Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

FUNGSI DAN PERANAN LEMBAGA KEUANGAN DAN LEMBAGA PENJAMIN


SIMPANAN

OLEH

1. ASTRI YUPLINSANI ITU : 2010030159

2. MICHAEL SANJU ADU : 2110030106

3. YOHANA ANGELINA LENDE : 2110030044

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


PROGRAM STUDI MANAJEMEN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Fungsi dan Peranan Lembaga
Keuangan dan Lembaga Penjamin Simpanan”. Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas
yang diberikan dalam mata kuliah Manajemen Lembaga Keuangan.
Kami menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang
membantu dalam menyelesaikan makalah ini, sehingga kami dapat menyelesaikannya dengan
baik. Dalam Penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis
penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Untuk itu, kritik dan
saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.

Kupang, 1 September 23

Kelompok 1

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 4
1.2 Rumusan Masalah 4
1.3 Tujuan 4

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi Lembaga Keuangan dan Lembaga Penjamin Simpanan 5
2.2 Bentuk-bentuk Lembaga Keuangan 6
2.3 Peran dan fungsi Lembaga Keuangan dan Penjamin Simpanan 11

STUDI KASUS
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan 13
3.2 Saran 13

DAFTAR PUSTAKA 14
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Didirikannya Lembaga Keuangan di Indonesia bertujuan untuk menunjang pembangunan
nasional dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi, pemerataan, dan stabilitas
nasional. Untuk mengatur jalannya usaha-usaha lembaga keuangan tersebut maka dibuatlah
sistem keuangan melalui undang-undang yang dibuat oleh pemerintah. Sebagai pelaksanaan
ketentuan yang tercantum di dalam pasal 55 Ketetapan MPRS Nomor XXIII/MPRS/1966 yang
berbunyi "Dalam rangka pengamanan keuangan negara pada umumnya dan pengawasan serta
penyehatan tata perbankan pada khususnya, maka segera harus ditetapkan Undang-Undang
Pokok Perbankan dan Undang-Undang Bank Sentral", maka dikeluarkanlah UU No.14 tahun
1967 tentang Undang-Undang Pokok Perbankan (terhitung berlaku mulai 1 Januari 1968) dan
UU No. 13 tahun 1968 tentang Bank Sentral. Perkembangan perekonomian nasional maupun
internasional yang bergerak begitu cepat serta kemajuan dan tantangan khususnya dalam bidang
teknologi informasi, ekonomi dan hukum yang semakin luas harus ditanggapi secara saksama
oleh sistem keuangan di Indonesia. Untuk itu pemerintah mengganti UU Pokok Perbankan
no.14 tahun 1967 dan mengeluarkan UU Pokok Perbankan yang baru yaitu UU No.7 Lembaga
Keuangan.
1.2 Rumusan masalah
1. Apa itu lembaga keuangan dan lembaga penjamin simpanan?
2. Apa saja bentuk-bentuk lembaga keuangan?
3. Bagaimana peranan lembaga keuangan dan lembaga penjamin simpanan?
1.3 Tujuan penulisan
1. Mengetahui pengertian lembaga keuangan dan lembaga penjamin simpanan
2. Mengetahui bentuk-bentuk lembaga keuangan
3. Mengetahui bagaimana peranan lembaga keuangan dan lembaga penjamin simpanan
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Lembaga Keuangan


a. Lembaga keuangan
Menurut Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 792 Tahun 1990 tentang
“Lembaga Keuangan", lembaga keuangan diberi batasan sebagai semua badan yang
kegiatannya di bidang keuangan, melakukan penghimpunan dan penyaluran dana kepada
masyarakat terutama guna membiayai investasi perusahaan. Harus diakui jika setiap negara
dalam membangun dan menggerakkan roda ekonominya membutuhkan peran lembaga
keuangan, terutama para pebisnis. Lembaga keuangan menurut Dahlan Siamat (1995:1) adalah
suatu badan usaha yang kekayaannya terutama dalam bentuk aset keuangan (financial assets)
atau tagihan-tagihan (claim) misalnya saham, obligasi, dibandingkan aset riil misalnya: gedung,
peralatan, dan bahan baku.. Kita boleh melihat jika negara yang aktivitas ekonominya tinggi.
Oleh karena itu lembaga keuangan yang berada di suatu negara harus selalu berada dalam
keadaan sehat, tidak hanya secara jangka pendek namun juga secara jangka panjang. Pentingnya
kesehatan lembaga keuangan, khususnya perbankan, dalam penciptaan sistem keuangan yang
sehat mempunyai beberapa alasan, antara lain sebagai berikut :
1. Keunikan karakteristik perbankan yang rentan terhadap serbuan masyarakat yang menarik
dana secara besar- besaran (bank runs) sehingga berpotensi merugikan deposan dan
kreditur bank.
2. Penyebaran kerugian di antara bank-bank sangat cepat effect sehingga berpotensi melalui
contagion effect sehingga menimbulkan sistem problem.
3. Proses penyelesaian bank-bank bermasalah membutuhkan dana dalam jumlah yang tidak
sedikit.
4. Hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap perbankan sebagai lembaga intermediasi akan
menimbulkan tekanan-tekanan dalam sektor perbankan (financial distress).
5. Ketidakstabilan sektor keuangan akan berdampak pada kondisi makro ekonomi, khususnya
dikaitkan dengan tidak efektifnya transmisi kebijakan moneter.
Pendapat tentang lima alasan ini bisa saja bertambah sesuai dengan analisis dari berbagai pihak
yang mengkaji. Artinya alasan ini dihubungkan dengan kondisi yang ada, misalnya berdasarkan
pengalaman pada masa krisis moneter terdahulu atau juga kondisi yang terjadi di berbagai
negara lainnya. Di mana semua itu menjadi alasan dalam memberikan pendapat.
b. Lembaga Penjamin Simpanan
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) adalah lembaga independen yang dibentuk
dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan,
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2009 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan
atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan menjadi
Undang-Undang. Di dalam perekonomian modern dewasa ini diperlukan suatu sistem
penyangga ekonomi yang kokoh sehingga dapat menumbuhkan kepercayaan para pelaku
ekonomi yang bernaung dibawahnya, dan yang menjadi salah satu tiang penyangganya adalah
LPS. Hal itu tercermin dari salah satu fungsi dari LPS yakni menjamin simpanan nasabah.
Dalam menjalankan fungsi untuk menjamin simpanan nasabah penyimpan, LPS bertugas
merumuskan dan menetapkan kebijakan pelaksanaan penjaminan simpanan dan melaksanakan
penjaminan simpanan. Sementara dalam menjalankan fungsi untuk turut aktif dalam
memelihara stabilitas sistem perbankan, LPS bertugas untuk merumuskan dan menetapkan
kebijakan dalam rangka turut aktif memelihara stabilitas sistem perbankan merumuskan,
menetapkan, dan melaksanakan kebijakan penyelesaian bank gagal (bank resolution) yang
tidak berdampak sistemik dan melaksanakan penanganan bank gagal yang berdampak
sistemik. Khusus untuk penyelesaian bank gagal yang tidak berdampak sistemik, salah satu
bentuk penyelesaiannya adalah melalui likuidasi atas bank gagal yang telah dicabut izin
usahanya oleh lembaga pengawas perbankan, yaitu Otoritas Jasa Keuangan. Pelaksanaan
likuidasi bank gagal tersebut dilakukan oleh tim likuidasi yang dibentuk LPS. Setelah proses
likuidasi selesai, maka tim likuidasi menyampaikan neraca akhir likuidasi dan
mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada LPS. Sejak pencabutan izin usaha
bank sampai dengan selesainya proses likuidasi bank yang dicabut izin usahanya, LPS dan
pihak lain yang berkepentingan terhadap proses likuidasi memerlukan informasi mengenai
potensi pengembalian yang akan diterima.
2.2 Bentuk-bentuk Lembaga Keuangan
Dalam kenyataannya, kegiatan pembiayaan lembaga keuangan bisa diperuntukkan bagi
investasi perusahaan, kegiatan konsumsi, serta kegiatan distribusi barang dan jasa. Masyarakat
mengenal lembaga keuangan dalam 2 bentuk yaitu :
a. Lembaga keuangan bank
Lembaga keuangan depositori menjalankan kegiatan penghimpunan dana secara langsung dari
masyarakat dalam bentuk simpanan (deposits) -- giro, tabungan, atau simpanan berjangka:
menerbitkan sertifikat deposito, dan memberikan jasa-jasa dalam as pembayaran (transfer,
kliring dsb). Yang dapat dikelompokkan ke dalam lembaga deposit lalah bank umum dan Bank
Perkreditan Rakyat karena hanya bank-bank inilah yang dapat menjalankan fungsi-fungsi
tersebut yaitu: menarik dana secara langsung dan menyalurkannya kembali terutama dalam
bentuk kredit. Sementara di Juar negeri, Amerika Serikat misalnya, di samping bank umum
(commercial banks), juga dapat dimasukkan savings and loan ass ion dan credit union dalam
kelompok lembaga depositori yang disebut sebagai thrift ih Lembaga ini pada dasarnya
menghimpun dana dari dan menyalurkannya kembali kepada anggotanya. Jasa dan Fungsi
Perbankan Publik sudah mengenal jasa perbankan sebagai tempat untuk mempertemukan
mereka yang surplus finansial dan defisit finansial. Namun sebenarnya ada banyak jasa lain
yang diberikan oleh bank yang belum diketahui oleh publik. Jasa perbankan lainnya antara lain
meliputi :
1. Jasa Pemindahan Uang (Transfer)
2. Jasa Penagihan (Inkaso)
3. Jasa Kliring (Clearing)
4. Jasa Penjualan Mata Uang Asing (Valas)
5. Jasa Safe Deposit Box
6. Traveller's Cheques
7. Bank Card
8. Bank Draft
9. Letter of Credit (L/C)
10. Bank Garansi dan Referensi Bank
11. Serta jasa bank lainnya.
b. Lembaga keuangan bukan bank
Di beberapa negara, lembaga keuangan non depositori sering juga disebut non bank financial
institutions (NBFI) atau NDFI (non depository financial institutions). Lembaga keuangan yang
masuk dalam kelompok ini adalah semua lembaga keuangan yang kegiatan usahanya tidak
melakukan penarikan dana secara langsung sebagaimana halnya yang dilakukan oleh lembaga
depositori ataubank-bank. NBFI dapat diklasifikan ke dalam controctual financial institutions,
investment finance companies, dan lembaga keuangan non bank lainnya.
a. Contractual institutions adalah lembaga keuangan yang menarik dana dari masyarakat
dengan menawarkan kontrak untuk memproteksi penabung terhadap risiko ketidakpastian,
misalnya: polis asuransi bagi perusahaan asuransi dan program pensiun bagi dana pensiun.
Kelompok lembaga keuangan non bank ini di Indonesia adalah perusahaan asuransi
kerugian, perusahaan asuransi jiwa, asuransi sosial, Jamsostek dan dana pensiun.
b. Investment institutions adalah lembaga keuangan yang usahanya sangat terkait dengan
kegiatan dipasar modal, baik sebagai penyedia jasa-jasa dalam transaksi di pasar modal
maupun melakukan langsung investasi untuk kepentingan portofolionya. Lembaga
keuangan jenis ini dapat disebutkan antara lain: perusahaan efek (securities company) dan
investment company. Perusahaan efek pada dasarnya adalah pihak yang memberikan jasa-
jasa penjaminan emisi (underwriting), perantara (brokerage), pelaku perdagangan efek
(dealer), dan pengelolaan investasi (investment management). Sementara itu, perusahaan
investasi umumnya melakukan kegiatan dalam reksa dana. Di beberapa negara, kegiatan
yang dilakukan oleh perusahaan efek dan investment company ini sering juga disebut
sebagai kegiatan investment bank.
c. Finance companies adalah lembaga keuangan yang memiliki bidang usaha dan
menyediakan beberapa jenis pembiayaan. Perusahaan pembiayaan (finance company) di
Indonesia, menurut peraturan yang berlaku, melakukan usaha pembiayaan dalam bidang
sewaguna usaha (leasing), anjak piutang (factoring), pembiayaan konsumen, dan Kiitu
kredit. Karena perusahaan ini menawarkan berbagai jenis pembiayaan, maka sering juga
disebut dengan multi finance company.
d. Lembaga keuangan non depositori lainnya.
Selain lembaga keuangan yang disebutkan diatas, jasa-jasa pembiayaan dengan cara gadai
saat ini semakin berkembang. Pegadaian telahmenjadi salah satu pemain yang patut
dipertimbangkan dalam konstelasi sistem keuangan Indonesia. Peran pegadaian mengalami
peningkatan yang amat pesat memasuki dekade 1990-an. Peningkatan ini terjadi sejalan
dengan perubahan pola dan strategi manajemen operasinya terutama yang berkaitan dengan
peningkatan kualitas pelayanan dan penciptaan beberapa produk baru (product
development) dan yang terpenting adalah peningkatan kualitas sumber daya manusianya.
Kedua Lembaga ini telah begitu dirasakan manfaatnya oleh masyarakat sebagai pemecah solusi
dari setiap masalah yang timbul. Untuk lebih jelasnya bagaimana kegiatan antara bank dan non
bank tersebut dapat kita lihat pada tabel di berikut ini :
Tabel 1.1 Perbandingan Lembaga Keuangan Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank

Lembaga Keuangan
Kegiatan
Bank Bukan bank
Penghimpun  Hanya secara tidak langsung
dana  Secara langsung berupa simpanan dana
dari masyarakat (terutama
masyarakat (tabungan, giro, deposito)
melalui kertas berharga, dan
 Secara tidak langsung dari masyarakat bisa juga dari penyertaan,
(kertas berharga, pernyataan, pinjaman/kredit dari lembaga
pinjaman/kredit dari lembaga lainnya lain)

 Untuk tujuan modal kerja, investasi, dan  Terutama untuk tujuan


konsumsi investasi
 Terutama kepada badan
 Kepada badan usaha dan individu
usaha
 Terutama untuk jangka
 Untuk jangka pendek, menengah dan
menengah dan jangka
jangka panjang
panjang

Secara praktis kedua lembaga keuangan ini sama-sama bertugas sebagi agent of development.
Artinya keputusan dan peran mereka bukan semata-mata untuk mengejar profit, namun lebih
dari itu yaitu sebagai pendorong pembangunan.
2.3 Peran dan Fungsi Lembaga Keuangan dan Lembaga Penjamin Simpanan
a. Peran Lembaga Keuangan Dalam Proses Intermediasi
Intermediasi keuangan adalah proses pembelian dana dari unit surplus (penabung) untuk
selanjutnya disalurkan kembali kepada unit defisit (peminjam), yang terdiri dari sektor
usaha, pemerintah dan individu/rumah tangga. Dengan kata lain, intermediasi keuangan
merupakan kegiatan pengalihan dana dari penabung (lenders) kepada peminjam (borrowers).
Pengalihan ini dilakukan oleh lembaga keuangan sebagai lembaga intermediasi. Lembaga
keuangan memiliki peran pokok dalam proses pengalihan dana dalam perekonomian. Proses
intermediasi dilakukan oleh lembaga keuangan dengan cara membeli sekuritas primer yang
diterbitkan oleh unit defisit dan dalam waktu yang sama mengeluarkan sekuritas sekunder
kepada penabung atau unit surplus. Sekuritas primer antara lain dapat berupa saham,
obligasi, commercial paper, perjanjian kredit, dan sebagainya. Sementara sekuritas sekunder
dapat berupa simpanan dalam bentuk giro, tabungan, deposito berjangka, sertifikat deposito,
polis asuransi, reksa dana, dan sebagainya. Bagi penabung simpanan tersebut merupakan
aset finansial (financial assets), sedangkan bagi bank merupakan utang (financial liabilities).
Selanjutnya, sekuritas sekunder tersebut dapat dialihkan menjadi aset finansial, misalnya
dengan cara memberi pinjaman kepada unit defisit atau dengan membeli surat-surat berharga
di pasar uang dan pasar modal. Lembaga keuangan sebagai lembaga intermediasi memiliki
peran yang sangat strategis dalam proses intermediasi keuangan sebagai berikut:
1. Pengalihan aset (asset transmutation)
Lembaga keuangan depositori memiliki aset dalam bentuk “janji-janji untuk membayar”
oleh debitur. Bentuk janji-janji tersebut pada dasarnya adalah kredit yang diberikan
kepada unit defisit dengan jangka waktu tertentu sesuai dengan kebutuhan dan
kesepakatan dengan peminjam. Lembaga diatur menurut kebutuhan penabung.
Lembaga keuangan dibagi menjadi keinginan nasabah penabung dan debitur. Proses
pengalihan kewajiban finansial oleh lembaga keuangan jadi Bank menjadi aset finansial
disebut transmutasi kekayaan atau asser transmutation.
2. Realokasi pendapatan (income realocation) dan menyimpan barang, misalnya: rumah,
tanah, sekunder yang dikeluarkan lembaga keuangan, reksa dana, program pensiun, dan
sebagainya, aset dengan alternatif pertama dan risiko kerugiannya juga asuransi jiwa,
likuid dibandingkan relatif sangat kecil.

b. Peran dan fungsi lembaga penjamin simpanan


Dalam menjalankan fungsi untuk menjamin simpanan nasabah penyimpan, LPS bertugas
merumuskan dan menetapkan kebijakan pelaksanaan penjaminan simpanan dan
melaksanakan penjaminan simpanan. Sementara dalam menjalankan fungsi untuk turut
aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan. LPS memiliki dua fungsi yaitu:
1. Menjamin simpanan nasabah penyimpanan;
2. Turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan
kewenangannya.
STUDI KASUS I

Satu tahun setelah beroperasinya OJK tepatnya pada tahun 2006, Lembaga Penjamin
Simpanan melakukan analisis terhadap beberapa Bank Perkreditan Rakyat dengan status
dalam pengawasan khusus guna menentukan tindakan atau langkah yang tepat yang akan
diambil Lembaga Penjamin Simpanan terhadap Bank Perkreditan Rakyat tersebut. Untuk
dapat menyajikan data dan informasi terkini mengenai kondisi bank dalam pengawasan
khusus, Lembaga Penjamin Simpanan melakukan kordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan
selaku lembaga pembina dan pengawas perbankan di Indonesia. Dalam melakukan analisis
penanganan bank gagal, Lembaga Penjamin Simpanan berkordinasi dengan Otoritas Jasa
Keuangan dan melakukan due diligence ke bank yang bersangkutan untuk memperoleh
kondisi dan data/informasi terkini, melakukan analisis terhadap permasalahan bank secara
menyeluruh, membuat perhitungan cost lower test, membuat rekomendasi sebagai bahan
pertimbangan dalam memutuskan penyelamatan bank gagal. Pada tahun 2018, terdapat satu
bank umum yang mendapat izin perubahan kegiatan usaha dari Bank Umum Konvensional
menjadi Bank Umum Syariah, yaitu PT. Bank NTB. Sementara, disisi lain terdapat 6 BPR
yang mendapat izin usaha baru, 7 BPR dicabut izin usahanya, dan 28 BPR melakukan
penggabungan usaha. Guna memberitahukan pelaksanaan pembayaran klaim penjaminan
simpanan layak bayar, maka Lembaga Penjamin Simpanan menyampaikan pengumuman
yang ditempel di Tempat Tim Likuidasi BPR bekerja dengan tujuan agar informasi tersebut
dapat diketahui oleh nasabah yang bersangkutan. Materi pengumuman selain dimulainya
pembayaran, juga informasi tentang syarat pengajuan klaim, antara lain nasabah datang ke
bank pembayar membawa dan menyampaikan bukti kepemilikan simpanan, bukti identitas
diri, mengisi dan menyerahkan formulis yang dipersyaratkan dan menyampaikan keterangan
dan/pernyataan pihak bank/tim likuidasi.

STUDI KASUS II
Dilansir dari Detik.com Jakarta - Kasus Bank Century mencuat ketika Pemerintah melalui
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS menyuntikkan modal sebesar Rp 6,76 triliun untuk
menyelamatkan bank tersebut. Jumlah ini menjadi begitu besar dan menarik perhatian
masyarakat karena dana penyelamatan Bank Century semula diperkirakan hanya sebesar
Rp 632 miliar. Kenaikan jumlah ini mengakibatkan berbagai tudingan kepada Bank
Indonesia (BI) dan Departemen Keuangan sebagai penentu kebijakan penyelamatan Bank
Century pada 20 November 2008 melalui Komite Stabilitas Sistem Keuangan. Dari kasus
ini isu utama yang dipermasalahkan adalah mengenai tepat atau tidaknya keputusan
penyelamatan Bank Century oleh Pemerintah pada November 2008. Pemerintah melalui BI
dan Departemen Keuangan berpendapat bahwa penyelamatan Bank Century melalui
suntikan dana tersebut sudah tepat dengan alasan untuk menghindari risiko sistemik yang
mungkin timbul dari ditutupnya bank tersebut sehingga dikhawatirkan terulangnya kembali
krisis keuangan seperti tahun 1998. lalu. Atas keputusan ini banyak pihak menilai bahwa
keputusan menyelamatkan Bank Century tidak tepat. Selain menggunakan uang negara yang
merupakan uang rakyat alasan mengenai kemungkinan terjadinya risiko sistemik kurang bisa
dipertanggungjawabkan. Menurut pihak yang tidak setuju dengan penyelamatan bank ini
ditutupnya Bank Century tidak akan mengganggu kestabilan sistem perbankan negara kita
karena secara market share Bank Century hanya mempunyai mencakup 0,1% jumlah
nasabah perbankan di Indonesia. Selain itu aset Bank Century hanya berjumlah 0,3% dari
total aset perbankan Indonesia. Melihat potensi kerugian yang begitu besar diperlukan
langkah-langkah yang tepat guna mencegah atau meminimalisir akibat terjadinya systemic
risk. Hal-hal yang bisa dilakukan antara lain menyusun langkah-langkah antisipasi dalam
rangka pengelolaan risiko dan perbaikan pada sistem perbankan dan keuangan Negara ini.
Selama ini sistem keuangan dan perbankan kita masih mengacu kepada UU Bank Indonesia
dan UU Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). RUU Jaring Pengaman Sektor Keuangan
(JPSK) yang diajukan oleh Pemerintah sejak April 2008 masih mengalami jalan buntu dalam
pengesahannya. RUU JPSK ini disiapkan Pemerintah setelah krisis keuangan di Amerika
terbukti berpengaruh besar bagi perekonomian dunia. Selain mengatur hal-hal yang umum
dalam hal pengelolaan risiko peraturan ini diharapkan mampu menjadi dasar hukum yang
kuat bagi langkah-langkah yang ditempuh oleh Pemerintah. Peraturan ini juga harus memuat
berbagai kewenangan yang jelas kepada pejabat Negara yang berhak mengambil keputusan
terkait proses pengelolaan risiko sistem perbankan. Dengan demikian perangkat analisis dan
peraturan yang baik diharapkan bisa mengurangi polemik dan potensi risiko sehingga kasus
seperti Century tidak terjadi lagi di masa yang akan datang.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Lembaga keuangan merupakan badan usaha yang mengumpulkan aset dalam benuk dana dari
masyarakat dan disalurkan untuk pendanaan proyek pembangunan serta kegiata ekonomi
dengan memperoleh hasil dalam bentuk bunga sebesar presentase tertentu dan besarnya dana
yang disalurkan. Sekalipun perbankan konvensional telah menjadi bagian utama dalam
menjalankan roda ekonomi namun masih banyak kalangan ulama menyatakan bahwa bunga
yang diperoleh dari aktivitas perbankan tidak sesuai dengan ajaran islam. Lembaga keuangan
merupakan bagian utama dari sistem keuangan dalam ekonomi modern yang melayani
masyarakat keuangan. Lembaga keuangan utama adalah bank dengan bantuan lembaga
keuangan dalam jumlah besar. Secara lembaga keuangan berperan sebagai lembaga karena
peran mereka telah dianggap sangat sistematis dan urgen.
3.2 Saran
Saran ini kami tujukan kepada masyarakat pada umumnya bahwa perbankan adalah rekan
yang paling tepat untuk investasi. Dalam prakteknya transaksi dengan bank akan lebih
mudah dan praktis dibandingkan dengan model investasi lain. Seperti telah dijelaskan pada
Bab pembahasan bahwa melakukan penyimpanan di bank juga mendapatkan jaminan dari
lembaga pemerintah yaitu Lembaga Penjamin Simpanan.
DAFTAR PUSTAKA

Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya Oleh Hj, Nunung Nurhayati, Meddy Nurpratama,
Agus Yudianto, Penerbit Lindan Bestari. 2020
https://lps.go.id PLPS 4 2019 lampiran.

Anda mungkin juga menyukai