Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) DAN


LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN (LPS)

Disusun Oleh :
Fajar Maulana (203210018)
Khanny Purbasari (203210081)

Dosen Pengampu :
Verliani Dasmaran, S.E., M.Ak

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MATHLA’UL ANWAR BANTEN
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmatdan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan tepat
waktu.Makalah ini sepenuhnya membahas tentang “Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK)”.
Dalam penyusunan makalah ini, kami selaku penulis banyak mendapat tantangan
dan hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi.
Olehnya itu, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak
yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, semoga bantuannya
mendapat balasan yangsetimpal dari Tuhan Yang Maha Esa.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari
bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat penulis
harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya. Akhir kata semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat kepada kita sekalian.
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Setelah terjadinya krisis ekonomi tahun 1998, kepercayaan masyarakat terhadap lembaga
keuangan khususnya perbankan menjadi semakin lemah. Hal ini dikarenakan pada saat krisis,
banyak perbankan yang tidak mampu mengembalikan uang nasabah yang telah disimpannya
karena nasabah pembiayaan yang telah bangkrut dalam berusaha tidak mampu lagi mencicil
pinjamannya ke bank.
Hal ini telah membantu ratusan lembaga keuangan khususnya bank, berada dalam posisi
tidak sehat yang kemudian berlanjut menjadi bangkrut dan dilikuidasi oleh bank Indonesia.
Akibat lebih jauhnya, negara harus mengembalikan dana masyarakat yang telah disimpannya
pada bank dengan mencairkan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia.
OJK menginformasikan kepada Lembaga Penjamin Simpanan mengenai bank bermasalah
yang sedang dalam upaya penyehatan oleh OJK sebagaimana dimaksud dalam peraturan
perundang-undangan. Lembaga Penjamin Simpanan dapat melakukan pemeriksaan terhadap
bank yang terkait dengan fungsi, tugas dan wewenangnya, serta berkoordinasi terlebih dahulu
dengan OJK. OJK, Bank Indonesia, dan Lembaga Penjamin Simpanan wajib membangun dan
memeliharasarana pertukaran informasi secara terintegrasi.
Maka dari itu Indonesia perlu kembali memupuk kepercayaan masyarakat terhadap
lembaga keuangan di Indonesia. Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan mendirikan
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan Lembaga Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Kehadiran
kedua lembaga ini diharapkan mampu membantu negara dalam menjaga stabilitas keuangan
dalam negeri serta diharapkan juga mampu meminimalisis kejahatan-kejahatan dalam dunia
keuangan khususnya perbankan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian OJK dan LPS ?
2. Apa saja tugas dan wewenang OJK ?
3. Apa tujuan dan fungsi OJK dan LPS ?
4. Bagaimana mekanisme kerja OJK dan LPS ?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertian OJK dan LPS
2. Mengetahui apasaja tugas dan wewenang OJK
3. Mengetahui tujuan dan fungsi OJK dan LPS
4. Mengetahui bagaimana mekanisme kerja OJK dan LPS
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian OJK dan LPS


1. Pengertian OJK (Otoritas Jasa Keuangan)
OJK merupakan salah satu fungsi dari manajemen yakni melakukan pengawasan selain dari
perencanaan, pengorganisasian, dan pelaksanaan. Pengawasan tersebut harus dilakukan oleh
setiap perusahaan agar manajemen perusahaan tersebut berjalan dengan benar. Pengawasan
dilakukan terhadap sumber daya manusia (SDM), sistem yang dijalankan, proses, output, serta
sarana dan prasarananya.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan
pihak lain yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan,
pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No. 21 tahun
2011 tentang OJK. (Haryani, 2012, hal. 45-46)
Pasal 4 UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK menyebutkan bahwa OJK dibentuk
dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan terselenggara secara
teratur, adil. Transparan, akuntabel dan mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh
secara berkelanjutan dan stabil, serta mampu melindungi kepentingan konsumen maupun
masyarakat.
2. Pengertian LPS (Lembaga Penjamin Simpanan).
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) adalah Lembaga yang independen, transparan, dan
akuntabel dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dan bertanggung jawab kepada
Presiden. Sebagai lembaga yang menjamin simpanan nasabah, LPS sangat berkepentingan
terhadap tingkat kesehatan bank baik secara individual maupun secara agregat. Untuk menjaga
tingkat kesehatan bank secara individual (micro prudential) maupun secara agregat (macro
prudential) diperlukan pengawasan perbankan yang efektif. Keberadaan LPS dalam sistem
perbankan di Indonesia ditegaskan di dalam Pasal 2 Undang-Undang RI Nomor 24 tentang
Lembaga Penjamin Simpanan (UU LPS) (Kasmir, 2000, hal. 324).
LPS bertanggung jawab kepada presiden dan dalam kegiatannya merupakan lembaga
independen, transparan, dan akun tabel dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya.
Independensi LPS mengandung arti bahwa dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya, LPS
tidak bisa diintervensi oleh pihak manapun termasuk pemerintah kecuali atas hal-hal yang
dinyatakan secara jelas dalam di dalam undang-undang LPS (Pasal 2 ayat (3) Undang –Undang
Nomor 24 Tahun 2004 Tentang LPS).
LPS ini berfungsi menjamin simpanan nasabah bank dan turut aktif dalam menjaga stabilitas
sistem perbankan sesuai kewenangannya. Tugas dari LPS ini adalah sebagai berikut:
1. Merumuskan dan menetapkan kebijakan pelaksanaan penjamin simpanan.
2. Melaksanankan penjaminan simpanan.
3. Merumuskan dan menetapkan kebijakan dalam rangka turut aktif memelihara stabilitas
sistem perbankan.
4. Merumuskan, menetapkan dan melaksanakan kebijakan penyelesaian bank gagal yang tidak
berdampak sistemik.
5. Melaksanakan penanganan bank gagal yang berdampak siatem.
B. Tugas dan Wewenang OJK dan LPS
1. Tugas OJK
Dalam undang-undang nomor 21 tahun 2011 tentang OJK, dijelaskan bahwa OJK
melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap:
a. Kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan
b. Kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal; dan
c. Kegiatan jasa keuangan di sektor Pengasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan
Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.
2. Wewenang OJK
Dalam menjalankan tugas pengaturan dan pengawasan, OJK mempunyai wewenang:
A. Terkait Khusus Pengawasan dan Pengaturan Lembaga Jasa Keuangan Bank yang meliputi:
1) Perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar, rencana kerja,
kepemilikan, kepengurusan, dan sumber daya manusia, merger, konsolidasi dan akuisisi bank,
serta pencabutan izin usaha bank; dan
2) Kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk hibridasi, dan
aktivitas di bidang jasa.
B. Pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi:
Likuiditas, Rentabilitas, solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan modal minimum,
batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap simpanan, dan pencadangan bank,
laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank, sistem informasi debitur,
pengujian kredit, dan standar akuntans bank.

C. Pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank, meliputi:


Manajeman resiko, tata kelola bank, prinsip mengenai nasabah dan anti pencucian uang,
dan pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan dan pemeriksaan bank.
D. Terkat Pengaturan Lembaga Jasa Keuangan (Bank dan Non-Bank)
1) Menetapkan peraturan dan keputusan OJK.
2) Menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan.
3) Menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK.
4) Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis terhadap Lembaga Jasa
Keuangan dan pihak tertentu.
5) Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statuter pada Lembaga Jasa
Keuangan.
6) Menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola, memelihara, dan
menatausahakan kekayaan dan kewajiban.
7) Menetapkan peraturan mengenai tata car pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
E. Terkait Pengawasan, Lembaga Jasa Keuangan (Bank dan Non-Bank) yang meliputi:
1) Menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatann jasa keuangan
2) Mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh Kepala Eksekutif
3) Melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyelidikan, perlindungan konsumen, dan tindakan
lain terhadap Lembaga Jasa Keuangan, pelaku, dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan
sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan,
4) Memberikan perintah tertulis kepada Lembaga Jasa Keuangan dan/atau pihak tertentu
5) Melakukan penunjukkan pengelolaan statuter
6) Menetapkan penggunaan pengelolaan statuter
7) Menetapkan sanksi administrasi terhadap pihak yang melakukan pelanggaran terhadap
peraturan perundang-undangan di sektr jasa keuangan; dan
8) Memberikan dan/atau mencabut izin usaha, izin orang perorangan, efektifnya pernytaan
pendaftaran, surat tanda terdaftar, persetujuan melakukan kegatan usaha, pengesahan
persetujuan atau penetapan pembubaran dan penetapan lain Berdasarkan uraian di atas, dapat
disimpulkan bahwa dalam melaksanakan tugasnya, OJK memiliki motto 3 M, yaitu: Mengatur,
Mengawasi, dan Melindungi. Bentuk pengaturan adalah berkaitan dengan perizinan lembaga
keuangan, bentuk pengawasan adalah mengawasi jalannya transaksi keuangan dalam lembaga
keuangan, dan untuk bentuk melindungi, OJK melayani berbagai pengaduan seputar
permasalahan lembaga keuangan, baik pengaduan dari nasabah ataupun pengaduan dari
pengelola lembaga keuangan.

3. Wewenang LPS
1. Menetapkan dan memungut premi penjaminan.
2. Menetapkan dan memungut kontribusi pada saat bank pertama kali menjadi peserta.
3. Melakukan pengelolaan kekayaan dan kewajiban LPS.
4. Mendapatkan data simpanan nasabah, data kesehatan bank, laporan keuangan bank, dan
laporan hasil pemeriksaan bank sepanjang tidak melanggar kerahasiaan bank.
5. Melakukan rekonsiliasi, verifikasi, dan/atau konfirmasi atas data tersebut pada angka
4.
6. Menetapkan syarat, tata cara, dan ketentuan pembayaran klaim.
7. Menunjuk, menguasakan, dan/atau menugaskan pihak lain untuk bertindak bagi
kepentingan dan/atau atas nama LPS, guna melaksanakan sebagian tugas tertentu.
8. Melakukan penyuluhan kepada bank dan masyarakat tentang penjaminan simpanan.
9. Menjatuhkan sanksi administratif.
C. Tujuan , Fungsi OJK dan LPS
a. Tujuan dan fungsi OJK
1.Tujuan OJK
OJK dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan:
terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel;
Mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil.
Mampu melindungi kepentingan Konsumen dan masyarakat.
2. Fungsi OJK
OJK berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi
terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan.
b. Tujuan dan fungsi LPS
1. Tujuan LPS
Dibentuknya Lembaga Penjamin Simpanan bertujuan untuk menumbuhkan kembali rasa aman
masyarakat untuk bertransaksi dengan bank dalam hal simpanan sehingga muncul kembali rasa
kepercayaan mereka terhadap bank. Maksud dan tujuan dibentuknya LPS menurut UU
No.24/2004 adalah untuk menyempurnakan program penjaminan simpanan nasabah bank
dalam rangka mendukung system perbankan yang sehat dan stabil guna menunjang
terwujudnya perekonomian nasional yang stabil dan tangguh.
2. Fungsi LPS
➢ Menjamin simpanan nasabah penyimpan.
➢ Turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan
kewenangannnya.
D. Mekanisme Kerja OJK dan LPS
Dalam melaksanakan tugasnya, OJK berkoordinasi dengan bank Indonesia dalam
membuat peraturan pengawasan di bidang perbankan antara lain kewajiban pemenuhan modal
minimum bank, sistem informasi perbankan yang terpadu, kebijakan penerimaan dana dari luar
negeri, penerimaan dana valuta asing, dan pinjaman komersial luar negeri, produk perbankan,
transaksi derivative, kegiatan usaha bank lainnya, penentuan institusi bank yang masuk
kategori systemically important bank dan data lain yang dikecualikan dari ketentuan tentang
kerahasiaan informasi.
Dalam hal Bank Indonesia untuk melaksanakan fungsi, tugas dan wewenangnya
memerlukan pemeriksaan khusus terhadap bank tertentu, Bank Indonesia dapat melakukan
pemeriksaan langsung terhadap bank tersebut dengan menyampaikan pemberitahuan secara
tertulis terlebih dahulu kepada OJK, akan tetapi tidak dapat memberikan penilaian terhadap
tingkat kesehatan bank dan laporan hasil pemeriksaan tersebut disampaikan kepada OJK paling
lama satu bulan sejak diterbitkannya hasil pemeriksaan.
Jika OJK mengindikasikan bank tertentu mengalami kesulitan likuiditas dan/atau
kondisi kesehatan semakin memburuk, OJK segera menginformasikan ka Bank Indonesia
untuk melakukan langkah-langkah sesuai dengan kewenangan Bank Indonesia. OJK
menginformasikan kepada Lembaga Penjamin Simpanan mengenai bank bermasalah yang
sedang dalam upaya penyehatan oleh OJK sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-
undangan.
Lembaga Penjamin Simpanan dapat melakukan pemeriksaan terhadap bank yang
terkait dengan fungsi, tugas dan wewenangnya serta berkoordinasi terlebih dahulu dengan
OJK. OJK, Bank Indonesia dan Lembaga Penjamin Simpanan wajib membangun dan
memelihara sarana pertukaran informasi secara terintegrasi.

1. Mekanisme Kerja OJK


a. Asas-Asas OJk
Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, Otoritas Jasa Keuangan berlandaskan asas-asas
sebagai berikut:
1) Asas independensi
2) Asas kepastian hukum
3) Asas kepentingan umum
4) Asas keterbukaan
5) Asas profesionalitas
6) Asas integritas
7) Asas akuntabilitas.
b. Indepedensi OJK
Indepedensi Otoritas Jasa Keuangan diwujudkan dalam dua hal yaitu: secara kelembagaan
Otoritas Jasa Keuangan tidak berada di sistem pemerintah RI dan pimpinan Otoritas Jasa
Keuangan memiliki kepastian atas jabatannya.Berdasarkan penjelasan tersebut, indepedensi
Otoritas Jasa Keuangan tampaknya sulit untuk diwujudkan karena:
1) Proses pengisian anggota Dewan Komisioner sebagaimana diatur dalam Pasal 10 UU
OJK menentukan bahwa 2 dari 9 anggota diisi secara ex officio.
2) Pada instansi asalnya tidak ada kesetaraan dalam proses rekrutmen, karena ada yang
perlu mendapat konfirmasi DPR, ada yang diusulkan melalui Mentri Keuangan kepada
presiden dan ada yang langsung kepada presiden (pasal 11 dan pasal 13) yaitu 1 dari Bank
Indonesia, 1 dari Mentri Keuangan. Karena ex officio maka masalah jabatan Dewan
Komisioner tersebut tergantung kepada masa jabatan pada instansi asalnya.
Keindedpedensian OJK akan sepenuhnya efektif, jika terdapat Good Coorporate
Governance didalam dunia keuangan dan perbankan. Karena penerapan sistem Good
Coorporate Governance secara konsisten terbukti dapat meningkatkan kualitas dan juga dapat
menjadi penghambat aktivitas rekayasa kinerja yang mengakibatkan laporan keuangan tidak
menggambarkan nilai fundamental perusahaan. Fungsi pengawasan itu bukan terletak dari
dibentuknya lembaga baru atau tidak, tapi dari ada atau tidaknya penerapan Good Cooporate
Governance.
c. Pembiayaan OJK
Pembiaayaan OJK yang bersumber dari APBN dan atau pungutan dari pihak yang
melakukan kegiatan pada sektor jasa keuangan. Penetapan besaran pungutan itu dilakukan
dengan tetap memperhatikan kemampuan pihak yang melakukan kegiatan disektor jasa
keuangan. Pungutan ataupun iuran akan mengurangi indepedensi OJK sehingga akan lebih baik
apabila pendanaan OJK berasal dari APBN.
Tetapi demi perkembangan industri jasa keuangan di indonesia, pungutan atau iuran
dapat saja di lakukan oleh OJK, namun untuk 5 tahun pertama, tentu saja pembiayaan berasal
dari dana APBN. Selain itu, pungutan atau iuran juga dapat dilakukan jika pembiayaan
terhadap OJK terlalu membebani APBN. Namun pada sisi lain, apabila OJK ini memiliki
preogram yang baik untuk pengembangan jasa keuangandi indonesia, pungutan atau iuran ini
nantinya tidak akan di tolak oleh industri jasa keuangan apabila sudah merasakan manfaat dari
lembaga pengawas dan pengaturan jasa keuangan ini.
2. Mekanisme Kerja LPS
Nilai simpanan yang dijamin LPS mencakup saldo pencabutan izin usaha bank. Untuk
simpanan yang memiliki komponen bagi hasil, saldo tersebut meliputi pokok yang ditambah
bagi hasil yang telah menjadi hak nasabah sampai tanggal pencabutan izin usaha Bank Umum
Syariah, Bank Perkreditan Rakyat Syariah atau Bank Umum Konvensional yang menjadi Unit
Usaha Syariah.
Khusus untuk simpanan pada Unit Usaha Syariah, LPS hanya akan membayar klaim
penjaminan apabila izin usaha Bank Umum Konvensional yang menjadi induk Unit Usaha
Syariah tersebut dicabut oleh Lembaga Pengawas Perbankan (Bank Indonesia). Sedangkan izin
Usaha Unit Syariahyang dicabut oleh LPP, baik atas permintaan pemegang saham maupun
pengenaan sanksi dari LPP, maka kewajiban Unit Usaha Syariah kepada nasabah penyimpan
menjadi tanggung jawab Bank Umum Konvensional yang menjadi induk Unit Usaha Syariah
tersebut.
LPS membatasi maksimum tingkat bunga dengan alasan utama yakni
membatasi exposure yang menjadi beban di LPS, mencegah moral hazard pengelola bank
untuk menggunakan bunga yang tinggi sebagai insentif pengerahan dana masyarakat dan
sebagai pelaksanaan fungsi LPS untuk turut aktif dalam memelihara stabilitas perbankan.
LPS tidak menetapkan maksimum bagi hasil yang wajar diterima nasabah penyimpanan
di Bank Syariah, mengingat besarnya bagi hasil fluktuatif dan tidak diperjanjikan dimuka. Oleh
karena itu meskipun realisasi bagi hasil simpanan di Bank Syariah apabila di ekuivalenkan
dengan tingkat bunga melebihi maksimum tingkat bunga penjaminan, simpanan di Bank
Syariah tersebut tetap dijamin oleh LPS.
Pada dasarnya, LPS bukanlah asuransi. Program penjaminan yang dilaksanakan LPS
dikenal deposit insureance pertama kali digunakan di Amerika Serikat tahun 1993 sewaktu
mendirikan Federal Deposit Insurance Corporation (FDIC). Lembaga yang menjamin dana
nasabah apabila bank di likuidasi. Deposit Insurance atau jaminan simpanan adalah jaminan
yang diberikan kepada nasabah penyimpan pada bank oleh penyelenggara penjaminan. Tujuan
pemberian jaminan tersebut bukan semata-mata menjamin individual nasabah, tapi untuk
menjamin keutuhan sistem perbankan secara keseluruhan.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Otoritas Jasa Keuangan adalah sebuah lembaga pengawas jasa keuangan seperti
industry perbankan, pasar modal, reksadana, perusahaan pembiayaan, dana pensiun dan
asuransi yang sudah harus terbentuk pada tahun 2010. Lembaga penjamin simpanan atau yang
sering dikenal dengan istilah LPS, merupakan suatu lembaga yang didirikan khusus oleh negara
dengan tujuan memberikan keamanan dan kenyamanan kepada masyarakat atas penempatan
dananya pada lembaga keuangan khususnya perbankan.
OJK berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi
terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan. Melaksanakan tugasnya, OJK
memiliki Motto 3M yaitu mengatur, mengawasi dan melindungi. Dalam melaksanakan
tugasnya, OJK berkoordinasi dengan bank Indonesia dalam membuat peraturan pengawasan di
bidang perbankan.
Lembaga Penjamin Simpanan dapat melakukan pemeriksaan terhadap bank yang
terkait dengan fungsi, tugas dan wewenangnya serta berkoordinasi terlebih dahulu dengan
OJK. . OJK, Bank Indonesia dan Lembaga Penjamin Simpanan wajib membangun dan
memelihara sarana pertukaran informasi secara terintegrasi.
DAFTAR PUSTAKA

Asikin, Zainal. 2015. Pengantar Hukum Perbankan Indonesia. Jakarta: PT RajaGrafindo


Persada.
Djumhana, Muhammad. 2006. Hukum Perbankan di Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti.
https://www.ojk.go.id
Iska, Syukri dan Ifelda Nengsih. 2016. Manajemen Lembaga Keuangan Syariah Non Bank
Teori Praktek Dan Regulasi. Padang: CV Jasa Surya.
Undang-Undang No 10 tahun 1998

Anda mungkin juga menyukai