Anda di halaman 1dari 14

Nama : Nadila

Nim : 190801027

OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK)

DAN

LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN (LPS)

1. OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK)

A. Pengertian Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

Ojk adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lai, yang

mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, serta

penyidikan sector jasa keuangan di Indonesia. Ojk di bentuk berdasarkan Undang-Undang

Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan. Pembentukan Otoritas Jasa

Keuangan merupakan upaya pemerintah Republik Indonesia menghadirkan lembaga yang

mampu menyelenggarakan system pengaturan dan pengawasan terhadap keseluruhan

kegiatan struktur keuangan, baik perbankan maupun lembaga keuangan non-bank.

B. Perkembangan Terbentuknya OJk


Otoritas Jasa Keuangan berawal dari adanya keresahan dari beberapa pihak dalam

hal fungsi pengawasan Bank Indonesia. Ada tiga hal yang melatar belakangi pembentukan

Otoritas Jasa Keuangan, yaitu perkembangan industri sektor jasa keuangan di Indonesia,

permasalahan lintas sektoral industry jasa keuangan, dan amanat Undang-Undang No. 3

tahun 2004 tentang Bank Indonesia (pasal 34). Pasal 34 Undang-Undang No.3 Tahun 2004

tentang Bank Indonesia merupakan respon dari krisis Asia yang terjadi paada 1997-1998

yang berdampak sangat berat terhadap Indonesia, khususnya sector perbankan.

Krisis pada 1997-1998 yang melanda Indonesia mengakibatkan banyaknya Bank

yang mengalami koleps sehingga banyak yang mempertanyakan pengawasan Bank

Indonesia terhadap bank-bank. Kelemahan kelembagaan dan pengaturan yang tidak

mendukung diharapkan dapat di perbaiki sehingga terciptanya kerangka sistem keuangan

yang lebih tangguh. Reformasi di bidang hokum perbankan diharapkan menjadi obat

penyembuh krisis dan sekaligus menciptakan penangkalan dalam pemikiran permasalahan-

permasalahan di masa depan.

Untuk itu, terbentuklah ide awal pembentukan Otoritas Jasa Keuangan yang

sebenarnya adalah hasil kompromi untuk menghindari jalan buntu pembahasan Undang-

Undang tentang Bank Indonesia oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Sebagai kompromi,

disepakati bahwa lembaga yang akan menggantikan Bank Indonesia dalam mengawasi

bank tersebut juga bertugas mengawasi lembaga keuangan lainnya. Hal ini dimaksudkan

agar tidak terlihat bahwa pemisahan fungsi pengawasan tersebut adalah memangkas

kewenangan Bank Sentral. Nantinya Otoritas Keuangan yang ada di Indonesia.


Selain itu, berdasarkan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia,

pemerintah diamanatkan membentuk lembaga pengawas sektor jasa keuangan yang

independen, selambat-lambatnya akhur tahun 2010 dengan nama Otoritas Jasa Keuangan

(OJK). Lembaga ini bertugas mengawasi industri perbankan, asuransi, dana pensiun, pasar

modal, dan perusahaan pembiayaan, serta badan-badan lain yang menyelenggarakan

oengelolaan dana masyarakat.

Menurut penjelasan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004, Otoritas Jasa

Keuangan bersifat independen dalam menjalankan tugasnya dan kedudukannya berada di

luar pemerintah dan berkewajiban menyampaikan laporan kepada Badan Pemeriksa

Keuangan (BPK) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Sebelum Otoritas Jasa Keuangan dibentuk, Undang-Undangnya harus dibuat

terlebih dahulu. Jika tidak, Otoritas Jasa Keuangan tidak punya dasar hukum. Jika

rancangan Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan disahkan menjadi Undang-Undang,

tugas, fungsi dan wewenangan pembinaan dan pengawasan atas sejtor jasa keuangan

beralih ke institusi baru tang di sebut Otoritas Jasa Keuangan. Ini berarti Otoritas Jasa

Keuangan akan mengambil alih sebagian tugas dan wewenang Bank Indonesia, Pasar

Modal, Ditjen Lembaga Keuangan, Badan Pengawas Pasar Modal, dan intitusi pemerintah

lain yang memang mengawasi lembaga pengelola dana masyarakat. Tugas yang tetap di

pegang oleh Bank Indonesia adalah pengaturan kegiatan bank yang terkait dengan

kewenangan otoritas moneter.


Usulan untuk membagi kewenangan di bidang pengaturan dan pengawasan bank

kepada dua lembaga, yaitu Bank Indonesia dan lembaga penyedia jasa keuangan atau yang

di kenal dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Pada penyusunan Undang-Undang Otoritas

Jasa Keuangan terdapat masalah yang harus diidentifikasi yang selanjutnya dikaji dan di

analis kebaikan dan kelemahannya, serta menelaah praktik-praktik dalam membentuk suatu

lembaga pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan.

C. Fungsi dan Tugas OJK

Fungsi dan tugas OJK adalah menyelenggarakan sistem pengaturan dan

pengawasan yang teintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan dalam Sektor Jasa Keuangan.

OJK adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain. OJK

melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap :

Kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan

Kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal, dan

Kegiatan jasa keuangan di sektor perasuransian, dana pensiun, lembaga

pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lain

D. Karakteristik OJK

Salah satu karakteristik yang dimiliki OJK serta menjadi nilai tambah OJK

sebagaimana diamanatkan dalam UU OJK adalah kewenangan di bidang edukasi dan


perlindungan konsumen. Kewenangan ini tercermin dalam amanat Pasal 4 UU OJK yang

menyebutkan bahwa pembentukan OJK dilakukan dengan tujuan agar :

Keseluruhan kegiatan dalam sistem jasa keuangan terselenggara secara

teratur, adil, transparan dan akuntabel

Mampi mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan

stabil.

Mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.

E. Wewenang OJK

Wewenang pengaturan OJK adalah menetapkan :

Peraturan pelaksanaan UU OJK

Peraturan perundang-Undangan di sektro jasa keuangan

Peraturan mengenai pengawasan

Peraturan mengenai tata cara penetapan pemerintah tertulis

Wewenang pengawasan OJK adalah :

Melakukan pengawasan dan perlindungan konsumen sektor perbankan,

pasar modal, dan Industri Kuangan Non-Bank (IKNB)

Memberikan dana atau mencabut izin usaha, pengesahan, persetujuan atau

penetapan pembubaran

Memberikan perintah tertulis kepada Lembaga Jasa Keuangan dan

menunjuk pengelola statuter

Menetapkan sanksi administratif


Terkait edukasi dan perlindungan konsumen OJK memiliki kewenangan untuk

melakukan:

Edukasi kepada masyarakat dalam rangka pencegahan kerugian konsumen

dan masyarakat.

Pelayanan pengaduan konsumen

Pembelaan hukum untuk kepentingan perlindungan konsumen dan

masyarakat.

F. Visi dan misi OJK

Visi OJK adalah menjadi lembaga pengawas sektor jasa keuangan yang tepercaya,

melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat, dan mampu mewujudkan industri jasa

keuangan menjadi pilar perekonomian nasional yang berdaya saing global serta dapat

mewujudkan kesejahteraan umum.

Misi OJK adalah :

Mewujudkan terselenggaranya seluruh kegiatan dalam sektor jasa keuangan

secara teratur, adil, transparan, serta akuntabel

Mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil


Melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat

2. LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN (LPS)

A. Pengertian Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)

Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sebagai lembaga yang dibentuk berdasarkan

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan

sebagaimana telah di ubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2009 (UU LPS).

Mendapatkan tambahan tugas dan wewenang baru yang cukup besar sebagaimana

dimandatkan oleh Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2016 tentang pencegahan dan

penanganan krisis sistem keuangan (UU PPKSK).

Tugas dan wewenang baru tersebut adalah persiapan resolusi bank berkoordinasi

dengan Otoritas Jasa Keuangan, Resolusi bank dengan metode baru berupa pengalihan aset

dan kewajiban bank dan penggunaan bank perantara pendanaan penanganan bank dengan

obsi yang lebih beragam, serta penyelenggaraan Program Restrukturisasi Perbankan (PRP)

pada kondisi krisis keuangan yang membahayakan perekonomian nasional berdasarkan

keputusan presiden. Dalam rangka melaksanakan mandat UU PPKSK Tersebut dan guna

meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelaksanaan fungsi dan tugas LPS secara

menyeluruh.
B. Perkembangan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)

Pada tahun 2016 LPS melakukan persiapan transformasi organisasi berupa kajia

menyeluruh terhadap organisasi LPS dan menetapkan visi baru. Pada tahun 2017, LPS

mulai melaksanakan program transformasi untuk 5 tahun kedepan dengan mengacu pada

masterplan tranformasi tahun 2017-2021, cetak biru teknologi informasi LPS tahun 2017-

2022, dan roadmap pengembangan Sumber Daya Manusia LPS 2017-2021.

Selama tahun 2017, beberapa kegiatan strategis telah di selesaikan antara lain

restrukturisasi organisasi LPS, program penguatan budaya organisasi, penguatan sistem dan

prosedur kerja, hingga peningkatan kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) dalam

melaksanakan tugas utama LPS, termasuk pelaksanaan simulasi resolusi Bank. Selain itu,

LPS juga telah menyelesaikan beberapa kebijakan utama yang merupakan amanat UU

PPKSK, yaitu peraturan LPS tentang tentang penanganan Bank Sistemik yang mengalami

permasalahan Solvabilitas, peraturan LPS tentang penyelesaian Bank selain Bank Sistemik

yang mengalami permasalahan Solvabilitas dan pengaturan LPS tentang pengelolaan,

penatausahaan, serta pencatatan Aset dan kewajiban dari penyelenggaraan PRP.

Dari pelaksanaan program transformasi dan kegiatan LPS lainnya secara

keseluruhan, pencapaian kerja LPS pada tahun 2017 adalah 101% atau “sangat baik”.

Walaupun sudah banyak hal yang telah di capai pada tahun 2017, beberapa hal strategis

masih perlu dilanjutkan pada tahun 2018. Diantaranya adalah implementasi struktur

organisasi baru yang telah ditetapkan, penyelesaian beberapa kebijakan operasional,


pemenuhan infrastruktur, pengembangan sistem teknologi dan informasi serta

pengembangan SDM.

C. Fungsi dan Tugas LPS

Adapun Fungsi LPS adalah:

Menjamin simpanan nasabah penyimpan

Turut aktif dalam memeliharan stabilitas sistem perbankan sesuai dengan

kewenangannya.

Menjamin simpanan nasabah Bank

Selain itu, LPS juga memiliki tugas, antara lain :

Merumuskan dan menetapkan kebijakan pelaksanaan penjaminan simpanan.

Melaksanakan penjaminan simpanan

Merumuskan dan menetapkan kebijakan dalam rangka turut aktif

memelihara stabilitas sistem perbankan

Merumuskan, menetapkan, dan melaksanakan kebijakan penyelesaian Bank

gagal yang tidak berdampak sistemik.

Melaksanakan pelaksanaan Bank gagal yang berdampak Sistemik.

D. Wewenang LPS
Dalam rangka melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat 1.

LPS mempunyai wewenang sebagai berikut :

Menetapkan dan memungut premi penjaminan

Menetapkan dan memungut kontribusi pada saat bank pertama kali menjadi

peserta.

Melakukan pengelolaan kekayaan dan kewajiban LPS

Mendapatkan data simpanan nasabah, mendapatkan data kesehatan bank,

laporan keuangan bank, laporan hasil pemeriksaan bank, sepanjang tidak

melanggar kerahasiaan bank.

Melakukan rekonsiliasi, verifikasi, dan / konfirmasi atas data tersebut pada

angka 4

Menetapkan syarat, ketentuan, tata cara pembayaran klaim.

Menunjuk, menguasakan, dan / menugaskan pihak lain untuk bertugas bagi

kepentingan dan / atas nama LPS, guna melaksanakan sebagian tugas

tertentu

Melakukan penyuluhan kepapa banj dan masyarakat tentang penjaminan

simpanan

Menjatuhkan sanksi administratif.


E. Visi dan Misi LPS

LPS mempunyai Visi yaitu menjadikan lembaga, terdepan, tepercaya, dan di akui

ditingkat nasional dan internasional dalam menjamin simpanan nasabah dan melaksanakan

resolusi bank untuk mendorong dan memelihara stabilitas sistem keuangan.

Misi LPS adalah:

Menyelenggara penjaminan yang efektif dalam rangka melindungi masabah

Melaksanakan resolusi bank yang efektif dan efisien

Melaksanakan penanganan krisis melalui restrukturisasi bank yang efektif

dan efisien

Berperan aktif dalam mendorong dan memelihara stabilitas sistem keuangan

nasional melalui organisasi yang kompeten

F. Syarat Penjaminan LPS

Selain memenuhi nilai simpanan yang dijamin, nasabah juga perlu memenuhi

syarat-syarat berikut :

Simpanan nasabah tercatat dalam pembukuan bank


Nasabah tidak memperolah bunga simpanan yang melebihi tingkat bunga

wajar di tetapkan omeh LPS/ Nasabah tidak menerima imbalan yang tidak

wajar dari bank.

Nasabah tidak melakukan tindakan yang merugikan bank, misalnya memiliki

kredit macet di bank tersebut.

G. Nilai Simpanan yang di jamin LPS

Sejak tanggal 22 Maret 2007 dan seterusnya, nilai simpanan yang dijamin LPS

maksimum sebesar Rp 100 juta per nasabah per bank, yang mencakup pokok dan

bunga/bagi hasil yang telah menjadi hak nasabah. Bila nasabah bank memiliki simpanan

lebih dari Rp 100 juta maka sisa simpanannya akan dibayarkan dari hasil likuidasi bank

tersebut. Tujuan kebijakan publik penjaminan LPS tersebut adalah untuk melindungi

simpanan nasabah kecil karena berdasarkan data distribusi simpanan per 31 Desember

2006, rekening bersaldo sama atau kurang dari Rp 100 juta mencakup lebih dari 98%

rekening simpanan.

Sejak terjadi krisis global pada tahun 2008, Pemerintah kemudian mengeluarkan

Perpu No. 3 Tahun 2008 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004

Tentang Lembaga Penjamin Simpanan yang mengubah nilai simpanan yang dijamin oleh

LPS menjadi Rp 2.000.000.000 (dua milyar rupiah). Perpu ini dapat disesuaikan kembali,

apabila krisis global meluas atau mereda.


Nilai simpanan yang dijamin oleh LPS paling tinggi sebesar Rp 2 milyar per

nasabah per bank sejak tanggal 13 Oktober 2008. Apabila seorang nasabah mempunyai

beberapa rekening simpanan pada satu bank, maka untuk menghitung simpanan yang

dijamin, saldo seluruh rekening tersebut dijumlahkan. Nilai simpanan yang dijamin tersebut

meliputi pokok ditambah bunga untuk bank konvensional, atau pokok ditambah bagi hasil

yang telah menjadi hak nasabah untuk bank syariah.

DAFTARPUSTAKA
Anggota Dewan Komisioner. 2014. Mengenal Otoritas Jasa keuangan dan Industri Jasa

Keuangan.

Sutedi, Adrian. 2014. Aspek Hukum Otoritas Jasa Keuangan. Jakarta :Penebar Swadaya

Grup

Annual Report, 2017. Transformasi Menjadi Yang Terdepan. Jakarta : PT Bank

Kesejahteraan Ekonomi

Anda mungkin juga menyukai