Anda di halaman 1dari 126

Volume 12, Nomor 1, Januari – Juni 2015

BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN


Departemen Hukum Bank Indonesia

Pelindung
Deputi Gubernur Bidang Hukum Bank Indonesia

Penanggung Jawab
Rosalia Suci, Libraliana Badilangoe

Pemimpin Redaksi
Libraliana Badilangoe

Sekretaris Redaksi
Pulih Widayaningrum

Dewan Redaksi
Rika S. Dewi, Amsal Chandra Appy, Teddy Yusuf, Bambang Sukardi Putra, Pulih Widayaningrum,
Amy Rachmi Budiati, Agus Susanto P., Hari Sugeng Raharjo, Panji Achmad, Endang R. Budi Astuti

Redaksi Pelaksana
M.A. Niniek Cahyaningrum, Chandra Herwibowo, Yuli Anitasari, Yulita Kuntari, Rizky Kartika Sari

Mitra Bestari
Prof. Dr. Erman Radjagukguk, S.H., LL.M.
Prof. Dr. Nindyo Pramono, S.H., M.S.
Prof. Dr. Huala Adolf, S.H., LL.M.
Dr. Inosentius Samsul, S.H., M. Hum.
Dr. Lastuti Abubakar, S.H., M.H.

Penanggung Jawab Pelaksana


Divisi Legislasi dan Penelitian Hukum

Penanggung Jawab Distribusi


Divisi Informasi Hukum dan Manajemen Intern

Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian
dalam Buletin ini sepenuhnya tanggung jawab para penulis dan bukan merupakan pandangan resmi Bank Indonesia.

Mulai tahun 2015, Buletin Hukum Kebanksentralan terbit secara berkala setiap 6 (enam) bulan sekali. Peminat Buletin ini
dapat menghubungi Divisi Informasi Hukum dan Manajemen Intern, Gedung D Lt. 7, Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350,
email: buletinhukum_dhk@bi.go.id.

Redaksi menerima sumbangan tulisan berupa artikel ilmiah atau semi ilmiah, serta resensi buku berkenaan dengan hukum
kebanksentralan. Tulisan tersebut dapat disampaikan kepada Divisi Legislasi dan Penelitian Hukum, Gedung D Lt. 7, Jl. M.H.
Thamrin No. 2 Jakarta 10350, email: buletinhukum_dhk@bi.go.id. Atas dimuatnya artikel dan resensi buku dimaksud, redaksi
memberikan uang jasa penulisan.

“Buletin ini dapat diakses melalui website Bank Indonesia


di http://www.bi.go.id, pilih menu publikasi, kemudian
pilih sub menu Hukum Kebanksentralan.”
DARI MEJA REDAKSI

Pembaca Buletin Yang Berbahagia, memasuki tahun 2015 terdapat pembaharuan yang dilakukan Redaksi
terhadap Buletin terbitan Departemen Hukum Bank Indonesia, yaitu pembaharuan atau perubahan nama Buletin Hukum
Perbankan dan Kebanksentralan menjadi Buletin Hukum Kebanksentralan. Perubahan nama ini terutama dilatarbelakangi
oleh pengalihan kewenangan pengaturan dan pengawasan perbankan dari Bank Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan,
sebagai konsekuensi berlakunya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Selain itu,
dalam rangka peningkatan kualitas muatan Buletin dan efisiensi maka mulai tahun 2015 Buletin hanya akan terbit
secara semesteran.

Khusus dalam Buletin Hukum Kebanksentralan Volume 12 No. 1 Tahun 2015 ini akan dimuat hasil penelitian
Tim Peneliti dari Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang yang mengulas mengenai Prasyarat dan Implikasi
Pengaturan Pembatasan Transaksi Tunai di Indonesia. Selain itu, Buletin ini juga akan menyajikan artikel mengenai
Telaah Yuridis Perkembangan Lembaga dan Objek Jaminan (Gagasan Pembaruan Hukum Jaminan Nasional), yang
ditulis oleh Dr. Lastuti Abubakar S.H., M.H., serta Kedudukan Hukum Ekonomi Indonesia dalam Perspektif Globalisasi
Perdagangan, yang ditulis oleh Dr. Zulfi Diane Zaini, S.H., M.H.

Sebagaimana terbitan Buletin sebelumnya, Buletin kali ini juga akan menyajikan pengkinian informasi mengenai
produk peraturan perundang-undangan Bank Indonesia yang terbit dari bulan Januari sampai dengan Juni 2015, yang
terdiri atas Peraturan Bank Indonesia dan Surat Edaran Bank Indonesia Ekstern, beserta ringkasannya.

Harapan kami, informasi yang dimuat dalam Buletin ini akan memperkaya wacana dan kajian dalam rangka
pengembangan ilmu hukum, serta memberikan akses informasi bagi pembaca dalam menelusuri dan mencari regulasi
yang diterbitkan oleh Bank Indonesia.

Selamat membaca.

Jakarta, Juni 2015

Redaksi

i
BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN
VOLUME 12, NOMOR 1, JANUARI - JUNI 2015

Halaman
Dari Meja Redaksi................................................................................................................................... i

Daftar Isi................................................................................................................................................. iii

Telaah Yuridis Perkembangan Lembaga dan Objek Jaminan (Gagasan Pembaruan Hukum Jaminan
Nasional) ............................................................................................................................................... 1 - 16
Dr. Lastuti Abubakar S.H., M.H.

Kedudukan Hukum Ekonomi Indonesia dalam Perspektif Globalisasi Perdagangan................................... 17 - 30


Dr. Zulfi Diane Zaini, S.H., M.H

Prasyarat dan Implikasi Pengaturan Pembatasan Transaksi Tunai di Indonesia........................................... 31 - 56


Tim Peneliti dari Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang

Daftar Peraturan Bank Indonesia dan Surat Edaran Bank Indonesia, Januari – Juni 2015.......................... 57 - 60
Divisi Legislasi dan Penelitian Hukum

Ringkasan Peraturan Bank Indonesia dan Surat Edaran Bank Indonesia, Januari – Juni 2015..................... 61 - 120
Divisi Legislasi dan Penelitian Hukum

iii
TELAAH YURIDIS PERKEMBANGAN LEMBAGA DAN
OBJEK JAMINAN
(GAGASAN PEMBARUAN HUKUM JAMINAN NASIONAL)
Disusun oleh:
Lastuti Abubakar
Departemen Hukum Ekonomi-Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran
Email : lastutiabubakar@yahoo.com

Abstract

The presence of institutions which had specifically functions such as Deposit Insurance Corporation (LPS), Clearing and
Guarantee Corporation (CGC), the Social Security Agency (BPJS), PT. Indonesia Infrastructure Guarantee Fund (PT. PII), Guarantee
Insurance Program, jamit shows how important this guarantee institutions in various activities, especially economics and business.
In practice, any kind of object guarantee is having development it self. Enacted of the Law No: 9 of year 2011 and which has
been amended with Law No. 9 of Year 2006 regarding Warehouse Receipt System enriches existing material guarantees and
securities instrument as collateral object. At the practical level, object guarantee is develop according to the needs of society,
so it is found in the form of Rights guarantees the lease, Work Order, Decree of Appointment, Delivery Order, Cover Note even
the Sale and Purchase Agreement were agreed as a way of providing certainty implementation of obligations to creditors. This
paper intends to review the development of institutions and the security object in the perspective of security law, and due to
produce a study of the security law that can be used to initiate the formation of the national security law. Based on the results
of the study with normative juridical approach, the result that the development of institutions and security object, both set in
the legislation as well as those found in the practice of showing the urgency assurance in a various activities, particularly business
economics, and enrich the security law in Indonesia. However, the development of institutions and objects that have not fully
guarantee entry into the legal system guarantee, thus requiring a legal basis for its existence. Based on the results of the study,
the presence of which had national security law as the legal basis necessary to provide certainty and legal protection for the
parties.

Keywords: development of security - the national security law

Abstrak

Hadirnya lembaga-lembaga yang secara khusus menyelenggarakan fungsi jaminan antara lain Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Lembaga Kliring dan Penjaminan (LKP), PT Penjamin Infrastruktur
Indonesia (PT PII), Lembaga Penjaminan, Program Penjaminan Polis, menunjukkan betapa pentingnya pranata jaminan ini dalam
berbagai aktivitas, khususnya ekonomi dan bisnis. Dalam praktik, jenis dan objek jaminan pun mengalami perkembangan.
Berlakunya Undang-undang No : 9 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas UU No : 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang
memperkaya jenis jaminan kebendaan yang sudah ada dan instrumen surat berharga sebagai objek jaminan. Di tataran praktis,
objek jaminan berkembang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, sehingga ditemukan penggunaan Hak sewa, Surat Perintah
Kerja, SK Pengangkatan, Delivery Order, Cover Note bahkan Perjanjian Pengikatan Jual Beli sebagai objek jaminan, yang disepakati
oleh para pihak. Tulisan ini bermaksud mengkaji perkembangan lembaga dan objek jaminan tersebut dalam perspektif hukum
jaminan, dan bertujuan untuk menghasilkan kajian hukum jaminan yang dapat digunakan untuk menggagas pembaruan hukum
jaminan nasional. Berdasarkan hasil kajian dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif, diperoleh hasil bahwa
perkembangan lembaga dan objek jaminan, baik yang diatur dalam peraturan perundang-undangan maupun yang ditemukan
dalam praktik menunjukkan urgensi jaminan dalam berbagai aktivitas, khususnya ekonomi bisnis, dan memperkaya khasanah
hukum jaminan di Indonesia. Namun demikian, perkembangan lembaga dan objek jaminan tersebut belum sepenuhnya masuk
ke dalam sistem hukum jaminan, sehingga memerlukan landasan hukum bagi eksistensinya. Berdasarkan hasil kajian, kehadiran
hukum jaminan yang bersifat nasional diperlukan sebagai landasan hukum untuk memberikan jaminan kepastian dan perlindungan
hukum bagi para pihak.

Kata kunci: perkembangan jaminan – hukum jaminan nasional

1
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

1. PENDAHULUAN UU Resi Gudang, menambah pranata jaminan


kebendaan yang sudah ada yakni Gadai, Hipotik, Hak
Jaminan dalam perspektif yuridis dimaknai sebagai Tanggungan, dan Fidusia.
salah satu upaya untuk memberikan kepastian hukum
kepada kreditor (pihak yang berhak) bahwa debitor Sejatinya, jaminan dalam arti luas, tidak hanya yang
(pihak yang memiliki kewajiban) akan melaksanakan secara khusus diperjanjikan oleh para pihak, melainkan
kewajibannya. Dalam praktik, jaminan seringkali meliputi pula jaminan umum yang diatur dalam
diartikan sempit, yaitu adanya hubungan kontraktual Pasal 1131 dan 1132 KUHPerdata. Jaminan umum
yang secara khusus dibuat oleh para pihak untuk bermakna andaikata para pihak tidak membuat
memastikan bahwa debitor akan melaksanakan perjanjian jaminan secara khusus, bukan berarti hukum
kewajibannya, dan apabila tidak terlaksana, maka tidak memberikan perlindungan hukum dan kepastian
jaminan yang telah disepakati berfungsi untuk bahwa debitor wajib membayar. Pasal 1131 mengatur
memastikan bahwa kreditor memperoleh apa yang bahwa seluruh harta kekayaan debitor, baik yang
menjadi haknya. Jaminan dalam arti sempit ini bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang
dapat diartikan baik jaminan perorangan sudah ada maupun yang akan ada di kemudian hari,
(penanggungan/borgtocht) maupun jaminan menjadi jaminan bagi seluruh perikatan debitor, dan
kebendaan. Dalam perkembangannya, jaminan selanjutnya Pasal 1132 KUHPerdata mengatur bahwa
perorangan ini melahirkan jenis jaminan lain, yaitu seluruh kebendaan tersebut menjadi jaminan bagi
jaminan korporasi (corporate guarantee) dan garansi seluruh kreditor dengan memperhatikan
bank (bank guarantee). Esensi dari jaminan perorangan keseimbangan dalam pembagiannya. Dalam teori
adalah kesanggupan pihak ketiga (perorangan, hukum jaminan pelaksanaan pembagian dengan
korporasi, dan bank) yang dituangkan dalam suatu memperhatikan keseimbangan ini dikenal dengan
perjanjian untuk melakukan kewajiban apabila debitor asas paritas creditorium atau ponds ponds gewijs.
tidak melakukan kewajibannya. Hak kreditor terhadap Penggunaan jaminan umum ini dalam praktik
pemenuhan kewajiban ini bersifat persoonlijk, artinya dirasakan tidak memuaskan kreditor dengan 2 alasan,
hak tersebut hanya dapat dituntut pada pihak tertentu, yaitu 1) tidak ada kepastian benda milik debitor yang
yaitu penjamin atau penanggung. Mirip dengan dapat digunakan sebagai pelunasan utang dan 2)
jaminan perorangan, dalam jaminan korporasi yang kedudukan kreditor sebagai kreditor konkuren yang
bertindak sebagai penjamin adalah perusahaan. harus bersaing dengan para kreditor konkuren lainnya
Lazimnya, jaminan korporasi ini diberikan karena ada terhadap seluruh harta kekayaan debitor. Kedua
kepentingan antara perusahaan sebagai penjamin alasan tersebut, membuat jaminan umum menjadi
dan yang dijamin. Dalam praktik jaminan korporasi upaya hukum terakhir yang dapat dilakukan oleh
di UK dan Belgia misalnya, keputusan untuk menjadi kreditor untuk mendapatkan haknya. Para pihak lebih
guarantor selalu dilakukan dengan mempertimbangkan memilih jaminan khusus, baik jaminan perorangan
aspek komersial dan keuntungan bagi perusahaan. maupun jaminan kebendaan. Jaminan perorangan
Keuntungan tersebut harus sepadan dengan mendudukkan pihak ketiga sebagai penjamin yang
kewajiban pihak yang dijamin dan biasanya ada relasi menyatakan kesanggupannya untuk membayar
bisnis diantara perusahaan penjamin dan yang dijamin apabila debitor tidak membayar (wanprestasi),
(Andrew Petersen.et.al.,2002). Berbeda dengan sedangkan dalam jaminan kebendaan memberikan
jaminan perorangan, perkembangan jaminan hak bagi kreditor untuk mengeksekusi objek jaminan.
kebendaan ditandai dengan hadirnya pranata jaminan Hak untuk mengeksekusi (parate eksekusi) ini baru
kebendaan baru dan digunakannya objek-objek akan timbul apabila hak kebendaan yang memberikan
jaminan kebendaan di luar objek jaminan yang telah jaminan tersebut telah dimiliki oleh kreditor sesuai
ditentukan oleh undang-undang. Diberlakukannya dengan ketentuan undang-undang. Oleh karena itu,

2
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

kreditor perlu memperhatikan syarat bagi terbitnya alternatif pembiayaan perusahaan dan alternatif
hak kebendaan yang memberikan jaminan tersebut. investasi. Keberhasilan industri pasar modal sangat
Dalam perkembangannya, kebutuhan akan jaminan bergantung dari kepercayaan investor sebagai pemilik
ini tampaknya semakin dibutuhkan untuk memastikan dana, oleh karena itu harus ada mekanisme untuk
bahwa aktivitas tertentu dapat berjalan dengan baik. menjamin bahwa setiap pihak yang berinvestasi di
Jaminan tidak lagi dilihat dari sisi kreditor, tetapi pasar modal dijamin investasinya. Kehadiran Lembaga
digunakan bagi pihak debitor untuk memperoleh Kliring dan Penjaminan, yang dilaksanakan oleh PT.
akses pembiayaan. Hal ini dapat dilihat dengan Kliring Penjaminan Efek Indonesia (PT KPEI) bukan
kehadiran badan/lembaga baik publik maupun privat saja merupakan amanat UU No : 8 Tahun 1995
yang sengaja dibentuk untuk menjalankan fungsi Tentang Pasar Modal, melainkan juga sebagai
menyelenggarakan jaminan. Beberapa lembaga yang konsekuensi pasar modal Indonesia untuk memenuhi
menyelenggarakan fungsi jaminan seperti BPJS, LPS, standar internasional, antara lain keharusan
PT KPEI, PT PII, PT Penyelenggara Program Perlindungan mengimplementasikan sistem perdagangan tanpa
Investor Efek Indonesia, Program Penjaminan Polis, warkat (scripless trading system) sesuai dengan
dan Lembaga Penjaminan pada prinsipnya adalah rekomendasi dari IOSCO (International Organization
menjamin bahwa pihak yang berhak akan of Securities Commissions) selaku organisasi otoritas
mendapatkan haknya. Industri perbankan dan pasar pasar modal dunia yang menerbitkan IOSCO basic
modal misalnya, mewajibkan adanya lembaga principles bagi otoritas pasar modal, yang bertujuan
penjamin, mengingat ke dua institusi ini melindungi investor, menjamin terbentuknya pasar
menyelenggarakan jasa berbasis kepercayaan modal menciptakan dan menjaga pasar yang wajar,
masyarakat selain kewajiban mematuhi prinsip-prinsip efisien. PT KPEI berfungsi memastikan tidak terjadi
yang sesuai dengan standar internasional. Dapat gagal serah dan gagal bayar dalam mekanisme
dibayangkan bagaimana kelangsungan industri transaksi di Bursa. Selain memunculkan PT KPEI sebagai
perbankan sebagai lembaga intermediary tanpa lembaga penjamin transaksi, perlindungan terhadap
adanya jaminan kepastian bahwa dana yang dihimpun investor dari kerugian akibat kelalaian pengelolaan
dari masyarakat dijamin kelangsungan dan efek dijamin dengan mekanisme program perlindungan
pengembaliannya. Berdasarkan hal itu, Pembentukan investor efek. Dapat dikatakan bahwa pasar modal
Lembaga Penjamin Simpanan berdasarkan UU No : memberikan jaminan yang maksimal bagi investor
24 Tahun 2004 diharapkan dapat memelihara selaku kreditor. Pasar modal bukan hanya melahirkan
kepercayaan masyarakat pada industri perbankan. lembaga penjamin, namun juga mengembangkan
Sebaliknya, dalam menjalankan fungsinya menyalurkan praktik penjaminan efek yang diperdagangkan di
kredit atau pembiayaan, Bank juga memerlukan bursa. Perdagangan di bursa yang menggunakan
jaminan bahwa dana yang disalurkan tidak akan sistem perdagangan tanpa warkat juga (scripless
bermasalah di kemudian hari. Pasal 8 UU Perbankan trading system) turut mengembangkan penjaminan
dan penjelasannya, menyiratkan bahwa bank dituntut bagi saham Perseroan Terbatas yang listing di Bursa
untuk patuh pada prinsip kehati-hatian bank Efek. Saham scripless, selain dapat dijaminkan dengan
(prudential banking principle) yang dalam pemberian menggunakan pranata gadai mengingat saham adalah
kredit menjelma dalam bentuk analisis pemberian surat berharga yang dapat dikatagorikan sebagai
kredit, dan salah satu unsurnya berupa ketersediaan benda bergerak tidak berwujud, dapat juga
collateral (agunan). Dengan demikian, perbankan difidusiakan berdasarkan Pasal 31 UU No : 42 Tahun
menggunakan fungsi jaminan untuk melindungi 1999. Penulis berpendapat bahwa gadai saham
kepentingan ke dua belah pihak, baik Bank maupun scripless lebih tepat dibandingkan fidusia terutama
nasabahnya. Urgensi lembaga jaminan ini juga untuk memenuhi kewajiban Bursa menciptakan pasar
ditemukan dalam aktivitas pasar modal sebagai yang teratur, wajar, dan efisien (biaya yang rendah)

3
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

berdasarkan Pasal 7 UU Pasar Modal (Lastuti abubakar, on International Interest in Mobile Equipment
2006). Lembaga yang menyelenggarakan jaminan on Matter Spesific To Aircraft Equipment
lainnya adalah PT Penjaminan Infratruktur Indonesia (Protokol Pada Konvensi Tentang Kepentingan
yang dibentuk berdasarkan amanat Perpres 13/2010, Internasional dalam Peralatan Bergerak
dibentuk untuk antara lain menjamin atas risiko proyek Mengenai Masalah-Masalah khusus Pada
insfrastruktur guna mendorong masuknya pendanaan Peralatan Pesawat Udara) mengatur tentang
dari swasta untuk sektor insfrastruktur di Indonesia. jaminan untuk pesawat udara yang diakui secara
Dengan demikian, fungsi jaminan dapat dilihat dari internasional. Mieke Komar (2014) menyebutkan
ke dua sisi, yaitu Debitor dan Kreditor. Bagi debitor, bahwa konvensi ini bertujuan untuk : 1) to
ketersediaan jaminan akan memudahkan untuk dapat facilitate the acquisition and financing of mobile
memperoleh akses ke pembiayaan atau menarik dana equipment; 2) to provide remedies for creditor
masyarakat. Berdasarkan fungsi jaminan yang where there is evidence of default; 3) to establish
berkembang dalam praktik, dapat disimpulkan bahwa an international registration, to register
keberadaan lembaga jaminan sangat relevan untuk international interest; 4) to support aircraft and
memberikan kepastian hukum bagi terselenggaranya airline industry; 5) to give creditors greater
aktivitas tertentu. confidence in the decisions to grant credit.
Ratifikasi konvensi tersebut, selain memfasilitasi
2. TINJAUAN PUSTAKA kepemilikan dan pembiayaan peralatan bergerak,
juga bermaksud memberikan landasan hukum
2.1. Pengaturan Hukum Jaminan di Indonesia bagi kreditor untuk memperoleh haknya dalam
hal debitor wanprestasi, menetapkan tentang
Hukum Jaminan merupakan bidang hukum yang pendaftaran jaminan yang diakui secara
semula termasuk ke dalam lingkup hukum internasional, mendorong insustri pesawat udara
perdata, namun dalam perkembangannya dan maskapai penerbangan, serta memberikan
hukum jaminan berkembang sedemikian pesat, kepercayaan yang lebih besar bagi kreditor
sehingga tidak dapat lagi secara tegas dikatakan dalam memberikan kredit.
merupakan bagian dari hukum perdata.
Keterlibatan bidang hukum lain yang bersifat Dalam sistem hukum jaminan Indonesia, aturan
publik seperti hukum administrasi negara, serta umum yang mengatur tentang jaminan di
pengaruh dari konvensi-konvensi internasional, Indonesia dapat ditemukan dalam Buku II dan
menjadikan hukum jaminan lebih tepat Buku III KUHPerdata. Selain mengatur tentang
dikatakan sebagai bagian dari hukum ekonomi, jaminan umum dalam Pasal 1131 dan 1132,
yang bersifat interdisipliner dan transnasional Buku III mengatur tentang jaminan perorangan,
(Sunaryati Hartono, 1982). Dengan demikian, yaitu penanggungan (borgtocht) sebagai salah
persoalan hukum yang timbul dari jaminan tidak satu jenis perjanjian bernama (benoemde
lagi dapat didekati hanya dari aspek keperdataan overeenskomst). Penanggungan ini dalam
saja. Sifat transnasional hukum jaminan perkembangannya menjadi aturan umum bagi
Indonesia dapat dilihat dari perkembangan terbitnya jenis jaminan perorangan dalam
regulasi yang berkaitan dengan jaminan pesawat perkembangan seperti jaminan korporasi dan
udara. Peraturan Presiden No : 8 Tahun 2007 garansi bank. Perkembangan jaminan perorangan
Tentang Pengesahan Convention on International lebih fleksibel karena cukup diperjanjikan oleh
Interest in Mobile Equipment (Konvensi Tentang para pihak, kecuali Garansi Bank yang harus
Kepentingan Internasional Dalam Peralatan memperhatikan ketentuan dan syarat yang
Bergerak) Beserta Protocol To The Convention dikeluarkan oleh Otoritas Perbankan. Hal ini

4
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

dimungkinkan karena Buku III KUHPerdata Fidusia adalah jaminan kebendaan, mengingat
menganut sistem terbuka (Pasal 1319) dan asas Fidusia lahir karena kebutuhan dalam praktik
kebebasan berkontrak (Pasal 1338 Ayat 1), yang yang diperkuat dengan putusan pengadilan
memberikan keleluasan bagi para pihak untuk (yurisprudensi) dan doktrin.
membuat atau mengembangkan jenis perjanjian
baru sepanjang memenuhi syarat sah suatu c. Undang-undang No : 9 Tahun 2011 Tentang
perjanjian. Kebebasan membuat perjanjian disini Perubahan Atas Undang-undang No : 9
dapat dimaknai untuk membuat perjanjian Tahun 2006 Tentang Sistem Resi Gudang,
dengan nama baru, kebebesan mencantumkan yang juga menimbulkan pendapat berbeda
klausul yang akan disepakati dan kebebasan di antara para pakar, apakah Jaminan Resi
menggunakan bentuk perjanjian, apakah akan Gudang ini merupakan jaminan kebendaan
dibuat secara tertulis, tidak tertulis atau elektronis, baru, melengkapi jaminan kebendaan yang
sepanjang memenuhi syarat sah perjanjian sudah ada, atau hanya mengembangkan
berdasarkan Pasal 1320. instrumen surat berharga yang dapat
menggunakan jaminan yang telah ada yaitu
Selanjutnya Buku II mengatur tentang Gadai gadai atau fidusia.
(Pasal 1150-1160) dan Hipotik (Pasal 1162-1232)
sebagai jenis hak kebendaan yang bersifat 2.2. Kedudukan Jaminan Resi Gudang Sebagai
memberikan jaminan. Di dalam jaminan Jaminan Kebendaan
kebendaan terdapat benda yang sengaja
disendirikan untuk dijadikan jaminan bagi Kedudukan jaminan Resi Gudang sebagai
pelunasan utang. Berbeda dengan Buku III, Buku jaminan kebendaan tersendiri ditegaskan dalam
II menganut sistem tertutup, yang tidak penjelasan Pasal 12 Ayat 1 UU Sistem Resi
memungkinkan para pihak membuat hak Gudang yang menegaskan bahwa undang-
kebendaan baru selain yang telah ditentukan undang ini menciptakan lembaga jaminan
oleh Undang-undang. Oleh karena itu, tersendiri di luar lembaga jaminan yang telah
pengembangan jaminan kebendaan harus selalu ada. Namun penulis mencoba memahami
dilakukan dengan mengaturnya dalam Undang- pendapat yang meragukan Jaminan Resi Gudang
undang. Beberapa peraturan perundang- sebagai jaminan kebendaan baru. Setidaknya
undangan yang mengatur jaminan kebendaan ada beberapa alasan yang dapat menimbulkan
di luar KUHPerdata : keraguan. Alasan pertama adalah pengaturan
Jaminan Resi Gudang ini merupakan bagian dari
a. Undang-undang No : 4 Tahun 1996 Tentang undang-undang yang mengatur Sistem Resi
Hak Tanggungan Atas Tanah Dan Benda- Gudang, jadi bukan undang-undang yang secara
Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah. UU ini khusus mengatur Jaminan Resi Gudang. Ke dua,
mencabut hipotik atas tanah, oleh karena resi gudang adalah surat berharga yang
itu ketentuan Hipotik hanya berlaku untuk diperdagangkan di Bursa Berjangka Komoditi,
objek berupa benda tidak bergerak selain bahkan dimungkinkan untuk menerbitkan
tanah, baik karena sifatnya maupun karena derivatifnya. Mengingat surat berharga adalah
undang-undang. benda bergerak tidak berwujud, maka seharusnya
dapat menjadi objek gadai. Selanjutnya, apabila
b. Undang-undang No : 42 Tahun 1999 Tentang surat berharga tersebut diperdagangkan di Bursa,
Fidusia. Lahirnya undang-undang ini maka berdasarkan UU Fidusia dapat dijaminkan
mengakhiri keraguan dan perdebatan bahwa dengan Fidusia, sehingga Resi Gudang dianggap

5
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

cukup menggunakan Gadai atau Fidusia. Ke tiga, Jaminan Resi Gudang sebagai jaminan kebendaan
UU Resi Gudang tidak secara tegas mengatur baru, apabila mempertimbangkan jaminan resi
saat lahirnya jaminan Resi Gudang, melainkan gudang memiliki sifat dan karakter yang mandiri.
secara implisit dapat disimpulkan bahwa Jaminan Untuk itu ada baiknya dilihat beberapa perbedaan
Resi Gudang terbit sejak Resi Gudang diserahkan pengaturan antara Gadai, Fidusia, dan Resi
dan dikuasai oleh kreditor. Penulis berpendapat, Gudang di bawah ini.
tidak ada yang salah dengan menempatkan

Tabel 1. Perbedaan antara Gadai, Fidusia dan Resi Gudang.

No. Unsur Gadai Fidusia Resi Gudang

1. Objek Benda Bergerak, baik Benda bergerak baik yang Surat Berharga Resi Gudang
berwujud maupun tidak berwujud maupun yang tidak sebagai bukti kepemilikan atas
berwujud. berwujud dan benda tidak komoditi yang disimpan di
bergerak, khususnya gudang.
bangunan yang tidak dapat
dijaminkan dengan Hak
Tanggungan.

2. Lahirnya hak Saat benda diserahkan dan Pada tanggal yang sama Saat Resi Gudang diserahkan
jaminan dalam penguasaan kreditor dengan tanggal dicatatnya atau berada dalam
atau pihak ketiga yang jaminan Fidusia dalam Buku penguasaan kreditor
disepakati (ps 1152 ayat 1) Daftar Fidusia pada Kantor (penjelasan ps.12 ayat 2).
Pendaftaran Fidusia (ps. 14
ayat 3).

3. Bukti dapat dibuktikan dengan Jaminan Fidusia dibuktikan Jaminan Resi gudang
kepemilikan segala alat yang diperbolehkan dengan Sertifikat Jaminan dibuktikan dengan Akta
bagi perjanjian pokoknya (ps Fidusia (ps 14 jo 15) Perjanjian Hak Jaminan (ps 14
1151) ayat 1)

4. Para Pihak Debitor dan Kreditor/Pihak Debitor dan Kreditor, serta Debitor dan kreditor,
ketiga yang disepakati Kantor Pendaftaran Fidusia Pengelola Gudang,Badan
sebagai penerbit Sertifkat Pengawas Resi Gudang,
Jaminan Fidusia. Lembaga Penilaian Kesesuaian
Pusat Registrasi Resi Gudang
dan Lembaga Jaminan Resi
Gudang.

Sumber : disarikan oleh Penulis.

6
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

Berdasarkan perbedaan di atas, tampak bahwa haruslah berfaedah dan bermanfaat bagi
objek Jaminan Resi Gudang mirip dengan Gadai, kepentingan manusia. Sejalan dengan itu, Soetan
yaitu benda bergerak tidak berwujud dan objek Malikul Adil (1962) menegaskan bahwa tidak
jaminan tersebut berada dalam penguasaan semua benda adalah zaak, melainkan hanya
kreditor. Perbedaannya adalah, komoditi sebagai benda-benda yang terkait dengan kepentingan
dasar penerbitan Resi Gudang disimpan dan manusia. Pasal ini secara argumentum a contrario
di bawah pengawasan Pengelola Gudang. menyatakan bahwa benda yang tidak dapat
Di bandingkan dengan Fidusia, khususnya fidusia dikuasai oleh hak milik bukanlah benda menurut
berupa barang dalam perdagangan, maka hukum. Pasal ini menegaskan pula bahwa yang
komoditi tersebut tidak diperdagangkan, dimaksudkan dengan benda disini terdiri atas
melainkan surat berharga Resi Gudangnya yang barang (goederen/lichamelijke zaken) dan hak-
diperdagangkan. Hal ini berbeda dengan objek hak (rechten/onlichamelijke zaken) yang berupa
Fidusia berupa barang perdagangan, dimana hak-hak atas suatu barang yang berwujud seperti
barang perdagangan berada dalam penguasaan surat berharga atau hak atas kekayaan intelektual
debitor dan tetap dapat diperdagangkan dengan antara lain hak cipta, hak paten, dan hak merek.
kewajiban debitor mengganti dengan objek yang Hak kekayaan intelektual ini merupakan
setara. Selain itu, Resi Gudang melibatkan banyak kekayaan pribadi yang dapat dimiliki dan
pihak dalam mekanismenya, yang menurut diperlakukan sama dengan kekayaan lainnya,
penulis memang dibutuhkan untuk menjadikan seperti diperjualbelikan atau dijaminkan (Tim
jaminan Resi Gudang ini layak menjadi jaminan Lindsay,2003). Berkenaan dengan objek jaminan
kebendaan dan memberikan kepastian dan kebendaan, ketentuan undang-undang yang
perlindungan hukum bagi kreditor. mengatur tentang jaminan, masing-masing telah
menentukan objeknya dan mengatur pula kapan
2.3. Objek Jaminan dalam Sistem Hukum hak kebendaan tersebut lahir.
Jaminan Indonesia.

Selain kehadiran Resi Gudang sebagai pranata


jaminan kebendaan baru, objek jaminan pun
mengalami perkembangan. Di dalam jaminan
perorangan, termasuk jaminan korporasi atau
Bank Garansi, secara yuridis tidak ada kebendaan
tertentu yang sengaja disendirikan sebagai
pelunasan utang. Esensi dari perjanjian jaminan
perorangan adalah kesanggupan pihak penjamin
untuk melunasi utang, apabila debitor tidak
mampu membayar. Oleh karena itu, dalam
tulisan ini yang dimaksud dengan objek jaminan
adalah “kebendaan” dalam jaminan kebendaan.
Dimaksudkan dengan benda sebagai objek
jaminan adalah benda (zaak) dalam pengertian
yuridis seperti diatur dalam Pasal 499
KUHPerdata yaitu “tiap-tiap barang dan tiap-
tiap hak yang dapat dikuasai oleh hak milik”.
Wirjono Prodjodikoro (1956) mengartikan benda

7
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

Tabel 2. Objek jaminan kebendaan berdasarkan jenis jaminan kebendaan

No. Jenis jaminan kebendaan Objek Keterangan

1. Gadai (Ps 1150-1160 Benda bergerak, baik berwujud maupun Benda tidak berwujud yang dapat
KUHPerdata) tidak berwujud. digadaikan adalah surat berharga

2. Hipotik (Ps.1162-1232 Benda tidak bergerak selain tanah dan Kapal laut dengan bobot >20 M3
KUHPerdata) benda-benda yang berkaitan dengan dan kapal terbang.
tanah.

3. Hak Tanggungan Hak atas tanah : Hak Milik, Hak Guna Hak atas tanah dapat berikut
(UU No : 4/1996) Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak tanaman, bangunan dan hasil karya
Pakai. yang telah ada/akan ada, yang
merupakan satu kesatuan dengan
tanah tersebut.

4. Fidusia Benda bergerak/tidak bergerak, Khusus untuk benda bergerak, maka


(UU No : 42/199) berwujud/tidak berwujud, terdaftar/tidak objek fidusia khususnya benda
terdaftar, yang tidak dapat djiaminkan bergerak terdaftar, dan benda
dengan hak tanggungan dan hipotik. bergerak tidak berwujud adalah surat
berharga yang diperdagangkan di
bursa dan Hak kekayaan intelektual.

5. Resi Gudang Surat Berharga Resi Gudang. Resi Gudang merupakan surat
(UU No : 9/2006) berharga bersifat kepemilikan atas
komoditi yang disimpan di gudang.

Sumber : diolah oleh Penulis.

Selain memenuhi kriteria benda secara yuridis, perjanjian tersebut dimungkinkan sepanjang
secara khusus objek jaminan haruslah memenuhi tidak bertentangan dengan syarat sah nya
kriteria benda dalam lapangan hukum perikatan. perjanjian. Perkembangan objek jaminan dalam
Semula, zaak (benda) tidak dibedakan antara praktik menjadi menarik, mengingat di satu sisi
benda dalam lapangan hukum benda dan benda urgensi jaminan dalam aktivitas ekonomi, namun
dalam lapangan hukum perikatan. Hal ini terlihat disisi lain Hukum Perdata (KUHPerdata dan KUHD)
dari Arrest Hoge Raad 1910 yang membatalkan sebagai lex generale belum sepenuhnya mampu
perjanjian sewa menyewa luas pagar, yang mengantisipasi perkembangan objek jaminan
menurut Hoge Raad luas pagar bukanlah benda. dalam praktik.
Terhadap putusan ini, banyak para ahli hukum
tidak sependapat, karena memang luas pagar
bukanlah benda, melainkan bagian dari benda,
yang dapat dijadikan objek perikatan (Sri Soedewi
Masjchoen Sofwan,2000). Dapatlah disimpulkan,
berdasarkan asas kebebasan berkontrak, maka

8
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

3. HASIL DAN PEMBAHASAN Fidusia. Demikian halnya dengan Jaminan Resi


Gudang, yang mempertimbangkan perlunya
3.1. Perkembangan Lembaga Penyelenggara dan jaminan resi gudang untuk memenuhi
Pranata Jaminan di Indonesia kebutuhan pelaku usaha serta kelancaran
produksi dan distribusi barang. Jaminan Resi
Perkembangan hukum jaminan, antara lain gudang diharapkan mampu mendorong
didorong oleh kebutuhan para pelaku usaha lembaga keuangan, khususnya perbankan untuk
untuk mendapatkan akses pembiayaan, menyalurkan pembiayaan ke sektor agribisnis
khususnya perbankan. Dapat dibayangkan, andai dengan jaminan Resi Gudang, sehingga Bank
Fidusia tidak diatur sebagai pranata jaminan, sebagai kreditor memiliki jaminan kepastian
akan sangat sulit bagi pelaku usaha untuk pengembalian kredit dan perlindungan hukum.
mengembangkan bisnisnya, karena justru objek Selain perkembangan pranata jaminan, dalam
jaminannya adalah benda yang digunakan dalam berbagai sektor diatur pula kelembagaan yang
aktivitas bisnisnya, seperti mesin pabrik, berdasarkan undang-undang memang dibentuk
kendaraan bermotor, atau benda objek untuk menyelenggarakan jaminan bagi
perdagangan. Sementara apabila menggunakan kepentingan pihak tertentu. Penulis tertarik
gadai, maka tujuan debitor tidak akan tercapai, untuk mengamati mekanisme yang digunakan
mengingat penguasaan objek gadai oleh kreditor oleh beberapa lembaga penyelenggara jaminan
merupakan syarat sahnya gadai. Oleh karena tersebut, semata-mata untuk menggambarkan
itu, dapat dikatakan bahwa sebenarnya Fidusia pentingnya jaminan dalam berbagai aspek
adalah gadai tanpa penguasaan objek, yang kehidupan, khususnya dalam aktivitas ekonomi.
dalam Burgerlijk Wetboek (KUHPerdata) Belanda Berikut ini, beberapa lembaga penyelenggara
diterjemahkan secara tepat dengan jaminan yang diatur oleh undang-undang,
menggunakan frasa Bezitloos Pandrecht (gadai berikut tujuan penjaminan dan objek jaminan
tanpa penguasaan benda) sebagai padanan yang digunakan.

Tabel 3. Lembaga yang Menyelenggarakan Fungsi Jaminan

Lembaga Tujuan Objek


No. Dasar Hukum Keterangan
Penyelenggaraan penjaminan jaminan

1. Badan UU No : 4 Tahun Kepastian dan Dana jaminan Aset BPJS tidak dapat
Penyelenggara 2011 perlindungan dan sosial, yang berasal digunakan untuk
Jaminan Sosial kesejahteraan bagi dari iuran peserta tujuan penjaminan,
(BPJS) seluruh rakyat beserta hasil tetapi untuk
(jaminan sosial) pengelolaannya operasional dan
peningkatan
kapasitas pelayanan
(ps. 41 ayat2)

9
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

Tabel 3. Lembaga yang Menyelenggarakan Fungsi Jaminan

Lembaga Tujuan Objek


No. Dasar Hukum Keterangan
Penyelenggaraan penjaminan jaminan

2. Lembaga Penjamin UU No : 24 Tahun Penjaminan Aset bank yang Modal LPS merupakan
Simpanan (LPS) 2004 simpanan nasabah dinyatakan gagal aset negara yang
bank dan cadangan dipisahkan dan
penjaminan yang dikelola oleh LPS.
berasal dari Dana penjaminan
sebagian surplus berasal antara lain dari
LPS. sebagian surplus LPS.

3. PT Kliring UU No : 8 Thn Kliring dan Dana jaminan yang Dana jaminan


Penjaminan Efek 1995 Tentang Penjaminan transaksi berasal dari dibukukan secara
Indonesia (PT KPEI) Pasar Modal dan Bursa yang teratur, anggota kliring dan terpisah oleh KPEI dan
Kep Bapepam no. wajar, dan efisien. dikelola oleh PT dapat diinvestasikan
kep 26/PM/1998. KPEI dan cadangan yang hasilnya
jaminan. dimasukkan ke dalam
dana jaminan.

4. PT Penjaminan Perpres No : Evaluasi, Pemberian jaminan Dibuat perjanjian


Infrastruktur 67/2005 diubah penstrukturan atas kewajiban jaminan antara PT PII
Indonesia (PT PII) dengan Perpres : penjaminan dan finansial PJPK yang dengan investor, dan
13/2010 dan penyedia jaminan dilaksanakan perjanjian regres
Perpres No : untuk Kerjasama berdasarkan antara PT PII dan PJPK.
78/2010. Pemerintah Swasta perjanjian
dalam proyek penjaminan.
infrastruktur

5. PT Penyelenggara UU No : 8 Tahun Perlindungan dana Dana perlindungan Dana Perlindungan


Program 1995 dan Capital investor dan pemodal berasal Pemodal diwakili oleh
Perlindungan Market and Non menjamin investasi dari kontribusi SRO, Penyelenggara Dana
Investor Efek Bank Financial dipasar modal iuran anggota, Perlindungan Pemodal
Indonesia Institution Master melalui penetapan dana subrogasi, (Peraturan Bapepam
Plan 2010-2014 dana perlindungan hasil investasi, dan LK No : VI.A.5)
dan Peraturan investor. dana lain.
Bapepam LK No :
VI.A.4.

6. Program UU No : 20 Tahun Menjamin sebagian Dana jaminan yang Akan ditunjuk


Penjaminan Polis 2014 Tentang atau seluruh hak berasal dari penyelenggara
Perasuransian pemegang polis, kekayaan jaminan polis dan
tertanggung atau perusahaan, dan akan berlaku pada
peserta dalam hal selanjutnya tahun 2017.
perusahaan penyelenggaraan
asuransi/reasuransi program jaminan
dicabut izin usaha polis akan diatur
dan dikuidasi. dalam UU.

10
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

Tabel 3. Lembaga yang Menyelenggarakan Fungsi Jaminan

Lembaga Tujuan Objek


No. Dasar Hukum Keterangan
Penyelenggaraan penjaminan jaminan

7. Lembaga POJK No : Penjaminan dengan Dilakukan dengan Lembaga penjaminan


Penjaminan 6/pojk.05/2014 menanggung mekanisme ini melakukan
pembayaran atas jaminan korporasi penjaminan
kewajiban finansial dengan hak kredit/pembiayan
terjamin kepada subrogasi. syariah dan kegiatan
penerima jaminan lain seperti
apabila terjamin tidak penjaminan transaksi
dapat memenuhi dagang, surety bond,
kewajiban contra bank garansi,
berdasarkan penjaminan L/C dll.
perjanjian yang
disepakati.

Sumber : diolah oleh Penulis dari peraturan perundang-undangan terkait.

Mencermati fungsi dan mekanisme lembaga- d. Tidak ada benda/aset lembaga penyelenggara
lembaga penyelenggara jaminan di atas, penulis jaminan yang sengaja disendirikan sebagai
menyimpulkan bahwa terdapat beberapa esensi objek jaminan. Kalaupun dalam
jaminan korporasi, yaitu : mekanismenya digunakan aset lembaga,
maka dapat ditagihkan kembali dengan
a. Sebagian besar lembaga yang mekanisme subrogasi atau perjanjian regres.
menyelenggarakan jaminan berbentuk Sebagian besar dana penjaminan diperoleh
korporasi, walaupun ada yang berbentuk dari industri/pelaku penerima manfaat, yang
badan hukum publik (BPJS dan LPS). dikelola oleh lembaga.

b. Berfungsi memberi kepastian bagi kreditor e. Sebagian tetap menggunakan perjanjian atau
bahwa debitor (pihak yang mempunyai kesepakatan dalam melakukan penjaminan.
kewajiban) akan melaksanakan kewajibannya,
selain bertujuan untuk meningkatkan Perbedaan substansial antara lembaga yang
kepercayaan masyarakat pada industri menyelenggarakan fungsi jaminan dengan
tertentu. jaminan korporasi adalah dasar hukum
pembentukannya. Keseluruhan lembaga tersebut
c. Sebagian besar undang-undang secara tegas dibentuk dan diamanatkan oleh undang-undang,
mengatur tentang hak subrogasi yang dimiliki sedangkan jaminan korporasi dan jenis jaminan
oleh lembaga yang menyelenggarakan perorangan lainnya berdasarkan perjanjian.
penjaminan, atas kewajiban penjaminan yang Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
telah dilakukan. keberadaan lembaga penyelenggara jaminan
telah mengubah peta hukum jaminan nasional,
yang pengaturannya tersebar dalam berbagai

11
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

aturan, selain pranata jaminan perorangan dan bersifat utang (debt instrument). Demikian halnya
kebendaan yang terlebih dahulu ada. Di masa dengan perbankan, instrument swap atau
mendatang, urgensi lembaga penyelenggara forward sebagai objek transaksi hedging
jaminan ini tentunya akan semakin berkembang, digunakan sebagai salah satu cara memitigasi
mengingat pentingnya jaminan kepastian hukum risiko akibat fluktuasi mata uang, sekaligus
bagi pemilik dana/investor atau kreditor melakukan pendalaman pasar. Bank Indonesia
di berbagai sektor industri, dan semakin menerbitkan beberapa peraturan terkait hedging,
beragamnya cara pelaku usaha untuk yaitu PBI No : 16/16 PBI/2014 Tentang Transaksi
mendapatkan akses pembiayaan. Oleh karena valuta Asing terhadap Rupiah Antara Bank
itu penulis menganggap pentingnya memikirkan dengan Pihak Domestik, PBI No : 16 /17 PBI/
ketentuan umum sebagai payung hukum yang 2014 Tentang Transaksi Valuta Asing terhadap
dapat dirujuk untuk mengembangkan lembaga, Rupiah Antara Bank dengan Pihak Asing, PBI
pranata, dan objek jaminan. No : 16/18 PBI/2014 Tentang Transaksi Lindung
Nilai kepada Bank, dan PBI No : 16/19 PBI/2014
3.2. Perkembangan Objek jaminan Kebendaan Tentang Transaksi Swap Lindung Nilai kepada
dalam Perspektif Hukum Benda Indonesia Bank Indonesia menjadi landasan hukum bagi
praktik transaksi lindung nilai dalam aktivitas
Persoalan hukum lain berkaitan dengan hukum perbankan. Selain perbankan, pemerintah pun
jaminan adalah perkembangan benda sebagai merasa perlu meregulasi hedging. Aturan hedging
objek jaminan. Dalam praktik, institusi pasar bagi pemerintah dituangkan dalam Peraturan
modal dan perbankan, banyak mengembangkan Menteri Keuangan No : 12.PMK.08/2013 Tentang
jenis-jenis surat berharga karena tuntutan global. Transaksi Lindung nilai dalam Pengelolaan Utang
Sebagai bagian dari sistem keuangan dunia, Pemerintah. Selain Pemerintah, kementerian
pasar modal dan perbankan Indonesia dituntut BUMN telah menerbitkan Peraturan Menteri
untuk dapat memanfaatkan peluang dari BUMN No : PER-09/MBU/2013 Tentang
perubahan sistem keuangan dunia yang kini Kebijakan Umum Transaksi Lindung Nilai BUMN.
menuju terciptanya international market Penggunaan hedging secara tepat sebagai
integration (Don M Chance,2003). Mengingat instrumen lindung nilai akan berdampak positif
arus dana bergerak dari negara ke suatu negara untuk menstabilkan nilai tukar rupiah, namun
berdasarkan perbedaan return, maka di sisi lain, penggunaan hedging harus dilakukan
keberagaman instrumen merupakan salah satu secara berhati-hati karena kerugian yang
daya tarik pasar modal Indonesia untuk dapat ditimbulkan masih menjadi perdebatan, apakah
menarik dana dari luar agar diinvestasikan di merupakan kerugian ataukah biaya.
pasar modal Indonesia. Sejak tahun 2001, pasar Perkembangan surat berharga di pasar modal
modal Indonesia (melalui Bursa Efek Surabaya), dan perbankan tersebut, tidak lagi dapat didekati
memperdagangkan Kontak Berjangka Indeks hanya dari aspek hukum perdata, khususnya
Efek (KBIE) yang dikenal dengan LQ 45 Futures, hukum benda atau hukum surat berharga.
diikuti oleh Bursa Efek Jakarta menerbitkan Sebagai contoh penetapan indeks efek sebagai
Kontrak Opsi Saham pada tahun 2004 (Lastuti efek menyiratkan bahwa semula indeks efek
Abubakar, 2012). Ke dua jenis instrumen surat bukanlah efek, sehingga diperlukan upaya untuk
berharga tersebut merupakan instrument mengubahnya menjadi efek atau surat berharga.
derivatif, yaitu instrument yang diturunkan dari Janet M Tavakoli (2003) menyebutkan bahwa
surat berharga acuannya, baik efek yang bersifat sistem finansial yang sengaja direkayasa untuk
penyertaan (equity instrument) maupun yang memenuhi kebutuhan pelaku usaha, khususnya

12
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

sebagai cara untuk mentransfer risiko seperti usaha, dengan tetap memperhatikan asas-asas
derivatif ini sebagai structured finance. Dalam hukum jaminan. Hukum jaminan tidak dapat
praktik perbankan, dikenal proses sekuritisasi dilepaskan dari hukum perdata, khususnya
piutang yang semula bersifat personal menjadi hukum benda dan hukum perikatan. Berdasarkan
surat berharga, seperti Assets Backed Securities hasil penelitian sebelumnya, penulis mencoba
(EBA) dan Collateralized Debt Obligation (CDO). mengkaji ulang pengertian benda yang diatur
Ketika piutang yang semula bersifat persoonlijk dalam KUHPerdata dan membandingkannya
tersebut diubah menjadi surat berharga, maka dengan Niuewe Burgerlijk Wetboek (NBW)
berubahlah statusnya menjadi benda dan memiliki Belanda, dengan beberapa pertimbangan.
sifat-sifat kebendaan, yaitu dapat diperdagangkan Pertama, KUHPerdata Indonesia berasal dari
atau dialihkan, termasuk dijaminkan. Selain Burgerlijk Wetboek Belanda yang diberlakukan
perkembangan surat berharga sebagai objek berdasarkan asas konkordansi. Ke dua, sistem
transaksi, dalam praktik ditemukan objek jaminan hukum Indonesia menganut sistem hukum yang
yang sebenarnya tidak dapat dikatakan benda, sama dengan Belanda, yaitu civil law system,
misalnya Surat Perintah Kerja (SPK), Surat dimana peraturan perundang-undangan
Keputusan Pengangkatan, cover note bahkan merupakan sumber hukum utama, sehingga
Pengikatan Perjanjian Jual Beli. Tidak diragukan dapat dilihat bagaimana Belanda melakukan
bahwa SPK memuat sejumlah uang yang pembaruan hukum perdata, yang tentunya dapat
merupakan hak penerima pekerjaan, atau SK dijadikan model pembaruan hukum perdata di
Pengangkatan yang menunjukkan bahwa Indonesia. NBW Belanda tidak lagi menggunakan
seseorang mempunyai hak menerima gaji atau istilah zakenrecht untuk hukum benda, melainkan
upah, namun perlu difahami bahwa nilai ekonomi goederenrecht. Di dalam NBW Buku Titel 1 pada
tersebut sifatnya sangat personal dan haknya 3.art 1 (3.1.1.0) disebutkan bahwa “goederen
pun hanya dapat dituntut oleh orang yang zijn alle zaken en alle vermogenrechten” yaitu
bersangkutan, dengan kata lain bersifat “barang terdiri atas semua benda dan semua
persoonlijkrecht, jadi sama sekali tidak memiliki hak kekayaan” (Djuhaendah Hasan, 1996). Istilah
sifat kebendaan seperti droit de preference, droit goederen dalam NBW sama dengan istilah zaak
de suite yang menjadi ciri jaminan kebendaan. dalam BW lama atau KUHPerdata Indonesia.
Kesenjangan antara kebutuhan dalam praktik Selanjutnya NBW mengatur bahwa “goederen
dengan hukum yang berlaku tentunya zijn alle actieven vermogen bestandelen”, yaitu
memerlukan solusi hukum. barang adalah semua unsur aktif harta kekayaan.
Dengan demikian, NBW telah memperluas
3.3. Gagasan Pembaruan Hukum Jaminan pengertian benda, tidak hanya meliputi barang
Nasional. dan hak yang dapat dikuasai hak milik, melainkan
mencakup semua unsur aktif dari harta kekayaan
Mengacu pada perkembangan hukum jaminan, serta menghilangkan sifat “dapat dimiliki”.
khususnya objek jaminan kebendaan, maka Penulis mencermati bahwa pembaharuan hukum
pengertian benda menurut KUHPerdata tidak perdata di Belanda mempengaruhi juga bidang
relevan lagi dengan kebutuhan dan praktik bisnis. hukum lainnya yang selaras dengan hukum
Selain akan menghambat aktivitas bisnis, pada bendanya. Hal ini dapat dilihat dari diaturnya
gilirannya akan melemahkan daya saing para perjanjian khusus yang mengatur tentang naik
pelaku bisnis, oleh karena itu diperlukan turunnya nilai uang, yang dalam BW lama
pembaruan hukum jaminan yang dapat dikategorikan sebagai perjanjian untung-
mengakomodasikan kepentingan para pelaku untungan. Sejalan dengan pembaharuan dalam

13
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

NBW, maka perkembangan benda sebagai objek Fidusia, dan UU Sistem Resi Gudang, di samping
transaksi yang semula belum mempunyai KUHPerdata yang mengatur gadai dan hipotik
landasan hukum yang kokoh, kini menjadi bagian (Tri Handayani & Lastuti Abubakar, 2014) Di
dari benda. Naik turunnya harga saham atau samping itu, Indonesia memang belum memiliki
derivatif saham atau surat berharga lainnya hukum jaminan nasional yang menjadi lex
dipastikan masuk dalam pengertian benda generale bagi lembaga jaminan yang ada.
menurut NBW. Hal ini memberikan rasa aman
bagi para investor atau para pihak yang Berkaitan dengan gagasan pembentukan hukum
bertransaksi. Dengan demikian, NBW telah dapat jaminan nasional, maka beberapa hal yang harus
mengantisipasi dan mengakomodasikan diperhatikan adalah hal sebagai berikut :
perkembangan benda sehingga tidak akan
menjadi permasalahan, kalau objek transaksi a. Hukum jaminan nasional merupakan bagian
atau objek jaminan berupa nilai ekonomi dari dari sistem hukum nasional, oleh karena itu
suatu barang atau hak. Mengacu pada harus tetap bersumber pada Pancasila dan
pembaruan hukum perdata di Belanda, maka UUD 1945, yang terdiri dari peraturan
Indonesia dapat melakukan pembaruan hukum perundang-undangan, yurisprudensi, dan
jaminan dengan dua cara. Pertama, melakukan Hukum kebiasaan (Sunaryati Hartono, 1991).
pembaruan hukum perdata, baik keseluruhan Dengan demikian, perkembangan kebiasaan
atau per bagian (Buku), khususnya Buku II tentang dalam praktik bisnis dapat diakomodasikan
Benda dan memperluas pengertian benda, atau dalam hukum jaminan nasional.
secara parsial mengatur tentang hukum jaminan
nasional, dan mengatur secara khusus pengertian b. Pengertian hukum jaminan nasional, harus
tentang benda sebagai objek jaminan, yang diterjemahkan tidak hanya meliputi kaidah
dapat digunakan sebagai ketentuan umum bagi atau norma, melainkan termasuk lembaga
ketentuan jaminan lainnya. Penulis mengusulkan dan proses untuk mewujudkan kaidah
bahwa sekurang-kurangnya pengertian benda tersebut. Dengan demikian, pembaruan
meliputi segala sesuatu yang bernilai ekonomi hukum jaminan nasional juga membicarakan
dan bermanfaat bagi kehidupan manusia. tentang integrasi antara pembentuk hukum,
Perluasan pengertian benda tentu harus selaras lembaga terkait, dan masyarakat, khususnya
dengan tujuan pembangunan hukum nasional, dunia usaha.
oleh karena itu eksploitasi benda atau unsur
benda semata-mata untuk memenuhi c. Hukum jaminan merupakan bagian dari
kepentingan ekonomi namun menimbulkan hukum ekonomi, sehingga diperlukan
kehancuran manusia maupun alam, tanpa batas pendekatan yang multidisipliner dan bersifat
tidaklah diperkenankan. Disinilah hukum transnasional. Pembaruan hukum jaminan
berfungsi sebagai sarana pembaharuan dengan nasional perlu mempertimbangkan
tetap memperhatikan tujuannya yaitu terjadinya penggunaan pendekatan bidang lain seperti
perubahan dengan tetap memelihara ketertiban ekonomi, untuk menghasilkan kaidah yang
dan keteraturan (Mochtar Kusumaatmadja, 2002). mampu menjadi pemandu kegiatan bisnis
Gagasan pembentukan hukum jaminan nasional yang wajar, teratur, dan efisien. Konvensi-
ini penulis anggap lebih tepat, mengingat selama konvensi internasional yang sudah diratifikasi,
ini politik hukum jaminan mengarah pada atau keikutsertaan Indonesia dalam berbagai
kodifikasi hukum jaminan secara parsial (bagian organisasi dunia yang menerbitkan pedoman
demi bagian) seperti UU Hak Tanggungan, UU yang harus dipatuhi, menjadi salah satu

14
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

sumber pembentukan hukum jaminan d. Hukum jaminan nasional yang dibentuk harus
nasional. bersumber pada Pancasila dan UUD 1945, dengan
memperhatikan sumber-sumber pembentuk
d. Dualisme sistem hukum ekonomi dengan hukum lainnya seperti hukum adat, konsep syariah,
digunakannya prinsip syariah dalam berbagai serta konvensi-konvensi internasional yang berlaku
aktivitas bisnis, dan hukum adat menjadi untuk Indonesia.
bagian dalam pembentukan hukum jaminan
nasional. Berkaitan dengan pranata jaminan
yang menggunakan prinsip syariah, penulis
menganggap lebih tepat agar ke depan secara
perlahan mengarah pada pembentukan
hukum secara terpisah, mengingat aktivitas
berbasis prinsip syariah mempunyai perbedaan
yang substansial. Konsep pengaturan
perbankan syariah yang terpisah dari
perbankan konvensional dapat menjadi model
pembentukan bidang-bidang lain seperti
asuransi syariah atau jaminan syariah (Lastuti
Abubakar, 2014)

4. KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan yang diuraikan sebelumnya,


dapat disimpulkan sebagai berikut :

a. Perkembangan pranata jaminan dan objek jaminan


serta kehadiran lembaga yang menyelenggarakan
jaminan telah mengubah peta hukum jaminan di
Indonesia, yang sebagian belum diakomodasikan
dalam hukum positif yang mengatur jaminan,
sehingga diperlukan pembaruan hukum jaminan.

b. Pembaruan hukum jaminan nasional yang akan


dibentuk akan menjadi ketentuan umum sebagai
dasar hukum baik bagi keberadaan pranata
jaminan yang telah ada maupun untuk
mengembangkan hukum jaminan di masa depan.

c. Model pembaruan hukum jaminan dapat


mengikuti model pembaruan hukum sebagaimana
dilakukan oleh Belanda dengan memperbarui
KUHPerdata, atau membuat ketentuan khusus
tentang hukum jaminan nasional.

15
DAFTAR BACAAN

Buku-buku

Djuhaendah Hasan, Lembaga Jaminan Bagi Tanah dan Benda Lain Yang Melekat Pada Tanah Dalam Konsepsi Penerapan
Asas Horizontal, Citra Aditya,1996,248.

Don M Chance, An Introduction To Derivatives, The Driden Press, Harcourt Brace Colleges Publisher, 1998, 30.

Janet M Tavakoli, Collateralized Debt Obligations & Structured Finance-New Developments in Cash & Synthetic Securitization,
John Wiley & Sons, 2003,34.

Lastuti Abubakar, Transaksi Derivatif di Indonesia, Books Terrace & Library, 2012, 190.

Mochtar Kusumaatmadja, Konsep-konsep Hukum Dalam Pembangunan (kumpulan Karya Tulis), Alumni, 2002, 20.

Soetan Malikul Adil, Hak-Hak Kebendaan, PT Pembangunan, 1962, 12.

Sri Soedewi MAsjchoen Sofwan, Hukum Perdata: Hukum Benda, Liberty, 2000, 16.

Sunaryati Hartono, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional, Alumni, 1991,

Tim Lindsay, Hak Kekayaan Intelektual-Suatu Pengantar, Alumni, 2003, 4.

Wiryono Prodjodikoro, Hukum Perdata Tentang Hak-Hak atas Benda, Pembimbing Masa, 1956, 11.

Artikel Jurnal

Andrew Petersen.et.al, Journal of International Banking and Financial Law, June 2002, 258.

Lastuti Abubakar, Alternatif Penjaminan Bagi Saham Dalam Sistem Perdagangan Tanpa Warkat (Scripless Trading System)
di Pasar Modal DAlam Menunjang Perdagangan Yang Efisien, (2006) 3 Penegakan Hukum 36, 43.

Lastuti Abubakar, Implikasi Penggunaan Prinsip Syariah Dalam Aktivitas Ekonomi Terhadap Pengembangan Hukum
Ekonomi Indonesia-Asosiasi Pengajar Hukum Keperdataan, 2014, 10.

Mieke Komar, 2001 Cape Town Convention And National Interest In Indonesia Aircraft (hak Jaminan/Hak Lain) (2014)8.

Tri Handayani & Lastuti Abubakar, Implikasi Kegiatan Usaha Penitipan Dengan Pengelolaan (Trust) Dalam Aktivitas
Perbankan Terhadap Pembaruan Hukum Perdata Indonesia (2014) 15.2, Litigasi, 2445, 24567.

16
KEDUDUKAN HUKUM EKONOMI INDONESIA
DALAM PERSPEKTIF GLOBALISASI PERDAGANGAN
Disusun oleh:
Dr. Zulfi Diane Zaini, S.H., M.H.1

Abstrak

Perkembangan dalam pembangunan nasional terutama yang berkaitan dengan pembangunan ekonomi, secara
umum memiliki keterkaitan antara regulasi/pengaturan sistem hukum dan pelaksanaan kegiatan perekonomian di
Indonesia sebagai upaya untuk menjaga stabilitas sistem perekonomian di Indonesia yang kemudian akan berkorelasi
dengan Hukum Ekonomi di Indonesia secara keseluruhan. Berangkat dari persoalan tersebut, sesungguhnya peranan
politik hukum dalam konteks hukum ekonomi sangat memegang peranan yang strategis. Melalui pendekatan politik
hukum, hukum ekonomi yang dibentuk setidaknya akan banyak memperhatikan kepada kepentingan nasional. Pengertian
kepentingan nasional bukan berarti dimaknai dalam arti yang sempit, namun kepentingan nasional merupakan titik tolak
dalam upaya memasuki dunia global.

Dengan semangat nasionalisme ekonomi dalam era globalisasi, makin jelas adanya urgensi terwujudnya perekonomian
nasional yang kuat, tangguh, dan mandiri. Demokrasi ekonomi berdasar kerakyatan dan kekeluargaan, serta usaha-
usaha kooperatif menjiwai perilaku ekonomi perorangan dan masyarakat. Keseimbangan yang harmonis, efisien, dan
adil, antara perencanaan nasional dengan desentralisasi ekonomi dan otonomi yang luas, bebas, dan bertanggungjawab,
akan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

I. Latar Belakang Kondisi ini tentu berlaku pula bagi Indonesia sebagai
sebuah negara yang sedang giat-giatnya melakukan
Peranan hukum dalam pembangunan ekonomi suatu pembangunan ekonomi. Apalagi, tatkala Indonesia
bangsa merupakan sesuatu yang tidak dapat diabaikan menyatakan diri dalam konstitusinya sebagai negara
keberadaannya. Sehingga sangat jelas, jika kondisi hukum (rechtstaat). Dari sini tersirat pula bahwa
hukum suatu bangsa itu efektif, maka pembangunan Indonesia menghendaki dua hal: Pertama, hukum
ekonomi pun akan mudah untuk dilaksanakan. diharapkan dapat berfungsi; Kedua, dengan hukum
Namun, sebaliknya jika hukum tidak mampu berperan dapat berfungsi, maka pembangunan ekonomi pun
secara efektif, maka dapat dipastikan akan berdampak akan mudah untuk direalisasikan.
buruk terhadap pembangunan ekonomi.
Sejalan dengan pemikiran tersebut, jika dikaji dari sisi
politik hukum acapkali pembentukan hukum,
1 Penulis adalah Dosen Fakultas Hukum dan Magister Hukum Universitas khususnya hukum ekonomi tak selalu sinkron dengan
Bandar Lampung (UBL) dan saat ini juga sebagai Ketua Pusat Studi harapan-harapan tersebut. Faktor yang menjadi
Hukum Perbankan - Universitas Bandar Lampung (PSHP - UBL)

17
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

pemicu tidak adanya kesinkronan tersebut karena Indonesia wajib dan harus berkomitmen penuh
banyak kepentingan yang berkembang dalam proses terhadap pelaksanaan GATT/WTO, dimana komitmen
pembentukan hukum. Politik hukum yang berkembang Indonesia tersebut diwujudkan dalam bentuk
antara lain adanya tarik menarik antara kepentingan harmonisasi hukum nasional dengan hukum
nasional dan asing. Alhasil, hukum yang semula internasional yang ada dalam forum GATT/WTO.
dijadikan sarana bagi pembangunan ekonomi
nampaknya menjadi sia-sia, karena yang dikedepankan Kehadiran hukum dalam masyarakat diantaranya
justru kepentingan asing yang dominan. adalah untuk mengintegrasikan dan
mengkoordinasikan kepentingan-kepentingan yang
Perkembangan globalisasi ekonomi dan kerja sama dapat saling tumpah tindih satu sama lain dan oleh
ekonomi di dunia internasional sedikit banyak telah hukum diintegrasikan sedemikian rupa sehingga
menggambarkan adanya permasalahan di bidang permasalahan tumpang tindih peraturan dapat ditekan
hubungan ekonomi, antara lain upaya pengaturan sekecil-kecilnya. Pengorganisasian kepentingan-
yang dilakukan oleh negara ataupun pelaku ekonomi kepentingan tersebut dilakukan dengan membatasi
di negara maju. Upaya pengaturan dapat dilihat baik dan melindungi kepentingan-kepentingan tersebut.
secara global melalui World Trade Organization Memang, dalam suatu lalu lintas kepentingan,
(selanjutnya disingkat dengan WTO), regional melalui perlindungan terhadap kepentingan-kepentingan
berbagai kerja sama dalam satu kawasan, serta tertentu hanya dapat dilakukan dengan cara
bilateral melalui berbagai kerjasama bilateral, ternyata membatasi kepentingan di lain pihak.
tidak mengurangi munculnya berbagai penyimpangan
dari norma-norma yang telah disepakati. Berdasarkan pemikiran tersebut, maka merupakan
suatu keharusan bagi suatu negara tatkala
Selanjutnya, dalam perkembangan globalisasi ekonomi merumuskan suatu peraturan perundang-undangannya
membawa dampak pada globalisasi hukum. Pada saat senantiasa memperhatikan pada aspek kepentingan
Indonesia meratifikasi Persetujuan Pendirian Organisasi nasional (national interests). Untuk dapat mencapai
Perdagangan Dunia (Agreement Establising the World hal tersebut, maka faktor politik hukum akan sangat
Trade Organization) melalui Undang-Undang Nomor menentukan. Bagi beberapa negara pola pemikiran
7 Tahun 1994 (untuk selanjutnya disingkat dengan ini menjadi sarana yang cukup efektif. Sebagai contoh,
UU No. 7 Tahun 1994), maka seketika itu pula Indonesia misalnya dalam kasus civil disorder, Pemerintah
sudah masuk kepada apa yang disebut dengan Australia telah mengaturnya dalam Defence act 1993.
“globalisasi”. Sikap Pemerintah Australia melindungi negaranya
dalam keadaan apapun termasuk keadaan yang
Globalisasi yang dimaksud merupakan globalisasi disebut dengan civil disorder.
yang masuk pada setiap aspek kehidupan manusia,
baik ekonomi, politik, bahkan sampai budaya. Akan tetapi sebaliknya di Indonesia, fenomena
Dari sisi hukum keikutsertaan Indonesia dalam forum tersebut tidak dapat ditemukan. Keberadaan
General Agreement on Tariffs and Trade/World Trade peraturan perundang-undangan hanya sebatas aturan
Organization (untuk selanjutnya disingkat dengan normatif yang kering dengan semangat kepentingan
GATT/WTO) akhirnya melahirkan istilah yang disebut nasional. Kalaupun Indonesia mempunyai peraturan
“Globalisasi Hukum’. perundang-undangan yang menonjol justru semangat
kepentingan negara-negara di luar (negara-negara
Dengan diratifikasinya Persetujuan Pendirian Organisasi maju). Hal tersebut dapat dirasakan terutama terkait
Perdagangan Dunia beserta lampirannya oleh dengan peraturan hukum ekonomi yang ada di
Indonesia, memberi konsekuensi hukum bahwa Indonesia.

18
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

Berangkat dari persoalan tersebut, maka Indonesia sendiri bukan malah sebaliknya bangsa lain
sesungguhnya peranan politik hukum dalam konteks menikmati hasil dari pembentukan hukum tersebut.
hukum sangat memegang peranan yang sangat Dengan kenyataan itu, sudah sewajarnya apabila
strategis. Melalui pendekatan politik hukum, maka pemerintah dalam menjalankan orientasi politik hukum
hukum yang dibentuk setidaknya akan banyak lebih mengedepankan pembentukan instrumen-
memperhatikan kepada kepentingan nasional. instrumen hukum yang terkait dengan permasalahan
Pengertian kepentingan nasional bukan berarti tersebut.
dimaknai dalam arti yang sempit, namun kepentingan
nasional merupakan titik tolak dalam upaya memasuki Selanjutnya dapat dijelaskan Hukum Ekonomi
dunia global. berkaitan dengan berbagai aktivitas ekonomi,
mempunyai ruang lingkup pengertian yang luas dan
Kebijakan pembangunaan ekonomi negara-negara meliputi semua persoalan yang berkaitan dengan
berkembang telah berubah secara drastis sejak Tahun hubungan antara hukum dan kegiatan-kegiatan
1980-an. Hampir semua negara berkembang ekonomi. Salah satu ciri penting dari Hukum Ekonomi,
menggeser kebijakan-kebijakan ekonomi mereka ke adalah adanya keterlibatan Negara/Pemerintah dalam
arah liberalisasi yang lebih besar dan kepercayaan pengaturan berbagai kegiatan perdagangan, industri,
yang lebih besar pada mekanisme pasar melalui dan keuangan. Dalam hal Pemerintah ikut campur
serangkaian reformasi ekonomi berorientasi pasar. pada urusan yang semula bersifat pribadi untuk
Nyaris di segala penjuru dunia, negara-negara mencapai tujuan Negara yaitu : Keadilan dan
berkembang mulai mengadopsi kebijakan-kebijakan Kemakmuran.
yang dimaksudkan untuk merestrukturisasi peran
negara dalam perokonomian, dengan meliberalisasi Berkaitan dengan hal tersebut di atas, dalam upaya
perdagangan domestik dan meliberalisasi regulasi melakukan perkembangan dalam pembangunan
investasi, serta dan untuk menswastakan perusahaan- nasional terutama yang berkaitan dengan
perusahaan milik negara. pembangunan ekonomi, secara umum dapat dijelaskan
bahwa keterkaitan antara regulasi/pengaturan sistem
Berbagai reformasi kebijakan tersebut nyaris dan pelaksanaan kegiatan perekonomian di Indonesia
menggantikan secara keseluruhan semua kebijakan sebagai upaya untuk menjaga stabilitas sistem
sebelumnya yang mendominasi negara-negara perekonomian di Indonesia akan berkorelasi pula
berkembang dari Tahun 1950-an hingga Tahun 1970- dengan Hukum Ekonomi secara keseluruhan.
an. Reformasi yang mengensampingkan nasionalisme
ekonomi dari perbendaharaan kata negara-negara Dengan demikian, konsep dasar pemikiran Hukum
itu, mengurangi peran eksesif negara dalam Ekonomi Pembangunan Indonesia adalah Ekonomi
perokonomian, dan menghentikan kecenderungan Indonesia dalam arti pembangunan dan peningkatan
pada pembangunan di Dunia Ketiga. Dalam hal ini ketahanan ekonomi nasional secara makro.
reformasi didasarkan pada premis kebijakan-kebijakan Sedangkan dasar pemikiran Hukum Ekonomi Sosial
memandang keluar yang dirancang untuk adalah kehidupan Ekonomi Indonesia yang
mengintegrasikan perekonomian ke dalam pasar berperikemanusiaan dan pemerataan pendapatan,
global, utamanya ketika strategi-strategi berorientasi dimana setiap Warga Negara Indonesia berhak atas
ekspor menggantikan industrialisasi substitusi impor. kehidupan dan pekerjaan yang layak. Dalam
hubungan tersebut, maka segala usaha pembangunan
Dari prinsip kepentingan nasional ini maka pemerintah ekonomi Indonesia bertujuan untuk menciptakan
mengambil langkah strategis dalam upaya meraup kesejahteraan tiap-tiap dan masing-masing Warga
manfaat ekonomi agar dapat dirasakan oleh bangsa Negara Indonesia, sehingga pembangunan ekonomi

19
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

Indonesia harus menjunjung tinggi hak-hak hidup nomokrasi tersebut dapat dibandingkan dengan
manusia yang azasi.2 “demos” dan “cratos” atau “kratien” dalam istilah
demokrasi. “Nomos” berarti norma, sedangkan “cratos”
II. Konsepsi Hukum dan Hukum Ekonomi Indonesia adalah kekuasaan.7 Selanjutnya, sebagai faktor
penentu dalam penyelenggaraan kekuasaan adalah
Hukum, menurut Mochtar Kusumaatmadja, jika norma atau hukum. Karena itu, istilah nomokrasi
diartikan dalam arti yang luas, maka hukum tidak tersebut berkaitan erat dengan ide kedaulatan hukum
saja merupakan keseluruhan azas-azas dan kaidah- atau prinsip hukum sebagai kekuasaan tertinggi.
kaidah yang mengatur kehidupan manusia dalam
masyarakat melainkan meliputi lembaga-lembaga Indonesia sebagai Negara hukum (Rechtsstaat/the
(institutions) dan proses-proses (process) yang rule of law), sebagaimana yang telah ditegaskan
mewujudkan berlakunya kaidah-kaidah tersebut dalam dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 (Amandemen ke 4)
kenyataan.3 Selanjutnya, dapat dikatakan bahwa bahwa Indonesia adalah Negara Hukum. Sebagaimana
dimana ada masyarakat, disana ada hukum. Dengan diketahui bahwa ide dasar negara hukum Indonesia
demikian suatu unsur pokok dalam hukum adalah tidaklah terlepas dari ide dasar tentang ‘rechtsstaat”
bahwa hukum adalah sesuatu yang berkenaan dengan atau Negara Hukum yang dianut oleh Belanda yang
manusia, dimana manusia hidup dalam suatu meletakkan dasar perlindungan hukum bagi rakyat
komunitas yang disebut dengan masyarakat.4 pada asas legalitas, yaitu semua harus bersifat positif,
hal tersebut berarti hukum harus dibentuk secara
Tujuan utama hukum adalah untuk mewujudkan sadar.8
ketertiban (order). Tujuan tersebut sejalan dengan
fungsi utama hukum, yaitu mengatur. Ketertiban Dalam suatu rechtsstat yang modern, fungsi peraturan
merupakan syarat dasar bagi adanya suatu masyarakat. perundang-undangan bukanlah hanya memberikan
Kebutuhan akan ketertiban merupakan fakta dan bentuk kepada nilai-nilai dan norma-norma yang
kebutuhan objektif bagi setiap masyarakat manusia.5 berlaku dan hidup dalam masyarakat, dan Undang-
Para penganut teori hukum positif menyatakan Undang bukanlah hanya sekedar produk fungsi negara
“kepastian hukum” sebagai tujuan hukum, dimana di bidang pengaturan. Selanjutnya, peraturan
ketertiban atau keteraturan, tidak mungkin terwujud perundang-undangan adalah salah satu metoda dan
tanpa adanya garis-garis perilaku kehidupan yang instrumen ampuh yang tersedia untuk mengatur dan
pasti. Keteraturan hanya akan ada jika ada kepastian mengarahkan kehidupan masyarakat menuju cita-
dan untuk adanya kepastian hukum haruslah dibuat cita yang diharapkan. Dalam praktik memang demikian
dalam bentuk yang pasti pula (tertulis).6 yang dilakukan oleh pembentuk Undang-Undang,
karena saat ini kekuasaan pembentuk Undang-Undang
Ide Negara Hukum, selain terkait dengan konsep adalah terutama memberikan arah dan menunjukkan
“rechsstaat” dan “the rule of law”, juga berkaitan jalan bagi terwujudnya cita-cita kehidupan bangsa
dengan konsep “nomocracy” yang berasal dari melalui hukum yang dibentuknya.9
perkataan “nomos” dan “cratos”. Adapun perkataan

7 Jimly Asshiddiqie, Cita Negara Hukum Indonesia Kontemporer, Makalah,


Jakarta, 2004, hlm.1.
2 CFG. Sunaryati Hartono, Hukum Ekonomi Pembangunan Indonesia,
Bina Cipta, Bandung, 1988, hlm. 50.
8 Chairijah, Peran Program Legislasi Nasional Dalam Pembangunan Hukum
3 Chidir Ali, Badan Hukum, Alumni, Bandung, 1991, hlm. 1 Nasional, Makalah disampaikan pada Pelatihan Penyusunan dan
4 Ibid. Perancangan Peraturan Perundang-Undangan Departemen Hukum dan
Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Jakarta, 2008.
5 Lili Rasjidi dan IB. Wyasa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem, PT. Remaja
Rosdakarya, Bandung, 1993, hlm. 127.
9 Endang Sutrisno, Bunga Rampai : Hukum Dan Globalisasi, Genta Press,
6 Ibid. Yogyakarta, 2007, hlm. 104-105.

20
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

Dalam kaitannya dengan pembangunan hukum, negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang
Pancasila dapat disebut sebagai bingkai dari Sistem layak bagi kemanusiaan. Pasal 33 berbunyi :
Hukum Pancasila, sebuah sistem yang khas di 1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama
Indonesia dan berbeda dari sistem hukum negara- berdasar atas asas kekeluargaan;
negara lain. Meski belakangan banyak pihak yang 2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara
merasa tidak efektif untuk menyebut Sistem Hukum dan yang menguasai hajat hidup orang banyak
Pancasila sebagai sebuah sistem hukum yang khas, dikuasasi oleh Negara;
namun harus ada keberanian untuk mengangkatnya 3) Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di
kembali sebagain paradigma dalam pembangunan dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan
hukum Indonesia. Satjipto Rahardjo, menyebut bahwa untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat;
hukum Pancasila mencerminkan kekhasan bangsa 4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar
Indonesia yang penuh dengan sikap kekeluargaan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip
dan gotong royong yang karenanya memang berbeda kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan,
dengan sistem hukum yang lain.10 berwawasan lingkungan, kemandirian, serta
dengan menjaga keseimbangan dan kesatuan
Sistem Hukum Pancasila berbeda dari Sistem Hukum ekonomi nasional;
Eropa Kontinental yang hanya menekankan pada 5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan
legisme, civil law, administrasi, kepastian hukum, dan Pasal ini diatur dalam Undang-Undang;
hukum-hukum tertulis yang negara hukumnya disebut
Rechtstaat. Sistem hukum Pancasila juga berbeda Selanjutnya, dalam bab penjelasan dari Pasal 33 UUD
dengan sistem hukum Anglo Saxon yang hanya 1945 Bab Kesejahteraan Sosial, dinyatakan bahwa
menekankan pada peranan yudisial, common law, demokrasi ekonomi adalah produksi yang dikerjakan
dan substansi keadilan yang negara hukumnya disebut oleh semua, untuk semua, di bawah pimpinan atau
dengan the Rule of Law.11 penilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran
masyarakat diutamakan, bukan kemakmuran orang
Sejarah sistem ekonomi Pancasila sebenarnya adalah seorang. Sebab itu perekonomian disusun sebagai
sejarah Republik Indonesia. Ekonomi Pancasila setua usaha bersama berdasar atas usaha kekeluargaan.
Republik ini karena lahir dalam jantung bangsa lewat Bentuk perusahaan yang sesuai dengan itu adalah
Pancasila dan UUD-45 beserta tafsirannya. Karena koperasi.
itu, sistem ekonomi Pancasila bersumber langsung
dari Pancasila khususnya sila kelima, yaitu : Keadilan Dalam pembangunan hukum nasional dibutuhkan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dan amanat Pasal kesamaan pemahaman terhadap tujuan yang ingin
27 ayat (2), 33-34 UUD-45 (Amandemen ke 4). dicapai, sehingga pembangunan hukum yang
Sila kelima ini menjelaskan bahwa semua orientasi dilakukan oleh berbagai pihak dapat bersinergi
berbangsa dan bernegara politik ekonomi, hukum, mencapai tujuan yang disepakati secara nasional.
sosial dan budaya, adalah dijiwai semangat keadilan Selanjutnya, pembinaan hukum nasional diarahkan
menyeluruh dan diperuntukkan bagi seluruh rakyat untuk mencapai tujuan terbentuk dan berfungsinya
Indonesia. Khusus dalam hal ekonomi diperjelas lagi sistem hukum nasional,12 demikian pula yang terdapat
dalam Pasal 27 ayat (2) berbunyi; tiap-tiap warga dalam pengaturan hukum ekonomi khususnya yang

10 Moh. Mahfud MD, Perdebatan Hukum Tata Negara Pasca Amandemen 12 Ady Kusnadi, Penelitian Hukum Sebagai Sarana Pembangunan Hukum
Konstitusi, Pustaka LP3ES Indonesia, Jakarta, 2007, hlm. 7. Bisnis Dalam Kerangka Sistem Hukum Nasional, (Pembangunan Hukum
Bisnis Dalam Kerangka Sistem Hukum Nasional), FH-UNPAD, 2008, hlm.
11 Ibid. 189.

21
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

berkaitan dengan pengaturan semua kegiatan Dalam perkembangannya Hukum Ekonomi Indonesia
perekonomian di Indonesia. kemudian menjadi bagian yang tidak terpisahkan
dengan Hukum perdagangan internasional yang
Guna mewujudkan perekonomian yang kokoh di merupakan bidang hukum yang berkembang dengan
Indonesia dan pembangunan hukum ekonomi, perlu cepat, dan ruang lingkupnya pun cukup luas.
diadakan penyesuaian dalam berbagai kebijakan dan Hubungan-hubungan dagang yang sifatnya lintas
peraturan perundang-undangan di bidang ekonomi batas dapat mencakup banyak jenisnya, dari
dan moneter yang selama ini telah ditempuh oleh bentuknya yang sederhana, yaitu dari barter, jual beli
negara Indonesia. Kebijakan moneter yang merupakan barang atau komoditi (produk-produk pertanian,
salah satu kebijakan penting dari kebijakan perkebunan dan sejenisnya), hingga hubungan atau
pembangunan ekonomi nasional harus lebih diarahkan transaksi perdagangan yang kompleks.
kepada upaya untuk menciptakan dan menjaga
stabilitas moneter. Selanjutnya, pembangunan ekonomi Kompleksnya hubungan atau transaksi perdagangan
akan sangat berpengaruh pada perkembangan hukum internasional tersebut, paling tidak disebabkan oleh
dan perkembangan bidang ekonomi tidak akan adanya jasa teknologi (khususnya teknologi informasi)
terlaksana dengan baik tanpa dilandasi oleh peraturan sehingga transaksi-transaksi dagang semakin
perundangan-undangan yang baik. Pembangunan berlangsung dengan cepat. Batas-batas negara bukan
hukum berkaitan erat dengan pembangunan pada lagi menjadi halangan dalam bertransaksi. Bahkan
umumnya dan khususnya bagi pembangunan dengan pesatnya tekologi, dewasa ini para pelaku
ekonomi.13 dagang tidak perlu mengetahui atau mengenal siapa
rekanan dagangnya yang berada jauh di belahan
Di Indonesia konsepsi pembaharuan hukum yaitu bumi lain. Hal ini tampak dengan lahirnya transaksi-
hukum sebagai sarana pembaharuan dalam transaksi yang disebut dengan e-commerce.15
pembangunan masyarakat (Mochtar Kusumaatmadja,
yang diilhami oleh konsep “law as a tool of social Menurut Huala Adolf, terdapat keterkaitan yang erat
engineering” Roscoe Pound) telah memberikan peran antara hukum perdagangan internasional dengan
penting kepada hukum dalam pembangunan, hukum internasional publik, dimana sekilas tampak
khususnya pembangunan ekonomi. Konsepsi hukum bahwa dampak dan pengaruh hukum internasional
sebagai sarana pembaharuan dan pembangunan publik tersebut tidak langsung. Namun demikian,
masyarakat, hukum harus tampil di depan dan pengaruh ini dapat berdampak cukup luas terhadap
memberi arah dalam pembaharuan dan pembangunan. beberapa aspek dari hukum perdagangan internasional.
Pembangunan hukum harus dapat mengantisipasi Hal ini disebabkan karena hukum internasional publik
pembangunan masyarakat ke depan. Dengan dalam beberapa hal telah membentuk dan sedang
demikian pembaharuan hukum dan pembentukan dalam proses pembentukan ketentuan-ketentuan
hukum harus melihat ke depan, pembentukan hukum yang mengatur aspek-aspek perdata dari transaksi
tidak boleh hanya untuk kepentingan hari ini tetapi perdagangan internasional.16
harus memprediksi kemungkinan-kemungkinan yang
terjadi untuk waktu yang akan datang seiring dengan The General Agreement on Tariff and Trade (GATT)
perkembangan masyarakat dan teknologi.14 atau disebut dengan Persetujuan Umum mengenai

13 Djuhaendah Hasan, Fungsi Hukum Dalam Perkembangan Ekonomi Global, 15 Huala Adolf, Hukum Perdagangan Internasional, PT. Raja Grafindo
Bahan Ajar dan Materi kuliah, Bandung, 2008, hlm. 23. Persada, Jakarta, 2005, hlm. 1.

14 Ibid, hlm. 24 16 Huala Adolf, Ibid, hlm. 12

22
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

Tarif dan Perdagangan adalah suatu perjanjian III. Hukum Ekonomi Indonesia Dalam Perspektif
internasional di bidang perdagangan internasional Globalisasi Perdagangan
yang mengikat lebih dari 120 negara. Dimana
keseluruhan Negara ini memainkan peranan sekitar Sistem Ekonomi Pancasila adalah “aturan main”
90 persen dari produk dunia. kehidupan ekonomi atau hubungan hubungan
ekonomi antar pelaku-pelaku ekonomi yang didasarkan
GATT dibentuk pada Bulan Oktober Tahun 1947, pada etika atau moral Pancasila dengan tujuan akhir
sementara lahirnya WTO pada Tahun 1994 membawa mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat
2 (dua) perubahan yang cukup penting bagi GATT, Indonesia. Etika Pancasila adalah landasan moral dan
yaitu pertama WTO mengambil alih GATT dan kemanusiaan yang dijiwai semangat nasionalisme
menjadikannya salah satu lampiran aturan WTO. (kebangsaan) dan kerakyatan, yang kesemuanya
Kedua, prinsip-prinsip GATT menjadi kerangka aturan bermuara pada keadilan sosial bagi seluruh rakyat.
bagi bidang-bidang baru dalam Perjanjian WTO, Intisari Pancasila (Eka Sila) menurut Bung Karno adalah
khususnya Perjanjian mengenai Jasa (General gotong royong atau kekeluargaan, sedangkan dari
Agreement on Trade in Srevices), Perjanjian dalam segi politik Trisila yang diperas dari Pancasila adalah
bidang Penanaman Modal (Trade Related Investment Ketuhanan Yang Maha Esa (monotheisme), sosio-
Measure’s, dan juga dalam Perjanjian mengenai nasionalisme, dan sosiodemokrasi.
Perdagangan yang terkait dengan Hak Atas Kekayaan
Intelektual (Trade Related Aspects of Intellectual Praktik-praktik liberalisasi perdagangan dan investasi
Property Rights). Adapun tujuan dari persetujuan di Indonesia sejak tahun delapanpuluhan bersamaan
GATT ini adalah untuk menciptakan suatu iklim dengan serangan globalisasi dari negara-negara industri
perdagangan internasional yang aman dan jelas bagi terhadap negara-negara berkembang, sebenarnya
masyarakat bisnis, serta untuk menciptakan liberalisasi dapat ditangkal dengan penerapan sistem ekonomi
perdagangan yang berkelanjutan, lapangan kerja, dan Pancasila. Namun sejauh ini gagal karena politik
iklim perdagangan yang sehat.17 ekonomi diarahkan pada akselerasi pembangunan
yang lebih mementingkan pertumbuhan ekonomi
Globalisasi ekonomi dapat dicirikan dengan semakin tinggi ketimbang pemerataan hasil-hasilnya.19
terintegrasinya pasar dunia (market driven economic
process), sebagai akibat dari pergerakan “bebas” Pembangunan ekonomi sangat mempengaruhi tingkat
arus barang dan modal yang ditopang oleh aturan kemakmuran suatu negara. Namun, pembangunan
perdagangan bebas yang semula didorong oleh GATT ekonomi yang sepenuhnya diserahkan kepada
dan kemudian oleh WTO, serta diakselerasi oleh mekanisme pasar tidak akan secara otomatis
penerapan kebijakan deregulasi dan restrukturisasi membawa kesejahteraan kepada seluruh lapisan
ekonomi yang sifatnya mendunia. Fenomena globalisasi masyarakat. Pengalaman negara maju dan
ekonomi dewasa ini semakin terasa, baik di tingkat berkembang membuktikan bahwa meskipun
nasional, regional dan inter-regional, maupun pada mekanisme pasar mampu menghasilkan pertumbuhan
tingkat global.18 ekonomi dan kesempatan kerja yang optimal, namun
dalam perkembangannya negara-negara maju tersebut
pada umumnya seringkali gagal menciptakan
pemerataan pendapatan dan menuntaskan

17 Huala Adolf, Ibid, hlm. 98

18 Moch. Faisal Salam, Penyelesaian Sengketa Bisnis Secara Nasional Dan 19 Mubyarto, Ekonomi Pancasila : Gagasan dan Kemungkinan, LP3ES,
Internasional, Mandar Maju, Bandung, 2007, hlm. 2-3. Jakarta, 1981, hlm.1

23
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

permasalahan sosial.20 Hal inilah yang menjadi salah memberikan ruang gerak bagi bekerjanya mekanisme
satu faktor mengapa negara-negara maju berusaha pasar, yang diperlukan dalam suatu perekonomian.
mengurangi kesenjangan itu dengan menerapkan Walau pencapaian efisiensi mestinya tidak
negara kesejahteraan (welfare state). Suatu sistem meninggalkan unsur-unsur keadilan. Pentingnya
yang memberi peran lebih besar kepada negara kemandirian dan keberlanjutan dalam perekonomian
(pemerintah) dalam pembangunan kesejahteraan dimandatkan dalam Pasal 33 ayat (4) tersebut.23
sosial yang terencana, melembaga, dan Pelaksanaan fungsi mensejahterakan masyarakat
berkesinambungan.21 diwujudkan dalam bentuk pelaksanaan pembangunan
seluas-luasnya yang meliputi segala segi kehidupan
Kegiatan intervensi negara tersebut juga meluas termasuk kehidupan ekonomi.
sampai pada pengaturan terhadap berbagai aktivitas
masyarakat, baik secara individual maupun badan- Pada era global, pembangunan hukum ditandai
badan kolektif (corporate bodies) untuk maksud dengan kecenderungan tuntutan kebutuhan pasar
mengubah kondisi hidup dan kehidupan individu dan yang dewasa ini semakin mengglobal. Dalam kondisi
kelompok penduduk secara relatif cepat.22 Undang- semacam itu, produk-produk hukum yang dibentuk
Undang Dasar 1945 sebagai Konstitusi Indonesia, lebih banyak bertumpu pada keinginan pemerintah,
baik sebelum ataupun setelah diamandemen, karena tuntutan pasar. Tuntutan kebutuhan ekonomi
mengamanatkan negara kesejahteraan sebagai cita- telah mampu menimbulkan perubahan-perubahan
cita dari pendiri bangsa yang dituliskan dalam yang amat fundamental baik dalam hal fisik maupun
pembukaan ataupun batang tubuh UUD 1945. Sistem sosial politik dan budaya yang mampu melampaui
perekonomian Indonesia dapat dilihat dalam bab yang pranata-pranata hukum yang ada. Produk hukum
memuat perekonomian nasional dan kesejahteraan yang ada lebih mengarah pada upaya untuk memberi
rakyat yang dicantumkan dalam Bab XIV Pasal 33 arahan dalam rangka menyelesaikan konflik yang
dengan judul ”Perekonomian Nasional dan berkembang dalam kehidupan ekonomi.24
Kesejahteraan Rakyat”.
Pembangunan hukum yang tertuju pada kehidupan
Pasal 33 ayat (4) UUD 1945 amandemen ke empat perekonomian pada era global harus mampu
(4) dijelaskan : Perekonomian nasional diselenggarakan mengarah dan memfokuskan pada aturan-aturan
berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip hukum yang diharapkan mampu memperlancar roda
kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, dinamika ekonomi dan pembangunan yang tidak
berwawasan lingkungan, kemadirian, serta dengan melepaskan diri dari sistem demokrasi ekonomi
menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan
ekonomi nasional.

Apabila dilihat dari isi Pasal 33 ayat (4) tersebut 23 Pasal 33 UUD 1945 :
1. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas
terdapat unsur efisiensi berkeadilan, sehingga dapat kekeluargaan.
2. Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang
menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara.
3. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar
20 Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Raja Grafindo Persada, Jakarta, kemakmuran rakyat.
2006, hlm. 23. 4. Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi
ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan,
21 SF Marbun, dkk, Dimensi-Dimensi Pemikiran Hukum Administrasi Negara, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan
UII Press, Yogyakarta, 2001, hlm. 59. menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
5. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam
22 Jimly Asshiddiqie, Gagasan Kedaulatan Rakyat Dalam Konstitusi Dan Undang-Undang.
Pelaksanaannya Di Indonesia, Ichtiar BaruVan Hoeve, Jakarta, 1994, hlm.
223. 24 Mahfud MD, Politik Hukum Di Indonesia, LP3IS, Jakarta, 2001, hlm 9.

24
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

dengan mengindahkan akses rakyat untuk mencapai budaya, ekonomi, politik, teknologi, maupun
efisiensi dan perlindungan kepada masyarakat lingkungan.25 Sejalan dengan definisi globalisasi
khususnya masyarakat ekonomi golongan kecil. di atas, maka ada dua ciri utama globalisasi yaitu :

Di era global eksistensi hukum dipandang penting 1) Peningkatan konsentrasi dan monopoli berbagai
sebab perubahan di berbagai bidang menuntut adanya sumber daya dan kekuatan ekonomi oleh
norma atau rule of law, yang dapat memberikan perusahaan-perusahaan transnasional maupun
arahan pada cita-cita mulia sebagaimana pertama oleh perusahaan-perusahaan global. Jika dulu
kali ide liberalisasi perdagangan lahir, yang sebuah perusahaan multinasional hanya
menghendaki adanya pemerataan ekonomi dan mendominasi sebuah produk, maka pada saat ini
menyejahterakan masyarakat dunia yang selama ini sebuah perusahaan transnasional yang besar
dianggap tidak adil akibat praktik kolonialisme. secara khusus memproduksi dan menjual berbagai
macam produk, pelayanan, dan bidang-bidang
Tanpa aturan hukum yang jelas globalisasi akan yang semakin beragam. Bahkan diprediksikan jika
berubah menjadi pasar bebas, sebab yang akan perusahaan-perusahaan transnasional ini semakin
menguasai ekonomi dan mekanisme pasar adalah beragam produk yang dihasilkannya tergantung
pihak-pihak yang tergolong kuat. Jika ini fakta yang pada permintaan pasar di Negara-negara tempat
terjadi, maka globalisasi hanya akan melahirkan era perusahaan tersebut beroperasi.
kolonialisme baru. Hal ini berakibat pada adanya tarik
menarik kepentingan global yang dimainkan oleh 2) Dalam kebijakan dan mekanisme pembuatan
Negara-negara industri maju, lembaga keuangan kebijakan nasional.
internasional seperti WTO, Bank Dunia maupun IMF
sebagai aktor-aktor globalisasi, dengan kepentingan 3) Kebijakan-kebijakan nasional (yang meliputi
yang berakar pada kepentingan nasional yang harus bidang-bidang sosial, ekonomi, budaya dan
bertumpu di landasan nilai-nilai kearifan lokal sebagai teknologi) yang sekarang ini berada dalam
nilai-nilai yang dikandung dalam pandangan hidup yurisdiksi suatu pemerintah dan masyarakat dalam
bangsa dan ideologi bangsa yaitu Pancasila, sehingga suatu wilayah Negara bangsa bergeser menjadi
diharapkan tidak ada lagi yang terabaikan hak-hak di bawah pengaruh atau diproses badan-badan
dan kepentingan. internasional atau perusahaan besar serta pelaku
ekonomi, keuangan internasional.26
Kondisi dunia yang berubah sangat cepat menimbulkan
implikasi yang sangat kompleks yaitu munculnya Globalisasi merupakan karakteristik hubungan antara
interdependensi dalam hampir seluruh dimensi penduduk bumi yang melampaui batas-batas
kehidupan yang menimbulkan isu-isu yang lebih konvensional seperti, bangsa dan Negara.
bermuatan dimensi global terutama dibidang Interdependensi telah menimbulkan proses globalisasi
perdagangan dan perekonomian dunia, lingkungan semakin kuat, sehingga secara tidak langsung dunia
hidup, kemiskinan, dan keamanan dunia. seolah-olah seperti perkampungan besar.

Ranah global dalam dimensi kehidupan telah beranjak


pada suatu era yang disebut globalisasi. Yang dimaksud
dengan globalisasi adalah: Suatu proses yang
menempatkan masyarakat dunia bisa menjangkau 25 Budi Winarno, Globalisasi Wujud Imperialisme Baru Peran Negara Dalam
Pembangunan, Tajidu Press, Jogjakarta, 2004, hlm. 39.
satu dengan yang lain atau saling terhubungkan
26 Martin Khor, Globalisasi Perangkat Negara-negara Selatan, Cidelaras
dalam semua aspek kehidupan mereka, baik dalam
Pustaka Rakyat Cedas, Jogjakarta, 2002, hlm. 11-12.

25
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, maka cita-cita membangun Negara Kesejahteraan, di dunia


globalisasi selalu berkaitan dengan saling berhubungan, ini sekarang dan ke depan liberalisme ekonomi dengan
terintegrasi, dan saling keterkaitan. Kebijakan yang ciri ekonomi pasar bebas digunakan semakin luas.
diambil oleh pemerintah tidak dapat dihindari dari Namun dalam Negara kesejahteraan meskipun prinsip-
adanya intervensi pelaku-pelaku globalisasi yaitu prinsip ekonomi pasar diberlakukan kesejahteraan
perusahaa-perusahaan multinasional, lembaga menjadi unsur penting tujuan bernegara. Hal
keuangan internasional, dan jaringan lembaga tersebutlah yang membedakan dengan Negara yang
internasional seperti WTO. Sehingga regulasi yang menganut ekonomi pasar murni, dimana kesejahteraan
dibentuk dalam peraturan perundang-undangan bersama sekedar menjadi hasil sampingan, bukan
sering kali dipengaruhi nilai-nilai yang bermuatan tujuan.
liberalisme. Namun demikian norma hukum yang
dibentuk tetap harus mengacu pada pandangan Penekanan yang harus mendapatkan perhatian adalah
hidup berbangsa dan bernegara idiologi Negara. bahwa pengembangan dalam ilmu hukum Indonesia,
pada akhirnya tidak hanya sekedar alih pengetahuan
Setiap Negara membutuhkan landasan filosofis tentang hukum dan bukan pula sekedar pelatihan
berbangsa dan bernegara. Atas landasan filosofis ketrampilan untuk menjalankan hukum tetapi juga
tersebut disusunlah visi, misi, dan tujuan Negara. termasuk di dalamnya pendidikan nilai-nilai yang
Landasan filosofis Negara Indonesia adalah Pancasila. menjadi basis sistem hukum nasional yang hendak
Untuk itu Pancasila harus dilihat secara utuh sebagai dibangun dan bagi Indonesia nilai-nilai tersebut adalah
suatu national guideness serta national standard, nilai-nilai Pancasila.
norm and principles yang di dalamnya juga memuat
sekaligus human rights dan human responsibility, Nilai-nilai Pancasila akan tetap lestari, bila tidak
yang pada sisi lain Pancasila juga berguna sebagai kehilangan eksistensinya dalam sejarah kehidupan
margin of appreciation27, sebagaimana yang juga berbahasa dan bernegara, sehingga tidak kehilangan
harus diimplementasikan dalam pelaksanaan Hukum maknanya. Dalam gerak dinamika perkembangan
Ekonomi di Indonesia. Selanjutnya hukum ekonomi masyarakat harus mampu mengaplikasikan nilai-nilai
di Indonesa dalam wujud Margin of Appreciation Pancasila sebagai produk luhur yang dapat dijadikan
dijadikan tolak ukur bagi pembenaran terhadap pedoman tatanan berbangsa.
norma-norma hukum yang diberlakukan sehingga
nilai utama Pancasila sebagai Ideologi bangsa yaitu Pemerintah Indonesia harus berhati-hati dalam memilih
kebersamaan dengan bentuk ideal kebersamaan hidup dan melaksanakan strategi pembangunan ekonomi.
bermasyarakat, adalah masyarakat kekeluargaan, Ada peringatan “teoritis” bahwa ilmu ekonomi
sehingga dalam bidang ekonomi, ideologi Pancasila Neoklasik dari Barat memang cocok untuk
menghendaki kebersamaan (kekeluargaan Demokrasi menumbuhkembangkan perekonomian nasional,
Ekonomi Pasal 33 UUD 1945), yang diwujudkan tetapi tidak cocok atau tidak memadai untuk mencapai
melalui Negara Kesejahteraan. pemerataan dan mewujudkan keadilan sosial. Amanah
Pancasila yaitu mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh
Dalam dunia yang makin menempatkan liberalisme rakyat Indonesia yang seharusnya dijadikan pedoman
sebagai arus utama pemikiran untuk mendatangkan mendasar dari setiap kebijakan pembangunan
kesejahteraan, Indonesia bergerak semakin jauh dari ekonomi dan pengembangan Hukum Ekonomi.
Nilai-nilai Pancasila yang relevan dan perlu diacu
adalah sila terakhir, keadilan sosial bagi seluruh rakyat
27 Muladi, Pancasila Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu Hukum Indonesia Indonesia. Roda kegiatan ekonomi bangsa digerakkan
(Seminar Nasional Dalam Rangka Dies Natalis ke40 Universitas Pancasila),
oleh rangsangan ekonomi, sosial, dan moral.
Jakarta 7 Desember 2006, hlm. 11-12.

26
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

Semangat nasionalisme ekonomi dalam era globalisasi pidana korupsi serta mampu menangani dan
menunjukkan makin jelas adanya urgensi terwujudnya menyelesaikan secara tuntas permasalahan yang terkait
perekonomian nasional yang kuat, tangguh, dan kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN).
mandiri. Demokrasi ekonomi berdasar kerakyatan
dan kekeluargaan, serta usaha-usaha kooperatif Pembangunan hukum dilaksanakan melalui
menjiwai perilaku ekonomi perorangan dan pembaharuan materi hukum, dengan tetap
masyarakat. Keseimbangan yang harmonis, efisien, memperhatikan kemajemukan tatanan hukum yang
dan adil, antara perencanaan nasional dengan berlaku dan pengaruh globalisasi sebagai upaya untuk
desentralisasi ekonomi dan otonomi yang luas, bebas, meningkatkan kepastian dan perlindungan hukum,
dan bertanggungjawab, perlu untuk mewujudkan penegakan hukum dan Hak Asasi Manusia, kesadaran
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. hukum, serta pelayanan hukum yang berintikan
Sebagaimana terjadi pemerintah Orde Baru yang keadilan dan kebenaran, ketertiban dan kesejahteraan
sangat kuat dan stabil, memilih strategi pembangunan dalam rangka penyelenggaraan negara yang tertib,
berpola “konglomeratisme” yang menomorsatukan teratur, lancar serta berdaya saing global.
pertumbuhan ekonomi tinggi dan hampir-hampir
mengabaikan pemerataan. Hal inilah yang merupakan Dengan demikian, sesuai dengan ketentuan Pasal 33
strategi yang berakibat pada “terjadinya krisis ayat (4) UUD 1945, Perekonomian Nasional
moneter” yang terjadi pada Tahun 1997 saat awal diselenggarakan berdasar atas Demokrasi Ekonomi
reformasi politik, ekonomi, sosial, dan moral. dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan,
berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian,
Sebagaimana yang dihadapi dunia saat ini, dengan serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan
adanya krisis keuangan global telah mengakibatkan kesatuan ekonomi nasional. Untuk itu mengacu pada
sistem hukum ekonomi di beberapa negara tidak Pasal 33 ayat (4) UUD 1945, maka Sistem Ekonomi
dapat menjalankan fungsi dan perannya secara efektif. di Indonesia yang cocok dan efektif dapat digunakan
Kondisi tersebut dikhawatirkan dapat menimbulkan untuk sekarang atau ke depan adalah Sistem ekonomi
dampak negatif terhadap stabilitas sistem keuangan Kerakyatan yang berasas kekeluargaan, kedaulatan
dan mengancam kesinambungan perekonomian rakyat, bermoral Pancasila, dan menunjukkan
nasional. pemihakan sungguh-sungguh pada ekonomi rakyat.

Sejalan dengan hal tersebut di atas, dalam hal Keberpihakan dan perlindungan ditujukan pada
reformasi hukum sebagai suatu upaya pembaruan ekonomi rakyat yang sejak zaman penjajahan sampai
yang menyeluruh dan diperluas dengan rencana yang 70 tahun Indonesia merdeka selalu terpinggirkan.
dinyatakan dalam pembangunan jangka panjang, Syarat mutlak berjalannya sistem ekonomi nasional
sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang yang berkeadilan sosial adalah berdaulat di bidang
Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan politik, mandiri di bidang ekonomi, dan berkepribadian
Jangka Panjang (RPJP) Tahun 2005-2025 maka sesuai di bidang budaya.
dengan RPJP tersebut, pembangunan hukum diarahkan
untuk mendukung terwujudnya pertumbuhan Srategi pembangunan yang memberdayakan ekonomi
ekonomi yang berkelanjutan, mengatur permasalahan rakyat merupakan strategi melaksanakan demokrasi
yang berkaitan dengan ekonomi, terutama dunia ekonomi yaitu produksi dikerjakan oleh semua untuk
usaha dan dunia industri, serta terciptanya kepastian semua dan di bawah pimpinan dan penilikan anggota-
investasi, terutama penegakan dan perlindungan anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakat lebih
hukumnya. Pembangunan hukum juga diarahkan diutamakan jika dibandingkan dengan kemakmuran
untuk menghilangkan kemungkinan terjadinya tindak orang seorang, maka kemiskinan tidak dapat

27
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

ditoleransi sehingga setiap kebijakan dan program khususnya dalam implementasi pembentukan
pembangunan harus memberi manfaat pada perundang-undangan dalam bidang hukum
masyarakat yang paling miskin dan paling kurang ekonomi. Oleh karenanya harus digali kembali
sejahtera. Inilah pembangunan generasi mendatang nilai-nilai ekonomi seperti antara lain: ekonomi
sekaligus memberikan jaminan sosial bagi masyarakat kerakyatan, ekonomi pertanian, ekonomi pancasila,
yang paling miskin dan tertinggal. dan lain-lain yang dilindungi oleh sistem hukum
yang efektif dan secara keseluruhan difasilitasi
IV. Penutup dan didukung penuh oleh negara.

A. Kesimpulan B. Saran

Dalam pembangunan ekonomi di suatu negara, Perlu dibentuk regulasi hukum ekonomi yang
secara khusus negara berkembang, hukum dapat mewujudkan kemandirian ekonomi
memiliki peranan yang besar untuk turut memberi Indonesia yang direfleksikan dalam bentuk aturan
peluang pembangunan ekonomi. Pelaksanaan dan kebijakan yang protektif bagi pertumbuhan
roda pemerintahan yang demokratis, dengan industri dalam negeri dan pengembangan ekonomi
menggunakan hukum sebagai instrumen untuk lokal yang berbasiskan pada ekonomi kerakyatan
merencanakan dan melaksanakan program dan mampu mengembangkan program-program
pembangunan yang komprehensif, akan membawa konkrit pemerintah daerah di era otonomi daerah
negara ini menuju masyarakat dengan tingkat yang lebih mandiri dan lebih mampu mewujudkan
kesejahteraan yang di cita-citakan. keadilan dan pemerataan pembangunan daerah.
Dengan demikian, ekonomi kerakyatan akan
Bagi Indonesia menciptakan persatuan, mampu memberdayakan daerah atau rakyat dalam
menggalakkan pembangunan, dan mewujudkan melakukan aktifitas ekonomi, sehingga lebih adil,
kesejahteraan harus dilakukan secara bersamaan. demokratis, transparan, dan partisipatif. Selanjutnya
Kondisi tersebut, memberi peluang terciptanya dalam ekonomi kerakyatan, Pemerintah Pusat
keharmonisan dalam pencapaian tujuan (Negara) yang demokratis dapat berperan untuk
pembangunan hukum, khususnya hukum menegakkan kepatuhan terhadap peraturan-
ekonomi. Dengan sistem hukum ekonomi yang peraturan yang bersifat melindungi warga sehingga
sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam memberikan kepastian hukum.
Pancasila dan UUD 1945, maka hukum dapat
memberi pengaruh bagi warga negara untuk
bekerja lebih giat lagi dan aktifitas ekonomi
dilindungi dan di jamin oleh hukum, sehingga
dengan sendirinya hasil kerja tersebut dapat
meningkatkan kemakmuran masyarakat.

Sebagaimana yang dihadapi dunia saat ini, adanya


krisis keuangan global telah mengakibatkan sistem
hukum ekonomi di beberapa negara tidak dapat
menjalankan fungsi dan perannya secara efektif.
Hal tersebut membuktikan bahwa konsep ekonomi
liberal dalam dunia global tidak dapat diterapkan
secara utuh dan menyeluruh di Indonesia

28
DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-Buku :

Budi Winarno, Globalisasi Wujud Imperialisme Baru Peran Negara Dalam Pembangunan, Tajidu Press, Jogjakarta, 2004.

CFG. Sunaryati Hartono, Hukum Ekonomi Pembangunan Indonesia, Bina Cipta, Bandung, 1988.

Chidir Ali, Badan Hukum, Alumni, Bandung, 1991.

Djuhaendah Hasan, Fungsi Hukum Dalam Perkembangan Ekonomi Global, Bahan Ajar dan Materi kuliah, Bandung, 2008.

Endang Sutrisno, Bunga Rampai : Hukum Dan Globalisasi, Genta Press, Yogyakarta, 2007.

Huala Adolf, Hukum Perdagangan Internasional, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005.

Lili Rasjidi dan IB. Wyasa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 1993.

Martin Khor, Globalisasi Perangkat Negara-negara Selatan, Cidelaras Pustaka Rakyat Cedas, Jogjakarta, 2002.

Mahfud MD, Politik Hukum Di Indonesia, LP3IS, Jakarta, 2001.

Moh. Mahfud MD, Perdebatan Hukum Tata Negara Pasca Amandemen Konstitusi, Pustaka LP3ES Indonesia, Jakarta, 2007.

Moch. Faisal Salam, Penyelesaian Sengketa Bisnis Secara Nasional Dan Internasional, Mandar Maju, Bandung, 2007.

Mubyarto, Ekonomi Pancasila : Gagasan dan Kemungkinan, LP3ES, Jakarta, 1981.

B. Peraturan Perundang-Undangan :

Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Hasil Amandemen

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Ratifikasi GATT/WTO

C. Sumber Lain :

Ady Kusnadi, Penelitian Hukum Sebagai Sarana Pembangunan Hukum Bisnis Dalam Kerangka Sistem Hukum Nasional,
(Pembangunan Hukum Bisnis Dalam Kerangka Sistem Hukum Nasional), FH-UNPAD, 2008.

29
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

Anwar Nasution, Makalah tentang Stabilitas Sistem Keuangan: Urgensi, Implikasi Hukum dan Agenda Ke Depan, dalam
Seminar Pembangunan Hukum Nasional VIII – BPHN, 2004.

Chairijah, Peran Program Legislasi Nasional Dalam Pembangunan Hukum Nasional, Makalah disampaikan pada Pelatihan
Penyusunan dan Perancangan Peraturan Perundang-Undangan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia, Jakarta, 2008.

Jimly Asshiddiqie, Cita Negara Hukum Indonesia Kontemporer, Makalah, Jakarta, 2004.

Muladi, Pancasila Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu Hukum Indonesia (Seminar Nasional Dalam Rangka Dies Natalis
ke-40 Universitas Pancasila), Jakarta 7 Desember 2006.

30
PRASYARAT DAN IMPLIKASI PENGATURAN
PEMBATASAN TRANSAKSI TUNAI DI INDONESIA

Disusun oleh:
Tim Peneliti dari Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang

Abstrak

Prasyarat pengaturan pembatasan transaksi tunai di Indonesia dapat dianalisis dari beberapa aspek, yaitu: aspek
ekonomi, pembatasan transaksi tunai akan memiliki dampak bagi perekonomian terutama pada perputaran uang
(velocity of money) karena bergesernya penggunaan alat pembayaran tunai menjadi non tunai membuat transaksi lebih
efisien dan cepat, aspek sosiologis, bagi masyarakat yang belum mengenal alat pembayaran non tunai perlu dilakukan
pendekatan yang bersifat persuasif, kultural, dengan memberikan informasi secara berkesinambungan, aspek hukum
dan infrastruktur, berkaitan dengan jenis aturan yang tepat (UU atau peraturan perundang-undangan di bawahnya)
untuk mengatur hal tersebut dan aparat penegak hukum yang menjalankan peran law enforcement. Kesiapan infrastuktur
lembaga keuangan, alat pembayaran non tunai, dan jaringan komunikasi juga perlu dipertimbangkan. Penelitian ini
menggunakan metode pendekatan yuridis empiris, di mana akan dilakukan penelitian terhadap kesesuaian antara norma
ideal yang akan dilaksanakan (das sollen) dengan fakta-fakta yang terdapat di masyarakat (das sein).

Pengaturan pembatasan transaksi tunai memiliki dampak positif antara lain efisiensi dalam transaksi keuangan,
penghematan anggaran pencetakan uang dan biaya pengamanannya, peningkatan kegiatan dan pembangunan ekonomi,
memudahkan pengawasan terhadap transaksi keuangan yang mencurigakan, dan penekanan tingkat inflasi. Namun,
di sisi lain terdapat pula implikasi negatif yang perlu mendapat perhatian, antara lain infrastruktur keuangan belum
tersedia secara memadai di wilayah Indonesia, budaya masyarakat yang belum terbiasa dengan perbankan dan alat
pembayaran non tunai, kejahatan cybercrime atas transaksi non tunai.

A. Latar Belakang

Kejahatan pencucian uang (money laundering)


belakangan ini makin mendapat perhatian khusus
dari berbagai kalangan, yang bukan saja dalam skala 1 N.H.T Siahaan, Money Laundering & Kejahatan Perbankan, Jakarta: Jala
nasional, tetapi juga skala regional dan skala global Pertama, 2008, hal 1 (Beberapa negara yang menjadi primadona dalam
studi perbandingan tentang anti-pencucian uang adalah Singapura,
melalui kerja sama antarnegara. Gerakan ini terpicu Amerika, Inggris dan Swiss, negara-negara ini mengadopsi kententuan
oleh kenyataan bahwa kini semakin marak terjadi tersebut karena diyakini sebagai pusat-pusat peredaran uang (financial
centres). Paradigma baru mulai berkembang semenjak revisi Finansial
kejahatan money laundering dari waktu ke waktu, Action Task Force on Money Laundering ‘the Forty Recommendations
of the Dinansial Action Task Force on Money Laundering yang drevisi
sementara kebanyakan negara belum menetapkan pada 28 Juni 1996. Dibukanya daftar jenis tindak pidana yang menyertai
sistem hukumnya untuk memerangi atau tindak pidana pencucian uang, mulai dari suap perusahaan, penipuan
pajak, korupsi, narkoba, hingga efek dari tragei 11 September akan
menetapkannya sebagai kejahatan yang harus bahayanya terorisme (hasil revisi dari FATF 40/2003). Lihat: Mark Pieth
& Gemma Aiolfi, A Comparative Guide to Anti-Money Laundering,
diberantas.1
Northampton: Edward Elgar Publishing, 2004, hal 15-35.

31
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

Pada mulanya kejahatan money laundering lebih erat Adapun definisi dari Transaksi Keuangan Tunai
kaitannya dengan kejahatan-kejahatan perdagangan adalah Transaksi Keuangan yang dilakukan dengan
obat bius/narkotika dan kejahatan besar lainnya, tetapi menggunakan uang kertas dan/atau uang logam.
kini kejahatan pencucian uang sudah dihubungkan (Pasal 1 Angka 6 UU Nomor 8 Tahun 2010 Tentang
dengan proses atas uang hasil perbuatan kriminal Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana
secara umum dalam jumlah besar. Saat ini kejahatan Pencucian Uang)4. Dari definisi tersebut, fungsi uang
money laundering melebar hingga 12 (dua belas) sebagai alat pembayaran telah mengalami
tindak pidana, diantaranya korupsi, penyuapan, perkembangan yang sangat pesat dan maju5.
narkotika, psikotropika, perbankan, terorisme, Sebagaimana yang ditulis oleh RG Thomas dalam
prostitusi, kehutanan, lingkungan hidup, dan lain- bukunya Our Modern Banking, menjelaskan uang
lain. Modus-modus pelaku pencucian uang dalam adalah sesuatu yang tersedia dan secara umum
melancarkan aksinya pun saat ini semakin berkembang, diterima sebagai alat pembayaran bagi pembelian
yang dahulu lebih banyak dilakukan melalui transaksi barang-barang dan jasa-jasa serta kekayaan berharga
di lembaga perbankan, saat ini juga melibatkan lainnya serta untuk pembayaran utang.
lembaga keuangan non-perbankan, bahkan meningkat
dari transaksi tunai via bank menjadi melalui transaksi Terlepas dari peran uang tunai dalam meningkatkan
tunai dari tangan ke tangan maupun mengalihkan aktivitas perekonomian khususnya untuk kalangan
hak/mengubah bentuk harta kekayaan yang diketahui masyarakat yang tidak terjangkau oleh bank, transaksi
atau patut diduga sebagai hasil pencucian uang dengan uang tunai juga memungkinkan
dengan nama dari keluarga terdekat pelaku, seperti pemanfaatannya untuk kegiatan ilegal, seperti
yang banyak terjadi akhir-akhir ini di Indonesia.2 penghindaran pajak, pencucian uang dari kegiatan
ilegal dan pendanaan terorisme. Meningkatnya
Peter Lilley mengemukakan bahwa sebagian besar penggunaan transaksi tunai dari tahun ke tahun
tindak pidana di bidang ekonomi dilakukan untuk menimbulkan dugaan bahwa pihak-pihak yang
memperoleh satu hal, yaitu uang.3 Uang atau dana melakukan transaksi mencurigakan menggunakan
yang diperoleh dari tindak pidana akan menjadi sia- sarana transaksi tunai untuk menghindari terlacaknya
sia kecuali apabila uang hasil tindak pidana disamarkan kegiatan yang dilakukan. Data mengenai peningkatan
dengan menggunakan penyedia jasa keuangan (bank pelaporan kepada PPATK mengenai jumlah transaksi
atau non bank). Dalam konteks penegakan hukum,
istilah money laundering bukanlah suatu konsep yang
sederhana, melainkan sangat rumit karena masalahnya
begitu kompleks sehingga sulit untuk menemukan
4 Transaksi keuangan kemudian berkembang dari transaksi keuangan
delik-delik hukumnya secara objektif dan efektif. tunai (cash based) ke transaksi keuangan non-tunai (non cash) seperti
alat pembayaran berbasis kertas (paper Based), misalnya, cek dan bilyet
giro. Selain itu, dikenal juga alat pembayaran paperless, seperti transfer
dana elektronik dan alat pembayaran memakai kartu (card-based) antara
lain ATM, Kartu Kredit, Kartu Debit dan Kartu Prabayar.

5 Thamrin Abdullah & Francis Tantri, Bank dan Lembaga Keuangan, Jakarta,
Rajawali Pers, 2012, hal 44 (Untuk dapat mengetahui segala sesuatu
yang berkaitan dengan uang, kita harus memberikan pengertian atau
2 Edi Nasution, Memahami Praktik Pencucian Uang Hasil Kejahatan, definisi dari uang tersebut. Uang yang selalu digunakan dalam kehidupan
http://nasional.lintas.me/go/acch.kpk.go.id/memahami-praktik-pencucian- sehari-hari adalah sesuatu yang bisa diterima oleh umum sebagai alat
uang-hasil-kejahatan pembayaran dan sebagai alat tukar menukar. Beberapa sarjana ekonomi
mengemukakan definisi-definisi mengenai uang. Pada awal mula alat
3 Peter Lilley, Dirty Dealing : The Untold Truth about Global Money pembayaran dikenal, sistem barter antar barang yang diperjualbelikan
Laundering, International Crime and Terrorism, edisi kedua, London and adalah kelaziman di era pra modern. Dalam perkembangannya, mulai
Sterling, VA: Kogan Page Limited, 2003, hal 1 dalam Edi Nasution, dikenal satuan tertentu yang memiliki nilai pembayaran yang lebih
Memahami Praktik Pencucian Uang Hasil Kejahatan, dikenal dengan uang. Hingga saat ini uang masih menjadi salah satu
http://nasional.lintas.me/go/acch.kpk.go.id/memahami-praktik-pencucian- alat pembayaran utama yang berlaku di masyarakat. Uang kartal masih
uang-hasil-kejahatan memainkan peran penting khususnya untuk transaksi bernilai kecil).

32
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

keuangan tunai yang melebihi jumlah tertentu maupun Saat ini belum ada pengaturan yang secara spesifik
yang diindikasikan mencurigakan yang dilaporkan mengatur mengenai pembatasan transaksi tunai di
Penyedia Jasa Keuangan, dapat dilihat sebagai berikut: Indonesia, namun dalam Pasal 23 UU No 8 tahun
2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak
Pidana Pencucian Uang (UU TPPU) diatur bahwa
Grafik 1. penyedia jasa keuangan wajib menyampaikan laporan
Jumlah komulatif Laporan Transaksi Keuangan Tunai (LTKT)
kepada PPATK yang diantaranya meliputi transaksi
yang disampaikan Penyedia Jasa Keuangan Kepada PPATK
keuangan tunai dalam jumlah paling sedikit
12000 Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) atau
10000 dengan mata uang asing yang nilainya setara, yang
10214 10637
8631 dilakukan baik dalam satu kali Transaksi maupun
8000
7170 beberapa kali Transaksi dalam 1 (satu) hari kerja.
6000

4000
Selain itu, penyedia barang dan/ atau jasa lain yang
2000 1582
782 423 meliputi perusahaan property/agen property; pedagang
1402
0
kendaraan bermotor; pedagang permata dan
2009 2010 2011 2012
perhiasan/logam mulia; pedagang barang seni dan
antik; atau balai lelang juga wajib menyampaikan
Kumulatif LTKT LTKT
laporan Transaksi yang dilakukan paling sedikit atau
Sumber: PPATK
setara dengan Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah) kepada PPATK.
Dari hasil analisis transaksi keuangan yang
mencurigakan yang dilakukan PPATK, terindikasi Pembatasan Transaksi Tunai adalah suatu
bahwa sumber dari transaksi mencurigakan itu mekanisme untuk membatasi transaksi dengan uang
terutama dari transaksi korupsi. Selain merupakan tunai, di mana semua transaksi di atas batas yang
porsi paling besar dari hasil analisis transaksi keuangan ditentukan harus dilakukan melalui sistem perbankan.
yang mencurigakan, jumlahnya pun mengalami Misalnya transaksi tunai dibatasi Rp.100.000.000,-
peningkatan dari tahun ke tahun. Dari 4.050 jumlah (seratus juta rupiah) atau Rp.50.000.000,- (lima puluh
kumulatif kasus tindak, diantaranya diindikasikan juta rupiah) dalam 1 (satu) hari, di mana transaksi
sebagai kasus korupsi. Jumlahnya pun meningkat di atas batas tersebut, harus dilakukan melalui sistem
pesat, dari 144 kasus di 2008 menjadi 493 kasus di perbankan. Dengan pembatasan transaksi tunai
tahun 2011.6 tersebut, secara tidak langsung telah menjadikan
seluruh bank yang ada di Indonesia untuk ikut
Terungkapnya beberapa kasus korupsi dan kasus berperan aktif dalam pencegahan korupsi dan money
terorisme yang ditengarai dibiayai dari pihak dalam laundering, di samping menjalankan fungsi dan tugas
maupun luar negeri, menimbulkan kecurigaan bahwa utamanya.
kasus-kasus tersebut dilakukan dengan transaksi tunai
dan tidak melalui sistem keuangan yang ada sehingga Dengan adanya Pembatasan Transaksi Tunai tugas
tidak terlacak. Hal tersebut merupakan salah satu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak hanya
penyebab munculnya wacana pembatasan transaksi terarah kepada penyelidikan, penyelidikan dan
tunai. penuntutan semata, tetapi juga ada upaya preventif
sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 6 huruf (d)
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang
Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Begitu
6 Ibid, hal 2

33
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

juga kebijakan pembatasan transaksi tunai tersebut dan tindak pidana narkotika, pembayaran dalam
akan dapat membantu lembaga penegakan hukum transaksi property harus melalui transfer bank
lainnya, seperti Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi atau cek jika jumlah yang dibayar tidak melebihi
Keuangan (PPATK), Mahkamah Agung, Kejaksaan, 10 persen dari harga jual dan jumlah yang dibayar
Kepolisian Republik Indonesia, dan berbagai pihak tersebut tidak lebih dari EUR 5.000. Perjanjian
terkait lainnya. dan akta jual harus mencantumkan nomor
rekening yang digunakan untuk pembayaran.
Di beberapa negara, pengaturan mengenai
pembatasan transaksi tunai memiliki model yang e. Armenia: Pembatasan transaksi tunai menjadi
berbeda, antara lain:7 bagian dari strategi mendukung Program Anti
Pencucian Uang. Pembatasan transaksi tunai
a. Italia: pembatasan transaksi tunai dalam rangka diberlakukan hanya pada perusahaan dan
pencegahan dan pemberantasan penggelapan dilakukan secara bertahap. Berdasarkan Law on
pajak (tax evasion), antara lain dilarang melakukan Cash Transaction yang berlaku Januari 2009, sejak
transfer dana secara tunai atau melalui bearer tahun 2009 semua transaksi perusahaan yang
instruments dengan alasan apapun untuk transaksi melebihi AMD 3 juta harus melalui pembayaran
yang bernilai sama atau lebih besar dari EUR bank (cashless). Sejak 2010 batas tersebut
1.000, baik dalam satu kali atau beberapa kali diturunkan menjadi AMD 2 juta dan sejak 2011
transaksi yang berkaitan. menjadi AMD 1 juta.

b. Mexico: Kementerian Keuangan mengeluarkan f. Amerika Serikat: Tidak ada pelarangan transaksi
Kebijakan Anti Money Laundering yang membatasi tunai namun terdapat kewajiban pelaporan untuk
jumlah uang tunai dalam bentuk USD yang dapat transaksi tunai dan transaksi mencurigakan.
diterima/ditransaksikan dengan perbankan Transaksi tunai lebih dari USD 10.000 harus
Meksiko. Ketentuan baru ini untuk mencegah dilaporkan pada Currency Transaction Report
risiko pencucian uang yang berasal dari bisnis (CTR), di laporan tersebut akan diidentifikasi
narkotika dan TOC. individu yang melakukan transaksi dan sumber
uang transaksi tersebut.
c. Perancis: Pembayaran lebih dari EUR 1.100 atau
yang dibuat untuk melunasi bagian utang yang g. Bulgaria: diatur dalam Limitation of Cash Payment
lebih besar yang berkaitan dengan sewa, Act, setiap pembayaran dengan jumlah sama
transportasi, jasa, perlengkapan dan pekerjaan, dengan atau lebih dari BGN 15.000 harus
atau akuisisi properti atau benda-benda bergerak, dilakukan melalui transfer atau setoran ke rekening
atau yang berkaitan dengan pendapatan dari surat pembayaran. Aturan tersebut juga berlaku untuk
berharga atau premi asuransi atau kontribusi, transaksi dengan jumlah kurang dari BGN 15.000,
harus dilakukan dengan cek silang, transfer bank tetapi merupakan bagian dari suatu pembayaran,
atau penggunaan kartu pembayaran. di mana total nilai pembayaran adalah sama
dengan atau lebih dari BGN 15.000. Batasan di
d. Belgia: dalam rangka pencegahan dan atas juga berlaku untuk pembayaran dalam valuta
pemberantasan tindak pidana pencucian uang asing dengan jumlah sama dengan atau lebih dari
BGN 15.000 sesuai dengan kurs Bank Nasional
Bulgaria pada tanggal pembayaran.

7 Loc cit. hal 3

34
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

B. Tinjauan Hukum Terhadap Pembatasan Transaksi hasil tindak pidana berupa harta kekayaan yang
Tunai berjumlah Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah)
atau lebih, atau nilai yang setara yang akan dilakukan
Penyelesaian transaksi dalam masyarakat dapat pencucian. Jadi, bisa disimpulkan bahwa tindak pidana
dilakukan melalui tunai maupun nontunai. Transaksi money laundering merupakan tindak pidana
tunai tidak melalui sistem di mana informasi dan lalu independen di mana perlu dilihat tindak pidana asalnya
lintas pembayaran dapat tercatat, sedangkan transaksi yang dijadikan sebagai alasan untuk melakukan
nontunai dapat dilakukan melalui sistem pembayaran kegiatan money laundering.
lain, seperti transfer melalui RTGS, APMK, e-money,
dan electronic channel lainnya. Terlepas dari peran Pada UU TPPU yang baru, predicate crime dalam
uang tunai dalam meningkatkan aktivitas kegiatan money laundering telah mengalami perluasan
perekonomian, khususnya untuk kalangan masyarakat kategori tindak pidana dari UU TPPU yang lama menjadi
yang tidak terjangkau oleh bank, transaksi dengan 26 (dua puluh enam) tindak pidana, diantaranya
uang tunai juga memungkinkan pemanfaatannya korupsi, penyuapan, narkotika, psikotropika,
untuk kegiatan ilegal, seperti penghindaran pajak, perbankan, terorisme, prostitusi, kehutanan,
pencucian uang (money laundering) dari kegiatan lingkungan hidup dan lain-lain. Seperti yang telah
ilegal, antara lain pendanaan terorisme, hasil transaksi dijelaskan di atas bahwa sumber terbesar dari transaksi
narkoba, dan masih banyak lagi. PPATK: Mendesak, mencurigakan di Indonesia berasal dari transaksi
UU Pembatasan Maksimal Transaksi Tunai.8 korupsi yang digunakan untuk melakukan kejahatan
money laundering. Selain itu, jumlahnya pun
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
(PPATK) terus mendorong agar pemerintah segera
membuat undang-undang tentang pembatasan Pada tahun 1990, Financial Action Task Force on
maksimal transaksi tunai. Kepala PPATK Muhammad Money Laundering (FATF) untuk pertama kalinya
Yusuf mengatakan, undang-undang itu akan sangat mengeluarkan 40 (empat puluh) rekomendasi sebagai
bermanfaat bagi Indonesia. Di antaranya akan lebih suatu kerangka yang komprehensif untuk memerangi
menghemat bahan baku dan jumlah pencetakan uang. kejahatan money laundering. Di mana rekomendasi
Selain itu undang-undang ini juga akan membuat tersebut menetapkan prinsip-prinsip untuk penyusunan
proses pengamanan uang lebih efisien, baik dari segi kebijakan implementasi oleh setiap negara.
tempat penyimpanan maupun biaya pengamanan.
Namun demikian, FATF memberikan keleluasaan
Terkait dengan kegiatan money laundering, kegiatan kepada setiap negara dalam mengimplementasikan
ini di Indonesia dimasukkan ke dalam kategori tindak rekomendasi dengan melihat kondisi dan sistem
pidana independen. Maksudnya, tindak pidana ini hukum yang berlaku di setiap negara. Meskipun 40
terpisah dari tindak pidana asalnya (predicate crime) (empat puluh) rekomendasi bukan merupakan produk
karena tindak pidana asal bisa terjadi di mana-mana. hukum yang mengikat, namun rekomendasi ini dikenal
Predicate crime merupakan istilah yang digunakan dan diakui secara luas oleh masyarakat dan organisasi
untuk merujuk ke tindak pidana asal, baik yang internasional yang terkait sebagai suatu standar
dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. internasional untuk memerangi kejahatan money
Tindak pidana asal ini digunakan untuk memperoleh laundering dan pendanaan terorisme. FATF menegaskan
bahwa rekomendasi bukan merupakan himbauan
yang sifatnya optional bagi setiap negara, namun
merupakan mandat atau kewajiban bagi setiap negara
8 <Tanpa Nama>, PPATK: Mendesak, UU Pembatasan Maksimal Transaksi
apabila ingin dipandang sebagai negara yang
Tunai, http://www.portalkbr.com

35
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

memenuhi standar internasional oleh masyarakat use cash for transactions in real estate, securities,
dunia. aircraft, ships and cars, or transactions exceeding
the limit set by the central bank. State Bank of
Adapun materi yang termuat dalam rekomendasi FATF Vietnam is implementing a project on non-cash
meliputi:9 payment, which aims to have 150,000 Point of
a. Ruang lingkup tindak pidana pencucian uang; Sales (POS) nationwide by 2015, over the current
b. Langkah-langkah pendahuluan dan penyitaan; 94,000 POS.
c. Peraturan identifikasi dan penyimpanan catatan
nasabah; 2. Mexico11
d. Prinsip kehati-hatian oleh lembaga keuangan; Mexican President Felipe Calderon proposed new
e. Langkah-langkah untuk mengatasi masalah yang measures on August 26th that would make it
dihadapi negara yang tidak memiliki langkah anti illegal to make cash purchase of aircrafts, vehicles,
pencucian uang atau langkah-langkah anti boats and real estate over US$7,700 or 100,000
pencucian uang yang tidak memadai; pesos. The move is the government's latest effort
f. Langkah-langkah lain untuk menghindari pencucian to target the flow of illicit drug proceeds entering
uang; the country's financial system from Mexico's drug
g. Implementasi dan peran otoritas dan instansi cartels. Also banned under the 100,000 peso cash
administratif lainnya; limit is the acquisition of stocks shares, the purchase
h. Kerjasama administratif, tukar menukar informasi of lottery tickets, cash wagers at casinos and horse
umum dan tukar menukar informasi transaksi race tracks, as well as buying or partnering in a
keuangan mencurigakan; business. Calderon mentioned in a statement that
i. Kerjasama penyitaan, mutual legal assistance dan drug trafficking organizations launder their bulk
ekstradisi; cash through the above mentioned endeavors
j. Bentuk-bentuk kerjasama lainnya. and thus take advantage of Mexico's "lax" anti-
money laundering (AML) regime.
C. Pembatasan Transaksi Tunai di Beberapa Negara
3. Australia12
Pembatasan transaksi tunai sebagai upaya pencegahan Aturan yang membatasi transaksi tunai di Australia
tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian sudah cukup lama ada, yaitu diatur dalam Financial
uang serta pencegahan pendanaan terorisme, Transaction Reports Act 1988. Di dalam aturan
pencegahan peredaran uang palsu dan kejahatan itu dikatakan….. An Act to provide for the reporting
narkoba telah dilaksanakan di berbagai negara, antara of certain transactions and transfers to the
lain: Australian Transaction Reports and Analysis Centre
(AUSTRAC) and to impose certain obligations in
1. Vietnam to limit use of cash for large transactions10 relation to accounts, and for related purposes.
For the first time, individuals will not be allowed
to pay for securities, houses, land and large vehicles 4. FTR Act tahun 1988 ini merupakan peraturan
with cash. Organizations will not be allowed to yang menjadi rujukan dari UU Anti Tindak Pidana

9 Ibid, hal 7
11 William Booth, Mexico targets money laundering with plan to limit cash
10 Fu Peng, Vietnam to limit use of cash for large transactions, transactions, Washington Post, <http://www.fintrac-canafe.gc.ca>, 2010
<http://news.xinhuanet.com/english/world/2013-
03/01/c_132201618.htm>, 2013 12 <Tanpa Nama>, <Tanpa Judul>, <http://www.austrac.gov.au/ftr_act.html>

36
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

Pencucian Uang dan Kontra Terorisme di Australia Sisi kanan dari persamaan tersebut mencerminkan
tahun 2006 … Australia's anti-money laundering transaksi yang terjadi di dalam suatu perekonomian,
and counter-terrorism financing program places di mana P adalah harga dan T adalah jumlah
obligations on financial institutions and other transaksi yang terjadi di dalam perekonomian
financial intermediaries. Those obligations are selama periode tertentu. Sedangkan sisi kiri dari
contained in the Financial Transaction Reports Act persamaan M mencerminkan jumlah uang yang
1988, as well as the Anti-Money Laundering and digunakan untuk melakukan transaksi yang
Counter-Terrorism Financing Act 2006. dilakukan di dalam suatu perekonomian selama
periode tertentu.
D. Analisa Terkait Prasyarat Pengaturan Pembatasan
Transaksi Tunai di Indonesia (Aspek Ekonomi, Dari persamaan tersebut velocity of money dapat
Sosiologis, Hukum, dan Infrastruktur) dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:

1. Aspek Ekonomi V = PT / M

Secara praktis, pembatasan transaksi tunai akan V atau velocity of money, digunakan untuk
membawa dampak bagi perekonomian yang mengukur kecepatan (tingkat) sirkulasi satu unit
digerakkan oleh dunia usaha. Belakangan diketahui uang yang digunakan untuk melakukan transaksi
bahwa dunia usaha semakin lekat dengan sistem di dalam suatu perekonomian. Bank sentral dapat
pembayaran nontunai, yang secara tidak langsung mengontrol harga (P) dengan menargetkan M.
mendorong praktik pembatasan transaksi tunai.
Keamanan dan kemudahan dalam bertransaksi Di sisi lain, apabila pembatasan transaksi tunai
menjadi salah satu faktor preferensi dunia usaha dilakukan akan mendorong penggunaan transaksi
dalam menggunakan sistem transaksi nontunai. nontunai. Penggunaan transaksi nontunai memberi
Meskipun demikian, di balik keuntungan yang manfaat efisiensi berupa penurunan biaya transaksi
dirasakan dunia usaha, masih terdapat beberapa bagi konsumen dan produsen serta meningkatnya
isu yang menjadi ganjalan dalam menggunakan kepuasan masyarakat karena terpenuhinya
sistem transaksi nontunai. kebutuhan akan alat pembayaran yang lebih
praktis.
Pembatasan transaksi tunai akan memiliki dampak
bagi perekonomian terutama pada perputaran Menurut Dias13, peningkatan konsumsi dan
uang (velocity of money). Velocity of money pertumbuhan ekonomi yang terjadi dari
merupakan salah indikator penting yang perlu penggunaan alat pembayaran nontunai tersebut
diperhatikan dalam target bank sentral. Velocity pada gilirannya berpotensi mendorong kembali
of money harus dapat diprediksikan dan stabil. permintaan masyarakat terhadap digital money
Secara teoritis, dasar perhitungan velocity of money guna mempermudah dan mempercepat proses
dapat ditemukan dari Teori Kuantitas Uang. transaksi yang dilakukan. Bagi bank atau lembaga
Menurut teori ini hubungan antara transaksi penerbit pembayaran nontunai, hal ini kembali
ekonomi yang terjadi di dalam suatu perekonomian berpotensi meningkatkan pendapatan dan
dengan jumlah uang yang dibutuhkan untuk keuntungan. Hal ini disebut sebagai dual effect
membiayai transaksi dapat diekspresikan dalam
persamaan sebagai berikut:
13 Dias, J., M.J. Silva., and M.H.A. Dias, The Demand for Digital Money
and Its Impact on the Economy, Brazilian Electronic Journal of Economics,
MV = PT
Vol. 2. No.2, 1999

37
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

dari penggunaan alat pembayaran nontunai. Dual lebih baik ini diungkapkan oleh Roscoe Pound.
effect dari penggunaan pembayaran nontunai Dengan demikian, institusi ekonomi seperti Bank
kepada konsumen dan produsen tersebut pada Sentral pun menginisiasi keselarasan kinerja
gilirannya dapat mendorong pertumbuhan lembaga lain seperti bank, lembaga kliring, pasar
ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan modal, penyedia jasa komunikasi, penerbit jasa
masyarakat secara keseluruhan. kartu kredit, dan seterusnya untuk ikut serta dalam
menggapai Indonesia yang bebas dari korupsi.
2. Aspek Sosiologis
Beberapa negara membatasi transaksi tunainya
Posisi uang tunai dalam perdagangan dan seperti: Austria, Italia, Finlandia, Jerman, Inggris,
kehidupan sosial cukup fundamental. Sebuah Perancis, Belgia, Meksiko, Ukraina. Misalnya, Italia
kebijakan untuk membatasi uang tunai hendaknya membatasi transaksi tunai dengan nilai minimal
dikorespondensikan dengan kenyataan sosial, EUR 1.000 dalam satu kali transaksi. Begitu juga
bagaimana urgensi kebijakan tersebut terhadap dengan Meksiko yang membatasi uang tunai tak
kelangsungan kehidupan ekonomi masyarakat. lebih dari MXN 100.000.15 Negara-negara ini
melakukan kegiatan ini untuk melindungi (social
Melalui pembatasan transaksi tunai inilah, tujuan defence) keamanan perekonomian dan stabilitas
sosial, yakni pencegahan dan pemberantasan pemerintah-pembangunan negaranya. Memang
korupsi bisa dilaksanakan. Dengan demikian, dalam konteks ini, perlindungan terhadap kinerja
hukum [baca: pembatasan transaksi tunai] institusi negara dalam menjalankan tugas fungsinya
merupakan sarana rekayasa sosial bagi Bank Sentral menjadi cukup penting dalam mewujudkan utopia
sebagai operator, regulator, dan supervisor hidup sebagai negara hukum yang berdaulat.
berperan aktif dalam mewujudkan pemerintah Kendati terpuruk dalam indeks negara hukum
yang bersih, akuntabel, dan transparan. Hukum yang diakibatkan karena merajalelanya korupsi
sebagai sarana perubahan sosial (law as tool of seperti yang dilansir oleh World Justice Program
social engineering)14 menuju kondisi hukum yang sebagai berikut:

Indonesia Jakarta, Bandung, Surabaya


1. WJP Rule of Law Index

Global Regional Income


WJP Rule of Law Index Factors Score Group
Ranking Ranking Ranking

Income Lowwer Middle Factor 1: Limited Government Powers 0.64 29/97 7/14 1/23
Factor 2: Absence of Corruption 0.30 86/97 14/14 18/23
Factor 3: Order and Security 0.72 52/97 11/14 9/23
Region East Asia & Pasific Factor 4: Fundamental Rights 0.56 61/97 10/14 10/23
Factor 5: Open Goverment 0,53 35/97 7/14 1/23
Population 249m (2012) Factor 6: Regulatory Enforcement 0.50 54/97 10/14 6/23
49% Urban Factor 7: Civil Justice 0.49 66/97 9/14 10/23
17% in three largest cities Factor 8: Criminal Justice 0.45 62/97 12/14 7/23

14 Roscoe Pound, Outlines of Lectures on Jurisprudence, Cambridge 15 Andri Gunawan, Erwin Natosmal, et al, Membatasi Transaksi Tunai
University Press, 1920, hal 7-24 Peluang dan Tantangan, Indonesian Legal Rountable, 2013

38
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

Berikut adalah indeks Negara Hukum Indonesia: penipuan, pelayanan buruk yang merepotkan
(World Justice Program: 2012) lembaga keuangan. Dari sudut pandang inilah,
hukum dan kebijakan publik hendaknya didasarkan
atas pertimbangan yang matang, kematangan
dan kelemahannya, seperti yang diungkap oleh
Accountable Government
Cotterrell, bahwa tiada hukum yang sempurna,
meski berusaha untuk menuju ke arah sana perlu
1.2 Government powers dilakukan, yakni dengan memandang hukum dari
2.4 limited by legislature
1.3 Governmnet
Absence of
corruption in the powers limited by
berbagai sisi pandang.17
1.0
legislative branch the judiciary

1.4 3. Aspek Hukum


2.3
Absence of Independent
0.5
corruption auditing and
review
by the
police and
1) Intervensi Administrasi Negara di Bidang
the Privat
military 0.0
Transaksi pada dasarnya adalah suatu kegiatan
2.2
Absence of
1.5
Government
privat yang diatur melalui hukum perdata,
corruption in officials
the judicial sanctioned for
kegiatan transaksi baik tunai maupun nontunai
branch misconduct
adalah kegiatan yang dilandasi oleh hak-hak
2.1 1.6
Absence of
corruption in the
Government powers keperdataan seseorang menyangkut dengan
1.7 are subject to non-
executive branch Transition of power governmental checks benda (uang) yang merupakan hak milik
subject to the law
(eigendom) dari orang yang menguasainya.
Pengertian transaksi sendiri berdasarkan
KBBI adalah “persetujuan jual beli dalam
perdagangan antara pihak pembeli dan
Peran pemerintah dalam misi penyelamatan aset penjual”, sehingga dapat disimpulkan bahwa
negara ini memang dibutuhkan. Kebijakan transaksi didasari oleh adanya suatu perikatan,
regulasi16 yang disematkan oleh pemerintah melalui baik melalui perjanjian maupun tidak.
bank sentral memang perlu diketengahkan dalam
sebuah diskursus sosial. Dengan demikian, pro- Berdasarkan pengertian tersebut maka dapat
kontra pembatasan transaksi uang tunai akan dipahami bahwa kegiatan transaksi tunduk
memiliki khasanah diskursif yang menyehatkan kepada pengaturan mengenai perikatan yang
bagi perumusan kebijakan yang komprehensif. diatur dalam buku 3 KUHPER, khususnya
Meskipun pembatasan uang tunai jelas memiliki mengenai syarat sah perjanjian Pasal 1320
tantangannya sendiri, diantaranya seperti: KUHPER yang menyatakan bahwa syarat sah
keterbatasan dana [cek/BG kosong], keterlambatan perjanjian meliputi:
approval/lama transaksi, kerusakan jaringan, a. Adanya Kesepakatan
transaksi tidak akurat, pemalsuan/pembobolan/ b. Kecakapan Para Pihak
c. Obyek Tertentu
d. Sebab yang Halal

16 Beberapa norma hukum yang berkembang dalam isu pembatasan


transaksi tunai adalah UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia,
UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, UU No. 8 Tahun 2010 tentang
Tindak Pidana Pencucian Uang, UU No. 3 Tahun 2011 tentang Transfer
Dana, Peraturan Bank Indonesia No. 12/5/PBI/2010 Sistem Kliring Nasional, 17 Roger Cotterrell, Law, Culture and Society, Legal Ideas in the Mirror of
Peraturan Bank Indonesia No. 11/ 12/PBI/2008 tentang Uang Elektronik. Social Theory, Ashgate, p. 98-104

39
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

Kegiatan transaksi sebagai pemenuhan prestasi dilakukan oleh masyarakat masuk ke dalam
suatu perjanjian tentunya harus memenuhi ranah hukum perdata, namun seiring dengan
keempat syarat tersebut dalam pemenuhan maraknya praktek TPPU dan penyalahgunaan
legalitasnya, keempat syarat tersebut terbagi transaksi tunai diperlukan suatu aturan hukum
dalam syarat subjektif dan syarat objektif. Poin yang bersifat mengikat umum dan memiliki
a dan b adalah syarat subjektif dimana apabila kemampuan untuk mengatur dan memberikan
kedua syarat tersebut tidak terpenuhi maka sanksi (to regulate and the power to impose
perjanjian mengenai transaksi tersebut berakibat sanction) terhadap transaksi yang dilakukan
dapat dibatalkan (vernietigbaar), yakni selama dengan niat untuk mencuci uang, yang mana
perjanjian tersebut tidak dimintakan tidak dimiliki oleh instrumen-instrumen hukum
pembatalannya kepada hakim pengadilan perdata.
negeri/niaga oleh salah satu pihak, maka
perjanjian tersebut tetap berlaku. Sedangkan Hukum administrasi negara menurut P. De
poin c dan d adalah syarat objektif sahnya Haan19 dalam bukunya “Bestuursrecht in de
suatu perjanjian dimana apabila objek perjanjian Sosiale Rechtsstaat” didefinisikan memiliki tiga
tersebut tidak memenuhi rumusan Pasal 1320 fungsi: norma, instrumen dan jaminan (Het
KUHPER maka perjanjian tersebut batal demi bestuurect vervult dus een diredelige functie:
hukum (nietig), yang artinya meskipun tidak norm, instrument, en waarborg). Sedangkan
ada permohonan pembatalan dari para pihak, menurut Van Vollenhoven20 hukum administrasi
apabila objeknya melanggar peraturan dipandang sebagai keseluruhan ketentuan yang
perundang-undangan yang berlaku maka mengikat alat-alat perlengkapan negara, baik
perjanjian tersebut dianggap batal demi hukum. tinggi maupun rendah, setelah alat-alat itu
akan menggunakan kewenangan-kewenangan
Tindak Pidana Pencucian Uang merupakan ketatanegaraan.
suatu tindakan untuk menyembunyikan atau
menyamarkan asal-usul uang/dana harta Berdasarkan pengertian-pengertian di atas,
kekayaan melalui berbagai transaksi keuangan maka dapat diambil suatu pemahaman bahwa
agar uang/harta tersebut tampak seolah-olah Hukum Administrasi Negara adalah seperangkat
berasal dari kekayaan yang sah/legal18. Sehingga norma yang bertujuan untuk mengatur
dapat disimpulkan bahwa transaksi keuangan kewenangan pemerintah dan bagaimana
baik tunai maupun nontunai dengan tujuan seharusnya kewenangan itu dijalankan beserta
pencucian uang melanggar sebab yang halal, dengan risiko yang mungkin terjadi atas
dan tidak memenuhi asas itikad baik dalam pemenuhan kewenangan pemerintah tersebut.
pembuatan perjanjian. Kaidah atau norma berperan sebagai landasan
yuridis pemerintah dalam melaksanakan
2) Peran Hukum Administrasi Negara dalam kewenangannya, norma inilah yang kemudian
Mengatur Tindakan dan Perilaku dijadikan acuan dalam membentuk suatu
Masyarakat instrumen pelaksana, dimana nantinya
Sebagaimana telah diketahui bersama bahwa diharapkan dengan dipenuhinya pelaksanaan
sesungguhnya kegiatan transaksi yang

19 Lihat: Sadjijono, Memahami Beberapa Bab Pokok Hukum Administrasi,


Yogyakarta: LaksBang PressIndo, hal 16
18 Lihat Pasal 3,4,5 Undang-undang No. 8 Tahun 2010 tentang Tindak
Pidana Pencucian Uang 20 Ibid

40
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

kewenangan oleh instrumen pemerintah sesuai warga negara dan merupakan peraturan
dengan norma dan kaidah yang berlaku maka perundang-undangan yang memiliki posisi
akan timbul jaminan perlindungan hukum baik hierarki tinggi dibawah konstitusi mengingat
secara keadilan, kepastian, dan manfaatnya hak asasi manusia dijamin dalam UUD 1945,
terhadap masyarakat dari kesewenang- sehingga akan lebih tepat apabila pembatasan
wenangan pemerintah sebagai penguasa. transaksi tunai diatur dalam bentuk Undang-
Undang.22
4. Aspek Infrastruktur
2) Penegak Hukum
Sebagaimana telah kita sadari bahwa pengaturan Peraturan hukum tanpa penegakan hanyalah
pembatasan transaksi tunai adalah suatu selembar kertas. Aparatur penegak hukum
pengaturan administrasi yang akan dibentuk oleh mencakup pengertian mengenai institusi
pemerintah guna menjamin bahwa setiap transaksi penegak hukum dan aparat (orangnya)
yang dilakukan oleh warga negara merupakan penegak hukum. Dalam arti sempit, aparatur
transaksi yang beritikad baik dan dengan sebab penegak hukum yang terlibat dalam proses
yang halal. Pengaturan ini hendaknya tidak tegaknya hukum itu, dimulai dari saksi, polisi,
mengurangi hak privat seorang warga negara penasehat hukum, jaksa, hakim, dan petugas
dalam menggunakan uangnya, sehingga sipir pemasyarakatan. Setiap aparat dan
diperlukan beberapa instrumen yang tepat dalam aparatur terkait mencakup pula pihak-pihak
mengatur, melaksanakan dan menegakkan yang bersangkutan dengan tugas atau
peraturan pembatasan transaksi tunai ini. perannya yaitu terkait dengan kegiatan
pelaporan atau pengaduan, penyelidikan,
1) Instrumen di Bidang Hukum penyidikan, penuntutan, pembuktian,
Mengatur dan menegakkan suatu peraturan penjatuhan vonis dan pemberian sanksi, serta
hukum tidak mudah, yang pertama kali perlu upaya pemasyarakatan kembali (resosialisasi)
dipahami adalah, suatu peraturan apapun terpidana.
bentuknya pasti akan menimbulkan akibat
hukum bagi objek yang diatur. Sehingga Dari paparan di atas dapat diberikan pemahaman
diperlukan suatu dasar hukum yang jelas bahwa infrastruktur di bidang hukum sekiranya
sebagai landasan pemerintah dalam mengatur yang utama harus dipersiapkan terlebih dahulu,
warga negaranya, khususnya apabila dalam di samping infrastruktur pendukung transaksi
peraturan tersebut berusaha untuk mengatur nontunai dari perbankan, seperti penyediaan
pelaksanaan hak asasi manusia warga negara hardware (misal: mesin atm, komputer, card reader)
yang dijamin oleh konstitusi negara. Hal ini dan software (misal: sistem e-banking, sms
sesuai dengan fungsi norma dalam hukum banking) yang merata di daerah-daerah,
administrasi negara yang telah dikemukakan penyederhanaan sistem transaksi nontunai
sebelumnya.21 sehingga memudahkan masyarakat dalam
bertransaksi, dan infrastruktur pendukung lainnya.
Dasar hukum yang dimaksud adalah suatu Namun, penyusunan norma juga harus
peraturan perundang-undangan yang memiliki mempertimbangkan sisi ekonomi dan sosial.
area pengaturan yang luas, mengikat seluruh

21 Lihat Hukum Administrasi Negara menurut P. De Haan, fungsi administrasi: 22 Lihat Pasal 10 UU No. 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan
norma, instrumen, jaminan Perundang-Undangan

41
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

E. Analisa Terkait Implikasi Pembatasan dan satu jam uang sudah masuk dalam rekening
Mitigasinya (Pengawasan dan Law Enforcement) si penerima. Bahkan transfer uang melalui
sms/e banking, hanya memerlukan waktu
Pembatasan transaksi tunai yang akan mendorong beberapa menit. Murah berarti bahwa
penggunaan transaksi nontunai dapat menimbulkan masyarakat tidak mengeluarkan biaya
beberapa implikasi, baik itu implikasi yang positif administrasi yang besar untuk melakukan
maupun implikasi negatif dalam hal tertentu, yaitu: transaksi keuangan nontunai, bahkan bebas
biaya administrasi dalam hal tertentu (misalnya
1. Implikasi Positif Pembatasan Transaksi Tunai transaksi antar bank yang sama) dan tidak perlu
mengeluarkan biaya pengamanan transaksi
Pembatasan transaksi tunai akan mendorong uang tunai.
penggunaan alat-alat pembayaran nontunai. Alat-
alat pembayaran nontunai berevolusi mulai dari Bagi masyarakat, Alat Pembayaran dengan
bentuk-bentuk kertas (paper based) seperti cek, Menggunakan Kartu (APMK) merupakan
wesel, bilyet giro sampai dengan bentuk elektronik fasilitas yang dapat mempermudah proses
bahkan sampai bentuk digital (digital cash) dan transaksi seperti penarikan tunai, transfer, dan
masih mungkin terdapat bentuk-bentuk lainnya.23 pembayaran tagihan. APMK memberi manfaat
efisiensi berupa penurunan biaya transaksi bagi
Implikasi positif dari pembatasan transaksi tunai konsumen dan produsen serta meningkatnya
antara lain: kepuasan masyarakat karena terpenuhinya
a) Efisiensi dalam transaksi keuangan kebutuhan akan alat pembayaran yang lebih
Pembatasan transaksi tunai mendorong praktis. Keberadaan atau penggunaan APMK
penggunaan transaksi keuangan nontunai dapat mengurangi opportunity cost masyarakat
menjadikan transaksi keuangan menjadi lebih untuk memegang uang baik untuk keperluan
sederhana, cepat, dan murah. Sederhana berarti transaksi maupun berjaga-jaga. Opportunity
bahwa masyarakat tidak perlu membawa uang cost tersebut berupa biaya transaksi dan biaya
tunai dalam jumlah banyak untuk melaksanakan menunggu.24
transaksi keuangan, bahkan kreditur dan
debitur tidak perlu bertemu secara langsung. b) Peningkatan Penerimaan Pajak
misalnya: nasabah cukup memiliki rekening Peningkatan penerimaan pajak karena akan
dan mengisi formulir (cek dan bilyet giro) yang memudahkan penarik pajak atau fiskus pajak
diperlukan dan transaksi melalui mesin ATM, meng-cross check data kebenaran pajak
Kartu Kredit, Kartu Debet, Internet Banking seorang wajib pajak. Sistem pemungutan pajak
dan SMS Banking. Cepat berarti bahwa proses kita dengan mempersilahkan wajib pajak
penyelesaian transaksi keuangan dapat menghitung sendiri pajaknya (self assessment)
dilakukan dalam waktu relatif singkat, apalagi membuat petugas pajak kesulitan dalam
didukung oleh pemanfaatan teknologi informasi memverifikasi jumlah utang pajak yang
dalam penyelesaian sengketa. Misalnya; transfer sebenarnya karena minimnya ketersediaan
uang melalui bank hanya memerlukan waktu data finansial dari wajib pajak kalau apabila
beberapa menit dan dalam waktu maksimal transaksi keuangan dilakukan secara tunai.

24 Dias, The Demand for Digital Money and its Impacts on Economy, 1999
23 Biro Pengembangan dan Kebijakan Sistem Pembayaran Direktorat dalam Bambang Pramono, dkk, Dampak Pembayaran Non-tunai Terhadap
Akunting dan Sistem Pembayaran Bank Indonesia, Pengantar Sistem Perekonomian dan Kebijakan Moneter, Jakarta: Bank Indonesia, 2006,
Pembayaran, 2011, hal 14 hal 29

42
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

c) Penghematan Anggaran Pencetakan Uang Dari sisi bank atau lembaga penerbit, alat
dan Biaya Pengamanannya pembayaran nontunai merupakan sumber
Biaya pengadaan uang terdiri atas biaya bahan, pendapatan berbasis biaya (fee income based)
biaya cetak, dan biaya distribusi tanpa karena nasabah penggguna pembayaran
memperhitungkan biaya handling di Bank nontunai akan dikenakan biaya administrasi
Indonesia. Biaya pengadaan uang selama tahun setiap bulannya. Selain itu pendapatan berbasis
2000 - 2005 baik untuk uang kertas maupun biaya juga diperoleh dari biaya yang dikenakan
uang logam mengalami peningkatan. Dengan untuk transaksi tertentu misalnya transfer atau
rata-rata kenaikan pesanan cetak setiap tahun pembayaran tagihan. Khusus untuk alat
sebesar 710 juta bilyet/keping (20,2%), maka pembayaran nontunai berbentuk prepaid cards
biaya pengadaan rata-rata mengalami kenaikan atau e-money, penerbit memperoleh
sebesar Rp 133 miliar per tahunnya (22,7%). pendapatan tidak hanya dari pendapatan
Pada tahun 2000 total biaya yang dikeluarkan berbasis biaya namun juga dalam bentuk
untuk pengadaan uang ialah 400 miliar rupiah, pembiayaan tanpa bunga (interest-free debt
sedangkan pada tahun 2005 biaya tersebut financing) sebesar saldo e-money yang ada
naik menjadi 1,1 triliun rupiah.25 pada penerbit.26

Pembatasan transaksi tunai yang memberi e) Peningkatan Kegiatan dan Pembangunan


alternatif penggunaan uang nontunai juga Ekonomi
mengakibatkan jumlah uang yang dicetak Kehadiran alat pembayaran nontunai berpotensi
dapat dikurangi sehingga terjadi penghematan mendorong kenaikan tingkat konsumsi.
biaya yang harus dikeluarkan dalam pencetakan Kemudahan berbelanja, diskon, bahkan bonus
uang. Selain itu, Bank Indonesia dan bank-bank bagi nasabah pemegang kartu nontunai
lainnya harus mengeluarkan biaya pengamanan misalnya kartu debit atau kredit dapat
yang besar untuk mengamankan pengiriman mendorong gairah masyarakat untuk
uang tunai dan transaksinya. Dengan kehadiran meningkatkan konsumsi. Sedangkan bagi
alat pembayaran nontunai tersebut, biaya produsen, efisiensi dan kemudahan transaksi
pengamanan yang dikeluarkan untuk nontunai dapat mendorong peningkatan
mengamankan uang tunai dapat dikurangi. transaksi keuangan sekaligus mendatangkan
profit/keuntungan bagi produsen. Hal tersebut
d) Peningkatan Pendapatan Masyarakat dan tersebut mendorong produsen untuk
Bank meningkatkan aktivitas atau ekspansi bisnis
Penggunaan pembayaran nontunai selain yang berujung pada peningkatan produksi,
meningkatkan pendapatan masyarakat melalui sehingga berimplikasi pada peningkatan
penurunan biaya transaksi dan penghematan pertumbuhan ekonomi.27
waktu juga meningkatkan pendapatan
masyarakat melalui pendapatan bunga yang f) Memudahkan Pengawasan Terhadap
diperoleh dari dana kas yang seharusnya Transaksi Keuangan yang Mencurigakan
dibawa dalam setiap kali bertransaksi namun Banyak pelaku kejahatan cenderung
ditempatkan di bank dalam bentuk tabungan. menggunakan transaksi tunai untuk melakukan

25 Bambang Pramono, dkk, Dampak Pembayaran Non-tunai Terhadap


Perekonomian dan Kebijakan Moneter, Jakarta: Bank Indonesia, 2006, 26 Ibid, hal 31
hal 18 27 Ibid

43
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

kejahatan tertentu seperti; pencucian uang, perbankan juga dibatasi). Untuk daerah-daerah
pendanaan terorisme, dan penghindaran pajak. tertentu, kantor pelayanan bank hanya terdapat
Hal tersebut dilakukan karena transaksi tunai di ibu kota kecamatan/kabupaten yang jaraknya
sulit diawasi karena tidak dapat dipantau secara sangat jauh dari desa dan medannya berat.
langsung oleh lembaga yang berwenang.
Dalam keadaan tertentu, gangguan terhadap
Transaksi keuangan melalui penyedia jasa sistem informasi teknologi tersebut berpotensi
keuangan (bank/non bank) mudah diawasi terjadi baik gangguan teknis operasional
karena sistem informasi antara penyedia jasa maupun gangguan nonteknis, sehingga dapat
keuangan (bank/non bank) dan lembaga mengganggu transfer/kliring antarbank atau
penegak hukum terintegrasi, apalagi ada antarkantor cabang, termasuk mengganggu
peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh penggunaan alat pembayaran nontunai.
penyedia jasa keuangan, misalnya kewajiban
melapor transaksi keuangan mencurigakan. 2) Budaya Masyarakat Tertentu yang Belum
Dengan demikian memudahkan aparat Akrab dengan Perbankan dan Alat
penegak hukum untuk menelusuri asal usul Pembayaran NonTunai
dan identitas suatu transaksi keuangan yang Perbankan dan alat pembayaran nontunai
mencurigakan, sehingga pengawasan dan telah dikenal oleh masyarakat perkotaan
penegakan hukum dapat dilakukan secara dengan baik, sedangkan pada masyarakat
maksimal. tertentu, misalnya pedesaan belum akrab
dengan perbankan dan alat pembayaran
2. Implikasi Negatif Pembatasan Transaksi Tunai nontunai, bahkan ada yang tidak memiliki
rekening di bank, apalagi memahami cara
Secara umum pembatasan transaksi tunai tidak menggunakan alat pembayaran nontunai.
menimbulkan implikasi negatif yang besar karena
transaksi tunai tidak dilarang, tetapi hanya dibatasi 3) Bahaya Kejahatan Cybercrime Terhadap
jumlahnya saja. Masyarakat tetap dapat melakukan Transaksi NonTunai
transaksi tunai dalam batas tertentu. Selain itu, Transaksi keuangan nontunai selain
tersedia sarana beranekaragam alat transaksi mendatangkan kemudahan/efisiensi dalam
nontunai yang telah dikenal masyarakat dewasa bertransaksi, juga berakibat pada meningkatnya
ini. Namun demikian, implikasi negatif pembatasan angka kejahatan yang dilakukan terhadap
transaksi tunai dapat terjadi dalam hal: transaksi keuangan nontunai. Dewasa ini marak
terjadi kejahatan terhadap transaksi keuangan
1) Kurang Memadainya Ketersediaan melalui jasa transaksi nontunai, misalnya SMS
Infrastruktur Keuangan Banking, E-Banking, Kartu Debit, dan Kartu
Sehubungan dengan pembatasan transaksi Kredit. Para pelaku kejahatan ini memiliki
tunai, maka masyarakat yang ingin melakukan keahlian untuk membobol sistem keamanan
transaksi keuangan dalam nominal yang besar IT suatu bank dan kerahasiaan data nasabah
salah satu cara yang dapat digunakan adalah di dalamnya. Dengan keahlian tersebut, uang
jasa transfer melalui perbankan. Namun tidak dalam jumlah jutaan bahkan miliaran dapat
setiap desa/daerah terpencil memiliki kantor dicuri hanya dalam hitungan menit.
pelayanan bank dan perbankan tidak
memberikan pelayanan transaksi keuangan Implikasi negatif dari pembatasan transaksi
pada hari Sabtu dan Minggu (waktu pelayanan tersebut dapat dicegah dengan mendorong

44
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

tercapainya pembatasan transaksi tunai dan di atas 500 juta rupiah, Dirjen Bea dan Cukai
penggunaan alat pembayaran nontunai. dalam hal tidak ada pemberitahuan bahwa
Beberapa upaya tersebut antara lain: seseorang membawa uang tunai 100 juta dan
pembangunan infrastruktur transaksi keuangan ke atas ke dalam dan ke luar daerah pabeanan
(bank) yang baik berikut sarana dan Indonesia, dan Kepolisian bekerjasama dengan
prasarananya disetiap wilayah, sosialisasi dan Dirjen Bea dan Cukai dalam hal uang tunai dibawa
penggalangan masyarakat untuk menggunakan oleh orang yang tercantum dalam daftar terduga
transaksi keuangan melalui jasa perbankan teroris dan organisasi teroris. Adapun sanksinya
dan alat pembayaran nontunai, pembangunan adalah sanksi administrasi berupa denda atau
sistem pengaturan dan pengawasan yang baik perampasan uang tunai untuk negara.
untuk menjaga keamanan transaksi keuangan
nontunai. Di samping itu, pengawasan oleh BI terhadap
penyelenggaraan sistem pembayaran, yang pada
3. Penegakan Hukum Terhadap Ketentuan prinsipnya dimaksudkan untuk menjaga efisiensi,
Pembatasan Transaksi Tunai kecepatan, keamanan dan kehandalan fungsi
sistem pembayaran, yang dilakukan secara
Penegakan hukum berarti usaha-usaha yang independen, profesional, dan objektif. Mekanisme
dilakukan berdasarkan ketentuan yang berlaku pengawasan sistem pembayaran terdiri dari tiga
agar ketentuan pembatasan transaksi tunai ditaati tahap yaitu: 1) monitoring, 2) penilaian/assessment,
dan berjalan sebagaimana mestinya. Penegakan 3) mendorong terjadinya perubahan.28
hukum secara sempit berbicara mengenai siapa
(lembaga) apa yang berwenang menegakkan Ruang lingkup pengawasan sistem pembayaran
hukum tersebut dan sejauh mana kewenangan antara lain: pengawasan terhadap sistem dan
yang dimilikinya. instrumen pembayaran, pengendalian risiko
sistemik, kelancaran sistem pembayaran, analisa
Indonesia saat ini belum memiliki atas desain dan pengaturan operasional, dan
regulasi/pengaturan secara komprehensif tentang pelaksanaan sistem pembayaran.
pembatasan transaksi tunai, sehingga belum dapat
dilakukan pengawasan dan penegakan hukum 1) Pendekatan Hukum Administrasi
terhadap kegiatan transaksi tunai yang melebihi Ketentuan yang berkaitan dengan pembatasan
batas yang ditentukan. Namun ada beberapa transaksi tunai dalam beberapa undang-
regulasi/pengaturan yang berkaitan dengan undang tersebut di atas (UU PPTPPU dan UU
pembatasan transaksi tunai karena beberapa PPTPPT) berada di wilayah lapangan hukum
pengaturannya mengarah kepada pembatasan administrasi dan sanksi yang dapat dikenakan
transaksi tunai dengan membebankan kewajiban juga sanksi administratif, maka seyogianya
tertentu pada transaksi tunai. Dalam hal tertentu ketentuan pembatasan transaksi tunai juga
apabila seseorang tidak melaksanakan ketentuan berada dalam lapangan hukum administrasi
tersebut dapat dikenakan sanksi administratif, dan sanksi yang dapat dijatuhkan berupa
bahkan pidana. denda administratif.

Penegakan hukum regulasi/pengaturan yang


berkaitan dengan pembatasan transaksi tunai
sebagaimana diatur dalam UU PPTPPU dilakukan
oleh: PPATK dalam hal transaksi keuangan tunai
28 Ibid, hal 3

45
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

Pertimbangannya adalah bahwa penegakan tertentu. Ketentuan tersebut tidak berlaku


melalui hukum dan sanksi administrasi lebih bagi pembawaan uang milik negara dengan
efektif dibandingkan dengan sanksi hukum izin menteri yang bersangkutan dan pegawai
lainnya (perdata atau pidana). Sanksi yang ditunjuk.
administratif tidak akan mengganggu atau
menghambat transaksi bisnis dalam masyarakat Sanksi bagi orang-orang yang melanggar
karena pelaku usaha tidak perlu khawatir akan ketentuan dalam UU PU merupakan sanksi
ancaman dipidana. pidana, yaitu dihukum dengan hukuman
penjara setinggi-tingginya satu tahun dan
Sanksi/denda administratif dapat menjadi sarana uang yang terdapat melebihi batas-batas
pencegahan dan penanggulangan terhadap jumlah tersebut dirampas untuk negara, juga
pelanggaran pembatasan transaksi tunai, kalau uang itu bukan kepunyaan terhukum.
sehingga pelaku usaha lebih berhati-hati dalam
melakukan transaksi tunai dan menghindari Selain itu Pemerintah juga mengeluarkan
transaksi tunai melebihi jumlah yang ditentukan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1948
daripada menderita kerugian akibat harus tentang Peredaran Uang dengan Perantaraan
membayar denda. Pelaku usaha juga akan jera Bank (UU PUPB).
melanggar ketentuan pembatasan transaksi
tunai karena harus membayar denda yang UU PUPB mengatur bahwa tiap pembayaran
jumlahnya cukup signifikan. Meskipun ada uang yang melebihi jumlah tertentu harus
peluang untuk menjatuhkan sanksi/denda dilakukan dengan perantaraan bank yang
administratif, terdapat pula tantangan bagi ditunjuk oleh Menteri Keuangan, menurut
penegak hukum dalam menerapkan peraturan-peraturan yang berlaku bagi bank-
pembatasan transaksi tunai ke depan. bank tersebut.
Tantangan yang terbesar adalah sejauh mana
penegak hukum dapat mendeteksi pelanggaran Adapun sanksinya adalah hukuman denda
hukum jika ada pihak yang tidak menaati jika sebesar-besarnya Rp 1.000.000,- atau hukuman
terdapat transaksi antara satu pihak dengan penjara, selama-lamanya 1 tahun. Perbuatan
pihak lainnya tanpa melewati proses bank. melanggar ketentuan tersebut dianggap
Penegak hukum yang diberikan kewenangan sebagai kejahatan. Uang yang digunakan untuk
untuk menindak pelanggaran ini sangat sulit melakukan kejahatan tersebut ditetapkan
untuk mencari bukti. Padahal pola transaksi menjadi milik negara.
korupsi, pencucian uang, penggelapan pajak,
dan kejahatan lainnya banyak dilakukan dengan Pengunaan sanksi pidana dalam UU PU dan
modus ini. UU PUPB dapat dipahami karena pada saat
itu, kondisi keamanan nasional belum
2) Pendekatan Hukum Pidana sepenuhnya stabil, sehingga diperlukan sanksi
Penggunaan hukum pidana untuk mengatur hukum yang cukup keras agar aturan tersebut
pembatasan transaksi tunai sudah pernah ditaati dengan baik.
dilakukan melalui Undang-Undang No. 10
Tahun 1946 tentang Pembawaan Uang dari Dewasa ini, negara sudah memiliki sistem
Satu ke Lain Daerah (UU PU). UU PU melarang ekonomi, keuangan, dan perbankan yang baik,
orang-orang yang bepergian dalam daerah sehingga segala kegiatan perekonomian,
tertentu membawa uang dalam jumlah keuangan, dan perbankan relatif dapat

46
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

terkendali. Kegiatan bisnis dewasa ini sudah diberikan, sehingga dapat ditentukan apakah
semakin maju, luas, dan beragam, apalagi transaksi keuangannya harus dilakukan secara
dengan didukung oleh perkembangan tunai atau nontunai.
teknologi dan kebijakan liberalisasi ekonomi.
Dengan demikian, pengaturan di bidang 5) Kajian Perbandingan Pembatasan
ekonomi, keuangan, dan perbankan perlu Transaksi Tunai di Berbagai Negara
dilakukan dengan lebih berhati-hati supaya Berikut ini merupakan beberapa negara yang
tidak mengganggu kegiatan ekonomi yang telah melakukan pembatasan transaksi tunai.
sedang berkembang dengan pesatnya.
a) BULGARIA
3) Pendekatan Hukum Perdata Undang-Undang Pembatasan Pembayaran
Hukum Perdata merupakan lapangan hukum Tunai Bulgaria (Berlaku 26 Februari 2011).
privat yang mengatur hubungan privat antar
individu-individu dalam masyarakat, sedangkan Pembatasan yang ditetapkan dalam
pembatasan transaksi tunai merupakan undang-undang ini adalah Pembayaran
pelaksanaan kewenangan negara dalam wajib dilakukan melalui transfer bank
mengatur dan menegakkan hukum yang dengan persyaratan:
berada di dalam lapangan hukum publik, yaitu 1. Jumlahnya sama dengan atau melebihi
mengatur hubungan hukum antara negara BGN 15.000;
dengan warga negaranya atau sebaliknya. 2. Pembayaran bawah BGN 15.000 jika
Oleh karena penggunaan pendekatan hukum ini merupakan pembayaran sebagian
perdata dalam pembatasan transaksi tunai dari pertimbangan yang sama atau
tidak dapat diterapkan karena keduanya melebihi BGN 15.000;
berada dalam lapangan hukum yang berbeda. 3. Pembayaran mata uang asing jika
ekuivalen BGN mereka adalah sama
4) Struktur Hukum Penegakan Hukum atau melebihi BGN 15.000.
Pembatasan Transaksi Tunai
Sehubungan dengan luasnya aspek Persyaratan untuk pembayaran akan
penggunaan transaksi tunai dalam kehidupan dilakukan melalui transfer bank
masyarakat dan negara, maka diperlukan satu diperkenalkan oleh UU dikecualikan
instansi/lembaga sebagai penegak hukum terhadap transaksi sebagai berikut:
ketentuan pembatasan transaksi tunai, 1. Penarikan tunai dan deposito dari/di
sekaligus menjadi koordinator bekerjasama rekening bank swasta;
dengan instansi/lembaga lainnya. PPATK dapat 2. Transaksi valuta tunai mata uang asing
menjadi lembaga penegak hukum tersebut yang dibuat oleh pekerjaan;
sekaligus bekerja sama dengan lembaga 3. Pembayaran gaji.
lainnya seperti Dirjen Pajak, Dirjen Bea Cukai,
Polri, Kementerian Perdagangan dan instansi Badan Pendapatan Nasional Bulgaria
lain yang terkait termasuk pemerintah daerah. berwenang untuk memberikan hukuman
sanksi administrasi berupa denda kepada
Nilai suatu transaksi keuangan dapat diketahui individu dan badan hukum jika persyaratan
dari jumlah pajak, bea, cukai atau retribusi Undang-Undang tidak dipenuhi. Hukuman
yang harus dibayarkan, termasuk dari izin dirangkum dalam tabel di bawah ini:
perdagangan atau ekspor-impor yang

47
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

c) ARMENIA
Pelanggaran Pelanggaran Pasal 6 Undang-Undang Armenia Nomor
Pelaku
Pertama Kedua 501N Tahun 2002 sebagaimana diubah
dengan Undang-Undang 195 N 2004
Individual 25% 50% tentang Operasi Kas Tunai menyatakan
Badan Hukum 50% 100% bahwa pembatasan pembayaran tunai
untuk transaksi bulat atau pembayaran
sekaligus untuk beberapa pembelian
b) SLOVAKIA (lumpsum) barang, jasa, atau pekerjaan
Pada tanggal 29 November 2012, Dewan tidak boleh melebihi 300.000,- Dram
Nasional Republik Slovakia mengadopsi Armenia. Pasal 6 Pembatasan Pembayaran
usulan pemerintah mengesahkan Undang- Tunai untuk transaksi barang, jasa, atau
Undang Pembatasan Pembayaran Tunai. pekerjaan dalam satu bulan tidak boleh
Undang-undang ini melarang pembayaran melebihi 3.000.000 Dram Armenia.
tunai dilakukan melalui uang kertas dan
koin, terlepas dari apakah dibuat dalam Pembatasan transaksi tunai tersebut tidak
Euro atau dalam mata uang asing. Undang- berlaku untuk beberapa transaksi antara
Undang ini membedakan antara dua lain: pembayaran gaji, pembayaran untuk
kelompok entitas dalam pembatasan pembelian produk pertanian, dan
pembayaran tunai antara "badan hukum" pembayaran untuk barang kepentingan
dan "perorangan”. Untuk pembayaran publik.
tunai yang dilakukan oleh badan hukum
tidak boleh lebih dari 15.000, sedangkan Sanksi atas pelanggaran ketentuan tersebut
untuk pembayaran tunai yang dilakukan di atas adalah denda sebesar lima persen
oleh perorangan tidak boleh lebih dari dari jumlah nilai transaksi, tetapi tidak
5.000. kurang dari 50 kali lipat dari gaji minimum
dan tidak lebih dari 1000 kali lipat dari gaji
Undang-Undang memberikan pengecualian minimum.
terhadap pembatasan transaksi tunai.
Misalnya, berkaitan dengan pembayaran d) BELGIA
yang dilakukan ketika menyediakan jasa Hukum Belgia dari 29 Maret 2012
pembayaran dan jasa pos, pembayaran membatasi pembayaran tunai dari 15.000
yang dilakukan dalam kegiatan pertukaran EUR menjadi 3.000 EUR. Ketentuan ini
uang, dalam administrasi pajak, dalam berlaku tidak hanya untuk pembelian
pelaksanaan putusan pengadilan, dalam barang, tetapi juga jasa, seperti jasa seorang
jaminan sosial, dan dalam proses penegakan agen real estate, ICT-konsultan, dan lain-
hukum. lain hanya 10% dari harga real estate dapat
dibayar tunai, dengan maksimum 5.000
Sanksi dapat dikenakan pada saat yang EUR. Dari Januari 2014, semua pembayaran
sama kepada kedua pihak yaitu pembayar dalam bentuk tunai untuk pembelian real
dan penerima pembayaran. Untuk estate akan dilarang. Notaris atau agen
perorangan berupa denda hingga 10.000 real estate dan beberapa kategori lain dari
dan untuk badan hukum dapat didenda penjual memiliki kewajiban untuk
hingga 150,000. menginformasikan kepada pihak berwenang

48
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

jika hukum tidak ditaati. Denda pada dilakukan ke rekening pedagang dengan
pelanggar dari 250 EUR 225.000 EUR dapat rata-rata yang memungkinkan identifikasi
dikenakan oleh otoritas Belgia. penerima (transfer bank, bank debit, atau
cek nominatif).
e) PERANCIS
Articles D112-3 et D112-4 (code monétaire g) SPANYOL
et financier) - Article 1840 J (code général Sejak 19 November 2012, berdasarkan
des impôts). Pembatasan pembayaran tunai Undang-Undang Nomor 7 tahun 2012
adalah 3000 bagi warga negara/penduduk batas pembayaran tunai adalah 2500
tetap di Perancis (15 000 untuk penduduk (bagi warga Spanyol) dan 15 000 (untuk
tidak tetap bertindak sebagai konsumen non penduduk). Jika jumlah ini lebih tinggi
dan 3000 jika mereka bertindak sebagai dari ini (dalam setiap kasus), pembayaran
pedagang). Selama konsumen berada di harus dilakukan melalui transfer bank.
bawah batas yang disebutkan di atas, Denda karena gagal untuk melaksanakan
pedagang harus menerima pembayaran ajaran ini bisa sekitar 25% dari jumlah yang
dalam uang tunai, ini berarti koin dan uang ditransfer keseluruhan.
kertas.
h) UKRAINA
Orang perorangan atau badan hukum yang Sementara itu, Ukraina menjadi negara
melanggar ketentuan tersebut di atas dapat yang tidak melarang transaksi tunai
dikenakan denda sebesar 5% dari antarindividu, melainkan transaksi yang
keseluruhan jumlah transaksi. terjadi antarbadan hukum dengan
ketentuan bahwa jumlah total transaksi
Perancis juga mengatur jenis transaksi yang tunai perhari tidak melebihi UAH 10.000
dikecualikan dari ketentuan tersebut, antara (Rp. 12 juta). Selain itu, pemerintah Ukraina
lain: transaksi tunai untuk pembayaran juga mengatur transaksi tunai oleh badan
langsung oleh individu (pribadi) yang bukan hukum dan kepemilikan uang tunai oleh
pedagang kepada individu (pribadi) lain, perusahaan. Adapun batas maksimum
makelar atau pedagang, pembelian ternak uang tunai yang diizinkan untuk disimpan
atau daging mentah yang dilakukan oleh di kantor kasir perusahaan itu per hari,
individu (pribadi) untuk konsumsi sendiri, misalnya untuk distribusi kas kecil. Dalam
pembayaran belanja pemerintah, otoritas hal tidak ada ketentuan batas seperti ini,
publik, atau lembaga publik juga tidak semua uang dari kantor kasir perusahaan
dibatasi untuk dilakukan secara tunai. itu harus disimpan di rekening bank.29

f) PORTUGIS i) MEKSIKO
Pembayaran tunai barang dan jasa antara Pembatasan transaksi valuta asing dalam
konsumen dan pedagang dibatasi oleh bentuk tunai dilakukan oleh Meksiko.
hukum. Pasal 63-C dari Undang-Undang Meksiko membatasi jumlah uang cash
no. 398/98 bulan Desember Tahun 2012 dalam bentuk USD yang akan
diubah dengan UU no. 20/2012, Mei 2014 diterima/ditransaksikan dengan perbankan
(UU Jenderal Pajak), mensyaratkan bahwa
pembayaran tagihan atau dokumen sejenis
pada jumlah lebih dari 1000, harus
29 Andri Gunawan, dkk, Op.cit, hal 59

49
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

Meksiko, untuk transaksi pertukaran nilai F. Kesimpulan


mata uang antara USD dan Peso (batas
maksimal adalah USD 1500 atau Rp15 juta). 1. Prasyarat pengaturan pembatasan transaksi tunai
Sementara Bulgaria membatasi transaksi di Indonesia, sebagai berikut:
tersebut dengan nominal sama dengan
atau lebih dari BGN 15.000 (Rp97 juta) Aspek Ekonomi:
sesuai kurs Bank Nasional Bulgaria pada Secara praktis, pembatasan transaksi tunai akan
tanggal pembayaran. membawa dampak bagi perekonomian yang
digerakkan oleh dunia usaha. Penggunaan
Meksiko misalnya, hanya membolehkan transaksi nontunai memberi manfaat efisiensi
pembayaran tunai untuk pembelian barang berupa penurunan biaya transaksi bagi konsumen,
dan/atau jasa maksimal USD100 (Rp1 juta). meningkatnya kepuasan masyarakat karena
Belakangan, pemerintah Meksiko tengah terpenuhinya kebutuhan akan alat pembayaran
merancang peraturan yang akan melarang yang lebih praktis. Dari sisi bank atau lembaga
pembelian real estate secara tunai dan penerbit alat pembayaran nontunai, peningkatan
melarang seseorang menghabiskan uang penggunaan pembayaran nontunai merupakan
tunai lebih dari MXN 100.000 (Rp80 juta) sumber pendapatan berbasis biaya (fee base
untuk keperluan pembelian kendaraan, income).
kapal, pesawat, dan barang mewah. Dalam
usulan tersebut terhadap pelanggarnya Aspek Sosiologis:
bisa dikenakan pidana hingga 15 tahun Aspek kemasyarakatan yang perlu mendapat
penjara. perhatian yang seksama adalah kesiapan
masyarakat untuk beralih pola pikir dari pola
Berdasarkan kajian perbandingan pembatasan transaksi “konkret, terang, dan tunai” kepada
transaksi tunai di beberapa negara di atas dapat pola pikir bertransaksi secara “tidak konkret.
dilihat beberapa kesamaan pengaturannya, antara Tidak terang dan tidak tunai mengingat yang
lain: pembatasan transaksi tunai dikenakan harus diubah itu masalah “mind set” maka
terhadap transaksi dengan nilai nominal tertentu, tentunya perlu usaha yang sangat keras dan
dengan beberapa pengecualian bahwa transaksi berkesinambungan dalam rangka mengamankan
tunai untuk tujuan tertentu dikecualikan dari kebijakan pemerintah tentang pengaturan
ketentuan pembatasan transaksi tunai. Transaksi transaksi tunai.
di atas jumlah yang dibatasi disarankan untuk
dilakukan melalui transfer antar rekening bank Aspek Hukum dan Infra Struktur:
atau alat pembayaran nontunai lainnya. Adapun Perlu ditegaskan yang hendak disasar dengan
sanksi yang dikenakan terhadap pelanggaran pengaturan transaksi tunai itu bukan transasksinya
tersebut secara umum adalah denda, baik (kegiatan yang antara lain berkaitan dengan
ditentukan secara maksimum dalam jumlah adanya pemindahan hak dari satu pihak ke pihak
tertentu atau dengan menentukan tingkat lainnya) akan tetapi cara pembayaran terkait
persentase tertentu dari total nilai transaksi. dengan transaksi tersebut yang akan diatur, jadi
Umumnya denda yang dikenakan terhadap suatu bukan membatasi transaksinya.
korporasi lebih tinggi dari denda untuk perorangan.
Khusus untuk negara bagian Lousiana-US, selain Terkait dengan aspek infra struktur hal ini
sanksi denda juga dapat dikenakan sanksi membutuhkan kerja panjang dan cermat, biaya
kurungan minimal 15 hari maksimum 3 bulan. yang tidak sedikit untuk menyiapkan berbagai

50
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

instrumen baik yang bersifat fisik seperti gedung, transaksi yang dibatasi, jenis transaksi yang dibatasi
sarana transportasi. (bertahap atau serta merta bagi semua transaksi).

2. Implikasi Pembatasan dan Mitigasinya (Pengawasan 3. Diperlukan sistem koordinasi dan pembagian
dan Law Enforcement), sebagai berikut: kewenangan yang jelas antar lembaga penegak
hukum di berbagai sektor yang berkaitan dengan
Implikasi Positif Pembatasan Transaksi Tunai: pembatasan transaksi tunai, supaya tidak terjadi
Implikasi positif dari pembatasan transaksi tunai tumpang tindih penegakan hukumnya.
antara lain: efisiensi dalam transaksi keuangan,
penghematan anggaran pencetakan uang dan
biaya pengamanannya, peningkatan kegiatan dan
pembangunan ekonomi, memudahkan
pengawasan terhadap transaksi keuangan yang
mencurigakan, dan penekanan tingkat inflasi.

Implikasi Negatif Pembatasan Transaksi Tunai:


a. Kurang memadainya ketersediaan infrastruktur
keuangan.
b. Budaya masyarakat tertentu yang belum akrab
dengan perbankan dan alat pembayaran non-
tunai.
c. Bahaya kejahatan cybercrime terhadap transaksi
non-tunai.
d. Kredit Macet/Wanprestasi penggunaan kartu
kredit/kartu prabayar.

Berkenaan dengan hal tersebut di atas, beberapa


rekomendasi terkait rencana pengaturan pembatasan
transaksi tunai di Indonesia adalah sbb:

1. Rencana pembatasan transaksi tunai dapat


diberlakukan apabila seluruh prasyarat
pembatasannya sudah terpenuhi, baik prasyarat
hukum, ekonomi, sosial, dan infrastruktur. Apabila
prasyarat tidak terpenuhi, namun tetap
dilaksanakan maka pembatasan tersebut akan
berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi
nasional.

2. Bentuk pengaturan rencana pembatasan transaksi


tunai sebaiknya adalah undang-undang tersendiri
dengan sanksi administratif sebagai sarana
penegakan undang-undangnya, perlu dilakukan
kajian lebih spesifik perihal jumlah nominal

51
DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2004

Asian Development Bank, Manual on Countering Money Laundering and The Financing of Terrorism, 2003

Ahmad Zainuri, Akar Kultural Korupsi di Indonesia, Sawangan: CV. Cahaya Batu Sawangan, 2007

Andri Gunawan, Erwin Natosmal Oemar, dan Refki Saputra, Membatasi Transaksi Tunai Peluang dan Tantangan, Jakarta:
Penerbit Indonsian Round Table, 2013

Bambang Pramono, Tri Yanuarti Pipih D. Purusitawati, Yosefin Tyas Emmy D.K., Dampak Pembayaran Non-tunai Terhadap
Perekonomian Dan Kebijakan Moneter, Working Paper No. 11 Bank Indonesia, 2006

Barda Nawawi Arief, Kebijakan Hukum Pidana, Jakarta: Kencana, 2007

BII, Modul BII: Aspek Hukum Perbankan, 2008

Biro Pengembangan dan Kebijakan Sistem Pembayaran Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran Bank Indonesia,
Pengantar Sistem Pembayaran, 2011

Black, Henry Campbell, Black’s Law Dictionary (Sixth Edition), St. Paul Minn. West Publishing Co., 1990

Boediono, Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No. 2, Ekonomi Makro Edisi 4, Yogyakarta: BPFE, 2005

Buku Saku Korupsi, Memahami Untuk Membasmi, Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia, 2003

Cheong-Ann Png, ADB’s Role in Anti Anti-Money Laundering and Combating the Financing of Terrorism, 2007

Dias, J., M.J. Silva., and M.H.A. Dias, The Demand for Digital Money and Its Impact on the Economy, Brazilian Electronic
Journal of Economics, Vol. 2. No.2, 1999

Davis Glyn, A History of Money from Ancient times to the Present day, dalam Kerangka acuan Penelitian mengenai
Pembatasan transaksi Tunai di Indonesia, 2002

Ernesto U Savona dkk, Use of Cash Payments for Money Loundering Purposes. European Commision and Transcrime,
2003

Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF), Forty Recommendations, 1996

52
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

Gilmore, William C, Dirty Money: The Evolution of Money Laundering Countermeasures, Belgium: Council of Europe
Publishing, 1999

Jimly Asshiddiqie, Konstitusi & Konstitusionalisme Indonesia, Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah
Konstitusi RI, 2006

McDonnell Rick, Regional Implementation, Regional Conference on Combating Money Laundering and Terrorist Financing,
Regional Money Laundering Conference, 2002

Maria Farida, Ilmu Perundang-undangan (Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan) Jilid 1, Yogyakarta: Kanisius, 2007

Mark Pieth & Gemma Aiolfi, A Comparative Guide to Anti-Money Laundering, Northampton: Edward Elgar Publishing,
2004

N.H.T Siahaan, Money Laundering & Kejahatan Perbankan, Jakarta: Jala Pertama, 2008

Philips Darwin, Money Laundering: Cara Memahami Dengan Tepat dan Benar Soal Pencucian Uang, Sinar Ilmu

Reference Guide to Anti-Money Laundering and Combating the Financing of Terrorism,The World Bank and International
Monetary Fund, 2003.

Syafril and Djasni Salim, Ilmu Pengetahuan Sosial Ekonomi, Jakarta: Bumi Aksara, 2003

Syed Hussein Alatas, (1986), Sosiologi Korupsi (Judul Asli The Sociology of Corruption), diterjemahkan oleh Al Ghoxzie
Usman, LP3ES Jakarta.

Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum: Suatu Pengantar, Cet-1, Yogyakarta: Universitas Atmajaya Yogyakarta, 2010

Taufiq St. Makmur, Obat Anti Korupsi; Menyingkap Watak Korupsi dan Kiat-Kiat Menghindarinya, Penerbit Keokoesan,
2007

T. Gilarso, SJ, Pengantar Ilmu Ekonomi Makro, Yogyakarta: Penerbit Kanisisus, 2004

Thamrin Abdullah & Francis Tantri, Bank dan Lembaga Keuangan, Jakarta, Rajawali Pers, 2012

Zulkarnaen dan Beni Ahmad Saebani, Hukum Konstitusi, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2012

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan

53
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang Tindak
Pidana Pencucian Uang

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 Tentang Bank Indonesia

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/27/PBI/2012

Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/3/PBI/2012

Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/10/PBI/2001

WEBSITE

Akbar, Patrialis, Wah Patrialis Sebut Singapura Minta Wilayah Indonesia Sebagai Syarat Perjanjian Ekstradisi,
<http://www.seruu.com/index.php/2011060954262/utama/hukum-a-kriminal/wah patrialis-sebut-singapura-minta-
wilayah-indonesia-sebagai-syarat-perjanjian ekstradisi-54262/menu-id-698.html>

Bank Indonesia, Prinsip Mengenal Nasabah dan Anti Pencucian Uang,


<http://www.bi.go.id/web/id/Perbankan/Prinsip+Mengenal+Nasabah+dan+Anti+Pencucian+Uang>

Bank Indonesia, Tujuan Pengaturan dan Pengawasan Bank, <http://www.bi.go.id>

Ibrahim Qamarius, Pembatasan Transaksi Tunai Solusi Pemberantasan Korupsi dan Pencucian Uang Lainnya,
<http://www.unimal.ac.id/>

Edi Nasution, Memahami Praktik Pencucian Uang Hasil Kejahatan, <http://nasional.lintas.me/go/acch.kpk.go.id/memahami-


praktik-pencucian-uang-hasil-kejahatan>

Ferthi Srikandi S, Trik Baru’Cuci Uang Melalui Transaksi Tunai’, <http:// www.hukum.kompasiana.com>

Fu Peng, Vietnam to limit use of cash for large transactions, <http://news.xinhuanet.com/english/world/2013-


03/01/c_132201618.htm>

Kejaksaan Agung Republik Indonesia, http://www.kejaksaan.go.id

54
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, http://www.depkumham.go.id

Kepolisian Negara Republik Indonesia, http://www.polri.go.id

Komisi Hukum Nasional, http://www.komisihukum.go.id

Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia, http://www.kpk.go.id

Mahkamah Agung Republik Indonesia, http://www.mahkamahagung.go.id

Leo Wisnu S & Fajar Reyhan Apriansyah, Rentetan Hambatan Pembatasan Transaksi Tunai,
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt51bed3940700e/rentetan-hambatan-pembatasan-transaksi-tunai

Nielsen, Kepercayaan Masyarakat Terhadap Perbankan Semakin Tinggi, <www.investor.co.id>

Nur Alfiah, Begini Cara Jenderal Djoko Cuci Uang, <http://www.tempo.com>

Peter Lilley, Dirty Dealing: The Untold Truth about Global Money Laundering, International Crime and Terrorism, edisi
kedua, London and Sterling, VA: Kogan Page Limited, 2003, hal 1 dalam Edi Nasution, Memahami Praktik Pencucian
Uang Hasil Kejahatan, <http://nasional.lintas.me/go/acch.kpk.go.id/memahami-praktik-pencucian-uang-hasil-
kejahatan>

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, <http://www.ppatk.go.id >

The Asia/Pacific Group on Money Laundering, <http://www.apgml.or>

<Tanpa Nama>, Uang Empat Kardus Diserahkan untuk Anggota DPR, http://wartakota.tribunnews.com/detil/berita/142323/

<Tanpa Nama>, <Tanpa Judul>, <http://www.tempo.com>

<Tanpa Nama>, <Tanpa Judul>, http://ww.cec.consumo-inc.es/adjuntos/documentos

<Tanpa Nama>, PPATK: Mendesak, UU Pembatasan Maksimal Transaksi Tunai, http://www.portalkbr.com

<Tanpa Nama>, <Tanpa Judul>, <http://www.austrac.gov.au/ftr_act.html>

<Tanpa Nama>, Hasil Survei Asosiasi Penyelenggara Jasa internet indonesia (APJii),
<http://www.antaranews.com/berita/348186/penggunainternet-indonesia-2012-capai-63-juta-orang>

Tanpa Nama, Peran Bank Sentral sebagai Otoritas Moneter, <http://stasiunhukum.wordpress.com/2009/10/22/peran-


bank-sentral-sebagai-otoritas-moneter>

<Tanpa Nama>, Ayo Menabung Bidik 80 juta Nasabah Baru,


<http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/131012_ayo_menabung__bidik_80_juta_nasabah_baru >

55
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

United Nation, <http://www1.worldbank.org/finance/assets/images/11-annex01-f.qxd.pdf>

Yuliana, Salah Satu Peraturan Yang Dikeluarkan Bank Indonesia Tentang Perbankan,
<http://yuliana12345.blogspot.com/2013/03/salah-satu-peraturan-yang-d-keluarkan.html>

William Booth, Mexico targets money laundering with plan to limit cash transactions, Washington Post, <http://www.fintrac-
canafe.gc.ca>

56
DAFTAR PERATURAN BANK INDONESIA (PBI)
JANUARI - JUNI 2015

Nomor Lembaran Negara


Republik Indonesia (LNRI) dan
No. Peraturan Satker Perihal
Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia (TLNRI)

1. 17/1/PBI/2015 LNRI : 20 DPU Peraturan Bank Indonesa Nomor 17/1/PBI/2015


tanggal 30 Januari 2015 tentang Jumlah dan
Nilai Nominal Uang Rupiah yang Dimusnahkan
Tahun 2014

2. 17/2/PBI/2015 LNRI : 68 dan TLNRI : 5681 DPM Suku Bunga Penawaran AntarBank

3. 17/3/PBI/2015 LNRI : 70 dan TLNRI : 5683 DPU Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia

4. 17/4/PBI/2015 LNRI : 87 dan TLNRI : 5693 DKMP Pasar Uang AntarBank Berdasarkan Prinsip
Syariah

5. 17/5/PBI/2015 LNRI : 115 dan TLNRI : 5700 DPM Perubahan Keempat Atas Peraturan Bank
Indonesia Nomor 5/13/PBI/2003 Tentang Posisi
Devisa Neto Bank Umum

6. 17/6/PBI/2015 LNRI : 116 dan TLNRI : 5701 DPM Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia
Nomor 16/16/PBI/2014 Tentang Transaksi Valuta
Asing Terhadap Rupiah Antara Bank Dengan
Pihak Domestik

7. 17/7/PBI/2015 LNRI : 117 dan TLNRI : 5702 DPM Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia
Nomor 16/17/PBI/2014 Tentang Transaksi Valuta
Asing Terhadap Rupiah Antara Bank Dengan
Pihak Asing

8. 17/8/PBI/2015 LNRI : 121 dan TLNRI : 5703 DKEM Pengaturan dan Pengawasan Moneter

9. 17/9/PBI/2015 LNRI : 122 dan TLNRI : 5704 DKSP Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring
Berjadwal oleh Bank Indonesia

10. 17/10/PBI/2015 LNRI : dan TLNRI : DKMP Rasio Loan To Value Atau Rasio Financing To
Value Untuk Kredit Atau Pembiayaan Properti
Dan Uang Muka Untuk Kredit Atau Pembiayaan
Kendaraan Bermotor

57
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

Nomor Lembaran Negara


Republik Indonesia (LNRI) dan
No. Peraturan Tambahan Lembaran Negara Satker Perihal
Republik Indonesia (TLNRI)

11. 17/11/PBI/2015 LNRI : 152 dan TLNRI : 5712 DKMP Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia
Nomor 15/15/PBI/2013 tentang Giro Wajib
Minimum Bank Umum Dalam Rupiah Dan
valuta Asing Bagi Bank Umum Konvensional

12. 17/12/PBI/2015 LNRI : 153 dan TLNRI : 5713 DPUM Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia
No.14/22/PBI/2012 tentang Pemberian Kredit
atau Pembiayaan oleh Bank Umum dan
Bantuan Teknis dalam rangka Pengembangan
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah

58
DAFTAR SURAT EDARAN (SE) BANK INDONESIA
JANUARI - JUNI 2015

No. Peraturan Tanggal Satker Perihal

1. 17/1/DSta 26 Januari 2015 DSta Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
14/31/DPNP Tanggal 31 Oktober 2012 Perihal Laporan Kantor
Pusat Bank Umum

2. 17/2/DSta 27 Januari 2015 DSta Perubahan Keempat atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
8/15/DPNP tanggal 12 Juli 2006 perihal Laporan Berkala Bank
Umum

3. 17/3/DSta 6 Maret 2015 DSta Pelaporan Kegiatan Penerapan Prinsip Kehati-hatian dalam
Pengelolaan Utang Luar Negeri Korporasi Nonbank

4. 17/4/DSta 6 Maret 2015 DSta Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Berupa Rencana Utang
Luar Negeri dan Perubahan Rencana Utang Luar Negeri

5. 17/5/DSta 30 Maret 2015 DSta Perubahan Kelima atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
13/3/DPM tanggal 4 Februari 2011 perihal Laporan Harian
Bank Umum

6. 17/6/DPM 31 Maret 2015 DPM Suku Bunga Penawaran AntaBank

7. 17/7/DPM 14 April 2015 DPM Perubahan Ketiga Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
10/16/DPM Tanggal 31 Maret 2008 Perihal Tata Cara Penerbitan
Sertifikat Bank Indonesia Syariah Melalui Lelang

8. 17/8/DPM 20 Mei 2015 DPM Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/23/DPM
tanggal 24 Desember 2014 perihal Operasi Pasar Terbuka

9. 17/9/DPM 20 Mei 2015 DPM Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/13/DPM
tanggal 24 Juli 2014 perihal Tata Cara Penempatan Berjangka
(Term Deposit) Syariah dalam Valuta Asing

10. 17/10/DKMP 29 Mei 2015 DKMP Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah

11. 17/11/DKSP 1 Juni 2015 DKSP Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia

12. 17/12/DPSP 5 Juni 2015 DPSP Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 9/13/DASP
tanggal 19 Juni 2007 perihal Daftar Hitam Nasional Penarik
Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong

59
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No. Peraturan Tanggal Satker Perihal

13. 17/13/DPSP 5 Juni 2015 DPSP Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring Berjadwal oleh
Bank Indonesia

14. 17/14/DPSP 5 Juni 2015 DPSP Perlindungan Nasabah dalam Pelaksanaan Transfer Dana dan
Kliring Berjadwal melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia

15. 17/15/DPM 12 Juni 2015 DPM Perubahan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/14/DPM
Perihal Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah antara Bank
dengan Pihak Domestik

16. 17/16/DPM 12 Juni 2015 DPM Perubahan Surat Edaran Bank Indonesia No.16/15/DPM perihal
Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah antara Bank dengan
Pihak Asing

17. 17/17/DKMP 26 Juni 2015 DKMP Perhitungan Giro Wajib Minimum Bank Umum dalam Rupiah
dan Valuta Asing Bagi Bank Umum Konvensional

18. 17/18/DKEM 30 Juni 2015 DKEM Perubahan atas Surat Edaran Nomor 16/24/DKEM tanggal 30
Desember 2014 perihal Penerapan Prinsip Kehati-hatian dalam
Pengelolaan Utang Luar Negeri Korporasi Nonbank

60
RINGKASAN PERATURAN BANK INDONESIA (PBI)
JANUARI - JUNI 2015

No. Peraturan Perihal Ringkasan

1. 17/1/PBI/2015 Peraturan Bank Indonesa 1. Peraturan Bank Indonesia (PBI) ini merupakan Peraturan
Nomor 17/1/PBI/2015 Bank Indonesia Nomor 17/1/PBI/2015 tentang Jumlah dan
tanggal 30 Januari 2015 Nilai Nominal Uang Rupiah yang Dimusnahkan Tahun 2014.
tentang Jumlah dan Nilai 2. PBI ini merupakan ketentuan yang diterbitkan untuk
Nominal Uang Rupiah yang menjalankan amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun
Dimusnahkan Tahun 2014 2011 tentang Mata Uang dan PBI Nomor 14/7/PBI/2012
tentang Pengelolaan Uang Rupiah yang mengatur jumlah
dan nilai nominal uang Rupiah yang dimusnahkan oleh
Bank Indonesia ditempatkan dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia (LNRI) secara periodik setiap 1 (satu)
tahun sekali.
3. Hal-hal yang diatur dalam PBI ini meliputi:
a. Kriteria uang Rupiah yang dimusnahkan oleh Bank
Indonesia;
b. Pemusnahan uang Rupiah dituangkan dalam suatu
berita acara;
c. Tata cara pemusnahan uang Rupiah;
d. Informasi jumlah dan nilai nominal uang Rupiah yang
dimusnahkan ditempatkan dalam LNRI secara periodik,
yakni 1 (satu) tahun sekali;
e. Data uang Rupiah yang dimusnahkan menurut jenis
pecahan, jumlah bilyet dan/atau keping dan nilai
nominal, serta disajikan per triwulan;
f. Periode informasi uang Rupiah yang dimusnahkan
adalah tanggal 1 Januari 2014 sampai dengan tanggal
31 Desember 2014 yang tercantum dalam lampiran PBI.
4. Ketentuan dalam PBI ini mulai berlaku pada tanggal 30
Januari 2015

2. 17/2/PBI/2015 Suku Bunga Penawaran I. Latar belakang dan Tujuan


AntarBank
Dalam rangka memperkuat stabilitas moneter dan sistem
keuangan domestik guna mendukung pencapaian tujuan
Bank Indonesia, Bank Indonesia berupaya mendorong
terciptanya pasar uang yang likuid dan dalam melalui
ketersediaan suku bunga referensi yang kredibel yang
dapat digunakan oleh pelaku pasar dalam berbagai transaksi

61
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No. Peraturan Perihal Ringkasan

keuangan. Sebagai perwujudan dari upaya tersebut, Bank


Indonesia meningkatkan transparansi pembentukan suku
bunga referensi dengan melakukan pengaturan terhadap
Suku Bunga Penawaran Antarbank. Melalui transparansi
pengaturan, diharapkan dapat meningkatkan kredibilitas
Suku Bunga Penawaran Antarbank (Jakarta Interbank
Offered Rate/JIBOR), yang pada akhirnya mendorong
pendalaman pasar keuangan domestik dan memperkuat
stabilitas moneter dan sistem keuangan domestik.

II. Materi Pengaturan

1. Bank Indonesia menetapkan bank-bank yang menjadi


bank kontributor yang memberikan suku bunga indikasi
yang digunakan dalam perhitungan Suku Bunga
Penawaran Antarbank.
2. Bank Indonesia mengatur kewajiban pelaporan suku
bunga indikasi bagi Bank Kontributor, yang tata caranya
mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai laporan harian bank umum.
3. Bank Kontributor menyampaikan suku bunga indikasi
berupa offer rate dan bid rate, dengan memperhatikan
spread antara keduanya.
4. Suku bunga indikasi yang disampaikan oleh bank
kontributor dapat ditransaksikan oleh sesama bank
kontributor. Bank Kontributor wajib menerima
permintaan transaksi dari bank kontributor lain,
sepanjang dalam batasan waktu dan batasan tertentu.
5. Pelanggaran terkait pelaporan akan dikenakan sanksi
mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai laporan harian bank umum,
sementara pelanggaran terhadap kewajiban pemenuhan
transaksi akan dikenakan sanksi administratif berupa
teguran tertulis.

3. 17/3/PBI/2015 Kewajiban Penggunaan 1. Peraturan Bank Indonesia (PBI) ini merupakan PBI Nomor
Rupiah di Wilayah Negara 17/3/PBI/2015 tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di
Kesatuan Republik Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Indonesia 2. PBI ini merupakan ketentuan yang diterbitkan untuk
mewujudkan kedaulatan Rupiah di wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) dan untuk mendukung
tercapainya kestabilan nilai tukar Rupiah.
3. Hal-hal yang diatur dalam PBI ini meliputi:
a. Setiap pihak, baik orang perorangan atau korporasi,
wajib menggunakan Rupiah dalam setiap transaksi
tunai dan/atau transaksi nontunai di wilayah NKRI.

62
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No. Peraturan Perihal Ringkasan

b. Pengecualian kewajiban penggunaan Rupiah yang


meliputi:
1) transaksi tertentu dalam rangka pelaksanaan APBN;
2) penerimaan atau pemberian hibah dari atau ke luar
negeri;
3) transaksi perdagangan internasional;
4) simpanan di bank dalam bentuk valuta asing; atau
5) transaksi pembiayaan internasional.
c. Selain pengecualian sebagaimana dimaksud pada huruf
b, kewajiban penggunaan Rupiah juga tidak berlaku
untuk transaksi dalam valuta asing yang dilakukan
berdasarkan ketentuan Undang-Undang yang meliputi:
1) kegiatan usaha dalam valuta asing yang dilakukan
oleh Bank berdasarkan Undang-Undang yang
mengatur mengenai perbankan dan perbankan
syariah;
2) transaksi surat berharga yang diterbitkan oleh
Pemerintah dalam valuta asing di pasar perdana
dan pasar sekunder berdasarkan Undang-Undang
yang mengatur mengenai surat utang negara dan
surat berharga syariah negara; dan
3) transaksi lainnya dalam valuta asing yang dilakukan
berdasarkan Undang-Undang.
d. Larangan untuk menolak Rupiah kecuali terdapat
keraguan atas keaslian Rupiah atau pembayaran/
penyelesaian kewajiban dalam valuta asing telah
diperjanjikan tertulis.
e. Perjanjian tertulis hanya dapat dilakukan untuk: 1)
transaksi yang dikecualikan dari kewajiban penggunaan
Rupiah sebagaimana diatur dalam Pasal 4 dan Pasal 5
Peraturan Bank Indonesia ini; atau 2) proyek infrastruktur
strategis dan mendapat persetujuan Bank Indonesia.
f. Dalam rangka mendukung pelaksanaan kewajiban
penggunaan Rupiah, pelaku usaha wajib mencantumkan
harga barang dan/atau jasa hanya dalam Rupiah
g. Bank Indonesia berwenang untuk meminta laporan,
keterangan, dan/atau data kepada setiap pihak yang
terkait dengan pelaksanaan kewajiban penggunaan
Rupiah dan kewajiban pencantuman harga barang
dan/atau jasa. Pihak dimaksud wajib menyampaikan
laporan, keterangan, dan/atau data yang diminta oleh
Bank Indonesia.
h. Bank Indonesia melakukan pengawasan terhadap
kepatuhan setiap pihak dalam melaksanakan kewajiban
penggunaan Rupiah dan kewajiban pencantuman harga
barang dan/atau jasa.

63
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No. Peraturan Perihal Ringkasan

i. Kegiatan usaha jual beli valuta asing yang dilakukan


oleh pedagang valuta asing yang telah memperoleh
izin Bank Indonesia dan pembawaan uang kertas asing
keluar atau masuk NKRI yang dilakukan sesuai peraturan
perundang-undangan tidak dikategorikan sebagai
transaksi yang wajib menggunakan Rupiah.
j. Dalam melaksanakan Peraturan Bank Indonesia ini Bank
Indonesia dapat melakukan koordinasi dan kerja sama
dengan pihak lain.
k. Dalam hal terdapat permasalahan bagi pelaku usaha
dengan karakteristik tertentu terkait pelaksanaan
kewajiban penggunaan Rupiah untuk transaksi
nontunai, Bank Indonesia dapat mengambil kebijakan
tertentu dengan tetap memperhatikan kewajiban
penggunaan Rupiah sebagaimana diatur dalam
Peraturan Bank Indonesia ini.
l. Terhadap pelanggaran atas: i) kewajiban penggunaan
Rupiah untuk transaksi tunai; dan/atau ii) larangan
menolak Rupiah sebagaimana dimaksud dalam Pasal
10, berlaku ketentuan pidana sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 33 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011
tentang Mata Uang.
m. Pelanggaran kewajiban penggunaan Rupiah untuk
transaksi nontunai dikenakan sanksi administratif,
meliputi 1) teguran tertulis; 2) denda berupa kewajiban
membayar (1% dari nilai transaksi paling banyak sebesar
Rp1 Miliar); dan/atau 3) larangan untuk ikut dalam lalu
lintas pembayaran.
n. Pelanggaran atas kewajiban pencantuman harga barang
dan/atau jasa dalam Rupiah dan kewajiban penyampaian
laporan, keterangan, dan/atau data dikenakan sanksi
administratif berupa teguran tertulis.
o. Selain mengenakan sanksi administratif, Bank Indonesia
dapat merekomendasikan kepada otoritas yang
berwenang untuk melakukan tindakan sesuai dengan
kewenangannya.
p. Perjanjian tertulis mengenai pembayaran atau
penyelesaian kewajiban dalam valuta asing selain 1)
transaksi yang dikecualikan; atau 2) proyek infrastruktur
strategis dan telah mendapatkan persetujuan Bank
Indonesia yang dibuat sebelum tanggal 1 Juli 2015,
tetap berlaku sampai berakhirnya perjanjian tersebut.
Perpanjangan dan/atau perubahan atas perjanjian
tertulis dimaksud harus tunduk pada Peraturan Bank
Indonesia ini.

64
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No. Peraturan Perihal Ringkasan

q. Ketentuan lebih lanjut dari Peraturan Bank Indonesia


ini diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia.
r. Ketentuan mengenai kewajiban penggunaan Rupiah
untuk transaksi nontunai mulai berlaku pada tanggal
1 Juli 2015.
4. Ketentuan dalam PBI ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.

4. 17/4/PBI/2015 Pasar Uang AntarBank I. Latar belakang dan Tujuan


Berdasarkan Prinsip Syariah
Dalam rangka mendukung pencapaian sasaran akhir
kebijakan moneter, yang antara lain dilakukan melalui
pengendalian moneter berdasarkan prinsip syariah,
dan untuk mendorong ketahanan industri keuangan
syariah, khususnya perbankan syariah, Bank Indonesia
mengembangkan pasar uang antarbank berdasarkan prinsip
Syariah (PUAS). Oleh karena itu, Bank Indonesia mengatur
kembali instrumen dan mekanisme transaksi di PUAS, serta
menambah alternatif transaksi berupa transaksi surat
berharga syariah (SBS) dengan janji membeli kembali
(repurchase agreement) berdasarkan prinsip syariah
(Transaksi Repo Syariah).

II. Materi Pengaturan

1. Bank Umum Syariah (BUS), Unit Usaha Syariah (UUS)


dan Bank Umum Konvensional (BUK) dapat menjadi
peserta PUAS dan dapat melakukan transaksi langsung
atau menggunakan Perusahaan Pialang Pasar Uang.
2. Instrumen PUAS hanya dapat diterbitkan oleh BUS
dan UUS, sedangkan BUK hanya dapat melakukan
penanaman dana dan instrumen PUAS yang dapat
ditransaksikan oleh peserta PUAS adalah instrumen
yang telah diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia
yang mengatur mengenai instrumen PUAS tersebut.
3. BUS dan UUS dapat mengajukan usulan Instrumen
PUAS baru kepada Bank Indonesia apabila telah
memperoleh fatwa dari Dewan Syariah Nasional. Apabila
disetujui oleh Bank Indonesia, maka Bank Indonesia
akan menerbitkan Surat Edaran Bank Indonesia.
4. Transaksi Repo Syariah wajib menggunakanSurat
Berharga Syariah (SBS), dan SBS yang hendak direpokan
wajib menggunakan mekanisme Transaksi Repo Syariah.
SBS dalam hal ini adalah SBS yang diterbitkan oleh
pemerintah atau korporasi.

65
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No. Peraturan Perihal Ringkasan

5. Transaksi PUAS wajib dilaporkan mengacu pada ketentuan


pelaporan Bank Indonesia.
6. Bank Indonesia menetapkan sanksi kepada peserta PUAS
yang mentransaksikan Instrumen PUAS yang belum diatur
oleh Bank Indonesia, peserta PUAS yang tidak menggunakan
SBS dalam Transaksi Repo Syariah, atau peserta PUAS yang
merepokan SBS tidak dengan mekanisme Transaksi Repo
Syariah.

5. 17/5/PBI/2015 Perubahan Keempat Atas I. Latar belakang dan Tujuan


Peraturan Bank Indonesia
Nomor 5/13/PBI/2003 Dalam rangka mendukung kebijakan moneter dan stabilitas
Tentang Posisi Devisa Neto sistem keuangan diperlukan percepatan pendalaman pasar
Bank Umum keuangan melalui salah satunya peningkatan fleksibilitas
transaksi dan likuiditas pasar valuta asing domestik dengan
tetap memperhatikan penerapan prinsip kehati-hatian
dalam perbankan. Sehubungan dengan hal tersebut,
perubahan keempat PBI Posisi Devisa Neto Bank Umum,
khususnya terkait dengan penghapusan pengaturan PDN
30 Menit, ditujukan untuk memberikan ruang gerak yang
memadai bagi perbankan untuk mengelola eksposur valuta
asing dengan tetap berpedoman pada prinsip kehati-hatian
dan manajemen risiko yang handal, sehingga dapat tercipta
likuiditas dan efisiensi pasar valuta asing domestik yang
sehat.

II. Materi Pengaturan

Pasal 3 dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor


5/13/PBI/2003 tentang Posisi Devisa Neto Bank Umum
sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan
PBI Nomor 12/10/PBI/2010 tentang Perubahan Ketiga atas
Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/13/PBI/2003 tentang
Posisi Devisa Neto Bank Umum, dihapus.

6. 17/6/PBI/2015 Perubahan Atas Peraturan I. Latar belakang dan Tujuan


Bank Indonesia Nomor
16/16/PBI/2014 Tentang PBI ini diterbitkan dalam rangka mendukung percepatan
Transaksi Valuta Asing pendalaman pasar valuta asing domestik, diperlukan
Terhadap Rupiah Antara peningkatan likuiditas dan variasi instrumen di pasar
Bank Dengan Pihak keuangan. Upaya percepatan ini juga dilakukan dengan
Domestik memperhatikan dampaknya terhadap stabilitas nilat tukar
dan sistem keuangan, sehingga kondisi pasar kondusif
bagi pelaku ekonomi untuk melakukan lindung nilai.

66
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No. Peraturan Perihal Ringkasan

Selanjutnya, diharapkan pelaku pasar terdorong untuk


semakin baik dalam mengelola risiko, khususnya risiko
pasar, melalui transaksi lindung nilai. Pada akhirnya,
diharapkan tercapai efisiensi pasar valuta asing domestik
dan ketahanan yang tinggi terhadap gejolak.

II. Materi Pengaturan

1. Definisi Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah Bank


mencakup pula Transaksi Derivatif Valuta Asing terhadap
Rupiah dalam bentuk Cross-Currency Swap disamping
bentuk lainnya yang telah diatur.
2. Dalam melakukan Transaksi Valas terhadap Rupiah,
bank wajib:
a. Memiliki pedoman tertulis;
b. Memenuhi ketentuan otoritas perbankan yang
mengatur kategori bank yang dapat melakukan
transaksi valuta asing;
c. Menerapkan manajemen risiko secara efektif;
d. Melakukan self assesment mengenai kesiapan
manajemen risiko bank;
e. Melakukan mark-to-market untuk Transaksi Derivatif
Valuta Asing terhadap Rupiah;
f. Memberikan edukasi tentang Transaksi Derivatif
Valuta Asing terhadap Rupiah.
3. Cakupan underlying transaksi meliputi juga perkiraan
pendapatan dan biaya (income and expense estimation)
4. Pemberian kredit/pembiayaan untuk kegiatan
perdagangan dan investasi dapat menjadi underlying
transaksi dari Transaksi Derivatif Valuta Asing terhadap
Rupiah dalam rangka lindung nilai.

7. 17/7/PBI/2015 Perubahan Atas Peraturan I. Latar belakang dan Tujuan


Bank Indonesia Nomor
16/17/PBI/2014 Tentang PBI ini diterbitkan dalam rangka mendukung percepatan
Transaksi Valuta Asing pendalaman pasar valuta asing domestik, diperlukan
Terhadap Rupiah Antara peningkatan likuiditas dan variasi instrumen di pasar
Bank Dengan Pihak Asing keuangan. Upaya percepatan ini juga dilakukan dengan
memperhatikan dampaknya terhadap stabilitas nilat tukar
dan sistem keuangan, sehingga kondisi pasar kondusif
bagi pelaku ekonomi untuk melakukan lindung nilai.

Selanjutnya, diharapkan pelaku pasar terdorong untuk


semakin baik dalam mengelola risiko, khususnya risiko
pasar, melalui transaksi lindung nilai. Pada akhirnya,

67
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No. Peraturan Perihal Ringkasan

diharapkan tercapai efisiensi pasar valuta asing domestik


dan ketahanan yang tinggi terhadap gejolak.

II. Materi Pengaturan

1. Definisi Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah Bank


mencakup pula Transaksi Derivatif Valuta Asing terhadap
Rupiah dalam bentuk Cross-Currency Swap disamping
bentuk lainnya yang telah diatur.
2. Dalam melakukan Transaksi Valas terhadap Rupiah,
bank wajib:
a. Memiliki pedoman tertulis;
b. Memenuhi ketentuan otoritas perbankan yang
mengatur kategori bank yang dapat melakukan
transaksi valuta asing;
c. Menerapkan manajemen risiko secara efektif;
d. Melakukan self assesment mengenai kesiapan
manajemen risiko bank;
e. Melakukan mark-to-market untuk Transaksi Derivatif
Valuta Asing terhadap Rupiah;
f. Memberikan edukasi tentang Transaksi Derivatif
Valuta Asing terhadap Rupiah.
3. Cakupan underlying transaksi meliputi juga perkiraan
pendapatan dan biaya (income and expense estimation)
4. Pengaturan jangka waktu paling singkat 1 (satu) minggu
untuk Transaksi Derivatif Valuta Asing terhadap Rupiah
dihapuskan.

8. 17/8/PBI/2015 Pengaturan dan Latar Belakang Pengaturan:


Pengawasan Moneter
1. Dalam rangka mencapai dan memelihara kestabilan nilai
Rupiah, salah satu tugas Bank Indonesia adalah menetapkan
dan melaksanakan kebijakan moneter. Kebijakan moneter
yang efektif sangat diperlukan untuk mencapai dan
memelihara stabilitas moneter, baik secara internal maupun
secara eksternal.
2. Tugas Bank Indonesia di bidang moneter tersebut perlu
dibarengi dengan pengaturan dan pengawasan di bidang
moneter agar kestabilan moneter dapat terjaga, kebijakan
moneter dapat lebih efektif, risiko di bidang moneter dapat
dicegah dan dikurangi, dan ketentuan di bidang moneter
dapat dipastikan untuk dipenuhi oleh setiap orang (orang
perseorangan dan korporasi, baik bank maupun non-bank).

68
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No. Peraturan Perihal Ringkasan

Substansi Pengaturan:

1. Bank Indonesia melakukan pengaturan moneter dalam


rangka:
a. mencapai dan memelihara stabilitas moneter;
b. memastikan efektivitas Kebijakan Moneter; dan
c. mencegah dan mengurangi risiko di bidang moneter.
2. Pengaturan moneter tersebut mencakup antara lain:
a. suku bunga;
b. nilai tukar;
c. likuiditas;
d. lalu lintas devisa; dan
e. pasar uang dan pasar valuta asing.
Ketentuan mengenai pelaporan termasuk di dalamnya.
3. BankIndonesia melakukan pengawasan moneter dalam
rangka:
a. memastikan kepatuhan terhadap ketentuan di bidang
moneter; dan
b. mencegah dan mengurangi risiko di bidang moneter.
4. Pengawasan moneter dilakukan melalui:
a. pengawasan tidak langsung; dan
b. pemeriksaan.
5. Bank Indonesia dapat menugaskan pihak lain untuk
melakukan pemeriksaan untuk dan atas nama Bank
Indonesia. Pihak lain yang ditugaskan oleh Bank Indonesia
antara lain akuntan publik dan penilai publik Dalam hal
ini, pihak lain tersebut wajib untuk menjaga kerahasiaan
data, informasi, dan keterangan yang diperoleh dari hasil
pemeriksaan.
6. Terdapat kewajiban setiap orang antara lain untuk:
a. mematuhi ketentuan Bank Indonesia di bidang moneter.
b. menyediakan dan menyampaikan data, informasi,
dan/atau keterangan yang diperlukan oleh Bank
Indonesia dalam kegiatan pengawasan tidak langsung
Bank Indonesia serta bertanggung jawab atas kebenaran
data, informasi, dan /atau keterangan yang disampaikan
tersebut.
c. memberikan dokumen dan/atau data, informasi dan
keterangan yang berkaitan dengan kegiatan yang
diperiksa, baik lisan maupun tertulis, akses terhadap
sistem informasi dan/atau hal lain yang diperlukan
dalam kegiatanpemeriksaan Bank Indonesia.
d. melaksanakan tindak lanjut atas hasil pengawasan
moneter yang dilakukan oleh Bank Indonesia.

69
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No. Peraturan Perihal Ringkasan

7. Sehubungan dengan pelanggaran yang dilakukan oleh


setiap orang atas kewajiban yang terkait dengan:
a. Pelanggaran terhadap ketentuan pengaturan di bidang
moneter dan/atau pengawasan tidak langsung
dikenakan sanksi sesuai dengan PBI yang terkait.
b. Pelanggaran terhadap kewajiban terkait pemeriksaan
dan/atau kewajiban melaksanakan tindak lanjut atas
hasil pengawasan moneter dikenakan sanksi
administratif berupa teguran tertulis dan tetap wajib
memenuhi ketentuan.
c. Dalam hal setelah dikenakan sanksi administratif berupa
teguran tertulis, orang perseorangan dan korporasi
non-bank tetap melanggar kewajiban terkait dengan
pemeriksaan dan tindak lanjut pemeriksaan, Bank
Indonesia menyampaikan informasi mengenai
pengenaan sanksi administratif kepada pihak-pihak
terkait, antara lain:
i. Kreditor;
ii. Kementerian Negara Badan Usaha Milik Negara
(BUMN), bagi korporasi BUMN;
iii. Kementerian Keuangan c.q. Direktorat Jenderal
Pajak;
iv. Otoritas Jasa Keuangan (OJK); dan/atau
v. Bursa Efek Indonesia (BEI), bagi korporasi publik
yang tercatat di BEI.
d. Dalam hal setelah dikenakan sanksi teguran tertulis,
Bank tetap melanggar kewajiban terkait dengan
pemeriksaan dan tindak lanjut pemeriksaan, Bank dapat
dikenakan sanksi berupa:
i. pembatasan dan/atau larangan keikutsertaan dalam
operasi moneter;
ii. penghentian sementara sebagian atau seluruh
kegiatan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu
(APMK);
iii. perubahan status kepesertaan dalam Sistem Bank
Indonesia Real Time Gross Settlement (RTGS) dari
status aktif menjadi ditangguhkan (suspended);
dan/atau
iv. penghentian sementara dalam Sistem Kliring
Nasional Bank Indonesia;
e. Bank Indonesia menyampaikan informasi kepada OJK
mengenai pengenaan sanksi kepada Bank.
8. Pelanggaran kewajiban menjaga kerahasiaan yang dilakukan
oleh pihak yang ditugaskan oleh Bank Indonesia untuk
melakukan pemeriksaan, akan diberikan sanksi administratif
berupa:

70
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No. Peraturan Perihal Ringkasan

a. teguran tertulis;
b. rekomendasi untuk dikeluarkan dari daftar profesi yang
memberikan jasa di sektor keuangan yang dikeluarkan
oleh instansi yang berwenang; dan/atau
c. rekomendasi pencabutan izin usaha kepada instansi
yang berwenang

9. 17/9/PBI/2015 Penyelenggaraan Transfer I. Latar Belakang


Dana dan Kliring Berjadwal
oleh Bank Indonesia Dalam rangka mewujudkan penyelenggaraan kliring antar
Bank yang efisien, lancar, dan aman, Bank Indonesia
menyempurnakan penyelenggaraan Sistem Kliring Nasional
Bank Indonesia yang telah digunakan sejak 2005 antara
lain dengan melakukan:
a. perluasan akses kepesertaan yang tidak terbatas pada
Bank Umum;
b. penambahan jasa layanan transaksi yang bersifat rutin;
c. sentralisasi penyelenggaraan Layanan Kliring Warkat
Debit; dan
d. peningkatan perlindungan kepada nasabah Peserta
SKNBI.
Dengan adanya penyempurnaan tersebut, Bank Indonesia
mengatur kembali pengaturan dalam penyelenggaraan
SKNBI dengan menerbitkan Peraturan Bank Indonesia No.
17/9/PBI/2015 tentang Penyelenggaraan Transfer Dana
dan Kliring Berjadwal oleh Bank Indonesia.

II. Materi Pengaturan

1. Penyelenggara SKNBI adalah Bank Indonesia c.q.


Departemen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran.
2. Penyelenggaraan SKNBI terdiri atas 4 (empat) layanan
yaitu:
a. Layanan Transfer Dana, yaitu layanan dalam SKNBI
yang memproses pemindahan sejumlah dana antar
Peserta dari 1 (satu) pengirim kepada 1 (satu)
penerima.
b. Layanan Kliring Warkat Debit, yaitu layanan dalam
SKNBI yang memproses penagihan sejumlah dana
yang dilakukan antar Peserta dari 1 (satu) pengirim
tagihan kepada 1 (satu) penerima tagihan, disertai
dengan fisik Warkat Debit.
c. Layanan Pembayaran Reguler, yaitu layanan dalam
SKNBI yang memproses pemindahan sejumlah dana
antar Peserta dari 1 (satu) atau beberapa pengirim
kepada 1 (satu) atau beberapa penerima.

71
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No. Peraturan Perihal Ringkasan

d. Layanan Penagihan Reguler, yaitu layanan dalam


SKNBI yang memproses penagihan sejumlah dana
antar Peserta dari 1 (satu) pengirim tagihan kepada
beberapa penerima tagihan.
3. Pihak yang dapat menjadi Peserta SKNBI adalah: (i)
Bank Indonesia; (ii) Bank Umum; dan (iii) Penyelenggara
Transfer Dana Selain Bank. Khusus untuk Penyelenggara
Transfer Dana Selain Bank, keikutsertaannya dalam
SKNBI hanya terbatas pada Layanan Transfer Dana dan
Layanan Pembayaran Reguler.
4. Berdasarkan jenis kepesertaan, Peserta SKNBI terdiri
atas:
a. Peserta Langsung Utama (PLU), yaitu Peserta yang
mengirimkan DKE ke Penyelenggara secara langsung
dengan menggunakan infrastruktur SKNBI dan
Setelmen Dana dilakukan ke Rekening Setelmen
DanaPeserta yang bersangkutan.
b. Peserta Langsung Afiliasi (PLA), yaitu Peserta yang
mengirimkan DKE ke Penyelenggara secara langsung
dengan menggunakan infrastruktur SKNBI dan
pelaksanaan Setelmen Dana dilakukan melalui bank
pembayar.
c. Peserta Tidak Langsung (PTL), yaitu Peserta yang
mengirimkan DKE ke Penyelenggara dan pelaksanaan
Setelmen Dana dilakukan melalui bank penerus
5. Status Peserta SKNBI dibedakan menjadi 4 (empat),
yaitu:
a. aktif, yaitu Peserta dapat melakukan seluruh kegiatan
dalam layanan SKNBI sesuai hak dan akses dari
Peserta yang bersangkutan;
b. ditangguhkan, yaitu Peserta dibatasi kegiatannya
dalam layanan SKNBI dan dapat diberlakukan secara
independen;
c. dibekukan, yaitu Peserta dihentikan sementara
kegiatannya dalam seluruh layanan SKNBI; dan
d. dihentikan, yaitu Peserta dihentikan keikutsertaannya
secara tetap dan tidak dapat diaktifkan kembali
sebagai Peserta.
6. Peserta wajib penyediaan Prefund dalam rangka
memenuhi kewajibannya dalam penyelenggaraan
SKNBI, yang terdiri atas:
a. Prefund Kredit, untuk memenuhi kewajiban dalam
Layanan Transfer Dana dan Layanan Pembayaran
Reguler; dan
b. Prefund Debit untuk memenuhi kewajiban dalam
Layanan Kliring Warkat Debit dan Layanan Penagihan
Reguler.

72
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No. Peraturan Perihal Ringkasan

7. Dengan dilakukannya sentralisasi pada penyelenggaraan


Kliring Debit maka Penyelenggara Kliring Lokal beralih
fungsi menjadi pihak yang melakukan pertukaran
Warkat Debit.
8. Dalam rangka meningkatkan perlindungan kepada
nasabah penguna SKNBI, antara lain diatur hal-hal
sebagai berikut:
a. menetapkan batas paling banyak biaya transaksi
yang dikenakan oleh Peserta kepada nasabah;
b. kewajiban Peserta pengirim untuk meneruskan
perintah transfer dana kepada Peserta penerima
melalui Layanan Transfer Dana paling lama 2 (dua)
jam setelah Peserta pengirim melakukan pengaksepan;
c. kewajiban Peserta penerima untuk meneruskan
dana kepada nasabah penerima paling lama 2 (dua)
jam setelah Penyelenggara melakan Setelmen Dana.
9. Implementasi penyelenggaraan layanan dalam SKNBI
dilakukan secara bertahap. Tahapan implementasi akan
diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia
10. Bank Indonesia menetapkan sanksi administratif berupa
(i) teguran tertulis; (ii) kewajiban membayar; dan/atau
(iii) penurunan status kepesertaan, apabila Peserta tidak
memenuhi ketentuan yang diatur dalam PBI ini.
11. Penyelenggara melakukan pemantau kepatuhan Peserta
dan pihak selain kantor Bank Indonesia yang
melaksanakan pertukaran Warkat Debit terhadap
ketentuan yang ditetapkan oleh Penyelenggara.
12. Khusus untuk pengenaan sanksi kewajiban membayar
atas pelanggaran:
a. Pengisian kode kota awal pada saat pembuatan
DKE oleh Peserta pengirim;
b. batas waktu penerusan perintah transfer dana oleh
Peserta pengirim dalam Layanan Transfer Dana; dan
c. batas waktu penerusan dana kepada nasabah
Penerima oleh Peserta penerima dalam Layanan
Transfer Dana.
diberlakukan mulai tanggal 1 Januari 2016.

10. 17/10/PBI/2015 Rasio Loan To Value Atau Latar Belakang Pengaturan:


Rasio Financing To Value
Untuk Kredit Atau 1. Untuk menjaga pertumbuhan perekonomian nasional agar
Pembiayaan Properti Dan tetap berada pada momentum yang positif serta untuk
Uang Muka Untuk Kredit mendorong berjalannya fungsi intermediasi perbankan
Atau Pembiayaan maka perlu dilakukan penyesuaian terhadap kebijakan
Kendaraan Bermotor makroprudensial secara proporsional dan terukur dalam

73
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No. Peraturan Perihal Ringkasan

bentuk pelonggaran terhadap ketentuan perkreditan


khususnya di sektor properti dan kendaraan bermotor.
Pemberian kelonggaran didasarkan pada pertimbangan
bahwa kedua sektor tersebut memiliki multiplier effect
dan backward linkage yang cukup besar kepada sektor-
sektor ekonomi lainnya sehingga dampak lanjutannya
diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi.
2. Pelonggaran diberikan dalam bentuk peningkatan Rasio
Loan to Value (LTV) atau Rasio Financing to Value (FTV)
untuk kredit properti dan penurunan uang muka untuk
kredit kendaraan bermotor. Disisi lain, untuk mengantisipasi
dan sebagai upaya mitigasi risiko agar pelonggaran yang
diberikan tidak serta merta meningkatkan potensi risiko
kredit/pembiayaan, maka penerapan ketentuan LTV/FTV
dan uang muka yang baru akan dikaitkan dengan kinerja
bank dalam mengelola kredit/pembiayaan bermasalah.

Substansi Pengaturan:

1. Pokok-pokok perubahan PBI mengenai LTV/FTV dan Uang


Muka meliputi beberapa hal berikut:

a. Perubahan besaran rasio LTV untuk Kredit Properti (KP)


dan rasio FTV untuk Kredit Properti (KP) Syariah
sebagaimana tabel berikut:

Kredit Properti & Kredit Properti Syariah Akad


Murabahah & Istishna

Tipe Properti KP & KP Syariah


(m2) I II III

Rumah Tapak
Tipe > 70 80% 70% 60%
Tipe 22 - 70 - 80% 70%
Tipe ≤ 21 - - -
Rumah Susun
Tipe > 70 80% 70% 60%
Tipe 22 - 70 90% 80% 70%
Tipe ≤ 21 - 80% 70%
Ruko/Rukan - 80% 70%

74
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No. Peraturan Perihal Ringkasan

Kredit Properti Syariah


Akad MMQ & IMBT

Tipe Properti KP & KP Syariah


(m2) I II III

Rumah Tapak
Tipe > 70 85% 75% 65%
Tipe 22 - 70 - 80% 70%
Tipe ≤ 21 - - -
Rumah Susun
Tipe > 70 85% 75% 65%
Tipe 22 - 70 90% 80% 70%
Tipe ≤ 21 - 80% 70%
Ruko/Rukan - 80% 70%

b. Perubahan terhadap uang muka untuk kredit atau


pembiayaan kendaraan bermotor (KKB dan KKB Syariah)
sebagaimana tabel berikut:

Bank
Jenis Kendaraan
Konvensional Syariah

Roda 2 20% 20%

Roda 3 atau lebih


non produktif 25% 25%

Roda 3 atau lebih produktif 20% 20%

2. Persyaratan penerapan rasio LTV/FTV yang lebih besar dan


uang muka Kredit/pembiayaan bermotor yang lebih kecil
sebagai berikut:
a. Bank harus memiliki rasio kredit/pembiayaan bermasalah
terhadap total kredit/pembiayaan secara bruto (gross)
kurang dari 5%;
b. Bank harus memiliki rasio kredit/pembiayaan properti
terhadap total kredit/pembiayaan properti secara bruto
(gross) kurang 5%; dan
c. Bank harus memiliki rasio kredit/pembiayaan kendaraan
bermotor bermasalah terhadap total kredit/pembiayaan
bermotor secara bruto (gross) kurang dari 5%.

75
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No. Peraturan Perihal Ringkasan

3. Apabila Bank tidak dapat memenuhi persyaratan rasio


kredit/pembiayaan bermasalah, maka rasio LTV/FTV dan
uang muka menjadi sebagai berikut:

Kredit Properti & Kredit Properti Syariah Akad


Murabahah & Istishna

Tipe Properti KP & KP Syariah


(m2) I II III

Rumah Tapak
Tipe > 70 70% 60% 50%
Tipe 22 - 70 - 70% 60%
Tipe ≤ 21 - - -
Rumah Susun
Tipe > 70 70% 60% 50%
Tipe 22 - 70 80% 70% 60%
Tipe ≤ 21 - 70% 60%
Ruko/Rukan - 70% 60%

Kredit Properti Syariah


Akad MMQ & IMBT

Tipe Properti KP & KP Syariah


(m2) I II III

Rumah Tapak
Tipe > 70 80% 70% 60%
Tipe 22 - 70 - 80% 70%
Tipe ≤ 21 - - -
Rumah Susun
Tipe > 70 80% 70% 60%
Tipe 22 - 70 90% 80% 70%
Tipe ≤ 21 - 80% 70%
Ruko/Rukan - 80% 70%

Sementara, besaran uang muka untuk kredit/pembiayaan


bermotor menjadi sebagai berikut:

76
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No. Peraturan Perihal Ringkasan

Bank
Jenis Kendaraan
Konvensional Syariah

Roda 2 25% 25%

Roda 3 atau lebih


non produktif 30% 30%

Roda 3 atau lebih produktif 20% 20%

4. Selain pelonggaran rasio LTV/FTV dan uang muka,


pelonggaran juga dilakukan terhadap jaminan yang
diserahkan pengembang kepada bank dalam pemberian
kredit/pembiayaan properti melalui mekanisme inden.
Jaminan tersebut dapat berupa aset tetap, aset bergerak,
bank guarantee, standby letter of credit dan/atau dana
yang dititipkan dan/atau disimpan dalam escrow account
di bank pemberi kredit/pembiayaan. Nilai jaminan yang
diberikan paling kurang sebesar selisih antara komitmen
kredit/pembiayaan dengan pencairan kredit/pembiayaan
yang telah dilakukan oleh bank. Sementara itu, jaminan
yang diberikan oleh pihak lain dapat berbentuk corporate
guarantee, stand by letter of credit atau bank guarantee.

11. 17/11/PBI/2015 Perubahan Atas Peraturan Latar Belakang Pengaturan :


Bank Indonesia Nomor
15/15/PBI/2013 tentang 1. Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang dilakukan
Giro Wajib Minimum Bank melalui pertumbuhan kredit perbankan, dilakukan
Umum Dalam Rupiah Dan penyesuaian terhadap kebijakan GWM melalui perhitungan
valuta Asing Bagi Bank loan to deposit ratio.
Umum 2. Untuk memperjelas pengaturan mengenai kewajiban
pemenuhan GWM bagi wilayah yang mengalami libur
fakultatif.
3. Untuk memperjelas pengaturan kewajiban pemenuhan
GWM bagi bank yang melakukan merger atau konsolidasi,
bank yang melakukan konversi kegiatan usaha dari bank
umum konvensional menjadi bank syariah, dan bank yang
mendapat izin melakukan kegiatan usaha dalam valuta
asing.

77
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No. Peraturan Perihal Ringkasan

Substansi Pengaturan :

1. Loan to funding ratio (LFR).


a. Memasukkan komponen surat berharga yang
diterbitkan bank dalam perhitungan loan to deposit
ratio (LDR), sehingga formula LDR menjadi : Kredit /
(DPK + Surat Berharga Yang diterbitkan Bank).
b. Seiring berubahnya formula LDR, maka istilah LDR
diganti menjadi loan to funding ratio (LFR). Adapun
besaran dan parameter yang digunakan dalam
perhitungan GWM LFR ditetapkan sebagai berikut :
1) Batas bawah LFR Target sebesar 78%.
2) Batas atas LFR Target sebesar 92%.
3) KPMM Insentif sebesar 14%.
4) Parameter Disinsentif Bawah sebesar 0,1.
5) Parameter Disinsentif Atas sebesar 0,2.
c. Mulai 1 Agustus 2015, batas atas LFR bank dapat
menjadi sebesar 94% dalam hal bank memenuhi kriteria:
1) bank dapat memenuhi rasio kredit UMKM lebih
cepat dari target waktu tahapan pencapaian Rasio
Kredit UMKM sebagaimana ditetapkan dalam PBI
No. 14/22/PBI/2012 tentang Pemberian Kredit atau
Pembiayaan oleh Bank Umum dan Bantuan Teknis
Dalam rangka Pengembangan Usaha Mikro, Kecil,
dan Menengah;
2) rasio NPL total kredit bank secara bruto (gross) <
5%; dan
3) rasio NPL kredit UMKM bank secara bruto (gross)
< 5%.
d. Di lain pihak, mulai 1 Februari 2016 bank dapat
dikenakan pengurangan jasa giro dalam hal bank tidak
memenuhi kriteria sebagaimana huruf c, yaitu:
1) bank tidak dapat memenuhi rasio kredit UMKM
sebagaimana ditetapkan dalam PBI No.
14/22/PBI/2012;
2) rasio NPL total kredit bank secara bruto (gross) ≥
5%; atau
3) rasio NPL kredit UMKM bank secara bruto (gross)
≥ 5%.
e. Adapun besarnya pengurang jasa giro sebagai berikut:
1) Dalam hal yang tidak dipenuhi adalah rasio kredit
UMKM, maka pengurang jasa giro sebesar 0,5%
+ {0,1 x(rasio kredit UMKM yang ditetapkan – rasio
kredit UMKM bank}.
2) Dalam hal rasio kredit UMKM dapat dipenuhi namun
rasio NPL total kredit dan/atau rasio NPL UMKM ≥
5%, maka pengurang jasa giro sebesar 0,5%.

78
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No. Peraturan Perihal Ringkasan

f. Bank Indonesia dapat tidak mengenakan pengurang


jasa giro terhadap bank yang sedang dikenakan
pembatasan kegiatan usaha oleh OJK terkait dengan
penyaluran kredit UMKM. Hal tersebut dilakukan atas
dasar permintaan OJK.
2. Laporan surat berharga.
a. Surat berharga yang digunakan dalam perhitungan
LFR adalah surat berharga yang memenuhi kriteria :
1) diterbitkan bank dalam bentuk medium term notes
(MTN), floating rate notes (FRN), dan obligasi selain
obligasi subordinasi;
2) ditawarkan kepada publik melalui penawaran umum
(public offering);
3) memiliki peringkat yang diterbitkan lembaga
pemeringkat dengan peringkat paling kurang setara
dengan peringkat investasi;
4) dimiliki bukan bank baik penduduk dan bukan
penduduk; dan
5) ditatausahakan di lembaga yang berwenang
memberikan layanan jasa penyimpanan dan
penyelesaian transaksi efek.
b. Bank menyampaikan informasi surat berharga yang
digunakan dalam perhitungan LFR dalam suatu laporan
kepada Bank Indonesia melalui sarana elektronik (email)
dan/atau CD.
c. Periode laporan surat berharga diatur sebagai berikut:
1) Laporan wajib disampaikan paling lambat 10 hari
kerja pada bulan berikutnya setelah berakhirnya
bulan laporan.
2) Bank dinyatakan terlambat menyampaikan laporan
setelah batas akhir penyampaian laporan sampai
dengan 5 hari kerja berikutnya.
3) Bank dinyatakan tidak menyampaikan laporan
apabila bank belum menyampaikan laporan setelah
batas waktu keterlambatan penyampaian laporan.
d. Sanksi terkait laporan surat berharga :
1) Bank yang terlambat menyampaikan laporan
dikenakan sanksi teguran tertulis dan kewajiban
membayar sebesar Rp 1.000.000,00 (satu juta
rupiah) per hari kerja keterlambatan.
2) Bank yang yang dinyatakan tidak menyampaikan
laporan dikenakan sanksi teguran tertulis dan
kewajiban membayar sebesar Rp 30.000.000,00
(tiga puluh juta rupiah).
e. Pengenaan sanksi tidak menghilangkan kewajiban bank
untuk menyampaikan laporan surat berharga kepada
Bank Indonesia.

79
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No. Peraturan Perihal Ringkasan

3. Pemenuhan GWM bagi wilayah yang mengalami libur


fakultatif.
a. Dalam hal Bank Indonesia di wilayah tersebut tutup,
maka bank yang berkantor pusat di wilayah tersebut
tidak diwajibkan memenuhi GWM.
b. Dalam hal Bank Indonesia di wilayah tersebut tetap
beroperasi, maka :
1) Dalam hal bank yang berkantor pusat di wilayah
tersebut beroperasi, maka bank tersebut wajib
memenuhi GWM.
2) Dalam hal yang berkantor pusat di wilayah tersebut
tutup dan menyampaikan pemberitahuan tertulis
kepada Bank Indonesia maka bank tersebut tidak
diwajibkan memenuhi GWM.
4. Pemenuhan GWM bagi bank yang melakukan merger atau
konsolidasi.
a. Perhitungan GWM dalam Rupiah dan valuta asing tetap
dilakukan secara terpisah sampai dengan 2 (dua) hari
kerja sebelum tanggal efektif pelaksanaan merger atau
konsolidasi.
b. Sejak 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal efektif
pelaksanaan merger atau konsolidasi, pemenuhan
GWM dalam Rupiah dan valuta asing hanya dihitung
untuk bank hasil merger atau konsolidasi.
c. Perhitungan pemenuhan GWM dalam Rupiah dan
valuta asing untuk bank hasil merger atau konsolidasi
sebagaimana dimaksud dalam huruf b dilakukan dengan
menggunakan data gabungan Bank yang melakukan
merger atau konsolidasi sampai dengan data bank hasil
merger atau konsolidasi tersedia.
d. Untuk data KPMM yang digunakan dalam perhitungan
GWM sejak 1 hari kerja sebelum merger diperoleh dari
Bank yang melakukan merger atau konsolidasi
berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan oleh
Bank atas penggabungan data yang digunakan dalam
perhitungan KPMM masing-masing Bank sebelum
tanggal efektif pelaksanaan merger atau konsolidasi.
e. Dalam hal Bank Indonesia memberikan jasa giro atau
mengenakan sanksi kepada bank yang menggabungkan
diri atau bank yang meleburkan diri setelah tanggal
efektif pelaksanaan merger atau konsolidasi maka
pemberian jasa giro atau pengenaan sanksi ditujukan
kepada bank hasil merger atau konsolidasi.
5. Pemenuhan GWM bagi bank yang melakukan konversi
kegiatan usaha dari bank umum konvensional menjadi
bank syariah.

80
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No. Peraturan Perihal Ringkasan

a. Bank harus memenuhi GWM dalam Rupiah dan valuta


asing yang berlaku bagi bank umum konvensional
sampai dengan 1 (satu) hari kerja sebelum pelaksanaan
kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.
b. Perhitungan GWM bagi Bank yang telah melaksanakan
kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah dilakukan
dengan menggunakan data saat Bank masih melakukan
kegiatan usaha sebagai Bank Umum Konvensional
sampai dengan data Bank setelah melakukan kegiatan
usaha sebagai Bank Umum Syariah tersedia
sebagaimana ketentuan yang mengatur mengenai giro
wajib minimum dalam Rupiah dan valuta asing bagi
bank umum syariah dan unit usaha syariah.
6. Pemenuhan GWM bagi bank yang mendapat izin
melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing.
Perhitungan GWM dalam valuta asing untuk Bank yang
mendapatkan izin melakukan kegiatan usaha dalam valuta
asing berlaku sejak tersedianya data untuk dapat melakukan
perhitungan GWM dalam valuta asing, yaitu data rata-
rata harian jumlah Dana Pihak Ketiga dalam valuta asing
pada Laporan Berkala Bank Umum.

12. 17/12/PBI/2015 Perubahan atas Peraturan I. Latar Belakang dan Tujuan


Bank Indonesia
No.14/22/PBI/2012 tentang Masih terdapat kendala dalam penyaluran Kredit atau
Pemberian Kredit atau Pembiayaan UMKM yang antara lain disebabkan rendahnya
Pembiayaan oleh Bank akses UMKM untuk mendapatkan Kredit atau Pembiayaan
Umum dan Bantuan Teknis dari perbankan. Oleh karena itu, untuk lebih meningkatkan
dalam rangka penyaluran kredit perbankan kepada UMKM dipandang
Pengembangan Usaha perlu bauran kebijakan makroprudensial, yaitu kebijakan
Mikro, Kecil, dan giro wajib minimum berdasarkan loan to funding ratio
Menengah yang dikaitkan dengan pencapaian rasio kredit UMKM.

II. Materi Pengaturan


1. Bank Umum wajib memberikan pembiayaan kredit
UMKM yang pencapaiannya dilakukan secara bertahap.
2. Bank Umum konvensional harus menjaga rasio Kredit
UMKM secara bulanan atas rasio Kredit UMKM sesuai
tahapan yang telah ditentukan.
3. Pencapaian rasio pemberian Kredit UMKM Bank Umum
konvensional menjadi salah satu faktor untuk
memperoleh insentif berupa kelonggaran batas atas
loan to funding ratio target atau berupa pengurangan
jasa giro.

81
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No. Peraturan Perihal Ringkasan

4. Pemberian insentif lain kepada Bank Umum yang


menyalurkan Kredit atau Pembiayaan UMKM, berupa
pelatihan kepada pejabat kredit/account officer,
pelatihan kepada Usaha Mikro dan Usaha Kecil, fasilitasi
dalam pemanfaatan pemeringkatan kredit (credit rating)
untuk Usaha Kecil dan Usaha Menengah, dan publikasi
serta pemberian penghargaan (award).
5. Bank Umum wajib menyampaikan laporan realisasi
pemberian Kredit atau Pembiayaan UMKM secara online
melalui Laporan Bulanan Bank Umum atau Laporan
Stabilitas Moneter dan Sistem Keuangan Bank Umum
Syariah dan Unit Usaha Syariah.
6. Apabila laporan secara online untuk laporan realisasi
pemberian Kredit atau Pembiayaan UMKM melalui kerja
sama pola executing belum tersedia, Bank Umum wajib
menyampaikan laporan realisasi pemberian Kredit atau
Pembiayaan UMKM melalui kerja sama pola executing
secara offline.
7. Bank Indonesia menetapkan batas waktu terkait dengan
penyampaian laporan, keterlambatan penyampaian
laporan, dan tidak menyampaikan laporan realisasi
pemberian Kredit atau Pembiayaan UMKMmelalui kerja
sama pola executing secara offline.
8. Bank Umum syariah yang tidak mencapai rasio
Pembiayaan UMKM sesuai tahapan yang ditetapkan,
dikenakan pembinaan berupa kewajiban
menyelenggarakan pelatihan kepada pelaku UMKM
yang tidak sedang dan/atau belum pernah mendapat
Pembiayaan UMKM.
9. Bank Umum Syariah dikenakansanksi administratif
berupa teguran tertulis dalam hal :
a. tidak mencapai realisasi pemberian kredit atau
pembiayaan UMKM sesuai tahapan.
b. tidak melaksanakan pelatihan, tidak merealisasikan
besarnya dana pelatihan sesuai dengan ketentuan,
dan/atau tidak melaporkan pelatihan paling lambat
bulan September tahun berikutnya.
10. Kantor cabang bank yang berkedudukan di luar negeri
dan Bank Campuran dikenakan Sanksi administratif
berupa teguran tertulis apabila menyalurkan kredit
UMKM secara tidak langsung selain melalui kerjasama
pola executing.
11. Bank Umum yang terlambat menyampaikan Laporan
Kredit atau Pembiayaan kepada UMKM pola executing
secara offline dikenakan sanksi teguran tertulis dan
kewajiban membayar sebesar Rp1.000.000,00 (satu
juta rupiah) per hari kerja keterlambatan.

82
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No. Peraturan Perihal Ringkasan

12. Bank yang tidak menyampaikan Laporan Kredit atau


Pembiayaan kepada UMKM pola executing secara
offline dikenakan sanksi teguran tertulis dan kewajiban
membayar sebesar Rp30.000.000,00 (tiga puluh juta
rupiah).
13. Pengenaan sanksi tidak menghilangkan kewajiban Bank
untuk menyampaikan laporan pemberian Kredit atau
Pembiayaan kepada UMKM.
14. Selain mengenakan sanksi di atas, Bank Indonesia dapat
merekomendasikan kepada otoritas pengawas bank
untuk melakukan tindakan sesuai dengan
kewenangannya.

83
RINGKASAN SURAT EDARAN BANK INDONESIA EKSTERN
JANUARI - JUNI 2015

No. Peraturan Perihal Ringkasan

1. 17/1/DSta Perubahan atas Surat 1. Ketentuan ini terkait dengan perubahan laporan sebagai
Edaran Bank Indonesia tindak lanjut dari diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia
Nomor 14/31/DPNP Nomor 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik (Electronic
Tanggal 31 Oktober 2012 Money) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank
Perihal Laporan Kantor Indonesia Nomor 16/8/PBI/2014.
Pusat Bank Umum 2. Secara umum, penyesuaian form di LKPBU adalah sbb:
a. Penambahan 4 (empat) Form terkait Layanan Keuangan
Digital (LKD), yaitu:
1) Form 314 – Laporan Bulanan Perkembangan
Layanan Keuangan Digital
2) Form 315 – Laporan Bulanan Transaksi Layanan
Keuangan Digital
3) Form 315 – Laporan Bulanan Agen Layanan
Keuangan Digital
4) Form 316 – Laporan Bulanan Permasalahan Layanan
Keuangan Digital
Form ini wajib disampaikan oleh Bank yang telah
memperoleh penegasan dari Bank Indonesia terhadap
rencana penyelenggaraan Layanan Keuangan Digital
(LKD). Batas waktu penyampaian laporan adalah paling
lambat tanggal 15 pada bulan Laporan berikutnya.
b. Penambahan Informasi Profil Penyelenggara Alat
Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu (APMK) dan
Profil Penyelenggara Uang Elektronik yang di-update
oleh Bank setiap terjadi perubahan data
c. Penambahan kewajiban pelaporan Form 304 – Laporan
Bulanan Infrastruktur oleh Penerbit Uang Elektronik
3. Selain itu, dilakukan juga perubahan terhadap alamat
penyampaian pemberitahuan tertulis terkait penyampaian
laporan secara offline karena gangguan teknis, dari
Departemen Pengelolaan Sistem Informasi menjadi
Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan.
4. Ketentuan ini mulai berlaku untuk pelaporan data bulan
Januari 2015 yang disampaikan pada bulan Februari 2015.

85
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No. Peraturan Perihal Ringkasan

2. 17/2/DSta Perubahan Keempat atas 1. Ketentuan ini terkait dengan perubahan laporan sebagai
Surat Edaran Bank tindak lanjut dari diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia
Indonesia Nomor Nomor 15/12/PBI/2013 tentang Kewajiban Penyediaan
8/15/DPNP tanggal 12 Juli Modal Minimum Bank Umum.
2006 perihal Laporan 2. Secara umum, penyesuaian form di LBBU adalah sbb:
Berkala Bank Umum

No. Form Perubahan

1. Form 9.j - Perhitungan a. Menghapus sandi


Rasio Kewajiban 29090
Penyediaan Modal b. Menambahkan sandi
Minimum 29100, 29105, 29110,
29111, 29112, 29120,
2. Form 9.j - Perhitungan 29200, 29300, 29400,
Rasio Kewajiban 29500, 29510, 29520,
Penyediaan Modal 29530, 29540, 29550,
Minimum secara 29600, 29700, 29800,
Konsolidasi 29810, 29820, 29830,
dan 29900

3. Formulir 9.i mulai berlaku untuk data posisi akhir bulan


Januari 2015 yang disampaikan pada periode penyampaian
I bulan Februari 2015. Sedangkan, Formulir 9.j mulai
berlaku untuk data posisi akhir triwulan I-2015 yang
disampaikan pada periode penyampaian III bulan April
2015.

3. 17/3/DSta Pelaporan Kegiatan I. Latar Belakang


Penerapan Prinsip Kehati-
hatian dalam Pengelolaan Surat Edaran Bank Indonesia ini diterbitkan sebagai tindak
Utang Luar Negeri lanjut dari penerbitan Peraturan Bank Indonesia Nomor
Korporasi Nonbank 16/21/PBI/2014 tentang Penerapan Prinsip Kehati-hatian
dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri Korporasi Nonbank
dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/22/PBI/2014
tentang Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa dan Pelaporan
Kegiatan Penerapan Prinsip Kehati-hatian dalam Pengelolaan
Utang Luar Negeri Korporasi Nonbank serta dalam rangka
meningkatkan efektivitas pelaksanaan Peraturan Bank
Indonesia tersebut.

II. Pokok-pokok Pengaturan

a. Pelapor
Pelapor adalah Korporasi Nonbank Pelapor LLD yang
merupakan debitur ULN, yang memiliki ULN dalam
Valuta Asing.

86
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No. Peraturan Perihal Ringkasan

b. Jenis Laporan
1) Laporan KPPK, meliputi keterangan dan data
mengenai Aset Valuta Asing dan Kewajiban Valuta
Asing yang akan jatuh waktu:
a) sampai dengan 3 (tiga) bulan ke depan; dan/atau
b) lebih dari 3 (tiga) bulan sampai dengan 6 (enam)
bulan ke depan.
2) Laporan KPPK yang telah melalui Prosedur Atestasi,
meliputi:
a) keterangan dan/atau informasi yang merupakan
hasil penilaian oleh akuntan publik independen
berdasarkan Prosedur Atestasi; dan
b) Laporan KPPK Triwulan IV yang telah dikoreksi
berdasarkan hasil Prosedur Atestasi.
3) Informasi mengenai pemenuhan Peringkat Utang
(Credit Rating), berupa peringkat yang masih berlaku
atas korporasi (issuer rating) dan/atau surat utang
(issuer rating) sesuai dengan jenis dan jangka waktu
ULN dalam Valuta Asing.
4) Laporan Keuangan, terdiri atas Laporan Keuangan
triwulanan unaudited dan Laporan Keuangan
tahunan audited, yang meliputi data mengenai
posisi keuangan, laba rugi komprehensif, dan
perubahan ekuitas.

c. Media Penyampaian Laporan


Laporan, koreksi laporan, dan/atau dokumen pendukung
disampaikan kepada Bank Indonesia secara online
melalui website pelaporan di Bank Indonesia dengan
alamat http://www.bi.go.id/lkpbuv2.

d. Batas Waktu Penyampaian Laporan


1) Laporan KPPK dan Laporan Keuangan triwulanan
unaudited disampaikan setiap Triwulan, paling
lambat akhir bulan ketiga setelah akhir Triwulan
laporan pada akhir Jam Kerja dengan masa koreksi
sampai dengan akhir bulan keempat setelah akhir
Triwulan laporan pada akhir Jam Kerja.
2) Laporan KPPK yang telah melalui Prosedur Atestasi
dan Laporan Keuangan tahunan audited
disampaikan setiap tahun, paling lambat pada akhir
bulan Juni setelah akhir tahun laporan pada akhir
Jam Kerja dengan masa koreksi sampai dengan
akhir bulan Juli setelah akhir tahun laporan pada
akhir Jam Kerja.

87
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No. Peraturan Perihal Ringkasan

3) Informasi mengenai pemenuhan Peringkat Utang


(Credit Rating) disampaikan paling lambat pada akhir
bulan berikutnya setelah bulan ditandatanganinya/
diterbitkannya ULN pada akhir Jam Kerja dengan
masa koreksi sampai dengan tanggal 20 setelah
bulan penyampaian laporan yang bersangkutan
pada akhir Jam Kerja.

e. Masa Keterlambatan Penyampaian Laporan


1) Masa keterlambatan untuk penyampaian Laporan
KPPK dan Laporan Keuangan triwulanan unaudited
adalah masa setelah berakhirnya batas waktu
penyampaian laporan sampai dengan akhir bulan
keempat setelah akhir Triwulan laporan pada akhir
Jam Kerja.
2) Masa keterlambatan untuk penyampaian Laporan
KPPK yang telah melalui Prosedur Atestasi dan
Laporan Keuangan tahunan audited adalah masa
setelah berakhirnya batas waktu penyampaian
laporan sampai dengan akhir bulan Juli setelah akhir
tahun laporan pada akhir Jam Kerja.
3) Masa keterlambatan untuk penyampaian informasi
mengenai pemenuhan Peringkat Utang (Credit
Rating) adalah masa setelah berakhirnya batas
waktu penyampaian laporan sampai dengan akhir
bulan setelah bulan penyampaian laporan yang
bersangkutan pada akhir Jam Kerja.

f. Tidak Menyampaikan Laporan


Pelapor dinyatakan tidak menyampaikan laporan apabila
sampai dengan batas akhir masa keterlambatan
penyampaian laporan, Bank Indonesia belum menerima
laporan dari Pelapor.

g. Penelitian Kebenaran Laporan


1) Bank Indonesia dapat melakukan penelitian terhadap
kebenaran laporan dan/atau koreksi laporan yang
disampaikan Pelapor.
2) Pelapor harus memberikan bukti pembukuan,
catatan, dokumen, dan penjelasan yang diperlukan
dalam rangka penelitian kebenaran laporan paling
lama 15 (lima belas) hari kerja sejak tanggal
penerbitan surat permintaan.

88
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No. Peraturan Perihal Ringkasan

3) Dalam hal Pelapor tidak memberikan bukti


pembukuan, catatan, dokumen, dan penjelasan
sesuai jangka yang ditentukan, laporan yang
disampaikan Pelapor kepada Bank Indonesia
dinyatakan tidak benar.

h. Sanksi Administratif
1) Laporan Tidak Lengkap dan/atau Laporan Tidak
Benar
a) Pelapor yang menyampaikan Laporan KPPK tidak
lengkap dan/atau tidak benar dikenakan sanksi
administratif berupa denda sebesar
Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) untuk
setiap Laporan KPPK yang tidak lengkap dan/atau
tidak benar.
b) Laporan KPPK yang tidak lengkap adalah apabila
sampai dengan batas waktu penyampaian
laporan, Laporan KPPK tidak disertai dengan
dokumen pendukung yang diminta,
c) Laporan KPPK yang tidak benar adalah apabila
Pelapor tidak memberikan bukti pembukuan,
catatan, dokumen, dan penjelasan dalam rangka
penelitian kebenaran laporan kepada Bank
Indonesia dalam jangka waktu yang ditentukan.

2) Terlambat Menyampaikan Laporan


a) Pelapor yang terlambat menyampaikan Laporan
KPPK, Laporan KPPK yang telah melalui Prosedur
Atestasi, dan/atau Laporan Keuangan, dikenakan
sanksi administratif berupa denda sebesar
Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) untuk
setiap hari kerjaketerlambatan dengan denda
paling banyak sebesar Rp5.000.000,00 (lima
juta rupiah).
b) Pelapor yang terlambat menyampaikan informasi
mengenai pemenuhan Peringkat Utang (Credit
Rating) beserta dokumen pendukung dikenakan
sanksi administratif berupa teguran tertulis
dan/atau pemberitahuan kepada otoritas atau
instansi yang berwenang.
c) Selain dikenakan sanksi administratif berupa
denda, Pelapor dapat dikenakan sanksi
administratif berupa teguran tertulis dan/atau
pemberitahuan kepada otoritas atau instansi
yang berwenang dalam hal:

89
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No. Peraturan Perihal Ringkasan

i. Pelapor tidak membayar sanksi administratif


berupa denda; atau
ii. Pelapor telah dikenakan sanksi administratif
berupa denda sebanyak 3 (tiga) kali dalam
1 (satu) tahun kalender.

3) Tidak Menyampaikan Laporan


a) Pelapor yang tidak menyampaikan Laporan
KPPK, Laporan KPPK yang telah melalui Prosedur
Atestasi, dan/atau Laporan Keuangan sampai
dengan berakhirnya masa keterlambatan
penyampaian laporan dikenakan sanksi
administratif berupa denda sebesar
Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
b) Pelapor yang tidak menyampaikan informasi
mengenai pemenuhan Peringkat Utang (Credit
Rating) beserta dokumen pendukung dikenakan
sanksi administratif berupa teguran tertulis
dan/atau pemberitahuan kepada otoritas atau
instansi yang berwenang.
c) Selain dikenakan sanksi administratif berupa
denda, Pelapor dapat dikenakan sanksi
administratif berupa teguran tertulis dan/atau
pemberitahuan kepada otoritas atau instansi
yang berwenang dalam hal:
i. Pelapor tidak membayar sanksi administratif
berupa denda; atau
ii. Pelapor telah dikenakan sanksi administratif
berupa denda sebanyak 3 (tiga) kali dalam
1 (satu) tahun kalender.

i. Pembayaran Sanksi Administratif Berupa Denda


1) Pembayaran sanksi administratif berupa denda
disetorkan ke rekening Bank Indonesia.
2) Pelapor harus memberikan bukti pembayaran sanksi
administratif berupa denda kepada Bank Indonesia
paling lambat akhir bulan berikutnya setelah tanggal
penerbitan surat penetapan sanksi administratif
berupa denda.

j. Keadaan Memaksa
1) Pelapor yang mengalami keadaan memaksa sehingga
menyebabkan keterangan dan data tidak tersedia,
dikecualikan dari kewajiban menyampaikan laporan.

90
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No. Peraturan Perihal Ringkasan

2) Pelapor yang mengalami keadaan memaksa sehingga


menyebabkan penyampaian laporan terhambat,
dikecualikan dari kewajiban menyampaikan laporan
dalam batas waktu untuk periode laporan pada saat
keadaan memaksa terjadi.
3) Pelapor wajib menyampaikan laporan setelah Pelapor
kembali melakukan kegiatan operasional secara
normal.

k. Korespondensi dan Help Desk


Penyampaian laporan dan/atau koreksi laporan secara
offline, surat, pertanyaan, dan informasi lainnya
berkaitan dengan pelaporan ditujukan kepada:
Bank Indonesia
Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan
Grup Pengelolaan dan Pengawasan Laporan 2
c.q. Divisi Pengelolaan dan Pengawasan Lalu Lintas
Devisa
Menara Sjafruddin Prawiranegara, Lantai 16
Jl. M.H. Thamrin No. 2
Jakarta 10350

l. Ketentuan Penutup
1) Penyampaian laporan serta koreksinya, sejak tanggal
1 Januari 2015 sampai dengan tanggal 31 Desember
2015 dilakukan secara offline dengan masa koreksi
15 (lima belas) hari kalender setelah batas akhir
penyampaian laporan atau informasi.
2) Penyampaian secara online mulai berlaku pada
tanggal 1 Januari 2016.
3) Pengenaan sanksi bagi Pelapor terhadap Laporan
KPPK, Laporan KPPK yang telah melalui Prosedur
Atestasi, dan Laporan Keuangan mulai berlaku sejak
pelaporan data Triwulan III tahun 2015.
4) Pengenaan sanksi bagi Pelapor terhadap informasi
mengenai pemenuhan Peringkat Utang (Credit
Rating) mulai berlaku bagi ULN yang ditandatangani
atau diterbitkan tanggal 1 Januari 2016.

Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal


6 Maret 2015

91
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No. Peraturan Perihal Ringkasan

4. 17/4/DSta Pelaporan Kegiatan Lalu 1. Latar Belakang


Lintas Devisa Berupa
Rencana Utang Luar Negeri Surat Edaran ini diterbitkan sebagai tindak lanjut dari
dan Perubahan Rencana penerbitan Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/22/PBI/2014
Utang Luar Negeri tentang Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa dan Pelaporan
Kegiatan Penerapan Prinsip Kehati-hatian Dalam Pengelolaan
Utang Luar Negeri Korporasi Nonbank. Surat Edaran ini
berfungsi sebagai ketentuan pelaksanaan mengenai
pelaporan kegiatan lalu lintas devisa (LLD) berupa rencana
utang luar negeri (ULN) dan perubahan rencana ULN.

2. Pokok-pokok Pengaturan
a. Pelapor
1) Pelapor adalah Penduduk selain bank yang
melakukan kegiatan LLD, baik untuk kepentingan
Pelapor yang bersangkutan maupun pihak lain.
2) Korporasi Nonbank yang baru pertama kali
menyampaikan Laporan Rencana ULN harus mengisi
data Profil Pelapor dengan menyertakan dokumen
pendukung.
3) Untuk memperoleh Sandi Pelapor, Korporasi
Nonbank yang baru pertama kali menyampaikan
laporan harus mengajukan surat permohonan
kepada Bank Indonesia.
4) Dalam hal terdapat perubahan atas data Profil
Pelapor, Pelapor harus menyampaikan perubahan
data tersebut kepada Bank Indonesia.
b. Cakupan Laporan
1) Laporan Rencana ULN, meliputi keterangan dan
data mengenai rencana ULN Jangka Panjang selama
1 (satu) tahun berjalan, baik berupa utang baru
maupun perpanjangan (rollover) utang lama
a) sampai dengan 3 (tiga) bulan ke depan; dan/atau
b) lebih dari 3 (tiga) bulan sampai dengan 6 (enam)
bulan ke depan.
2) Laporan Perubahan Rencana ULN, meliputi
perubahan atas rencana ULN Jangka Panjang selama
1 (satu) tahun berjalan.
c. Kewajiban Penyampaian Laporan
1) Kewajiban penyampaian Laporan Rencana ULN
berlaku bagi:
a) Pelapor yang berencana untuk memperoleh ULN
Jangka Panjang baru selama 1 (satu) tahun
berjalan;
b) Pelapor yang berencana untuk memperpanjang
(rollover) ULN Jangka Panjang; dan/atau

92
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No. Peraturan Perihal Ringkasan

c) Pelapor yang berencana memperpanjang ULN


Jangka Pendek menjadi Jangka Panjang.
2) Kewajiban penyampaian Laporan Perubahan Rencana
ULN berlaku bagi Pelapor yang akan mengubah
rencana ULN Jangka Panjang selama 1 (satu) tahun
berjalan.

d. Tata Cara Penyampaian Laporan


Penyampaian laporan dilakukan secara online melalui
website pelaporan kegiatan LLD yang dikelola oleh
Bank Indonesia dengan alamat
http://www.bi.go.id/lkpbuv2.

e. Batas Waktu Penyampaian Laporan


1) Laporan Rencana ULN disampaikan paling lambat
tanggal 15 Maret tahun berjalan.
2) Laporan Perubahan Rencana ULN disampaikan
paling lambat tanggal 1 Juli tahun berjalan.

f. Terlambat dan Tidak Menyampaikan Laporan


1) Pelapor dinyatakan terlambat menyampaikan
Laporan Rencana ULN apabila laporan disampaikan
melampaui batas waktu penyampaian laporan
sampai dengan akhir bulan yang bersangkutan.
2) Pelapor dinyatakan tidak menyampaikan Laporan
Rencana ULN apabila laporan tidak disampaikan
sampai dengan akhir bulan yang bersangkutan.
3) Dalam hal terdapat perubahan rencana ULN, Pelapor
dinyatakan terlambat menyampaikan Laporan
Perubahan Rencana ULN apabila laporan disampaikan
melewati batas waktu penyampaian sampai dengan
akhir bulan yang bersangkutan.
4) Dalam hal terdapat perubahan rencana ULN, Pelapor
dinyatakan tidak menyampaikan Laporan Perubahan
Rencana ULN apabila laporan tidak disampaikan
sampai dengan akhir bulan yang bersangkutan.

g. Keadaan Memaksa
1) Pelapor yang mengalami keadaan memaksa
sehingga menyebabkan keterangan dan data tidak
tersedia, dikecualikan dari kewajiban menyampaikan
laporan untuk periode laporan pada saat keadaan
memaksa terjadi.
2) Pelapor yang mengalami keadaan memaksa sehingga
menyebabkan penyampaian laporan terhambat,
dikecualikan dari kewajiban menyampaikan laporan
dalam batas waktu penyampaian laporan.

93
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No. Peraturan Perihal Ringkasan

3) Pelapor wajib menyampaikan laporan setelah Pelapor


kembali melakukan kegiatan operasional secara
normal.

h. Tata Cara Pengenaan Sanksi


1) Pelapor yang terlambat menyampaikan laporan
dikenakan sanksi administratif berupa surat
peringatan dari Bank Indonesia.
2) Pelapor yang tidak menyampaikan laporandikenakan
sanksi administratif berupa surat peringatan dari
Bank Indonesia.
3) Pelapor yang tidak menyampaikan laporan sebanyak
2 (dua) kali atau lebih secara berturut-turut,
dikenakan sanksi administratif berupa:
a) Surat Peringatan dari Bank Indonesia; dan
b) Surat Pemberitahuan kepada otoritas atau
instansi yang berwenang.

i. Korespondensi dan Help Desk


Penyampaian surat menyurat dan komunikasi dengan
Bank Indonesia terkait pelaksanaan Surat Edaran Bank
Indonesia ini, serta pertanyaan yang berkaitan dengan
teknis dan cara pelaporan, data entry, serta materi
laporan ditujukan kepada:
Bank Indonesia
Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan
Grup Pengelolaan dan Pengawasan Laporan 2
c.q. Divisi Pengelolaan dan Pengawasan Lalu Lintas
Devisa
Menara Sjafruddin Prawiranegara, Lantai 16
Jl. M.H. Thamrin No. 2
Jakarta 10350

j. Ketentuan Penutup
Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku,
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/17/DInt tanggal
29 April 2013 perihal Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas
Devisa Berupa Rencana Utang Luar Negeri, Perubahan
Rencana Utang Luar Negeri, dan Informasi Keuangan,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal


6 Maret 2015.

94
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No. Peraturan Perihal Ringkasan

5. 17/5/DSta Perubahan Kelima atas 1. Ketentuan ini terkait dengan perubahan laporan sebagai
Surat Edaran Bank tindak lanjut dari diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia
Indonesia Nomor No.17/2/PBI/2015 tanggal 26 Maret 2015 tentang Suku
13/3/DPM tanggal 4 Bunga Penawaran Antarbank
Februari 2011 perihal 2. Secara umum, perubahan dilakukan terhadap Form 501:
Laporan Harian Bank Suku Bunga Penawaran dengan ruang lingkup sbb:
Umum

Item Perubahan Sebelum Setelah

Pelapor Semua Bank Hanya dilaporkan


oleh Bank
Kontributor JIBOR

Mata Uang Rupiah dan US Rupiah


Dollar

Batas waktu
penyampaian 10:30 09:30
Laporan

Batas waktu
penyampaian 10:45 09:45
koreksi online

Batas waktu
penyampaian 11:00 09:45
koreksi offline

Cakupan laporan Offer rate Offer rate dan


bid rate

3. Adapun penyesuaian terhadap spesifikasi laporan Form


501 adalah sbb:
a. Kolom Mata Uang hanya bisa diisi dengan IDR
b. Kolom Jam Kuotasi diubah menjadi Jenis Suku Bunga
yang hanya dapat diisi dengan 0001: offer rate dan
0002: bid rate

6. 17/6/DPM Suku Bunga Penawaran I. Latar belakang dan Tujuan


AntaBank
Dalam rangka memberikan pengaturan lebih lanjut atas
Peraturan Bank Indonesia No.17/2/PBI/2015 tentang Suku
Bunga Penawaran Antarbank, Bank Indonesia mengeluarkan
Surat Edaran Bank Indonesia tentang Suku Bunga Penawaran
Antarbank. Surat Edaran ini diharapkan dapat memberikan
informasi pembentukan Suku Bunga Penawaran Antarbank
yang transparan kepada perbankan pada khususnya dan

95
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No. Peraturan Perihal Ringkasan

masyarakat luas pada umumnya, yang pada akhirnya


berkontribusi secara positif terhadap upaya pendalaman
pasar keuangan domestik melalui terciptanya suku bunga
referensi yang kredibel.

II. Materi Pengaturan

1. Suku Bunga Penawaran Antarbank yang diatur oleh


Bank Indonesia dalam Surat Edaran ini adalah Jakarta
Interbank Offered Rate (JIBOR).
2. Penetapan Bank Kontributor oleh Bank Indonesia
dilakukan berdasarkan kriteria keaktifan bank dalam
melakukan transaksi pinjaman tanpa agunan (unsecured)
di pasar uang antarbank, credit rating bank dan kriteria
lain yang ditetapkan berdasarkan kewenangan Bank
Indonesia.
3. Bank Indonesia melakukan review berkala terhadap
bank kontributor (daftar Bank Kontributor) 1 tahun
sekali. Dalam hal diperlukan, Bank Indonesia jugadapat
sewaktu-waktu melakukan review atas daftar Bank
Kontributortersebut.
4. Bank Kontributor menyampaikan suku bunga indikasi
yakni bid rate dan offer rate masing-masing untuk tenor
overnight, 1 minggu, 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan dan 12
bulan, dengan memperhatikan spread paling lebar
antara offer rate dan bid rate sebesar 10 basis points
(bps) untuk tenor overnight dan 1 minggu serta sebesar
20 bps untuk tenor 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan dan 12
bulan.
5. Penetapan JIBOR menggunakan metode rata-rata
sederhana, setelah mengeluarkan 15% data tertinggi
dan 15% data terendah dari seluruh data offer rate
yang masuk.
6. Publikasi JIBOR beserta suku bunga indikasi individual
Bank Kontributor dilakukan melalui situs Bank Indonesia
setiap Hari Kerja pada pukul 10.00 WIB.
7. Bank kontributor wajib memenuhi permintaan transaksi
dari bank kontributor lain sepanjang memenuhi batasan
waktu dan batasan tertentu yakni terkait waktu
permintaan transaksi, tenor transaksi, nominal transaksi,
availability of fund dan credit limit.
8. Dalam hal bank kontributor terbukti tidak mempunyai
alasan yang kuat untuk menolak permintaan transaksi
dari bank kontributor lain maka Bank Indonesia
mengenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis.

96
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No. Peraturan Perihal Ringkasan

7. 17/7/DPM Perubahan Ketiga Atas I. Latar Belakang


Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor Penerbitan ketentuan ini dilakukan guna harmonisasi
10/16/DPM Tanggal 31 ketentuan Operasi Moneter Syariah dan Operasi Moneter.
Maret 2008 Perihal Tata Surat Edaran Bank Indonesia ini diharapkan dapat
Cara Penerbitan Sertifikat memberikan informasi terkait acuan penentuan tingkat
Bank Indonesia Syariah imbalan yang digunakan pada saat penerbitan SBIS.
Melalui Lelang
II. Materi Pengaturan

1. Bank Indonesia dapat membayar imbalan SBIS milik


Bank Umum Syariah (BUS)/Unit Usaha Syariah (UUS)
pada saat SBIS jatuh waktu atau pada saat sebelum
jatuh waktu dalam hal BUS/UUS tidak dapat memenuhi
kewajiban repo SBIS.
2. Tingkat imbalan yang diberikan mengacu kepada tingkat
diskonto atau tingkat bunga hasil lelang transaksi OPT
dengan jangka waktu yang sama yang ditransaksikan
bersamaan dengan penerbitan SBIS.
3. Dalam hal pada saat yang bersamaan tidak terdapat
lelang transaksi Operasi Pasar Terbuka dengan jangka
waktu yang sama, tingkat imbalan yang diberikan
sebagaimana dimaksud dalam angka 2 mengacu kepada
data terkini antara tingkat imbalan SBIS atau tingkat
diskonto atau tingkat bunga transaksi Operasi Pasar
Terbuka dengan jangka waktu yang sama.

8. 17/8/DPM Perubahan atas Surat 1. Surat Edaran Bank Indonesia ini merupakan penyempurnaan
Edaran Bank Indonesia atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/23/DPM tanggal
Nomor 16/23/DPM tanggal 24 Desember 2014 perihal Operasi Pasar Terbuka, yang
24 Desember 2014 perihal dilakukan dalam rangka meningkatkan governance
Operasi Pasar Terbuka pelaksanaan Operasi Moneter antara lain melalui
pengembangan infrastruktur transaksi secara otomasi.
2. Bank Indonesia memberikan bunga atas Transaksi Term
Deposit valas. Term Deposit valas dapat dicairkan sebelum
tanggal jatuh waktu (early redemption) baik keseluruhan
atau sebagian serta dapat dialihkan menjadi transaksi swap
jual Dolar Amerika Serikat terhadap Rupiah Bank Indonesia.
3. Peserta OPT yang dapat mengikuti transaksi Term Deposit
valas adalah bank devisa, secara langsung atau melalui
Lembaga Perantara.
4. Pokok pengaturan terkait penyempurnaan ketentuan
transaksi Term Deposit Valas adalah sebagai berikut:
a. Dilakukan melalui sarana dealing system yang ditetapkan
oleh Bank Indonesia.

97
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No. Peraturan Perihal Ringkasan

b. Persiapan pendaftaran untuk mengikuti lelang Term


Deposit Valas diatur sebagai berikut
1) Untuk Peserta OPT, menyampaikan surat
permohonan pendaftaran dengan informasi paling
kurang sebagai berikut:
a) nama Peserta OPT;
b) 1 (satu) Terminal Controller Identifier (TCID)
dalam hal Peserta OPT telah memiliki TCID; dan
c) dalam hal Peserta OPT memiliki rekening di Bank
Koresponden, menyampaikan:
(1) (satu) nama dan nomor rekening Peserta
OPT di bank koresponden; dan
(2) Bank Identifier Code (BIC) Peserta OPT.
d) dalam hal Peserta OPT tidak memiliki rekening
di Bank Koresponden, menyampaikan:
(1) 1 (satu) nama dan nomor rekening bank
yang ditunjuk untuk keperluan setelmen;
dan
(2) BIC bank yang ditunjuk untuk keperluan
setelmen.
2) Untuk Lembaga Perantara, menyampaikan surat
permohonan pendaftaran dengan informasi paling
kurang sebagai berikut:
a) nama Lembaga Perantara; dan
b) 1 (satu) TCID dalam hal Pialang telah memiliki
TCID.

c. Bank Indonesia menyampaikan persetujuan pendaftaran


untuk mengikuti lelang transaksi Term Deposit valas
kepada Peserta OPT dan Lembaga Perantara, yang
memuat informasi antara lain sebagai berikut:
1) TCID dalam hal Peserta OPT dan/atau Lembaga
Perantara belum memiliki TCID;
2) kode individual page yang terdiri dari active page,
historical page, dan confirmation page pada sistem
otomasi lelang operasi moneter valas; dan
3) tanggal efektif untuk mengikuti lelang transaksi
Term Deposit valas.

d. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang transaksi


Term Deposit Valas paling lambat sebelum window
time (pukul 08.00 WIB s.d pukul 16.00 WIB atau waktu
lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia) melalui Sistem
LHBU dan/atau sarana komunikasi lainnya yang
digunakan Bank Indonesia.

98
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No. Peraturan Perihal Ringkasan

e. Pengajuan penawaran melalui sarana dealing system


yang ditetapkan Bank Indonesia, yang memuat informasi
paling kurang sebagai berikut:
1) Lelang dengan metode harga tetap (fixed rate tender)
a) nama lelang (auction name);
b) penawaran nominal; dan
c) TCID Peserta OPT dalam hal Lembaga Perantara
mengajukan penawaran untuk dan atas nama
Peserta OPT.
2) Lelang dengan metode harga beragam (variable rate
tender)
a) nama lelang (auction name);
b) tingkat bunga;
c) penawaran nominal; dan
d) TCID Peserta OPT dalam hal Lembaga Perantara
mengajukan penawaran untuk dan atas nama
Peserta OPT.
f. Peserta OPT dan Lembaga Perantara dapat mengajukan
koreksi untuk setiap penawaran yang diajukan dalam
window time transaksi, namun dilarang membatalkan
penawaran yang telah disampaikan kepada Bank
Indonesia.

g. Koreksi dapat dilakukan dengan ketentuan sebagai


berikut:
1) Bank dapat mengajukan koreksi untuk informasi
penawaran selain informasi nama lelang (auction
name); dan/atau
2) Pialang dapat mengajukan koreksi untuk informasi
penawaran selain TCID Bank dan nama lelang
(auction name).

h. Pengumuman hasil lelang transaksi Term Deposit Valas


1) Seluruh Peserta OPT dan Lembaga Perantara, berupa:
nominal penawaran yang dimenangkan dan rata-
rata tertimbang tingkat bunga Term Deposit valas,
melalui Sistem LHBU dan/atau sarana komunikasi
lainnya yang ditetapkan Bank Indonesia.
2) Masing-masing pemenang, berupa:
jangka waktu, nilai nominal, tingkat bunga, dan
nominal bunga Term Deposit valas yang
dimenangkan, melalui sistem otomasi lelang operasi
moneter valas.

99
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No. Peraturan Perihal Ringkasan

i. Setelmen transaksi Term Deposit valas dilakukan paling


lama 2 hari kerja setelah tanggal transaksi dengan cara
mentransfer kewajiban setelmen untuk setiap penawaran
atau sesuai dengan jumlah nominal yang dimenangkan
ke rekening Bank Indonesia di bank koresponden.
Jika Bank tidak mentransfer kewajiban setelmen maka
transaksi Term Deposit Valas Syariah dinyatakan batal
dan dikenakan sanksi. Bank menyampaikan konfirmasi
setelmen transaksi Term Deposit Valas Syariah melalui
SWIFT message format MT320 atau sarana lain kepada
Bank Indonesia c.q. Departemen Pengelolaan Devisa.

j. Peserta OPT dapat mengajukan early redemption Term


Deposit valas pada setiap hari kerja kecuali pada hari
pelaksanaan lelang Term Deposit valas dengan jangka
waktu melebihi overnight, baik keseluruhan atau
sebagian yang dilakukan untuk nominal penuh yang
tercantum dalam setiap deal ticket, paling cepat 3 hari
setelah setelmen transaksi melalui sarana dealing system
atau sarana lain yang ditetapkan Bank Indonesia.
Pengajuan early redemption disertai informasi reference
number dan informasi nama lelang (auction name)
pada saat pengajuan transaksi lelang Term Deposit valas.

k. Dalam hal terjadi kondisi tidak normal pada sistem


otomasi lelang operasi moneter valas, yang
mempengaruhi kelancaran pelaksanaan lelang transaksi
Term Deposit Valas, Bank Indonesia segera membatalkan
proses lelang transaksi Term Deposit Valas yang dilakukan
melalui sistem otomasi lelang operasi moneter valas.
Informasi pembatalan proses lelang disampaikan melalui
Sistem LHBU dan/atau sarana dealing system yang
ditetapkan Bank Indonesia. Bank Indonesia dapat kembali
membuka proses lelang transaksi Term Deposit Valas
yang dilakukan secara manual melalui sarana dealing
system yang ditetapkan Bank Indonesia.

l. Peserta Transaksi Term Deposit Valas dapat mengajukan


pengalihan Term Deposit Valas menjadi Swap melalui
sarana dealing system yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia pada setiap hari kerja kecuali pada hari
pelaksanaan lelang Term Deposit Valas dengan jangka
waktu melebihi overnight.

100
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No. Peraturan Perihal Ringkasan

9. 17/9/DPM Perubahan atas Surat 1. Surat Edaran Bank Indonesia ini merupakan penyempurnaan
Edaran Bank Indonesia atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/13/DPM
Nomor 16/13/DPM tanggal tanggal 24 Juli 2014 perihal Tata Cara Penempatan
24 Juli 2014 perihal Tata Berjangka (Term Deposit) Syariah dalam Valuta Asing, yang
Cara Penempatan dilakukan dalam rangka meningkatkan governance
Berjangka (Term Deposit) pelaksanaan Operasi Moneter Syariah antara lain melalui
Syariah dalam Valuta Asing pengembangan infrastruktur transaksi secara otomasi.

2. Transaksi Term Deposit Valas Syariah merupakan penempatan


secara berjangka dana valuta asing dalam Dolar Amerika
Serikat milik Bank di Bank Indonesia dengan jangka waktu
paling singkat 1 hari dan paling lama 12 bulan yang
dinyatakan dalam hari yang dihitung setelah tanggal
setelmen sampai dengan tanggal jatuh waktu. Bank
Indonesia memberikan imbalan atas transaksi Term Deposit
Valas Syariah. Term Deposit Valas Syariah dapat dicairkan
sebelum tanggal jatuh waktu (early redemption) baik
keseluruhan atau sebagian.

3. Pokok pengaturan terkait perubahan ketentuan yang


mengatur mengenai transaksi Term Deposit Valas Syariah
adalah sebagai berikut:
a. Dilakukan melalui sarana dealing system yang ditetapkan
oleh Bank Indonesia.

b. Persiapan pendaftaran untuk mengikuti lelang transaksi


Term Deposit Valas Syariah diatur sebagai berikut:
1) Untuk Bank, menyampaikan surat permohonan
pendaftaran dengan informasi paling kurang sebagai
berikut:
a) nama Bank;
b) 1 (satu) Terminal Controller Identifier (TCID),
dalam hal Bank telah memiliki TCID;
c) dalam hal Bank memiliki rekening di bank
koresponden, menyampaikan:
(1) 1 (satu) nama dan nomor rekening Bank di
bank koresponden; dan
(2) Bank Identifier Code (BIC) Bank.
d) dalam hal Bank tidak memiliki rekening di bank
koresponden, menyampaikan:
(1) 1 (satu) nama dan nomor rekening bank
yang ditunjuk untuk keperluan setelmen;
dan
(2) BIC bank yang ditunjuk untuk keperluan
setelmen.

101
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No. Peraturan Perihal Ringkasan

2) Untuk Pialang, menyampaikan surat permohonan


pendaftaran dengan informasi paling kurang sebagai
berikut:
a) nama Pialang; dan
b) 1 (satu) TCID dalam hal Pialang telah memiliki
TCID.

c. Bank Indonesia menyampaikan persetujuan pendaftaran


untuk mengikuti lelang transaksi Term Deposit Valas
Syariah kepada Bank dan Pialang melalui surat, yang
memuat informasi antara lain sebagai berikut:
1) TCID dalam hal Bank dan/atau Pialang belum
memiliki TCID;
2) kode individual page yang terdiri dari active page,
historical page, dan confirmation page pada sistem
otomasi lelang operasi moneter valas; dan
3) tanggal efektif untuk mengikuti lelang transaksi
Term Deposit Valas Syariah.

d. Transaksi Term Deposit Valas Syariah dilakukan pada


hari kerja yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dengan
rencana lelang transaksi diumumkan paling lambat
sebelum window time (pukul 08.00 WIB s.d pukul 16.00
WIB atau waktu lain yang ditetapkan Bank Indonesia)
melalui Sistem LHBU dan/atau sarana komunikasi lainnya
yang digunakan Bank Indonesia.

e. Pengajuan penawaran melalui sarana dealing system


yang ditetapkan Bank Indonesia, yang memuat informasi
paling kurang sebagai berikut:
1) nama lelang (auction name);
2) penawaran nominal; dan/atau
3) TCID Bank dalam hal Pialang mengajukan penawaran
atas nama Bank.

f. Bank dan Pialang dapat mengajukan koreksi untuk


setiap informasi penawaran yang diajukan dalam
window time transaksi, namun dilarang membatalkan
penawaran yang telah disampaikan kepada Bank
Indonesia.

g. Koreksi dapat dilakukan dengan ketentuan sebagai


berikut:
1) Bank dapat mengajukan koreksi untuk informasi
penawaran selain informasi nama lelang (auction
name); dan/atau

102
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No. Peraturan Perihal Ringkasan

2) Pialang dapat mengajukan koreksi untuk informasi


penawaran selain TCID Bank dan nama lelang
(auction name).

h. Pengumuman hasil lelang transaksi Term Deposit Valas


Syariah :
1) Seluruh Bank dan Pialang, berupa:
nominal penawaran yang dimenangkan dan tingkat
imbalan Term Deposit Valas Syariah, melalui Sistem
LHBU dan/atau sarana komunikasi lainnya yang
ditetapkan Bank Indonesia.
2) Masing-masing pemenang, berupa:
jangka waktu, nilai nominal, tingkat imbalan, dan
nominal imbalan Term Deposit Valas Syariah yang
dimenangkan, melalui sistem otomasi lelang operasi
moneter valas .

i. Setelmen transaksi Term Deposit valas dilakukan paling


lama 2 hari kerja setelah tanggal transaksi dengan cara
mentransfer kewajiban setelmen transaksi Term Deposit
Valas Syariah untuk setiap penawaran atau sesuai
dengan jumlah nominal yang dimenangkan ke rekening
Bank Indonesia di bank koresponden. Jika Bank tidak
mentransfer kewajiban setelmen maka transaksi Term
Deposit Valas Syariah dinyatakan batal dan dikenakan
sanksi. Bank menyampaikan konfirmasi setelmen
transaksi Term Deposit Valas Syariah melalui SWIFT
message format MT320 atau sarana lain kepada Bank
Indonesia c.q. Departemen Pengelolaan Devisa.

j. Dalam hal terjadi kondisi tidak normal pada sistem


otomasi lelang operasi moneter valas, yang
mempengaruhi kelancaran pelaksanaan lelang transaksi
Term Deposit Valas Syariah, Bank Indonesia segera
membatalkan proses lelang transaksi Term Deposit
Valas Syariah yang dilakukan melalui sistem otomasi
lelang operasi moneter valas. Informasi pembatalan
proses lelang disampaikan melalui Sistem LHBU dan/atau
sarana dealing system yang ditetapkan Bank Indonesia.
Bank Indonesia dapat kembali membuka proses lelang
transaksi Term Deposit Valas Syariah yang dilakukan
secara manual melalui sarana dealing system yang
ditetapkan Bank Indonesia.

103
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No. Peraturan Perihal Ringkasan

10. 17/10/DKMP Pasar Uang Antarbank I. Latar belakang dan Tujuan


Berdasarkan Prinsip Syariah
Dalam rangka memberikan pengaturan lebih lanjut atas
Peraturan Bank Indonesia No.17/4/PBI/2015 tentang Pasar
Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah, Bank Indonesia
mengeluarkan Surat Edaran Bank Indonesia tentang Pasar
Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah. Surat Edaran
ini memberikan informasi antara lain mengenai tata cara
pengajuan usulan Instrumen PUAS, karakteristik dan
mekanisme transaksi surat berharga syariah (SBS) dengan
janji membeli kembali (repurchase agreement) berdasarkan
prinsip syariah (Transaksi Repo Syariah).

II. Materi Pengaturan

1. Bank Umum Syariah (BUS), Unit Usaha Syariah (UUS)


dan Bank Umum Konvensional (BUK) dapat menjadi
peserta PUAS dan dapat melakukan transaksi langsung
atau menggunakan Perusahaan Pialang Pasar Uang.

2. Instrumen PUAS hanya dapat diterbitkan oleh BUS dan


UUS, sedangkan BUK hanya dapat melakukan
penanaman dana dan instrumen PUAS yang dapat
ditransaksikan oleh peserta PUAS adalah instrumen
yang telah diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia
yang mengatur mengenai instrumen PUAS tersebut.

3. BUS dan UUS dapat mengajukan usulan Instrumen


PUAS baru kepada Bank Indonesia apabila telah
memperoleh fatwa dari Dewan Syariah Nasional. Apabila
disetujui oleh Bank Indonesia, maka Bank Indonesia
akan menerbitkan Surat Edaran Bank Indonesia.

4. Transaksi Repo Syariah wajib menggunakan Surat


Berharga Syariah (SBS), dan SBS yang hendak direpokan
wajib menggunakan mekanisme Transaksi Repo Syariah.
SBS dalam hal ini adalah SBS yang diterbitkan oleh
pemerintah atau korporasi.

5. Dalam hal peserta PUAS mentransaksikan Instrumen


PUAS yang belum diatur oleh Bank Indonesia, atau
peserta PUAS tidak menggunakan SBS dalam Transaksi
Repo Syariah, atau peserta PUAS merepokan SBS tidak
dengan mekanisme Transaksi Repo Syariah, maka Bank
Indonesia dapat mengenakan sanksi kepada peserta
PUAS.

104
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No. Peraturan Perihal Ringkasan

11. 17/11/DKSP Kewajiban Penggunaan 1. Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) ini merupakan SEBI
Rupiah di Wilayah Negara No.17/ 11/DKSP tanggal 1 Juni 2015 perihal Kewajiban
Kesatuan Republik Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia Indonesia.

2. SEBI ini diterbitkan dengan pertimbangan bahwa perlu


diatur ketentuan pelaksanaan Peraturan Bank Indonesia
Nomor 17/3/PBI/2015 tentang Kewajiban Penggunaan
Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor
70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5683) dalam bentuk SEBI.

3. Kewajiban penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan


Republik Indonesia menganut asas teritorial. Setiap transaksi
yang dilakukan di Wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia, baik dilakukan oleh penduduk maupun bukan
penduduk, transaksi tunai maupun non tunai, sepanjang
dilakukan di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
wajib menggunakan Rupiah.

4. Transaksi dan pembayaran merupakan satu kesatuan.


Terhadap transaksi yang dilakukan di Wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia maka penerimaan
pembayarannya wajib dalam Rupiah.

5. Kewajiban penggunaan Rupiah dalam setiap transaksi


tidak berlaku bagi transaksi sebagai berikut:
a. transaksi tertentu dalam rangka pelaksanaan anggaran
pendapatan dan belanja negara;
b. penerimaan atau pemberian hibah dari atau ke luar
negeri yang dilakukan oleh para pihak yang salah
satunya berkedudukan di luar negeri;
c. transaksi perdagangan internasional;
d. simpanan di Bank dalam bentuk valuta asing seperti
tabungan valuta asing atau deposito valuta asing; atau
e. transaksi pembiayaan internasional yang dilakukan oleh
para pihak yang salah satunya berkedudukan di luar
negeri seperti pemberian kredit oleh Bank di luar negeri
kepada nasabah di Indonesia.

6. Kewajiban penggunaan Rupiah dalam setiap transaksi


tidak berlaku untuk transfer dana dalam valuta asing dari
individu di dalam negeri kepada pihak di luar negeri yang
tidak dimaksudkan sebagai pembayaran atau penyelesaian
kewajiban yang timbul dari transaksi di wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia.

105
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No. Peraturan Perihal Ringkasan

7. Kewajiban penggunaan Rupiah dalam setiap transaksi juga


tidak berlaku untuk transaksi dalam valuta asing yang
dilakukan berdasarkan ketentuan Undang-Undang yang
meliputi:
a. Kegiatan usaha dalam valuta asing yang dilakukan oleh
Bank berdasarkan Undang-Undang yang mengatur
mengenai perbankan dan perbankan syariah;
b. Transaksi di pasar perdana dan pasar sekunder atas
surat berharga dalam valuta asing yang diterbitkan
oleh Pemerintah berdasarkan Undang-Undang yang
mengatur mengenai surat utang negara dan surat
berharga syariah negara.
c. Transaksi lainnya dalam valuta asing yang dilakukan
berdasarkan Undang-Undang.

8. Setiap pihak dilarang menolak untuk menerima Rupiah


yang penyerahannya dimaksudkan sebagai pembayaran
atau untuk menyelesaikan kewajiban yang harus dipenuhi
dengan Rupiah dan/atau untuk transaksi keuangan lainnya
di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ketentuan
dimaksud dikecualikan dalam hal:
a. terdapat keraguan atas keaslian Rupiah yang diterima
untuk transaksi tunai; atau
b. pembayaran atau penyelesaian kewajiban dalam valuta
asing telah diperjanjikan secara tertulis, yang dilakukan
untuk transaksi yang dikecualikan dan proyek
infrastruktur strategis dan mendapat persetujuan
pengecualian kewajiban penggunaan Rupiah dari Bank
Indonesia.

9. Dalam rangka mendukung pelaksanaan kewajiban


penggunaan Rupiah, pelaku usaha baik perseorangan
maupun korporasi wajib mencantumkan harga barang
dan/atau jasa hanya dalam Rupiah, dan dilarang
mencantumkan harga barang dan/atau jasa dalam Rupiah
dan mata uang asing secara bersamaan (dual quotation).

10. Bank Indonesia berwenang untuk meminta laporan,


keterangan, dan/atau data kepada setiap pihak yang terkait
dengan pelaksanaan kewajiban penggunaan Rupiah dan
kewajiban pencantuman harga barang dan/atau jasa dalam
Rupiah.

106
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No. Peraturan Perihal Ringkasan

11. Bank Indonesia melakukan pengawasan terhadap kepatuhan


setiap pihak dalam melaksanakan kewajiban penggunaan
Rupiah dan kewajiban pencantuman harga barang dan/atau
jasa dalam Rupiah, yang dilakukan secara langsung maupun
tidak langsung. Pengawasan secara langsung dilakukan
melalui pemeriksaan yang dapat dilakukan sewaktu-waktu
oleh Bank Indonesia. Pengawasan secara tidak langsung
dilakukan melalui kegiatan analisa dan evaluasi atas laporan
yang disampaikan oleh setiap pihak.

12. Dalam hal terdapat permasalahan bagi pelaku usaha dengan


karakteristik tertentu terkait pelaksanaan kewajiban
penggunaan Rupiah untuk transaksi non tunai, Bank
Indonesia dapat mengambil kebijakan tertentu dengan tetap
memperhatikan kewajiban penggunaan Rupiah. Dalam
menetapkan kebijakan tertentu dimaksud Bank Indonesia
mempertimbangkan antara lain kesiapan pelaku usaha,
kontinuitas kegiatan usaha, kegiatan investasi, dan /atau
kegiatan usaha yang memiliki dampak signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi nasional, serta mempertimbangkan
pula kepatuhan pelaku usaha terhadap ketentuan Bank
Indonesia antara lain mengenai kewajiban penerimaan
devisa hasil ekspor, dan penerapan prinsip kehati-hatian
dalam pengelolaan utang luar negeri korporasi non Bank.

13. Penyampaian permohonan, penyampaian laporan, dan/atau


surat menyurat disampaikan dalam Bahasa Indonesia
kepada Bank Indonesia dengan alamat:
Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran
Kompleks Perkantoran Bank Indonesia Gedung D lantai 5
Jl. M.H. Thamrin No. 2
Jakarta 10350.

Dalam hal terjadi perubahan alamat tersebut diatas, Bank


Indonesia akan memberitahukan melalui surat dan/atau
media lainnya.

14. Setiap pihak yang melakukan pelanggaran terhadap


kewajiban penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia dikenakan sanksi, dengan ketentuan:
a. Terhadap pelanggaran atas kewajiban penggunaan
Rupiah untuk transaksi tunai dan/atau larangan menolak
Rupiah untuk transaksi tunai berlaku ketentuan pidana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.

107
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No. Peraturan Perihal Ringkasan

b. Penerapan sanksi terhadap pelanggaran atas kewajiban


penggunaan Rupiah untuk transaksi non tunai dikenakan
sanksi administratif berupa:
1) teguran tertulis;
2) kewajiban membayar, ditetapkan sebesar 1% (satu
persen) dari nilai transaksi, dengan jumlah kewajiban
membayar paling banyak sebesar
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah); dan/atau
3) larangan untuk ikut dalam lalu lintas pembayaran.

c. Pelanggaran atas kewajiban pencantuman harga barang


dan/atau jasa dalam Rupiah dan kewajiban penyampaian
laporan, keterangan, dan/atau data dikenakan sanksi
administratif berupa teguran tertulis.

15. Terhadap perjanjian tertulis mengenai pembayaran atau


penyelesaian kewajiban dalam valuta asing yang dibuat
sebelum tanggal 1 Juli 2015 berlaku ketentuan sebagai
berikut:
a. Perjanjian tertulis meliputi perjanjian induk, perjanjian
turunan atau dokumen lainnya yang memuat mengenai
transaksi yang akan dilakukan para pihak
b. Perjanjian tertulis yang merupakan turunan atau
pelaksanaan dari perjanjian induk yang dibuat sejak
tanggal 1 Juli 2015 yang diperlakukan sebagai perjanjian
yang berdiri sendiri wajib tunduk pada ketentuan yang
mengatur mengenai kewajiban penggunaan Rupiah di
Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
c. Perpanjangan jangka waktu dan/atau perubahan atas
perjanjian tertulis yang dilakukan sejak tanggal 1 Juli
2015 wajib tunduk pada ketentuan yang mengatur
mengenai kewajiban penggunaan Rupiah di Wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Perubahan
perjanjian tertulis tersebut antara lain perubahan
mengenai pihak dalam perjanjian, harga barang
dan/atau jasa, dan/atau obyek perjanjian.

16. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal
1 Juni 2015.

108
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No. Peraturan Perihal Ringkasan

12. 17/12/DPSP Perubahan atas Surat I. Latar Belakang


Edaran Bank Indonesia
Nomor 9/13/DASP tanggal Dalam rangka mewujudkan penyelenggaraan kliring antar
19 Juni 2007 perihal Daftar Bank yang efisien, lancar, dan aman, Bank Indonesia
Hitam Nasional Penarik Cek menyempurnakan penyelenggaraan Sistem Kliring Nasional
dan/atau Bilyet Giro Kosong Bank Indonesia (SKNBI) antara lain dengan mengubah
layanan kliring warkat debit yang semula desentralisasi
menjadi sentralisasi. Dengan adanya penyempurnaan
tersebut perlu dilakukan perubahan Surat Edaran Bank
Indonesia (SEBI) No. 9/13/DASP tanggal 19 Juni 2007 perihal
Daftar Hitam Nasional Penarik Cek dan/atau Bilyet Giro
Kosong.

II. Materi Pengaturan

Perubahan pada SEBI ini dilakukan pada bab yang mengatur


mengenai:
1. mekanisme penolakan Cek dan/atau Bilyet Giro yang
dilakukan Bank melalui kliring;
2. perubahan alamat korespondensi atas pendaftaran
Kantor Pusat Daftar Hitam Nasional dan permohonan
pembatalan penolakan Cek dan/atau Bilyet Giro kosong
kepada:
Bank Indonesia
Departemen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran
c.q. Divisi Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring
Gedung D Lantai 3
Jl. M. H. Thamrin No. 2
Jakarta 10350.
3. perubahan rujukan pengaturan mengenai alasan
penolakan Bilyet Giro.

13. 17/13/DPSP Penyelenggaraan Transfer I. Latar Belakang


Dana dan Kliring Berjadwal
oleh Bank Indonesia Surat Edaran Bank Indonesia No.17/13/DPSP tanggal 5 Juni
2015 perihal Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring
Berjadwal oleh Bank Indonesia yang selanjutnya disebut
SEBI Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring Berjadwal
diterbitkan sebagai aturan pelaksanaan atas Peraturan
Bank Indonesia No.17/9/PBI/2015 tentang Penyelenggaraan
Transfer Dana dan Kliring Berjadwal oleh Bank Indonesia.
SEBI perihal Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring
Berjadwal ini mencabut SEBI No.12/8/DPSP tanggal 24
Maret 2010 perihal Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia
yang telah diubah dengan SEBI No.12/34/DPSP tanggal 22
Desember 2010.

109
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No. Peraturan Perihal Ringkasan

II. Materi Pengaturan

1. Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring Berjadwal


adalah kegiatan dalam rangka memproses perhitungan
hak dan kewajiban antar Peserta yang setelmennya
dilakukan pada waktu tertentu.
2. Infrastruktur yang digunakan dalam penyelenggaraan
transfer dana dan kliring berjadwal adalah Sistem Kliring
Nasional Bank Indonesia atau disingkat SKNBI.
3. Penyelenggaraan SKNBI terdiri atas 4 (empat) layanan
yaitu:
a. Layanan Transfer Dana, yaitu layanan dalam SKNBI
yang memproses pemindahan sejumlah dana antar
Peserta dari 1 (satu) pengirim kepada 1 (satu)
penerima.
b. Layanan Kliring Warkat Debit, yaitu layanan dalam
SKNBI yang memproses penagihan sejumlah dana
yang dilakukan antar Pesertadari 1 (satu) pengirim
tagihan kepada 1 (satu) penerima tagihan, disertai
dengan fisik Warkat Debit.
c. Layanan Pembayaran Reguler, yaitu layanan dalam
SKNBI yang memproses pemindahan sejumlah dana
antar Peserta dari 1 (satu) atau beberapa pengirim
kepada 1 (satu) ataubeberapa penerima.
d. Layanan Penagihan Reguler, yaitu layanan dalam
SKNBI yang memproses penagihan sejumlah dana
antar Peserta dari 1 (satu) pengirim tagihan kepada
beberapa penerima tagihan.

4. SEBI Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring


Berjangka terdiri dari 19 (sembilan belas) bab dengan
pokok-pokok pengaturan antara lain sebagai berikut:
a. Penyelenggara
Dalam bab ini diatur mengenai organisasi dan tugas
penyelenggara transfer dana dan kliring berjadwal.
b. Kepesertaan
Dalam bab ini diatur mengenai persyaratan menjadi
Peserta SKNBI dan prosedur permohonan bagi Bank
dan Penyelenggara Transfer Dana Selain Bank
menjadi Peserta SKNBI
c. Waktu Operasional SKNBI
Dalam bab ini diatur mengenai penetapan waktu
operasional SKNBI dan perubahan waktu operasional
SKNBI.

110
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No. Peraturan Perihal Ringkasan

d. Prefund
Dalam bab ini diatur mengenai penyediaan,
penggunaan, dan pengembalian dana oleh Peserta
untuk memenuhi kewajiban dalam penyelenggaraan
SKNBI.
e. Layanan SKNBI
Dalam bab ini diatur megenai Layanan Transfer Dana,
Layanan Kliring Warkat Debit, Layanan Pembayaran
Reguler, dan Layanan Penagihan Reguler serta
tatacara operasional masing-masing layanan dalam
SKNBI dimaksud.
f. Penyediaan Informasi dalam Penyelenggaraan SKNBI
Dalam bab ini diatur mengenai fasilitas informasi
yang disediakan Penyelenggara kepada Peserta yaitu
berupa data hasil perhitungan Peserta dan data hasil
perhitungan secara agregat, untuk setiap layanan
dalam SKNBI.
g. Biaya dalam Penyelenggaraan SKNBI
Dalam bab ini diatur mengenai jenis dan besarnya
biaya dalam penyelenggaraan SKNBI yang dikenakan
Penyelenggara kepada Peserta, serta batas paling
tinggi biaya transaksi melalui SKNBI yang dapat
dikenakan oleh Peserta kepada nasabahnya.
h. Penanganan Keadaan Tidak Normal dan/atau
Keadaan Darurat
Dalam bab ini diatur mengenai prosedur penanganan
Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat
baik yang terjadi di Penyelenggara, maupun di Peserta
i. Pemantauan Kepatuhan
Dalam bab ini diatur mengenai metode pemantauan
dan tatacara pemantauan kepatuhan Peserta dan
Koordinator PWD Selain Bank Indonesia terhadap
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
penyelenggaraan transfer dana dan kliring berjadwal.

5. Implementasi SKNBI dilakukan bertahap. Pada tahap awal


implementasi, penyelenggaraan SKNBI terbatas pada
Layanan Transfer Dana dan Layanan Kliring Warkat Debit
dan kepesertaan terbatas pada Bank. Pada tahap selanjutnya,
layanan SKNBI mencakup Layanan Pembayaran Reguler
dan Layanan Penagihan Reguler serta kepesertaan
mencakup Penyelenggara Transfer Dana selain Bank.
Implementasi tahap ini akan disampaikan melalui Surat
Edaran Bank Indonesia.

111
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No. Peraturan Perihal Ringkasan

14. 17/14/DPSP Perlindungan Nasabah 1. Surat Edaran ini merupakan ketentuan pelaksanaan dari
dalam Pelaksanaan Transfer Peraturan Bank Indonesia No.17/9/PBI/2015 tanggal 5 Juni
Dana dan Kliring Berjadwal 2015 tentang Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring
melalui Sistem Kliring Berjadwal oleh Bank Indonesia.
Nasional Bank Indonesia
2. Surat Edaran Bank Indonesia ini antara lain memuat materi
pengaturan mengenai:
a. tata cara pengisian perintah transfer dana dan perintah
transfer debit oleh nasabah Peserta yang akan
diperhitungkan dalam Sistem Kliring Nasional Bank
Indonesia (SKNBI).
b. tanggung jawab Peserta dalam meneruskan peritah
transfer dana dan perintah transfer debit dari nasabah
yang akan diperhitungkan dalam Layanan Transfer Dana,
Layanan Kliring Warkat Debit, Layanan Pembayaran
Reguler, dan Layanan Penagihan Reguler melalui SKNBI.
c. kewajiban Peserta pengirim untuk meneruskan perintah
transfer dana kepada Peserta penerima melalui Layanan
Transfer Dana paling lama 2 (dua) jam setelah Peserta
pengirim melakukan pengaksepan;
d. kewajiban Peserta penerima untuk meneruskan dana
kepada nasabah penerima paling lama 2 (dua) jam
setelah Penyelenggara melakukan Setelmen Dana pada
Layanan Transfer Dana;
e. kewajiban Peserta untuk melaksanakan perintah transfer
dana dan perintah transfer debit pada tanggal yang
sama dengan tanggal pengaksepan perintah transfer
dana dan perintah transfer debit dalam Layanan Kliring
Warkat Debit, Layanan Pembayaran Reguler, dan Layanan
Penagihan Reguler;
f. kewajiban pemberian jasa, bunga, atau kompensasi
kepada nasabah apabila peserta tidak dapat
melaksanakan perintah transfer dana dan/atau perintah
transfer debit sesuai dengan amanat dari nasabah dan
telah memenuhi persyaratan untuk dilakukan
pembayaran; dan
g. kewajiban Peserta untuk mengumumkan biaya dalam
penyelenggaraan SKNBI pada tempat yang mudah
dilihat oleh nasabah Peserta.

112
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No. Peraturan Perihal Ringkasan

15. 17/15/DPM Perubahan Surat Edaran I. Latar belakang dan Tujuan


Bank Indonesia Nomor
16/14/DPM Perihal Dalam rangka mendukung percepatan pendalaman pasar
Transaksi Valuta Asing valuta asing domestik, diperlukan peningkatan likuiditas
terhadap Rupiah antara dan variasi instrumen di pasar keuangan, antara lain
Bank dengan Pihak instrumen derivatif valuta asing terhadap Rupiah.
Domestik Selanjutnya diharapkan pelaku pasar terdorong untuk
semakin baik dalam mengelola risiko, khususnya risiko
pasar, melalui instrumen derivatif valuta asing terhadap
Rupiah yang semakin berkembang di pasar. Pada akhirnya,
diharapkan tercapai efisiensi pasar valuta asing domestik
dan ketahanan yang tinggi terhadap gejolak.

II. Materi Pengaturan

1. Bank memiliki kewajiban untuk melakukan edukasi


tentang Transaksi Derivatif Valuta Asing Terhadap Rupiah
kepada Pihak Asing antara lain dilakukan melalui
seminar, workshop, Focus Group Discussion (FGD), dan
kegiatan sejenis.
2. Larangan pemberian kredit atau pembiayaan dalam
valuta asing dan/atau Rupiah kepada Nasabah hanya
untuk kredit atau pembiayaan yang diberikan bank
secara khusus untuk membiayai kegiatan Transaksi
Derivatif Valuta Asing Terhadap Rupiah Nasabah.
3. Pemberian kredit atau pembiayaan Bank dalam valuta
asing dan/atau dalam Rupiah untuk kegiatan
perdagangan dan investasi, dapat menjadi Underlying
Transaksi derivatif Valuta Asing Terhadap Rupiah dalam
rangka lindung nilai.

16. 17/16/DPM Perubahan Surat Edaran I. Latar belakang dan Tujuan


Bank Indonesia
No.16/15/DPM perihal Dalam rangka mendukung percepatan pendalaman pasar
Transaksi Valuta Asing valuta asing domestik, diperlukan peningkatan likuiditas
terhadap Rupiah antara dan variasi instrumen di pasar keuangan, antara lain
Bank dengan Pihak Asing instrumen derivatif valuta asing terhadap Rupiah.
Selanjutnya diharapkan pelaku pasar terdorong untuk
semakin baik dalam mengelola risiko, khususnya risiko
pasar, melalui instrumen derivatif valuta asing terhadap
Rupiah yang semakin berkembang di pasar. Pada akhirnya,
diharapkan tercapai efisiensi pasar valuta asing domestik
dan ketahanan yang tinggi terhadap gejolak.

113
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No. Peraturan Perihal Ringkasan

II. Materi Pengaturan

1. Badan hukum asing yang dikecualikan dari pengaturan


transaksi valas terhadap Rupiah mencakup lembaga
multilateral yang bersifat nirlaba.
2. Bank memiliki kewajiban untuk melakukan edukasi
tentang Transaksi Derivatif Valuta Asing Terhadap Rupiah
kepada Pihak Asing antara lain dilakukan melalui
seminar, workshop, Focus Group Discussion (FGD), dan
kegiatan sejenis.
3. Jangka waktu minimal transaksi derivatif diubah dari
sebelumnya minimal 1 minggu menjadi tidak diatur.
Selanjutnya terkait dengan jangka waktu maksimal
transaksi derivatif diatur paling lama sesuai dengan sisa
jangka waktu Underlying Transaksi.
4. Penyesuaian mengenai jenis dokumen Underlying
Transaksi.

17. 17/17/DKMP Perhitungan Giro Wajib 1. Pokok-pokok pengaturan terdiri dari :


Minimum Bank Umum a. Tata cara perhitungan Giro Wajib Minimum (GWM)
dalam Rupiah dan Valuta Primer, GWM Sekunder, dan GWM Loan to Funding
Asing Bagi Bank Umum Ratio (LFR).
Konvensional b. Pemenuhan GWM bagi bank yang melakukan merger
atau konsolidasi, bank yang melakukan perubahan
kegiatan usaha menjadi bank umum syariah, dan bank
yang mendapatkan izin melakukan kegiatan usaha
dalam valuta asing.
c. Pelaporan surat berharga yang akan digunakan dalam
perhitungan LFR.
d. Tata cara pengenaan sanksi.
e. Korespondensi terkait GWM.

2. GWM Primer.
a. GWM Primer ditetapkan sebesar 8% dari DPK dalam
Rupiah.
b. Pemenuhan GWM Primer dihitung dengan
membandingkan saldo dapat rekening giro bank pada
BI setiap akhir hari dalam 1 masa laporan terhadap
rata-rata harian jumlah DPK dalam 1 masa laporan pada
2 masa laporan sebelumnya.
c. BI dapat memberikan kelonggaran GWM Primer sebesar
1% sehingga menjadi 7% untuk jangka waktu 1 tahun
kepada bank yang melakukan merger atau konsolidasi
berdasarkan permintaan bank yang disertai dengan
rekomendasi dari OJK.

114
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No. Peraturan Perihal Ringkasan

3. GWM Sekunder.
a. GWM Sekunder ditetapkan sebesar 4% dari DPK dalam
Rupiah.
b. Pemenuhan GWM Sekunder dihitung dengan
membandingkan jumlah SBI, SDBI, SBN, dan/atau Excess
Reserve milik bank yang tercatat di BI setiap akhir hari
dalam 1 masa laporan terhadap rata-rata harian jumlah
DPK dalam 1 masa laporan pada 2 masa laporan
sebelumnya.
c. SBI, SDBI, dan SBN adalah yang tercatat pada BI-SSSS,
Sub-rekening Investasi dan/atau Sub-rekening
Perdagangan/Aktif, tidak termasuk yang tercatat pada
rekening surat berharga sub-registry.

4. Loan to funding ratio (LFR).


a. Besaran dan parameter yang digunakan dalam
perhitungan GWM LFR ditetapkan sebagai berikut:
1) Batas bawah LFR Target sebesar 78%.
2) Batas atas LFR Target sebesar 92%.
3) KPMM Insentif sebesar 14%.
4) Parameter Disinsentif Bawah sebesar 0,1.
5) Parameter Disinsentif Atas sebesar 0,2.
b. LFR diperoleh dari rumus : Kredit/(DPK + Surat Berharga
Yang Diterbitkan Bank).
c. Sumber data perhitungan LFR :
1) Kredit dan DPK dalam perhitungan LFR diperoleh
dari neraca mingguan pada laporan Berkala Bank
Umum posisi 2 masa laporan sebelumnya.
2) Surat berharga yang diterbitkan bank diperoleh dari
laporan bank kepada BI.
d. Mulai 3 Agustus 2015, batas atas LFR bank dapat
menjadi sebesar 94% dalam hal bank memenuhi kriteria:
1) bank dapat memenuhi rasio kredit UMKM lebih
cepat dari target waktu tahapan pencapaian Rasio
Kredit UMKM sebagaimana ditetapkan dalam PBI
No. 14/22/PBI/2012 tentang Pemberian Kredit atau
Pembiayaan oleh Bank Umum dan Bantuan Teknis
Dalam rangka Pengembangan Usaha Mikro, Kecil,
dan Menengah;
2) rasio NPL total kredit bank secara bruto (gross)<
5%; dan
3) rasio NPL kredit UMKM bank secara bruto (gross)<
5%.
e. Di lain pihak, mulai 1 Februari 2016 bank dapat
dikenakan pengurangan jasa giro dalam hal bank tidak
memenuhi kriteria sebagaimana huruf c, yaitu:

115
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No. Peraturan Perihal Ringkasan

1) bank tidak dapat memenuhi rasio kredit UMKM


sebagaimana ditetapkan dalam PBI No.
14/22/PBI/2012;
2) rasio NPL total kredit bank secara bruto (gross) ≥
5%; atau
3) rasio NPL kredit UMKM bank secara bruto (gross)
≥ 5%.
f. Adapun besarnya pengurang jasa giro sebagai berikut:
1) Dalam hal yang tidak dipenuhi adalah rasio kredit
UMKM, maka pengurang jasa giro sebesar 0,5%
+ {0,1 x(rasio kredit UMKM yang ditetapkan - rasio
kredit UMKM bank)}.
2) Dalam hal rasio kredit UMKM dapat dipenuhi namun
rasio NPL total kredit dan/atau rasio NPL UMKM ≥
5%, maka pengurang jasa giro sebesar 0,5%.
g. Bank Indonesia dapat menetapkan untuk tidak
mengenakan pengurang jasa giro terhadap bank dalam
status pengawasan tertentu yang sedang dikenakan
pembatasan kegiatan usaha oleh OJK terkait dengan
penyaluran kredit UMKM, atas dasar permintaan OJK.

5. Pemenuhan GWM bagi bank yang melakukan merger atau


konsolidasi.
a. Sampai dengan 2 hari kerja sebelum tanggal efektif
bank merger atau konsolidasi, pemenuhan GWM
dihitung untuk masing-masing bank.
b. Mulai 1 hari kerja sebelum tanggal efektif bank merger
atau konsolidasi, pemenuhan GWM dihitung untuk
bank hasil merger atau konsolidasi dengan meggunakan
data sebagai berikut :
1) Pada 1 hari kerja sebelum merger, menggunakan
data gabungan bank yang melakukan merger atau
konsolidasi.
2) Mulai tanggal efektif merger atau konsolidasi,
menggunakan saldo giro bank hasil merger atau
konsolidasi dan data gabungan bank yang
melakukan merger atau konsolidasi, sampai
tersedianya data bank hasil merger atau konsolidasi.
3) Untuk data KPMM mulai 1 hari kerja sebelum tanggal
efektif merger atau konsolidasi menggunakan data
KPMM yang disampaikan oleh bank kepada BI yang
menghitung KPMM berdasarkan data gabungan
bank yang melakukan merger atau konsolidasi.

116
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No. Peraturan Perihal Ringkasan

4) Data KPMM tersebut digunakan sampai tersedia


data KPMM sebagaimana pengaturan Pasal 14
dalam PBI No. 17/11/PBI/2015 tentang Perubahan
PBI No. 15/15/PBI/2015 tentang Giro Wajib Minimum
Bank Umum dalam Rupiah dan Valuta Asing bagi
Bank Umum Konvensional.

6. Pemenuhan GWM bagi bank yang melakukan perubahan


kegiatan usaha menjadi bank umum syariah.
a. Sampai dengan 1 hari kerja sebelum bank melakukan
kegiatan usaha sebagai bank umum syariah, pemenuhan
GWM dihitung sebagaimana GWM bagi bank umum
konvensional.
b. Setelah bank melakukan kegiatan usaha sebagai bank
umum syariah, pemenuhan GWM dihitung sebagaimana
GWM bagi bank umum syariah dengan menggunakan
data ketika bank belum melaksanakan kegiatan usaha
sebagai bank umum syariah, sampai tersedianya data
bank sebagai bank umum syariah yaitu setelah 2 masa
Laporan Berkala Bank Umum.

7. Pemenuhan GWM bagi bank yang mendapatkan izin


melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing.
Perhitungan GWM dalam valuta asing untuk Bank yang
mendapatkan izin melakukan kegiatan usaha dalam valuta
asing berlaku sejak tersedianya data untuk dapat melakukan
perhitungan GWM dalam valuta asing, yaitu setelah 2 masa
Laporan Berkala Bank Umum.

8. Laporan surat berharga yang diterbitkan bank.


a. Surat berharga yang digunakan dalam perhitungan
LFR adalah surat berharga yang memenuhi kriteria :
1) diterbitkan bank dalam bentuk medium term notes
(MTN), floating rate notes (FRN), dan obligasi selain
obligasi subordinasi;
2) ditawarkan kepada publik melalui penawaran umum
(public offering);
3) memiliki peringkat yang diterbitkan lembaga
pemeringkat dengan peringkat paling kurang setara
dengan peringkat investasi;
4) dimiliki bukan bank baik penduduk dan bukan
penduduk; dan
5) ditatausahakan di KSEI.

117
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No. Peraturan Perihal Ringkasan

b. Bank menyampaikan informasi surat berharga yang


digunakan dalam perhitungan LFR dalam suatu laporan
kepada Bank Indonesia melalui sarana elektronik (email).
c. Periode laporan surat berharga diatur sebagai berikut:
1) Laporan wajib disampaikan paling lambat 10 hari
kerja pada bulan berikutnya setelah berakhirnya
bulan laporan.
2) Bank dinyatakan terlambat menyampaikan laporan
setelah batas akhir penyampaian laporan sampai
dengan 5 hari kerja berikutnya.
3) Bank dinyatakan tidak menyampaikan laporan
apabila bank belum menyampaikan laporan setelah
batas waktu keterlambatan penyampaian laporan.
d. Dalam hal bank gagal menyampaikan laporan melalui
email, maka laporan disampaikan dalam bentuk hard
copy dan soft copy (CD) kepada Bank Indonesia dengan
tetap memperhatikan batas waktu laporan sebagaimana
huruf c.
e. Bank yang tidak menerbitkan surat berharga atau
menerbitkan surat berharga namun tidak memenuhi
kriteria pada huruf a tetap diwajibkan menyampaikan
laporan kepada BI berupa laporan nihil.
f. Laporan surat berharga pertama kali dilaporkan adalah
surat berharga posisi bulan Juni 2015 yang dilaporkan
pada bulan Juli 2015.

9. Sanksi
Bank yang melanggar :
a. kewajiban pemenuhan GWM dalam Rupiah;
b. kewajiban pemenuhan GWM dalam valuta asing;
dan/atau
c. kewajiban penyempaian laporan,
dikenakan sanksi teguran tertulis dan kewajiban membayar.

10. Korespondensi dengan BI


a. Pengajuan kelonggaran pemenuhan GWM Primer,
pemenuhan GWM LFR, dan permintaan untuk tidak
dikenakan pengurangan jasa giro diajukan kepada
Departemen Surveillance Sistem Keuangan.
b. Pemberitahuan bank tutup pada hari libur fakultatif
disampaikan kepada :
1) Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan,
bagi bank yang berkantor pusat di wilayan kerja
kantor pusat BI; atau

118
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No. Peraturan Perihal Ringkasan

2) Kantor Perwakilan BI setempat, bagi bank yang


berkantor pusat selain di wilayan kerja kantor pusat
BI, dengan tembusan kepada Departemen
Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan.
c. Perhitungan KPMM bank hasil merger sebagaimana
butir 5.b.3) disampaikan kepada :
1) Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan,
bagi bank yang berkantor pusat di wilayan kerja
kantor pusat BI; atau
2) Kantor Perwakilan BI setempat, bagi bank yang
berkantor pusat selain di wilayan kerja kantor pusat
BI, dengan tembusan kepada Departemen
Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan.

18. 17/18/DKEM Perubahan atas Surat Ketentuan ini merupakan perubahan atas Surat Edaran Bank
Edaran Nomor Indonesia Nomor 16/24/DKEM tanggal 30 Desember 2014
16/24/DKEM tanggal 30 perihal Penerapan Prinsip Kehati-hatian Dalam Pengelolaan
Desember 2014 perihal Utang Luar Negeri Korporasi Nonbank.
Penerapan Prinsip Kehati-
hatian dalam Pengelolaan I. Latar Belakang
Utang Luar Negeri
Korporasi Nonbank 1. Penyelarasan dengan ketentuan Kewajiban Penggunaan
Rupiah di Negara Kesatuan Republik Indonesia (PBI
17/3/PBI/2015 dan SE No. 17/11/DKSP).
2. Mengakomodasi praktik kegiatan usaha yang umum
terkait kegiatan project financing dan struktur
kepemilikan usaha.
3. Pengkinian alamat korespondensi.

II. Pokok Perubahan

1. Penambahan pengaturan terkait Piutang Usaha: Piutang


usaha kepada Penduduk yang kontrak atau perjanjiannya
ditandatangani sejak tanggal 1 Juli 2015 dapat tetap
dihitung sebagai komponen Aset Valuta Asing sepanjang:
a. berkaitan dengan proyek infrastruktur strategis dan
mendapat persetujuan Bank Indonesia; atau
b. transaksi yang mendasarinya diperkenankan
dilakukan dalam Valuta Asing sebagaimana diatur
dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai kewajiban penggunaan Rupiah di wilayah
negara kesatuan Republik Indonesia.

119
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No. Peraturan Perihal Ringkasan

2. Penambahan pengaturan terkait Kewajiban Valuta


Asing:
Kewajiban Valuta Asing yang akan jatuh waktu dapat
tidak diperhitungkan sebagai Kewajiban Valuta Asing
jika;
a. sedang dalam proses rollover, revolving, atau
refinancing, sepanjang transaksi yang mendasarinya
sesuai dengan ketentuan kewajiban penggunaan
Rupiah di wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia; dan/atau
b. merupakan Kewajiban Valuta Asing dalam rangka
project financing yang akan jatuh waktu sampai
dengan 6 (enam) bulan ke depan selama telah
dijamin oleh penarikan ULN Valuta Asing dimana
jadwal penarikan tersebut disesuaikan dengan
Kewajiban Valuta Asing yang harus dibayarkan dan
kegiatan transaksinya sesuai dengan ketentuan
Bank Indonesia yang mengatur mengenai kewajiban
penggunaan Rupiah di wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia.

3. Memperjelas bahwa dalam hal Korporasi Nonbank yang


baru berdiri merupakan joint venture, maka pemenuhan
Peringkat Utang dapat menggunakan Peringkat Utang
pemegang saham terbesar yang memiliki hubungan
kepemilikan langsung (direct shareholders).

4. Pengkinian informasi korespondensi mengenai kegiatan


pengaturan yakni menjadi:
Bank Indonesia
Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan
Grup Pengelolaan dan Pengawasan Laporan 2
c.q. Divisi Pengelolaan dan Pengawasan Lalu Lintas
Devisa
Menara Sjafruddin Prawiranegara, Lantai 16
Jl. MH. Thamrin No.2
Jakarta 10350
Telepon : 021-29817020, 021-29817022, 021-
29817023,
021-29817025, 021-29817029, 021-29817030,
021-29817042, 021-29817053, 021-29817063,
021-29817067
021-500131 (call center Bank Indonesia)
Faksimili : 021-3800134, 021-3501974
E-mail : LLDKPPK@bi.go.id

120

Anda mungkin juga menyukai