Pelindung
Deputi Gubernur Bidang Hukum Bank Indonesia
Penanggung Jawab
Rosalia Suci, Libraliana Badilangoe
Pemimpin Redaksi
Libraliana Badilangoe
Sekretaris Redaksi
Pulih Widayaningrum
Dewan Redaksi
Rika S. Dewi, Amsal Chandra Appy, Teddy Yusuf, Bambang Sukardi Putra, Pulih Widayaningrum,
Amy Rachmi Budiati, Agus Susanto P., Hari Sugeng Raharjo, Panji Achmad, Endang R. Budi Astuti
Redaksi Pelaksana
M.A. Niniek Cahyaningrum, Chandra Herwibowo, Yuli Anitasari, Yulita Kuntari, Rizky Kartika Sari
Mitra Bestari
Prof. Dr. Erman Radjagukguk, S.H., LL.M.
Prof. Dr. Nindyo Pramono, S.H., M.S.
Prof. Dr. Huala Adolf, S.H., LL.M.
Dr. Inosentius Samsul, S.H., M. Hum.
Dr. Lastuti Abubakar, S.H., M.H.
Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian
dalam Buletin ini sepenuhnya tanggung jawab para penulis dan bukan merupakan pandangan resmi Bank Indonesia.
Mulai tahun 2015, Buletin Hukum Kebanksentralan terbit secara berkala setiap 6 (enam) bulan sekali. Peminat Buletin ini
dapat menghubungi Divisi Informasi Hukum dan Manajemen Intern, Gedung D Lt. 7, Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350,
email: buletinhukum_dhk@bi.go.id.
Redaksi menerima sumbangan tulisan berupa artikel ilmiah atau semi ilmiah, serta resensi buku berkenaan dengan hukum
kebanksentralan. Tulisan tersebut dapat disampaikan kepada Divisi Legislasi dan Penelitian Hukum, Gedung D Lt. 7, Jl. M.H.
Thamrin No. 2 Jakarta 10350, email: buletinhukum_dhk@bi.go.id. Atas dimuatnya artikel dan resensi buku dimaksud, redaksi
memberikan uang jasa penulisan.
Pembaca Buletin Yang Berbahagia, memasuki tahun 2015 terdapat pembaharuan yang dilakukan Redaksi
terhadap Buletin terbitan Departemen Hukum Bank Indonesia, yaitu pembaharuan atau perubahan nama Buletin Hukum
Perbankan dan Kebanksentralan menjadi Buletin Hukum Kebanksentralan. Perubahan nama ini terutama dilatarbelakangi
oleh pengalihan kewenangan pengaturan dan pengawasan perbankan dari Bank Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan,
sebagai konsekuensi berlakunya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Selain itu,
dalam rangka peningkatan kualitas muatan Buletin dan efisiensi maka mulai tahun 2015 Buletin hanya akan terbit
secara semesteran.
Khusus dalam Buletin Hukum Kebanksentralan Volume 12 No. 1 Tahun 2015 ini akan dimuat hasil penelitian
Tim Peneliti dari Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang yang mengulas mengenai Prasyarat dan Implikasi
Pengaturan Pembatasan Transaksi Tunai di Indonesia. Selain itu, Buletin ini juga akan menyajikan artikel mengenai
Telaah Yuridis Perkembangan Lembaga dan Objek Jaminan (Gagasan Pembaruan Hukum Jaminan Nasional), yang
ditulis oleh Dr. Lastuti Abubakar S.H., M.H., serta Kedudukan Hukum Ekonomi Indonesia dalam Perspektif Globalisasi
Perdagangan, yang ditulis oleh Dr. Zulfi Diane Zaini, S.H., M.H.
Sebagaimana terbitan Buletin sebelumnya, Buletin kali ini juga akan menyajikan pengkinian informasi mengenai
produk peraturan perundang-undangan Bank Indonesia yang terbit dari bulan Januari sampai dengan Juni 2015, yang
terdiri atas Peraturan Bank Indonesia dan Surat Edaran Bank Indonesia Ekstern, beserta ringkasannya.
Harapan kami, informasi yang dimuat dalam Buletin ini akan memperkaya wacana dan kajian dalam rangka
pengembangan ilmu hukum, serta memberikan akses informasi bagi pembaca dalam menelusuri dan mencari regulasi
yang diterbitkan oleh Bank Indonesia.
Selamat membaca.
Redaksi
i
BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN
VOLUME 12, NOMOR 1, JANUARI - JUNI 2015
Halaman
Dari Meja Redaksi................................................................................................................................... i
Telaah Yuridis Perkembangan Lembaga dan Objek Jaminan (Gagasan Pembaruan Hukum Jaminan
Nasional) ............................................................................................................................................... 1 - 16
Dr. Lastuti Abubakar S.H., M.H.
Daftar Peraturan Bank Indonesia dan Surat Edaran Bank Indonesia, Januari – Juni 2015.......................... 57 - 60
Divisi Legislasi dan Penelitian Hukum
Ringkasan Peraturan Bank Indonesia dan Surat Edaran Bank Indonesia, Januari – Juni 2015..................... 61 - 120
Divisi Legislasi dan Penelitian Hukum
iii
TELAAH YURIDIS PERKEMBANGAN LEMBAGA DAN
OBJEK JAMINAN
(GAGASAN PEMBARUAN HUKUM JAMINAN NASIONAL)
Disusun oleh:
Lastuti Abubakar
Departemen Hukum Ekonomi-Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran
Email : lastutiabubakar@yahoo.com
Abstract
The presence of institutions which had specifically functions such as Deposit Insurance Corporation (LPS), Clearing and
Guarantee Corporation (CGC), the Social Security Agency (BPJS), PT. Indonesia Infrastructure Guarantee Fund (PT. PII), Guarantee
Insurance Program, jamit shows how important this guarantee institutions in various activities, especially economics and business.
In practice, any kind of object guarantee is having development it self. Enacted of the Law No: 9 of year 2011 and which has
been amended with Law No. 9 of Year 2006 regarding Warehouse Receipt System enriches existing material guarantees and
securities instrument as collateral object. At the practical level, object guarantee is develop according to the needs of society,
so it is found in the form of Rights guarantees the lease, Work Order, Decree of Appointment, Delivery Order, Cover Note even
the Sale and Purchase Agreement were agreed as a way of providing certainty implementation of obligations to creditors. This
paper intends to review the development of institutions and the security object in the perspective of security law, and due to
produce a study of the security law that can be used to initiate the formation of the national security law. Based on the results
of the study with normative juridical approach, the result that the development of institutions and security object, both set in
the legislation as well as those found in the practice of showing the urgency assurance in a various activities, particularly business
economics, and enrich the security law in Indonesia. However, the development of institutions and objects that have not fully
guarantee entry into the legal system guarantee, thus requiring a legal basis for its existence. Based on the results of the study,
the presence of which had national security law as the legal basis necessary to provide certainty and legal protection for the
parties.
Abstrak
Hadirnya lembaga-lembaga yang secara khusus menyelenggarakan fungsi jaminan antara lain Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Lembaga Kliring dan Penjaminan (LKP), PT Penjamin Infrastruktur
Indonesia (PT PII), Lembaga Penjaminan, Program Penjaminan Polis, menunjukkan betapa pentingnya pranata jaminan ini dalam
berbagai aktivitas, khususnya ekonomi dan bisnis. Dalam praktik, jenis dan objek jaminan pun mengalami perkembangan.
Berlakunya Undang-undang No : 9 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas UU No : 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang
memperkaya jenis jaminan kebendaan yang sudah ada dan instrumen surat berharga sebagai objek jaminan. Di tataran praktis,
objek jaminan berkembang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, sehingga ditemukan penggunaan Hak sewa, Surat Perintah
Kerja, SK Pengangkatan, Delivery Order, Cover Note bahkan Perjanjian Pengikatan Jual Beli sebagai objek jaminan, yang disepakati
oleh para pihak. Tulisan ini bermaksud mengkaji perkembangan lembaga dan objek jaminan tersebut dalam perspektif hukum
jaminan, dan bertujuan untuk menghasilkan kajian hukum jaminan yang dapat digunakan untuk menggagas pembaruan hukum
jaminan nasional. Berdasarkan hasil kajian dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif, diperoleh hasil bahwa
perkembangan lembaga dan objek jaminan, baik yang diatur dalam peraturan perundang-undangan maupun yang ditemukan
dalam praktik menunjukkan urgensi jaminan dalam berbagai aktivitas, khususnya ekonomi bisnis, dan memperkaya khasanah
hukum jaminan di Indonesia. Namun demikian, perkembangan lembaga dan objek jaminan tersebut belum sepenuhnya masuk
ke dalam sistem hukum jaminan, sehingga memerlukan landasan hukum bagi eksistensinya. Berdasarkan hasil kajian, kehadiran
hukum jaminan yang bersifat nasional diperlukan sebagai landasan hukum untuk memberikan jaminan kepastian dan perlindungan
hukum bagi para pihak.
1
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
2
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
kreditor perlu memperhatikan syarat bagi terbitnya alternatif pembiayaan perusahaan dan alternatif
hak kebendaan yang memberikan jaminan tersebut. investasi. Keberhasilan industri pasar modal sangat
Dalam perkembangannya, kebutuhan akan jaminan bergantung dari kepercayaan investor sebagai pemilik
ini tampaknya semakin dibutuhkan untuk memastikan dana, oleh karena itu harus ada mekanisme untuk
bahwa aktivitas tertentu dapat berjalan dengan baik. menjamin bahwa setiap pihak yang berinvestasi di
Jaminan tidak lagi dilihat dari sisi kreditor, tetapi pasar modal dijamin investasinya. Kehadiran Lembaga
digunakan bagi pihak debitor untuk memperoleh Kliring dan Penjaminan, yang dilaksanakan oleh PT.
akses pembiayaan. Hal ini dapat dilihat dengan Kliring Penjaminan Efek Indonesia (PT KPEI) bukan
kehadiran badan/lembaga baik publik maupun privat saja merupakan amanat UU No : 8 Tahun 1995
yang sengaja dibentuk untuk menjalankan fungsi Tentang Pasar Modal, melainkan juga sebagai
menyelenggarakan jaminan. Beberapa lembaga yang konsekuensi pasar modal Indonesia untuk memenuhi
menyelenggarakan fungsi jaminan seperti BPJS, LPS, standar internasional, antara lain keharusan
PT KPEI, PT PII, PT Penyelenggara Program Perlindungan mengimplementasikan sistem perdagangan tanpa
Investor Efek Indonesia, Program Penjaminan Polis, warkat (scripless trading system) sesuai dengan
dan Lembaga Penjaminan pada prinsipnya adalah rekomendasi dari IOSCO (International Organization
menjamin bahwa pihak yang berhak akan of Securities Commissions) selaku organisasi otoritas
mendapatkan haknya. Industri perbankan dan pasar pasar modal dunia yang menerbitkan IOSCO basic
modal misalnya, mewajibkan adanya lembaga principles bagi otoritas pasar modal, yang bertujuan
penjamin, mengingat ke dua institusi ini melindungi investor, menjamin terbentuknya pasar
menyelenggarakan jasa berbasis kepercayaan modal menciptakan dan menjaga pasar yang wajar,
masyarakat selain kewajiban mematuhi prinsip-prinsip efisien. PT KPEI berfungsi memastikan tidak terjadi
yang sesuai dengan standar internasional. Dapat gagal serah dan gagal bayar dalam mekanisme
dibayangkan bagaimana kelangsungan industri transaksi di Bursa. Selain memunculkan PT KPEI sebagai
perbankan sebagai lembaga intermediary tanpa lembaga penjamin transaksi, perlindungan terhadap
adanya jaminan kepastian bahwa dana yang dihimpun investor dari kerugian akibat kelalaian pengelolaan
dari masyarakat dijamin kelangsungan dan efek dijamin dengan mekanisme program perlindungan
pengembaliannya. Berdasarkan hal itu, Pembentukan investor efek. Dapat dikatakan bahwa pasar modal
Lembaga Penjamin Simpanan berdasarkan UU No : memberikan jaminan yang maksimal bagi investor
24 Tahun 2004 diharapkan dapat memelihara selaku kreditor. Pasar modal bukan hanya melahirkan
kepercayaan masyarakat pada industri perbankan. lembaga penjamin, namun juga mengembangkan
Sebaliknya, dalam menjalankan fungsinya menyalurkan praktik penjaminan efek yang diperdagangkan di
kredit atau pembiayaan, Bank juga memerlukan bursa. Perdagangan di bursa yang menggunakan
jaminan bahwa dana yang disalurkan tidak akan sistem perdagangan tanpa warkat juga (scripless
bermasalah di kemudian hari. Pasal 8 UU Perbankan trading system) turut mengembangkan penjaminan
dan penjelasannya, menyiratkan bahwa bank dituntut bagi saham Perseroan Terbatas yang listing di Bursa
untuk patuh pada prinsip kehati-hatian bank Efek. Saham scripless, selain dapat dijaminkan dengan
(prudential banking principle) yang dalam pemberian menggunakan pranata gadai mengingat saham adalah
kredit menjelma dalam bentuk analisis pemberian surat berharga yang dapat dikatagorikan sebagai
kredit, dan salah satu unsurnya berupa ketersediaan benda bergerak tidak berwujud, dapat juga
collateral (agunan). Dengan demikian, perbankan difidusiakan berdasarkan Pasal 31 UU No : 42 Tahun
menggunakan fungsi jaminan untuk melindungi 1999. Penulis berpendapat bahwa gadai saham
kepentingan ke dua belah pihak, baik Bank maupun scripless lebih tepat dibandingkan fidusia terutama
nasabahnya. Urgensi lembaga jaminan ini juga untuk memenuhi kewajiban Bursa menciptakan pasar
ditemukan dalam aktivitas pasar modal sebagai yang teratur, wajar, dan efisien (biaya yang rendah)
3
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
berdasarkan Pasal 7 UU Pasar Modal (Lastuti abubakar, on International Interest in Mobile Equipment
2006). Lembaga yang menyelenggarakan jaminan on Matter Spesific To Aircraft Equipment
lainnya adalah PT Penjaminan Infratruktur Indonesia (Protokol Pada Konvensi Tentang Kepentingan
yang dibentuk berdasarkan amanat Perpres 13/2010, Internasional dalam Peralatan Bergerak
dibentuk untuk antara lain menjamin atas risiko proyek Mengenai Masalah-Masalah khusus Pada
insfrastruktur guna mendorong masuknya pendanaan Peralatan Pesawat Udara) mengatur tentang
dari swasta untuk sektor insfrastruktur di Indonesia. jaminan untuk pesawat udara yang diakui secara
Dengan demikian, fungsi jaminan dapat dilihat dari internasional. Mieke Komar (2014) menyebutkan
ke dua sisi, yaitu Debitor dan Kreditor. Bagi debitor, bahwa konvensi ini bertujuan untuk : 1) to
ketersediaan jaminan akan memudahkan untuk dapat facilitate the acquisition and financing of mobile
memperoleh akses ke pembiayaan atau menarik dana equipment; 2) to provide remedies for creditor
masyarakat. Berdasarkan fungsi jaminan yang where there is evidence of default; 3) to establish
berkembang dalam praktik, dapat disimpulkan bahwa an international registration, to register
keberadaan lembaga jaminan sangat relevan untuk international interest; 4) to support aircraft and
memberikan kepastian hukum bagi terselenggaranya airline industry; 5) to give creditors greater
aktivitas tertentu. confidence in the decisions to grant credit.
Ratifikasi konvensi tersebut, selain memfasilitasi
2. TINJAUAN PUSTAKA kepemilikan dan pembiayaan peralatan bergerak,
juga bermaksud memberikan landasan hukum
2.1. Pengaturan Hukum Jaminan di Indonesia bagi kreditor untuk memperoleh haknya dalam
hal debitor wanprestasi, menetapkan tentang
Hukum Jaminan merupakan bidang hukum yang pendaftaran jaminan yang diakui secara
semula termasuk ke dalam lingkup hukum internasional, mendorong insustri pesawat udara
perdata, namun dalam perkembangannya dan maskapai penerbangan, serta memberikan
hukum jaminan berkembang sedemikian pesat, kepercayaan yang lebih besar bagi kreditor
sehingga tidak dapat lagi secara tegas dikatakan dalam memberikan kredit.
merupakan bagian dari hukum perdata.
Keterlibatan bidang hukum lain yang bersifat Dalam sistem hukum jaminan Indonesia, aturan
publik seperti hukum administrasi negara, serta umum yang mengatur tentang jaminan di
pengaruh dari konvensi-konvensi internasional, Indonesia dapat ditemukan dalam Buku II dan
menjadikan hukum jaminan lebih tepat Buku III KUHPerdata. Selain mengatur tentang
dikatakan sebagai bagian dari hukum ekonomi, jaminan umum dalam Pasal 1131 dan 1132,
yang bersifat interdisipliner dan transnasional Buku III mengatur tentang jaminan perorangan,
(Sunaryati Hartono, 1982). Dengan demikian, yaitu penanggungan (borgtocht) sebagai salah
persoalan hukum yang timbul dari jaminan tidak satu jenis perjanjian bernama (benoemde
lagi dapat didekati hanya dari aspek keperdataan overeenskomst). Penanggungan ini dalam
saja. Sifat transnasional hukum jaminan perkembangannya menjadi aturan umum bagi
Indonesia dapat dilihat dari perkembangan terbitnya jenis jaminan perorangan dalam
regulasi yang berkaitan dengan jaminan pesawat perkembangan seperti jaminan korporasi dan
udara. Peraturan Presiden No : 8 Tahun 2007 garansi bank. Perkembangan jaminan perorangan
Tentang Pengesahan Convention on International lebih fleksibel karena cukup diperjanjikan oleh
Interest in Mobile Equipment (Konvensi Tentang para pihak, kecuali Garansi Bank yang harus
Kepentingan Internasional Dalam Peralatan memperhatikan ketentuan dan syarat yang
Bergerak) Beserta Protocol To The Convention dikeluarkan oleh Otoritas Perbankan. Hal ini
4
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
dimungkinkan karena Buku III KUHPerdata Fidusia adalah jaminan kebendaan, mengingat
menganut sistem terbuka (Pasal 1319) dan asas Fidusia lahir karena kebutuhan dalam praktik
kebebasan berkontrak (Pasal 1338 Ayat 1), yang yang diperkuat dengan putusan pengadilan
memberikan keleluasan bagi para pihak untuk (yurisprudensi) dan doktrin.
membuat atau mengembangkan jenis perjanjian
baru sepanjang memenuhi syarat sah suatu c. Undang-undang No : 9 Tahun 2011 Tentang
perjanjian. Kebebasan membuat perjanjian disini Perubahan Atas Undang-undang No : 9
dapat dimaknai untuk membuat perjanjian Tahun 2006 Tentang Sistem Resi Gudang,
dengan nama baru, kebebesan mencantumkan yang juga menimbulkan pendapat berbeda
klausul yang akan disepakati dan kebebasan di antara para pakar, apakah Jaminan Resi
menggunakan bentuk perjanjian, apakah akan Gudang ini merupakan jaminan kebendaan
dibuat secara tertulis, tidak tertulis atau elektronis, baru, melengkapi jaminan kebendaan yang
sepanjang memenuhi syarat sah perjanjian sudah ada, atau hanya mengembangkan
berdasarkan Pasal 1320. instrumen surat berharga yang dapat
menggunakan jaminan yang telah ada yaitu
Selanjutnya Buku II mengatur tentang Gadai gadai atau fidusia.
(Pasal 1150-1160) dan Hipotik (Pasal 1162-1232)
sebagai jenis hak kebendaan yang bersifat 2.2. Kedudukan Jaminan Resi Gudang Sebagai
memberikan jaminan. Di dalam jaminan Jaminan Kebendaan
kebendaan terdapat benda yang sengaja
disendirikan untuk dijadikan jaminan bagi Kedudukan jaminan Resi Gudang sebagai
pelunasan utang. Berbeda dengan Buku III, Buku jaminan kebendaan tersendiri ditegaskan dalam
II menganut sistem tertutup, yang tidak penjelasan Pasal 12 Ayat 1 UU Sistem Resi
memungkinkan para pihak membuat hak Gudang yang menegaskan bahwa undang-
kebendaan baru selain yang telah ditentukan undang ini menciptakan lembaga jaminan
oleh Undang-undang. Oleh karena itu, tersendiri di luar lembaga jaminan yang telah
pengembangan jaminan kebendaan harus selalu ada. Namun penulis mencoba memahami
dilakukan dengan mengaturnya dalam Undang- pendapat yang meragukan Jaminan Resi Gudang
undang. Beberapa peraturan perundang- sebagai jaminan kebendaan baru. Setidaknya
undangan yang mengatur jaminan kebendaan ada beberapa alasan yang dapat menimbulkan
di luar KUHPerdata : keraguan. Alasan pertama adalah pengaturan
Jaminan Resi Gudang ini merupakan bagian dari
a. Undang-undang No : 4 Tahun 1996 Tentang undang-undang yang mengatur Sistem Resi
Hak Tanggungan Atas Tanah Dan Benda- Gudang, jadi bukan undang-undang yang secara
Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah. UU ini khusus mengatur Jaminan Resi Gudang. Ke dua,
mencabut hipotik atas tanah, oleh karena resi gudang adalah surat berharga yang
itu ketentuan Hipotik hanya berlaku untuk diperdagangkan di Bursa Berjangka Komoditi,
objek berupa benda tidak bergerak selain bahkan dimungkinkan untuk menerbitkan
tanah, baik karena sifatnya maupun karena derivatifnya. Mengingat surat berharga adalah
undang-undang. benda bergerak tidak berwujud, maka seharusnya
dapat menjadi objek gadai. Selanjutnya, apabila
b. Undang-undang No : 42 Tahun 1999 Tentang surat berharga tersebut diperdagangkan di Bursa,
Fidusia. Lahirnya undang-undang ini maka berdasarkan UU Fidusia dapat dijaminkan
mengakhiri keraguan dan perdebatan bahwa dengan Fidusia, sehingga Resi Gudang dianggap
5
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
cukup menggunakan Gadai atau Fidusia. Ke tiga, Jaminan Resi Gudang sebagai jaminan kebendaan
UU Resi Gudang tidak secara tegas mengatur baru, apabila mempertimbangkan jaminan resi
saat lahirnya jaminan Resi Gudang, melainkan gudang memiliki sifat dan karakter yang mandiri.
secara implisit dapat disimpulkan bahwa Jaminan Untuk itu ada baiknya dilihat beberapa perbedaan
Resi Gudang terbit sejak Resi Gudang diserahkan pengaturan antara Gadai, Fidusia, dan Resi
dan dikuasai oleh kreditor. Penulis berpendapat, Gudang di bawah ini.
tidak ada yang salah dengan menempatkan
1. Objek Benda Bergerak, baik Benda bergerak baik yang Surat Berharga Resi Gudang
berwujud maupun tidak berwujud maupun yang tidak sebagai bukti kepemilikan atas
berwujud. berwujud dan benda tidak komoditi yang disimpan di
bergerak, khususnya gudang.
bangunan yang tidak dapat
dijaminkan dengan Hak
Tanggungan.
2. Lahirnya hak Saat benda diserahkan dan Pada tanggal yang sama Saat Resi Gudang diserahkan
jaminan dalam penguasaan kreditor dengan tanggal dicatatnya atau berada dalam
atau pihak ketiga yang jaminan Fidusia dalam Buku penguasaan kreditor
disepakati (ps 1152 ayat 1) Daftar Fidusia pada Kantor (penjelasan ps.12 ayat 2).
Pendaftaran Fidusia (ps. 14
ayat 3).
3. Bukti dapat dibuktikan dengan Jaminan Fidusia dibuktikan Jaminan Resi gudang
kepemilikan segala alat yang diperbolehkan dengan Sertifikat Jaminan dibuktikan dengan Akta
bagi perjanjian pokoknya (ps Fidusia (ps 14 jo 15) Perjanjian Hak Jaminan (ps 14
1151) ayat 1)
4. Para Pihak Debitor dan Kreditor/Pihak Debitor dan Kreditor, serta Debitor dan kreditor,
ketiga yang disepakati Kantor Pendaftaran Fidusia Pengelola Gudang,Badan
sebagai penerbit Sertifkat Pengawas Resi Gudang,
Jaminan Fidusia. Lembaga Penilaian Kesesuaian
Pusat Registrasi Resi Gudang
dan Lembaga Jaminan Resi
Gudang.
6
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
Berdasarkan perbedaan di atas, tampak bahwa haruslah berfaedah dan bermanfaat bagi
objek Jaminan Resi Gudang mirip dengan Gadai, kepentingan manusia. Sejalan dengan itu, Soetan
yaitu benda bergerak tidak berwujud dan objek Malikul Adil (1962) menegaskan bahwa tidak
jaminan tersebut berada dalam penguasaan semua benda adalah zaak, melainkan hanya
kreditor. Perbedaannya adalah, komoditi sebagai benda-benda yang terkait dengan kepentingan
dasar penerbitan Resi Gudang disimpan dan manusia. Pasal ini secara argumentum a contrario
di bawah pengawasan Pengelola Gudang. menyatakan bahwa benda yang tidak dapat
Di bandingkan dengan Fidusia, khususnya fidusia dikuasai oleh hak milik bukanlah benda menurut
berupa barang dalam perdagangan, maka hukum. Pasal ini menegaskan pula bahwa yang
komoditi tersebut tidak diperdagangkan, dimaksudkan dengan benda disini terdiri atas
melainkan surat berharga Resi Gudangnya yang barang (goederen/lichamelijke zaken) dan hak-
diperdagangkan. Hal ini berbeda dengan objek hak (rechten/onlichamelijke zaken) yang berupa
Fidusia berupa barang perdagangan, dimana hak-hak atas suatu barang yang berwujud seperti
barang perdagangan berada dalam penguasaan surat berharga atau hak atas kekayaan intelektual
debitor dan tetap dapat diperdagangkan dengan antara lain hak cipta, hak paten, dan hak merek.
kewajiban debitor mengganti dengan objek yang Hak kekayaan intelektual ini merupakan
setara. Selain itu, Resi Gudang melibatkan banyak kekayaan pribadi yang dapat dimiliki dan
pihak dalam mekanismenya, yang menurut diperlakukan sama dengan kekayaan lainnya,
penulis memang dibutuhkan untuk menjadikan seperti diperjualbelikan atau dijaminkan (Tim
jaminan Resi Gudang ini layak menjadi jaminan Lindsay,2003). Berkenaan dengan objek jaminan
kebendaan dan memberikan kepastian dan kebendaan, ketentuan undang-undang yang
perlindungan hukum bagi kreditor. mengatur tentang jaminan, masing-masing telah
menentukan objeknya dan mengatur pula kapan
2.3. Objek Jaminan dalam Sistem Hukum hak kebendaan tersebut lahir.
Jaminan Indonesia.
7
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
1. Gadai (Ps 1150-1160 Benda bergerak, baik berwujud maupun Benda tidak berwujud yang dapat
KUHPerdata) tidak berwujud. digadaikan adalah surat berharga
2. Hipotik (Ps.1162-1232 Benda tidak bergerak selain tanah dan Kapal laut dengan bobot >20 M3
KUHPerdata) benda-benda yang berkaitan dengan dan kapal terbang.
tanah.
3. Hak Tanggungan Hak atas tanah : Hak Milik, Hak Guna Hak atas tanah dapat berikut
(UU No : 4/1996) Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak tanaman, bangunan dan hasil karya
Pakai. yang telah ada/akan ada, yang
merupakan satu kesatuan dengan
tanah tersebut.
5. Resi Gudang Surat Berharga Resi Gudang. Resi Gudang merupakan surat
(UU No : 9/2006) berharga bersifat kepemilikan atas
komoditi yang disimpan di gudang.
Selain memenuhi kriteria benda secara yuridis, perjanjian tersebut dimungkinkan sepanjang
secara khusus objek jaminan haruslah memenuhi tidak bertentangan dengan syarat sah nya
kriteria benda dalam lapangan hukum perikatan. perjanjian. Perkembangan objek jaminan dalam
Semula, zaak (benda) tidak dibedakan antara praktik menjadi menarik, mengingat di satu sisi
benda dalam lapangan hukum benda dan benda urgensi jaminan dalam aktivitas ekonomi, namun
dalam lapangan hukum perikatan. Hal ini terlihat disisi lain Hukum Perdata (KUHPerdata dan KUHD)
dari Arrest Hoge Raad 1910 yang membatalkan sebagai lex generale belum sepenuhnya mampu
perjanjian sewa menyewa luas pagar, yang mengantisipasi perkembangan objek jaminan
menurut Hoge Raad luas pagar bukanlah benda. dalam praktik.
Terhadap putusan ini, banyak para ahli hukum
tidak sependapat, karena memang luas pagar
bukanlah benda, melainkan bagian dari benda,
yang dapat dijadikan objek perikatan (Sri Soedewi
Masjchoen Sofwan,2000). Dapatlah disimpulkan,
berdasarkan asas kebebasan berkontrak, maka
8
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
1. Badan UU No : 4 Tahun Kepastian dan Dana jaminan Aset BPJS tidak dapat
Penyelenggara 2011 perlindungan dan sosial, yang berasal digunakan untuk
Jaminan Sosial kesejahteraan bagi dari iuran peserta tujuan penjaminan,
(BPJS) seluruh rakyat beserta hasil tetapi untuk
(jaminan sosial) pengelolaannya operasional dan
peningkatan
kapasitas pelayanan
(ps. 41 ayat2)
9
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
2. Lembaga Penjamin UU No : 24 Tahun Penjaminan Aset bank yang Modal LPS merupakan
Simpanan (LPS) 2004 simpanan nasabah dinyatakan gagal aset negara yang
bank dan cadangan dipisahkan dan
penjaminan yang dikelola oleh LPS.
berasal dari Dana penjaminan
sebagian surplus berasal antara lain dari
LPS. sebagian surplus LPS.
10
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
Mencermati fungsi dan mekanisme lembaga- d. Tidak ada benda/aset lembaga penyelenggara
lembaga penyelenggara jaminan di atas, penulis jaminan yang sengaja disendirikan sebagai
menyimpulkan bahwa terdapat beberapa esensi objek jaminan. Kalaupun dalam
jaminan korporasi, yaitu : mekanismenya digunakan aset lembaga,
maka dapat ditagihkan kembali dengan
a. Sebagian besar lembaga yang mekanisme subrogasi atau perjanjian regres.
menyelenggarakan jaminan berbentuk Sebagian besar dana penjaminan diperoleh
korporasi, walaupun ada yang berbentuk dari industri/pelaku penerima manfaat, yang
badan hukum publik (BPJS dan LPS). dikelola oleh lembaga.
b. Berfungsi memberi kepastian bagi kreditor e. Sebagian tetap menggunakan perjanjian atau
bahwa debitor (pihak yang mempunyai kesepakatan dalam melakukan penjaminan.
kewajiban) akan melaksanakan kewajibannya,
selain bertujuan untuk meningkatkan Perbedaan substansial antara lembaga yang
kepercayaan masyarakat pada industri menyelenggarakan fungsi jaminan dengan
tertentu. jaminan korporasi adalah dasar hukum
pembentukannya. Keseluruhan lembaga tersebut
c. Sebagian besar undang-undang secara tegas dibentuk dan diamanatkan oleh undang-undang,
mengatur tentang hak subrogasi yang dimiliki sedangkan jaminan korporasi dan jenis jaminan
oleh lembaga yang menyelenggarakan perorangan lainnya berdasarkan perjanjian.
penjaminan, atas kewajiban penjaminan yang Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
telah dilakukan. keberadaan lembaga penyelenggara jaminan
telah mengubah peta hukum jaminan nasional,
yang pengaturannya tersebar dalam berbagai
11
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
aturan, selain pranata jaminan perorangan dan bersifat utang (debt instrument). Demikian halnya
kebendaan yang terlebih dahulu ada. Di masa dengan perbankan, instrument swap atau
mendatang, urgensi lembaga penyelenggara forward sebagai objek transaksi hedging
jaminan ini tentunya akan semakin berkembang, digunakan sebagai salah satu cara memitigasi
mengingat pentingnya jaminan kepastian hukum risiko akibat fluktuasi mata uang, sekaligus
bagi pemilik dana/investor atau kreditor melakukan pendalaman pasar. Bank Indonesia
di berbagai sektor industri, dan semakin menerbitkan beberapa peraturan terkait hedging,
beragamnya cara pelaku usaha untuk yaitu PBI No : 16/16 PBI/2014 Tentang Transaksi
mendapatkan akses pembiayaan. Oleh karena valuta Asing terhadap Rupiah Antara Bank
itu penulis menganggap pentingnya memikirkan dengan Pihak Domestik, PBI No : 16 /17 PBI/
ketentuan umum sebagai payung hukum yang 2014 Tentang Transaksi Valuta Asing terhadap
dapat dirujuk untuk mengembangkan lembaga, Rupiah Antara Bank dengan Pihak Asing, PBI
pranata, dan objek jaminan. No : 16/18 PBI/2014 Tentang Transaksi Lindung
Nilai kepada Bank, dan PBI No : 16/19 PBI/2014
3.2. Perkembangan Objek jaminan Kebendaan Tentang Transaksi Swap Lindung Nilai kepada
dalam Perspektif Hukum Benda Indonesia Bank Indonesia menjadi landasan hukum bagi
praktik transaksi lindung nilai dalam aktivitas
Persoalan hukum lain berkaitan dengan hukum perbankan. Selain perbankan, pemerintah pun
jaminan adalah perkembangan benda sebagai merasa perlu meregulasi hedging. Aturan hedging
objek jaminan. Dalam praktik, institusi pasar bagi pemerintah dituangkan dalam Peraturan
modal dan perbankan, banyak mengembangkan Menteri Keuangan No : 12.PMK.08/2013 Tentang
jenis-jenis surat berharga karena tuntutan global. Transaksi Lindung nilai dalam Pengelolaan Utang
Sebagai bagian dari sistem keuangan dunia, Pemerintah. Selain Pemerintah, kementerian
pasar modal dan perbankan Indonesia dituntut BUMN telah menerbitkan Peraturan Menteri
untuk dapat memanfaatkan peluang dari BUMN No : PER-09/MBU/2013 Tentang
perubahan sistem keuangan dunia yang kini Kebijakan Umum Transaksi Lindung Nilai BUMN.
menuju terciptanya international market Penggunaan hedging secara tepat sebagai
integration (Don M Chance,2003). Mengingat instrumen lindung nilai akan berdampak positif
arus dana bergerak dari negara ke suatu negara untuk menstabilkan nilai tukar rupiah, namun
berdasarkan perbedaan return, maka di sisi lain, penggunaan hedging harus dilakukan
keberagaman instrumen merupakan salah satu secara berhati-hati karena kerugian yang
daya tarik pasar modal Indonesia untuk dapat ditimbulkan masih menjadi perdebatan, apakah
menarik dana dari luar agar diinvestasikan di merupakan kerugian ataukah biaya.
pasar modal Indonesia. Sejak tahun 2001, pasar Perkembangan surat berharga di pasar modal
modal Indonesia (melalui Bursa Efek Surabaya), dan perbankan tersebut, tidak lagi dapat didekati
memperdagangkan Kontak Berjangka Indeks hanya dari aspek hukum perdata, khususnya
Efek (KBIE) yang dikenal dengan LQ 45 Futures, hukum benda atau hukum surat berharga.
diikuti oleh Bursa Efek Jakarta menerbitkan Sebagai contoh penetapan indeks efek sebagai
Kontrak Opsi Saham pada tahun 2004 (Lastuti efek menyiratkan bahwa semula indeks efek
Abubakar, 2012). Ke dua jenis instrumen surat bukanlah efek, sehingga diperlukan upaya untuk
berharga tersebut merupakan instrument mengubahnya menjadi efek atau surat berharga.
derivatif, yaitu instrument yang diturunkan dari Janet M Tavakoli (2003) menyebutkan bahwa
surat berharga acuannya, baik efek yang bersifat sistem finansial yang sengaja direkayasa untuk
penyertaan (equity instrument) maupun yang memenuhi kebutuhan pelaku usaha, khususnya
12
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
sebagai cara untuk mentransfer risiko seperti usaha, dengan tetap memperhatikan asas-asas
derivatif ini sebagai structured finance. Dalam hukum jaminan. Hukum jaminan tidak dapat
praktik perbankan, dikenal proses sekuritisasi dilepaskan dari hukum perdata, khususnya
piutang yang semula bersifat personal menjadi hukum benda dan hukum perikatan. Berdasarkan
surat berharga, seperti Assets Backed Securities hasil penelitian sebelumnya, penulis mencoba
(EBA) dan Collateralized Debt Obligation (CDO). mengkaji ulang pengertian benda yang diatur
Ketika piutang yang semula bersifat persoonlijk dalam KUHPerdata dan membandingkannya
tersebut diubah menjadi surat berharga, maka dengan Niuewe Burgerlijk Wetboek (NBW)
berubahlah statusnya menjadi benda dan memiliki Belanda, dengan beberapa pertimbangan.
sifat-sifat kebendaan, yaitu dapat diperdagangkan Pertama, KUHPerdata Indonesia berasal dari
atau dialihkan, termasuk dijaminkan. Selain Burgerlijk Wetboek Belanda yang diberlakukan
perkembangan surat berharga sebagai objek berdasarkan asas konkordansi. Ke dua, sistem
transaksi, dalam praktik ditemukan objek jaminan hukum Indonesia menganut sistem hukum yang
yang sebenarnya tidak dapat dikatakan benda, sama dengan Belanda, yaitu civil law system,
misalnya Surat Perintah Kerja (SPK), Surat dimana peraturan perundang-undangan
Keputusan Pengangkatan, cover note bahkan merupakan sumber hukum utama, sehingga
Pengikatan Perjanjian Jual Beli. Tidak diragukan dapat dilihat bagaimana Belanda melakukan
bahwa SPK memuat sejumlah uang yang pembaruan hukum perdata, yang tentunya dapat
merupakan hak penerima pekerjaan, atau SK dijadikan model pembaruan hukum perdata di
Pengangkatan yang menunjukkan bahwa Indonesia. NBW Belanda tidak lagi menggunakan
seseorang mempunyai hak menerima gaji atau istilah zakenrecht untuk hukum benda, melainkan
upah, namun perlu difahami bahwa nilai ekonomi goederenrecht. Di dalam NBW Buku Titel 1 pada
tersebut sifatnya sangat personal dan haknya 3.art 1 (3.1.1.0) disebutkan bahwa “goederen
pun hanya dapat dituntut oleh orang yang zijn alle zaken en alle vermogenrechten” yaitu
bersangkutan, dengan kata lain bersifat “barang terdiri atas semua benda dan semua
persoonlijkrecht, jadi sama sekali tidak memiliki hak kekayaan” (Djuhaendah Hasan, 1996). Istilah
sifat kebendaan seperti droit de preference, droit goederen dalam NBW sama dengan istilah zaak
de suite yang menjadi ciri jaminan kebendaan. dalam BW lama atau KUHPerdata Indonesia.
Kesenjangan antara kebutuhan dalam praktik Selanjutnya NBW mengatur bahwa “goederen
dengan hukum yang berlaku tentunya zijn alle actieven vermogen bestandelen”, yaitu
memerlukan solusi hukum. barang adalah semua unsur aktif harta kekayaan.
Dengan demikian, NBW telah memperluas
3.3. Gagasan Pembaruan Hukum Jaminan pengertian benda, tidak hanya meliputi barang
Nasional. dan hak yang dapat dikuasai hak milik, melainkan
mencakup semua unsur aktif dari harta kekayaan
Mengacu pada perkembangan hukum jaminan, serta menghilangkan sifat “dapat dimiliki”.
khususnya objek jaminan kebendaan, maka Penulis mencermati bahwa pembaharuan hukum
pengertian benda menurut KUHPerdata tidak perdata di Belanda mempengaruhi juga bidang
relevan lagi dengan kebutuhan dan praktik bisnis. hukum lainnya yang selaras dengan hukum
Selain akan menghambat aktivitas bisnis, pada bendanya. Hal ini dapat dilihat dari diaturnya
gilirannya akan melemahkan daya saing para perjanjian khusus yang mengatur tentang naik
pelaku bisnis, oleh karena itu diperlukan turunnya nilai uang, yang dalam BW lama
pembaruan hukum jaminan yang dapat dikategorikan sebagai perjanjian untung-
mengakomodasikan kepentingan para pelaku untungan. Sejalan dengan pembaharuan dalam
13
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
NBW, maka perkembangan benda sebagai objek Fidusia, dan UU Sistem Resi Gudang, di samping
transaksi yang semula belum mempunyai KUHPerdata yang mengatur gadai dan hipotik
landasan hukum yang kokoh, kini menjadi bagian (Tri Handayani & Lastuti Abubakar, 2014) Di
dari benda. Naik turunnya harga saham atau samping itu, Indonesia memang belum memiliki
derivatif saham atau surat berharga lainnya hukum jaminan nasional yang menjadi lex
dipastikan masuk dalam pengertian benda generale bagi lembaga jaminan yang ada.
menurut NBW. Hal ini memberikan rasa aman
bagi para investor atau para pihak yang Berkaitan dengan gagasan pembentukan hukum
bertransaksi. Dengan demikian, NBW telah dapat jaminan nasional, maka beberapa hal yang harus
mengantisipasi dan mengakomodasikan diperhatikan adalah hal sebagai berikut :
perkembangan benda sehingga tidak akan
menjadi permasalahan, kalau objek transaksi a. Hukum jaminan nasional merupakan bagian
atau objek jaminan berupa nilai ekonomi dari dari sistem hukum nasional, oleh karena itu
suatu barang atau hak. Mengacu pada harus tetap bersumber pada Pancasila dan
pembaruan hukum perdata di Belanda, maka UUD 1945, yang terdiri dari peraturan
Indonesia dapat melakukan pembaruan hukum perundang-undangan, yurisprudensi, dan
jaminan dengan dua cara. Pertama, melakukan Hukum kebiasaan (Sunaryati Hartono, 1991).
pembaruan hukum perdata, baik keseluruhan Dengan demikian, perkembangan kebiasaan
atau per bagian (Buku), khususnya Buku II tentang dalam praktik bisnis dapat diakomodasikan
Benda dan memperluas pengertian benda, atau dalam hukum jaminan nasional.
secara parsial mengatur tentang hukum jaminan
nasional, dan mengatur secara khusus pengertian b. Pengertian hukum jaminan nasional, harus
tentang benda sebagai objek jaminan, yang diterjemahkan tidak hanya meliputi kaidah
dapat digunakan sebagai ketentuan umum bagi atau norma, melainkan termasuk lembaga
ketentuan jaminan lainnya. Penulis mengusulkan dan proses untuk mewujudkan kaidah
bahwa sekurang-kurangnya pengertian benda tersebut. Dengan demikian, pembaruan
meliputi segala sesuatu yang bernilai ekonomi hukum jaminan nasional juga membicarakan
dan bermanfaat bagi kehidupan manusia. tentang integrasi antara pembentuk hukum,
Perluasan pengertian benda tentu harus selaras lembaga terkait, dan masyarakat, khususnya
dengan tujuan pembangunan hukum nasional, dunia usaha.
oleh karena itu eksploitasi benda atau unsur
benda semata-mata untuk memenuhi c. Hukum jaminan merupakan bagian dari
kepentingan ekonomi namun menimbulkan hukum ekonomi, sehingga diperlukan
kehancuran manusia maupun alam, tanpa batas pendekatan yang multidisipliner dan bersifat
tidaklah diperkenankan. Disinilah hukum transnasional. Pembaruan hukum jaminan
berfungsi sebagai sarana pembaharuan dengan nasional perlu mempertimbangkan
tetap memperhatikan tujuannya yaitu terjadinya penggunaan pendekatan bidang lain seperti
perubahan dengan tetap memelihara ketertiban ekonomi, untuk menghasilkan kaidah yang
dan keteraturan (Mochtar Kusumaatmadja, 2002). mampu menjadi pemandu kegiatan bisnis
Gagasan pembentukan hukum jaminan nasional yang wajar, teratur, dan efisien. Konvensi-
ini penulis anggap lebih tepat, mengingat selama konvensi internasional yang sudah diratifikasi,
ini politik hukum jaminan mengarah pada atau keikutsertaan Indonesia dalam berbagai
kodifikasi hukum jaminan secara parsial (bagian organisasi dunia yang menerbitkan pedoman
demi bagian) seperti UU Hak Tanggungan, UU yang harus dipatuhi, menjadi salah satu
14
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
sumber pembentukan hukum jaminan d. Hukum jaminan nasional yang dibentuk harus
nasional. bersumber pada Pancasila dan UUD 1945, dengan
memperhatikan sumber-sumber pembentuk
d. Dualisme sistem hukum ekonomi dengan hukum lainnya seperti hukum adat, konsep syariah,
digunakannya prinsip syariah dalam berbagai serta konvensi-konvensi internasional yang berlaku
aktivitas bisnis, dan hukum adat menjadi untuk Indonesia.
bagian dalam pembentukan hukum jaminan
nasional. Berkaitan dengan pranata jaminan
yang menggunakan prinsip syariah, penulis
menganggap lebih tepat agar ke depan secara
perlahan mengarah pada pembentukan
hukum secara terpisah, mengingat aktivitas
berbasis prinsip syariah mempunyai perbedaan
yang substansial. Konsep pengaturan
perbankan syariah yang terpisah dari
perbankan konvensional dapat menjadi model
pembentukan bidang-bidang lain seperti
asuransi syariah atau jaminan syariah (Lastuti
Abubakar, 2014)
4. KESIMPULAN
15
DAFTAR BACAAN
Buku-buku
Djuhaendah Hasan, Lembaga Jaminan Bagi Tanah dan Benda Lain Yang Melekat Pada Tanah Dalam Konsepsi Penerapan
Asas Horizontal, Citra Aditya,1996,248.
Don M Chance, An Introduction To Derivatives, The Driden Press, Harcourt Brace Colleges Publisher, 1998, 30.
Janet M Tavakoli, Collateralized Debt Obligations & Structured Finance-New Developments in Cash & Synthetic Securitization,
John Wiley & Sons, 2003,34.
Lastuti Abubakar, Transaksi Derivatif di Indonesia, Books Terrace & Library, 2012, 190.
Mochtar Kusumaatmadja, Konsep-konsep Hukum Dalam Pembangunan (kumpulan Karya Tulis), Alumni, 2002, 20.
Sri Soedewi MAsjchoen Sofwan, Hukum Perdata: Hukum Benda, Liberty, 2000, 16.
Sunaryati Hartono, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional, Alumni, 1991,
Wiryono Prodjodikoro, Hukum Perdata Tentang Hak-Hak atas Benda, Pembimbing Masa, 1956, 11.
Artikel Jurnal
Andrew Petersen.et.al, Journal of International Banking and Financial Law, June 2002, 258.
Lastuti Abubakar, Alternatif Penjaminan Bagi Saham Dalam Sistem Perdagangan Tanpa Warkat (Scripless Trading System)
di Pasar Modal DAlam Menunjang Perdagangan Yang Efisien, (2006) 3 Penegakan Hukum 36, 43.
Lastuti Abubakar, Implikasi Penggunaan Prinsip Syariah Dalam Aktivitas Ekonomi Terhadap Pengembangan Hukum
Ekonomi Indonesia-Asosiasi Pengajar Hukum Keperdataan, 2014, 10.
Mieke Komar, 2001 Cape Town Convention And National Interest In Indonesia Aircraft (hak Jaminan/Hak Lain) (2014)8.
Tri Handayani & Lastuti Abubakar, Implikasi Kegiatan Usaha Penitipan Dengan Pengelolaan (Trust) Dalam Aktivitas
Perbankan Terhadap Pembaruan Hukum Perdata Indonesia (2014) 15.2, Litigasi, 2445, 24567.
16
KEDUDUKAN HUKUM EKONOMI INDONESIA
DALAM PERSPEKTIF GLOBALISASI PERDAGANGAN
Disusun oleh:
Dr. Zulfi Diane Zaini, S.H., M.H.1
Abstrak
Perkembangan dalam pembangunan nasional terutama yang berkaitan dengan pembangunan ekonomi, secara
umum memiliki keterkaitan antara regulasi/pengaturan sistem hukum dan pelaksanaan kegiatan perekonomian di
Indonesia sebagai upaya untuk menjaga stabilitas sistem perekonomian di Indonesia yang kemudian akan berkorelasi
dengan Hukum Ekonomi di Indonesia secara keseluruhan. Berangkat dari persoalan tersebut, sesungguhnya peranan
politik hukum dalam konteks hukum ekonomi sangat memegang peranan yang strategis. Melalui pendekatan politik
hukum, hukum ekonomi yang dibentuk setidaknya akan banyak memperhatikan kepada kepentingan nasional. Pengertian
kepentingan nasional bukan berarti dimaknai dalam arti yang sempit, namun kepentingan nasional merupakan titik tolak
dalam upaya memasuki dunia global.
Dengan semangat nasionalisme ekonomi dalam era globalisasi, makin jelas adanya urgensi terwujudnya perekonomian
nasional yang kuat, tangguh, dan mandiri. Demokrasi ekonomi berdasar kerakyatan dan kekeluargaan, serta usaha-
usaha kooperatif menjiwai perilaku ekonomi perorangan dan masyarakat. Keseimbangan yang harmonis, efisien, dan
adil, antara perencanaan nasional dengan desentralisasi ekonomi dan otonomi yang luas, bebas, dan bertanggungjawab,
akan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
I. Latar Belakang Kondisi ini tentu berlaku pula bagi Indonesia sebagai
sebuah negara yang sedang giat-giatnya melakukan
Peranan hukum dalam pembangunan ekonomi suatu pembangunan ekonomi. Apalagi, tatkala Indonesia
bangsa merupakan sesuatu yang tidak dapat diabaikan menyatakan diri dalam konstitusinya sebagai negara
keberadaannya. Sehingga sangat jelas, jika kondisi hukum (rechtstaat). Dari sini tersirat pula bahwa
hukum suatu bangsa itu efektif, maka pembangunan Indonesia menghendaki dua hal: Pertama, hukum
ekonomi pun akan mudah untuk dilaksanakan. diharapkan dapat berfungsi; Kedua, dengan hukum
Namun, sebaliknya jika hukum tidak mampu berperan dapat berfungsi, maka pembangunan ekonomi pun
secara efektif, maka dapat dipastikan akan berdampak akan mudah untuk direalisasikan.
buruk terhadap pembangunan ekonomi.
Sejalan dengan pemikiran tersebut, jika dikaji dari sisi
politik hukum acapkali pembentukan hukum,
1 Penulis adalah Dosen Fakultas Hukum dan Magister Hukum Universitas khususnya hukum ekonomi tak selalu sinkron dengan
Bandar Lampung (UBL) dan saat ini juga sebagai Ketua Pusat Studi harapan-harapan tersebut. Faktor yang menjadi
Hukum Perbankan - Universitas Bandar Lampung (PSHP - UBL)
17
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
pemicu tidak adanya kesinkronan tersebut karena Indonesia wajib dan harus berkomitmen penuh
banyak kepentingan yang berkembang dalam proses terhadap pelaksanaan GATT/WTO, dimana komitmen
pembentukan hukum. Politik hukum yang berkembang Indonesia tersebut diwujudkan dalam bentuk
antara lain adanya tarik menarik antara kepentingan harmonisasi hukum nasional dengan hukum
nasional dan asing. Alhasil, hukum yang semula internasional yang ada dalam forum GATT/WTO.
dijadikan sarana bagi pembangunan ekonomi
nampaknya menjadi sia-sia, karena yang dikedepankan Kehadiran hukum dalam masyarakat diantaranya
justru kepentingan asing yang dominan. adalah untuk mengintegrasikan dan
mengkoordinasikan kepentingan-kepentingan yang
Perkembangan globalisasi ekonomi dan kerja sama dapat saling tumpah tindih satu sama lain dan oleh
ekonomi di dunia internasional sedikit banyak telah hukum diintegrasikan sedemikian rupa sehingga
menggambarkan adanya permasalahan di bidang permasalahan tumpang tindih peraturan dapat ditekan
hubungan ekonomi, antara lain upaya pengaturan sekecil-kecilnya. Pengorganisasian kepentingan-
yang dilakukan oleh negara ataupun pelaku ekonomi kepentingan tersebut dilakukan dengan membatasi
di negara maju. Upaya pengaturan dapat dilihat baik dan melindungi kepentingan-kepentingan tersebut.
secara global melalui World Trade Organization Memang, dalam suatu lalu lintas kepentingan,
(selanjutnya disingkat dengan WTO), regional melalui perlindungan terhadap kepentingan-kepentingan
berbagai kerja sama dalam satu kawasan, serta tertentu hanya dapat dilakukan dengan cara
bilateral melalui berbagai kerjasama bilateral, ternyata membatasi kepentingan di lain pihak.
tidak mengurangi munculnya berbagai penyimpangan
dari norma-norma yang telah disepakati. Berdasarkan pemikiran tersebut, maka merupakan
suatu keharusan bagi suatu negara tatkala
Selanjutnya, dalam perkembangan globalisasi ekonomi merumuskan suatu peraturan perundang-undangannya
membawa dampak pada globalisasi hukum. Pada saat senantiasa memperhatikan pada aspek kepentingan
Indonesia meratifikasi Persetujuan Pendirian Organisasi nasional (national interests). Untuk dapat mencapai
Perdagangan Dunia (Agreement Establising the World hal tersebut, maka faktor politik hukum akan sangat
Trade Organization) melalui Undang-Undang Nomor menentukan. Bagi beberapa negara pola pemikiran
7 Tahun 1994 (untuk selanjutnya disingkat dengan ini menjadi sarana yang cukup efektif. Sebagai contoh,
UU No. 7 Tahun 1994), maka seketika itu pula Indonesia misalnya dalam kasus civil disorder, Pemerintah
sudah masuk kepada apa yang disebut dengan Australia telah mengaturnya dalam Defence act 1993.
“globalisasi”. Sikap Pemerintah Australia melindungi negaranya
dalam keadaan apapun termasuk keadaan yang
Globalisasi yang dimaksud merupakan globalisasi disebut dengan civil disorder.
yang masuk pada setiap aspek kehidupan manusia,
baik ekonomi, politik, bahkan sampai budaya. Akan tetapi sebaliknya di Indonesia, fenomena
Dari sisi hukum keikutsertaan Indonesia dalam forum tersebut tidak dapat ditemukan. Keberadaan
General Agreement on Tariffs and Trade/World Trade peraturan perundang-undangan hanya sebatas aturan
Organization (untuk selanjutnya disingkat dengan normatif yang kering dengan semangat kepentingan
GATT/WTO) akhirnya melahirkan istilah yang disebut nasional. Kalaupun Indonesia mempunyai peraturan
“Globalisasi Hukum’. perundang-undangan yang menonjol justru semangat
kepentingan negara-negara di luar (negara-negara
Dengan diratifikasinya Persetujuan Pendirian Organisasi maju). Hal tersebut dapat dirasakan terutama terkait
Perdagangan Dunia beserta lampirannya oleh dengan peraturan hukum ekonomi yang ada di
Indonesia, memberi konsekuensi hukum bahwa Indonesia.
18
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
Berangkat dari persoalan tersebut, maka Indonesia sendiri bukan malah sebaliknya bangsa lain
sesungguhnya peranan politik hukum dalam konteks menikmati hasil dari pembentukan hukum tersebut.
hukum sangat memegang peranan yang sangat Dengan kenyataan itu, sudah sewajarnya apabila
strategis. Melalui pendekatan politik hukum, maka pemerintah dalam menjalankan orientasi politik hukum
hukum yang dibentuk setidaknya akan banyak lebih mengedepankan pembentukan instrumen-
memperhatikan kepada kepentingan nasional. instrumen hukum yang terkait dengan permasalahan
Pengertian kepentingan nasional bukan berarti tersebut.
dimaknai dalam arti yang sempit, namun kepentingan
nasional merupakan titik tolak dalam upaya memasuki Selanjutnya dapat dijelaskan Hukum Ekonomi
dunia global. berkaitan dengan berbagai aktivitas ekonomi,
mempunyai ruang lingkup pengertian yang luas dan
Kebijakan pembangunaan ekonomi negara-negara meliputi semua persoalan yang berkaitan dengan
berkembang telah berubah secara drastis sejak Tahun hubungan antara hukum dan kegiatan-kegiatan
1980-an. Hampir semua negara berkembang ekonomi. Salah satu ciri penting dari Hukum Ekonomi,
menggeser kebijakan-kebijakan ekonomi mereka ke adalah adanya keterlibatan Negara/Pemerintah dalam
arah liberalisasi yang lebih besar dan kepercayaan pengaturan berbagai kegiatan perdagangan, industri,
yang lebih besar pada mekanisme pasar melalui dan keuangan. Dalam hal Pemerintah ikut campur
serangkaian reformasi ekonomi berorientasi pasar. pada urusan yang semula bersifat pribadi untuk
Nyaris di segala penjuru dunia, negara-negara mencapai tujuan Negara yaitu : Keadilan dan
berkembang mulai mengadopsi kebijakan-kebijakan Kemakmuran.
yang dimaksudkan untuk merestrukturisasi peran
negara dalam perokonomian, dengan meliberalisasi Berkaitan dengan hal tersebut di atas, dalam upaya
perdagangan domestik dan meliberalisasi regulasi melakukan perkembangan dalam pembangunan
investasi, serta dan untuk menswastakan perusahaan- nasional terutama yang berkaitan dengan
perusahaan milik negara. pembangunan ekonomi, secara umum dapat dijelaskan
bahwa keterkaitan antara regulasi/pengaturan sistem
Berbagai reformasi kebijakan tersebut nyaris dan pelaksanaan kegiatan perekonomian di Indonesia
menggantikan secara keseluruhan semua kebijakan sebagai upaya untuk menjaga stabilitas sistem
sebelumnya yang mendominasi negara-negara perekonomian di Indonesia akan berkorelasi pula
berkembang dari Tahun 1950-an hingga Tahun 1970- dengan Hukum Ekonomi secara keseluruhan.
an. Reformasi yang mengensampingkan nasionalisme
ekonomi dari perbendaharaan kata negara-negara Dengan demikian, konsep dasar pemikiran Hukum
itu, mengurangi peran eksesif negara dalam Ekonomi Pembangunan Indonesia adalah Ekonomi
perokonomian, dan menghentikan kecenderungan Indonesia dalam arti pembangunan dan peningkatan
pada pembangunan di Dunia Ketiga. Dalam hal ini ketahanan ekonomi nasional secara makro.
reformasi didasarkan pada premis kebijakan-kebijakan Sedangkan dasar pemikiran Hukum Ekonomi Sosial
memandang keluar yang dirancang untuk adalah kehidupan Ekonomi Indonesia yang
mengintegrasikan perekonomian ke dalam pasar berperikemanusiaan dan pemerataan pendapatan,
global, utamanya ketika strategi-strategi berorientasi dimana setiap Warga Negara Indonesia berhak atas
ekspor menggantikan industrialisasi substitusi impor. kehidupan dan pekerjaan yang layak. Dalam
hubungan tersebut, maka segala usaha pembangunan
Dari prinsip kepentingan nasional ini maka pemerintah ekonomi Indonesia bertujuan untuk menciptakan
mengambil langkah strategis dalam upaya meraup kesejahteraan tiap-tiap dan masing-masing Warga
manfaat ekonomi agar dapat dirasakan oleh bangsa Negara Indonesia, sehingga pembangunan ekonomi
19
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
Indonesia harus menjunjung tinggi hak-hak hidup nomokrasi tersebut dapat dibandingkan dengan
manusia yang azasi.2 “demos” dan “cratos” atau “kratien” dalam istilah
demokrasi. “Nomos” berarti norma, sedangkan “cratos”
II. Konsepsi Hukum dan Hukum Ekonomi Indonesia adalah kekuasaan.7 Selanjutnya, sebagai faktor
penentu dalam penyelenggaraan kekuasaan adalah
Hukum, menurut Mochtar Kusumaatmadja, jika norma atau hukum. Karena itu, istilah nomokrasi
diartikan dalam arti yang luas, maka hukum tidak tersebut berkaitan erat dengan ide kedaulatan hukum
saja merupakan keseluruhan azas-azas dan kaidah- atau prinsip hukum sebagai kekuasaan tertinggi.
kaidah yang mengatur kehidupan manusia dalam
masyarakat melainkan meliputi lembaga-lembaga Indonesia sebagai Negara hukum (Rechtsstaat/the
(institutions) dan proses-proses (process) yang rule of law), sebagaimana yang telah ditegaskan
mewujudkan berlakunya kaidah-kaidah tersebut dalam dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 (Amandemen ke 4)
kenyataan.3 Selanjutnya, dapat dikatakan bahwa bahwa Indonesia adalah Negara Hukum. Sebagaimana
dimana ada masyarakat, disana ada hukum. Dengan diketahui bahwa ide dasar negara hukum Indonesia
demikian suatu unsur pokok dalam hukum adalah tidaklah terlepas dari ide dasar tentang ‘rechtsstaat”
bahwa hukum adalah sesuatu yang berkenaan dengan atau Negara Hukum yang dianut oleh Belanda yang
manusia, dimana manusia hidup dalam suatu meletakkan dasar perlindungan hukum bagi rakyat
komunitas yang disebut dengan masyarakat.4 pada asas legalitas, yaitu semua harus bersifat positif,
hal tersebut berarti hukum harus dibentuk secara
Tujuan utama hukum adalah untuk mewujudkan sadar.8
ketertiban (order). Tujuan tersebut sejalan dengan
fungsi utama hukum, yaitu mengatur. Ketertiban Dalam suatu rechtsstat yang modern, fungsi peraturan
merupakan syarat dasar bagi adanya suatu masyarakat. perundang-undangan bukanlah hanya memberikan
Kebutuhan akan ketertiban merupakan fakta dan bentuk kepada nilai-nilai dan norma-norma yang
kebutuhan objektif bagi setiap masyarakat manusia.5 berlaku dan hidup dalam masyarakat, dan Undang-
Para penganut teori hukum positif menyatakan Undang bukanlah hanya sekedar produk fungsi negara
“kepastian hukum” sebagai tujuan hukum, dimana di bidang pengaturan. Selanjutnya, peraturan
ketertiban atau keteraturan, tidak mungkin terwujud perundang-undangan adalah salah satu metoda dan
tanpa adanya garis-garis perilaku kehidupan yang instrumen ampuh yang tersedia untuk mengatur dan
pasti. Keteraturan hanya akan ada jika ada kepastian mengarahkan kehidupan masyarakat menuju cita-
dan untuk adanya kepastian hukum haruslah dibuat cita yang diharapkan. Dalam praktik memang demikian
dalam bentuk yang pasti pula (tertulis).6 yang dilakukan oleh pembentuk Undang-Undang,
karena saat ini kekuasaan pembentuk Undang-Undang
Ide Negara Hukum, selain terkait dengan konsep adalah terutama memberikan arah dan menunjukkan
“rechsstaat” dan “the rule of law”, juga berkaitan jalan bagi terwujudnya cita-cita kehidupan bangsa
dengan konsep “nomocracy” yang berasal dari melalui hukum yang dibentuknya.9
perkataan “nomos” dan “cratos”. Adapun perkataan
20
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
Dalam kaitannya dengan pembangunan hukum, negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang
Pancasila dapat disebut sebagai bingkai dari Sistem layak bagi kemanusiaan. Pasal 33 berbunyi :
Hukum Pancasila, sebuah sistem yang khas di 1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama
Indonesia dan berbeda dari sistem hukum negara- berdasar atas asas kekeluargaan;
negara lain. Meski belakangan banyak pihak yang 2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara
merasa tidak efektif untuk menyebut Sistem Hukum dan yang menguasai hajat hidup orang banyak
Pancasila sebagai sebuah sistem hukum yang khas, dikuasasi oleh Negara;
namun harus ada keberanian untuk mengangkatnya 3) Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di
kembali sebagain paradigma dalam pembangunan dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan
hukum Indonesia. Satjipto Rahardjo, menyebut bahwa untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat;
hukum Pancasila mencerminkan kekhasan bangsa 4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar
Indonesia yang penuh dengan sikap kekeluargaan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip
dan gotong royong yang karenanya memang berbeda kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan,
dengan sistem hukum yang lain.10 berwawasan lingkungan, kemandirian, serta
dengan menjaga keseimbangan dan kesatuan
Sistem Hukum Pancasila berbeda dari Sistem Hukum ekonomi nasional;
Eropa Kontinental yang hanya menekankan pada 5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan
legisme, civil law, administrasi, kepastian hukum, dan Pasal ini diatur dalam Undang-Undang;
hukum-hukum tertulis yang negara hukumnya disebut
Rechtstaat. Sistem hukum Pancasila juga berbeda Selanjutnya, dalam bab penjelasan dari Pasal 33 UUD
dengan sistem hukum Anglo Saxon yang hanya 1945 Bab Kesejahteraan Sosial, dinyatakan bahwa
menekankan pada peranan yudisial, common law, demokrasi ekonomi adalah produksi yang dikerjakan
dan substansi keadilan yang negara hukumnya disebut oleh semua, untuk semua, di bawah pimpinan atau
dengan the Rule of Law.11 penilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran
masyarakat diutamakan, bukan kemakmuran orang
Sejarah sistem ekonomi Pancasila sebenarnya adalah seorang. Sebab itu perekonomian disusun sebagai
sejarah Republik Indonesia. Ekonomi Pancasila setua usaha bersama berdasar atas usaha kekeluargaan.
Republik ini karena lahir dalam jantung bangsa lewat Bentuk perusahaan yang sesuai dengan itu adalah
Pancasila dan UUD-45 beserta tafsirannya. Karena koperasi.
itu, sistem ekonomi Pancasila bersumber langsung
dari Pancasila khususnya sila kelima, yaitu : Keadilan Dalam pembangunan hukum nasional dibutuhkan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dan amanat Pasal kesamaan pemahaman terhadap tujuan yang ingin
27 ayat (2), 33-34 UUD-45 (Amandemen ke 4). dicapai, sehingga pembangunan hukum yang
Sila kelima ini menjelaskan bahwa semua orientasi dilakukan oleh berbagai pihak dapat bersinergi
berbangsa dan bernegara politik ekonomi, hukum, mencapai tujuan yang disepakati secara nasional.
sosial dan budaya, adalah dijiwai semangat keadilan Selanjutnya, pembinaan hukum nasional diarahkan
menyeluruh dan diperuntukkan bagi seluruh rakyat untuk mencapai tujuan terbentuk dan berfungsinya
Indonesia. Khusus dalam hal ekonomi diperjelas lagi sistem hukum nasional,12 demikian pula yang terdapat
dalam Pasal 27 ayat (2) berbunyi; tiap-tiap warga dalam pengaturan hukum ekonomi khususnya yang
10 Moh. Mahfud MD, Perdebatan Hukum Tata Negara Pasca Amandemen 12 Ady Kusnadi, Penelitian Hukum Sebagai Sarana Pembangunan Hukum
Konstitusi, Pustaka LP3ES Indonesia, Jakarta, 2007, hlm. 7. Bisnis Dalam Kerangka Sistem Hukum Nasional, (Pembangunan Hukum
Bisnis Dalam Kerangka Sistem Hukum Nasional), FH-UNPAD, 2008, hlm.
11 Ibid. 189.
21
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
berkaitan dengan pengaturan semua kegiatan Dalam perkembangannya Hukum Ekonomi Indonesia
perekonomian di Indonesia. kemudian menjadi bagian yang tidak terpisahkan
dengan Hukum perdagangan internasional yang
Guna mewujudkan perekonomian yang kokoh di merupakan bidang hukum yang berkembang dengan
Indonesia dan pembangunan hukum ekonomi, perlu cepat, dan ruang lingkupnya pun cukup luas.
diadakan penyesuaian dalam berbagai kebijakan dan Hubungan-hubungan dagang yang sifatnya lintas
peraturan perundang-undangan di bidang ekonomi batas dapat mencakup banyak jenisnya, dari
dan moneter yang selama ini telah ditempuh oleh bentuknya yang sederhana, yaitu dari barter, jual beli
negara Indonesia. Kebijakan moneter yang merupakan barang atau komoditi (produk-produk pertanian,
salah satu kebijakan penting dari kebijakan perkebunan dan sejenisnya), hingga hubungan atau
pembangunan ekonomi nasional harus lebih diarahkan transaksi perdagangan yang kompleks.
kepada upaya untuk menciptakan dan menjaga
stabilitas moneter. Selanjutnya, pembangunan ekonomi Kompleksnya hubungan atau transaksi perdagangan
akan sangat berpengaruh pada perkembangan hukum internasional tersebut, paling tidak disebabkan oleh
dan perkembangan bidang ekonomi tidak akan adanya jasa teknologi (khususnya teknologi informasi)
terlaksana dengan baik tanpa dilandasi oleh peraturan sehingga transaksi-transaksi dagang semakin
perundangan-undangan yang baik. Pembangunan berlangsung dengan cepat. Batas-batas negara bukan
hukum berkaitan erat dengan pembangunan pada lagi menjadi halangan dalam bertransaksi. Bahkan
umumnya dan khususnya bagi pembangunan dengan pesatnya tekologi, dewasa ini para pelaku
ekonomi.13 dagang tidak perlu mengetahui atau mengenal siapa
rekanan dagangnya yang berada jauh di belahan
Di Indonesia konsepsi pembaharuan hukum yaitu bumi lain. Hal ini tampak dengan lahirnya transaksi-
hukum sebagai sarana pembaharuan dalam transaksi yang disebut dengan e-commerce.15
pembangunan masyarakat (Mochtar Kusumaatmadja,
yang diilhami oleh konsep “law as a tool of social Menurut Huala Adolf, terdapat keterkaitan yang erat
engineering” Roscoe Pound) telah memberikan peran antara hukum perdagangan internasional dengan
penting kepada hukum dalam pembangunan, hukum internasional publik, dimana sekilas tampak
khususnya pembangunan ekonomi. Konsepsi hukum bahwa dampak dan pengaruh hukum internasional
sebagai sarana pembaharuan dan pembangunan publik tersebut tidak langsung. Namun demikian,
masyarakat, hukum harus tampil di depan dan pengaruh ini dapat berdampak cukup luas terhadap
memberi arah dalam pembaharuan dan pembangunan. beberapa aspek dari hukum perdagangan internasional.
Pembangunan hukum harus dapat mengantisipasi Hal ini disebabkan karena hukum internasional publik
pembangunan masyarakat ke depan. Dengan dalam beberapa hal telah membentuk dan sedang
demikian pembaharuan hukum dan pembentukan dalam proses pembentukan ketentuan-ketentuan
hukum harus melihat ke depan, pembentukan hukum yang mengatur aspek-aspek perdata dari transaksi
tidak boleh hanya untuk kepentingan hari ini tetapi perdagangan internasional.16
harus memprediksi kemungkinan-kemungkinan yang
terjadi untuk waktu yang akan datang seiring dengan The General Agreement on Tariff and Trade (GATT)
perkembangan masyarakat dan teknologi.14 atau disebut dengan Persetujuan Umum mengenai
13 Djuhaendah Hasan, Fungsi Hukum Dalam Perkembangan Ekonomi Global, 15 Huala Adolf, Hukum Perdagangan Internasional, PT. Raja Grafindo
Bahan Ajar dan Materi kuliah, Bandung, 2008, hlm. 23. Persada, Jakarta, 2005, hlm. 1.
22
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
Tarif dan Perdagangan adalah suatu perjanjian III. Hukum Ekonomi Indonesia Dalam Perspektif
internasional di bidang perdagangan internasional Globalisasi Perdagangan
yang mengikat lebih dari 120 negara. Dimana
keseluruhan Negara ini memainkan peranan sekitar Sistem Ekonomi Pancasila adalah “aturan main”
90 persen dari produk dunia. kehidupan ekonomi atau hubungan hubungan
ekonomi antar pelaku-pelaku ekonomi yang didasarkan
GATT dibentuk pada Bulan Oktober Tahun 1947, pada etika atau moral Pancasila dengan tujuan akhir
sementara lahirnya WTO pada Tahun 1994 membawa mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat
2 (dua) perubahan yang cukup penting bagi GATT, Indonesia. Etika Pancasila adalah landasan moral dan
yaitu pertama WTO mengambil alih GATT dan kemanusiaan yang dijiwai semangat nasionalisme
menjadikannya salah satu lampiran aturan WTO. (kebangsaan) dan kerakyatan, yang kesemuanya
Kedua, prinsip-prinsip GATT menjadi kerangka aturan bermuara pada keadilan sosial bagi seluruh rakyat.
bagi bidang-bidang baru dalam Perjanjian WTO, Intisari Pancasila (Eka Sila) menurut Bung Karno adalah
khususnya Perjanjian mengenai Jasa (General gotong royong atau kekeluargaan, sedangkan dari
Agreement on Trade in Srevices), Perjanjian dalam segi politik Trisila yang diperas dari Pancasila adalah
bidang Penanaman Modal (Trade Related Investment Ketuhanan Yang Maha Esa (monotheisme), sosio-
Measure’s, dan juga dalam Perjanjian mengenai nasionalisme, dan sosiodemokrasi.
Perdagangan yang terkait dengan Hak Atas Kekayaan
Intelektual (Trade Related Aspects of Intellectual Praktik-praktik liberalisasi perdagangan dan investasi
Property Rights). Adapun tujuan dari persetujuan di Indonesia sejak tahun delapanpuluhan bersamaan
GATT ini adalah untuk menciptakan suatu iklim dengan serangan globalisasi dari negara-negara industri
perdagangan internasional yang aman dan jelas bagi terhadap negara-negara berkembang, sebenarnya
masyarakat bisnis, serta untuk menciptakan liberalisasi dapat ditangkal dengan penerapan sistem ekonomi
perdagangan yang berkelanjutan, lapangan kerja, dan Pancasila. Namun sejauh ini gagal karena politik
iklim perdagangan yang sehat.17 ekonomi diarahkan pada akselerasi pembangunan
yang lebih mementingkan pertumbuhan ekonomi
Globalisasi ekonomi dapat dicirikan dengan semakin tinggi ketimbang pemerataan hasil-hasilnya.19
terintegrasinya pasar dunia (market driven economic
process), sebagai akibat dari pergerakan “bebas” Pembangunan ekonomi sangat mempengaruhi tingkat
arus barang dan modal yang ditopang oleh aturan kemakmuran suatu negara. Namun, pembangunan
perdagangan bebas yang semula didorong oleh GATT ekonomi yang sepenuhnya diserahkan kepada
dan kemudian oleh WTO, serta diakselerasi oleh mekanisme pasar tidak akan secara otomatis
penerapan kebijakan deregulasi dan restrukturisasi membawa kesejahteraan kepada seluruh lapisan
ekonomi yang sifatnya mendunia. Fenomena globalisasi masyarakat. Pengalaman negara maju dan
ekonomi dewasa ini semakin terasa, baik di tingkat berkembang membuktikan bahwa meskipun
nasional, regional dan inter-regional, maupun pada mekanisme pasar mampu menghasilkan pertumbuhan
tingkat global.18 ekonomi dan kesempatan kerja yang optimal, namun
dalam perkembangannya negara-negara maju tersebut
pada umumnya seringkali gagal menciptakan
pemerataan pendapatan dan menuntaskan
18 Moch. Faisal Salam, Penyelesaian Sengketa Bisnis Secara Nasional Dan 19 Mubyarto, Ekonomi Pancasila : Gagasan dan Kemungkinan, LP3ES,
Internasional, Mandar Maju, Bandung, 2007, hlm. 2-3. Jakarta, 1981, hlm.1
23
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
permasalahan sosial.20 Hal inilah yang menjadi salah memberikan ruang gerak bagi bekerjanya mekanisme
satu faktor mengapa negara-negara maju berusaha pasar, yang diperlukan dalam suatu perekonomian.
mengurangi kesenjangan itu dengan menerapkan Walau pencapaian efisiensi mestinya tidak
negara kesejahteraan (welfare state). Suatu sistem meninggalkan unsur-unsur keadilan. Pentingnya
yang memberi peran lebih besar kepada negara kemandirian dan keberlanjutan dalam perekonomian
(pemerintah) dalam pembangunan kesejahteraan dimandatkan dalam Pasal 33 ayat (4) tersebut.23
sosial yang terencana, melembaga, dan Pelaksanaan fungsi mensejahterakan masyarakat
berkesinambungan.21 diwujudkan dalam bentuk pelaksanaan pembangunan
seluas-luasnya yang meliputi segala segi kehidupan
Kegiatan intervensi negara tersebut juga meluas termasuk kehidupan ekonomi.
sampai pada pengaturan terhadap berbagai aktivitas
masyarakat, baik secara individual maupun badan- Pada era global, pembangunan hukum ditandai
badan kolektif (corporate bodies) untuk maksud dengan kecenderungan tuntutan kebutuhan pasar
mengubah kondisi hidup dan kehidupan individu dan yang dewasa ini semakin mengglobal. Dalam kondisi
kelompok penduduk secara relatif cepat.22 Undang- semacam itu, produk-produk hukum yang dibentuk
Undang Dasar 1945 sebagai Konstitusi Indonesia, lebih banyak bertumpu pada keinginan pemerintah,
baik sebelum ataupun setelah diamandemen, karena tuntutan pasar. Tuntutan kebutuhan ekonomi
mengamanatkan negara kesejahteraan sebagai cita- telah mampu menimbulkan perubahan-perubahan
cita dari pendiri bangsa yang dituliskan dalam yang amat fundamental baik dalam hal fisik maupun
pembukaan ataupun batang tubuh UUD 1945. Sistem sosial politik dan budaya yang mampu melampaui
perekonomian Indonesia dapat dilihat dalam bab yang pranata-pranata hukum yang ada. Produk hukum
memuat perekonomian nasional dan kesejahteraan yang ada lebih mengarah pada upaya untuk memberi
rakyat yang dicantumkan dalam Bab XIV Pasal 33 arahan dalam rangka menyelesaikan konflik yang
dengan judul ”Perekonomian Nasional dan berkembang dalam kehidupan ekonomi.24
Kesejahteraan Rakyat”.
Pembangunan hukum yang tertuju pada kehidupan
Pasal 33 ayat (4) UUD 1945 amandemen ke empat perekonomian pada era global harus mampu
(4) dijelaskan : Perekonomian nasional diselenggarakan mengarah dan memfokuskan pada aturan-aturan
berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip hukum yang diharapkan mampu memperlancar roda
kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, dinamika ekonomi dan pembangunan yang tidak
berwawasan lingkungan, kemadirian, serta dengan melepaskan diri dari sistem demokrasi ekonomi
menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan
ekonomi nasional.
Apabila dilihat dari isi Pasal 33 ayat (4) tersebut 23 Pasal 33 UUD 1945 :
1. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas
terdapat unsur efisiensi berkeadilan, sehingga dapat kekeluargaan.
2. Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang
menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara.
3. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar
20 Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Raja Grafindo Persada, Jakarta, kemakmuran rakyat.
2006, hlm. 23. 4. Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi
ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan,
21 SF Marbun, dkk, Dimensi-Dimensi Pemikiran Hukum Administrasi Negara, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan
UII Press, Yogyakarta, 2001, hlm. 59. menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
5. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam
22 Jimly Asshiddiqie, Gagasan Kedaulatan Rakyat Dalam Konstitusi Dan Undang-Undang.
Pelaksanaannya Di Indonesia, Ichtiar BaruVan Hoeve, Jakarta, 1994, hlm.
223. 24 Mahfud MD, Politik Hukum Di Indonesia, LP3IS, Jakarta, 2001, hlm 9.
24
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
dengan mengindahkan akses rakyat untuk mencapai budaya, ekonomi, politik, teknologi, maupun
efisiensi dan perlindungan kepada masyarakat lingkungan.25 Sejalan dengan definisi globalisasi
khususnya masyarakat ekonomi golongan kecil. di atas, maka ada dua ciri utama globalisasi yaitu :
Di era global eksistensi hukum dipandang penting 1) Peningkatan konsentrasi dan monopoli berbagai
sebab perubahan di berbagai bidang menuntut adanya sumber daya dan kekuatan ekonomi oleh
norma atau rule of law, yang dapat memberikan perusahaan-perusahaan transnasional maupun
arahan pada cita-cita mulia sebagaimana pertama oleh perusahaan-perusahaan global. Jika dulu
kali ide liberalisasi perdagangan lahir, yang sebuah perusahaan multinasional hanya
menghendaki adanya pemerataan ekonomi dan mendominasi sebuah produk, maka pada saat ini
menyejahterakan masyarakat dunia yang selama ini sebuah perusahaan transnasional yang besar
dianggap tidak adil akibat praktik kolonialisme. secara khusus memproduksi dan menjual berbagai
macam produk, pelayanan, dan bidang-bidang
Tanpa aturan hukum yang jelas globalisasi akan yang semakin beragam. Bahkan diprediksikan jika
berubah menjadi pasar bebas, sebab yang akan perusahaan-perusahaan transnasional ini semakin
menguasai ekonomi dan mekanisme pasar adalah beragam produk yang dihasilkannya tergantung
pihak-pihak yang tergolong kuat. Jika ini fakta yang pada permintaan pasar di Negara-negara tempat
terjadi, maka globalisasi hanya akan melahirkan era perusahaan tersebut beroperasi.
kolonialisme baru. Hal ini berakibat pada adanya tarik
menarik kepentingan global yang dimainkan oleh 2) Dalam kebijakan dan mekanisme pembuatan
Negara-negara industri maju, lembaga keuangan kebijakan nasional.
internasional seperti WTO, Bank Dunia maupun IMF
sebagai aktor-aktor globalisasi, dengan kepentingan 3) Kebijakan-kebijakan nasional (yang meliputi
yang berakar pada kepentingan nasional yang harus bidang-bidang sosial, ekonomi, budaya dan
bertumpu di landasan nilai-nilai kearifan lokal sebagai teknologi) yang sekarang ini berada dalam
nilai-nilai yang dikandung dalam pandangan hidup yurisdiksi suatu pemerintah dan masyarakat dalam
bangsa dan ideologi bangsa yaitu Pancasila, sehingga suatu wilayah Negara bangsa bergeser menjadi
diharapkan tidak ada lagi yang terabaikan hak-hak di bawah pengaruh atau diproses badan-badan
dan kepentingan. internasional atau perusahaan besar serta pelaku
ekonomi, keuangan internasional.26
Kondisi dunia yang berubah sangat cepat menimbulkan
implikasi yang sangat kompleks yaitu munculnya Globalisasi merupakan karakteristik hubungan antara
interdependensi dalam hampir seluruh dimensi penduduk bumi yang melampaui batas-batas
kehidupan yang menimbulkan isu-isu yang lebih konvensional seperti, bangsa dan Negara.
bermuatan dimensi global terutama dibidang Interdependensi telah menimbulkan proses globalisasi
perdagangan dan perekonomian dunia, lingkungan semakin kuat, sehingga secara tidak langsung dunia
hidup, kemiskinan, dan keamanan dunia. seolah-olah seperti perkampungan besar.
25
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
26
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
Semangat nasionalisme ekonomi dalam era globalisasi pidana korupsi serta mampu menangani dan
menunjukkan makin jelas adanya urgensi terwujudnya menyelesaikan secara tuntas permasalahan yang terkait
perekonomian nasional yang kuat, tangguh, dan kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN).
mandiri. Demokrasi ekonomi berdasar kerakyatan
dan kekeluargaan, serta usaha-usaha kooperatif Pembangunan hukum dilaksanakan melalui
menjiwai perilaku ekonomi perorangan dan pembaharuan materi hukum, dengan tetap
masyarakat. Keseimbangan yang harmonis, efisien, memperhatikan kemajemukan tatanan hukum yang
dan adil, antara perencanaan nasional dengan berlaku dan pengaruh globalisasi sebagai upaya untuk
desentralisasi ekonomi dan otonomi yang luas, bebas, meningkatkan kepastian dan perlindungan hukum,
dan bertanggungjawab, perlu untuk mewujudkan penegakan hukum dan Hak Asasi Manusia, kesadaran
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. hukum, serta pelayanan hukum yang berintikan
Sebagaimana terjadi pemerintah Orde Baru yang keadilan dan kebenaran, ketertiban dan kesejahteraan
sangat kuat dan stabil, memilih strategi pembangunan dalam rangka penyelenggaraan negara yang tertib,
berpola “konglomeratisme” yang menomorsatukan teratur, lancar serta berdaya saing global.
pertumbuhan ekonomi tinggi dan hampir-hampir
mengabaikan pemerataan. Hal inilah yang merupakan Dengan demikian, sesuai dengan ketentuan Pasal 33
strategi yang berakibat pada “terjadinya krisis ayat (4) UUD 1945, Perekonomian Nasional
moneter” yang terjadi pada Tahun 1997 saat awal diselenggarakan berdasar atas Demokrasi Ekonomi
reformasi politik, ekonomi, sosial, dan moral. dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan,
berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian,
Sebagaimana yang dihadapi dunia saat ini, dengan serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan
adanya krisis keuangan global telah mengakibatkan kesatuan ekonomi nasional. Untuk itu mengacu pada
sistem hukum ekonomi di beberapa negara tidak Pasal 33 ayat (4) UUD 1945, maka Sistem Ekonomi
dapat menjalankan fungsi dan perannya secara efektif. di Indonesia yang cocok dan efektif dapat digunakan
Kondisi tersebut dikhawatirkan dapat menimbulkan untuk sekarang atau ke depan adalah Sistem ekonomi
dampak negatif terhadap stabilitas sistem keuangan Kerakyatan yang berasas kekeluargaan, kedaulatan
dan mengancam kesinambungan perekonomian rakyat, bermoral Pancasila, dan menunjukkan
nasional. pemihakan sungguh-sungguh pada ekonomi rakyat.
Sejalan dengan hal tersebut di atas, dalam hal Keberpihakan dan perlindungan ditujukan pada
reformasi hukum sebagai suatu upaya pembaruan ekonomi rakyat yang sejak zaman penjajahan sampai
yang menyeluruh dan diperluas dengan rencana yang 70 tahun Indonesia merdeka selalu terpinggirkan.
dinyatakan dalam pembangunan jangka panjang, Syarat mutlak berjalannya sistem ekonomi nasional
sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang yang berkeadilan sosial adalah berdaulat di bidang
Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan politik, mandiri di bidang ekonomi, dan berkepribadian
Jangka Panjang (RPJP) Tahun 2005-2025 maka sesuai di bidang budaya.
dengan RPJP tersebut, pembangunan hukum diarahkan
untuk mendukung terwujudnya pertumbuhan Srategi pembangunan yang memberdayakan ekonomi
ekonomi yang berkelanjutan, mengatur permasalahan rakyat merupakan strategi melaksanakan demokrasi
yang berkaitan dengan ekonomi, terutama dunia ekonomi yaitu produksi dikerjakan oleh semua untuk
usaha dan dunia industri, serta terciptanya kepastian semua dan di bawah pimpinan dan penilikan anggota-
investasi, terutama penegakan dan perlindungan anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakat lebih
hukumnya. Pembangunan hukum juga diarahkan diutamakan jika dibandingkan dengan kemakmuran
untuk menghilangkan kemungkinan terjadinya tindak orang seorang, maka kemiskinan tidak dapat
27
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
ditoleransi sehingga setiap kebijakan dan program khususnya dalam implementasi pembentukan
pembangunan harus memberi manfaat pada perundang-undangan dalam bidang hukum
masyarakat yang paling miskin dan paling kurang ekonomi. Oleh karenanya harus digali kembali
sejahtera. Inilah pembangunan generasi mendatang nilai-nilai ekonomi seperti antara lain: ekonomi
sekaligus memberikan jaminan sosial bagi masyarakat kerakyatan, ekonomi pertanian, ekonomi pancasila,
yang paling miskin dan tertinggal. dan lain-lain yang dilindungi oleh sistem hukum
yang efektif dan secara keseluruhan difasilitasi
IV. Penutup dan didukung penuh oleh negara.
A. Kesimpulan B. Saran
Dalam pembangunan ekonomi di suatu negara, Perlu dibentuk regulasi hukum ekonomi yang
secara khusus negara berkembang, hukum dapat mewujudkan kemandirian ekonomi
memiliki peranan yang besar untuk turut memberi Indonesia yang direfleksikan dalam bentuk aturan
peluang pembangunan ekonomi. Pelaksanaan dan kebijakan yang protektif bagi pertumbuhan
roda pemerintahan yang demokratis, dengan industri dalam negeri dan pengembangan ekonomi
menggunakan hukum sebagai instrumen untuk lokal yang berbasiskan pada ekonomi kerakyatan
merencanakan dan melaksanakan program dan mampu mengembangkan program-program
pembangunan yang komprehensif, akan membawa konkrit pemerintah daerah di era otonomi daerah
negara ini menuju masyarakat dengan tingkat yang lebih mandiri dan lebih mampu mewujudkan
kesejahteraan yang di cita-citakan. keadilan dan pemerataan pembangunan daerah.
Dengan demikian, ekonomi kerakyatan akan
Bagi Indonesia menciptakan persatuan, mampu memberdayakan daerah atau rakyat dalam
menggalakkan pembangunan, dan mewujudkan melakukan aktifitas ekonomi, sehingga lebih adil,
kesejahteraan harus dilakukan secara bersamaan. demokratis, transparan, dan partisipatif. Selanjutnya
Kondisi tersebut, memberi peluang terciptanya dalam ekonomi kerakyatan, Pemerintah Pusat
keharmonisan dalam pencapaian tujuan (Negara) yang demokratis dapat berperan untuk
pembangunan hukum, khususnya hukum menegakkan kepatuhan terhadap peraturan-
ekonomi. Dengan sistem hukum ekonomi yang peraturan yang bersifat melindungi warga sehingga
sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam memberikan kepastian hukum.
Pancasila dan UUD 1945, maka hukum dapat
memberi pengaruh bagi warga negara untuk
bekerja lebih giat lagi dan aktifitas ekonomi
dilindungi dan di jamin oleh hukum, sehingga
dengan sendirinya hasil kerja tersebut dapat
meningkatkan kemakmuran masyarakat.
28
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku-Buku :
Budi Winarno, Globalisasi Wujud Imperialisme Baru Peran Negara Dalam Pembangunan, Tajidu Press, Jogjakarta, 2004.
CFG. Sunaryati Hartono, Hukum Ekonomi Pembangunan Indonesia, Bina Cipta, Bandung, 1988.
Djuhaendah Hasan, Fungsi Hukum Dalam Perkembangan Ekonomi Global, Bahan Ajar dan Materi kuliah, Bandung, 2008.
Endang Sutrisno, Bunga Rampai : Hukum Dan Globalisasi, Genta Press, Yogyakarta, 2007.
Huala Adolf, Hukum Perdagangan Internasional, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005.
Lili Rasjidi dan IB. Wyasa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 1993.
Martin Khor, Globalisasi Perangkat Negara-negara Selatan, Cidelaras Pustaka Rakyat Cedas, Jogjakarta, 2002.
Moh. Mahfud MD, Perdebatan Hukum Tata Negara Pasca Amandemen Konstitusi, Pustaka LP3ES Indonesia, Jakarta, 2007.
Moch. Faisal Salam, Penyelesaian Sengketa Bisnis Secara Nasional Dan Internasional, Mandar Maju, Bandung, 2007.
B. Peraturan Perundang-Undangan :
C. Sumber Lain :
Ady Kusnadi, Penelitian Hukum Sebagai Sarana Pembangunan Hukum Bisnis Dalam Kerangka Sistem Hukum Nasional,
(Pembangunan Hukum Bisnis Dalam Kerangka Sistem Hukum Nasional), FH-UNPAD, 2008.
29
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
Anwar Nasution, Makalah tentang Stabilitas Sistem Keuangan: Urgensi, Implikasi Hukum dan Agenda Ke Depan, dalam
Seminar Pembangunan Hukum Nasional VIII – BPHN, 2004.
Chairijah, Peran Program Legislasi Nasional Dalam Pembangunan Hukum Nasional, Makalah disampaikan pada Pelatihan
Penyusunan dan Perancangan Peraturan Perundang-Undangan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia, Jakarta, 2008.
Jimly Asshiddiqie, Cita Negara Hukum Indonesia Kontemporer, Makalah, Jakarta, 2004.
Muladi, Pancasila Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu Hukum Indonesia (Seminar Nasional Dalam Rangka Dies Natalis
ke-40 Universitas Pancasila), Jakarta 7 Desember 2006.
30
PRASYARAT DAN IMPLIKASI PENGATURAN
PEMBATASAN TRANSAKSI TUNAI DI INDONESIA
Disusun oleh:
Tim Peneliti dari Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang
Abstrak
Prasyarat pengaturan pembatasan transaksi tunai di Indonesia dapat dianalisis dari beberapa aspek, yaitu: aspek
ekonomi, pembatasan transaksi tunai akan memiliki dampak bagi perekonomian terutama pada perputaran uang
(velocity of money) karena bergesernya penggunaan alat pembayaran tunai menjadi non tunai membuat transaksi lebih
efisien dan cepat, aspek sosiologis, bagi masyarakat yang belum mengenal alat pembayaran non tunai perlu dilakukan
pendekatan yang bersifat persuasif, kultural, dengan memberikan informasi secara berkesinambungan, aspek hukum
dan infrastruktur, berkaitan dengan jenis aturan yang tepat (UU atau peraturan perundang-undangan di bawahnya)
untuk mengatur hal tersebut dan aparat penegak hukum yang menjalankan peran law enforcement. Kesiapan infrastuktur
lembaga keuangan, alat pembayaran non tunai, dan jaringan komunikasi juga perlu dipertimbangkan. Penelitian ini
menggunakan metode pendekatan yuridis empiris, di mana akan dilakukan penelitian terhadap kesesuaian antara norma
ideal yang akan dilaksanakan (das sollen) dengan fakta-fakta yang terdapat di masyarakat (das sein).
Pengaturan pembatasan transaksi tunai memiliki dampak positif antara lain efisiensi dalam transaksi keuangan,
penghematan anggaran pencetakan uang dan biaya pengamanannya, peningkatan kegiatan dan pembangunan ekonomi,
memudahkan pengawasan terhadap transaksi keuangan yang mencurigakan, dan penekanan tingkat inflasi. Namun,
di sisi lain terdapat pula implikasi negatif yang perlu mendapat perhatian, antara lain infrastruktur keuangan belum
tersedia secara memadai di wilayah Indonesia, budaya masyarakat yang belum terbiasa dengan perbankan dan alat
pembayaran non tunai, kejahatan cybercrime atas transaksi non tunai.
A. Latar Belakang
31
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
Pada mulanya kejahatan money laundering lebih erat Adapun definisi dari Transaksi Keuangan Tunai
kaitannya dengan kejahatan-kejahatan perdagangan adalah Transaksi Keuangan yang dilakukan dengan
obat bius/narkotika dan kejahatan besar lainnya, tetapi menggunakan uang kertas dan/atau uang logam.
kini kejahatan pencucian uang sudah dihubungkan (Pasal 1 Angka 6 UU Nomor 8 Tahun 2010 Tentang
dengan proses atas uang hasil perbuatan kriminal Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana
secara umum dalam jumlah besar. Saat ini kejahatan Pencucian Uang)4. Dari definisi tersebut, fungsi uang
money laundering melebar hingga 12 (dua belas) sebagai alat pembayaran telah mengalami
tindak pidana, diantaranya korupsi, penyuapan, perkembangan yang sangat pesat dan maju5.
narkotika, psikotropika, perbankan, terorisme, Sebagaimana yang ditulis oleh RG Thomas dalam
prostitusi, kehutanan, lingkungan hidup, dan lain- bukunya Our Modern Banking, menjelaskan uang
lain. Modus-modus pelaku pencucian uang dalam adalah sesuatu yang tersedia dan secara umum
melancarkan aksinya pun saat ini semakin berkembang, diterima sebagai alat pembayaran bagi pembelian
yang dahulu lebih banyak dilakukan melalui transaksi barang-barang dan jasa-jasa serta kekayaan berharga
di lembaga perbankan, saat ini juga melibatkan lainnya serta untuk pembayaran utang.
lembaga keuangan non-perbankan, bahkan meningkat
dari transaksi tunai via bank menjadi melalui transaksi Terlepas dari peran uang tunai dalam meningkatkan
tunai dari tangan ke tangan maupun mengalihkan aktivitas perekonomian khususnya untuk kalangan
hak/mengubah bentuk harta kekayaan yang diketahui masyarakat yang tidak terjangkau oleh bank, transaksi
atau patut diduga sebagai hasil pencucian uang dengan uang tunai juga memungkinkan
dengan nama dari keluarga terdekat pelaku, seperti pemanfaatannya untuk kegiatan ilegal, seperti
yang banyak terjadi akhir-akhir ini di Indonesia.2 penghindaran pajak, pencucian uang dari kegiatan
ilegal dan pendanaan terorisme. Meningkatnya
Peter Lilley mengemukakan bahwa sebagian besar penggunaan transaksi tunai dari tahun ke tahun
tindak pidana di bidang ekonomi dilakukan untuk menimbulkan dugaan bahwa pihak-pihak yang
memperoleh satu hal, yaitu uang.3 Uang atau dana melakukan transaksi mencurigakan menggunakan
yang diperoleh dari tindak pidana akan menjadi sia- sarana transaksi tunai untuk menghindari terlacaknya
sia kecuali apabila uang hasil tindak pidana disamarkan kegiatan yang dilakukan. Data mengenai peningkatan
dengan menggunakan penyedia jasa keuangan (bank pelaporan kepada PPATK mengenai jumlah transaksi
atau non bank). Dalam konteks penegakan hukum,
istilah money laundering bukanlah suatu konsep yang
sederhana, melainkan sangat rumit karena masalahnya
begitu kompleks sehingga sulit untuk menemukan
4 Transaksi keuangan kemudian berkembang dari transaksi keuangan
delik-delik hukumnya secara objektif dan efektif. tunai (cash based) ke transaksi keuangan non-tunai (non cash) seperti
alat pembayaran berbasis kertas (paper Based), misalnya, cek dan bilyet
giro. Selain itu, dikenal juga alat pembayaran paperless, seperti transfer
dana elektronik dan alat pembayaran memakai kartu (card-based) antara
lain ATM, Kartu Kredit, Kartu Debit dan Kartu Prabayar.
5 Thamrin Abdullah & Francis Tantri, Bank dan Lembaga Keuangan, Jakarta,
Rajawali Pers, 2012, hal 44 (Untuk dapat mengetahui segala sesuatu
yang berkaitan dengan uang, kita harus memberikan pengertian atau
2 Edi Nasution, Memahami Praktik Pencucian Uang Hasil Kejahatan, definisi dari uang tersebut. Uang yang selalu digunakan dalam kehidupan
http://nasional.lintas.me/go/acch.kpk.go.id/memahami-praktik-pencucian- sehari-hari adalah sesuatu yang bisa diterima oleh umum sebagai alat
uang-hasil-kejahatan pembayaran dan sebagai alat tukar menukar. Beberapa sarjana ekonomi
mengemukakan definisi-definisi mengenai uang. Pada awal mula alat
3 Peter Lilley, Dirty Dealing : The Untold Truth about Global Money pembayaran dikenal, sistem barter antar barang yang diperjualbelikan
Laundering, International Crime and Terrorism, edisi kedua, London and adalah kelaziman di era pra modern. Dalam perkembangannya, mulai
Sterling, VA: Kogan Page Limited, 2003, hal 1 dalam Edi Nasution, dikenal satuan tertentu yang memiliki nilai pembayaran yang lebih
Memahami Praktik Pencucian Uang Hasil Kejahatan, dikenal dengan uang. Hingga saat ini uang masih menjadi salah satu
http://nasional.lintas.me/go/acch.kpk.go.id/memahami-praktik-pencucian- alat pembayaran utama yang berlaku di masyarakat. Uang kartal masih
uang-hasil-kejahatan memainkan peran penting khususnya untuk transaksi bernilai kecil).
32
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
keuangan tunai yang melebihi jumlah tertentu maupun Saat ini belum ada pengaturan yang secara spesifik
yang diindikasikan mencurigakan yang dilaporkan mengatur mengenai pembatasan transaksi tunai di
Penyedia Jasa Keuangan, dapat dilihat sebagai berikut: Indonesia, namun dalam Pasal 23 UU No 8 tahun
2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak
Pidana Pencucian Uang (UU TPPU) diatur bahwa
Grafik 1. penyedia jasa keuangan wajib menyampaikan laporan
Jumlah komulatif Laporan Transaksi Keuangan Tunai (LTKT)
kepada PPATK yang diantaranya meliputi transaksi
yang disampaikan Penyedia Jasa Keuangan Kepada PPATK
keuangan tunai dalam jumlah paling sedikit
12000 Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) atau
10000 dengan mata uang asing yang nilainya setara, yang
10214 10637
8631 dilakukan baik dalam satu kali Transaksi maupun
8000
7170 beberapa kali Transaksi dalam 1 (satu) hari kerja.
6000
4000
Selain itu, penyedia barang dan/ atau jasa lain yang
2000 1582
782 423 meliputi perusahaan property/agen property; pedagang
1402
0
kendaraan bermotor; pedagang permata dan
2009 2010 2011 2012
perhiasan/logam mulia; pedagang barang seni dan
antik; atau balai lelang juga wajib menyampaikan
Kumulatif LTKT LTKT
laporan Transaksi yang dilakukan paling sedikit atau
Sumber: PPATK
setara dengan Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah) kepada PPATK.
Dari hasil analisis transaksi keuangan yang
mencurigakan yang dilakukan PPATK, terindikasi Pembatasan Transaksi Tunai adalah suatu
bahwa sumber dari transaksi mencurigakan itu mekanisme untuk membatasi transaksi dengan uang
terutama dari transaksi korupsi. Selain merupakan tunai, di mana semua transaksi di atas batas yang
porsi paling besar dari hasil analisis transaksi keuangan ditentukan harus dilakukan melalui sistem perbankan.
yang mencurigakan, jumlahnya pun mengalami Misalnya transaksi tunai dibatasi Rp.100.000.000,-
peningkatan dari tahun ke tahun. Dari 4.050 jumlah (seratus juta rupiah) atau Rp.50.000.000,- (lima puluh
kumulatif kasus tindak, diantaranya diindikasikan juta rupiah) dalam 1 (satu) hari, di mana transaksi
sebagai kasus korupsi. Jumlahnya pun meningkat di atas batas tersebut, harus dilakukan melalui sistem
pesat, dari 144 kasus di 2008 menjadi 493 kasus di perbankan. Dengan pembatasan transaksi tunai
tahun 2011.6 tersebut, secara tidak langsung telah menjadikan
seluruh bank yang ada di Indonesia untuk ikut
Terungkapnya beberapa kasus korupsi dan kasus berperan aktif dalam pencegahan korupsi dan money
terorisme yang ditengarai dibiayai dari pihak dalam laundering, di samping menjalankan fungsi dan tugas
maupun luar negeri, menimbulkan kecurigaan bahwa utamanya.
kasus-kasus tersebut dilakukan dengan transaksi tunai
dan tidak melalui sistem keuangan yang ada sehingga Dengan adanya Pembatasan Transaksi Tunai tugas
tidak terlacak. Hal tersebut merupakan salah satu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak hanya
penyebab munculnya wacana pembatasan transaksi terarah kepada penyelidikan, penyelidikan dan
tunai. penuntutan semata, tetapi juga ada upaya preventif
sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 6 huruf (d)
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang
Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Begitu
6 Ibid, hal 2
33
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
juga kebijakan pembatasan transaksi tunai tersebut dan tindak pidana narkotika, pembayaran dalam
akan dapat membantu lembaga penegakan hukum transaksi property harus melalui transfer bank
lainnya, seperti Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi atau cek jika jumlah yang dibayar tidak melebihi
Keuangan (PPATK), Mahkamah Agung, Kejaksaan, 10 persen dari harga jual dan jumlah yang dibayar
Kepolisian Republik Indonesia, dan berbagai pihak tersebut tidak lebih dari EUR 5.000. Perjanjian
terkait lainnya. dan akta jual harus mencantumkan nomor
rekening yang digunakan untuk pembayaran.
Di beberapa negara, pengaturan mengenai
pembatasan transaksi tunai memiliki model yang e. Armenia: Pembatasan transaksi tunai menjadi
berbeda, antara lain:7 bagian dari strategi mendukung Program Anti
Pencucian Uang. Pembatasan transaksi tunai
a. Italia: pembatasan transaksi tunai dalam rangka diberlakukan hanya pada perusahaan dan
pencegahan dan pemberantasan penggelapan dilakukan secara bertahap. Berdasarkan Law on
pajak (tax evasion), antara lain dilarang melakukan Cash Transaction yang berlaku Januari 2009, sejak
transfer dana secara tunai atau melalui bearer tahun 2009 semua transaksi perusahaan yang
instruments dengan alasan apapun untuk transaksi melebihi AMD 3 juta harus melalui pembayaran
yang bernilai sama atau lebih besar dari EUR bank (cashless). Sejak 2010 batas tersebut
1.000, baik dalam satu kali atau beberapa kali diturunkan menjadi AMD 2 juta dan sejak 2011
transaksi yang berkaitan. menjadi AMD 1 juta.
b. Mexico: Kementerian Keuangan mengeluarkan f. Amerika Serikat: Tidak ada pelarangan transaksi
Kebijakan Anti Money Laundering yang membatasi tunai namun terdapat kewajiban pelaporan untuk
jumlah uang tunai dalam bentuk USD yang dapat transaksi tunai dan transaksi mencurigakan.
diterima/ditransaksikan dengan perbankan Transaksi tunai lebih dari USD 10.000 harus
Meksiko. Ketentuan baru ini untuk mencegah dilaporkan pada Currency Transaction Report
risiko pencucian uang yang berasal dari bisnis (CTR), di laporan tersebut akan diidentifikasi
narkotika dan TOC. individu yang melakukan transaksi dan sumber
uang transaksi tersebut.
c. Perancis: Pembayaran lebih dari EUR 1.100 atau
yang dibuat untuk melunasi bagian utang yang g. Bulgaria: diatur dalam Limitation of Cash Payment
lebih besar yang berkaitan dengan sewa, Act, setiap pembayaran dengan jumlah sama
transportasi, jasa, perlengkapan dan pekerjaan, dengan atau lebih dari BGN 15.000 harus
atau akuisisi properti atau benda-benda bergerak, dilakukan melalui transfer atau setoran ke rekening
atau yang berkaitan dengan pendapatan dari surat pembayaran. Aturan tersebut juga berlaku untuk
berharga atau premi asuransi atau kontribusi, transaksi dengan jumlah kurang dari BGN 15.000,
harus dilakukan dengan cek silang, transfer bank tetapi merupakan bagian dari suatu pembayaran,
atau penggunaan kartu pembayaran. di mana total nilai pembayaran adalah sama
dengan atau lebih dari BGN 15.000. Batasan di
d. Belgia: dalam rangka pencegahan dan atas juga berlaku untuk pembayaran dalam valuta
pemberantasan tindak pidana pencucian uang asing dengan jumlah sama dengan atau lebih dari
BGN 15.000 sesuai dengan kurs Bank Nasional
Bulgaria pada tanggal pembayaran.
34
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
B. Tinjauan Hukum Terhadap Pembatasan Transaksi hasil tindak pidana berupa harta kekayaan yang
Tunai berjumlah Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah)
atau lebih, atau nilai yang setara yang akan dilakukan
Penyelesaian transaksi dalam masyarakat dapat pencucian. Jadi, bisa disimpulkan bahwa tindak pidana
dilakukan melalui tunai maupun nontunai. Transaksi money laundering merupakan tindak pidana
tunai tidak melalui sistem di mana informasi dan lalu independen di mana perlu dilihat tindak pidana asalnya
lintas pembayaran dapat tercatat, sedangkan transaksi yang dijadikan sebagai alasan untuk melakukan
nontunai dapat dilakukan melalui sistem pembayaran kegiatan money laundering.
lain, seperti transfer melalui RTGS, APMK, e-money,
dan electronic channel lainnya. Terlepas dari peran Pada UU TPPU yang baru, predicate crime dalam
uang tunai dalam meningkatkan aktivitas kegiatan money laundering telah mengalami perluasan
perekonomian, khususnya untuk kalangan masyarakat kategori tindak pidana dari UU TPPU yang lama menjadi
yang tidak terjangkau oleh bank, transaksi dengan 26 (dua puluh enam) tindak pidana, diantaranya
uang tunai juga memungkinkan pemanfaatannya korupsi, penyuapan, narkotika, psikotropika,
untuk kegiatan ilegal, seperti penghindaran pajak, perbankan, terorisme, prostitusi, kehutanan,
pencucian uang (money laundering) dari kegiatan lingkungan hidup dan lain-lain. Seperti yang telah
ilegal, antara lain pendanaan terorisme, hasil transaksi dijelaskan di atas bahwa sumber terbesar dari transaksi
narkoba, dan masih banyak lagi. PPATK: Mendesak, mencurigakan di Indonesia berasal dari transaksi
UU Pembatasan Maksimal Transaksi Tunai.8 korupsi yang digunakan untuk melakukan kejahatan
money laundering. Selain itu, jumlahnya pun
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
(PPATK) terus mendorong agar pemerintah segera
membuat undang-undang tentang pembatasan Pada tahun 1990, Financial Action Task Force on
maksimal transaksi tunai. Kepala PPATK Muhammad Money Laundering (FATF) untuk pertama kalinya
Yusuf mengatakan, undang-undang itu akan sangat mengeluarkan 40 (empat puluh) rekomendasi sebagai
bermanfaat bagi Indonesia. Di antaranya akan lebih suatu kerangka yang komprehensif untuk memerangi
menghemat bahan baku dan jumlah pencetakan uang. kejahatan money laundering. Di mana rekomendasi
Selain itu undang-undang ini juga akan membuat tersebut menetapkan prinsip-prinsip untuk penyusunan
proses pengamanan uang lebih efisien, baik dari segi kebijakan implementasi oleh setiap negara.
tempat penyimpanan maupun biaya pengamanan.
Namun demikian, FATF memberikan keleluasaan
Terkait dengan kegiatan money laundering, kegiatan kepada setiap negara dalam mengimplementasikan
ini di Indonesia dimasukkan ke dalam kategori tindak rekomendasi dengan melihat kondisi dan sistem
pidana independen. Maksudnya, tindak pidana ini hukum yang berlaku di setiap negara. Meskipun 40
terpisah dari tindak pidana asalnya (predicate crime) (empat puluh) rekomendasi bukan merupakan produk
karena tindak pidana asal bisa terjadi di mana-mana. hukum yang mengikat, namun rekomendasi ini dikenal
Predicate crime merupakan istilah yang digunakan dan diakui secara luas oleh masyarakat dan organisasi
untuk merujuk ke tindak pidana asal, baik yang internasional yang terkait sebagai suatu standar
dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. internasional untuk memerangi kejahatan money
Tindak pidana asal ini digunakan untuk memperoleh laundering dan pendanaan terorisme. FATF menegaskan
bahwa rekomendasi bukan merupakan himbauan
yang sifatnya optional bagi setiap negara, namun
merupakan mandat atau kewajiban bagi setiap negara
8 <Tanpa Nama>, PPATK: Mendesak, UU Pembatasan Maksimal Transaksi
apabila ingin dipandang sebagai negara yang
Tunai, http://www.portalkbr.com
35
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
memenuhi standar internasional oleh masyarakat use cash for transactions in real estate, securities,
dunia. aircraft, ships and cars, or transactions exceeding
the limit set by the central bank. State Bank of
Adapun materi yang termuat dalam rekomendasi FATF Vietnam is implementing a project on non-cash
meliputi:9 payment, which aims to have 150,000 Point of
a. Ruang lingkup tindak pidana pencucian uang; Sales (POS) nationwide by 2015, over the current
b. Langkah-langkah pendahuluan dan penyitaan; 94,000 POS.
c. Peraturan identifikasi dan penyimpanan catatan
nasabah; 2. Mexico11
d. Prinsip kehati-hatian oleh lembaga keuangan; Mexican President Felipe Calderon proposed new
e. Langkah-langkah untuk mengatasi masalah yang measures on August 26th that would make it
dihadapi negara yang tidak memiliki langkah anti illegal to make cash purchase of aircrafts, vehicles,
pencucian uang atau langkah-langkah anti boats and real estate over US$7,700 or 100,000
pencucian uang yang tidak memadai; pesos. The move is the government's latest effort
f. Langkah-langkah lain untuk menghindari pencucian to target the flow of illicit drug proceeds entering
uang; the country's financial system from Mexico's drug
g. Implementasi dan peran otoritas dan instansi cartels. Also banned under the 100,000 peso cash
administratif lainnya; limit is the acquisition of stocks shares, the purchase
h. Kerjasama administratif, tukar menukar informasi of lottery tickets, cash wagers at casinos and horse
umum dan tukar menukar informasi transaksi race tracks, as well as buying or partnering in a
keuangan mencurigakan; business. Calderon mentioned in a statement that
i. Kerjasama penyitaan, mutual legal assistance dan drug trafficking organizations launder their bulk
ekstradisi; cash through the above mentioned endeavors
j. Bentuk-bentuk kerjasama lainnya. and thus take advantage of Mexico's "lax" anti-
money laundering (AML) regime.
C. Pembatasan Transaksi Tunai di Beberapa Negara
3. Australia12
Pembatasan transaksi tunai sebagai upaya pencegahan Aturan yang membatasi transaksi tunai di Australia
tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian sudah cukup lama ada, yaitu diatur dalam Financial
uang serta pencegahan pendanaan terorisme, Transaction Reports Act 1988. Di dalam aturan
pencegahan peredaran uang palsu dan kejahatan itu dikatakan….. An Act to provide for the reporting
narkoba telah dilaksanakan di berbagai negara, antara of certain transactions and transfers to the
lain: Australian Transaction Reports and Analysis Centre
(AUSTRAC) and to impose certain obligations in
1. Vietnam to limit use of cash for large transactions10 relation to accounts, and for related purposes.
For the first time, individuals will not be allowed
to pay for securities, houses, land and large vehicles 4. FTR Act tahun 1988 ini merupakan peraturan
with cash. Organizations will not be allowed to yang menjadi rujukan dari UU Anti Tindak Pidana
9 Ibid, hal 7
11 William Booth, Mexico targets money laundering with plan to limit cash
10 Fu Peng, Vietnam to limit use of cash for large transactions, transactions, Washington Post, <http://www.fintrac-canafe.gc.ca>, 2010
<http://news.xinhuanet.com/english/world/2013-
03/01/c_132201618.htm>, 2013 12 <Tanpa Nama>, <Tanpa Judul>, <http://www.austrac.gov.au/ftr_act.html>
36
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
Pencucian Uang dan Kontra Terorisme di Australia Sisi kanan dari persamaan tersebut mencerminkan
tahun 2006 … Australia's anti-money laundering transaksi yang terjadi di dalam suatu perekonomian,
and counter-terrorism financing program places di mana P adalah harga dan T adalah jumlah
obligations on financial institutions and other transaksi yang terjadi di dalam perekonomian
financial intermediaries. Those obligations are selama periode tertentu. Sedangkan sisi kiri dari
contained in the Financial Transaction Reports Act persamaan M mencerminkan jumlah uang yang
1988, as well as the Anti-Money Laundering and digunakan untuk melakukan transaksi yang
Counter-Terrorism Financing Act 2006. dilakukan di dalam suatu perekonomian selama
periode tertentu.
D. Analisa Terkait Prasyarat Pengaturan Pembatasan
Transaksi Tunai di Indonesia (Aspek Ekonomi, Dari persamaan tersebut velocity of money dapat
Sosiologis, Hukum, dan Infrastruktur) dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:
1. Aspek Ekonomi V = PT / M
Secara praktis, pembatasan transaksi tunai akan V atau velocity of money, digunakan untuk
membawa dampak bagi perekonomian yang mengukur kecepatan (tingkat) sirkulasi satu unit
digerakkan oleh dunia usaha. Belakangan diketahui uang yang digunakan untuk melakukan transaksi
bahwa dunia usaha semakin lekat dengan sistem di dalam suatu perekonomian. Bank sentral dapat
pembayaran nontunai, yang secara tidak langsung mengontrol harga (P) dengan menargetkan M.
mendorong praktik pembatasan transaksi tunai.
Keamanan dan kemudahan dalam bertransaksi Di sisi lain, apabila pembatasan transaksi tunai
menjadi salah satu faktor preferensi dunia usaha dilakukan akan mendorong penggunaan transaksi
dalam menggunakan sistem transaksi nontunai. nontunai. Penggunaan transaksi nontunai memberi
Meskipun demikian, di balik keuntungan yang manfaat efisiensi berupa penurunan biaya transaksi
dirasakan dunia usaha, masih terdapat beberapa bagi konsumen dan produsen serta meningkatnya
isu yang menjadi ganjalan dalam menggunakan kepuasan masyarakat karena terpenuhinya
sistem transaksi nontunai. kebutuhan akan alat pembayaran yang lebih
praktis.
Pembatasan transaksi tunai akan memiliki dampak
bagi perekonomian terutama pada perputaran Menurut Dias13, peningkatan konsumsi dan
uang (velocity of money). Velocity of money pertumbuhan ekonomi yang terjadi dari
merupakan salah indikator penting yang perlu penggunaan alat pembayaran nontunai tersebut
diperhatikan dalam target bank sentral. Velocity pada gilirannya berpotensi mendorong kembali
of money harus dapat diprediksikan dan stabil. permintaan masyarakat terhadap digital money
Secara teoritis, dasar perhitungan velocity of money guna mempermudah dan mempercepat proses
dapat ditemukan dari Teori Kuantitas Uang. transaksi yang dilakukan. Bagi bank atau lembaga
Menurut teori ini hubungan antara transaksi penerbit pembayaran nontunai, hal ini kembali
ekonomi yang terjadi di dalam suatu perekonomian berpotensi meningkatkan pendapatan dan
dengan jumlah uang yang dibutuhkan untuk keuntungan. Hal ini disebut sebagai dual effect
membiayai transaksi dapat diekspresikan dalam
persamaan sebagai berikut:
13 Dias, J., M.J. Silva., and M.H.A. Dias, The Demand for Digital Money
and Its Impact on the Economy, Brazilian Electronic Journal of Economics,
MV = PT
Vol. 2. No.2, 1999
37
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
dari penggunaan alat pembayaran nontunai. Dual lebih baik ini diungkapkan oleh Roscoe Pound.
effect dari penggunaan pembayaran nontunai Dengan demikian, institusi ekonomi seperti Bank
kepada konsumen dan produsen tersebut pada Sentral pun menginisiasi keselarasan kinerja
gilirannya dapat mendorong pertumbuhan lembaga lain seperti bank, lembaga kliring, pasar
ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan modal, penyedia jasa komunikasi, penerbit jasa
masyarakat secara keseluruhan. kartu kredit, dan seterusnya untuk ikut serta dalam
menggapai Indonesia yang bebas dari korupsi.
2. Aspek Sosiologis
Beberapa negara membatasi transaksi tunainya
Posisi uang tunai dalam perdagangan dan seperti: Austria, Italia, Finlandia, Jerman, Inggris,
kehidupan sosial cukup fundamental. Sebuah Perancis, Belgia, Meksiko, Ukraina. Misalnya, Italia
kebijakan untuk membatasi uang tunai hendaknya membatasi transaksi tunai dengan nilai minimal
dikorespondensikan dengan kenyataan sosial, EUR 1.000 dalam satu kali transaksi. Begitu juga
bagaimana urgensi kebijakan tersebut terhadap dengan Meksiko yang membatasi uang tunai tak
kelangsungan kehidupan ekonomi masyarakat. lebih dari MXN 100.000.15 Negara-negara ini
melakukan kegiatan ini untuk melindungi (social
Melalui pembatasan transaksi tunai inilah, tujuan defence) keamanan perekonomian dan stabilitas
sosial, yakni pencegahan dan pemberantasan pemerintah-pembangunan negaranya. Memang
korupsi bisa dilaksanakan. Dengan demikian, dalam konteks ini, perlindungan terhadap kinerja
hukum [baca: pembatasan transaksi tunai] institusi negara dalam menjalankan tugas fungsinya
merupakan sarana rekayasa sosial bagi Bank Sentral menjadi cukup penting dalam mewujudkan utopia
sebagai operator, regulator, dan supervisor hidup sebagai negara hukum yang berdaulat.
berperan aktif dalam mewujudkan pemerintah Kendati terpuruk dalam indeks negara hukum
yang bersih, akuntabel, dan transparan. Hukum yang diakibatkan karena merajalelanya korupsi
sebagai sarana perubahan sosial (law as tool of seperti yang dilansir oleh World Justice Program
social engineering)14 menuju kondisi hukum yang sebagai berikut:
Income Lowwer Middle Factor 1: Limited Government Powers 0.64 29/97 7/14 1/23
Factor 2: Absence of Corruption 0.30 86/97 14/14 18/23
Factor 3: Order and Security 0.72 52/97 11/14 9/23
Region East Asia & Pasific Factor 4: Fundamental Rights 0.56 61/97 10/14 10/23
Factor 5: Open Goverment 0,53 35/97 7/14 1/23
Population 249m (2012) Factor 6: Regulatory Enforcement 0.50 54/97 10/14 6/23
49% Urban Factor 7: Civil Justice 0.49 66/97 9/14 10/23
17% in three largest cities Factor 8: Criminal Justice 0.45 62/97 12/14 7/23
14 Roscoe Pound, Outlines of Lectures on Jurisprudence, Cambridge 15 Andri Gunawan, Erwin Natosmal, et al, Membatasi Transaksi Tunai
University Press, 1920, hal 7-24 Peluang dan Tantangan, Indonesian Legal Rountable, 2013
38
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
Berikut adalah indeks Negara Hukum Indonesia: penipuan, pelayanan buruk yang merepotkan
(World Justice Program: 2012) lembaga keuangan. Dari sudut pandang inilah,
hukum dan kebijakan publik hendaknya didasarkan
atas pertimbangan yang matang, kematangan
dan kelemahannya, seperti yang diungkap oleh
Accountable Government
Cotterrell, bahwa tiada hukum yang sempurna,
meski berusaha untuk menuju ke arah sana perlu
1.2 Government powers dilakukan, yakni dengan memandang hukum dari
2.4 limited by legislature
1.3 Governmnet
Absence of
corruption in the powers limited by
berbagai sisi pandang.17
1.0
legislative branch the judiciary
39
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
Kegiatan transaksi sebagai pemenuhan prestasi dilakukan oleh masyarakat masuk ke dalam
suatu perjanjian tentunya harus memenuhi ranah hukum perdata, namun seiring dengan
keempat syarat tersebut dalam pemenuhan maraknya praktek TPPU dan penyalahgunaan
legalitasnya, keempat syarat tersebut terbagi transaksi tunai diperlukan suatu aturan hukum
dalam syarat subjektif dan syarat objektif. Poin yang bersifat mengikat umum dan memiliki
a dan b adalah syarat subjektif dimana apabila kemampuan untuk mengatur dan memberikan
kedua syarat tersebut tidak terpenuhi maka sanksi (to regulate and the power to impose
perjanjian mengenai transaksi tersebut berakibat sanction) terhadap transaksi yang dilakukan
dapat dibatalkan (vernietigbaar), yakni selama dengan niat untuk mencuci uang, yang mana
perjanjian tersebut tidak dimintakan tidak dimiliki oleh instrumen-instrumen hukum
pembatalannya kepada hakim pengadilan perdata.
negeri/niaga oleh salah satu pihak, maka
perjanjian tersebut tetap berlaku. Sedangkan Hukum administrasi negara menurut P. De
poin c dan d adalah syarat objektif sahnya Haan19 dalam bukunya “Bestuursrecht in de
suatu perjanjian dimana apabila objek perjanjian Sosiale Rechtsstaat” didefinisikan memiliki tiga
tersebut tidak memenuhi rumusan Pasal 1320 fungsi: norma, instrumen dan jaminan (Het
KUHPER maka perjanjian tersebut batal demi bestuurect vervult dus een diredelige functie:
hukum (nietig), yang artinya meskipun tidak norm, instrument, en waarborg). Sedangkan
ada permohonan pembatalan dari para pihak, menurut Van Vollenhoven20 hukum administrasi
apabila objeknya melanggar peraturan dipandang sebagai keseluruhan ketentuan yang
perundang-undangan yang berlaku maka mengikat alat-alat perlengkapan negara, baik
perjanjian tersebut dianggap batal demi hukum. tinggi maupun rendah, setelah alat-alat itu
akan menggunakan kewenangan-kewenangan
Tindak Pidana Pencucian Uang merupakan ketatanegaraan.
suatu tindakan untuk menyembunyikan atau
menyamarkan asal-usul uang/dana harta Berdasarkan pengertian-pengertian di atas,
kekayaan melalui berbagai transaksi keuangan maka dapat diambil suatu pemahaman bahwa
agar uang/harta tersebut tampak seolah-olah Hukum Administrasi Negara adalah seperangkat
berasal dari kekayaan yang sah/legal18. Sehingga norma yang bertujuan untuk mengatur
dapat disimpulkan bahwa transaksi keuangan kewenangan pemerintah dan bagaimana
baik tunai maupun nontunai dengan tujuan seharusnya kewenangan itu dijalankan beserta
pencucian uang melanggar sebab yang halal, dengan risiko yang mungkin terjadi atas
dan tidak memenuhi asas itikad baik dalam pemenuhan kewenangan pemerintah tersebut.
pembuatan perjanjian. Kaidah atau norma berperan sebagai landasan
yuridis pemerintah dalam melaksanakan
2) Peran Hukum Administrasi Negara dalam kewenangannya, norma inilah yang kemudian
Mengatur Tindakan dan Perilaku dijadikan acuan dalam membentuk suatu
Masyarakat instrumen pelaksana, dimana nantinya
Sebagaimana telah diketahui bersama bahwa diharapkan dengan dipenuhinya pelaksanaan
sesungguhnya kegiatan transaksi yang
40
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
kewenangan oleh instrumen pemerintah sesuai warga negara dan merupakan peraturan
dengan norma dan kaidah yang berlaku maka perundang-undangan yang memiliki posisi
akan timbul jaminan perlindungan hukum baik hierarki tinggi dibawah konstitusi mengingat
secara keadilan, kepastian, dan manfaatnya hak asasi manusia dijamin dalam UUD 1945,
terhadap masyarakat dari kesewenang- sehingga akan lebih tepat apabila pembatasan
wenangan pemerintah sebagai penguasa. transaksi tunai diatur dalam bentuk Undang-
Undang.22
4. Aspek Infrastruktur
2) Penegak Hukum
Sebagaimana telah kita sadari bahwa pengaturan Peraturan hukum tanpa penegakan hanyalah
pembatasan transaksi tunai adalah suatu selembar kertas. Aparatur penegak hukum
pengaturan administrasi yang akan dibentuk oleh mencakup pengertian mengenai institusi
pemerintah guna menjamin bahwa setiap transaksi penegak hukum dan aparat (orangnya)
yang dilakukan oleh warga negara merupakan penegak hukum. Dalam arti sempit, aparatur
transaksi yang beritikad baik dan dengan sebab penegak hukum yang terlibat dalam proses
yang halal. Pengaturan ini hendaknya tidak tegaknya hukum itu, dimulai dari saksi, polisi,
mengurangi hak privat seorang warga negara penasehat hukum, jaksa, hakim, dan petugas
dalam menggunakan uangnya, sehingga sipir pemasyarakatan. Setiap aparat dan
diperlukan beberapa instrumen yang tepat dalam aparatur terkait mencakup pula pihak-pihak
mengatur, melaksanakan dan menegakkan yang bersangkutan dengan tugas atau
peraturan pembatasan transaksi tunai ini. perannya yaitu terkait dengan kegiatan
pelaporan atau pengaduan, penyelidikan,
1) Instrumen di Bidang Hukum penyidikan, penuntutan, pembuktian,
Mengatur dan menegakkan suatu peraturan penjatuhan vonis dan pemberian sanksi, serta
hukum tidak mudah, yang pertama kali perlu upaya pemasyarakatan kembali (resosialisasi)
dipahami adalah, suatu peraturan apapun terpidana.
bentuknya pasti akan menimbulkan akibat
hukum bagi objek yang diatur. Sehingga Dari paparan di atas dapat diberikan pemahaman
diperlukan suatu dasar hukum yang jelas bahwa infrastruktur di bidang hukum sekiranya
sebagai landasan pemerintah dalam mengatur yang utama harus dipersiapkan terlebih dahulu,
warga negaranya, khususnya apabila dalam di samping infrastruktur pendukung transaksi
peraturan tersebut berusaha untuk mengatur nontunai dari perbankan, seperti penyediaan
pelaksanaan hak asasi manusia warga negara hardware (misal: mesin atm, komputer, card reader)
yang dijamin oleh konstitusi negara. Hal ini dan software (misal: sistem e-banking, sms
sesuai dengan fungsi norma dalam hukum banking) yang merata di daerah-daerah,
administrasi negara yang telah dikemukakan penyederhanaan sistem transaksi nontunai
sebelumnya.21 sehingga memudahkan masyarakat dalam
bertransaksi, dan infrastruktur pendukung lainnya.
Dasar hukum yang dimaksud adalah suatu Namun, penyusunan norma juga harus
peraturan perundang-undangan yang memiliki mempertimbangkan sisi ekonomi dan sosial.
area pengaturan yang luas, mengikat seluruh
21 Lihat Hukum Administrasi Negara menurut P. De Haan, fungsi administrasi: 22 Lihat Pasal 10 UU No. 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan
norma, instrumen, jaminan Perundang-Undangan
41
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
E. Analisa Terkait Implikasi Pembatasan dan satu jam uang sudah masuk dalam rekening
Mitigasinya (Pengawasan dan Law Enforcement) si penerima. Bahkan transfer uang melalui
sms/e banking, hanya memerlukan waktu
Pembatasan transaksi tunai yang akan mendorong beberapa menit. Murah berarti bahwa
penggunaan transaksi nontunai dapat menimbulkan masyarakat tidak mengeluarkan biaya
beberapa implikasi, baik itu implikasi yang positif administrasi yang besar untuk melakukan
maupun implikasi negatif dalam hal tertentu, yaitu: transaksi keuangan nontunai, bahkan bebas
biaya administrasi dalam hal tertentu (misalnya
1. Implikasi Positif Pembatasan Transaksi Tunai transaksi antar bank yang sama) dan tidak perlu
mengeluarkan biaya pengamanan transaksi
Pembatasan transaksi tunai akan mendorong uang tunai.
penggunaan alat-alat pembayaran nontunai. Alat-
alat pembayaran nontunai berevolusi mulai dari Bagi masyarakat, Alat Pembayaran dengan
bentuk-bentuk kertas (paper based) seperti cek, Menggunakan Kartu (APMK) merupakan
wesel, bilyet giro sampai dengan bentuk elektronik fasilitas yang dapat mempermudah proses
bahkan sampai bentuk digital (digital cash) dan transaksi seperti penarikan tunai, transfer, dan
masih mungkin terdapat bentuk-bentuk lainnya.23 pembayaran tagihan. APMK memberi manfaat
efisiensi berupa penurunan biaya transaksi bagi
Implikasi positif dari pembatasan transaksi tunai konsumen dan produsen serta meningkatnya
antara lain: kepuasan masyarakat karena terpenuhinya
a) Efisiensi dalam transaksi keuangan kebutuhan akan alat pembayaran yang lebih
Pembatasan transaksi tunai mendorong praktis. Keberadaan atau penggunaan APMK
penggunaan transaksi keuangan nontunai dapat mengurangi opportunity cost masyarakat
menjadikan transaksi keuangan menjadi lebih untuk memegang uang baik untuk keperluan
sederhana, cepat, dan murah. Sederhana berarti transaksi maupun berjaga-jaga. Opportunity
bahwa masyarakat tidak perlu membawa uang cost tersebut berupa biaya transaksi dan biaya
tunai dalam jumlah banyak untuk melaksanakan menunggu.24
transaksi keuangan, bahkan kreditur dan
debitur tidak perlu bertemu secara langsung. b) Peningkatan Penerimaan Pajak
misalnya: nasabah cukup memiliki rekening Peningkatan penerimaan pajak karena akan
dan mengisi formulir (cek dan bilyet giro) yang memudahkan penarik pajak atau fiskus pajak
diperlukan dan transaksi melalui mesin ATM, meng-cross check data kebenaran pajak
Kartu Kredit, Kartu Debet, Internet Banking seorang wajib pajak. Sistem pemungutan pajak
dan SMS Banking. Cepat berarti bahwa proses kita dengan mempersilahkan wajib pajak
penyelesaian transaksi keuangan dapat menghitung sendiri pajaknya (self assessment)
dilakukan dalam waktu relatif singkat, apalagi membuat petugas pajak kesulitan dalam
didukung oleh pemanfaatan teknologi informasi memverifikasi jumlah utang pajak yang
dalam penyelesaian sengketa. Misalnya; transfer sebenarnya karena minimnya ketersediaan
uang melalui bank hanya memerlukan waktu data finansial dari wajib pajak kalau apabila
beberapa menit dan dalam waktu maksimal transaksi keuangan dilakukan secara tunai.
24 Dias, The Demand for Digital Money and its Impacts on Economy, 1999
23 Biro Pengembangan dan Kebijakan Sistem Pembayaran Direktorat dalam Bambang Pramono, dkk, Dampak Pembayaran Non-tunai Terhadap
Akunting dan Sistem Pembayaran Bank Indonesia, Pengantar Sistem Perekonomian dan Kebijakan Moneter, Jakarta: Bank Indonesia, 2006,
Pembayaran, 2011, hal 14 hal 29
42
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
c) Penghematan Anggaran Pencetakan Uang Dari sisi bank atau lembaga penerbit, alat
dan Biaya Pengamanannya pembayaran nontunai merupakan sumber
Biaya pengadaan uang terdiri atas biaya bahan, pendapatan berbasis biaya (fee income based)
biaya cetak, dan biaya distribusi tanpa karena nasabah penggguna pembayaran
memperhitungkan biaya handling di Bank nontunai akan dikenakan biaya administrasi
Indonesia. Biaya pengadaan uang selama tahun setiap bulannya. Selain itu pendapatan berbasis
2000 - 2005 baik untuk uang kertas maupun biaya juga diperoleh dari biaya yang dikenakan
uang logam mengalami peningkatan. Dengan untuk transaksi tertentu misalnya transfer atau
rata-rata kenaikan pesanan cetak setiap tahun pembayaran tagihan. Khusus untuk alat
sebesar 710 juta bilyet/keping (20,2%), maka pembayaran nontunai berbentuk prepaid cards
biaya pengadaan rata-rata mengalami kenaikan atau e-money, penerbit memperoleh
sebesar Rp 133 miliar per tahunnya (22,7%). pendapatan tidak hanya dari pendapatan
Pada tahun 2000 total biaya yang dikeluarkan berbasis biaya namun juga dalam bentuk
untuk pengadaan uang ialah 400 miliar rupiah, pembiayaan tanpa bunga (interest-free debt
sedangkan pada tahun 2005 biaya tersebut financing) sebesar saldo e-money yang ada
naik menjadi 1,1 triliun rupiah.25 pada penerbit.26
43
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
kejahatan tertentu seperti; pencucian uang, perbankan juga dibatasi). Untuk daerah-daerah
pendanaan terorisme, dan penghindaran pajak. tertentu, kantor pelayanan bank hanya terdapat
Hal tersebut dilakukan karena transaksi tunai di ibu kota kecamatan/kabupaten yang jaraknya
sulit diawasi karena tidak dapat dipantau secara sangat jauh dari desa dan medannya berat.
langsung oleh lembaga yang berwenang.
Dalam keadaan tertentu, gangguan terhadap
Transaksi keuangan melalui penyedia jasa sistem informasi teknologi tersebut berpotensi
keuangan (bank/non bank) mudah diawasi terjadi baik gangguan teknis operasional
karena sistem informasi antara penyedia jasa maupun gangguan nonteknis, sehingga dapat
keuangan (bank/non bank) dan lembaga mengganggu transfer/kliring antarbank atau
penegak hukum terintegrasi, apalagi ada antarkantor cabang, termasuk mengganggu
peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh penggunaan alat pembayaran nontunai.
penyedia jasa keuangan, misalnya kewajiban
melapor transaksi keuangan mencurigakan. 2) Budaya Masyarakat Tertentu yang Belum
Dengan demikian memudahkan aparat Akrab dengan Perbankan dan Alat
penegak hukum untuk menelusuri asal usul Pembayaran NonTunai
dan identitas suatu transaksi keuangan yang Perbankan dan alat pembayaran nontunai
mencurigakan, sehingga pengawasan dan telah dikenal oleh masyarakat perkotaan
penegakan hukum dapat dilakukan secara dengan baik, sedangkan pada masyarakat
maksimal. tertentu, misalnya pedesaan belum akrab
dengan perbankan dan alat pembayaran
2. Implikasi Negatif Pembatasan Transaksi Tunai nontunai, bahkan ada yang tidak memiliki
rekening di bank, apalagi memahami cara
Secara umum pembatasan transaksi tunai tidak menggunakan alat pembayaran nontunai.
menimbulkan implikasi negatif yang besar karena
transaksi tunai tidak dilarang, tetapi hanya dibatasi 3) Bahaya Kejahatan Cybercrime Terhadap
jumlahnya saja. Masyarakat tetap dapat melakukan Transaksi NonTunai
transaksi tunai dalam batas tertentu. Selain itu, Transaksi keuangan nontunai selain
tersedia sarana beranekaragam alat transaksi mendatangkan kemudahan/efisiensi dalam
nontunai yang telah dikenal masyarakat dewasa bertransaksi, juga berakibat pada meningkatnya
ini. Namun demikian, implikasi negatif pembatasan angka kejahatan yang dilakukan terhadap
transaksi tunai dapat terjadi dalam hal: transaksi keuangan nontunai. Dewasa ini marak
terjadi kejahatan terhadap transaksi keuangan
1) Kurang Memadainya Ketersediaan melalui jasa transaksi nontunai, misalnya SMS
Infrastruktur Keuangan Banking, E-Banking, Kartu Debit, dan Kartu
Sehubungan dengan pembatasan transaksi Kredit. Para pelaku kejahatan ini memiliki
tunai, maka masyarakat yang ingin melakukan keahlian untuk membobol sistem keamanan
transaksi keuangan dalam nominal yang besar IT suatu bank dan kerahasiaan data nasabah
salah satu cara yang dapat digunakan adalah di dalamnya. Dengan keahlian tersebut, uang
jasa transfer melalui perbankan. Namun tidak dalam jumlah jutaan bahkan miliaran dapat
setiap desa/daerah terpencil memiliki kantor dicuri hanya dalam hitungan menit.
pelayanan bank dan perbankan tidak
memberikan pelayanan transaksi keuangan Implikasi negatif dari pembatasan transaksi
pada hari Sabtu dan Minggu (waktu pelayanan tersebut dapat dicegah dengan mendorong
44
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
tercapainya pembatasan transaksi tunai dan di atas 500 juta rupiah, Dirjen Bea dan Cukai
penggunaan alat pembayaran nontunai. dalam hal tidak ada pemberitahuan bahwa
Beberapa upaya tersebut antara lain: seseorang membawa uang tunai 100 juta dan
pembangunan infrastruktur transaksi keuangan ke atas ke dalam dan ke luar daerah pabeanan
(bank) yang baik berikut sarana dan Indonesia, dan Kepolisian bekerjasama dengan
prasarananya disetiap wilayah, sosialisasi dan Dirjen Bea dan Cukai dalam hal uang tunai dibawa
penggalangan masyarakat untuk menggunakan oleh orang yang tercantum dalam daftar terduga
transaksi keuangan melalui jasa perbankan teroris dan organisasi teroris. Adapun sanksinya
dan alat pembayaran nontunai, pembangunan adalah sanksi administrasi berupa denda atau
sistem pengaturan dan pengawasan yang baik perampasan uang tunai untuk negara.
untuk menjaga keamanan transaksi keuangan
nontunai. Di samping itu, pengawasan oleh BI terhadap
penyelenggaraan sistem pembayaran, yang pada
3. Penegakan Hukum Terhadap Ketentuan prinsipnya dimaksudkan untuk menjaga efisiensi,
Pembatasan Transaksi Tunai kecepatan, keamanan dan kehandalan fungsi
sistem pembayaran, yang dilakukan secara
Penegakan hukum berarti usaha-usaha yang independen, profesional, dan objektif. Mekanisme
dilakukan berdasarkan ketentuan yang berlaku pengawasan sistem pembayaran terdiri dari tiga
agar ketentuan pembatasan transaksi tunai ditaati tahap yaitu: 1) monitoring, 2) penilaian/assessment,
dan berjalan sebagaimana mestinya. Penegakan 3) mendorong terjadinya perubahan.28
hukum secara sempit berbicara mengenai siapa
(lembaga) apa yang berwenang menegakkan Ruang lingkup pengawasan sistem pembayaran
hukum tersebut dan sejauh mana kewenangan antara lain: pengawasan terhadap sistem dan
yang dimilikinya. instrumen pembayaran, pengendalian risiko
sistemik, kelancaran sistem pembayaran, analisa
Indonesia saat ini belum memiliki atas desain dan pengaturan operasional, dan
regulasi/pengaturan secara komprehensif tentang pelaksanaan sistem pembayaran.
pembatasan transaksi tunai, sehingga belum dapat
dilakukan pengawasan dan penegakan hukum 1) Pendekatan Hukum Administrasi
terhadap kegiatan transaksi tunai yang melebihi Ketentuan yang berkaitan dengan pembatasan
batas yang ditentukan. Namun ada beberapa transaksi tunai dalam beberapa undang-
regulasi/pengaturan yang berkaitan dengan undang tersebut di atas (UU PPTPPU dan UU
pembatasan transaksi tunai karena beberapa PPTPPT) berada di wilayah lapangan hukum
pengaturannya mengarah kepada pembatasan administrasi dan sanksi yang dapat dikenakan
transaksi tunai dengan membebankan kewajiban juga sanksi administratif, maka seyogianya
tertentu pada transaksi tunai. Dalam hal tertentu ketentuan pembatasan transaksi tunai juga
apabila seseorang tidak melaksanakan ketentuan berada dalam lapangan hukum administrasi
tersebut dapat dikenakan sanksi administratif, dan sanksi yang dapat dijatuhkan berupa
bahkan pidana. denda administratif.
45
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
46
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
terkendali. Kegiatan bisnis dewasa ini sudah diberikan, sehingga dapat ditentukan apakah
semakin maju, luas, dan beragam, apalagi transaksi keuangannya harus dilakukan secara
dengan didukung oleh perkembangan tunai atau nontunai.
teknologi dan kebijakan liberalisasi ekonomi.
Dengan demikian, pengaturan di bidang 5) Kajian Perbandingan Pembatasan
ekonomi, keuangan, dan perbankan perlu Transaksi Tunai di Berbagai Negara
dilakukan dengan lebih berhati-hati supaya Berikut ini merupakan beberapa negara yang
tidak mengganggu kegiatan ekonomi yang telah melakukan pembatasan transaksi tunai.
sedang berkembang dengan pesatnya.
a) BULGARIA
3) Pendekatan Hukum Perdata Undang-Undang Pembatasan Pembayaran
Hukum Perdata merupakan lapangan hukum Tunai Bulgaria (Berlaku 26 Februari 2011).
privat yang mengatur hubungan privat antar
individu-individu dalam masyarakat, sedangkan Pembatasan yang ditetapkan dalam
pembatasan transaksi tunai merupakan undang-undang ini adalah Pembayaran
pelaksanaan kewenangan negara dalam wajib dilakukan melalui transfer bank
mengatur dan menegakkan hukum yang dengan persyaratan:
berada di dalam lapangan hukum publik, yaitu 1. Jumlahnya sama dengan atau melebihi
mengatur hubungan hukum antara negara BGN 15.000;
dengan warga negaranya atau sebaliknya. 2. Pembayaran bawah BGN 15.000 jika
Oleh karena penggunaan pendekatan hukum ini merupakan pembayaran sebagian
perdata dalam pembatasan transaksi tunai dari pertimbangan yang sama atau
tidak dapat diterapkan karena keduanya melebihi BGN 15.000;
berada dalam lapangan hukum yang berbeda. 3. Pembayaran mata uang asing jika
ekuivalen BGN mereka adalah sama
4) Struktur Hukum Penegakan Hukum atau melebihi BGN 15.000.
Pembatasan Transaksi Tunai
Sehubungan dengan luasnya aspek Persyaratan untuk pembayaran akan
penggunaan transaksi tunai dalam kehidupan dilakukan melalui transfer bank
masyarakat dan negara, maka diperlukan satu diperkenalkan oleh UU dikecualikan
instansi/lembaga sebagai penegak hukum terhadap transaksi sebagai berikut:
ketentuan pembatasan transaksi tunai, 1. Penarikan tunai dan deposito dari/di
sekaligus menjadi koordinator bekerjasama rekening bank swasta;
dengan instansi/lembaga lainnya. PPATK dapat 2. Transaksi valuta tunai mata uang asing
menjadi lembaga penegak hukum tersebut yang dibuat oleh pekerjaan;
sekaligus bekerja sama dengan lembaga 3. Pembayaran gaji.
lainnya seperti Dirjen Pajak, Dirjen Bea Cukai,
Polri, Kementerian Perdagangan dan instansi Badan Pendapatan Nasional Bulgaria
lain yang terkait termasuk pemerintah daerah. berwenang untuk memberikan hukuman
sanksi administrasi berupa denda kepada
Nilai suatu transaksi keuangan dapat diketahui individu dan badan hukum jika persyaratan
dari jumlah pajak, bea, cukai atau retribusi Undang-Undang tidak dipenuhi. Hukuman
yang harus dibayarkan, termasuk dari izin dirangkum dalam tabel di bawah ini:
perdagangan atau ekspor-impor yang
47
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
c) ARMENIA
Pelanggaran Pelanggaran Pasal 6 Undang-Undang Armenia Nomor
Pelaku
Pertama Kedua 501N Tahun 2002 sebagaimana diubah
dengan Undang-Undang 195 N 2004
Individual 25% 50% tentang Operasi Kas Tunai menyatakan
Badan Hukum 50% 100% bahwa pembatasan pembayaran tunai
untuk transaksi bulat atau pembayaran
sekaligus untuk beberapa pembelian
b) SLOVAKIA (lumpsum) barang, jasa, atau pekerjaan
Pada tanggal 29 November 2012, Dewan tidak boleh melebihi 300.000,- Dram
Nasional Republik Slovakia mengadopsi Armenia. Pasal 6 Pembatasan Pembayaran
usulan pemerintah mengesahkan Undang- Tunai untuk transaksi barang, jasa, atau
Undang Pembatasan Pembayaran Tunai. pekerjaan dalam satu bulan tidak boleh
Undang-undang ini melarang pembayaran melebihi 3.000.000 Dram Armenia.
tunai dilakukan melalui uang kertas dan
koin, terlepas dari apakah dibuat dalam Pembatasan transaksi tunai tersebut tidak
Euro atau dalam mata uang asing. Undang- berlaku untuk beberapa transaksi antara
Undang ini membedakan antara dua lain: pembayaran gaji, pembayaran untuk
kelompok entitas dalam pembatasan pembelian produk pertanian, dan
pembayaran tunai antara "badan hukum" pembayaran untuk barang kepentingan
dan "perorangan”. Untuk pembayaran publik.
tunai yang dilakukan oleh badan hukum
tidak boleh lebih dari 15.000, sedangkan Sanksi atas pelanggaran ketentuan tersebut
untuk pembayaran tunai yang dilakukan di atas adalah denda sebesar lima persen
oleh perorangan tidak boleh lebih dari dari jumlah nilai transaksi, tetapi tidak
5.000. kurang dari 50 kali lipat dari gaji minimum
dan tidak lebih dari 1000 kali lipat dari gaji
Undang-Undang memberikan pengecualian minimum.
terhadap pembatasan transaksi tunai.
Misalnya, berkaitan dengan pembayaran d) BELGIA
yang dilakukan ketika menyediakan jasa Hukum Belgia dari 29 Maret 2012
pembayaran dan jasa pos, pembayaran membatasi pembayaran tunai dari 15.000
yang dilakukan dalam kegiatan pertukaran EUR menjadi 3.000 EUR. Ketentuan ini
uang, dalam administrasi pajak, dalam berlaku tidak hanya untuk pembelian
pelaksanaan putusan pengadilan, dalam barang, tetapi juga jasa, seperti jasa seorang
jaminan sosial, dan dalam proses penegakan agen real estate, ICT-konsultan, dan lain-
hukum. lain hanya 10% dari harga real estate dapat
dibayar tunai, dengan maksimum 5.000
Sanksi dapat dikenakan pada saat yang EUR. Dari Januari 2014, semua pembayaran
sama kepada kedua pihak yaitu pembayar dalam bentuk tunai untuk pembelian real
dan penerima pembayaran. Untuk estate akan dilarang. Notaris atau agen
perorangan berupa denda hingga 10.000 real estate dan beberapa kategori lain dari
dan untuk badan hukum dapat didenda penjual memiliki kewajiban untuk
hingga 150,000. menginformasikan kepada pihak berwenang
48
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
jika hukum tidak ditaati. Denda pada dilakukan ke rekening pedagang dengan
pelanggar dari 250 EUR 225.000 EUR dapat rata-rata yang memungkinkan identifikasi
dikenakan oleh otoritas Belgia. penerima (transfer bank, bank debit, atau
cek nominatif).
e) PERANCIS
Articles D112-3 et D112-4 (code monétaire g) SPANYOL
et financier) - Article 1840 J (code général Sejak 19 November 2012, berdasarkan
des impôts). Pembatasan pembayaran tunai Undang-Undang Nomor 7 tahun 2012
adalah 3000 bagi warga negara/penduduk batas pembayaran tunai adalah 2500
tetap di Perancis (15 000 untuk penduduk (bagi warga Spanyol) dan 15 000 (untuk
tidak tetap bertindak sebagai konsumen non penduduk). Jika jumlah ini lebih tinggi
dan 3000 jika mereka bertindak sebagai dari ini (dalam setiap kasus), pembayaran
pedagang). Selama konsumen berada di harus dilakukan melalui transfer bank.
bawah batas yang disebutkan di atas, Denda karena gagal untuk melaksanakan
pedagang harus menerima pembayaran ajaran ini bisa sekitar 25% dari jumlah yang
dalam uang tunai, ini berarti koin dan uang ditransfer keseluruhan.
kertas.
h) UKRAINA
Orang perorangan atau badan hukum yang Sementara itu, Ukraina menjadi negara
melanggar ketentuan tersebut di atas dapat yang tidak melarang transaksi tunai
dikenakan denda sebesar 5% dari antarindividu, melainkan transaksi yang
keseluruhan jumlah transaksi. terjadi antarbadan hukum dengan
ketentuan bahwa jumlah total transaksi
Perancis juga mengatur jenis transaksi yang tunai perhari tidak melebihi UAH 10.000
dikecualikan dari ketentuan tersebut, antara (Rp. 12 juta). Selain itu, pemerintah Ukraina
lain: transaksi tunai untuk pembayaran juga mengatur transaksi tunai oleh badan
langsung oleh individu (pribadi) yang bukan hukum dan kepemilikan uang tunai oleh
pedagang kepada individu (pribadi) lain, perusahaan. Adapun batas maksimum
makelar atau pedagang, pembelian ternak uang tunai yang diizinkan untuk disimpan
atau daging mentah yang dilakukan oleh di kantor kasir perusahaan itu per hari,
individu (pribadi) untuk konsumsi sendiri, misalnya untuk distribusi kas kecil. Dalam
pembayaran belanja pemerintah, otoritas hal tidak ada ketentuan batas seperti ini,
publik, atau lembaga publik juga tidak semua uang dari kantor kasir perusahaan
dibatasi untuk dilakukan secara tunai. itu harus disimpan di rekening bank.29
f) PORTUGIS i) MEKSIKO
Pembayaran tunai barang dan jasa antara Pembatasan transaksi valuta asing dalam
konsumen dan pedagang dibatasi oleh bentuk tunai dilakukan oleh Meksiko.
hukum. Pasal 63-C dari Undang-Undang Meksiko membatasi jumlah uang cash
no. 398/98 bulan Desember Tahun 2012 dalam bentuk USD yang akan
diubah dengan UU no. 20/2012, Mei 2014 diterima/ditransaksikan dengan perbankan
(UU Jenderal Pajak), mensyaratkan bahwa
pembayaran tagihan atau dokumen sejenis
pada jumlah lebih dari 1000, harus
29 Andri Gunawan, dkk, Op.cit, hal 59
49
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
50
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
instrumen baik yang bersifat fisik seperti gedung, transaksi yang dibatasi, jenis transaksi yang dibatasi
sarana transportasi. (bertahap atau serta merta bagi semua transaksi).
2. Implikasi Pembatasan dan Mitigasinya (Pengawasan 3. Diperlukan sistem koordinasi dan pembagian
dan Law Enforcement), sebagai berikut: kewenangan yang jelas antar lembaga penegak
hukum di berbagai sektor yang berkaitan dengan
Implikasi Positif Pembatasan Transaksi Tunai: pembatasan transaksi tunai, supaya tidak terjadi
Implikasi positif dari pembatasan transaksi tunai tumpang tindih penegakan hukumnya.
antara lain: efisiensi dalam transaksi keuangan,
penghematan anggaran pencetakan uang dan
biaya pengamanannya, peningkatan kegiatan dan
pembangunan ekonomi, memudahkan
pengawasan terhadap transaksi keuangan yang
mencurigakan, dan penekanan tingkat inflasi.
51
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2004
Asian Development Bank, Manual on Countering Money Laundering and The Financing of Terrorism, 2003
Ahmad Zainuri, Akar Kultural Korupsi di Indonesia, Sawangan: CV. Cahaya Batu Sawangan, 2007
Andri Gunawan, Erwin Natosmal Oemar, dan Refki Saputra, Membatasi Transaksi Tunai Peluang dan Tantangan, Jakarta:
Penerbit Indonsian Round Table, 2013
Bambang Pramono, Tri Yanuarti Pipih D. Purusitawati, Yosefin Tyas Emmy D.K., Dampak Pembayaran Non-tunai Terhadap
Perekonomian Dan Kebijakan Moneter, Working Paper No. 11 Bank Indonesia, 2006
Biro Pengembangan dan Kebijakan Sistem Pembayaran Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran Bank Indonesia,
Pengantar Sistem Pembayaran, 2011
Black, Henry Campbell, Black’s Law Dictionary (Sixth Edition), St. Paul Minn. West Publishing Co., 1990
Boediono, Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No. 2, Ekonomi Makro Edisi 4, Yogyakarta: BPFE, 2005
Buku Saku Korupsi, Memahami Untuk Membasmi, Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia, 2003
Cheong-Ann Png, ADB’s Role in Anti Anti-Money Laundering and Combating the Financing of Terrorism, 2007
Dias, J., M.J. Silva., and M.H.A. Dias, The Demand for Digital Money and Its Impact on the Economy, Brazilian Electronic
Journal of Economics, Vol. 2. No.2, 1999
Davis Glyn, A History of Money from Ancient times to the Present day, dalam Kerangka acuan Penelitian mengenai
Pembatasan transaksi Tunai di Indonesia, 2002
Ernesto U Savona dkk, Use of Cash Payments for Money Loundering Purposes. European Commision and Transcrime,
2003
Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF), Forty Recommendations, 1996
52
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
Gilmore, William C, Dirty Money: The Evolution of Money Laundering Countermeasures, Belgium: Council of Europe
Publishing, 1999
Jimly Asshiddiqie, Konstitusi & Konstitusionalisme Indonesia, Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah
Konstitusi RI, 2006
McDonnell Rick, Regional Implementation, Regional Conference on Combating Money Laundering and Terrorist Financing,
Regional Money Laundering Conference, 2002
Maria Farida, Ilmu Perundang-undangan (Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan) Jilid 1, Yogyakarta: Kanisius, 2007
Mark Pieth & Gemma Aiolfi, A Comparative Guide to Anti-Money Laundering, Northampton: Edward Elgar Publishing,
2004
N.H.T Siahaan, Money Laundering & Kejahatan Perbankan, Jakarta: Jala Pertama, 2008
Philips Darwin, Money Laundering: Cara Memahami Dengan Tepat dan Benar Soal Pencucian Uang, Sinar Ilmu
Reference Guide to Anti-Money Laundering and Combating the Financing of Terrorism,The World Bank and International
Monetary Fund, 2003.
Syafril and Djasni Salim, Ilmu Pengetahuan Sosial Ekonomi, Jakarta: Bumi Aksara, 2003
Syed Hussein Alatas, (1986), Sosiologi Korupsi (Judul Asli The Sociology of Corruption), diterjemahkan oleh Al Ghoxzie
Usman, LP3ES Jakarta.
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum: Suatu Pengantar, Cet-1, Yogyakarta: Universitas Atmajaya Yogyakarta, 2010
Taufiq St. Makmur, Obat Anti Korupsi; Menyingkap Watak Korupsi dan Kiat-Kiat Menghindarinya, Penerbit Keokoesan,
2007
T. Gilarso, SJ, Pengantar Ilmu Ekonomi Makro, Yogyakarta: Penerbit Kanisisus, 2004
Thamrin Abdullah & Francis Tantri, Bank dan Lembaga Keuangan, Jakarta, Rajawali Pers, 2012
Zulkarnaen dan Beni Ahmad Saebani, Hukum Konstitusi, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2012
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
53
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang Tindak
Pidana Pencucian Uang
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
WEBSITE
Akbar, Patrialis, Wah Patrialis Sebut Singapura Minta Wilayah Indonesia Sebagai Syarat Perjanjian Ekstradisi,
<http://www.seruu.com/index.php/2011060954262/utama/hukum-a-kriminal/wah patrialis-sebut-singapura-minta-
wilayah-indonesia-sebagai-syarat-perjanjian ekstradisi-54262/menu-id-698.html>
Ibrahim Qamarius, Pembatasan Transaksi Tunai Solusi Pemberantasan Korupsi dan Pencucian Uang Lainnya,
<http://www.unimal.ac.id/>
Ferthi Srikandi S, Trik Baru’Cuci Uang Melalui Transaksi Tunai’, <http:// www.hukum.kompasiana.com>
54
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
Leo Wisnu S & Fajar Reyhan Apriansyah, Rentetan Hambatan Pembatasan Transaksi Tunai,
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt51bed3940700e/rentetan-hambatan-pembatasan-transaksi-tunai
Peter Lilley, Dirty Dealing: The Untold Truth about Global Money Laundering, International Crime and Terrorism, edisi
kedua, London and Sterling, VA: Kogan Page Limited, 2003, hal 1 dalam Edi Nasution, Memahami Praktik Pencucian
Uang Hasil Kejahatan, <http://nasional.lintas.me/go/acch.kpk.go.id/memahami-praktik-pencucian-uang-hasil-
kejahatan>
<Tanpa Nama>, Uang Empat Kardus Diserahkan untuk Anggota DPR, http://wartakota.tribunnews.com/detil/berita/142323/
<Tanpa Nama>, Hasil Survei Asosiasi Penyelenggara Jasa internet indonesia (APJii),
<http://www.antaranews.com/berita/348186/penggunainternet-indonesia-2012-capai-63-juta-orang>
55
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
Yuliana, Salah Satu Peraturan Yang Dikeluarkan Bank Indonesia Tentang Perbankan,
<http://yuliana12345.blogspot.com/2013/03/salah-satu-peraturan-yang-d-keluarkan.html>
William Booth, Mexico targets money laundering with plan to limit cash transactions, Washington Post, <http://www.fintrac-
canafe.gc.ca>
56
DAFTAR PERATURAN BANK INDONESIA (PBI)
JANUARI - JUNI 2015
2. 17/2/PBI/2015 LNRI : 68 dan TLNRI : 5681 DPM Suku Bunga Penawaran AntarBank
3. 17/3/PBI/2015 LNRI : 70 dan TLNRI : 5683 DPU Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia
4. 17/4/PBI/2015 LNRI : 87 dan TLNRI : 5693 DKMP Pasar Uang AntarBank Berdasarkan Prinsip
Syariah
5. 17/5/PBI/2015 LNRI : 115 dan TLNRI : 5700 DPM Perubahan Keempat Atas Peraturan Bank
Indonesia Nomor 5/13/PBI/2003 Tentang Posisi
Devisa Neto Bank Umum
6. 17/6/PBI/2015 LNRI : 116 dan TLNRI : 5701 DPM Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia
Nomor 16/16/PBI/2014 Tentang Transaksi Valuta
Asing Terhadap Rupiah Antara Bank Dengan
Pihak Domestik
7. 17/7/PBI/2015 LNRI : 117 dan TLNRI : 5702 DPM Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia
Nomor 16/17/PBI/2014 Tentang Transaksi Valuta
Asing Terhadap Rupiah Antara Bank Dengan
Pihak Asing
8. 17/8/PBI/2015 LNRI : 121 dan TLNRI : 5703 DKEM Pengaturan dan Pengawasan Moneter
9. 17/9/PBI/2015 LNRI : 122 dan TLNRI : 5704 DKSP Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring
Berjadwal oleh Bank Indonesia
10. 17/10/PBI/2015 LNRI : dan TLNRI : DKMP Rasio Loan To Value Atau Rasio Financing To
Value Untuk Kredit Atau Pembiayaan Properti
Dan Uang Muka Untuk Kredit Atau Pembiayaan
Kendaraan Bermotor
57
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
11. 17/11/PBI/2015 LNRI : 152 dan TLNRI : 5712 DKMP Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia
Nomor 15/15/PBI/2013 tentang Giro Wajib
Minimum Bank Umum Dalam Rupiah Dan
valuta Asing Bagi Bank Umum Konvensional
12. 17/12/PBI/2015 LNRI : 153 dan TLNRI : 5713 DPUM Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia
No.14/22/PBI/2012 tentang Pemberian Kredit
atau Pembiayaan oleh Bank Umum dan
Bantuan Teknis dalam rangka Pengembangan
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
58
DAFTAR SURAT EDARAN (SE) BANK INDONESIA
JANUARI - JUNI 2015
1. 17/1/DSta 26 Januari 2015 DSta Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
14/31/DPNP Tanggal 31 Oktober 2012 Perihal Laporan Kantor
Pusat Bank Umum
2. 17/2/DSta 27 Januari 2015 DSta Perubahan Keempat atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
8/15/DPNP tanggal 12 Juli 2006 perihal Laporan Berkala Bank
Umum
3. 17/3/DSta 6 Maret 2015 DSta Pelaporan Kegiatan Penerapan Prinsip Kehati-hatian dalam
Pengelolaan Utang Luar Negeri Korporasi Nonbank
4. 17/4/DSta 6 Maret 2015 DSta Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Berupa Rencana Utang
Luar Negeri dan Perubahan Rencana Utang Luar Negeri
5. 17/5/DSta 30 Maret 2015 DSta Perubahan Kelima atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
13/3/DPM tanggal 4 Februari 2011 perihal Laporan Harian
Bank Umum
7. 17/7/DPM 14 April 2015 DPM Perubahan Ketiga Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
10/16/DPM Tanggal 31 Maret 2008 Perihal Tata Cara Penerbitan
Sertifikat Bank Indonesia Syariah Melalui Lelang
8. 17/8/DPM 20 Mei 2015 DPM Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/23/DPM
tanggal 24 Desember 2014 perihal Operasi Pasar Terbuka
9. 17/9/DPM 20 Mei 2015 DPM Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/13/DPM
tanggal 24 Juli 2014 perihal Tata Cara Penempatan Berjangka
(Term Deposit) Syariah dalam Valuta Asing
10. 17/10/DKMP 29 Mei 2015 DKMP Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah
11. 17/11/DKSP 1 Juni 2015 DKSP Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia
12. 17/12/DPSP 5 Juni 2015 DPSP Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 9/13/DASP
tanggal 19 Juni 2007 perihal Daftar Hitam Nasional Penarik
Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong
59
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
13. 17/13/DPSP 5 Juni 2015 DPSP Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring Berjadwal oleh
Bank Indonesia
14. 17/14/DPSP 5 Juni 2015 DPSP Perlindungan Nasabah dalam Pelaksanaan Transfer Dana dan
Kliring Berjadwal melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia
15. 17/15/DPM 12 Juni 2015 DPM Perubahan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/14/DPM
Perihal Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah antara Bank
dengan Pihak Domestik
16. 17/16/DPM 12 Juni 2015 DPM Perubahan Surat Edaran Bank Indonesia No.16/15/DPM perihal
Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah antara Bank dengan
Pihak Asing
17. 17/17/DKMP 26 Juni 2015 DKMP Perhitungan Giro Wajib Minimum Bank Umum dalam Rupiah
dan Valuta Asing Bagi Bank Umum Konvensional
18. 17/18/DKEM 30 Juni 2015 DKEM Perubahan atas Surat Edaran Nomor 16/24/DKEM tanggal 30
Desember 2014 perihal Penerapan Prinsip Kehati-hatian dalam
Pengelolaan Utang Luar Negeri Korporasi Nonbank
60
RINGKASAN PERATURAN BANK INDONESIA (PBI)
JANUARI - JUNI 2015
1. 17/1/PBI/2015 Peraturan Bank Indonesa 1. Peraturan Bank Indonesia (PBI) ini merupakan Peraturan
Nomor 17/1/PBI/2015 Bank Indonesia Nomor 17/1/PBI/2015 tentang Jumlah dan
tanggal 30 Januari 2015 Nilai Nominal Uang Rupiah yang Dimusnahkan Tahun 2014.
tentang Jumlah dan Nilai 2. PBI ini merupakan ketentuan yang diterbitkan untuk
Nominal Uang Rupiah yang menjalankan amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun
Dimusnahkan Tahun 2014 2011 tentang Mata Uang dan PBI Nomor 14/7/PBI/2012
tentang Pengelolaan Uang Rupiah yang mengatur jumlah
dan nilai nominal uang Rupiah yang dimusnahkan oleh
Bank Indonesia ditempatkan dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia (LNRI) secara periodik setiap 1 (satu)
tahun sekali.
3. Hal-hal yang diatur dalam PBI ini meliputi:
a. Kriteria uang Rupiah yang dimusnahkan oleh Bank
Indonesia;
b. Pemusnahan uang Rupiah dituangkan dalam suatu
berita acara;
c. Tata cara pemusnahan uang Rupiah;
d. Informasi jumlah dan nilai nominal uang Rupiah yang
dimusnahkan ditempatkan dalam LNRI secara periodik,
yakni 1 (satu) tahun sekali;
e. Data uang Rupiah yang dimusnahkan menurut jenis
pecahan, jumlah bilyet dan/atau keping dan nilai
nominal, serta disajikan per triwulan;
f. Periode informasi uang Rupiah yang dimusnahkan
adalah tanggal 1 Januari 2014 sampai dengan tanggal
31 Desember 2014 yang tercantum dalam lampiran PBI.
4. Ketentuan dalam PBI ini mulai berlaku pada tanggal 30
Januari 2015
61
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
3. 17/3/PBI/2015 Kewajiban Penggunaan 1. Peraturan Bank Indonesia (PBI) ini merupakan PBI Nomor
Rupiah di Wilayah Negara 17/3/PBI/2015 tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di
Kesatuan Republik Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Indonesia 2. PBI ini merupakan ketentuan yang diterbitkan untuk
mewujudkan kedaulatan Rupiah di wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) dan untuk mendukung
tercapainya kestabilan nilai tukar Rupiah.
3. Hal-hal yang diatur dalam PBI ini meliputi:
a. Setiap pihak, baik orang perorangan atau korporasi,
wajib menggunakan Rupiah dalam setiap transaksi
tunai dan/atau transaksi nontunai di wilayah NKRI.
62
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
63
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
64
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
65
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
66
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
67
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
68
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
Substansi Pengaturan:
69
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
70
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
a. teguran tertulis;
b. rekomendasi untuk dikeluarkan dari daftar profesi yang
memberikan jasa di sektor keuangan yang dikeluarkan
oleh instansi yang berwenang; dan/atau
c. rekomendasi pencabutan izin usaha kepada instansi
yang berwenang
71
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
72
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
73
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
Substansi Pengaturan:
Rumah Tapak
Tipe > 70 80% 70% 60%
Tipe 22 - 70 - 80% 70%
Tipe ≤ 21 - - -
Rumah Susun
Tipe > 70 80% 70% 60%
Tipe 22 - 70 90% 80% 70%
Tipe ≤ 21 - 80% 70%
Ruko/Rukan - 80% 70%
74
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
Rumah Tapak
Tipe > 70 85% 75% 65%
Tipe 22 - 70 - 80% 70%
Tipe ≤ 21 - - -
Rumah Susun
Tipe > 70 85% 75% 65%
Tipe 22 - 70 90% 80% 70%
Tipe ≤ 21 - 80% 70%
Ruko/Rukan - 80% 70%
Bank
Jenis Kendaraan
Konvensional Syariah
75
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
Rumah Tapak
Tipe > 70 70% 60% 50%
Tipe 22 - 70 - 70% 60%
Tipe ≤ 21 - - -
Rumah Susun
Tipe > 70 70% 60% 50%
Tipe 22 - 70 80% 70% 60%
Tipe ≤ 21 - 70% 60%
Ruko/Rukan - 70% 60%
Rumah Tapak
Tipe > 70 80% 70% 60%
Tipe 22 - 70 - 80% 70%
Tipe ≤ 21 - - -
Rumah Susun
Tipe > 70 80% 70% 60%
Tipe 22 - 70 90% 80% 70%
Tipe ≤ 21 - 80% 70%
Ruko/Rukan - 80% 70%
76
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
Bank
Jenis Kendaraan
Konvensional Syariah
77
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
Substansi Pengaturan :
78
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
79
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
80
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
81
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
82
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
83
RINGKASAN SURAT EDARAN BANK INDONESIA EKSTERN
JANUARI - JUNI 2015
1. 17/1/DSta Perubahan atas Surat 1. Ketentuan ini terkait dengan perubahan laporan sebagai
Edaran Bank Indonesia tindak lanjut dari diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia
Nomor 14/31/DPNP Nomor 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik (Electronic
Tanggal 31 Oktober 2012 Money) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank
Perihal Laporan Kantor Indonesia Nomor 16/8/PBI/2014.
Pusat Bank Umum 2. Secara umum, penyesuaian form di LKPBU adalah sbb:
a. Penambahan 4 (empat) Form terkait Layanan Keuangan
Digital (LKD), yaitu:
1) Form 314 – Laporan Bulanan Perkembangan
Layanan Keuangan Digital
2) Form 315 – Laporan Bulanan Transaksi Layanan
Keuangan Digital
3) Form 315 – Laporan Bulanan Agen Layanan
Keuangan Digital
4) Form 316 – Laporan Bulanan Permasalahan Layanan
Keuangan Digital
Form ini wajib disampaikan oleh Bank yang telah
memperoleh penegasan dari Bank Indonesia terhadap
rencana penyelenggaraan Layanan Keuangan Digital
(LKD). Batas waktu penyampaian laporan adalah paling
lambat tanggal 15 pada bulan Laporan berikutnya.
b. Penambahan Informasi Profil Penyelenggara Alat
Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu (APMK) dan
Profil Penyelenggara Uang Elektronik yang di-update
oleh Bank setiap terjadi perubahan data
c. Penambahan kewajiban pelaporan Form 304 – Laporan
Bulanan Infrastruktur oleh Penerbit Uang Elektronik
3. Selain itu, dilakukan juga perubahan terhadap alamat
penyampaian pemberitahuan tertulis terkait penyampaian
laporan secara offline karena gangguan teknis, dari
Departemen Pengelolaan Sistem Informasi menjadi
Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan.
4. Ketentuan ini mulai berlaku untuk pelaporan data bulan
Januari 2015 yang disampaikan pada bulan Februari 2015.
85
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
2. 17/2/DSta Perubahan Keempat atas 1. Ketentuan ini terkait dengan perubahan laporan sebagai
Surat Edaran Bank tindak lanjut dari diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia
Indonesia Nomor Nomor 15/12/PBI/2013 tentang Kewajiban Penyediaan
8/15/DPNP tanggal 12 Juli Modal Minimum Bank Umum.
2006 perihal Laporan 2. Secara umum, penyesuaian form di LBBU adalah sbb:
Berkala Bank Umum
a. Pelapor
Pelapor adalah Korporasi Nonbank Pelapor LLD yang
merupakan debitur ULN, yang memiliki ULN dalam
Valuta Asing.
86
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
b. Jenis Laporan
1) Laporan KPPK, meliputi keterangan dan data
mengenai Aset Valuta Asing dan Kewajiban Valuta
Asing yang akan jatuh waktu:
a) sampai dengan 3 (tiga) bulan ke depan; dan/atau
b) lebih dari 3 (tiga) bulan sampai dengan 6 (enam)
bulan ke depan.
2) Laporan KPPK yang telah melalui Prosedur Atestasi,
meliputi:
a) keterangan dan/atau informasi yang merupakan
hasil penilaian oleh akuntan publik independen
berdasarkan Prosedur Atestasi; dan
b) Laporan KPPK Triwulan IV yang telah dikoreksi
berdasarkan hasil Prosedur Atestasi.
3) Informasi mengenai pemenuhan Peringkat Utang
(Credit Rating), berupa peringkat yang masih berlaku
atas korporasi (issuer rating) dan/atau surat utang
(issuer rating) sesuai dengan jenis dan jangka waktu
ULN dalam Valuta Asing.
4) Laporan Keuangan, terdiri atas Laporan Keuangan
triwulanan unaudited dan Laporan Keuangan
tahunan audited, yang meliputi data mengenai
posisi keuangan, laba rugi komprehensif, dan
perubahan ekuitas.
87
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
88
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
h. Sanksi Administratif
1) Laporan Tidak Lengkap dan/atau Laporan Tidak
Benar
a) Pelapor yang menyampaikan Laporan KPPK tidak
lengkap dan/atau tidak benar dikenakan sanksi
administratif berupa denda sebesar
Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) untuk
setiap Laporan KPPK yang tidak lengkap dan/atau
tidak benar.
b) Laporan KPPK yang tidak lengkap adalah apabila
sampai dengan batas waktu penyampaian
laporan, Laporan KPPK tidak disertai dengan
dokumen pendukung yang diminta,
c) Laporan KPPK yang tidak benar adalah apabila
Pelapor tidak memberikan bukti pembukuan,
catatan, dokumen, dan penjelasan dalam rangka
penelitian kebenaran laporan kepada Bank
Indonesia dalam jangka waktu yang ditentukan.
89
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
j. Keadaan Memaksa
1) Pelapor yang mengalami keadaan memaksa sehingga
menyebabkan keterangan dan data tidak tersedia,
dikecualikan dari kewajiban menyampaikan laporan.
90
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
l. Ketentuan Penutup
1) Penyampaian laporan serta koreksinya, sejak tanggal
1 Januari 2015 sampai dengan tanggal 31 Desember
2015 dilakukan secara offline dengan masa koreksi
15 (lima belas) hari kalender setelah batas akhir
penyampaian laporan atau informasi.
2) Penyampaian secara online mulai berlaku pada
tanggal 1 Januari 2016.
3) Pengenaan sanksi bagi Pelapor terhadap Laporan
KPPK, Laporan KPPK yang telah melalui Prosedur
Atestasi, dan Laporan Keuangan mulai berlaku sejak
pelaporan data Triwulan III tahun 2015.
4) Pengenaan sanksi bagi Pelapor terhadap informasi
mengenai pemenuhan Peringkat Utang (Credit
Rating) mulai berlaku bagi ULN yang ditandatangani
atau diterbitkan tanggal 1 Januari 2016.
91
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
2. Pokok-pokok Pengaturan
a. Pelapor
1) Pelapor adalah Penduduk selain bank yang
melakukan kegiatan LLD, baik untuk kepentingan
Pelapor yang bersangkutan maupun pihak lain.
2) Korporasi Nonbank yang baru pertama kali
menyampaikan Laporan Rencana ULN harus mengisi
data Profil Pelapor dengan menyertakan dokumen
pendukung.
3) Untuk memperoleh Sandi Pelapor, Korporasi
Nonbank yang baru pertama kali menyampaikan
laporan harus mengajukan surat permohonan
kepada Bank Indonesia.
4) Dalam hal terdapat perubahan atas data Profil
Pelapor, Pelapor harus menyampaikan perubahan
data tersebut kepada Bank Indonesia.
b. Cakupan Laporan
1) Laporan Rencana ULN, meliputi keterangan dan
data mengenai rencana ULN Jangka Panjang selama
1 (satu) tahun berjalan, baik berupa utang baru
maupun perpanjangan (rollover) utang lama
a) sampai dengan 3 (tiga) bulan ke depan; dan/atau
b) lebih dari 3 (tiga) bulan sampai dengan 6 (enam)
bulan ke depan.
2) Laporan Perubahan Rencana ULN, meliputi
perubahan atas rencana ULN Jangka Panjang selama
1 (satu) tahun berjalan.
c. Kewajiban Penyampaian Laporan
1) Kewajiban penyampaian Laporan Rencana ULN
berlaku bagi:
a) Pelapor yang berencana untuk memperoleh ULN
Jangka Panjang baru selama 1 (satu) tahun
berjalan;
b) Pelapor yang berencana untuk memperpanjang
(rollover) ULN Jangka Panjang; dan/atau
92
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
g. Keadaan Memaksa
1) Pelapor yang mengalami keadaan memaksa
sehingga menyebabkan keterangan dan data tidak
tersedia, dikecualikan dari kewajiban menyampaikan
laporan untuk periode laporan pada saat keadaan
memaksa terjadi.
2) Pelapor yang mengalami keadaan memaksa sehingga
menyebabkan penyampaian laporan terhambat,
dikecualikan dari kewajiban menyampaikan laporan
dalam batas waktu penyampaian laporan.
93
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
j. Ketentuan Penutup
Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku,
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/17/DInt tanggal
29 April 2013 perihal Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas
Devisa Berupa Rencana Utang Luar Negeri, Perubahan
Rencana Utang Luar Negeri, dan Informasi Keuangan,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
94
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
5. 17/5/DSta Perubahan Kelima atas 1. Ketentuan ini terkait dengan perubahan laporan sebagai
Surat Edaran Bank tindak lanjut dari diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia
Indonesia Nomor No.17/2/PBI/2015 tanggal 26 Maret 2015 tentang Suku
13/3/DPM tanggal 4 Bunga Penawaran Antarbank
Februari 2011 perihal 2. Secara umum, perubahan dilakukan terhadap Form 501:
Laporan Harian Bank Suku Bunga Penawaran dengan ruang lingkup sbb:
Umum
Batas waktu
penyampaian 10:30 09:30
Laporan
Batas waktu
penyampaian 10:45 09:45
koreksi online
Batas waktu
penyampaian 11:00 09:45
koreksi offline
95
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
96
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
8. 17/8/DPM Perubahan atas Surat 1. Surat Edaran Bank Indonesia ini merupakan penyempurnaan
Edaran Bank Indonesia atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/23/DPM tanggal
Nomor 16/23/DPM tanggal 24 Desember 2014 perihal Operasi Pasar Terbuka, yang
24 Desember 2014 perihal dilakukan dalam rangka meningkatkan governance
Operasi Pasar Terbuka pelaksanaan Operasi Moneter antara lain melalui
pengembangan infrastruktur transaksi secara otomasi.
2. Bank Indonesia memberikan bunga atas Transaksi Term
Deposit valas. Term Deposit valas dapat dicairkan sebelum
tanggal jatuh waktu (early redemption) baik keseluruhan
atau sebagian serta dapat dialihkan menjadi transaksi swap
jual Dolar Amerika Serikat terhadap Rupiah Bank Indonesia.
3. Peserta OPT yang dapat mengikuti transaksi Term Deposit
valas adalah bank devisa, secara langsung atau melalui
Lembaga Perantara.
4. Pokok pengaturan terkait penyempurnaan ketentuan
transaksi Term Deposit Valas adalah sebagai berikut:
a. Dilakukan melalui sarana dealing system yang ditetapkan
oleh Bank Indonesia.
97
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
98
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
99
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
100
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
9. 17/9/DPM Perubahan atas Surat 1. Surat Edaran Bank Indonesia ini merupakan penyempurnaan
Edaran Bank Indonesia atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/13/DPM
Nomor 16/13/DPM tanggal tanggal 24 Juli 2014 perihal Tata Cara Penempatan
24 Juli 2014 perihal Tata Berjangka (Term Deposit) Syariah dalam Valuta Asing, yang
Cara Penempatan dilakukan dalam rangka meningkatkan governance
Berjangka (Term Deposit) pelaksanaan Operasi Moneter Syariah antara lain melalui
Syariah dalam Valuta Asing pengembangan infrastruktur transaksi secara otomasi.
101
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
102
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
103
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
104
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
11. 17/11/DKSP Kewajiban Penggunaan 1. Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) ini merupakan SEBI
Rupiah di Wilayah Negara No.17/ 11/DKSP tanggal 1 Juni 2015 perihal Kewajiban
Kesatuan Republik Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia Indonesia.
105
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
106
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
107
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
16. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal
1 Juni 2015.
108
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
109
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
110
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
d. Prefund
Dalam bab ini diatur mengenai penyediaan,
penggunaan, dan pengembalian dana oleh Peserta
untuk memenuhi kewajiban dalam penyelenggaraan
SKNBI.
e. Layanan SKNBI
Dalam bab ini diatur megenai Layanan Transfer Dana,
Layanan Kliring Warkat Debit, Layanan Pembayaran
Reguler, dan Layanan Penagihan Reguler serta
tatacara operasional masing-masing layanan dalam
SKNBI dimaksud.
f. Penyediaan Informasi dalam Penyelenggaraan SKNBI
Dalam bab ini diatur mengenai fasilitas informasi
yang disediakan Penyelenggara kepada Peserta yaitu
berupa data hasil perhitungan Peserta dan data hasil
perhitungan secara agregat, untuk setiap layanan
dalam SKNBI.
g. Biaya dalam Penyelenggaraan SKNBI
Dalam bab ini diatur mengenai jenis dan besarnya
biaya dalam penyelenggaraan SKNBI yang dikenakan
Penyelenggara kepada Peserta, serta batas paling
tinggi biaya transaksi melalui SKNBI yang dapat
dikenakan oleh Peserta kepada nasabahnya.
h. Penanganan Keadaan Tidak Normal dan/atau
Keadaan Darurat
Dalam bab ini diatur mengenai prosedur penanganan
Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat
baik yang terjadi di Penyelenggara, maupun di Peserta
i. Pemantauan Kepatuhan
Dalam bab ini diatur mengenai metode pemantauan
dan tatacara pemantauan kepatuhan Peserta dan
Koordinator PWD Selain Bank Indonesia terhadap
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
penyelenggaraan transfer dana dan kliring berjadwal.
111
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
14. 17/14/DPSP Perlindungan Nasabah 1. Surat Edaran ini merupakan ketentuan pelaksanaan dari
dalam Pelaksanaan Transfer Peraturan Bank Indonesia No.17/9/PBI/2015 tanggal 5 Juni
Dana dan Kliring Berjadwal 2015 tentang Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring
melalui Sistem Kliring Berjadwal oleh Bank Indonesia.
Nasional Bank Indonesia
2. Surat Edaran Bank Indonesia ini antara lain memuat materi
pengaturan mengenai:
a. tata cara pengisian perintah transfer dana dan perintah
transfer debit oleh nasabah Peserta yang akan
diperhitungkan dalam Sistem Kliring Nasional Bank
Indonesia (SKNBI).
b. tanggung jawab Peserta dalam meneruskan peritah
transfer dana dan perintah transfer debit dari nasabah
yang akan diperhitungkan dalam Layanan Transfer Dana,
Layanan Kliring Warkat Debit, Layanan Pembayaran
Reguler, dan Layanan Penagihan Reguler melalui SKNBI.
c. kewajiban Peserta pengirim untuk meneruskan perintah
transfer dana kepada Peserta penerima melalui Layanan
Transfer Dana paling lama 2 (dua) jam setelah Peserta
pengirim melakukan pengaksepan;
d. kewajiban Peserta penerima untuk meneruskan dana
kepada nasabah penerima paling lama 2 (dua) jam
setelah Penyelenggara melakukan Setelmen Dana pada
Layanan Transfer Dana;
e. kewajiban Peserta untuk melaksanakan perintah transfer
dana dan perintah transfer debit pada tanggal yang
sama dengan tanggal pengaksepan perintah transfer
dana dan perintah transfer debit dalam Layanan Kliring
Warkat Debit, Layanan Pembayaran Reguler, dan Layanan
Penagihan Reguler;
f. kewajiban pemberian jasa, bunga, atau kompensasi
kepada nasabah apabila peserta tidak dapat
melaksanakan perintah transfer dana dan/atau perintah
transfer debit sesuai dengan amanat dari nasabah dan
telah memenuhi persyaratan untuk dilakukan
pembayaran; dan
g. kewajiban Peserta untuk mengumumkan biaya dalam
penyelenggaraan SKNBI pada tempat yang mudah
dilihat oleh nasabah Peserta.
112
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
113
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
2. GWM Primer.
a. GWM Primer ditetapkan sebesar 8% dari DPK dalam
Rupiah.
b. Pemenuhan GWM Primer dihitung dengan
membandingkan saldo dapat rekening giro bank pada
BI setiap akhir hari dalam 1 masa laporan terhadap
rata-rata harian jumlah DPK dalam 1 masa laporan pada
2 masa laporan sebelumnya.
c. BI dapat memberikan kelonggaran GWM Primer sebesar
1% sehingga menjadi 7% untuk jangka waktu 1 tahun
kepada bank yang melakukan merger atau konsolidasi
berdasarkan permintaan bank yang disertai dengan
rekomendasi dari OJK.
114
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
3. GWM Sekunder.
a. GWM Sekunder ditetapkan sebesar 4% dari DPK dalam
Rupiah.
b. Pemenuhan GWM Sekunder dihitung dengan
membandingkan jumlah SBI, SDBI, SBN, dan/atau Excess
Reserve milik bank yang tercatat di BI setiap akhir hari
dalam 1 masa laporan terhadap rata-rata harian jumlah
DPK dalam 1 masa laporan pada 2 masa laporan
sebelumnya.
c. SBI, SDBI, dan SBN adalah yang tercatat pada BI-SSSS,
Sub-rekening Investasi dan/atau Sub-rekening
Perdagangan/Aktif, tidak termasuk yang tercatat pada
rekening surat berharga sub-registry.
115
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
116
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
117
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
9. Sanksi
Bank yang melanggar :
a. kewajiban pemenuhan GWM dalam Rupiah;
b. kewajiban pemenuhan GWM dalam valuta asing;
dan/atau
c. kewajiban penyempaian laporan,
dikenakan sanksi teguran tertulis dan kewajiban membayar.
118
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
18. 17/18/DKEM Perubahan atas Surat Ketentuan ini merupakan perubahan atas Surat Edaran Bank
Edaran Nomor Indonesia Nomor 16/24/DKEM tanggal 30 Desember 2014
16/24/DKEM tanggal 30 perihal Penerapan Prinsip Kehati-hatian Dalam Pengelolaan
Desember 2014 perihal Utang Luar Negeri Korporasi Nonbank.
Penerapan Prinsip Kehati-
hatian dalam Pengelolaan I. Latar Belakang
Utang Luar Negeri
Korporasi Nonbank 1. Penyelarasan dengan ketentuan Kewajiban Penggunaan
Rupiah di Negara Kesatuan Republik Indonesia (PBI
17/3/PBI/2015 dan SE No. 17/11/DKSP).
2. Mengakomodasi praktik kegiatan usaha yang umum
terkait kegiatan project financing dan struktur
kepemilikan usaha.
3. Pengkinian alamat korespondensi.
119
Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015
120