Anda di halaman 1dari 16

OTORITAS JASA KEUANGAN

OLEH :

KELOMPOK 3

1. SITI SAFIRA HERAWATI (22MJ020)


2. INTAN AYU FAHIRA (22MJ009)
3. HERO GEMPAR AZHARI (22MJ031)
4. MUHAMMAD ALDI TRIWARDANI (22MJ041)

UNIVERSITAS TEKNOLOGI MATARAM


(U T M)
2023
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah sentiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT


yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga saya dapat
menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas untuk mata kuliah
Bank dan Lembaga dengan judul: “ Otoritas Jasa Keuangan“

Saya menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas


dari bantuan banyak pihak yang dengan tulus memberikan saran, kritik
dan ide sehingga makalah ini dapat terselesaikan.

Saya menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari


sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang
saya miliki. Oleh karena itu, saya mengharapkan segala bentuk saran
serta masukan bahkan kritik membangun dari berbagai pihak. Akhir kata,
saya berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
perkembangan dunia pendidikan.

Mataram, 23 November 2023

KELOMPOK 3

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................1
DAFTAR ISI................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................2
A. LATAR BELAKANG...................................................................................................2
B. RUMUSAN MASALAH.............................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................4
A. PENGERTIAN...........................................................................................................4
B. SEJARAH OJK..........................................................................................................5
C. FUNGSI OJK............................................................................................................6
D. BENTUK PENGAWASAN BANK................................................................................8
BAB III PENUTUP....................................................................................14
A. KESIMPULAN........................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................15

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Otoritas Jasa Keuangan (OJK), adalah lembaga yang
independen dan bebas dari campur tangan pihak lain yang

2
mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan,
pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang No. 21 tahun 2011 tentang OJK.
Pembentukan lembaga pengawasan sektor jasa keuangan
perbankan dibentuk sesuai dengan amanat Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Dalam undang-
undang tersebut dijelaskan bahwa tugas mengawasi bank akan
dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang
independen, dan dibentuk dengan undang-undang.

Pembentukan lembaga pengawasan, akan dilaksanakan


selambat-lambatnya 31 Desember 2010. Namun, dalam prosesnya
di tahun 2010, perintah untuk pembentukan OJK masih belum
terealisasi, tetapi akhirnya pada tanggal 22 November 2011
disahkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas
jasa Keuangan, lembaga yang nantinya melakukan pengawasan di
sector jasa keuangan menggantikan fungsi pengawasan Bank
Indonesia, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan
(Bepepam LK) agar menjadi terintegrasi dan komprehensif.

Secara historis, ide pembentukan OJK sebenarnya adalah


hasil kompromi untuk menghindari jalan buntu pembahasan
undang-undang tentang Bank Indonesia oleh Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR). Pada awal pemerintahan Presiden Habibie,
pemerintah mengajukan Rancangan Undang-Undang (RUU)
tentang Bank Indonesia yang memberikan independensi kepada
bank sentral tersebut. RUU ini disamping memberikan
independensi tetapi juga mengeluarkan fungsi pengawasan
perbankan dari Bank Indonesia (BI). Ide pemisahan fungsi
pengawasan dari bank sentral ini datang dari Helmut Schlesinger,
mantan Gubernur Bundesbank (Bank Sentral Jerman) yang pada

3
waktu penyusunan RUU (kemudian menjadi Undang-Undang No.
23 Tahun 1999) bertindak sebagai konsultan. Mengambil pola Bank
Sentral Jerman yang tidak mengawasi bank.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan OJK?
2. Bagaimana sejarah terbentuknya OJK?
3. Apa saja fungsi dari OJK?
4. Bagaimana bentuk pengawasan bank?

BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN
OJK adalah singkatan dari Otoritas Jasa Keuangan. OJK
artinya lembaga negara yang berfungsi menyelenggarakan sistem
pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap seluruh
kegiatan di dalam sektor jasa keuangan. Otoritas Jasa Keuangan
(OJK) adalah lembaga independen dan bebas campur tangan
pihak lain yang memiliki fungsi menyelenggarakan sistem

4
pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap
keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan. Sektor jasa
keuangan di bawah OJK mencakup kegiatan di sektor perbankan,
pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan,
dan lembaga jasa keuangan lainnya.

Berkaitan dengan reksa dana, OJK mengawasi dan memberikan


izin atau lisensi bagi manajer investasi, produk reksa dana dan
agen penjualnya. OJK juga memberikan perlindungan dan edukasi
bagi investor ataupun masyarakat luas terkait layanan jasa
keuangan

B. SEJARAH OJK
OJK adalah lembaga yang sudah berdiri sejak 16 Juli 2012 lalu.
Sejarah berdirinya OJK adalah berangkat dari upaya untuk
menghadirkan sistem pengaturan dan pengawasan pada kegiatan
jasa keuangan di Indonesia. OJK adalah terbentuk berdasarkan
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa
Keuangan. Sesuai Pasal 4 dalam UU tersebut, Otoritas Jasa
Keuangan dibentuk dengan tujuan agar semua sektor jasa
keuangan terselenggara secara adil, teratur, transparan dan
akuntabel. Dengan adanya OJK, maka secara otomatis mengambil
alih fungsi regulator dan pengawasan pada perbankan yang
sebelumnyua dijalankan oleh bank sentral dalam hal ini Bank
Indonesia (BI).

Otoritas Jasa Keuangan dibentuk berdasarkan Undang-Undang


No. 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan. Lembaga ini
merupakan badan independen yang memiliki fungsi, tugas dan
wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan dan penyidikan.
Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan merupakan upaya
pemerintah Republik Indonesia menghadirkan lembaga yang
mampu menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan

5
terhadap keseluruhan kegiatan sektor keuangan, baik perbankan
maupun Lembaga keuangan non-bank. Secara fungsi, lembaga ini
menggantikan tugas Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga
Keuangan (Bappepam-LK) serta mengambil alih tugas Bank
Indonesia dalam hal pengawasan perbankan. Setelah Undang-
Undang No. 21 Tahun 2011 disahkan, Presiden Republik Indonesia
saat itu, Susilo Bambang Yudhoyono pada 16 Juli 2012
menetapkan sembilan anggota dewan komisioner Otoritas Jasa
Keuangan, termasuk dua anggota komisioner ex-officio dari
Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia. Setelah itu, pada 15
Agustus 2012 dibentuklah Tim Transisi Otoritas Jasa Keuangan
Tahap I, untuk membantu Dewan Komisioner Otoritas Jasa
Keuangan melaksanakan tugas selama masa transisi. Mulai 31
Desember 2012, Otoritas Jasa Keuangan secara efektif beroperasi
dengan cakupan tugas Pengawasan Pasar Modal dan Industri
Keuangan Non-Bank. Setelah itu, pada 18 Maret 2013 dibentuk
Tim Transisi Otoritas Jasa Keuangan Tahap II untuk membantu
Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan dalam pelaksanaan
pengalihan fungsi, tugas dan wewenang Pengaturan dan
Pengawasan Perbankan dari Bank Indonesia.Per 31 Desember
2013 Pengawasan Perbankan sepenuhnya beralih dari Bank
Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan, sekaligus menandai
dimulainya operasional Otoritas Jasa Keuangan secara penuh.
Perluasan fungsi pengawasan Industri Keuangan Non-Bank, pada
1 Januari 2015 Otoritas Jasa Keuangan memulai Pengaturan dan
Pengawasan Lembaga Keuangan Mikro (LKM).

C. FUNGSI OJK
Fungsi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam sektor keuangan
Indonesia sangat penting, terutama untuk memastikan kestabilan
dan kesehatan sistem keuangan. Beberapa fungsi OJK dalam
sektor keuangan antara lain:

6
1. Mengatur dan mengawasi bank, asuransi, pasar modal, dan
lembaga pembiayaan.
OJK bertugas memastikan bahwa semua lembaga jasa
keuangan tersebut memenuhi persyaratan yang ditentukan dan
beroperasi sesuai dengan regulasi yang ada.
2. Melindungi konsumen jasa keuangan.
OJK memberikan perlindungan terhadap konsumen jasa
keuangan dengan memastikan bahwa lembaga keuangan
tersebut memberikan produk dan layanan yang sesuai,
transparan, dan adil.
3. Meningkatkan literasi keuangan masyarakat.
OJK memberikan edukasi dan penyuluhan keuangan pada
masyarakat agar mereka memahami dan mampu
memanfaatkan produk dan layanan jasa keuangan dengan
tepat.
4. Menciptakan lingkungan bisnis yang sehat dan berkelanjutan.
OJK harus memastikan lembaga jasa keuangan mengikuti
standar teknis, etika, dan perilaku yang baik untuk mewujudkan
proses usaha yang sehat.
5. Menjaga stabilitas sistem keuangan.
OJK bertugas untuk mengidentifikasi dan mengelola risiko
pada sistem keuangan, serta mengambil tindakan yang
diperlukan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan.

Dengan terlaksananya fungsi-fungsi tersebut, diharapkan OJK


dapat membawa manfaat bagi seluruh pihak terkait dalam sektor
keuangan, termasuk bagi lembaga jasa keuangan, konsumen jasa
keuangan, dan masyarakat umum.

selain tugas-tugas utama tersebut, OJK juga memiliki beberapa


fungsi lainnya, antara lain:

7
1. Mendorong pengembangan sektor jasa keuangan yang sehat,
efisien, dan berkelanjutan dengan melakukan pengembangan
peraturan dan kebijakan yang relevan.
2. Melakukan pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan
yang berlangsung di Indonesia, termasuk dalam hal kepatuhan
terhadap peraturan dan persyaratan yang telah ditetapkan.
3. Memberikan pendidikan dan penyuluhan mengenai jasa
keuangan pada masyarakat, agar masyarakat memiliki
pemahaman yang cukup tentang produk dan layanan jasa
keuangan.
4. Merespons adanya risiko dan ketidakstabilan pada sektor jasa
keuangan, serta berupaya mengatasi dan meminimalisir
dampak dari risiko tersebut.
5. Melakukan kerjasama dengan pihak lain baik di dalam maupun
luar negeri dalam rangka mengembangkan sektor jasa
keuangan yang sehat dan berkelanjutan.

D. BENTUK PENGAWASAN BANK

Bank dalam pengawasan khusus (special surveillance)

Program restrukturisasi perbankan nasional telah


dilaksanakan melalui langkah-langkah antara lain pembentukan
Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), program
penjaminan Pemerintah, dan program rekapitalisasi perbankan.
Dalam perkembangannya masih terdapat Bank yang dinilai
mengalami kesulitan yang dapat membahayakan kelangsungan
usahanya dan atau sistem perbankan nasional.

Sehubungan dengan itu terhadap Bank dimaksud perlu


dilakukan langkah-langkah tertentu seperti pengawasan intensif
dan pengawasan khusus, agar sistem perbankan yang sehat dapat
tercipta secara efektif. Bagi Bank yang masih mempunyai prospek

8
untuk menjadi sehat perlu dilakukan langkah-langkah perbaikan
dan penyehatan atau bagi Bank yang tidak mungkin lagi dapat
disehatkan perlu dilakukan langkah-langkah penyelesaian. Oleh
karena itu perlu ditetapkan persyaratan dan kriteria yang jelas serta
transparan mengenai tingkat kesulitan Bank dalam kegiatan
usahanya, serta langkah-langkah koordinasi dan mekanisme yang
diperlukan dalam rangka pelaksanaan restrukturisasi perbankan
nasional. Langkah-langkah koordinasi antara Bank Indonesia
dengan BPPN dalam rangka restrukturisasi perbankan nasional
antara lain dituangkan dalam Kesepakatan Bersama antara
Gubernur Bank Indonesia dan Ketua BPPN.

Sesuai dengan program rekapitalisasi perbankan, maka


pada akhir tahun 2001 perbankan diwajibkan untuk memenuhi rasio
kewajiban penyediaan modal minimum sama dengan atau lebih
besar dari 8% (delapan perseratus).

Strategi Pengawasan oleh Bank Indonesia

Dalam rangka menjalankan tugas pengawasan, Bank Indonesia


menetapkan beberapa jenis pengawasan yang didasarkan atas
analisis terhadap kondisi suatu bank tertentu yaitu:

1. Pengawasan Normal (Rutin)


2. Pengawasan Intensif (Intensive Supervision)
3. Pengawasan Khusus (Special Surveillance)

Dalam prakteknya, Bank Indonesia juga tetap mengawasi Bank


Dalam Penyehatan (BDP), dan memantau penyelesaian kewajiban
dari Bank Beku Kegiatan Usaha (BBKU), serta Bank Dalam
Likuidasi (BDL) yang ditetapkan oleh peraturan dan perundang-
undangan yang berlaku.

9
Pendekatan Pengawasan oleh Bank Indonesia

Dalam menjalankan strategi pengawasan tersebut di atas,


pendekatan pengawasan yang dilakukan terbagi atas dua jenis
kegiatan yaitu pengawasan tidak langsung (off site supervision) dan
pengawasan langsung (on site examination). Secara ringkas,
pengawasan tidak langsung merupakan tindakan pengawasan dan
analisis yang dilakukan berdasarkan laporan berkala (regulatory
reports) yang disampaikan oleh Bank, informasi dalam bentuk
komunikasi lain serta informasi dari pihak lain. Sementara itu,
pengawasan langsung dilakukan dengan cara melakukan
pemeriksaan pada Bank untuk meneliti dan mengevaluasi tingkat
kepatuhan Bank terhadap ketentuan yang berlaku. Termasuk
dalam kedua jenis pendekatan pengawasan tersebut di atas
analisis kondisi Bank, saat ini dan diwaktu yang akan datang
(forward looking).

A. Pengawasan Normal

Pengawasan ini dilakukan terhadap Bank yang memenuhi


kriteria tidak memiliki potensi atau tidak membahayakan
kelangsungan usahanya. Umumnya, frekuensi pengawasan dan
pemantauan kondisi Bank dilakukan secara normal sedangkan
pemeriksaan terhadap jenis Bank ini dilakukan secara berkala atau
sekurang-kurangnya setahun sekali.

B. Pengawasan Intensif

Pengawasan intensif ini dilakukan Bank yang memenuhi yang


memiliki potensi kesulitan yang dapat membahayakan
kelangsungan usahanya. Langkah-langkah yang dilakukan Bank
Indonesia pada Bank dengan status Pengawasan Intensif, antara
lain:

10
1. Meminta Bank untuk melaporkan hal-hal tertentu kepada Bank
Indonesia.
2. Melakukan peningkatan frekuensi pengkinian dan penilaian
rencana kerja dengan penyesuaian terhadap sasaran yang
akan dicapai.
3. Meminta Bank untuk menyusun rencana tindakan sesuai
dengan permasalahan yang dihadapi.
4. Menempatkan pengawas dan atau pemeriksa Bank Indonesia
pada Bank, apabila diperlukan.

Bagi Bank dalam Pengawasan Intensif yang tidak menghasilkan


perbaikan kondisi keuangan dan manajerial dan berdasarkan
analisis Bank Indonesia diketahui bahwa Bank tersebut dapat
diklasifikasikan sebagai Bank yang memiliki kesulitan yang dapat
membahayakan kelangsungan usahanya, maka Bank tersebut
selanjutnya ditetapkan sebagai Bank dengan status Pengawasan
Khusus. Disamping itu, apabila diperlukan, intensitas pemeriksaan
langsung pada Bank pada umumnya meningkat terutama dalam
rangka memantau perkembangan kinerja berdasarkan komitmen
dan rencana perbaikan yang disampaikan manajemen Bank
kepada Bank Indonesia.

C. Pengawasan Khusus

Pengawasan terhadap bank yang dinilai mengalami kesulitan yang


membahayakan kelangsungan usahanya. Terhadap Bank dengan
status Pengawasan Khusus ini maka beberapa tindakan Bank
Indonesia yang diambil, antara lain:

1. Memerintahkan Bank dan atau pemegang saham Bank untuk


mengajukan rencana perbaikan permodalan (capital restoration
plan) secara tertulis kepada Bank Indonesia.

11
2. Memerintahkan Bank untuk memenuhi kewajiban
melaksanakan tindakan perbaikan (mandatory supervisory
actions).
3. Memerintahkan Bank dan atau pemegang saham Bank untuk
melakukan tindakan antara lain:
o mengganti dewan komisaris dan atau direksi Bank;
o menghapusbukukan kredit atau pembiayaan berdasarkan
Prinsip Syariah yang tergolong macet dan memperhitungkan
kerugian Bank dengan modal Bank;
o melakukan merger atau konsolidasi dengan bank lain;
o menjual Bank kepada pembeli yang bersedia mengambil alih
seluruh kewajiban Bank;
o menyerahkan pengelolaan seluruh atau sebagian kegiatan
Bank kepada pihak lain;
o menjual sebagian atau seluruh harta dan atau kewajiban
Bank kepada bank atau pihak lain; dan atau
o membekukan kegiatan usaha tertentu Bank.

Adapun larangan dan pembatasan bagi Bank dalam Pengawasan


Khusus, antara lain:

1. Bank dilarang melakukan pembayaran distribusi modal


(pembagian deviden atau pemberian bonus);
2. Bank dilarang melakukan transaksi dengan pihak terkait atau
pihak lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia;
3. Bank dikenakan pembatasan pertumbuhan aset;
4. Bank dilarang melakukan pembayaran terhadap pinjaman
subordinasi;
5. Bank dikenakan pembatasan kompensasi kepada pihak terkait;

Selain tindakan perbaikan Bank yang diwajibkan tersebut, Bank


Indonesia juga Bank yang telah ditetapkan dengan status Bank

12
dalam Pengawasan Khusus pada homepage Bank Indonesia.
Sebaliknya, dalam rangka keseimbangan informasi kepada publik,
maka apabila kondisi Bank membaik dan tidak terkategori sebagai
Bank dalam Pengawasan Khusus, maka Bank Indonesia juga akan
mengumumkannya.

Jangka waktu Bank dengan status Pengawasan Khusus adalah


paling lama tiga bulan bagi Bank yang tidak terdaftar pada Pasar
Modal atau enam bulan bagi Bank yang terdaftar pada Pasar Modal
(listed Banks). Jangka waktu tersebut dapat diperpanjang dan
perpanjangan dapat diberikan maksimal satu kali dan paling lama
tiga bulan. Pertimbangan perpanjangan tersebut terutama yang
berkaitan dengan proses hukum yang diperlukan antara lain
perubahan anggaran dasar, pengalihan hak kepemilikan, proses
perizinan, dan proses kaji tuntas oleh investor baru (due diligence).

Pada umumnya frekuensi dan intensitas pengawasan dan


pemeriksaan meningkat terutama dalam rangka memantau
perkembangan kinerja dan komitmen serta kewajiban Bank yang
diperintahkan oleh Bank Indonesia. Selanjutnya berdasarkan
analisis dan pemantauan dimaksud, apabila diketahui bahwa
kondisi Bank semakin memburuk, maka terdapat dua alternatif
resolusi Bank dimaksud, yaitu Bank diserahkan kepada BPPN
dengan status Bank Dalan Penyehatan (BDP) atau Bank Beku
Kegiatan Usaha.

13
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan terhadap aktifitas
penghimpunan dana masyarakat sesuai dengan Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan yakni
dengan mengatur dan mengawasi aktifitas Jasa Keuangan serta
memberikan perlindungan bagi konsumen jasa keuangan. OJK
mengatur aktifitas penghimpunan dana masyarakat dengan
menetapkan peraturan dan ketetapan di bidang Jasa Keuangan,
melaksanakan tugas pengawasan dengan menetapkan kebijakan
operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan,
mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan, melakukan
pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan konsumen,
dan tindakan lain terhadap Lembaga Jasa Keuangan , pelaku,
dan/atau penunjang kegiatan jasa, memberikan perintah tertulis

14
kepada Lembaga Jasa Keuangan dan/atau pihak tertentu,
menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan
pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan disektor
jasa keuangan memberikan dan/atau mencabut izin Perusahaan
Jasa Keuangan. Serta berkaitan dengan perlindungan hukum bagi
konsumen OJK berkewajiban memberikan informasi dan edukasi
keuangan kepada masyarakat, meminta Lembaga Jasa keuangan
untuk menghentikan kegiatannya apabila kegiatan tersebut
berpotensi merugikan masyarakat; dan tindakan lain yang dianggap
perlu

DAFTAR PUSTAKA
https://ojk.go.id/id/kanal/perbankan/Pages/Bank-dalam-pengawasan-
khusus.aspx

file:///C:/Users/admin/Downloads/4859-9453-1-SM.pdf

file:///C:/Users/admin/Downloads/BAB%20I%20(3)-1.pdf

https://www.telkomsel.com/jelajah/jelajah-lifestyle/apa-itu-ojk-fungsitugas-
dan-wewenang-di-industri-keuangan

15

Anda mungkin juga menyukai