Anda di halaman 1dari 27

LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH

OTORITAS JASA KEUANGAN ( OJK )

Oleh :

Desvira Amalia
2013 073 0388

EKONOMI PERBANKAN ISLAM


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2015
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, Allah SWT atas segala
limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga kami dapat
menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang
sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu
acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam administrasi pendidikan
dalam profesi keguruan.

Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan


pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk
maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.

Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami
miliki sangat kurang. Oleh kerena itu kami harapkan kepada para pembaca
untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan makalah ini.

Yogyakarta, 7 januari 2015

Penyusun
BAB 1
Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Berdasarkan Pasal 34 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas


Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia(BI), pemerintah diamanatkan
membentuk lembaga pengawas sektor jasa keuangan yang independen, selambat-lambatnya
akhir tahun 2010. Lembaga ini bertugas mengawasi industri perbankan, asuransi, dana
pensiun, pasar modal, modal ventura, dan perusahaan pembiayaan, serta badan-badan lain
yang menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat.
Alasan pembentukan OJK ini antara lain makin kompleks dan bervariasinya produk jasa
keuangan, munculnya gejala konglomerasi perusahaan jasa keuangan, dan globalisasi industri
jasa keuangan. Disamping itu, salah satu alasan rencana pembentukan OJK adalah karena
pemerintah beranggapan bahwa BI, sebagai Bank Sentral telah gagal dalam mengawasi sekor
perbankan. Kegagalan tersebut dapat dilihat pada saat krisis ekonomi yang melanda
Indonesia mulai pertengahan tahun 1997, dimana sebanyak 16 bank dilikuidasi pada saat itu.
Tujuan OJK dibentuk antara lain agar keseluruhan kegiatan didalam sector jasa keuangan
terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel mampu mewujudkan sistem
keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil dan mampu melindungi kepentingan
konsumen dan masyarakat.
Disamping itu tujuan pembentukan OJK ini agar BI fokus kepada pengelolaan moneter
dan tidak perlu mengurusi pengawasan bank karena bank itu merupakan sektor
perekonomian.
Jika dilihat sedikit kebelakang, sejarah pembentukan lembaga yang independen ini
terbilang sulit dan penuh dengan tantangan. Bahkan untuk melahirkan pengawasan sistem
keuangan inipun membutuhkan waktu hingga 12 tahun sampai lembaga ini lahir.
Adapun kronologis lahirnya OJK dapat dijabarkan pada tahun 1999, pasca krisis ekonomi
yang melumpuhkan industri perbankan pada tahun 1997-1998, pemerintah langsung
berbenah. Gagasan pembentukan otoritas, dimasukkan dan menjadi perintah UU Nomor 23
Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.
BAB 2
Pembahasan

2.1 Pengertian

Menurut para pakar ekonomi:

1. Menkeu Agus Martowardojo: Pembentukan OJK diperlukan guna mengatasi


kompleksitas keuangan global dari ancaman krisis. Di sisi lain, pembentukan OJK
merupakan komitmen pemerintah dalam reformasi sektor keuangan di Indonesia.
2. Fuad Rahmany: menyatakan bahwa OJK akan menghilangkan
penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) yang selama ini cenderung muncul. Sebab
dalam OJK, fungsi pengawasan dan pengaturan dibuat terpisah.
3. Darmin Nasution: OJK adalah untuk mencari efisiensi di sektor perbankan,
pasar modal dan lembaga keuangan. Sebab, suatu perekonomian yang kuat, stabil, dan
berdaya saing membutuhkan dukungan dari sektor keuangan.
Deputi Gubernur BI Muliaman D Hadad: terdapat empat pilar sektor keuangan
global yang menjadi agenda OJK. Pertama, kerangka kebijakan yang kuat untuk
menanggulangi krisis. Kedua, persiapan resolusi terhadap lembaga-lembaga keuangan
yang ditengarai bisa berdampak sistemik. Ketiga, lembaga keuangan membuat surat
wasiat jika terjadi kebangkrutan sewaktu-waktu dan keempat transparansi yang harus
dijaga.

Di Indonesia mungkin kata-kata tentang OJK mungkin belum banyak kita kenal. OJK
adalah singkatan dari Otorisasi Jasa Keuangan, sebelum mengenal lebih lanjut tentang
OJK kita harus lebih dahulu mengerti apa yang dimaksud dengan Jasa Keuangan. Jasa
keuangan secara umum adalah istilah yang digunakan untuk merujuk jasa yang
disediakan oleh industry atau organisasi keuangan salah satu bentuk perusahaan yang
menyediakan jasa keuangan adalah bank, asuransi, kartu kredit dan sekuritas. Sejarah
singkat mengenai Jasa Keuangan, dapat dilihat kembali dari perkembangan di amerika
serikat sejak dikeluarkannya Gramm-Leach-Bliley Act pada akhir tahun 1990 yang
memungkinkan perusahaan yang beroperasi di industry keuangan AS untuk bergabung
Sedangkan yang dimaksud dengan OJK sendiri kita dapat mellihatnya pada UU no 21
tahun 2011. Menurut Kepala Biro Perasuransian Badan Pengawas Pasar Modal dan
Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) Isa Rachmatarwata dengan pembentukan OJK
diharapkan dapat berperan sebagai badan pengawas industry keuangan yang bersifat
netral dan konsisten dalam menjalankan aturan yang berlaku.Undang-Undang Nomor 21
Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, Pasal 1,menyatakan :
“Otoritas Jasa Keuangan,yang selanjutnya disingkat dengan OJK, adalah lembaga
yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi,
tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. “
Dengan kata lain, dapat diartikan bahwa Otoritas Jasa Keuangan adalah sebuah lembaga
pengawasan jasa keuangan seperti industri perbankan, pasar modal, reksadana,
perusahaan pembiayaan, dana pensiun dan asuransi. Pada dasarnya UU tentang OJK ini
hanya mengatur mengenai pengorganisasian dan tata pelaksanaan kegiatan keuangan dari
lembaga yang memiliki kekuasaan.
Didalam pengaturan dan pengawasan terhadap sektor jasa keuangan. Oleh karena itu,
dengan dibentuknya OJK diharapkan dapat mencapai mekanisme koordinasi yang lebih
efektif didalam penanganan masalah-masalah yang timbul didalam sistem keuangan.
Dengan demikian dapat lebih menjamin tercapainya stabilitas sistem keuangan dan
adanya pengaturan dan pengawasan yang lebih terintegrasi

2.2 Fungsi dan Tujuan

Fungsi OJK

1. Mengawasi aturan main yang sudah dijalankan dari forum stabilitas keuangan
2. Menjaga stabilitas sistem keuangan
3. Melakukan pengawasan non-bank dalam struktur yang sama seperti sekarang
4. Pengawasan bank keluar dari otoritas BI sebagai bank sentral dan dipegang oleh
lembaga baru

Tujuan dalam pembentukan OJK

1. Untuk mencapainya, BI dalam melaksanakan kebijakan moneter secara


berkelanjutan, konsisten, dan transparan dengan mempertimbangkan kebijakan
umum pemerintah di bidang perekonomian.
2. Mengatasi kompleksitas keuangan global dari ancaman krisis.
3. Menciptakan satu otoritas yang lebih kuat dengan memiliki sumber daya manusia
dan ahli yang mencukupi

OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap:

1. Kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan;


2. Kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal; dan
3. Kegiatan jasa keuangan di sektor Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga
Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.

Dalam menjalankan tugas pengaturan dan pengawasan, OJK mempunyai wewenang:

 Perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar, rencana
kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia, merger, konsolidasi
dan akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank; dan
 Kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk hibridasi,
dan aktivitas di bidang jasa;
 Pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi: likuiditas,
rentabilitas, solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan modal minimum, batas
maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap simpanan, dan pencadangan
bank; laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank; sistem
informasi debitur; pengujian kredit (credit testing); dan standar akuntansi bank;
 Pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank, meliputi:
manajemen risiko; tata kelola bank; prinsip mengenal nasabah dan anti pencucian
uang; dan pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan; dan
pemeriksaan bank.
 Menetapkan peraturan dan keputusan OJK;
 Menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan;
 Menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK
 Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis terhadap
Lembaga Jasa Keuangan dan pihak tertentu;
 Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statuter pada
Lembaga Jasa Keuangan;
 Menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola, memelihara, dan
menatausahakan kekayaan dan kewajiban; dan
 Menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
 Menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan;
 Mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh Kepala
Eksekutif;
 Melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan Konsumen, dan
tindakan lain terhadap Lembaga Jasa Keuangan, pelaku, dan/atau penunjang
kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-
undangan di sektor jasa keuangan;
 Memberikan perintah tertulis kepada Lembaga Jasa Keuangan dan/atau pihak
tertentu;
 Melakukan penunjukan pengelola statuter;
 Menetapkan penggunaan pengelola statuter;
 Menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan pelanggaran
terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan; dan
 Memberikan dan/atau mencabut: izin usaha, izin orang perseorangan, efektifnya
pernyataan pendaftaran, surat tanda terdaftar, persetujuan melakukan kegiatan
usaha, pengesahan, persetujuan atau penetapan pembubaran dan penetapan lain.

2.3 Visi dan Misi OJK

VISI
Visi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah menjadi lembaga pengawas industri jasa
keuangan yang terpercaya, melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat, dan
mampu mewujudkan industri jasa keuangan menjadi pilar perekonomian nasional
yang berdaya saing global serta dapat memajukan kesejahteraan umum.

MISI
Misi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah:

1. Mewujudkan terselenggaranya seluruh kegiatan di dalam sektor jasa keuangan


secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel;
2. Mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil;
3. Melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.

2.4 Pembiayaan OJK

penetapan besaran
pungutan dilakukan dengan
tetap memperhatikan
kemampuan pihak yang
melakukan kegiatan di pembiayaan dari APBN
sektor jasa keuangan diperlukan pada saat
bersumber dari APBN pungutan dari pihak yang
dan pungutan dari pihak melakukan kegiatan di
yang melakukan kegiatan industri jasa keuangan
di sektor jasa keuangan belum dapat
mendanaiseluruh
kegiatan OJK secara
mandiri

anggaran
OJK
Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan ( FKSSK )

DPR Presiden

Keputusan Pencegahan dan Rekomendasi Pencegahan


penanganan krisis dan Penanganan krisis

ketua OJK Ketua BI Menteri Ketua LPS


keuangan

Pertukaran Pertukaran
informasi informasi
BI OJK LPS KEMKEU

moneter, sistem program


pembayaran, perbankan, penjaminan, bendahara negara
kebijakan pasarmodal,IKNB penyelesaian dan dan otoritas fiskal
macroprudential penanganan

2.5 Implementasi UU No.21 tahun 2011 tentang OJK

Pembentukan OJK adalah pelaksanaan amanah yang diatur dalam UU bank


Indonesia. OJK didirikan berdasarkan UU No.21 tahun 2011 tanggal 22/11/2011. Apa
yang mempertimbangkan penting pendirian OJK (daripenjelasan UU OJK) :
1.sistem keuangan dan selr=uruhkegiatan jasa keuangan yang menjalankan fungsi
intermediasi bagi berbagai kegiatan produktif di dalam perekonomian nasional
memiliki peran sangat strategisdalam system ekonomi
2. negaramemberikan perhatian serius terhadap perkembangan kegiatan sector jasa
keuangan, dengan mengupayakan terbentuknya kerangka peraturan dan pengawasan
sector jasa keuangan yang terintegrasi dan komprehensif
3. proses globalisasi system keuangan, pesatnya kemajuan di bidang IT serta inovasi
financial menciptakan system keuangan yang sangat kompleks, dinamis, dan saling
terkait antara sub sector keuangan baik dalam hal produk maupun kelembagaan.
4. konglomerasi danketerkaitan kepemilikan telah menambah kompleksitas transaksi
dan interaksi antar lembaga jasa keuangan di dalam system keuangan
5. problem moral hazard, belum optimalnya perlindungan konsumen jasa keuangan
dan terganggunya stabilitas system keuangan semakin mendorong diperlukannya
pembentukan lembaga pengawasan di sector jasa keuangan yang terintegrasi.

Undang-undang No.21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa keuangan (OJK)

Fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan si
sector perbankan beralih dari Bank Indonesia ke OJK mulai sejak tanggal 31
Desember 2013. Bank Indonesia mendukung sepenuhnya pengalihan pengawasan
perbankan dari Bank Indonesia kepada OJK.

Ruang lingkup tugas OJK dan BI

Lingkup tugas OJK yaitu :


Pengaturan dan pengawsan mengenai kelembagaan, kesehatan, aspek kehati-hatian,
pemeriksaan bank merupakan lingkup pengaturan dan pengawasan microprudential
yang menjadi tugas dan wewenang OJK

Lingkup tugas BI yaitu :


Adapun lingkup pengaturan dan pengawasan macroprudential, pengaturan dan
pengawasan selain hal-hal yang diatur dalam pasal 7 UU OJK. Dalam rangka
pengaturan dan pengawasan OJK membantu Bank Indonesia untuk melakukan
himbauan moral ( moral suasion ) kepada perbankan.
2.6 OJK dalam Perbankan Syariah

Pengaturan dan pengawasan perbankan syariah pasca OJK yaitu :

1. Kedudukan PBI yang mengatur BUS dan UUS

PBI yang telah dibentuk oleh Bank Indonesia akan tetap berlaku walaupun
fungsi, tugas, dan wewenang Bank Indonesia telah beralih ke OJK.
Keberlakuan PBI dimaksud sepanjang belum diatur melalui peraturan yang
kelak dikeluarkan oleh OJK yang mengatur materi muatan yang sama.

2. Peran Komite Perbankan Syariah

Pada masa transisi kepengurusan dari KPS yang ada bisa tetap diminta
melaksanakan tugasnya hingga habis masa jabatannya. OJK KPS
diformulasikan dalam bentuk Komite Pengembangan Jasa Keuangan Syariah
(KPJKS) OJK. Secara yuridis eksistensi KPJKS merupakan menifestasi dari
amanat pembentukan Komite Perbankan Syariah (KPS) sebagai amanah dari
Pasal 26 UU No.21 tahun 2008.

3. Hubungan kelembagaan antara Bank Indonesia dan Otoritas Jasa keuangan.

Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan langsung terhadap bank (


termasuk BS dan UUS) tersebut dengan menyampaikan pemberitahuan
secara tertulis terlebih dahulu kepada OJK. Dalam melakukan kegiatan
pemeriksaan tersebut, bank Indonesia tidak dapat memberikan penilaian
terhadap tingkat kesehatan bank. Laporan hasil pemeriksaan bank
disampaikan kepada OJK (Vide pasal 40 ayat 1,2,3 UU OJK)

4. Peran OJK dalam pengaturan dan pengawasan perbankan syariah di


Indonesia.
a. Perihal menentukan kriteria tingkat kesehatan dan ketentuan yang
wajib dipenuhi oleh Bank Syariah dan UUS.
b. perihal memeriksa dan mengambil data atau dokumen dari setiap
tempat yang terkait dengan bank dan keterangan dari setiap pihak
yang menurut penilaian bank Indonesia memiliki pengaruh terhadap
bank.
c. Perihal menugasi kantor akuntan public atau pihak lainnya untuk
melaksanakan pemeriksaan dan menyatakan bank Syariah tidak
dapat disehatkan dan menyerahkan penanganannya ke lembaga
Penjamin Simpanan (LPS) untuk diselamatkan atau tidak
diselamatkan.
d. Perihal mencabut izin usaha bank syariah tidak diselamatkan atas
permintaan LPS dan mencabut izin usaha Bank Syariah yang telah
melaksanakan kewajibannya atas permintaan bank yang
bersangkutan.
e. Melakukan tindakan dalam rangka tindak lanjut pengawasan.
2.7 Urgensi masterplan Industri keuangan syariah

• sejalan mandat OJK untuk mengawasi dan mengatur industri jasa


keuangan syariah secara terintegrasi diperlukan masterplan yang
bertujuan untuk
• 1.mengidentifikasi potensi kerentanan (vulnerabilities) sekaligus
menganalisa isu-isu terkait SSK , sistem keuangan syariah dan
positioning dalam sistem keuangan nasional.
• 2.identifikasi langkah pengembangan yang dibutuhkan serta
1 prioritasnya
• 3.mendukung pimpinan OJK dan unit kerja terkait dalam
merumuskan kebijakan yang tepat

• industri keuangan syariah butuh framework regulasi dan


infrastruktur pendukung yang lengkap, pengembangannya
sebaiknya diintegrasikan dalam agenda kebijakan nasional karena
2 luasnya stakeholder terkait keuangan syariah.

• pengawasan terintegrasijadi mandat agenda penting OJK yang perlu


framework untuk mengharmoniskan masterplan/sistem keuangan

3 syariah (PS,IKNBS,PMS, LKMS) ke dalam masterplan yang terpadu

• Islamic Microfinance memiliki relevan dan peranan penting dalam


pemerataan dan penguatan struktur ekonomi dan masih banyak
kebijakan dan integrasi subsistem ini kedalam sistem keuangan

4 syariah yang perlu dirumuskan. OJK memiliki mandat baru


mengawasi ILKN sesuai LKM
2.8 Progres Persiapan Penyusunan Masterplan

Upaya – upaya yang dilaksanakan OJK

Inisiatif sektoral di OJK :


1. DPbS : cetak biru pengembangan perbankan
syariah 2014-2013 : sedang diintegrasikan ke dlam
MP2I
2. Dir.Pasar Modal Syariah : Roadmap
pengembangan pasar modal syariah iIndonesia (PK
2014)
Dir. IKNB Syariah : Roadmap pengembangan Industri
jasa keuangan syariah Non-bank (Inisiasi Awal)

Board Retreat dan Rakesra OJK 2014 :


sudah memberikan arahan melaksanakan
inisiatif OJK- Wide terkait penyusunan
"masterplan keuangan syariah di
Indonesia

inisiatif diluar OJK :


1. Bappenas RI : Koordinasi penyusunan
arsitektur keuangan Syariah Indonesia (AKSI)-
TA IDB dalam kerangka MOPS IDB-RI 2011-
2014
2. IFSB-IDB : Penyusunan !) yeras Masterplan
On Global islamic Finance Development
3. Inisiatif dari asosiasi dan lembaga think-
tank domestik DPP MES dan DPP IAEI
2.9 Tantangan OJK

Apabila kita meninjau aset sektor jasa keuangan dan kapitalisasi pasar modal, kita
tertinggal dibandingkan dengan negara berkembang lain. Salah satu tujuan dari
pembentukan OJK menurut UU adalah agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa
keuangan dapat diintegrasikan sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan memudahkan
koordinasi. Tantangan utama yang dihadapi di sektor keuangan di Indonesia adalah
konsekuensi dari pendalaman sektor keuangan, kerentanan pada risiko global, dan
kredibilitas OJK.

Sektor keuangan merupakan "pusat" dari sistem dalam sebuah perekonomian.


Kegagalan sektor keuangan dapat melemahkan kinerja seluruh sistem dalam
perekonomian (Joseph Stiglitz, 1994). Salah satu kunci utama pendalaman keuangan
adalah akselerasi pertumbuhan ekonomi melalui ekspansi akses untuk pihak-pihak yang
tak memiliki kecukupan finansial. Tak kalah penting adalah kekuatan struktur
permodalan, infrastruktur, dan inovasi produk jasa keuangan.

Yang menjadi masalah adalah bahwa inovasi produk keuangan juga memiliki resiko
tersendiri yaitu pertumbuhan produk derivatif (suatu cara untuk membuat para pemegang
dana memiliki rasa aman, tetapi eksesnya tidak dapat diperkirakan) sangat cepat dan pada
umumnya (80 persen) produk derivatif berupa over the counter (OTC) dalam bentuk
forex options dan future, credit default swap (CDS), dan OTC lainnya.

Kepercayaan Terhadap OJK

OJK adalah lembaga otoritas yang dibentuk dari integrasi dua lembaga besar, yaitu
Direktorat Pengatur dan Pengawas Perbankan BI dan Bapepam-LK Kementerian
Keuangan. Selain kendala kelambanan waktu, efektivitas lembaga, dan cakupan wilayah
kerja, OJK menghadapi permasalahan dalam mencapai model integrasi yang optimal
karena peran dan kepentingan masing-masing cenderung berbeda, yakni antara prinsip
prudensial pada perbankan dan lembaga keuangan serta keterbukaan pada pasar modal.
Sedangkan mengenai masalah kelemahan OJK sendiri, menurut Calon Komisioner
Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mulia P Nasution kelemahan dari OJK antara lain soal
pengaturan dan pengawasan dalam satu organisasi secara terpadu namun beliau juga
mengatakan bahwa dengan organisasi yang mengatur dan mengawasi yang baru ini,
mestinya bisa bekerja dengan baik dibandingkan dengan organisasi yang sekarang

2.10 Kelemahan OJK

Dengan digabungkannya kegiatan dan pengawasan sector keuangan menjadi OJK tentu
ada tantangan dan kelemahan yang menyertainya, salah satu bentuk tantangan terbesar
efektivitas dan kredibilitas OJK. Seperti yang sudah kita ketahui selama ini sector jasa
keuangan di Indonesia masih bisa tergolong lemah terhadap krisis keuangan global.

Salah satu penyebabnya adalah masih terkonsentrasi pada perbankan. Bank menghadapi
masalah struktural lemahnya permodalan, rendahnya variasi pendanaan, dan risiko
UMKM sehingga mengakibatkan masih tingginya biaya dana dan suku bunga perbankan.
Diharapkan kelemahan ini dapat diatasi dengan sektor jasa keuangan akan diatur dan
diawasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Menurut Anggito Abimanyu Dosen Fakultas
Ekonomika dan Bisnis UGM, Yogyakarta berikut ini adalah beberapa tantangan dari OJK.

2.11 Struktur OJK

1. Dewan Komisioner OJK


2. Pelaksana Kegiatan Operasional

Struktur Dewan Komisioner terdiri atas:

1. Ketua merangkap anggota;


2. Wakil Ketua sebagai Ketua Komite Etik merangkap anggota;
3. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan merangkap anggota;
4. Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal merangkap anggota;
5. Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan
Lembaga Jasa Keuangan Lainnya merangkap anggota;
6. Ketua Dewan Audit merangkap anggota;
7. Anggota yang membidangi Edukasi dan Perlindungan Konsumen;
8. Anggota Ex-officio dari Bank Indonesia yang merupakan anggota Dewan Gubernur
Bank Indonesia; dan
9. Anggota Ex-officio dari Kementerian Keuangan yang merupakan pejabat setingkat
Eselon I Kementerian Keuangan.

Pelaksana kegiatan operasional terdiri atas:

1. Ketua Dewan Komisioner memimpin bidang Manajemen Strategis I;


2. Wakil Ketua Dewan Komisioner memimpin bidang Manajemen Strategis II;
3. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan memimpin bidang Pengawasan Sektor
Perbankan;
4. Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal memimpin bidang Pengawasan Sektor Pasar
Modal;
5. Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan
Lembaga Jasa Keuangan Lainnya memimpin bidang Pengawasan Sektor IKNB;
6. Ketua Dewan Audit memimpin bidang Audit Internal dan Manajemen Risiko; dan
7. Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen memimpin
bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen.
Dewan Komisioner

Muliaman D. Hadad, PhD


Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan

Muliaman Dharmansyah Hadad lahir di Bekasi, Jawa Barat, pada 3 April 1960. Lulusan
sarjana ekonomi dari Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia pada 1984 ini melanjutkan
pendidikan S2-nya di John F. Kennedy School of Government, Harvard University,
Massachusetts, Amerika Serikat, pada 1990, dan memperoleh gelar Master of Public
Administration setahun kemudian. Pada 1996, Muliaman menyandang gelar PhD dalam
bidang Business and Economics, dari Monash University, Melbourne, Australia.

Muliaman mengawali kariernya sebagai staf umum di Kantor Bank Indonesia di Mataram
sejak 1986. Pada 2003 dia diangkat sebagai Kepala Biro Stabilitas Sistem Keuangan, dan
dua tahun kemudian dia menjabat sebagai Direktur Direktorat Penelitian dan Pengaturan
Perbankan. Muliaman Dharmansyah Hadad diangkat sebagai Deputi Gubernur Bank
Indonesia sesuai Keputusan Presiden RI No.69/P Tanggal 22 Desember 2006 dan dilantik
pada 11 Januari 2007.

Muliaman juga aktif sebagai ketua Masyarakat Ekonomi Syariah Indonesia dan menjadi
pengajar di beberapa perguruan tinggi seperti menjadi dosen Pascasarjana Universitas
Indonesia dan dosen Pascasarjana Universitas Trisakti, serta pernah menjabat Ketua
Ikatan Alumni UI Fakultas Ekonomi periode 2007-2010.

Sosok Sekjen Pengurus Pusat ISEI (2003-2006 dan 2006-2009) ini dilantik kembali untuk
masa jabatan kedua Deputi Gubernur BI sesuai Keputusan Presiden RI No.75/P Tanggal
21 Desember 2011 dan dilantik pada 29 Desember 2011. Pada 18 Juli 2012, Muliaman
Dharmansyah Hadad ditetapkan sebagai Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 67/P Tahun 2012. Ketua Fokus
Group Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (PP-ISEI) ini dilantik pada 20
Juli 2012 oleh Ketua Mahkamah Agung untuk masa jabatan 2012-2017.
DR. Rahmat Waluyanto, MBA
Wakil Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Sebagai Ketua Komite Etik

Penyandang gelar Sarjana Akuntansi dari Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta ini telah
lama berkiprah di Kementerian Keuangan. Rahmat Waluyanto mengawali karier pada
1985 sebagai staf pada Direktorat Pembinaan Badan Usaha Milik Negara, Direktorat
Jenderal Moneter Dalam Negeri, Departemen Keuangan.

Pada 2005, pria kelahiran Lampung, 3 Oktober 1956 itu diangkat sebagai Direktur
Pengelolaan Surat Utang Negara, Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Kementerian
Keuangan dan setahun kemudian diangkat sebagai Direktur Jenderal Pengelolaan Utang,
Kementerian Keuangan hingga Juli 2012. Rahmat Waluyanto yang juga lulusan MBA
bidang Finance dari University of Denver, Colorado, Amerika Serikat pernah menjabat
sebagai Alternate Governor IMF atau Gubernur Bank Indonesia yang menjadi Governor
IMF di Washington, D.C., AS.

Pada 18 Juli 2012 silam, peraih gelar PhD dalam bidang Accounting dan Finance dari
University of Birmingham, Inggris, ini ditetapkan sebagai Anggota Dewan Komisioner
OJK berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 67/P Tahun 2012 dan pada 20 Juli 2012
mengambil sumpahnya di hadapan Ketua Mahkamah Agung untuk masa jabatan 2012-
2017. Dan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 72/P Tahun 2012, Rahmat Waluyanto
diangkat sebagai Wakil Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan dan Ketua
Komite Etik OJK merangkap anggota.

Nelson Tampubolon, SE, MSM


Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Merangkap Kepala Eksekutif
Pengawas Perbankan

Penyandang gelar sarjana ekonomi dari Fakultas Ekonomi Universitas Parahyangan,


Bandung, Jawa Barat dan gelar Master of Science in Management (MSM) di Arthur D
Little Management Institute, Boston, Amerika Serikat, ini dilahirkan di Balige, Sumatra
Utara, pada Januari 1954. Nelson Tampubolon mengawali kariernya di Kantor Pusat
Bank Indonesia sebagai Staf Umum Pengawasan Bank selama setahun mulai 1982.
Pada 1983, dia menjalani tugas belajar di New York, AS, dan pada 1988 diangkat sebagai
Kepala Seksi di Bidang Pengembangan Organisasi BI. Setelah menjalani promosi dan
rotasi di beberapa direktorat, Nelson diangkat sebagai Direktur Penelitian dan Pengaturan
Perbankan pada 2002. Sejak 2005 hingga 2008, dia menjabat sebagai Kepala Perwakilan
Bank Indonesia Singapura dan selanjutnya sebagai Direktur Direktorat Internasional pada
2008 hingga Januari 2012.

Alumnus Lembaga Pertahanan Nasional Angkatan XIII (2005) ini ditetapkan sebagai
Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berdasarkan Keputusan
Presiden Nomor 67/P Tahun 2012 pada 18 Juli 2012. Nelson Tampubolon mengucapkan
sumpah di hadapan Ketua Mahkamah Agung untuk masa jabatan 2012-2017.

Ir. Nurhaida, MBA.


Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Merangkap Kepala Eksekutif
Pengawas Pasar Modal

Perempuan kelahiran Padang Panjang, Sumatra Barat, pada 27 Juni 1959 ini meraih gelar
Insinyur di Bidang Kimia Tekstil dari Institut Teknologi Tekstil Bandung, Jawa Barat.
Dia juga menuntaskan pendidikan Master of Business Administration dari Indiana
University, Bloomington, Amerika Serikat.

Nurhaida mengawali jenjang kariernya di pemerintahan setelah bergabung di


Kementerian Keuangan pada 1989. Pada 2006, dia menjabat sebagai Kepala Biro
Penilaian Keuangan Perusahaan Sektor Riil di Badan Pengawasan Pasar Modal dan
Lembaga Keuangan (Bapepam-LK). Dia diangkat sebagai Staf Ahli Menteri Keuangan
Bidang Kebijakan dan Regulasi Jasa Keuangan dan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan
dengan Keputusan Presiden Nomor 20/M Tahun 2011 Tanggal 21 Januari 2011.

Pada 18 Juli 2012 Nurhaida ditetapkan sebagai Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 67/P Tahun 2012. Dia dilantik
dan mengucapkan sumpah di hadapan Ketua Mahkamah Agung untuk masa jabatan
2012-2017.
DR. Firdaus Djaelani, MA
Anggota Dewan Komisioner OJK Merangkap Kepala Eksekutif Pengawas Industri
Keuangan Non-Bank

Firdaus Djaelani mengawali karier pegawai negeri sipil sebagai staf Departemen
Keuangan pada 1981. Pria kelahiran Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta pada 17 Desember
1954 ini pernah menjabat sebagai anggota ataupun ketua tim pelaksana berbagai
penelitian dan persiapan undang-undang seperti UU Asuransi, UU Dana Pensiun, UU
Otoritas Jasa Keuangan (OJK), UU Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), UU Anti-
Pencucian Uang, dan masih banyak lagi.

Lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia jurusan Manajemen pada 1993 yang
berpengalaman sebagai regulator maupun pelaku industri di sektor perbankan maupun
sektor keuangan non-bank (khususnya asuransi) ini diangkat menjadi Direktur Direktorat
Asuransi DJLK, Departemen Keuangan, tepatnya sejak 2000 hingga 2006. Dia pernah
menjabat sebagai Direktur Penjaminan & Manajemen Risiko LPS sejak 2005 hingga
2008. Lulusan strata 2 jurusan Ekonomi di Ball State University, Indiana, Amerika
Serikat, 1988, ini diangkat menjadi Anggota Dewan Komisioner merangkap Kepala
Eksekutif LPS pada 2008, hingga April 2012.

Penyandang gelar doktor dari Universitas Gadah Mada sejak 2012 ini juga aktif sebagai
Ketua Indonesia Senior Executive Association (ISEA), duduk dalam kepengurusan Ikatan
Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI), dan Penasihat Masyarakat Ekonomi Syariah sejak
2009. Sebelumnya dia pernah menjadi anggota Dewan Pakar Ikatan Cendekiawan
Muslim Indonesia (2006-2011), Wakil Perhimpunan Masyarakat Madani (2002-2006),
dan Pengurus Badan Musyawarah Betawi (1982-1990).

Firdaus Djaelani ditetapkan sebagai Anggota Dewan Komisioner OJK berdasarkan


Keputusan Presiden Nomor 67/P Tahun 2012 pada 18 Juli 2012. Dia mengucapkan
sumpah atas pelantikannya di hadapan Ketua Mahkamah Agung untuk masa jabatan
2012-2017.
DR. Kusumaningtuti Sandriharmy Soetiono, S.H., LLM
Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan yang Membidangi Edukasi dan
Perlindungan Konsumen

Kusumaningtuti Sandriharmy Soetiono mengawali kariernya sebagai staf di Bagian


Pemeriksaan Kredit, Urusan Perencanaan Pengawasan Kredit Bank Indonesia sejak 1980.
Perempuan kelahiran London, Inggris, pada 21 Juli 1954 ini meraih gelar sarjana hukum
dari Universitas Indonesia pada 1979 dan gelar Legum Magister dari Washington College
of Law, The American University, Amerika Serikat, pada 1984.

Pada 2001 penyandang gelar Doktor Ilmu Hukum dari Universitas Indonesia itu diangkat
sebagai Deputi Direktur memimpin Direktorat Hukum Bank Indonesia dan pada 2003
diangkat sebagai Direktur Direktorat Luar Negeri Bank Indonesia. Kusumaningtuti
pernah menjabat sebagai Direktur Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan Bank
Indonesia pada 2006. Setahun kemudian dia didaulat sebagai Direktur Direktorat Sumber
Daya Manusia BI. Dan pada 2010, Kusumaningtuti diberi amanat sebagai Kepala Kantor
Perwakilan Bank Indonesia New York, AS, selama dua tahun.

Pada 18 Juli 2012 peraih gelar Master of Law International Law dan Legal Studies serta
Phd di The American University, Washington D.C., AS, ini ditetapkan sebagai Anggota
Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 67/P
Tahun 2012 dan mengucapkan sumpah di hadapan Ketua Mahkamah Agung untuk masa
jabatan 2012-2017.

Prof. Dr. Ilya Avianti, S.E., M,Si., Ak. CPA


Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Merangkap Ketua Dewan Audit

Sosok kelahiran Bandung, Jawa Barat, pada 7 Juli 1959 ini memulai karier sebagai dosen
di Fakultas Ekonomi Universitas Padjajaran, Bandung, pada 1985. Ilya Avianti juga
meraih gelar Sarjana Ekonomi dan Akuntan, Magister Sains Akuntansi, hingga Doktor
Akuntansi di kampus yang sama.
Sejak 2002 Ilya Avianti tercatat aktif di Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dan terakhir
menjabat sebagai Ketua Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) Ikatan Akuntan
Indonesia. Dia juga menjadi tenaga ahli Menteri Keuangan periode 2005-2006.

Pada 2007, Ilya menjadi tenaga ahli Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Dua tahun
kemudian, posisinya beralih menjadi Pelaksana Tugas Auditor Utama Keuangan Negara
VII pada Auditorat Utama Keuangan Negara VII BPK RI merangkap staf ahli. Setelah
menjadi kandidat Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Guru Besar
sekaligus dosen tetap Fakultas Ekonomi Unpad ini mundur dari jabatan yang telah
didudukinya sejak 2010 tersebut.

Pada 18 Juli 2012, Ketua Dewan Konsultatif Dewan Standar Akuntansi Keuangan dan
Anggota Kehormatan Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) itu ditetapkan sebagai
Anggota Dewan Komisioner OJK berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 67/P Tahun
2012 dan disumpah di hadapan Ketua Mahkamah Agung untuk masa jabatan 2012-2017.

Dr. Ir. Anny Ratnawati, M.Sc


Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Ex-Officio Kementerian Keuangan,
Wakil Menteri Keuangan Republik Indonesia

Anny Ratnawati mengawali kariernya sebagai pendidik sekaligus peneliti pada Program
Studi Pendidikan dan Pembangunan Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manjemen, Institut
Pertanian Bogor (IPB). Perempuan kelahiran DI Yogyakarta pada 24 Februari 1962 itu
meraih gelar Insinyur Agribisnis pada 1985, menuntaskan pendidikan Master of Science
pada 1989, dan mendapatkan gelar Doktor Ekonomi Pertanian pada 1996 di kampus yang
sama.

Anny pernah mendapat tugas dalam OPEC Fund for International Development Governor
for Indonesia pada 2008. Dia juga menjabat sebagai Kepala Badan Pendidikan dan
Pelatihan Keuangan, Departemen Keuangan (Februari 2008 - Juli 2008). Pada 2008-2010,
penyandang master dan doktor bidang ekonomi makro dan sektor finansial ini menjabat
sebagai Direktur Jenderal Anggaran, Departemen Keuangan Republik Indonesia pada
2008, dan sebagai Wakil Menteri Keuangan, Republik Indonesia sejak Mei 2010 hingga
sekarang.
Pada 18 Juli 2012, Anny Ratnawati ditetapkan sebagai Anggota Dewan Komisioner
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 67/P Tahun 2012
dan mengucapkan sumpah di hadapan Ketua Mahkamah Agung untuk masa jabatan
2012-2017.

DR. Halim Alamsyah, SH, SE, MA


Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Ex-Officio Bank Indonesia, Deputi
Gubernur Bank Indonesia
BAB 3
Penutup

3.1 Kesimpulan

OJK sebagai lembaga pengatur dan pengawas industri keuangan akan melakukan
integrasi arah kebijakan, strategi dari tahapan pengembangan industri keuangan.
Mengingat efisiensi daya saing dan kemanfaatan industri keuangan bagi perekonomian
juga dipengaruhi oleh volume berbagai aspek usaha di industry keuangan , maka OJK
terus mendorong akselerasi pertumbuhan melalui edukasi dan pengembangan pasar.
OJK melakukan fungsi pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap
keseluruhan kegiatan di dalam sector jasa keuangan, menerapkan model pengawasan 2
pilar dalam 1 atap yaitu pilar prudential serta pilar business conduct, penyidikan,
melakukan penunjukkan dan penggunaan pengelola statuter.
3.2 Daftar Pustaka

http://news.okezone.com/read/2012/03/12/457/591834/laporan-dk-ojk-akan-jadi-
pertimbangan

http://www.bi.go.id/web/id/Publikasi/Artikel+dan+Kertas+Kerja/Artikel/peran_otoritas_musl
imin_anwar_070409.htm

http://nustaffsite.gunadarma.ac.id/blog/toswari/2009/06/22/peran-otoritas-jasa-keuangan-ojk-
dan-bi/

http://news.okezone.com/read/2010/12/03/20/399711/mayoritas-pegawai-bi-tolak-ojk

http://robbyalexandersirait.wordpress.com/2012/03/06/sedikit-menilik-otoritas-jasa-
keuangan-menurut-uu-no-21-tentang-otoritas-jasa-keuangan/

http://www.ojk.go.id

setiawan.bu@ojk.go.id

setiawanbudiutomo2012@gmail.com

Anda mungkin juga menyukai