Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

HADIST TENTANG KEWAJIBAN ORANGTUA TERHADAP ANAK

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Hadist Tarbawi

Dosen Pengampuh : Dr.Muliyani, S.Pd.I., M.Pd.I

Kelompok 2 :

Farian Hafidz

Muhammad Dimas

Riski Abadi

Anakku Ratu Balqiys

Indra Dani

Muslim Abdurrahman

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KENDARI

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena hanya
dengan segala rahmat-Nyalah akhirnya penulis bisa menyusun makalah ini tepat pada
waktunya. saya selaku penulis berharap semoga makalah yang telah kami susun ini bisa
memberikan banyak manfaat. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih memiliki banyak
kekurangan yang membutuhkan perbaikan, sehingga kami sangat mengharapkan masukan
serta kritikan dari para pembaca.

Kendari, 15 Mei 2023


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dewasa ini banyak kita ketahui tentang adanya perilaku yang menyimpang di berbagai
kalangan. Hal itu disebabkan karena berbagai faktor, salah satunya adalah kurangnya kepedulian
orang tua dalam mendidik anaknya. Orang tua cenderung sibuk dengan karirnya sendiri,
sehingga mereka kurang bisa memenuhi tanggung jawabnya sebagai orang tua.
Melihat adanya fenomena tersebut, maka sudah selayaknya sebagai orang tua haruslah dapat
mendidik anaknya dengan baik, terutama dalam mendidik akhlak anak. Orang tua sebaiknya
mendidik anaknya dengan akhlaqul karimah sesuai yang diajarkan oleh Rasulullah SAW.
 Maka dari itu sedikit uraian tentang kewajiban orang tua terhadap anak akan kami jelaskan
dalam makalah ini.

B. Rumusan Masalah

1. Apa saja kewajiban orang tua terhadap anak?


2. Bagaimana cara mendidik anak yang baik dan benar?
3. Bagaimana seorang pemimpin yang baik dan bijaksana?
4. Bagaimana peran kepala keluarga yang baik terhadap keluarganya?

C. Tujuan Pembahasan

1. Untuk mengetahui beberapa kewajiban orang tua terhadap anak. 


2. Untuk mengetahui cara-cara mendidik anak yang baik dan benar.
3. Untuk mengetahui seorang pemimpin yang baik dan bijaksana.
4. Untuk mengetahui peran yang seharusnya dilakukan seorang ayah terhadap keluarganya.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Hadits Tentang  Kewajiban Orang Tua terhadap Anak

)‫حق الوالد على والده أن يحسن موضعه و يحسن أدابه (رواه البهيرة‬
Artinya : “Kewajiban orang tua terhadap anaknya adalah memberi nama yang baik, memberi
tempat tinggal yang baik, dan mengajari sopan santun ". (HR. baihaqi)

Kosa kata :

‫ق ْال َولَ ِد‬


ُّ ‫ َح‬:  Hak Anak Itu   
ُ‫اَ ْن يُحْ ِسنُ اِ ْس ُمه‬Memberi Nama Yang Baik : 
ُ‫ض َعة‬
ِ ْ‫ َويُحْ ِسنُ َمو‬ Dan Memberi Tempat Tinggal yang Baik :
ُ‫ َويُحْ ِسنُ اَ َدبَه‬  Dan Mengajari Sopan Santun: 

1) Kewajiban orang tua ketika seorang anak lahir

Ada beberapa akhlak dalam menyambut kelahiran anak. Diantaranya: Pertama, membacakan
azan dan iqomah ditelinga bayi. Tindakan ini pendidikan awal bagi anak begitu lahir di dunia.
Menurut ilmu kedokteran bayi yang baru dilahirkan sebenarnya sudah bisa mendengar. Jadi
sangat patut  jika kalimat yang didengarnya adalah seruan Yang Maha Agung. Caranya adzan
dikumandangkan ditelinga kanan dan disusul iqamah di telinga kiri. Rosulullah bersabda ,”
barangsiapayang anaknya baru dilahirkan kemudian dikumandangkan adzan ditelinga kanannya
dan iqamah ditelinga kirinya, anak yang baru lahir itu kelak akan diselamatkan dari gangguan
jin.”
Kedua, melakukan tahnik yaitu menggosok langit-langit bayi dengan kurma. Caranya, kurma
yang dikunyah diletakan di atas jari, kemudian jari dimasukan ke mulut bayi, digerak- gerakan
ke kanan dan ke kiri dengan lembut hingga merata. Jika sukar mendapat kurma, bisa dengan
makanan manis lainnya.
Hal yang lebih utama, tahnik dilakukan oleh seseorang yang shaleh dan bertakwa. Ini merupakan
upaya agar anak dikemudian hari menjadi saleh.
Ketiga, memberinya nama yang baik. Rosulullah bersabda,

‫إنكم تدعون يوم القيامة بأسمائكم وأسماء آبائكم فأحسنوا أسماءكم‬

” sesungguhnya pada hari kiamat kelak, kalian akan dipanggil dengan nama- nama kalian
dan nama-nama bapak kalian. Oleh karena itu berikanlah nama yang baik pada anak- anak
kalian.” (H.R. Abu  Dawud).
Para ulama berbeda pendapat mengenai waktu pemberian nama. Ada yang mengatakan sejak
hari pertama, dan ada pula yang berpendapat pada hari ketujuh. Akan tetapi semua ulama sepakat
bahwa islam memberikan kelonggaran terhadap waktu pemberian nama anak. Boleh pada hari
pertama, boleh pada hari ketiga, dan boleh pada hari ketujuh. Memberi nama yang baik kepada
anak merupakan tuntutan islam. Nama bukan tidak penting, ia mengandung unsur doa, harapan
dan sekaligus pendidikan. Nama juga dapat mempengaruhi psikologi anak dalam kehidupannya.
Bila ia diberi nama Saleh, maka ia akan terbebani  jika tidak melakukan perbuatan yang saleh.
Dengan kata lain nama setidak- tidaknya menjadi benteng bagi sang anak dalam mengarungi
samudra kehidupan.
Keempat, melakukan akikah bagi orang tua yang mampu. Hukum menunaikannya adalah
sunah. Akikah adalah ritual menyembelih kambing yang dagingnya disedekahkan kepada fakir
miskin. Untuk anak perempuan kambing yang disembelih satu ekor, sedangkan bagi anak laki-
laki yang disembelih dua ekor.
Kelima, mencukur rambut dan bersedekah. Diantara perkara sunah dalam menyambut
kelahiran anak adalah mencukur rambut sang anak pada hari ketujuh kelahirannya. Praktik
pencukuran rambut ini berlaku secara menyeluruh. Artinya seluruh rambut pada kulit kepala
digunduli. Tidak boleh hanya memotong sebagian rambut dan meninggalkan sebagian yang lain.
Larangan ini mengandung hikmah tersendiri, yakni menggambarkan sifat keadilan. Artinya
manusia diperintahkan berlaku adil walaupun terhadap diri sendiri. Tindakan mencukur sebagian
kepala  dan meninggalkan sebagian lainya merupakan suatu tindakan zalim, karena hal itu
menyebabkan sebagian kepala ditutupi dan sebagian lain  terbuka tanpa rambut. Keenam,
memberikan ucapan selamat dan mendoakan kesejahteraan anak, serta turut bergembira dengan
kelahirannya. Sunah ini berlaku bagi orang lain yang menyaksikan kelahiran sang anak.
2) Mendidik anak dengan baik

Sebagai amanat Allah yang harus dipertanggung jawabkan di hadapan- Nya, anak
memerlukan pendidikan yang baik dan memadai dari orang tua. Pendidikan ini bermakna luas,
baik berupa akidah, etika maupun hukum islam. selain itu pendidikan tidak hanya dapat
dijalankan di sekolah, tetapi juga di rumah. Seperti hadis yang diriwayatkan dari Abu Dawud : 
Artinya : Dari 'Amr bin Syu'aib dari ayahnya dari kakeknya, ia berkata; Rasulullah SAW
bersabda, “Suruhlah anak-anakmu melaksanakan shalat ketika mereka berumur tujuh tahun, dan
pukullah mereka karena meninggalkan shalat itu jika berumur sepuluh tahun dan pisahkanlah
tempat tidur mereka". (HR. Abu Dawud).
Di sekolah hanya dilakukan jika anak sudah cukup umur. Sedang pendidikan di rumah
dimulai sejak masih kecil sampai beranjak dewasa. Rosulullah mengajarkan bahwa jika anak
sudah mendekati masa baligh, hendaknya dipisahkan antara tempat tidur anak laki- laki dengan
anak perempuan. Begitu pula dengan tempat tidur dengan orang tuanya. Setelah anak berusia
tujuh tahun, hendaknya orang tua memerintahkan untuk shalat dan puasa sebagai wahana
pemberdayaan. Orang tua diperkenankan menghukum pada umur sepuluh tahun, kalau ia lalai
menunaikan kewajiban. Hukuman bagi anak tidak boleh bersifat menyakiti atau menimbulkan
cacat.
Jika orang tua memerintahkan sesuatu kepada anak maka mereka juga melaksanakan
perintah tersebut. Perintah orang tua yang tidak disertai teladan, sulit untuk dipatuhi anak. Sebab
kecenderungan anak akan meniru orang tua.

3) Mengawinkan ketika menginjak dewasa

Orang tua berkewajiban menikahkan anaknya jika sudah tiba waktunya untuk menikah.
Kewajiban orang tua dalam hal ini menyangkut pencarian calon untuk anak apabila ia belum
memperoleh pasangan. Dalam pernikahan, peran orang tua, terutama bapak sangat vital bagi
anak perempuan. Dalam tuntunan islam setiap perempuan yang hendak menikah  harus disertai
dengan kehadiran walinya. Ia tidak bisa menikahkan dirinya sendiri. Berbeda dengan anak laki-
laki yang pernikahanya bisa sah meski tanpa kehadiran wali.
Abdullah Ibnu Mas'ud Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam
bersabda pada kami: "Wahai generasi muda, barangsiapa di antara kamu telah mampu
berkeluarga hendaknya ia kawin, karena ia dapat menundukkan pandangan dan memelihara
kemaluan. Barangsiapa belum mampu hendaknya berpuasa, sebab ia dapat mengendalikanmu."
Muttafaq Alaihi
Orang tua hendaknya bertanggung jawab terhadap keluarga dan keturunanya,jangan sampai
dia dan keturunannya mendapatkan kemurkaan dari Allah.Maka hendaknya pemimpin keluarga
memberikan pelajaran agama yang baik kepada anak keturunannya agar mereka dapat menjadi
anak yang shahih/shalihah.
Selain uraian diatas kewajiban orang tua terhadap anaknya antara lain adalah :

1).Dari Abu Hurairah ra, nabi SAW Berkata:  nikahilah perempuan karena 4 hal: hartanya,
keturunannya, rupanya dan agamanya. Dan yang di sebutkan terakhir adalah yang utama dari
keempat syarat yang telah disebutkan (H.R Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah).

2). Berlindung kepada Allah sebelum melangsungkan acara jimak, karena tanpa membaca
“Bismillahi Allahumma Jannibnasy syaithaana Wajannibisy   syaithaana mimmaa razaqtana”
setan akan ikut menjimaki sang istri.

- ‫َلى َأ ْن تُحْ ِسنَ صُحْ بَتَهَا‬


ٰ ‫كع‬َ َ‫ِه َي ل‬
“Ia bagimu agar kamu memperbagus pergaulan dengannya.”

Hadits ini diriwayatkan oleh Ath-Thabrani (1/176/1): “Telah bercerita kepadaku Ahmad
bin Amer Al-Bazzar: “Telah bercerita kepadaku Zaid Ibnu Akhzam: Telah bercerita kepadaku
Abdullah bin Dawud dari Musa bin Qais, dari Hajar bin Qais dimana dia menemukan kehidupan
jahiliyyah, selanjutnya menceritakan: “Ali radiallahu anhu menceritakan kepada Rasulullah
sallallahu alaihi wasallam tentag Fatimah radiallahu anha, kemudian beliau bersabda: lalu
menyebutkan hadits ini.
Hadits ini shahih sanadnya. Semua perawinya tsiqah. Sedangkan Abdullah Ibnu Dawud adalah
Ibnu Abdurrahman Al-Harbi, dan Al-Bazzar adalah Al-Hafizh, penulis Al-Musnad yang terkenal
itu.
3). Al Baihaqi meriwayatkan juga dalam As Sya’b dengan sanad yang lemah dari Al Hasan ibn
Ali bahwa Nabi shallallaahu alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang dikaruniai anak, lalu
ia mengadzani telinga kanannya, dan iqamah di telinga kirinya, maka Ummu Shibyan (jin
perempuan) tidak akan mengganggunya” [HR Al Baihaqi dalam Sya’bul Iman (8619), dan Imam
Al Baihaqi berkata setelah dua hadits tersebut : dalam sanad keduanya terdapat kelemahan]

4). Dari Samurah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda:
"Setiap anak tergadaikan dengan aqiqahnya; ia disembelih hari ketujuh (dari kelahirannya),
dicukur, dan diberi nama." Riwayat Ahmad dan Imam Empat. Hadits shahih menurut Tirmidzi.

5) . Melakukan penyunatan, Hukum penyunatan adalah wajib bagi anak laki-laki dan kemuliaan
bagi anak perempuan. (H.R Ahmad dan Baihaqi).

6).   Menyediakan pengasuh, pendidik/guru yang baik, kuat beragama dan berakhlak mulia,
kalau orang tuannya kurang  mampu.akan tetapi yang terutama bagi yang mampu adalah orang
tuannya, di samping guru di sekolah dan ustadz di pengajian.

7). Mengajarnya membaca dan memahami Al-Qur’an, memberikan pendidikan jasmani. (H.R
Baihaqi dari Ibnu Umar).

8). Memberikan makanan yang halal untuk anaknya.Rasulullah Saw. Pernah mengajarkan
sejumlah anak untuk berpesan kepada orang tuanya dikala keluar mencari nafkah “selamat jalan
ayah, Jangan sekali-kali engkau membawa pulang kecuali yang halal dan tayyib saja,” kami
mampu bersabar dari kelaparan, tetapi tidak mampu menahan azab Allah Swt. Membiasakan
berakhlak Islami dalam bersikap, berbicara, dan bertingkah laku, sehingga  semua kelakuanya
menjadi terpuji menurut islam. 
“Empat perkara bila keempatnya ada padamu maka tidak mengapa apa yang
terlewatkanmu dari perkara duniawi: menjaga amanah, ucapan yang jujur, akhlak yang baik, dan
menjaga (kehalalan) makanan.” (Shahih, HR. Ahmad dan Ath-Thabarani dan sanad keduanya
hasan, Shahih At-Targhib no. 1718)  

9). Menanamkan  etika malu pada tempatnya dan membiasakan  minta izin keluar/masuk rumah,
terutama ke kamar orang tuanya, teristimewa lagi saat-saat zairah dan selepas shalat isya’. (Al-
qur’an surat An-nur : 56).
10). Diriwayatkan oleh Ath-Tahbrani bahwa rasulullah bersabda: “ setiap sesuatu yang tidak
termasuk mengingat allah adalah permainan yang sia-sia kecuali empat hal: berjalannya
seseorang untuk memanah, berlatih menunggang kuda, bercanda dengan keluarga, dan
mengajarnya berenang.” 
Berlaku kontuitas dalam mendidik, membimbing dan membina mereka. Demikian juga
dalam penyandangan dana dalam batas kemampuan,sehingga sanh anak mampu berdikari.(H.R
Abu Daud bari abu Qalaabah).

11). ‫اَاَل َس َّويْتَ بَ ْينَهُ َما‬  ‫؟‬


“ Hendaknya engkau memperlakukan sama kedua anakmu itu”. (H.R Muslim dari Anas
bin Malik). Maksudnya, Berlaku adil dalam memberi perhatian,wasyiat,biaya dan cinta kasih
kepada mereka.
‫َساوُوْ ابَ ْينَ اَوْ اَل ِد ُك ْم فِى ْال َع ِطيَّ ِة‬
“Perlakukanlah pemberian terhadap anak-anakmu itu dengan sama” (H.R. Thabrani) 
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan 

Anak adalah nikmat Allah Swt. yang tak ternilai dan pemberian yang tak terhingga.Tidak ada
yang lebih tau besarnya karunia ini selain orang yang tidak atau belum memiliki anak. Nikmat
yang agung ini merupakan amanah bagi kedua orang tuanya, yang kelak akan dimintai
pertangung jawabannya,apakah keduanya telah menjaganya atau justru menyia-nyiakannya.
Rosulullah SAW bersabda,” Setiap kalian adalah pemimpin ,dan setiap kalian akan ditanya
tentang kepemimpinannya. Seorang iman adalah pemimpin dan dia akan ditanya tentang
kepemimpinannya ,dan seorang laki-laki adalah pemimpin dalam keluarganya dan dia akan
ditanya akan kepemimpinannya. Inilah sekelumit makalah yang kami sampaikan tentang
kewajiban orang tua terhadap anaknya.
DAFTAR PUSTAKA
Tohirin. 2008. Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada.
Najib khalid Al-amir, Tarbiyah Rasulullah, ( Jakarta: Gema Insani Press, 1996)
Dr. Abdullah nasish Ulwan, Mengembangkan Kepribadian Anak, ( Bandung: PT Remaja Rosda
Karya, 1992)

Anda mungkin juga menyukai