Anda di halaman 1dari 26

TAFSIR SURAT AL-ISRA (17) AYAT 23-24 (PENDIDIKAN KARAKTER

DALAM ISLAM)
Pendahuluan
Seorang anak didalam mencari nilai-nilai hidup, harus mendapat bimbingan
sepenuhnya dari pendidik, karena menurut ajaran Islam, saat anak dilahirkan
dalam keadaan lemah dan suci/fitrah, dan alam sekitarnyalah yang akan
memberikan corak warna terhadap nilai hidup atas pendidikan seorang anak,
khususnya pendidikan karakter. Karena itu Islam sangat memperhatikan masalah
pendidikan terhadap anak dan memberikan konsep secara kongkrit yang terdapat
dalam Al-Quran dan penjelasan Rasulullah SAW yang ada didalam Hadits.
Dimana terdapat dalam Surat Al-Isra Ayat 23-24 dalam Al-Quran yang berkaitan
dengan pendidikan bagi anak, namun terlebih dahulu marilah kita uraikan apa
makna/definisi dari pendidikan dan arti anak itu sendiri.

A. PENGERTIAN PENDIDIKAN (PAEDAGOGIE)
Didalam berbagai literatur ilmu pendidikan, beberapa pakar/ahli pendidikan
sepakat bahwa kata pendidikan berasal dari bahasa Yunani Paedagogie, terdiri
dari kata PAIS yang artinya anak dan kata AGAIN yang artinya
membimbing. Jadi Paedagogie secara bahasa diartikan bimbingan yang diberikan
kepada anak.
Menurut istilah, pendidikan (paedagodie) diartikan oleh beberapa pakar sebagai
berikut:
1) Drs.H.Abu Ahmadi dan Dra.Hj.Nur Uhbiyati
Pendidikan pada hakekatnya adalah suatu kegiatan secara sadar dan disenagja
serta penuh rasa tanggungjawab yang dilakukan oleh orang dewasa kepada anak
agar anak tersebut mencapai tingkat kedewasaan yang dicita-citakan dan
berlangsung terus menerus;
2) Ki Hajar Dewantoro
Mendidik adalah kegiatan menuntun segala kodrat/bawaan yang ada pada anak-
anak agar mereka sebagai manusia dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan
yang setinggi-tingginya.
Dari beberapa pendapat diatas, esensial makna yang terdapat didalamnya adalah
sama dengan konsep dan makna pendidikan yang ada dalam agama Islam, bahwa
pendidikan adalah hak semua manusia dan berlaku seumur hidup. Sebagaimana
Hadits Nabi SAW menyebutkan:


Tuntutlah Ilmu sejak dalam ayunan (bayi) hingga ke liang lahat
Dan dalam Hadits lain disebutkan :


Menuntut ilmu adalah wajib bagi tiap-tiap orang islam.

B. PENGERTIAN ANAK
Menurut Islam, anak merupakan sebuah amanah dari Allah SWT yang
diembankan kepada hamba-Nya yang dikehendaki, yang dilahirkan dalam
keadaan suci/fitrah. Karena itu, tanggungjawab pendidikan seorang anak secara
khusus dibebankan kepada orang tuanya, didalam hadits Nabi SAW disebutkan :


Setiap anak itu dilahirkan dalam keadaan fitrah/suci, kedua orangtuanyalah yang
membuatnya menjadi seorang Yahudi, atau seorang Nasrani, atau seorang
Majusi.
Berdasarkan Hadits Nabi SAW diatas, jelaslah bahwa orang tua memegang
peranan penting dalam membentuk kepribadian seorang anak. Oleh sebab itu,
anak akan menjadi sholeh dan dapat menyelamatkan orang tuanya atau akan
menjadi fitnah yang akan menyengsarakan orangtua tergantung dari orang tuanya
dalam memberikan pendidikan.
Selanjutnya mari kita bahas konsep pendidikan bagi anak yang ditawarkan oleh
Islam,yaitu dalam Al-Quran Surat Al-Isra (17) ayat 23-24.






Teks Ayat dan Terjemah

.
Artinya: Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah
selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-
baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai
berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu
mengatakan kepada keduanya perkataan ah dan janganlah kamu membentak
mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah
dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah:
Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah
mendidik aku waktu kecil.

Kata kunci
4|s%ur
:
Dan telah memutuskan
y7/u wr&
:
Rabbmu supaya janganlah, lafaz Alla berasal dari gabungan antara an dan la
(#r7s? Hw) n$)
:
Kalian menyembah selain dia dan hendaklah kalian berbuat baik

t$!uq9$$/ur $Z|m)
:
Pada ibu bapak kalian dengan sebaik-baiknya yaitu dengan berbakti kepada
keduanya

$B) `t=7t x8yY uy969$# !$yJdtnr&
:
Jika salah seorang diantara keduanya sampai berumur lanjut dalam
pemeliharaanmu, lafaz ahaduhuma adalah fail
rr& $yJdx.
:
Atau keduanya, dan menurut suatu qiraat lafaz yablughanna dibaca ya blughaani
dengan demikian maka lafaz ahaduhuma menjadi badal daripada alif lafaz
yablughani

xs @)s? !$yJl; 7e$&
:
Maka sekali-kali kamu janganlah mengatakan ah kepada keduanya

wur $yJd pk]s?
:
Dan janganlah kamu membentak mereka, jangan kamu menghardik keduanya

@%ur $yJg9 Zwqs% $VJ 2
:
Dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia, perkataan baik dan sopan.

z$#ur $yJgs9 yy$uZy_ eA%!$#
:
Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua
z`B pyJm 9$#
:
Dengan penuh kesayangan
@%ur b> $yJgHxq$# $yJx.
:
Dan ucapkanlah: wahai Rabbku, kasihanilah mereka keduanya, sebagaimana
keduanya mengasihiku sewaktu

T$u/u #Z |
:
Mereka berdua mendidik aku waktu kecil. [1]

Tafsir Ayat

.
Artinya: Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah
selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-
baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai
berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu
mengatakan kepada keduanya perkataan ah dan janganlah kamu membentak
mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah
dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah:
Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah
mendidik aku waktu kecil.
Berdasarkan ayat di atas, tampaknya yang menjadi titik sentral dalam masalah bir
al-walidain adalah anak, maka posisi orang tua sebagai pendidik tidak menjadi
bahasan utama. Hal ini bisa disebabkan adanya suatu anggapan bahwa orang tua
tidak akan melalaikan kewajibannya dalam mendidik anak.
Menurut Said Qutub orang tua itu tidak perlu lagi dinasehati untuk berbuat baik
kepada anak, sebab orang tua tidak akan pernah lupa akan kewajibannya dalam
berbuat baik kepada anaknya. Sedangkan anak sering lupa akan tanggung
jawabnya terhadap orang tua. Ia lupa pernah membutuhkan asuhan dan kasih
sayang orang tua dan juga lupa akan pengorbanannya. Namun demikian anak
perlu melihat ke belakang untuk menumbuh-kembangkan generasi selanjutnya.
Jadi mempelajari cara orang tua dalam mendidik anak menjadi hal yang perlu
dipertimbangkan.
Hal pertama yang teranalisa dalam penjelasan kedua ayat tersebut adalah
kewajiban orang tua untuk memperlakukan anak dengan baik. Hal ini dapat dilihat
dalam penafsiran ayat wa bilwalidaini ihsana. Dalam penafsiran penggalan ayat
tersebut, anak dituntut berbuat baik kepada kedua orang tua disebabkan orang tua
telah berbuat ihsan kepada anak; mengandung selama sembilan bulan,
memberikan kasih sayang dan perhatian sejak dari proses kelahiran hingga
dewasa. Dengan demikian, perintah anak untuk berbuat ihsan kepada orang tua
menjadi wajib dengan syarat orang tua telah terlebih dahulu berbuat ihsan
kepadanya.
Ihsan orang tua terhadap anak sangat urgen sebab seorang anak yang dilahirkan ke
dunia ini dalam keadaan lemah tidak berdaya, tidak tahu apa-apa, dan perlu
pertolongan orang lain. Untuk mengatasi ketidakberdayaannya, anak sangat
bergantung sepenuhnya kepada orang tua dan menunggu bagaimana arahan dan
didikan yang akan diberikan kepadanya.
Hal kedua yang dapat dijadikan konsep pendidikan emosional anak adalah


Kondisi lemah anak yang masih kecil dalam asuhan orang tua sama halnya
dengan kondisi orang tua yang telah tua renta dalam asuhan anak. Ketika Allah
mewajibkan anak untuk berbuat baik kepada orang tua sebagai balasan orang tua
yang telah memperlakukan anak dengan baik dan susah payah ketika anak kecil,
maka secara otomatis orang tua juga dituntut hal yang sama yakni
memperlakukan anak dengan baik; tidak bersikap yang menunjukkan kebosanan
dan kejemuan secara lisan maupun bahasa tubuh.
Berkaitan dengan hal ini, orang tua seharusnya tidak mengabaikan aspek
psikologis dalam mengasuh anak. Anak memerlukan perhatian dan kasih sayang.
Meskipun belum bisa berpikir logis, anak tetap memerlukan kasih sayang dan
cinta orang tua. Pemberian materi yang banyak tanpa dibarengi dengan perhatian
dan rasa cinta dari orang tua akan membuat anak merasa tidak ada ikatan emosi
antara dirinya dan orang tua. Akibatnya anak tidak peka terhadap apa yang
dirasakan oleh orang tuanya, apalagi ketika orang tua telah renta.
Memperlakukan anak dengan lemah lembut dan penuh kasih sayang bukan hanya
membantu anak berkembang dengan positif tetapi juga memudahkan orang tua
untuk mengontrolnya. Di saat orang tua bersikap lemah lembut dan sayang
kepadanya, maka anak tersebut akan mudah untuk diajak kerja sama dan akan
bersikap menurut.
Memperhatikan aspek psikologis anak dapat diwujudkan dengan sikap dan
perkataan. Allah mewajibkan anak untuk berkata lemah lembut dan tidak
menghardik orang tua ketika mereka telah pikun karena orang tua telah berlaku
sabar, bersikap lembut dan tidak menghardik anak. Dengan demikian orang tua
juga dituntut untuk lemah lembut dalam perkataan dan tidak menghardik anak.
Anak kecil yang belum bisa berpikir rasional dan logis sama halnya seperti orang
tua yang telah pikun. Anak kecil tentunya akan merasa senang dengan dunianya.
Misalnya anak kecil mempermainkan kotorannya sendiri yang menurut daya nalar
anak apa yang dilakukannya tersebut baik dan menyenangkan. Meskipun hal
demikian belum tentu logis dan baik menurut pemikiran orang dewasa. Dalam hal
ini orang tua perlu bersikap sabar.
Penghinaan dan celaan adalah tindakan yang dilarang dalam pendidikan,
sekalipun terhadap bocah kecil yang belum berumur satu bulan. Anak bayi
sangatlah peka perasaannya. Ia dapat merasakan orang tua tidak senang dan tidak
menyukainya melalui sikap, bahkan yang masih tersirat dalam hati orang tua,
lebih-lebih lagi melalui perkataan yang jelas.
Sikap orang tua dalam menghadapi dan mengasuh anak pada masa kecil
memerlukan kesabaran dan tutur kata yang baik atau qaulan karima. Tutur kata
yang baik bisa diwujudkan seiring dengan adanya kesabaran. Apabila tidak ada
kesabaran dalam diri orang tua tentunya kata-kata kasar dan hardikan akan keluar
tanpa terkendali. Dan perkataan kasar serta hardikan tidak disenangi anak,
walaupun menurut orang tua semua itu demi kebaikan anak. Sebab yang dirasakan
oleh anak bahwa kata-kata yang tidak lemah lembut merupakan bukti
ketidaksenangan orangtua terhadapnya.[1]
Pengendalian tutur kata agar selalu terucap yang baik merupakan bentuk
kesabaran dan penghargaan orang tua terhadap anak. Ada sebagian keluarga di
mana orang tua selalu menggunakan perkataan kotor ketika berbicara dengan
anak-anak mereka. Padahal pada setiap tempat, terjaganya lingkungan masyarakat
akan tergantung pada istilah-istilah dan ungkapan bahasa yang digunakan oleh
ayah dan ibu kepada putra putrinya. Membiasakan anak bersikap sopan santun
dalam berbicara adalah tugas orang tua, karena anak mengambil dan belajar dari
kedua orang tuanya. Jika kedua orang tuanya tidak memiliki cara yang benar
dalam berbicara, maka mereka berdua tidak akan mampu mengajari anak-anak
mereka sama sekali.[2]
Qaulan karima merupakan perkataan yang baik, lembut dan memiliki unsur
menghargai bukan menghakimi. Dengan demikian anak akan bisa menilai kadar
keperdulian orang tua terhadap dirinya melalui perkataan yang didengarnya. Di
samping memberikan dampak secara psikologis, gawl karim juga menjadi acuan
bagi anak untuk mengikuti pola yang serupa. Sebagai konsekuensinya anak
berbicara dengan perkataan yang baik kepada orang tua sehingga akan terjalin
ikatan emosional antara anak dan orang tua.
Perkataan kasar dan caci maki, sebagai kebalikan dari pendapat di atas, akan
membuat anak terbiasa dengan kata-kata tersebut. Terbiasa di sini dimaksudkan
bahwa ketika orang tua melontarkan cacian kepada anak sebagai tanda marah,
anak tidak akan menghiraukan lagi.[3] Dan membentak anak sekalipun ia masih
sangat kecil, berarti penghinaan dan celaan terhadap kepribadiannya sesuai
kepekaan jiwanya. Dampak negatif ini tumbuh dan berkembang hingga
menghancurkan kepribadian dan mengubah manusia menjadi ahli maksiat dan
penjahat yang tidak lagi peduli dengan perbuatan dosa dan haram.[4]
Melalui kata yang baik, bijak dan juga pujian, anak akan merasa dihargai dan
keberadaannya di antara anggota keluarga menjadi berarti. Seberapapun tinggi
pendidikan dan juga pengetahuan yang diperoleh orang tua tentunya orang tua
tidak bisa memandang segala sesuatunya dari sudut pandangnya sendiri. Sebab
anak yang masih kecil belum mampu menjangkau pemikiran orang tua. Dengan
demikian orang tua dalam usaha mendidik dan mengarahkan anak berusaha untuk
memposisikan diri pada sudut pandang anak yang masih kecil tersebut kalau tidak
akan selalu terjadi ketegangan. Dan sebagai konsekuensinya perkataan tidak baik
akan ditangkap oleh anak.[5]
Berkaitan dengan cara pandang orang tua yang berbeda dengan anak kecil, di sini
perlu dirujuk kembali pendapat al-Tabariy yang menyatakan bahwa anak harus
membiarkan apa yang dicintai dan diingini oleh kedua orang tua ketika keduanya
dalam asuhannya selama tidak bermaksiat kepada Allah. Anjuran untuk
membiarkan apa yang diinginkan oleh orang tua dimaksudkan untuk menjaga
perasaan keduanya; agar mereka tidak sakit hati dan tersinggung.
Hal demikian juga dapat diterapkan dalam mendidik anak. Orang tua tidak perlu
terlalu protektif dengan lebih banyak mengeluarkan intruksi larangan dari pada
membolehkan. Apabila orang tua banyak melarang segala sesuatu yang akan
dilakukan oleh anak, anak akan menilai orang tua sebagai sosok yang otoriter,
kejam dan tidak memahami perasaan serta kemauannya. Dan juga anak akan
cenderung tidak berani bertindak.72 Jika hal demikian terjadi maka kreativitas
anak akan hilang dan anak tidak merasa adanya keterikatan emosi dengan orang
tua. Oleh karena itu orang tua, dalam konteks ini, tidak terlalu banyak melarang
apa yang akan dilakukan oleh anak selama tidak membahayakan dirinya dan juga
selama tidak keluar dari norma-norma islami. Selanjutnya, setelah berbuat ihsan
dan berkata dengan qawl karim kepada anak, orang tua juga dianjurkan untuk
mendoakan anak seperti Allah menganjurkan anak untuk mendo akan orang tua
dalam akhir ayat 24 surat al-Isra tersebut. Sebab mendoakan anak merupakan
bagian bentuk tanggung jawab orang tua kepada generasi penerusnya, yang tidak
ingin melihat mereka sebagai generasi yang amburadul, loyo dan tidak mengerti
akan tanggung jawabnya.[6] Sebagaimana Rasulullah Saw pernah mendoakan
cucunya Hasan dan Husain. Hadith tersebut adalah sebagai berikut: Artinya: Ya
Allah, kasihilah mereka berdua, sebab aku mengasihinya.[7]
Penghujung ayat 24 surat al-Isra:


pada intinya merupakan perintah kepada anak untuk mendoakan kedua orang
tuanya. Namun penggalan ayat tersebut merupakan keyword dari keseluruhan
konsep interaksi edukatif pada aspek emosional antara orang tua dan anak. Orang
tua berhak mendapatkan Ihsan, qawlan karima dan juga rahmah seperti yang
terdapat pada penggalan ayat tersebut, apabila ia telah berbuat hal yang sama
terhadap anak terlebih dahulu. Hal ini dapat dipahami dari kata kama rabbayani
shaghira. Dan dalam kata tersebut terkandung unsur cause and effect atau
causalitas.
Kata rabbayani dalam penggalan ayat tersebut merupakan akumulasi dari sikap
Ihsan, qawlan karlma dan juga rahmah orang tua terhadap anak. Singkatnya sikap
orang tua terhadap anak berdasarkan konsep pendidikan emosional yang terdapat
dalam surat al-Isra 23-24 adalah dengan cara memberikan perhatian dan kasih
sayang kepada anak, bersikap lemah lembut, berkata dengan perkataan yang baik,
dan tidak memaksakan kehendak orang tua sebab dunia anak dan orang dewasa
itu berbeda atau dengan kata lain orang tua memberikan kelonggaran bagi anak
untuk berkreativitas selama tidak menyimpang dari ajaran agama. Serta
mendoakan anak agar Allah senantiasa melimpahkan kasih sayang-Nya terhadap
anak. Sikap orang tua terhadap anak tersebut memerlukan kesabaran dan
pengorbanan yang begitu besar.
Orang tua yang telah bersabar dan berkorban dalam mendidik dan mengarahkan
anak agar menjadi anak yang shalih berhak mendapatkan doa seperti yang
disinyalir oleh Allah dalam firman-Nya:
Artinya: Dan ucapkanlah: `wahai Tuhanku, kasihilah keduanya sebagaimana
mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.(al-Isra:24).

Kesimpulan
Dengan demikian secara keseluruhan konsep pendidikan yang terdapat dalam
surah al-Isra 23- 24 merupakan bentuk konsep yang memiliki kausalitas atau
sebab akibat (hubungan timbal balik). Anak menyantuni dan juga mendoakan
orang tua sebagai konsekuensi dari sikap orang tua terhadap anak ketika anak
masih kecil. Oleh karena itu, orang tua mendapatkan hak dari anak karena orang
tua telah melaksanakan kewajibannya terlebih dahulu terhadap anak. Dan begitu
juga sebaliknya; anak memberikan hak orang tua karena anak telah mendapatkan
haknya, yakni pendidikan dengan penuh kasih sayang, kelembutan, keikhlasan
dan keridhaan dari orang tua. Sehingga terbentuklah pendidikan karakter terhadap
si anak.

Refrensi
[1] Irawati Istadi, Mendidik Dengan Cinta, (Jakarta: Pustaka Inti, 2003), h. 11.
[2] Mazhahiri, Pintar Mendidik Anak h. 207&209
[3] Imam al-Ghazali, Ihya Ulumiddin, Jil. 5, (Semarang: Asy-Syifa, 1992), h.
178.
[4] Husain Mazhahiri, Pintar Mendidik Anak, (Jakarta: Lentera Basritama
[5] Mohamed A. Khalfan, Anakku Bahagia Anakku Sukses, (Jakarta: Pustaka
Zahra, 2004), h.
[6] Fuad Kauma, Buah Hati Rasulullah: Mengasuh Anak Cara Nabi, (Bandung:
Hikmah, 2003), h. 70.
[7] Shahih Bukhari, Terj., Jil. 8, (Semarang: Asy-Syifa, 1993), h. 25.
[8] http://irham1977.wordpress.com/2009/11/06/perlindungan-anak-dalam-
perspektif-islam/


ISLAM DAN PENDIDIKAN KARAKTER DALAM KEHIDUPAN
Manusia pada dasarnya adalah pecinta perubahan, atau pelaku
perubahan itu sendiri. Sedangkan perubahan merupakan suatu hukum
yang harus berbanding lurus dalam kapasitas manusia sebagai pebuat
perubahan.Banyak hal yang yang dapat kita lakukan untuk melakukan
perubahan semisal kita dari yang jarang beribadah ketika kita sadar,
bahwa sebenarnya ibadah itu adalah tiang agama, kita mulai rajin
beribadah.
Karakter seseorang dapat dilihat dari kebiasaan dan cara pergaulanya
sehari-hari, karakter seseorang juga bisa terlihat dari cara mereka
berkomunikasi dengan orang lain.
Kita tahu bahwa karakter seseorang terbentuk mulai dari kita lahir, bagian
pembentuk karakter yang paling terkecil ialah keluarga kita, dari keluarga
kita berlanjut berkembang di lingkungan masyarakat, kemudian karakter
akan terbentuk dengan sedirinya. Apabila lingkungan pergaulan kita baik
pasti karakter seseorang tersebut pasti akan baik, dan sebaliknya apabila
lingkungan kita buruk pasti karakter seseoragpun akan menjadi buruk, tapi
lain halnya apabila kita bisa mengendalikan diri kita sendiri. Tidak mungkin
karakterseseorang terbentuk dengan sendirinya tanpa bantuan dari
lingkungan sekitar, karena dari lingunan pergaulan kitalah kita bisa
membentuk karakter kita sediri.
Dalam islam, pendidikan karakter manusia sangatlah diperlukan, karena
karakter seseorang itu menentukan kepribadianya. Karakter itu hampir
mirip dengan watak, cuman karakter lebih dominan ke sifat dan
kepribadian daripada sifat. Sifat itu ialah kepribadian seseorang yang
terbentuk sejak dari dalam rahim ibu. Maka dari itulah karakter dan sifat itu
berbeda, tetapi kedua-duanya mengandung makna yang hampir sama.
Pendidikan karakter sangatlah penting bagi kita, karena tanpa adanya
pendidikan karakter bagi diri kita, kita tidak akan memiliki kepribadian
yang baik dan kita tidak mungkin bisa berbaur dengan tetangga atau
teman kita dengan baik.
Manusia diciptakan oleh Allah SWT untuk melakukan perubahan dimana
antara manusia dan perubahan itu harus berbanding lurus dalam
kapasitas menusia sebagai pembuat perubahan. Pendidkan karakter
sangat dibutuhkan oleh manusia karena kita bisa membiasakan diri kita
untuk selalu berbuat kejujuran maupun kebenaran.
Karakter seseorang bisa dirubah dengan cara pendekatan dengan orang
lain. Dengan demikian karakternya bisa diubah karena terbawa oleh
lingkungannya sehari-hari, selain itu juga dampak dari pergaulan juga
dapat mempengaruhi perubahan karakter seseorang.
Pendidikan karakter merupakan suatu gerakan, langkah baru menuju
suatu kesempurnaan perilaku manusia sebagai warga masyarakat serta
bangsa dan negara yang mandiri, tangguh, ulet dan loyal terhadap
kehidupan berbangsa dan bernegara.
Jadi kesimpulanya, karakter bukanlah suatu sifat yang muncul sejak kita
lahir, tetapi karakter terbentuk karena lingkungan dan kemauan dari diri
kita,dan dorongan oang lain.


4. Ari Setyo Nugroho
5. Ganang Swahardyani Ganji
6. Azis Hendradi
7. Herwin Pioner

Nama Dosen : Junaidi Idrus, S.Ag, M.Hum
Untuk memenuhi salah satu tugas mata
pendidikan agama
STMIK AMIKOM YOGYAKARTA
TAHUN 2011/2012


KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Alhamdulillah, atas rahmat Alloh Yang Maha Esa, makalah tentang ISLAM DAN PENDIDIKAN
KARAKTER telah selesai disusun. Makalah ini di tulis untuk memenuhi salah satu syarat mata
pendidikan agama dan untuk dipresentasikan didepam kelas sebagai bahan diskusi kelas yang rutin
dilakukan setiap minggu. Terimakasih kepada dosen pembimbing yaitu bpk Junaidi Idrus, S.Ag,
M.Hum selaku dosen mata kuliah agama yang sudah memberi pentunjuk & pemaparan juga
penjelasan tentang pembuatan makalah ini. Dan kepada anggota kelompok yang telah berperan
besar dalam penyusunan makalah ini. Semoga bermanfaat bagi kita semua, amin.
Demikian kata pengantar dari kami, atas perhatianya kami ucapkan banyak terimakasih.
Wassalamualaikum Wr.Wb







ISLAM DAN PENDIDIKAN KARAKTER
A. Pengertian Pendidikan karakter
Asal kata karakter berasal dari bahasa Yunani karasso (cetak bitu, format dasar, sidik, seperti
dalam sidik jari). Sedangkan karakter menurut pandangan kebanyakan orang indonesia atau dalam
artian orang indonesia adalah hal yang sering dilakkukan oleh orang tersebut atau dalam kata lain
sifat orang tersebut dalam suatu hal, seperti misalnya pemarah, sabar, pemaaf ataupun misalnya
dalam hal sepak bola ada pemain yang berkarakter menyerang terus atau hal yang lainya. Dan
pendidikan berasal dari kata didik yang artinya mengajar, jadi pendidikan karakter adalah
penanaman nilai-nilai karakter pada seseorang yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran
atau kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut baik terhadap sesama diri
sendiri, lingkungan, dan juga bangsa negara. Karakter juga merupakan nilai-nilai perilaku manusia
yang berhubungan dengan Alloh, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan dan kebangsaan dan
terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdassarkan norma-norma
agama, hukum, tatakrama, budaya dan adat istiadat.
Pada hakikatnya karakter manusia sudah ada sejak lahir tapi mulai terbentuk sejak manusia aktif di
dunia, karena karakter menusia sangat dipengaruhi oleh beberapa hal, di antaranya faktor
lingkungan, baik lingkungan keluarga, teman dan lain sebagainya. Dengan demikian, tentang
karakter seseoarang kita hanya bisa melihat dan menilai apakah manusia itu memiliki karakter kuat
atau lemah. Apakah dia lebih terdominasi dari kondisi yang telah ada sejak lahir atau dia menjadi
orang yang mendominasi atas kondisi natural yang telah dia terima.
Orang yang memiliki karakter kuat merupakan mereka yang tidak ingin dikuasai oleh sekelompok
realitas yang telah ada begitu saja, sedangkan karakter yang lemah cenderung tidak bisa apa-apa
atau pasrah adanya terhadap keadaan tanpa bisa menguasai keadaan tersebut.

B. Pendidikan karakter di Indonesia
Di Indonesia Pendidikan karakter diajarkan atau dimulai sejak dini, mulai dari kita sekolah sampai ke
jenjang yang lebih tinggi. Pendidikan karakter merupakan sebagai pembentuk kepribadian dan
identitas bangsa sesuai dengan konteks dan situasi yang mereka alami. Sedangkan diihat dari
sejarah, pendidikan karakter sudah ada sejak pertama kali indonesia ada dan dikembangkan oleh
para pejuang bangsa indonesia seperti RA.Kartini, Bungkarno dan para pejuang lainya.
Indonesia memiliki banyak pulau dan daerah masing-masing dan setiap daerah di indonesia
memiliki warga yang berbeda-beda baik karakter tingkah laku dan kebiasaan warganya seperti
contohnya warga pulau jawa cenderung berkarakter ramah, sabar, tingkat gotong royong yang
tinggi, di papua kenyakan warganya berkarakter keras, tegas dan pantang menyerah terhadap
keadaan, sedangkan dalam pandangan dunia bangsa indonesia terkenal dengan karakter
kebersamaan yang tinggi dan warganya ramah. Karakter seseorang dapat kita rubah dan kita buat,
contohya pendidikan budi pekerti dapat kita ketahui bahwa pendidikan budi pekerti di indonesia
sangatlah penting karena dalam pendidikan tersebut mengajarkan bagaimana kita membentuk
karakter yang baik dan mengajarkan agar menjadi seseorang yang berkepribadian yang kuat.
Contoh lainya pendidikan agama yang mengajarkan tentang bagaimana membentuk iman, akhlak,
aqidah yang baik dan jika iman, akhlak, aqidah terbentuk dengan baik maka insya Alloh karakter
orang tersebut akan baik juga jika dilihat dari segi agama. Dan di ikuti oleh tindakan-tindakan yang
positif yang bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain.
Bagi indonesia sekarang ini, pendidkan karakter juga berarti melakukan usaha sungguh-sungguh,
dan berkelanjutan untuk membangkitkan dan nmenguatkan kesadaran serta keyakinan semua
orang indonesia bahwa tidak ada masa depan yang lebih baik tanpa membangun dan menguatkan
karakter bangsa indonesia. Karakter bangsa yang maju (beradab) rajin bekerja, cepat bangkit dari
keterpurukan, jujur, terus terang, tidak pendendam, selalu melihat ke masa depan, tahu cara
memperbaiki diri, setiap individu warga mecari rezeki yang halal. Jadi sikap dan mental bangsa itu
bersih; cenderung ke arah perbaikan.
C. Pendidikan karakter dalam islam
Nabi Muhammad saw memiliki 4 karakter yang terkenal yaitu: Siddiq, amanah, tabligh, Fatonah.
Selain 4 sifat baik ini ia masih banyak sekali karakter nabi Muhammad yang bisa menjadi modal
dalam membangun bangsa misalnya: ia rajin belajar, pekerja keras, tangguh, berani, disiplin, bersih
dan sangat lemah lembut. Dan nabimuhammad yang membangun karakter umat islam dan nabi
muhammad yang mempunyai kkarakter yang baik seperti yang tertera dalam Surat Al-Ahzab 21 :
_. .eZ# #-!v uo.t #-u,t u#-9.uu|Ht #-!v t|u#( .|t 9e0
T,Zut &(uuo #-! uuA e 9o3'N| .|t 9v)o(
Artinya :
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang
yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.
Sementara perwujudan pendidikan karakter dalam islam salah satunya telah dibuktikan dengan
adanya pondok-pondok pesantren di seluruh dunia yang sama-sama mendidik karakter manusia
agar sesuai dengan syariat islam. Karakter yang baik menurut islam adalah karakter yang sesuai
dengan Nabi Muhammad Saw karena Nabi Muhammad adalah manusia yang di utus langsung oleh
Alloh dengan segala kelebihan yang ada dan dialah contoh suritauladan yang baik.
D. Prinsip-Prinsip Dasar Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter sekarang ini sangat mutlak tiperlukan bukan hanya disekolah saja tapi dirumah
dan lingkungan sosial. Bahkan sekarang ini peserta pendidikan karakter bukan lagi anak usia dini
tapi juga untuk dewasa karena mutlak untuk keperluan bangsa ini.
1. Karakter dalam bentuk psiko-motorik yang menggerakan seseorang untuk bertindak.
2. Manusia memperkuat karakternya melalui setiap keputusan yang diambilnya oleh karena itu,
dalam setiap persoalan, seseorang dapat kita liahat karakternya melalui tingkah laku atau keaktifan
sesorang tersebut dalam suatu persoalan yang ada dalam kelompok atau oorganisasi.
3. Sesorang yang dalam proses pembentukan karakter akan memilih cara-cara yang baik bagi
dirinya bahkan jika harus membayarnya secara mahal sebab dalam setiap proses ada responnya.
4. Manusia harus meniru atau mencontoh orang yang dilihat baik dan mengambil segi positif
orang tersebut.
E. Metodologi Pendidikan karakter
1. Pengajaran
Metode pangajaran adalah mengajar dengan cara memberikan penjelasaan yang baik kepada
ummat manusia, dengan ucapan dan perbuatan. Disini peran yang sangat penting ada pada guru
atau dosen, karena merekalah yang banyak di contoh oleh manusia dalam kehidupan terutama bagi
pelajar. Dosen/guru harus bisa mengajarkan kepada siswanya untuk menjadi manusia yang
berkarakter yang kuat mmelalui beberapa pelajaran yang disampaikan.
2. Memberikan keteladanan
Dalam metode ini orang yang memberikan pendidikan karakter harus memepunyai karakter yang
baik agar orang yang di didik bisa meneladani hal yang dilakukan oleh orang yang mendidik.
Seperti contohnya jika seorang dosen memberi pelajaran tentang karakter yang baik tapi dirinya
sendiri masih mempunyai karakter yang kuarang baik, maka akan sangat berpengaruh terhadap
kkarakter oarang yang yang diberi pandidikan karakater. Seorang pendidik juga harus memberikan
contoh baik dalam ucapan maupun dalam bentuk perbuatan. Sepertihalnya yang dilakukan
rosululloh kepada umatnya seperti dalam kisah berikut ini :
suatu kali seorang wanita bangsawan suku Quraish diadili dan diputuskan akan dipotong
tangannya karena terbukti mencuri. Seorang sahabat mengajukan permohonan kepada Nabi agar
wanita tersebut diberi pengampunan. Nabi menolak dengan tegas permintaan tersebut, dengan
sabdanya:
Jangan lakukan hal itu lagi, masyarakat dahulu ada yang hilang lenyap, karena terhukum yang
kaya dibebaskan dan pelanggar-pelanggar hukum yang miskin dihukum. Demi Allah, kalau Fatimah
anakkumencuri, akan kupotong tangannya.
Dari cerita di atas dapat kita ambil kesimpulan bahwa rosulloh merupakan karakter yang tegas dan
memberikan contoh teladan ketegasan kepada umatnya dan juga karakter yang bertanggung jawab
juga tidak pilih kasih.
3. Pembentukan karakter dalam bentuk peraturan
a. Adanya tulisan-tulisan pada Banner dalam ukuran 10 meter tentang karakter baik sesuai
dengan kebutuhan.
b. Pengumuman di depan kelas bagi siswa yang tidak lulus karena mencontek ketika ujian
c. Ada ruang khusus bagi yang merokok dan danya manajemen kebersihan kamar mandi
d. Adanya kerja sama dengan perusahaan, tersedia informasi lowongan kerja di Mading, dan
sering adanya pameran IT di teras-teras tiap lantai sebagai usaha untuk memotivasi mahasiswa.
e. Penerapan manajemen International Standar Operation (ISO), semua dosen dan mahasiswa
akan terbiasa mengikuti aturan yang telah ditetapkan, semua alat-alat kantor akan terpelihara
dengan baik dan adanya pelatihan dosen yang intensif.
f. Membangun lingkungan yang kondusif untuk pembelajaran yang akan menumbuh kan karakter
intelektual.
g. Pembentukan karakter terintegrasi dalam mata kuliah dan tata tertib.
4. Refleksi Pemikiran
Pada metode ini manusia harus bisa mendidik agar orang yang dididik bisa berpikir tentang apa
yang di ajarkan misalkan dengan cara :
a. Simulasi
Suatu permainan dengan cara mengkonstruk suatu suasana yang hampir sama dengan keadaan
dalam kehidupan sehari-hari, kemudian masing-masing peserta mencoba menghayati peran-peran
yang telah ditentukan, dan memahami reaksi-reaksi yang terjadi di dalamnya.
b. Diskusi
Melaksanakan kegiatan diskusi perkelompok mengenai masalah kasus tertentu yang dikupas,
dibahas, menuju pada pemecahan masalah. Dan dengan cara yang lainya.
Refleksi pemikiran adalah yang manusiawi, setiap manusia pasti bisa berpikir dan mempunyai gerak
reflek, maka itulah yang harus bisa di kembangkan oleh manuisa agar mempunyai karakter yang
baik dan kuat.
F. Masalah Pendidikan karakter
Jika kita sudah belajar dan tau apa karakter kita, lalu apakah karakter diri seseorang bisa
dirubah?jawabanya bisa, dengan cara melakukan kegiatan yang berhubungan atau menuju ke
karakter yang inginkan dengan jalan melakukan kebiasaan yang rutin dan terus menerus, suatu
kebiasaan atau kerutinan dapat merubah segalanya walapun hal tersebur dianggap tidak mungkin,
sebagai contoh banyak orang yang menganggap kalau hafalan Al-quran itu mustahil tapi orang
yang selalu melakukan kebiasaan membaca dan menghafalkan Al-quran secara pelan-pelan tapi
terus menerus dan dibuat kebiasaan maka jadi hafalah orang tersebut. Begitu juga orang yang ingin
yang merubah karakternya misal dari karakter yang pemarah, galak dan selalu ngamuk bisa dirubah
karakternya menjadi oarng yang sabar, rendah hati, dan pemaaf dengan cara diberi petunjuk
kejalan yang benar yang diberi kegiatan yang dibuat suatu kebiasaan yang baik maka cepat atau
lambat orang tersebuat juga insya Alloh akan jadi baik.
Selain masalah tersebuat juga masih ada masalah lain, seperti halnya masalah dari luar yaitu
masalah linngkugan, budaya, dan adat dilingkungan tersebut, karena sekuat apapun orang yang
ingin menjjadi karakter yang kuat tapi tinggal di llingkungan yang tidak memungkinkan maka
kemungkinan berhasil juga sangat sedikit. Dengan demikian pendidikan karakter jika tidak
dibarengi dengan lingkungan yang mendukung dan tidak ada praktek yang di ajarkan maka akan
semakin sulit diterapkan pada individu maupun suatu bangsa.
G. Tujuan Pendidikan karakter
Dari berbagai sumber yang saya baca banyak yang menyabutkan tentang tujuan pendidikan
karakter, namun saya ambil sebagian yang sekiranya bisa langsung mudah dipahami dan juga dari
sumber yang insya Alloh dapat dapat dipercaya, sebelumnya indonesia agar menjadi bangsa yang
maju dan tidak mudah dijajah oleh dunia luar harus mempunyai karakter dasar yang minimal ada
pada diri bangsa indonesia, dasar tersebut adalah:
Sebagai makhluk ciptaan Tuhan mengakui bahwa semua makhluk mdihadapan tuhan itu sama.
Manusia Indonesia harus bermoral, berahlak, dan berperilaku baik. Oleh karena itu masyarakat
diimbau menjadi masyarakat religius yang anti kekerasan.
Bangsa Indonesia menjadi bangsa yang cerdas dan rasional. Berpengetahuan dan memiliki daya
nalar tinggi.
Bangsa Indonesia menjadi bangsa yang inovatif dan mengejar kemajuan serta bekerja keras
mengubah keadaan. "Negara tak akan berubah kalau kita tak mengubahnya," ini seperti dalam
Alquan yang sering kita dengar.
Memperkuat semangat harus bisa. Seberat apapun masalah yang dihadapi jawabannya selalu
ada selama kita masih bisa berusaha.
Manusia Indonesia harus menjadi patriot sejati yang mencintai bangsa dan negara serta tanah
airnya.
Dari uraian di atas jadi kita bisa ambil tujuan pendidikan karakter yaitu :
1) Membangun dan membentuk karakter manusia yang mempunyai intelektualitas dan kematangan
emosi yang dibingkai dengan nilai-nilai ruhiyah.
2) Membantu manusia mengembangkan kecerdasan yang optimal dalam aspek kognitif, emosional
dan spiritual (multiple intelligences).
3) Membantu manusia mencapai keseimbangan fungsionalisasi otak kiri danotak kanan yang
dibingkai dengan nilai-nilai ruhiyah.
4)Menguasai Life Skill (kecakapan hidup): problem solver, komunikatoryang efektif, mudah
beradaptasi, mampu menghadapi tantangan,berani mengambil resiko.
5)Membangun pribadi yang kuat terhadap manusia agar tidak mudah terpengaruh oleh hal-hal
yang tidak baik.
6)Membuat manusia lebih Iman kepada Alloh dan bertakwa kepada-Nya.
7)Membangun rasa cinta tanah air yang kuat.
8)Mengembangkan bakat dan potensi manusia yang terpendam dan mengarahkan ke hal yang
bermanfaat dalam kebaikan.
9)menjadikan bangsa yanng kuat dengan karakter yang kuat pula.

PENUTUP
Kesimpulan
Pendidikan karakter adalah proses belajar mengajar baik resmi atau dalam keseharian biasa untuk
membentuk, menumbuhkan bahkan merubah karakter manusia agar sesuai yang dinginkan
terutama menjadi manusia yang berkarakter baik.
Di indonesia pendidikan karakter sudah dimulai sejak zaman pahlawan dulu dan sekarang mulai
berkembang baik.
Dalam islam pendidikan karakter sudah dicontohkan oleh Nabi Muhammad Saw dan dan
selayaknya umat islam mencontoh karakter beliau karena beliau adalah panutan semua umat islam.
Pendidikan karakter dapat dilakukan secara lisan atau perbuatan dan lebih baiknya dilakukan secara
keduannya.
Tujuan pendidikan adalah untuk membentuk karakter manusia dan bangsa agar menjadi
berkarakter yang kuat dan sesuai dengan Agama juga bangsa indonesia, menjadi bangsa yang kuat
dan tidak terjajah baik secara langsung atau tidak langsung.
Kritik Dan Saran
Untuk menyempurnakan makalah yang kami buat, kami membutuhkan kritik dan saran dari para
pembaca maupun dari pihak lain dan dapat disampaikan pada saat presentasi kelompok kami.
Demikian makalah yang kami buat, apabila ada keslahan itu semata-mata dari kami dan apabila ada
kelebihan itu semata-mata dari Alloh Swt, atas perhatianya kami ucapkan terima kasih.


Kunci keberhasilan dakwah Rasulullah SAW adalah keagungan akhlak yang
dimilikinya (Qs. Qalam/68: 4). Dengan modal itu, maka beliau pun menjadi
teladan/uswatun hasanah (Qs. Al-Ahzab/33: 21) bagi umatnya. Hanya dalam 23
tahun ia berhasil menjalankan misinya dalam menyempurnakan akhlak manusia
(li utammima makaarim al-akhlaq) sehingga masyarakat jahiliyah berganti
menjadi masyarakat madani.

Lalu bagaimana bentuk keagungan akhlak Nabi Muhammad SAW itu?
Pertanyaan ini juga pernaha dirasakan oleh para sahabat sehingga di antara
mereka ada yang bertanya kepada Siti Aisyah. Istri Nabi Muhammad ini pun
menjawab: kana khuluquhu al-Quran, akhlaknya adalah al-Quran (HR. Abu
Dawud dan Muslim).

Demikianlah karakter Nabi Muhammad SAW. Ia laksana al-Quran berjalan.
Dengan al-Quran itu pula ia mendidik para sahabatnya sehingga memiliki
karakter/akhlak yang begitu kuat. Sahabat-sahabat yang berkarakter berbasis al-
Quran tersebut menjadi modal utama dalam membangun masyarakat
berperadaban tinggi.

Belajar dari keberhasilan Rasulullah SAW tersebut dapat disimpulkan bahwa
untuk mendidik karakter manusia, terutama yang mengaku Islam sebagai
agamanya, mesti berdasarkan kepada al-Quran.

Dalam konteks kekinian, pendidikan karakter menjadi tema hangat untuk
diterapkan melalui lembaga pendidikan formal. Bahkan Kementerian Pendidikan
Nasional melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum telah
merumuskan program Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa atau disingkat
dengan PBKB, sejak tahun 2010 lalu.

Dalam proses PBKB, secara aktif peserta didik mengembangkan potensi dirinya,
melakukan proses internalisasi, dan penghayatan nilai-nilai menjadi kepribadian
mereka dalam bergaul di masyarakat, mengembangkan kehidupan masyarakat
yang lebih sejahtera, serta mengembangkan kehidupan bangsa yang bermartabat.
Dan dalam program tersebut, terdapat 18 nilai yang dikembangkan, yaitu: religius,
jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu,
semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi,
bersahabat/komuniktif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli
sosial, dan tanggung-jawab.

Program ini patut direspon oleh masyarakat, terutama praktisi pendidikan dan
stakeholder yang terkait. Namun, konsep PBKB masih bersifat umum sehingga
masih membutuhkan ide-ide kreatif dalam pengembangannya. Di era otonomi ini,
pemerintah daerah, termasuk sekolah, sesungguhnya memperoleh peluang yang
besar untuk mengembangkan berbagai program yang sesuai dengan
kebutuhannya, termasuk mengembangkan konsep pelaksanaan pendidikan
karakter tersebut.

Selaku umat Islam yang meyakini al-Quran sebagai pedoman hidupnya, sejatinya
memanfaatkan peluang ini. Lembaga pendidikan Islam seperti pesantren,
madrasah termasuk sekolah umum yang terdapat di dalamnyaapalagi
mayoritassiswa beragam Islam, seyogyanya merumuskan konsep pendidikan
karakter berbasis al-Quran. Sebab secara teologis, mustahil seorang muslim yang
mengabaikan al-Quran memiliki karakter atau akhlakul karimah sebagaimana
yang diinginkan dalam ajaran Islam itu sendiri.

Ironis, jika lembaga pendidikan tidak memberikan kesempatan bagi peserta didik
muslim untuk memahami al-Quran sekaligus menjadi acuan dalam membentuk
karakternya. Akibatnya, mereka akan menjadi manusia yang mengakui Islam
sebagai agamanya, tetapi karakternya tidak sesuai tuntunan al-Quran.
Keberadaan mereka justru merusak nama baik Islam itu sendiri. Untuk itu, sikap
kebergamaan kita harus tersentuh menyikapi persoalan ini.

Hakikat pendidikan karakter itu sendiri adalah penanaman nilai, membutuhkan
keteladanan dan harus dibiasaan, bukan diajarkan. Jika dalam konsep PBKB yang
disusun oleh Puskur terdapat 18 nilai, maka dalam perspektif al-Quran jauh
melebihi angka tersebut. Namun untuk memudahkan penanaman nilai tersebut,
perlu dirumuskan secara sederhana sesuai dengan tingkat pendidikan itu sendiri.

Paling tidak nilai-nilai itu bisa dikelompokkan dalam empat hal. Pertama, nilai
yang terkait dengan hablun minallah (hubungan seorang hamba kepada Allah),
seperti ketaatan, keikhlasan, syukur, sabar, tawakal, mahabbah, dan sebagainya.
Kedua, nilai hablun minannas, yaitu nilai-nilai yang harus dikembangkan
seseorang dalam hubungannya dengan sesama manusia, seperti tolong-menolong,
empaty, kasih-sayang, kerjasama, saling mendoakan dan memaafkan, hormat-
menghormati, dan sebagainya.

Ketiga, nilai yang berhubungan dengan hablun minannafsi (diri sendiri), seperti:
kejujuran, disiplin, amanah, mandiri, istiqamah, keteladanan, kewibawaan,
optimis, tawadhu, dan sebagainya. Dan keempat, nilai hablun minal-alam
(hubungan dengan alam sekitar), seperti: keseimbangan, kepekaan, kepeduliaan,
kelestarian, kebersihan, keindahan, dan sebagainya.
Nilai-nilai tersebut mesti dikembangkan lebih lanjut dengan merujuk pada ayat-
ayat al-Quran. Nilai-nilai yang terkandung dalam al-Quran itu sesungguhnya
memiliki makna yang lebih luas, kompleks dan aplikatif jika dibandingkan
dengan nilai-nilai yang muncul dari hasil pikiran manusia. Misalnya, nilai
istiqamah jauh lebih luas dari nilai komitmen dan konsisten. Begitu pula makna
ikhlash jauh lebih mendalam dibandingkan dengan makna rela berkorban. Bahkan
istilah akhlak pun jauh lebih kompleks dibanding dengan istilah moral dan etika.
Dan masih banyak contoh lainnya.

Adapun bentuk pelaksanaannya, bisa menyesuaikan dengan konsep
pengembangan pendidikan karakter sebagaimana yang disusun oleh Puskur.
Beberapa nilai yang telah dirumuskan dapat dikembangkan melalui kegiatan
intrakurikuler, ekstrakurikuler atau pengembangan diri dan budaya sekolah.

Pada kegiatan intrakurikuler, nilai-nilai tersebut harus dirumuskan dalam bentuk
Indikator Penanaman Nilai oleh guru dalam rencana pembelajarannya untuk
diintegrasikan dengan materi tiap mata pelajaran. Dengan begitu tak satu pun
materi yang bebas dari nilai. Selain itu, proses pembelajarannya pun sebaiknya
diintegrasikan dengan ayat-ayat al-Quran. Dalam hal ini, ayat-ayat al-Quran
akan menjadi basis terhadap suatu ilmu sehingga siswa tidak saja memperoleh
pengetahuan, tetapi diharapkan memperoleh keberkahan dari ilmu itu sendiri.
Pada kegiatan ekstrakurikuler, mesti dikembangkan kegaitan-kegiatan yang
relevan dengan nilai-nilai al-Quran. Kegiatan-kegiatan yang bertentangan, seperti
kegiatan yang memperlihatkan aurat, pelaksanaan kegiatan yang mengabaikan
waktu shalat, dan sebagainya mestilah ditinggalkan. Sebaliknya, kegiatan-
kegaitan yang langsung bersentuhan dengan al-Quran mesti menjadi prioritas.
Misalnya, Tahsin Quran, Tilawah al-Quran, Tahfizh al-Quran, Seni Kaligrafi,
Muhadharah, dan lainnya.

Sedangkan penanaman nilai pada budaya sekolah harus dirumuskan dalam bentuk
beberapa aturan sehingga terjadi proses pembiasaan dan pembudayaan. Seperti
tadarus di awal pembelajaran, setiap guru membuka pelajaran dengan membaca
surat-surat pendek, membudayakan ucapan salam, mengedepankan keteladanan,
malu melanggar peraturan, menjalin interaksi dengan kasih sayang, menjaga
kebersihan dan sebagainya. Dalam hal ini, pemberian reward (penghargaan) lebih
dikedepankan dari pada punishment (hukuman).
Proses pembelajaran al-Quran pun harus dilakukan secara kontiniu dan
sistematis. Peserta didik harus dibimbing untuk membaca, memahami dan
berupaya untuk mengamalkan ayat-ayat al-Quran. Peserta didik juga dituntut
untuk menghafal ayat-ayat al-Quran. Bukankah Rasulullah SAW bersabda:
Sesungguhnya orang yang di dalam dadanya (hatinya) tidak ada bacaan Al-Qur`an
(yakni tidak memiliki hafalannya) ibarat sebuah rumah yang hendak roboh. (HR.
At-Tirmidzi, dan lainya).

Tidak saja upaya dari sekolah, orang tua di lingkungan rumah tangga, menjadi
pelopor utama dalam pembentukan karakter berbasis al-Quran. Orang tua juga
dituntut untuk menanamkan kecintaan terhadap al-Quran kepada anak-anaknya
sedini mungkin. Itu sebabnya seorang ibu yang sedang hamil dianjurkan untuk
banyak membaca al-Quran. Kelak si anak telah pandai membaca al-Quran,
orang tua pun diminta untuk tadarus bersama anak-anaknya.

Sungguh tepat kebijakan Kementerian Agama RI tentang program Gemmar
(Gerakan Maghrib) Mengaji. Dan program ini sejatinya didukung oleh para
orang tua. Demikian halnya masyarakat, diharapkan berperan aktif mengkaji al-
Quran dan berupaya untuk menjadikannya sebagai karakter diri dan masyarakat
sekitarnya.

Jika sekolah mau dan bertekad menjadikan al-Quran sebagai basis dari
pelaksanaan pendidikan karakter, maka niscaya ketenangan dan keberkahan akan
dilimpahkan Allah kepada mereka. Sabdanya: Tidaklah suatu kaum berkumpul di
salah satu rumah Allah Azza wa Jalla untuk membaca Kitabullah (Al-Qur`an) dan
mereka saling mempelajarinya kecuali sakinah (ketenangan) akan turun kepada
mereka, majlis mereka penuh dengan rahmat dan para malaikat akan mengelilingi
(majlis) mereka serta Allah akan menyebutkan mereka (orang yang ada dalam
majlis tersebut) di hadapan para malaikat yang di sisi-Nya (HR. Muslim).
Kini, dibutuhkan niat, dukungan, dan komitmen dari berbagai pihak yang masih
mengakui al-Quran sebagai pedoman hidupnya; baik dari kalangan pemerintah,
kaum intelektual, praktisi pendidikan, orang tua dan masyarakat untuk
merumuskan pendidikan karakter berbasis al-Quran. Jika tidak, maka al-Quran
hanya sebagai hiasan lemari dan tercerabut dari hati sanubari. Wallahu alam.

Anda mungkin juga menyukai