Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

“ BI, OJK, dan Lembaga Penjamin (Case Method)”

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah :


Bank dan Lembaga Keuangan
Dosen Pengampuh : Bapak Masdar Ryketeng, S.Pd., M.Acc

Nama kelompok 2 :
1. Irna (220901501067)
2. Nur Syafika Rafid (220901501068)
3. Fitrianti (220901501069)
4. M. Naim Ridwan (220901501074)
5. Asma (220901502081)
6. Ananda Djafar (220901502084)
7. Zynta Fatimah Keisyalita ( 220901502138)

KELAS E
PRODI AKUNTANSI S-1
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
TAHUN AJARAN 2023-2024
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna
memenuhi tugas kelompok dari Bapak Masdar Ryketeng S.pd, M.Acc pada mata kuliah Bank
dan Lembaga Keuangan, dengan judul “BI, OJK, dan Lembaga Penjamin ( Case Method) ”.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan banyak
pihak yang dengan tulus memberikan saran dan kritik sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Kami juga mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak. Masdar Ryketeng S.pd,
M.Acc selaku dosen Bank dan Lembaga Keuangan yang telah memberikan tugas ini sehingga
dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu, kami
mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari
berbagai pihak. Kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
perkembangan dunia Pendidikan.

Makassar 1 September 2023

Kelompok 2

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................... 2


DAFTAR ISI.................................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ............................................................................................................ 4


1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................5

1.3 Tujuan ......................................................................................................................... 5


BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian OJK dan BI ................................................................................... 6
2.2 Tugas BI dan OJK ........................................................................................... 6
2.3 Fungsi BI dan OJK ................................................................................................. 9
2.4 Wewenang BI dan OJK ................................................................................. 10
2.5 Lembaga Penjamin ............................................................................................... 12
2.6 Pengertian Lembaga Penjamin Konvensional .................................................... 13
2.7 Lembaga Penjamin Syariah.................................................................................. 13
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN ............................................................................................ 16
STUDI KASUS .............................................................................................................. 17
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 19

3
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Terbentuknya OJK dilatarbelakangi oleh adanya kebutuhan untuk melakukan penataan
kembali lembaga-lembaga yang melaksanakan fungsi pengaturan dan pengawasan di sektor
jasa keuangan. Hal tersebut dilandasi oleh beberapa hal, yaitu: Amanat Undang-Undang,
Perkembangan Industri Keuangan, Konglomerasi Lembaga Jasa Keuangan, Perlindungan
Keuangan.

Pengalihan fungsi pengawasan perbankan setelah di bentunya UU OJK ini dimaksudkan


untuk memisahkan fungsi pengawasan perbankan dari bank sentral ke sebuah badan atau
lembaga yang independen di luar bank sentral.

Lembaga ini bersifat independen dalam menjalankan tugasnya dan kedudukannya berada
di luar pemerintah dan berkewajiban menyampaikan laporan kepada Badan Pemeriksa
Keuangan dan Dewan Perwakilan Rakyat.

Meskipun latar belakang pendirian lembaga pengawas jasa keuangan terpadu berbeda di
setiap negara, namun untuk melaksanakan fungsi pengawasan secara terintegrasi tersebut, OJK
telah siap melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai lembaga pengawas jasa
keuangan secara terintegrasi. Indonesia sudah pernah mengalami krisis keuangan dahsyat pada
1997-1998, yang disebabkan guncangan di sektor perbankan. Berdasarkan studi dan
pengalaman krisis tersebut, pemerintah menilai sistem pengawasan yang tepat bagi Indonesia
adalah terintegrasi, atau unified supervisory model. Meskipun secara umum sudah melepas
pengawasan bank ke OJK, tetapi BI masih punya peran. BI harus tetap memperoleh data-data
terkait perkembangan perbankan nasional sebagai dasar untuk menentukan arah kebijakan
moneter. BI juga tetap bekerja sama dengan OJK dalam hal pengawasan bank berdampak
sistemik yang bisa mempengaruhi seluruh sistem keuangan.

4
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian OJK dan BI?
2. Apa saja tugas BI dan OJK?
3. Apa saja fungsi BI dan OJK?
4. Apa saja wewenang BI dan OJK?
5. Apa pengertian Lembaga penjamin?
6. Apa pengertian Lembaga penjamin konvensional?
7. Apa itu Lembaga penjamin syariah?

1.3 Tujuan
1. Dapat mengetahui pengertian OJK dan BI
2. Dapat mengetahui apa saja tugas BI dan OJK
3. Dapat mengetahui apa saja fungsi BI dan OJK
4. Dapat mengetahui pengertian Lembaga penjamin
5. Dapat mengetahui pengertian Lembaga penjamin konvensional
6. Dapat mengetahui Lembaga penjamin syariah

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian OJK dan BI


Berdasarkan Undang- Undang OJK Nomor 21 Tahun 2011 Otoritas Jasa
Keuangan adalah lembaga negara yang dibentuk dan berfungsi menyelenggarakan
sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan keuangan di
dalam sektor jasa keuangan baik di sektor jasa Perbankan, Pasar Modal, dan sektor jasa
Industri Keuangan Non Bank atau IKNB seperti asuransi, dana pensiun, lembaga
pembiayaan dan lembaga jasa keuangan lainnya.Pengertian Otoritas Jasa Keuangan
menurut Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 Pasal 1, adalah
lembaga independen, yang mempunyai fungsi, tugas dan wewenang pengaturan,
pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan.

Berdasarkan ketentuan Pasal 4 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999


tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah terakhir dengan UndangUndang
Nomor 6 Tahun 2009, menjelaskan Bank Indonesia (BI) adalah Bank Sentral Republik
Indonesia. Bank Indonesia adalah lembaga negara yang independen, bebas dari campur
tangan Pemerintah dan/atau pihak lain kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur
dalam UU tentang Bank Indonesia.Sebagai lembaga yang independen, Bank Indonesia
(BI) memiliki otonomi penuh dalam pelaksanaan tugasnya. Disamping itu, untuk lebih
menjamin independensi tersebut, maka kedudukan Bank Indonesia berada di luar
Pemerintah.

2.2 Tugas BI dan OJK


BI Mempunyai tugas antara lain :
1. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter
Sebagai otoritas moneter, Bank Indonesia menetapkan dan
melaksanakan kebijakan moneter untuk mencapai dan memelihara kestabilan

6
nilai rupiah arah kebijakan didasarkan pada sasaran laju inflasi yang ingin
dicapai dengan memperhatikan berbagai sasaran ekonomi makro lainnya. baik
dalam jangka pendek, menengah, maupun panjang.
Implementasi kebijakan moneter dilakukan dengan menetapkan suku
bunga (BI Rate). Perkembangan indikator tersebut dikendalikan melalui peranti
moneter tidak langsung, yaitu menggunakan operasi pasar terbuka. Penentuan
tingkat diskonto, dan penetapan cadangan wajib minimum bagi perbankan.
Pendekatan pegendalian moneter secara tidak langsung ini telah dilakukan sejak
1983 dengan mekanisme operasional yang disesuaikan dengan dinamika
perkembangan pasar uang di dalam negeri.

2. Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran


Sesuai dengan Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia, salah satu tugas Bank Indonesia adalah mengatur dan menjaga
kelancaran sistem pembayaran. Di bidang sistem pembayaran Bank Indonesia
merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan dan
mengedarkan uang rupiah serta mencabut, menarik, dan memusnahkan uang
dari peredaran. Di sisi lain dalam rangka mengatur dan menjaga kelancaran
sistem pembayaran Bank Indonesia berwenang melaksanakan, memberi
persetujuan dan perizinan atas penyelenggaraan jasa sistem pembayaran seperti
sistem transfer dana baik yang bersifat real time, sistem kliring maupun sistem
pembayaran lainnya misalnya sistem pembayaran berbasis kartu.
Untuk mewujudkan suatu sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman,
dan andal, Bank Indonesia secara terus-menerus melakukan pengembangan
sesuai dengan acuan yang ditetapkan, yaitu Blue Print Sistem Pembayaran
Nasional Pengembangan tersebut direalisasikan dalam bentuk kebijakan dan
ketentuan yang diarahkan pada pengurangan risiko pembayaran antar-bank dan
peningkatan efisiensi pelayanan jasa sistem pembayaran.
Pada sistem pembayaran nontunai, saat ini penyediaan layanan jasa
pembayaran sebagian besar dilakukan oleh perbankan, baik melalui rekening
bank di Bank Indonesia, hubungan bilateral antarbank maupun melalui jaringan
internal bank yang dimilikinya. Di sisi peranti pembayaran secara historis
sistem pembayaran nontunai di Indonesia didominasi oleh peranti pembayaran
berbasis warkat, namun dalam perkembangannya piranti elektronik mulai
7
banyak berperan terutama sejak dioperasikannya sistem BI-RTGS pada bulan
November untuk penyelesaian transaksi bernilai besar atau urgent.
Sementara itu, dalam kaitannya dengan pengawasan sistem
pembayaran, Bank Indonesia memiliki tanggung jawab agar masyarakat luas
dapat memperoleh jasa sistem pembayaran yang efisien, cepat, tepat, dan aman.
Fungsi pengawasan sistem pembayaran ini berwenang untuk memberikan izin
operasional terhadap pihak yang menyelenggarakan kegiatan di bidang sistem
pembayaran dan untuk melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan
sistem pembayaran, baik yang dilakukan oleh Bank Indonesia maupun pihak
lain di luar Bank Indonesia.

3. Mengatur dan mengawasi bank.


Dalam rangka tugas mengatur dan mengawasi perbankan, Bank
Indonesia menetapkan peraturan, memberikan dan mencabut izin atas
kelembagaan atau kegiatan usaha tertentu dari bank, melaksanakan pengawasan
atas bank, dan mengenakan sanksi terhadap bank sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku. Dalam pelaksanaan tugas ini, Bank
Indonesia berwenang menetap kan ketentuan-ketentuan perbankan dengan
menjunjung tinggi prinsip kehati-hatian.
Berkaitan dengan kewenangan di bidang perizinan, selain memberikan
dan mencabut izin usaha bank, Bank Indonesia juga dapat memberikan izin
pembukaan, penutupan dan pemindahan kantor bank, memberikan persetujuan
atas kepemilikan dan kepengurusan bank, serta memberikan izin kepada bank
untuk menjalankan kegiatan-kegiatan usaha tertentu.
Di bidang pengawasan, Bank Indonesia melakukan pengawasan
langsung yang dilakukan, baik dalam bentuk pemeriksaan secara berkala
maupun sewaktu-waktu bila diperlukan. Pengawasan tidak langsung dilakukan
melalui penelitian, analisis dan evaluasi terhadap laporan yang
disampaikan oleh bank.

Tugas utama OJK antara lain :


1. Melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap
2. Kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan
3. Kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal

8
2.3 Fungsi BI dan OJK
Fungsi BI, antara lain :
1. Status dan Kedudukan Bank Indonesia sebagai Lembaga Negara yang Independen
Babak baru dalam sejarah Bank Indonesia sebagai Bank Sentral yang independen
dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dimulai ketika sebuah undang-undang
baru, yaitu UU No. 23/1999 tentang Bank Indone- sia, dinyatakan berlaku pada
tanggal 17 Mei 1999 dan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik
Indonesia No. 6/ 2009. Undang- undang ini memberikan status dan kedudukan sebagai
suatu lembaga negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya,
bebas dari campur tangan pemerintah dan/atau pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang
secara tegas diatur dalam undang-undang ini.
Bank Indonesia mempunyai otonomi penuh dalam merumuskan dan
melaksanakan setiap tugas dan wewenangnya sebagaimana ditentukan dalam undang-
undang tersebut. Pihak luar tidak dibenarkan mencampuri pelaksanaan tugas Bank
Indonesia, dan Bank Indonesia juga berkewajiban untuk menolak atau mengabaikan
intervensi dalam bentuk apa pun dari pihak mana pun juga.
Status dan kedudukan yang khusus tersebut diperlukan agar Bank Indonesia dapat
melaksanakan peran dan fungsinya sebagai otoritas moneter secara lebih
efektif dan efisien.

2. Status dan Kedudukan Bank Indonesia sebagai Badan Hukum Status Bank Indonesia
Status dan Kedudukan Bank Indonesia sebagai Badan Hukum Status Bank
Indonesia baik sebagai badan hukum publik maupun badan hukum perdata ditetapkan
dengan undang-undang sebagai badan hukum publik Bank Indonesia berwenang
menetapkan peraturan-peraturan hukum yang merupakan pelaksanaan dari undang-
undang yang mengikat seluruh masyarakat luas sesuai dengan tugas dan
wewenangnya.

Penghimpun dana, Untuk menjalankan fungsinya sebagai penghimpun dana, maka


bank memiliki beberapa sumber pendanaan yang secara garis besar ada 3 sumber,
yaitu :

9
• Dana yang bersumber dari bank sendiri yang berupa setoran modal waktu
pendirian
• Dana yang berasal dari masyarakat luas yang dikumpulkan melalui usaha
perbankan seperti usaha simpanan giro, deposito, dan tabungan
• Dana yang bersumber dari Lembaga Keuangan yang diperoleh dari pinjaman
dana yang berupa Kredit Likuiditas dan Call Money (dana yang sewaktu-
waktu dapat ditarik oleh bank yang meminjam) dan memenuhi persyaratan.
Mungkin Anda pernah mendengar beberapa bank dilikuidasi atau dibekukan
usahanya, salah satu penyebabnya adalah karena banyak kredit yang
bermasalah atau macet.
3. Penyalur dana, Dana yang terkumpul oleh bank disalurkan kepada masyarakat dalam
bentuk pemberian kredit, pembelian surat-surat berharga, penyertaan, pemilikan harta
tetap.
4. Pelayan jasa, Bank dalam mengemban tugas sebagai "pelayan lalu- lintas pembayaran
uang melakukan berbagai aktivitas kegiatan antara lain pengiriman uang, inkaso, cek
wisata, kartu kredit dan pelayanan lainnya.

Fungsi OJK :

OJK berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi


terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan sebagaimana diamanatkan
dalam pasal 5 Undang-Undang Nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.

2.4 Wewenang BI dan OJK


Wewenang BI :
Wewenang Bank Indonesia selaku Bank Sentral adalah alat untuk mengendalikan
inflasi. Operasi pasar terbuka dimana bank melakukan pembelian atau penjualan surat-
surat berharga, kebijakan inti akan berpengaruh pada peredaran uang, misalnya untuk
mengurangi laju inflasi bank melakukan penjualan surat-surat berharga kepada
masyarakat, hal ini akan berdampak pengurangan uang dari peredaran.

Wewenang yang dimiliki OJK adalah sebagai berikut :


Pasal 7, khusus terkait pengaturan dan pengawasan sektor perbankan yang meliputi :
1. Pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank yang meliputi:

10
a. Perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar,
rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia, merger,
konsolidasi dan akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank; dan
b. Kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk
hibridasi, dan aktivitas di bidang jasa.
2. Pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi:
a. Likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan modal
minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap
simpanan dan pencadangan bank;
b. Laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank;
c. Sistem informasi debitur;
d. Pengujian kredit (credit testing); dan
e. Standar akuntansi bank.

3. Pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank, meliputi :

a. Manajemen risiko;

b. Tata kelola bank;

c. Prinsip mengenal nasabah dan anti-pencucian uang

d. Pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan.

4. Pemeriksaan bank.

Pasal 8, terkait pengaturan lembaga jasa keuangan (bank dan non-bank) yang meliputi :

1. Menetapkan peraturan pelaksanaan undang-undang OJK;

2. Menetapkan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;

3. Menetapkan peraturan dan keputusan OJK;

4. Menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan;

5. Menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK;

6. Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis terhadap

Lembaga Jasa Keuangan dan pihak tertentu;

7. Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statuter pada

lembaga jasa keuangan;

11
8. Menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola, memelihara,

dan menata usahakan kekayaan dan kewajiban; dan

9. Menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.

Pasal 9, terkait pengawasan lembaga jasa keuangan (bank dan non-bank) meliputi:

1. Menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan;

2. Mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh Kepala

Eksekutif;

3. Melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan konsumen dan


tindakan lain terhadap lembaga jasa keuangan, pelaku, dan/ atau penunjang

kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-

undangan di sektor jasa keuangan;

4. Memberikan perintah tertulis kepada lembaga jasa keuangan dan/ atau pihak

tertentu;

5. Melakukan penunjukan pengelola statuter;

6. Menetapkan penggunaan pengelola statuter;

7. Menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan pelanggaran

terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;

8. Memberikan dan/atau mencabut izin usaha, izin orang perseorangan, efektifnya

pernyataan pendaftaran, surat tanda terdaftar, persetujuan melakukan kegiatan

usaha, pengesahan, persetujuan atau penetapan pembubaran dan penetapan lain.

2.5 Lembaga Penjamin


Lembaga Penjamin merupakan lembaga keuangan khusus yang berperan
mendorong kemandirian usaha dan pemberdayaan dunia usaha serta meningkatkan akses
bagi dunia usaha, khususnya Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dan koperasi
dan usaha prospektif lainnya kepada sumber pembiayaannya.
LPS adalah singkatan dari Lembaga Penjamin Simpanan. Lembaga Penjamin
Simpanan merupakan lembaga independen yang berfungsi untuk menjamin simpanan

12
nasabah perbankan di Indonesia, maka LPS ini dibuat untuk memberikan keamanan dan
kenyamanan terhadap masyarakat yang menitipkan simpanannya di bank. LPS menjamin
simpanan di bank sampai jumlah maksimum yang ditentukan sesuai aturan.
Fungsi LPS adalah :
• Menjamin simpanan nasabah penyimpanan
• Turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai
dengan kewenangannya

2.6 Pengertian Lembaga Penjamin Konvensional


Lembaga penjamin konvensional adalah entitas atau lembaga keuangan yang
beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip konvensional dalam memberikan jaminan atau
perlindungan tertentu kepada individu atau bisnis. Mereka menggunakan model bisnis dan
praktik keuangan yang umum diakui dalam industri keuangan konvensional.
Lembaga penjamin konvensional biasanya mengacu pada lembaga-lembaga atau
entitas yang menyediakan jaminan atau perlindungan konvensional dalam berbagai
bidang, seperti asuransi, jaminan kredit, atau penjaminan produk. Contoh lembaga
penjamin konvensional termasuk perusahaan asuransi, lembaga keuangan, dan lembaga
penjaminan kredit yang beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip konvensional dalam bisnis
mereka. Jaminan atau perlindungan yang mereka tawarkan didasarkan pada model bisnis
dan prinsip asuransi yang umum digunakan dalam industri keuangan.

2.7 Lembaga Penjamin Syariah


Lembaga penjamin syariah adalah badan atau lembaga yang bertanggung jawab
untuk mengawasi dan memastikan bahwa produk atau layanan keuangan yang ditawarkan
sesuai dengan prinsip-prinsip syariah dalam Islam. Tujuan utama lembaga penjamin
syariah adalah untuk melindungi kepentingan nasabah dan memastikan kepatuhan
terhadap aturan syariah.
a). Prinsip Penjaminan (Kafalah)
Perusahaan Penjaminan Syariah mempunyai 4 prinsip di dalam
melakukan kegiatan penjaminan syariah. Adapun 4 prinsip tersebut adalah :

1. Kelayakan Usaha

13
Penjaminan pembiayaan hanya diberikan apabila kreditur dan penjamin
pembiayaan berpendapat proposal/ proyek layak dibiayai. Apabila salah satu
pihak menyatakan tdak layak, maka tdak bisa diterbitkan penjaminannya.
2. Supplementary System
Penjaminan pembiayaan ini, merupakan pelengkap dari suatu pembiayaan.
Penjaminan pembiayaan diterbitkan setelah adanya akad pembiayaan antara
kreditur dan debitur.
3. Pelengkap Agunan Penjaminan pembiayaan diberikan kepada debitur yang
belum memenuhi persyaratan teknis perbankan termasuk dalam hal kecukupan
agunan (belum bankable).
4. Pembayaran Subrogasi
Subrogasi adalah pengalihan utang sejumlah klaim yang dibayar lembaga
penjamin pembiayaan kepada kreditur atas kemacetan pembiayaan kreditur, dari
yang semula utang debitur kepada kreditur menjadi utang debitur kepada lembaga
penjaminan pembiayaan. Penarikan subrogasi ini tetap menajadi tugas kreditur.

b). Landasan Hukum Penjaminan Syariah


Peraturan dari regulator (pemerintah) dan fatwa dari lembaga
keislaman, diantaranya :
1. Peraturan Presiden No. 2,Tahun 2008 Tentang Lembaga Penjaminan
2. Undang-undang Nomor 1 tahun 2016 tentang Penjaminan 3. Fatwa DSN MUI
Nomor 74/DSN-MUI/1/2009 tentang Penjaminan Syariah.
Dalam Peraturan Presiden nomor 2 Tahun 2008 dan Undang-Undang nomor 1
tahun 2016 tersebut dijelaskan lengkap mengenai ketentuan umum dan aturan-aturan
kelembagaan serta operasional dari perusahaan penjaminan termasuk penjaminan syariah.

c). Lembaga Penjaminan Syariah


Perusahaan Penjaminan Syariah adalah badan hukum yang bergerak di bidang
keuangan dengan kegiatan usaha utama melakukan Penjaminan Syariah. Perusahaan
penjaminan syariah dapat melakukan berbagai kegiatan usaha. Diantaranya :
1) Penjaminan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang
disalurkan oleh lembaga keuangan.
2) Penjaminan kredit dan/atau pinjaman atau pembiayaan berdasarkan prinsip
syariah yang disalurkan oleh koperasi simpan pinjam kepada anggotanya.
14
3) Penjaminan kredit dan/atau pinjaman atau pembiayaan berdasarkan prinsip
syariah program kemitraan yang disalurkan oleh badan usaha milik negara
dalam rangka program kemitraan dan bina lingkungan (PKBL).
4) Penjaminan atas surat utang.

Selain itu, perusahaan penjaminan syariah dapat melakukan kegiatan lainnya,


yaitu :
1) Penjaminan transaksi dagang.
2) Penjaminan pengadaan barang dan/atau jasa (surety bond)
3) Penjaminan bank garansi (kontra bank garansi).
4) Penjaminan surat kredit berdokumen dalam negeri (SKBDN).
5) Penjaminan letter of credit (L/C).
6) Penjaminan kepabeanan (custom bond).
7) Penjaminan lainnya setelah memperoleh persetujuan OJK
8) Jasa konsultasi manajemen terkait dengan kegiatan usaha penjaminan.
9) Penyediaan informasi/database terjamin terkait dengan kegiatan
usaha penjaminan.

15
BAB III

PENUTUPAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan Undang- Undang OJK Nomor 21 Tahun 2011 Otoritas Jasa Keuangan
adalah lembaga negara yang dibentuk dan berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan
pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan keuangan di dalam sektor jasa keuangan
baik di sektor jasa Perbankan, Pasar Modal, dan sektor jasa Industri Keuangan Non Bank atau
IKNB seperti asuransi, dana pensiun, lembaga pembiayaan dan lembaga jasa keuangan
lainnya.

Bank Indonesia adalah lembaga negara yang independen, bebas dari campur tangan
Pemerintah dan/atau pihak lain kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam UU
tentang Bank Indonesia.Sebagai lembaga yang independen, Bank Indonesia (BI) memiliki
otonomi penuh dalam pelaksanaan tugasnya. Disamping itu, untuk lebih menjamin
independensi tersebut, maka kedudukan Bank Indonesia berada di luar Pemerintah.

16
STUDI KASUS

Studi Kasus: Lembaga Penjamin Dana Simpanan (LPS) di Indonesia

Lembaga Penjamin Dana Simpanan (LPS) adalah contoh nyata dari lembaga
penjamin dalam industri perbankan di Indonesia. LPS didirikan pada tahun 2004 sebagai
tanggapan terhadap krisis keuangan di Asia pada tahun 1997-1998. Fungsi utama LPS
adalah melindungi dana nasabah yang disimpan di bank-bank yang menjadi anggotanya.
Berikut adalah contoh studi kasus:

Latar Belakang
Pada tahun 2020, Bank XYZ, salah satu bank besar di Indonesia, mengalami kesulitan
keuangan yang serius karena investasi yang buruk. Bank tersebut mulai mengalami
masalah likuiditas dan diambang kebangkrutan.

Langkah-langkah yang Diambil oleh LPS:


1. Pengawasan dan Evaluasi:
LPS sebagai lembaga pengawas, memantau situasi Bank XYZ secara ketat dan
melakukan evaluasi risiko yang mungkin timbul.
2. Penjaminan Dana Nasabah
Setelah dinyatakan bahwa Bank XYZ tidak dapat memenuhi kewajibannya
terhadap nasabahnya, LPS mengambil langkah-langkah untuk mengganti dana
nasabah yang disimpan di Bank XYZ sesuai dengan batas yang telah ditentukan,
seperti misalnya hingga Rp 2 miliar per nasabah.
3. Penyelamatan atau Likuidasi
LPS bekerja sama dengan otoritas terkait untuk menentukan apakah Bank
XYZ dapat diselamatkan atau harus dilikuidasi. Jika penyelamatan tidak
mungkin, LPS akan membantu dalam proses likuidasi bank.
4. Komunikasi ke Publik
Selama proses ini, LPS juga berkomunikasi secara aktif kepada publik untuk
memberikan informasi tentang status Bank XYZ dan tindakan yang diambil.

Hasil:

17
LPS berhasil memberikan perlindungan kepada nasabah Bank XYZ dengan
mengganti dana mereka sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Proses ini memberikan
keyakinan kepada masyarakat bahwa sistem perbankan Indonesia memiliki perlindungan
yang kuat terhadap risiko keuangan.

Studi kasus di atas menggambarkan peran penting lembaga penjamin dalam


melindungi dana nasabah dan stabilitas sistem keuangan. Peran serupa dimainkan oleh
lembaga penjamin di berbagai negara untuk memastikan kepercayaan dalam sektor
keuangan.

18
DAFTAR PUSTAKA

Bimo, W. A., & Tiyansyah, A. (2019). Peran Otoritas Jasa Keuangan dalam Mengawasi
Pinjaman Berbasis Teknologi Informasi (Fintech Lending). Moneter: Jurnal
Keuangan dan Perbankan, 7(1), 16-33.

Muchtar, P. (2016). Bank dan lembaga keuangan lain. Jakarta: Kencana.

Pinem, J. (2021). Kedudukan Hukum Bank Indonesia Sebagai Bank Sentral ditinjau dari
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009. Lex Privatum, 9(12).

Prof. Dr.Thamrin abdullah, M.pd.,M.M (2018). Bank & Lembaga Keuangan. Jakarta: Mitra
Wacana Media
Tiar Lina. S. & Ananda Dewi . N. F ( 2022). Bank Dan Lembaga Keuangan Non Bank. Jawa
Tengah: Pustaka Rumah Cinta
Tirta Segara (2019). Otoritas Jasa Keuangan.

19

Anda mungkin juga menyukai