haji dengan syarat haji.
Rukun haji adalah sifat yang kepadanya tergantung keberadaan ibadah haji, dan ia
berada dalam ibadah haji itu sendiri. Sedangkan syarat haji adalah sifat yang
tergantung kepadanya ibadah haji, dan ia tidak berada dalam rangkaian amalan
haji, tetapi di luarnya.
Syarat-syarat wajib haji ada yang bersifat umum (berlaku bagi laki-laki dan
wanita) dan ada yang bersifat khusus bagi wanita. Adapun syarat-syarat yang
bersifat umum tersebut terdiri dari empat macam, yaitu :
1. Muslim
2. Mukallaf
Mukallaf adalah orang yang telah dianggap bisa bertindak secara hukum, baik
yang berhubungan dengan perintah Allah maupun larangan-Nya. Seseorang
belum dikenakan taklif hukum,sebelum ia bisa bertindak hukum. Dasar
pembebanan hukum adalah baligh, berakal, dan punya pemahaman.
3. Merdeka
Kewajiban haji hanya bagi orang yang merdeka. Hamba sahaya (budak) tidak
dikenakan kewajiban melaksanakan ibadah haji, karena haji merupakan ibadah
badaniyah dan maliyah yang mesti dilakukan secara langsung oleh yang
bersangkutan dan atas biaya sendiri.
4. Memiliki Kemampuan
Syarat sah haji adalah segala ketentuan yang harus dipenuhi sebelum
melaksanakan ibadah haji. Jika terpenuhi, maka ibadah haji yang dilaksanakannya
dipandang sah (diterima). Namun jika ketentuan itu tidak terpenuhi, ibadah haji
yang dilaksanakan tidak sah.
1. Ihram
2. Wukuf di padang Arafah
3. Thawaf (Thawaf ifadhah)
4. Sa'i antara Shafa dan Marwah
5. Memotong minimal tiga helai rambut
6. Tertib
Rukun ‘Umrah :
1) Ihram
2) Thawaf
3) Sa'i antara Shafa dan Marwah
4) Memotong minimal tiga helai rambut
5) Tertib
F. SUNAT HAJI
H. MACAM-MACAM HAJI
A. Haji Ifrad
Kata ifrad berarti menyendiri. Pelaksanaan ibadah haji disebut ifrad, bila
seseorang bermaksud menyendirikan, baik menyendirikan ibadah haji maupun
ibadah umrah, tidak melakukan keduanya sekaligus. Jadi umrah hanya sebagai
ibadah sunat saja. Dalam pelaksanaannya, ibadah yang pertama dilakukan adalah
ibadah haji hingga selesai, kemudian baru ibadah umrah sampai selesai. Oleh
sebab itu, niat ketika ihram hanya untuk haji terlebih dahulu, setelah selesai baru
memasang niat untuk melakukan ibadah umrah.
a. Memotong kuku
b. Memotong rambut secukupnya agar rapi
c. Mandi sunat ihram
d. Memakai wangi-wangian
e. Memakai pakaian ihram
2) Pelaksanaan Umrah Ifrad
B. Haji Tamattu'
C. Haji Qiran
“Ya Allah, saya berniat untuk melaksanakan ibadah haji dan umrah.
Mudahkanlah bagiku untuk melaksanakannya dan terimalah ibadah ini.”