Anda di halaman 1dari 30

BANK SENTRAL :

INDEPENDENSI BANK SENTRAL DAN INSTRUMEN KEBIJAKAN


MONETER

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi


Tugas Mata Kuliah Ekonomi Moneter I

Disusun Oleh :
Kelompok 6
1.

Ario Purwo Dyatmiko

F0114017

2.

Hendri Hidayat

F0114046

3.

Rustam Hidayatulloh

F0114076

4.

Zelika Dewi F

F0114097

JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2015

DAFTAR ISI
Halaman
Daftar Isi ........................................................................................................

BAB PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...................................................................................

1.2 Rumusan Masalah ..............................................................................

1.3 Tujuan Penulisan ...............................................................................

BAB PEMBAHASAN
2.1 Bank Sentral ......................................................................................

2.2 Independensi Bank Sentral ...............................................................

2.3 Independensi Bank Indonesia ...........................................................

2.4 Instrumen Kebijakan Moneter ...........................................................

10

2.5 Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter .......................................

19

2.6 Kebijakan Moneter di Indonesia .......................................................

22

BAB PENUTUP
3.1 Simpulan ............................................................................................

28

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................

29

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Bank Sentral memiliki peran yang vital dan strategis bagi masyarakat dan

pembangunan ekonomi. Hal yang paling mendasar adalah peran bank sentral dalam
mencetak dan mengedarkan uang. Dengan peran ini, bank sentral mempunyai tujuan
dan tanggung jawab untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai dari mata uang
yang diedarkan dan guna mendukung tercapainya tujuan tersebut, maka bank sentral
perlu memiliki independensi bank sentral dan instrumen kebijakan moneter agar dalam
pencapaian sasaran dan tujuan tidak dipengaruhi oleh pihak lain.
Independensi adalah salah satu faktor penting dalam pencapaian tujuan akhir bank
sentral, yaitu tercapainya kestabilan nilai uang. David Ricardo (1824) mengemukakan
bahwa perlu adanya otonomi bank sentral dan pemisahan wewenang antara pemerintah
dengan bank sentral. Independensi bank sentral menjadi penting pada saat bank sentral
tersebut memiliki target-target tertentu.
Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia yang independen (pasal 4
UU No 23 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 3 tahun 2004). Independensi
Bank Indonesia dimulai sejak diberlakukannya Undang-Undang tersebut dan juga
mengikuti trend Bank Sentral di negara-negara lain.
Selain independesi bank sentral, diperlukan instrumen lain guna untuk
mendukung tercapainya tujuan bank sentral, yaitu melalui instrumen kebijakan moneter.
Makalah ini akan mengupas lebih jauh tentang independensi dan instrumen kebijakan
moneter bank sentral.
1.2

Rumusan Masalah

a.

Apa pengertian bank sentral ?

b.

Apa tujuan dan tugas bank sentral ?

c.

Apa pengertian independensi bank sentral ?

d.

Bagaimana kategori independensi bank sentral ?

e.

Bagaimana independensi Bank Indonesia ?

f.

Apa pengertian instrumen kebijakan moneter ?

g.

Apa macam-macam instrumen kebijakan moneter ?


2

h.

Bagaimana mekanisme transmisi kebijakan moneter ?

i.

Bagaimana kebijakan moneter di Indonesia ?

1.3

Tujuan Penulisan

a.

Untuk mengetahui pengertian bank sentral.

b.

Untuk mengetahui tujuan dan tugas bank sentral.

c.

Untuk mengertahui pengertian independensi bank sentral.

d.

Untuk mengetahui kategori independensi bank sentral.

e.

Untuk mengetahui independensi Bank Indonesia.

f.

Untuk mengetahui pengertian instrumen kebijakan moneter.

g.

Untuk mengetahui macam-macam instrumen kebijakan moneter.

h.

Untuk mengetahui mekanisme transmisi kebijakan moneter.

i.

Untuk mengetahui kebijakan moneter di Indonesia.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1

Bank Sentral
Menurut Pasal 4 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia


menyatakan Bank Sentral adalah lembaga negara yang mempunyai wewenang untuk
mengeluarkan alat pembayaran yang sah dari suatu negara, merumuskan dan
melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem
pembayaran, mengatur dan mengawasi perbankan, serta menjalankan fungsi sebagai
lender of the last resort.
Tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah
(Pasal 7 UU No. 6 Tahun 2009) dan untuk mencapai tujuan tersebut, Bank Indonesia
memiliki beberapa tugas, yang mana tercantum dalam Pasal 8 UU No. 6 Tahun 2009,
meliputi :
1.

Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter

2.

Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran

3.

Mengatur dan mengawasi bank (mulai 1 Januari 2014 tugas ini dialihkan ke
OJK dan diganti dengan menjaga stabilitas sistem keuangan)

2.2

Independensi Bank Sentral


Independensi bank sentral adalah kebebasan bank sentral untuk dapat

melaksanakan kebijakan moneternya yang bebas dari pertimbangan-pertimbangan


politik (Fraser 1994). Meyer (2000) juga mendefinisikan bank sentral (Bank Sentral
Republik Indonesia) sebagai tinjauan kelembagaan, kebijakan dan organisasi yang
mencangkup bahwa bank sentral bebas dari pengaruh, instruksi atau arahan, control,
baik dari badan eksekutif maupun dari badan legislatif.
Menurut para ahli, Independensi bank sentral dikategorikan menjadi beberapa
aspek, yaitu :
Meyer (2000) membagi independensi bank sentral menjadi dua, yaitu :

1.

Goal Independence : Bank Sentral menetapkan sendiri tujuan-tujuan yang akan


dicapai

2.

Instrument Independence : Bank Sentral memiliki ruang lingkup atau


wewenang yang cukup dalam mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan.
Menurut Fraser, bank sentral sebaiknya tidak memiliki goal independence tetapi

memiliki instrument independence.


Sedangkan menurut, Grilli et al. (1991) dan Elgie, independensi bank sentral
dibagi menjadi political independence dan economic independence
1.

Political Independence : Kemampuan bank sentral untuk menetapkan tujuantujuan atau keputusan kebijakannya yang bebas dari pengaruh pemerintah.

2.

Economic Independence : Kemampuan bank sentral untuk menggunakan


semua instrumen kebijakan moneter yang tersedia secara bebas, tanpa batasanbatasan dari pemerintah.
Baka (1994-1995) membagi independensi bank sentral dalam tiga aspek yaitu :

1.

Institutional Independence : Posisi bank sentral dalam pemerintah dan prosedur


dalam mengangkat dan memberhentikan pimpinan bank sentral.

2.

Functional Independence

: Kekuasaan dan kapasitas bank sentral dalam

rangka menerapkan dan menetapkan kebijakan moneter dan otonomi dalam


fungsi-fungsi lainnya.
3.

Financial Independence : Bank sentral memiliki kontrol penuh dalam


mengakumulasi dan mendistribusikan sumber daya finansialnya tanpa adanya
pengaruh luar.
Mboweni (2000), membagi independensi bank sentral ke dalam empat aspek yaitu

:
1.

Functional Independence : Hak untuk memutuskan segala hal yang berkaitan


dengan kebijakan moneter dan kestabilan harga.

2.

Personnel Independence : Pemilihan dan pengangkatan anggota Dewan


Gubernur dengan kompetisi professional tinggi dan tanpa kewajiban untuk
condong pada tekanan-tekanan politik atau lainnya.

3.

Instrumental Independence : Bank sentral memiliki kontrol terhadap


instrumen-instrumen yang mempengaruhi proses inflasi, termasuk larangan
pembiayaan langsung defisit pemerintah.

4.

Financial Independence : Hak kepada bank sentral untuk memiliki akses


sendiri terhadap sumber financial yang cukup dan memiliki kontrol penuh
terhadap anggarannya sendiri.
Selain menurut para ahli terkait pembagiaan independensi bank sentral di atas,

terdapat pembagian lain, namun secara umum kurang lebih meliputi aspek-aspek yang
hampir sama. Dari gabungan beberapa pendekatan di atas, independensi dapat
dibedakan menjadi 3 ( tiga ) aspek .
1.

Goal Independence
Goal Independence berarti pemerintah tidak memberikan pengaruh langsung

dalam penetapan tujuan-tujuan kebijakan moneter. Goal independence bervariasi dari


kebebasan penuh atau tinggi sampai kebebasan terbatas atau rendah. Kebebasan tinggi
seperti di Amerika Serikat, undang-undangnya hanya menyebutkan tujuan-tujuan yang
harus dicapai FedRes yang mana memiliki kebebasan untuk menentukan prioritas sesuai
keadaan. Bank of Japan (BoJ) dan Sveriges Riskbank (SR) juga memiliki goal
independence yang cukup tinggi. Kebebasan yang rendah dalam goal independence
dimiliki oleh Reserve Bank Of New Zealand (RBNZ) ,stabilitas harga dinegosiasikan
antara Gubernur Bank Sentral dan Menteri Keuangan secara berkala. Selain Reserve
Bank Of New Zealand (RBNZ) yang memiliki kebebasan yang rendah, terdapat bank
sentral lain pula yang memiliki kebebasan yang rendah yaitu Bank of England (BoE)
dan Bank of Canada (BoC). Inggris memiliki Menteri Keuangan yang memliki
kewenangan untuk menetapkan batasan stabilitas harga. Sedangkan di Kanada,
pemerintah dan BOC menetapkan target-target pengendalian inflasi.
2.

Instrument Independence
Instument Independence berarti bank sentral memiliki wewenang untuk

menetapkan sendiri target-target operasionalnya tanpa pengaruh dari pemerintah.


Instrument Independence ini meliputi pengendalian suku bunga jangka pendek dan
nilai tukar, serta larangan pemberian kredit kepada pemerintah. Sebagai gambaran,bank
sentral seperti ECB, FedRes, BoJ dan SR memiliki kewenangan penuh dalam
menetapkan suku bunga. Dalam hal pengendalian nilai tukar hampir semua bank sentral
6

hanya memiliki tanggungjawab yang sangat terbatas. Demikian juga, hampir semua
bank sentral masih dapat memberikan kredit kepada pemerintah. Sementara itu ECB
masih memiliki wewenang dalam penetapan nilai tukar dan tidak dapat memberikan
kredit langsung kepada pemerintah.
3.

Personal Independence
Personal Independence berarti badan pembuat kebijakan memiliki wewenang

untuk menolak campur tangan pemerintah. Personal Independence ini meliputi masa
jabatan, jumlah anggota dan masa jabatan berjenjang dari anggota badan pembuatan
kebijakan, tingkat keragaman lembaga yang terkait dalam proses pengangkatan anggota
badan pembuat kebijakan, serta status hukum khusus undang-undang bank sentral.
Sebagai gambaran, beberapa bank sentral yang memiliki tingkat personal independence
yang tinggi sehingga dapat mengurangi campur tangan pemerintah di bank sentral,
antara lain ECB, FedRes, BOC dan BoJ.
2.3

Independensi Bank Indonesia

2.3.1 Sejarah Independensi Bank Indonesia


Sebelum Indonesia merdeka, tepatnya tanggal 10 Oktober 1827 di wilayah
Hindia-Belanda (Nusantara), sudah didirikan bank oleh pemerintah Hindia-Belanda.
Bank tersebut diberi nama De Javasche Bank yang berkedudukan di Batavia (sekarang
Jakarta). Bank tersebut bukanlah milik pemerintah, namun semua pimpinannya diangkat
oleh pemerintah. Tujuan utama pendirian bank tersebut adalah untuk meningkatkan
perekonomian pemerintah Hindia-Belanda. Pada tahun 1951, De Javashe Bank diganti
namanya menjadi Bank Indonesia. Tahun 1953, Undang-Undang Pokok Bank Indonesia
menetapkan pendirian Bank Indonesia untuk menggantikan fungsi De Javasche Bank
sebagai bank sentral, dengan tiga tugas utama dibidang moneter, perbankan, dan sistem
pembayaran.
Pada tahun 1968 diterbitkan Undang-Undang Bank Sentral yang mengatur
kedudukan dan tugas Bank Indonesia sebagai bank sentral yang terpisah dari bank-bank
lain yang melakukan fungsi komersial. Selain tiga tugas pokok bank sentral, Bank
Indonesia juga bertugas membantu pemerintah sebagai agen pembangunan yang
mendorong kelancaran produksi dan pembangunan serta memperluas kesempatan kerja
guna meningkatkan taraf hidup rakyat.
7

Tahun 1999 merupakan Babak baru dalam sejarah Bank Indonesia, sesuai dengan
UU No. 23 Tahun 1999 yang menetapkan tujuan tunggal Bank Indonesia yaitu
mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Sebagai bank sentral, Bank Indonesia
mempunyai satu tujuan tunggal, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah.
Kestabilan nilai rupiah ini mengandung dua aspek, yaitu kestabilan nilai mata uang
terhadap barang dan jasa, serta kestabilan terhadap mata uang negara lain. Untuk
mencapai tujuan tersebut, BI didukung oleh tiga pilar yang merupakan tiga bidang
tugasnya. Ketiga bidang tugas ini adalah menetapkan dan melaksanakan kebijakan
moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta mengatur dan
mengawasi perbankan di Indonesia. Ketiganya perlu diintegrasi agar tujuan mencapai
dan memelihara kestabilan nilai rupiah dapat dicapai secara efektif dan efisien.
Babak baru dalam sejarah Bank Indonesia sebagai Bank Sentral yang independen
dimulai ketika sebuah undang-undang baru, yaitu Undang-Undang No. 23 Tahun 1999
tentang Bank Indonesia, dinyatakan berlaku pada tanggal 17 Mei 1999. Undang-undang
ini memberikan status dan kedudukan sebagai suatu lembaga negara independen dan
bebas dari campur tangan pemerintah ataupun pihak lainnya. Sebagai suatu lembaga
negara yang independen.
2.3.2 Independensi Bank Indonesia
Konsep independensi bank sentral telah banyak dibahas semenjak tahun 1950an .
Mr. Sjafruddin Prawirnegara, Presiden De Javasche Bank waktu itu, sudah mensinyalir
adanya gangguan terhadap independensi karena rencana pembentukam dewan moneter.
Babak baru dalam sejarah Bank Indonesia sebagai Bank Sentral yang independen
dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dimulai ketika sebuah undang-undang
baru, yaitu UU No. 23/1999 tentang Bank Indonesia, dinyatakan berlaku pada tanggal
17 Mei 1999 dan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik
Indonesia No. 6/ 2009 yang berbunyi Bank Indonesia adalah lembaga Negara yang
independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan
pemerintah dan atau pihak lain. Undang-undang ini memberikan status dan
kedudukan sebagai suatu lembaga negara yang independen dalam melaksanakan tugas
dan wewenangnya, bebas dari campur tangan pemerintah dan/atau pihak lain, kecuali
untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-undang ini.

Bank

Indonesia

mempunyai

otonomi

penuh

dalam

merumuskan

dan

melaksanakan setiap tugas dan wewenangnya sebagaimana ditentukan dalam undangundang tersebut. Pihak luar tidak dibenarkan mencampuri pelaksanaan tugas Bank
Indonesia, dan Bank Indonesia juga berkewajiban untuk menolak atau mengabaikan
intervensi dalam bentuk apapun dari pihak manapun juga. Status dan kedudukan yang
khusus tersebut diperlukan agar Bank Indonesia dapat melaksanakan peran dan
fungsinya sebagai otoritas moneter secara lebih efektif dan efisien.
Bank Indonesia memiliki status dan kedudukan sebagai suatu lembaga Negara
yang independen. Tingkat independensi Bank Indonesia dapat dilihat dari aspek goal
independence ,instrument independence, dan personal independence.

Goal Independence
Tujuan Bank Indonesia telah ditetapkan dalam undang-undang, yaitu mencapai

dan memelihara kestabilan nilai rupiah (tanpa penetapan rentang waktu secara spesifik).
Namun, Bank Indonesia masih memiliki kebebasan menetapkan target dalam jangka
pendek sehingga Bank Indonesia dapat dikatakan memiliki Goal Independence yang
tinggi seperti ECB dan BoJ, tetapi tak seindependen FedRes.

Instrument Independence
Bank Indonesia, sesuai dengan undang-undang, memiliki wewenang untuk

menetapkan sendiri target-target operasionalnya tanpa pengaruh dari pemerintah. Dalam


menjalankan kebijakan moneternya, Bank Indonesia memiliki wewenang penuh dalam
pemerintah. Dalam hal nilai tukar, sebagaimana negara-negara lain yang menerapkan
sistem nilai tukar mengambang, pada dasarnya Bank Indonesia tidak diarahkan untuk
mencapai target nilai tukar tertentu. Namun, Bank Indonesia masih dapat
mempengaruhi gejolak nilai tukar melalui operasi valuta asing. Bank Indonesia dapat
dikatakan memiliki Instrument Independence yang cukup tinggi yang lebih independen
dari FedRes dan BoJ teteapi tidak seindependen ECB.

Personal Independence
Sesuai dengan undang-undang, pihak luar tidak dibenarkan mencampuri

pelaksanaan tugas Bank Indonesia (Dewan Gubernur) dan Bank Indonesia (Dewan
Gubernur) juga berkewajiban untuk menolak atau mengabaikan intervensi dalam bentuk
apapun dari pihak manapun juga. Anggota Dewan Gubernur mempunyai masa jabatan 5
9

(lima) tahun dan dapat diangkat kembali satu kali. Jumlah anggota Dewan Gubernur
berkisar antara enam dan sembilan orang dengan penggantian secara berkala.
Pengusulan dan pengangkatan Gubernur dan Deputi Gubernur Senior dilakukan oleh
Presiden dengan persetujuan DPR. Sedangkan pengusulan Deputi Gubernur dilakukan
oleh Gubernur dan diangkat oleh Presiden dengan persetujuan DPR. Sementara itu,
Bank Indonesia tidak memiliki status hukum seperti ECB, Bank Indonesia dikatakan
memiliki personal independence yang sedang, lebih independen dibandingkan BoJ
tetapi tidak seindependen FedRes atau ECB.
2.4

Instrumen Kebijakan Moneter


Kebijakan moneter adalah semua upaya atau tindakan Bank Sentral dalam

mempengaruhi perkembangan variabel-variabel moneter (uang beredar, suku bunga


kredit, dan nilai tukar) untuk mencapai tujuan ekonomi tertentu. Beberapa ahli juga
menyampaikan terkait pengertian kebijakan moneter, yaitu

Kebijakan moneter merupakan salah satu bagian integral dari kebijakan


ekonomi makro. Kebijakan moneter ditujukan untuk mendukung tercapainya
sasaran ekonomi makro, yaitu pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas
harga, pemerataan pembangunan, dan keseimbangan neraca pembayaran
(Iswardono, 1997 dalam laporan BI).

Kebijakan moneter adalah tindakan yang dilakukan oleh penguasa moneter


(biasanya Bank Sentral) untuk mempengaruhi jumlah uang beredar dan kredit
yang

pada

gilirannya

akan

mempengaruhi

kegiatan

ekonomi

masyarakat(Ismail, 2006:234).
Tujuan kebijakan moneter terutama untuk stabilisasi ekonomi yang dapat diukur
dengan kesempatan kerja, kestabilan harga serta neraca pembayaran internasional yang
seimbang. Apabila kestabilan dalam kegiatan ekonomi terganggu, maka kebijakan
moneter dapat dipakai untuk memulihkan kondisi yang terganggu (tindakan stabilisasi).
Kebijakan moneter berdasarkan laporan tahunan Bank Indonesia dapat
digolongkan menjadi dua, yaitu:
1.

Kebijakan Moneter Ekspansif / Monetary Expansive Policy, yaitu suatu


kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang beredar

10

2.

Kebijakan Moneter Kontraktif / Monetary Contractive Policy, yaitu suatu


kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang beredar. Disebut juga
dengan kebijakan uang ketat (tight money policy)

Dalam pelaksanaannya, Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk melakukan


kebijakan moneter melalui penetapan sasaran-sasaran moneter (seperti uang beredar
atau suku bunga) dengan tujuan utama menjaga sasaran laju inflasi yang ditetapkan
oleh Pemerintah. Secara operasional, pengendalian sasaran-sasaran moneter tersebut
menggunakan instrumen-instrumen, antara lain operasi pasar terbuka di pasar uang baik
rupiah maupun valuta asing, penetapan tingkat diskonto, penetapan cadangan wajib
minimum, dan pengaturan kredit atau pembiayaan. Bank Indonesia juga dapat
melakukan cara-cara pengendalian moneter berdasarkan Prinsip Syariah.
1.

Operasi Pasar Terbuka


Operasi pasar terbuka adalah kegiatan transaksi di pasar uang yang di lakukan

oleh Bank Indonesia dengan bank dan pihak lain dalam rangka pengendalian moneter.
Kegiatan tersebut dapat bersifat absorpsi (menyerap likuiditas perbankan) maupun
injeksi (menambah likuiditas perbankan).
Pelaksanaan operasi pasar terbuka dapat dilakukan secara reguler (periodik)
maupun nonreguler (sewaktu-waktu apabila dipandang perlu dalam hal terjadi gejolak
suku bunga dan atau nilai tukar). Untuk mencapai target operasi pasar terbuka, Bank
Indonesia mengeluarkan atau menerbitkan beberapa surat berharga, meliputi :

11

Sertifikat Bank Indonesia

SBI adalah surat berharga sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek
dalam mata uang rupiah yang di terbitkan oleh Bank Indonesia dengan sistem diskonto.
SBI diterbitkan Bank Indonesia tanpa warkat (scripless) dan seluruh kepemilikan
maupun transaksinya di catat dalam sarana Bank Indonesia BI-SSSS.
Pihak-pihak yang dapat memiliki SBI adalah bank umum dan masyarakat. Bank
dapat membeli SBI di pasar perdana, sementara masyarakat hanya diperbolehkan
membeli di pasar sekunder. Penerbitan SBI di pasar perdana dilakukan dengan
mekanisme lelang pada setiap hari Rabu atau hari kerja berikutnya (dalam hal hari
dimaksud adalah hari libur).
SBI diterbitkan Bank Indonesia dalam jangka waktu (tenor) 1 bulan sampai
dengan 12 bulan dengan satuan unit terkecil sebesar Rp 1 Juta. Saat ini bank Indonesia
menerbitkan SBI dengan tenor 1 bulan dan 3 bulan. Penerbitan SBI tenor 1 bulan
dilakukan secara mingguan sedangkan SBI tenor 3 bulan dilakukan secara triwulanan.
Peserta lelang SBI terdiri dari bank umum dan pialang pasar uang rupiah dan
valas. Metode lelang penerbitan SBI dilakukan dengan menggunakan 2 cara yaitu :

Variable Rate Tender (peserta lelang mengajukan penawaran kuantitas dan


tingkat diskonto SBI )

Fixed Rate Tender (peserta lelang mengajukan penawaran kuantitas dengan


tingkat diskonto yang ditetapkan oleh Bank Indonesia)
Penawaran minimum pada lelang SBI di pasar perdana ditetapkan sebesar 1 miliar

dengan kelipatan 100 juta. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang SBI paling
lambat 1 hari sebelum hari pelaksanaan lelang. Bank Indonesia mengumumkan
pemenang lelang SBI pada hari pelaksanaan lelang. Dan penyelesaian transaksi
dilakukan 1 hari kerja berikutnya (one day settlement) melalui sarana BI-SSSS yang
terhubung langsung dengan sistem BI-RTGS.

Fasilitas Simpanan Bank Indonesia

FASBI adalah fasilitas penempatan dana milik bank umum dalam rupiah di
Bank Indonesia. FASBI disediakan secara harian oleh Bank Indonesia dengan jangka
waktu penempatan dana bank antara 1 hari (Overnite) sampai dengan 14 hari.
12

Penempatan dana minimal pada FASBI ditetapkan sebesar 1 miliar dengan


kelipatan 100 juta. Tingkat bunga FASBI ditetapkan berdasarkan diskresi Bank
Indonesia.
FASBI dilakukan tanpa warkat, dan bukti kepemilikan tercatat dalam sarana BISSSS. Penyelesaian transaksi FASBI dilakukan pada hari yang sama (same day
settlement).

Sertifikat Deposit Bank Indonesia

SDBI adalah instrumen hutang yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia kepada
investor. SDBI diterbitkan Bank Indonesia tanpa warkat (scripless) dan seluruh
kepemilikan maupun transaksinya dicatat dalam sarana Bank Indonesia BI-SSSS.
Pihak-pihak yang dapat memiliki SDBI adalah investor dan masyarakat. Invesotr
dapat membeli SDBI di pasar perdana. Penerbitan SDBI di pasar perdana dilakukan
dengan mekanisme lelang pada setiap hari Rabu atau hari kerja berikutnya (dalam hal
hari dimaksud adalah hari libur). SDBI di terbitkan Bank Indonesia dalam jangka waktu
(tenor) 1 bulan sampai dengan 12 bulan.
Penawaran minimum pada lelang SDBI di pasar perdana ditetapkan sebesar 1
miliar dengan kelipatan 100 juta. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang SDBI
paling lambat 1 hari sebelum hari pelaksanaan lelang. Bank Indonesia mengumumkan
pemenang lelang SDBI pada hari pelaksanaan lelang. Dan penyelesaian transaksi
dilakukan 1 hari kerja berikutnya (one day settlement) melalui sarana BI-SSSS yang
terhubung langsung dengan sistem BI-RTGS.

Reverse Repo Surat Utang Negara

RR-SUN merupakan transaksi pembelian SUN milik Bank Indonesia oleh bank
dengan perjanjian untuk menjual kembali kepada Bank Indonesia sesuai dengan harga
dan jangka waktu yang telah disepakati. Jenis SUN yang digunakan dapat berupa
obligasi Negara (ON) maupun surat perbendaharaan negara (SPN).
Transaksi RR-SUN dilakukan dengan mekanisme lelang pada seriap hari Rabu
atau hari kerja berikutnya (dalam hal hari dimaksud adalah hari libur). Transaksi RRSUN dilakukan dengan jangka waktu (tenor) 1 hari sampai dengan 12 bulan. Peserta
transaksi RR-SUN terdiri dari bank umum dan pialang pasar uang rupiah dan valuta
13

asing serta perusahaan efek yang telak ditunjuk oleh Departemen Keuangan untuk ikut
dalam lelang SUN di pasar perdana.
Metode lelang RR-SUN dilakukan dengan menggunakan 2 cara yaitu :

Variable rate tender (peserta lelang mengajukan penawaran kuantitas dan


reverse repo rate/RRRate )

Fixed rate tender (peserta lelang mengajukan penawaran kuantitas dengan RRrate yang di tetapkan oleh Bank Indonesia).
Penawaran minimum pada lelang RRSUN ditetapkan sebesar 1 miliar dengan

kelipatan 100 juta. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang RR-SUN paling
lambat 1 hari sebelum hari pelaksanaan lelang. Bank Indonesia mengumumkan
pemenang lelang RR-SUN pada hari pelaksanaan lelang. Dan penyelesaian transaksi
dilakukan 1 hari kerja berikutnya (one day settlement) melalui sarana BI-SSSS yang
terhubung langsung dengan sistem BI-RTGS.

Sertifikat Bank Indonesia Syariah

SBIS adalah instrumen moneter yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia sebagai
kebijakan untuk mengatur kelebihan dana likuiditas perbankan syariah berupa
penempatan jangka pendek bank syariah di Bank Indonesia. SBIS merupakan
instrumen pengganti Sertifikat Wadiah Bank Indonesia ( SWBI ). SBIS diterbitkan
Bank Indonesia tanpa warkat (scripless) dan seluruh kepemilikan maupun transaksinya
dicatat dalam sarana Bank Indonesia BI-SSSS.
Pihak-pihak yang dapat memiliki SBIS adalah bank umum dan pialang besar
melalui pasar perdana. Penerbitan SBIS di pasar perdana dilakukan dengan mekanisme
lelang pada setiap hari Rabu atau hari kerja berikutnya (dalam hal hari dimaksud adalah
hari libur). Jangka waktu SBIS dinyatakan dalam jumlah hari kalender selama (tenor) 1
bulan sampai dengan 12 bulan.
Bank Indonesia membayar imbalan atas SBI Syariah pada saat SBI Syariah jatuh
waktu. Tingkat imbalan yang diberikan mengacu kepada tingkat diskonto hasil lelang
Sertifikat Bank Indonesia (SBI) berjangka waktu sama yang diterbitkan bersamaan
dengan penerbitan SBI Syariah dengan ketentuan sebagai berikut :

14

Dalam hal lelang SBI menggunakan metode fixed rate tender maka imbalan SBI
Syariah ditetapkan sama dengan tingkat diskonto hasil lelang SBI.
Dalam hal lelang SBI menggunakan metode variable rate tender, maka imbalan
SBI Syariah ditetapkan sama dengan dengan rata-rata tertimbang tingkat
diskonto hasil lelang SBI.
Dalam hal pada saat bersamaan tidak terdapat lelang SBI, tingkat imbalan yang
diberikan, mengacu kepada data terkini antara tingkat imbalan SBI Syariah atau tingkat
diskonto SBI berjangka waktu sama
Penawaran minimum pada lelang SBIS di pasar perdana ditetapkan sebesar 1
miliar dengan kelipatan 100 juta. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang SBIS
paling lambat 1 hari sebelum hari pelaksanaan lelang. Bank Indonesia mengumumkan
pemenang lelang SBIS pada hari pelaksanaan lelang. Dan penyelesaian transaksi
dilakukan 1 hari kerja berikutnya (one day settlement) melalui sarana BI-SSSS yang
terhubung langsung dengan sistem BI-RTGS.

Repo (SBI, SBIS, SDBI, SUN)

Repo adalah transaksi penjualan secara bersyarat oleh bank kepada Bank
Indonesia dengan persyaratan kewajiban pembelian kembali sesuai dengan harga dan
jangka waktu yang di sepakati. Repo merupakan instrumen kebijakan moneter yang
bersifat ekspansif.
Saat ini, jumlah maksimal surat berharga milik bank yang dapat direpokan
adalah 50% dari nilai SBI. Penyelesaian transaksi Repo di lakukan pada hari yang sama
(same day settlement).

FTO

FTO adalah instrumen operasi pasar terbuka untuk menambah atau mengurangi
likuiditas jangka pendek dalam rangka menstabilkan gejolak suku bunga di PUAB. FTO
hanya digunakan jika dipandang perlu ( berdasarkan diskresi Bank Indonesia).
Transaksi FTE dilakukan dengan underlying surat berharga, yaitu SBI dan SUN,
sedangkan FTK dilakukan melalui penempatan dana bank di Bank Indonesia tanpa
underlying surat berharga dengan sistem diskonto. Jangka waktu FTO maksimum 14
hari dihitung dari tanggal transaksi sampai dengan tanggal jatuh tempo.
15

Transaksi FTO dilakukan dengan mekanisme lelang melalui sarana Bank


Indonesia SSSS, dapat mengunakan metode fixed rite tender atau Variable rate tende.
Penyelesaian FTO dilakukan segera setelah Bank Indonesia mengmumkan hasil lelang
transaksi FTO melalui sarana BI-SSSS yang terhubung langsung dengan sistem BIRTGS pada tanggal transaksi (same day settlement) dengan prinsip Delivery Versus
Payment (DVP).

Outright Jual atau Beli SUN

Outright jual atau beli SUN adalah instrumen kontraksi atau ekspansi moneter
yang bersifat permanen dengan underlying berupa SUN yang berjangka waktu lebih
dari 1 tahun. Transaksi dapat di lakukan dengan mekanisme lelang atau nonlelang.

Sterilisasi Penjualan atau Pembelian Valuta Asing

Sterilisasi Penjualan atau Pembelian USD atau valas lainnya dengan


menggunakan rupiah yang dimaksudkan untuk mengurangi atau menambah jumlah
rupiah yang beredar.

Peserta Operasi Pasar Terbuka


Peserta operasi pasar terbuka terdiri dari bank, lembaga perantara dan pihak lain

yang di tetapkan oleh Bank Indonesia. Lembaga perantara yang di maksud antara lain
pialang pasar uang, pialang pasar modal, dan primary dealer, sedangkan yang di maksud
pihak lain adalah badan hukum nonbank, badan lainnya, dan perorangan.
Di lihat dari cara pengajuan penawaran, peserta operasi pasar terbuka dapat di
golongkan sebagai peserta langsung dan peserta tidak langsung. Peserta langsung yaitu
peserta yang mengajukan penawaran langsung ke Bank Indonesia, sedangkan peserta
tidak langsung mengajukan penawarannya melalui lembaga perantara.

Fasilitas pendanaan
Dalam rangka mendukung pencapaian tujuannya, Bank Indonesia menyediakan

fasilitas pendanaan bagi bank (baik konvensional maupun syariah) yang terdiri dari
FPJP dan FLI.

FPJP

16

FPJP adalah fasilitas pendanaan jangka pendek untuk bank yang mengalami
kesulitan pendanaan yang disebabkan oleh terjadinya dana masuk yang lebih kecil
dibandingka arus dana yang keluar (mismatch)
FPJP wajib dijamin dengan agunan milik bank yang bersangkutan yang
berkualitas tinggi dan mudah dicairkan, saat ini berupa SBI, SUN dan SBIS.
Jangka waktu FPJP adalah 1 hari dan dapat diperpanjang secara bertutut-turut
dengan jangka waktu FPJP keseluruhannya maksimum 90 hari.

FLI

FLI adalah fasilitas pendanaan yang bersifat intraday untuk mendukung


kelancaran sistem pembayaran sehingga tidak terjadi kemacetan (gridlock) dalam sistem
BI-TGS, yang harus dilunasi pada hari yang sama dengan hari penggunaan. Bank dapat
memperoleh FLI baik dalam rangka menjaga kelancaran transaksi dalam sistem BIRTGS (FLI-RTGS) maupun dalam rangka penyeselaian akhir kliring debit (FLIKliring).
Bank dapat menggunakan FLI sepanjang memiliki dan mengagunkan surat
berharga yang berkualitas tinggi dan mudah dicairkan. Adapun pelunasan FLI yang
digunakan bank secara otomatis oleh sistem BI-TGS setiap terdapat transaksi masuk
(incoming transaction) yang mengkredit rekening rupiah bank yang bersangkutan di
Bank Indonesia sampai dengan batas waktu pelunasan FLI. Terhadap nilai FLI yang
tidak dapat dilunasi diperlakukan sebagai FPJP.

Sarana pendukung operasi pasar terbuka


Dalam mendukung pelaksanaan kegiatan operasi pasar terbuka yang efektif dan

efisien, Bank Indonesia mengembangan infrastruktur pendukung berupa BI-SSSS dan


BI-RTGS.

BI-SSSS

BI-SSSS merupakan sarana transaksi dengan Bank Indonesia termasuk


penatausahaannya, dan penatausahaan surat berharga secara elektronik yang terhubung
langsung antara peserta, penyelenggara, dan sistem BI-RTGS.

17

BI-SSSS menggabungkan sistem transaksi Bank Indonesia yang mencakup


pelaksanaan OPT, pemberian fasilitas pendanaan Bank Indonesia, transaksi SUN untuk
dan atas nama pemerintah dalam satu sistem yang terintegrasi dan terhubung langsung
(on-line) antara Bank Indonesia dengan para pelaku pasar.
BI-SSSS juga mempunyai fungsi pendukung dalam distribusi informasi dan
komunikasi dari dan ke penyelenggara serta antar peserta.
Penyelesaian transaksi BI-SSSS surat berharga di pasar perdana dan di pasar
sekunder dilakukan atas dasar prinsip DVP atas dasar sistem setelmen gross to gross
dan gross to net.

BI-RTGS

Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem penyelesaian berbasis gross dengan koneksi
elektronis on-line antar bank-bank dan pihak selain bank (antara lain Kustodian Sentral
Efek Indonesia/KSEI) dengan Bank Indonesia. Sistem BI-RTGS adalah proses
penyelesaian akhir transaksi pembayaran yang dilakukan per transaksi (individually
processed/gross settlement) dan bersifat real time (electronically processed), dimana
rekening bank peserta dapat didebit atau dikredit berkali-kali dalam sehari sesuai
dengan perintah pembayaran dan penerimaan pembayaran. Dengan sistem BI-RTGS,
originating bank (initiating bank) mentransmisikan melalui terminal RTGS di
tempatnya transaksi pembayaran ke pusat pengolahan system RTGS (RTGS Central
Computer/RCC) di Bank Indonesia untuk proses penyelesian dan jika proses
penyelesaian

berhasil, transaksi pembayaran akan diteruskan secara otomatis dan

elektronis kepada counterparty bank. Sistem BI-RTGS mampu memenuhi kebutuhan


berbagai pihak terhadap tersedianya mekanisme pembayaran yang sangat cepat yang
dibutuhkan oleh transaksi yang mensyaratkan DVP seperti transaksi jual beli saham dan
securities paper lainnya.
2.

Penetapan tingkat diskonto,


Kebijakan yang dilakukan oleh Bank Sentral untuk menambah dan mengurangi

jumlah uang yang beredar dengan cara menaikkan atau menurunkan suku bunga bank.
Jika Bank Sentral menaikkan suku bunga berarti bertujuan untuk mengurangi jumlah
uang yang beredar. Hal ini terjadi karena dengan naiknya suku bunga, masyarakat akan
cenderung untuk menyimpan uangnya di bank. Dengan demikian, maka jumlah uang
18

yang beredar akan berkurang yang mana dapat menekan laju inflasi. Sementara itu, jika
Bank Sentral menurunkan suku bunga berarti bertujuan untuk menambah jumlah uang
yang beredar. Hal ini terjadi karena dengan rendahnya suku bunga bank, masyarakat
tidak akan senang menyimpan uangnya di bank yang akibatnya jumlah uang yang
beredar di masyarakat akan bertambah. Penurunan suku bunga dilakukan oleh Bank
Sentral jika perekonomian mengalami resesi atau jika perekonomian mengalami deflasi.
3.

Penetapan giro wajib minimum,


Kebijakan persediaan kas atau cadangan yang diwajibkan oleh Bank Sentral

kepada bank-bank umum yang besarnya tergantung kepada keputusan dari bank
sentral/pemerintah. Dengan jalan menaikan perbandingan antara uang yang beredar
dengan uang yang mengendap di dalam kas mengakibatkan kemampuan bank untuk
menciptakan kredit berkurang sehingga jumlah uang yang beredar akan berkurang.
Menaikkan cadangan uang kas yang ada di bank sehingga jumlah uang bank yang dapat
dipinjamkan kepada debitur/masyarakat menjadi berkurang. Hal ini berarti dapat
mengurangi jumlah uang yang beredar
4.

Pengaturan kredit.
Pengaturan pemberian kredit diatur guna untuk mengawasi jumlah uang yang

beredar, baik melalui kredit ketat maupun longgar. Ketika Bank Indonesia menetapkan
pemberian kredit ketat maka berdampak pada berkurangnya jumlah uang yang beredar.
Hal ini dilakukan ketika negara mengalami gejala inflasi.
2.5

Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter


Tujuan akhir kebijakan moneter adalah menjaga dan memelihara kestabilan nilai

rupiah yang mana tercermin dari tingkat inflasi yang rendah (stabil) dan nilai tukar.
Untuk mencapai tujuan tersebut, Bank Indonesia menetapkan suku bunga kebijakan BI
Rate sebagai instrumen kebijakan utama untuk mempengaruhi aktivitas kegiatan
perekonomian dengan tujuan akhir pencapaian target inflasi. Namun jalur atau
transmisi dari keputusan BI rate sampai dengan pencapaian sasaran inflasi tersebut
sangat kompleks dan memerlukan waktu (time lag).

19

Mekanisme kerja perubahan BI Rate yang mempengaruhi inflasi sering disebut


sebagai mekanisme transmisi kebijakan moneter. Mekanisme ini menggambarkan
tindakan Bank Indonesia melalui perubahan-perubahan instrumen moneter dan target
operasionalnya yang mana mempengaruhi berbagai variabel-variabel ekonomi dan
keuangan sebelum akhirnya berpengaruh ke tujuan akhir inflasi. Mekanisme tersebut
terjadi melalui interaksi antara Bank Sentral, perbankan dan sektor keuangan, serta
sektor riil. Perubahan BI Rate mempengaruhi inflasi melalui berbagai jalur, diantaranya
jalur suku bunga, jalur kredit, jalur nilai tukar, jalur harga aset, dan jalur ekspektasi.
Pada jalur suku bunga, perubahan BI Rate mempengaruhi suku bunga deposito
dan suku bunga kredit perbankan. Apabila perekonomian sedang mengalami kelesuan,
Bank Indonesia dapat menggunakan kebijakan moneter yang ekspansif melalui
penurunan suku bunga untuk mendorong aktifitas ekonomi. Penurunan suku bunga BI
Rate menurunkan suku bunga kredit sehingga permintaan akan kredit dari perusahaan
dan rumah tangga akan meningkat.

Penurunan suku bunga kredit juga akan

menurunkan biaya modal perusahaan untuk melakukan investasi. Hal ini akan
meningkatkan aktifitas konsumsi dan investasi sehingga aktifitas perekonomian
semakin bergairah. Sebaliknya, apabila tekanan inflasi mengalami kenaikan, Bank
Indonesia akan merespon dengan menaikkan suku bunga BI Rate untuk mengerem
aktifitas perekonomian yang terlalu cepat sehingga mengurangi tekanan inflasi.

20

Perubahan suku bunga BI Rate juga dapat mempengaruhi nilai tukar. Mekanisme
ini sering disebut jalur nilai tukar. Kenaikan BI Rate, sebagai contoh, akan mendorong
kenaikan selisih antara suku bunga di Indonesia dengan suku bunga luar
negeri. Dengan melebarnya selisih suku bunga tersebut mendorong investor asing
untuk menanamkan modal ke dalam instrument-instrumen keuangan di Indonesia
seperti SBI karena mereka akan mendapatkan tingkat pengembalian yang lebih
tinggi. Aliran modal masuk asing ini pada gilirannya akan mendorong apresiasi nilai
tukar Rupiah. Apresiasi Rupiah mengakibatkan harga barang impor lebih murah dan
barang ekspor kita di luar negeri menjadi lebih mahal atau kurang kompetitif sehingga
akan mendorong impor dan mengurangi ekspor. Turunnya net ekspor ini akan
berdampak pada menurunnya pertumbuhan ekonomi dan kegiatan perekonomian.
Perubahan suku bunga BI Rate mempengaruhi perekonomian makro melalui
perubahan harga aset. Kenaikan suku bunga akan menurunkan harga aset seperti saham
dan obligasi sehingga mengurangi kekayaan individu dan perusahaan yang pada
gilirannya mengurangi kemampuan mereka untuk melakukan kegiatan ekonomi seperti
konsumsi dan investasi.
Dampak perubahan suku bunga kepada kegiatan ekonomi juga mempengaruhi
ekspektasi publik akan inflasi (jalur ekspektasi). Penurunan suku bunga yang
diperkirakan akan mendorong aktifitas ekonomi dan pada akhirnya inflasi mendorong
pekerja untuk mengantisipasi kenaikan inflasi dengan meminta upah yang lebih
tinggi. Upah ini pada akhirnya akan dibebankan oleh produsen kepada konsumen
melalui kenaikan harga.
Mekanisme transmisi kebijakan moneter ini bekerja memerlukan waktu (time
lag). Time lag masing-masing jalur bisa berbeda dengan yang lain. Jalur nilai tukar
biasanya bekerja lebih cepat karena dampak perubahan suku bunga kepada nilai tukar
bekerja sangat cepat. Kondisi sektor keuangan dan perbankan juga sangat berpengaruh
pada kecepatan transmisi kebijakan moneter. Apabila perbankan melihat risiko
perekonomian cukup tinggi, respon perbankan terhadap penurunan suku bunga BI rate
biasanya sangat lambat. Juga, apabila perbankan sedang melakukan konsolidasi untuk
memperbaiki permodalan, penurunan suku bunga kredit dan meningkatnya permintaan
kredit belum tentu direspon dengan menaikkan penyaluran kredit. Di sisi permintaan,
penurunan suku bunga kredit perbankan juga belum tentu direspon oleh meningkatnya
permintaan

kredit

dari

masyarakat

apabila
21

prospek

perekonomian

sedang

lesu. Kesimpulannya, kondisi sektor keuangan, perbankan, dan kondisi sektor riil
sangat berperan dalam menentukan efektif atau tidaknya proses transmisi kebijakan
moneter.
2.6

Kebijakan Moneter di Indonesia


Sesuai dengan UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, tujuan Bank

Indonesia adalah mencapai dan menjaga kestabilan nilai rupiah. Dalam hal tersebut,
kestabilan nilai rupiah memiliki dua dimensi, yaitu kestabilan nilai rupiah terhadap
barang dan jasa (inflasi) dan kestabilan nilai rupiah terhadap mata uang negara lain
(disebut nilai tukar atau kurs rupiah). Dalam sistem nilai tukar mengambang yang
dianut saat ini, nilai tukar rupiah ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran
di pasar valuta asing, dan karenanya Bank Indonesia tidak mengarahkan perkembangan
nilai tukar rupiah pada tingkat tertentu. Untuk itu, sasaran akhir Bank Indonesia lebih
diarahkan pada pencapaian target inflasi rendah yang sesuai dengan kondisi
perekonomian nasional.
Walaupun target akhir kebijakan moneter lebih diarahkan kepada pengendalian
laju inflasi, Bank Indonesia tidak akan membiarkan perkembangan nilai tukar rupiah di
pasar bergerak secara bergejolak dan menimbulkan ketidakpastian. Berkaitan dengan
hal tersebut, Bank Indonesia menempuh cara-cara untuk menstabilkan nilai tukar rupiah
dengan dua pertimbangan utama yaitu:

Kestabilan nilai tukar rupiah diperlukan untuk memberikan kepastian dalam


perekonomian.

Nilai tukar rupiah yang bergejolak dan merosot drastis akan menyulitkan Bank
Indonesia dalam mencapai sasaran inflasi yang ditetapkan.
Dalam mencapai sasaran akhir target inflasi tersebut, secara periodik Bank

Indonesia memantau perkembangan berbagai variabel ekonomi rill, moneter dan


keuangan untuk meyakinkan bahwa sasaran inflasi yang telah ditetapkan dapat tercapai.
Permintaan terhadap variabel ekonomi rill dapat dilihat dari sisi permintaan (konsumsi,
investasi, ekspor impor baik swasta maupun pemerintah) maupun sisi penawaran.
Dengan penentuan variabel-variabel tersebut diharapkan dapat diketahui secara dini
kemungkinan tekanan inflasi ke depan.

22

Sementara itu, pemantauan terhadap variable-variabel moneter dan keuangan


sebagai sasaran antara lain dilakukan untuk menentukan berjalannya mekanisme
transmisi kebijakan moneter ke sektor rill. Transmisi kebijakan moneter biasanya
berjalan melalui beberapa jalur, yaitu jalur bunga deposito, jalur kredit, jalur nilai tukar,
jalur harga asset dan jalur ekspetasi inflasi. Untuk itu, BI memantau terus
perkembangan sasaran antara yang mencakup besaran-besaran moneter ( M1 dan M2),
suku bunga dan nilai tukar rupiah. Sedangkan variabel-variabel sector keuangan
mencakup perkembangan dana perbankan, kredit dan pembiayaan lain, kondisi
kesehatan perbankan dan pasar modal. Melalui pemantaun tersebut dapat dianalisis
seberapa besar pengaruh kebijakan moneter yang dilakukan Bank Indonesia, khususnya
kecepatan dan tenggang waktu terhadap perekmbangan ekonomi rill dan inflasi ke
depan. Dengan pemantauan terhadap perkembangan sector rill dan berjalannya
mekanisme transmisi seperti yang dijelaskan di atas, dapat dirumuskan kebijakan
moneter yang mudah ditempuh dalam rangka mengantisipasi perkembangan inflasi dan
output rill ke depan.

STUDI KASUS :

Apakah terdapat korelasi antara independensi Bank Sentral dengan


tingkat inflasi ?

23

Korelasi antara tingkat independensi bank sentral dan inflasi masih menjadi
perdebatan yang kontroverional di antara para ekonom. Bukti empiris menunjukkan
bahwa hubungan yang negatif antara tingkat independensi bank sentral dan inflasi ratarata yang ditemukan oleh Grilli dkk (1991), Cukierman et.al. (1992), Alesina dan
Summer (1993), Berger (2000) Jacome (2007), Hayo dan Voigt (2005), Hicks (2004),
Eijffinger dkk, (1998).
Luna (2003) menyatakan bahwa tidak terdapat korelasi antara tingkat
independensi bank sentral dan inflasi. Dengan menggunakan data panel lintas negara
pada 23 negara OECD, ia menyatakan bahwa inflasi yang rendah dapat dicapai tanpa
mendelegasikan kebijakan moneter ke bank sentral yang independen. Inflasi yang
rendah lebih berhubungan dengan target nilai tukar dibandingkan bank sentral yang
konservatif.
Lalu bagaimana dengan korelasi anatar independensi bank sentral dan inflasi di
Indonesia ? Menurut paper berjudul The Effect of Central Bank Independence on Price
Stability : The Case of Indonesia yang meneliti hubungan antara keduanya sejak tahun
1970-2006 didapatkan hasil sebagai berikut :
Hasil estimasi menunjukkan bahwa independensi legal Bank Sentral (CBI) berhubungan
terbalik dengan inflasi, yang pada umumnya terjadi pada negara-negara maju. Ini
adalah temuan yang berlawanan; dimana umumnya korelasi antara CBI legal dan
inflasi adalah negatif dan tidak signifikan pada negara-negara berkembang. Kami
menemukan hasil yang sama saat menggunakan model Engel Granger Error
Correction; keduanya mengindikasikan independensi bank sentral juga negatif dan
tidak signifikan, dengan magnitude yang sama (0.78).
Koefisien negatif CBI menunjukkan makin rendah independensi, maka semakin
tinggi inflasi. Semakin rendah tingkat independensi, maka semakin lemah kekuatan
bank sentral untuk menolak intervensi pemerintah. Pada situasi ini, bank sentral akan
mengikuti kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah. Berdasarkan Sargent dan
Wallace (1981), jika otoritas fiskal dominan maka otoritas moneter akan dipaksa
untuk untuk bekerja di bawah instruksi pemerintah. Jadi, inflasi akan lebih tinggi
karena pemerintah berfokus pada output atau pengangguran. Sebelum Peraturan
Tentang Independensi Bank Sentral No 23/1999 diterbitkan, fenomena ini terjadi pada
kasus Indonesia.
24

DATA TERKINI

Grafik diatas masih berkaitan dengan studi kasus di atas, yaitu mengenai
hubungan antara independensi dan inflasi. Pada periode 1970-1984 rata-rata tingkat
inflasi adalah 18 persen setiap tahunnya. Bahkan, pada tahun 1972 dan 1973, tingkat
inflasi masing-masing adalah 25.80, 30.63, dan 41.03 persen (IFS, 2008). Hal ini salah
satunya disebabkan oleh banyaknya tujuan yang harus dicapai, Bank Indonesia
berfungsi sebagai kasir pemerintah atau bagian dari pemerintah, termasuk menjadi agen
pembangunan. Dengan fungsi kembar ini, BI menjadi lebih sulit untuk merealisasikan
targetnya, sehingga inflasi menjadi begitu tinggi.
Grafik diatas juga menunjukkan pergerakan inflasi dan tingkat suku bunga dari
1974 hingga 2006. Pada tahun 1970an, tingkat inflasi masih tinggi dan pemerintah
mengambil kebijakan moneter yang ketat. Hal ini mengakibatkan penurunan tingkat
inflasi di bawah level 1960an tapi tetap di atas 10 persen. Pada tahun 1974, tingkat
inflasi adalah 41.03%, yang dikarenakan oleh banyaknya tujuan yang harus dicapai oleh
bank sentral; stabilitas harga dan sebagai agen pembangunan yang memberikan
likuiditas yang tidak terbatas untuk pemerintah.
Pada era 1980an kinerja inflasi stabil di bawah 10% dan tingkat suku bunga dalam
kisaran 15 persen. Pencapaian ini diperoleh dari program stabilisasi dan rehabilitasi,
diikuti oleh program deregulasi sektor keuangan dan moneter seperti memberikan
keleluasaan bagi bank konvensional untuk menentukan tingkat suku bunga mereka
sendiri. Pada tahun 1988, pemerintah menerbitkan paket deregulasi yang dikenal

25

sebagai Pakto 88, yang memberikan kemudahan bagi pendirian bank baru yang pada
akhirnya meningkatkan jumlah bank.
Sebelum tahun 1999, ada beberapa bukti tidak independennya Bank Indonesia.
Salah satunya adalah melemahnya kekuatan Bank Indonesia saat pemerintah
membentuk dewan moneter, yang meliputi Gubernur Bank Indonesia, Menteri
Perdagangan, dan Menteri Keuangan (Raharjo, 2002). Hal ini akan membatasi
fleksibilitas Bank Indonesia untuk merumuskan kebijakan moneternya, dan juga
merefleksikan independensi dalam merumuskan target. Dalam kerangka ini, Bank
Indonesia sebagai otoritas moneter diperbolehkan untuk memiliki berbagai kebijakan
moneter; akan tetapi kebijakan yang diterapkan bergantung pada persetujuan
pemerintah (Laporan Bank Indonesia, 1966-1984).
Kasus lain adalah pada Oktober 1996 dan April 1997, saat Chief Executive
Officer (CEO) dari Bank Indonesia memberikan masukan kepada Presiden Soeharto
untuk melikuidasi beberapa bank, dan ditolak (Arismunandar, 2004). Pemerintah
menyatakan likuidasi bank-bank tersebut akan menciptakan ketidakstabilan ekonomi
dikarenakan permulaan pemilihan umum, dan pada akhirnya Bank Indonesia
memberikan dispensasi kepada bank-bank tersebut untuk beroperasi. Satu tahun
setelahnya, krisis keuangan Asia terjadi pada tahun 1997.
Melalui peraturan No. 23/1999, Bank Indonesia memiliki independensinya.
Dengan peraturan ini, penunjukan dan pemberhentian pejabat eksekutif bank sentral
diputuskan oleh dewan gubernur bank sentral. Dengan peraturan ini, Bank Indonesia
dilarang untuk membeli sekuritas pemerintah pada pasar primer untuk menghindari
peningkatan uang beredar. Selain itu, peraturan ini juga menjamin independensi Bank
Indonesia dalam penentuan satu target, yaitu stabilitas harga.
Setelah legalitas independensi ini, tingkat inflasi berkurang. Bank Indonesia
menggunakan kebijakan moneter yang ketat dan berhasil mengurangi tingkat inflasi dari
77.63 persen pada tahun 1998 menjadi 2.1 persen pada tahun 1999. Rata-rata inflasi
berkisar 8 persen dari 1989 hingga 2004. Pada tahun 2005, ekonomi mengalami inflasi
yang tinggi (17.11 persen), dikarenakan peningkatan harga minyak. Ini merupakan
inflasi tertinggi selama periode pasca krisis 1997/1998. Pada tahun 2006 Bank
Indonesia menerapkan Inflation Targeting Framework (ITF), dan berhasil mengurangi
inflasi mendekati target yang telah ditetapkan sebesar 6 persen dan nilai tukar menjadi
26

Rp. 8500 per USD. Meskipun demikian, tingkat inflasi ini masih lebih tinggi
dibandingkan negara-negara berkembang lainnya seperti Malaysia dan Thailand yang
berkisar 2 persen.

27

BAB III
PENUTUP
3.1

Simpulan
Untuk mencapai tujuan Bank Indonesia yaitu mencapai kestabilan nilai mata uang

rupiah yang tercermin dalam tingkat inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil
maka dibutuhkan independensi bank sentral agar terlepas dari intervensi pemerintah dan
pihak lain. Independensi Bank Indonesia berupa goal independence ,instrument
independence dan personnal independence. Selain itu, Bank Indonesia memiliki
kewenangan untuk melakukan kebijakan moneter melalui penetapan sasaran-sasaran
moneter (seperti uang beredar atau suku bunga) dengan tujuan utama menjaga sasaran
laju

inflasi

yang

ditetapkan

oleh

Pemerintah.

Secara

operasional,

pengendalian sasaran-sasaran moneter tersebut menggunakan instrumen-instrumen,


antara lain operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah maupun valuta asing,
penetapan tingkat diskonto, penetapan cadangan wajib minimum, dan pengaturan kredit
atau pembiayaan.

28

DAFTAR PUSTAKA

Andriani, Yessy dan Prasanna Gai.2013. The Effect of Central Bank Independence on
Price Stability : The Case of Indonesia. http://www.bi.go.id/id/publikasi/jurnalekonomi/Documents/YessyAndrianiPrasannaGai.pdf (diakses pada 19 Novemeber
2015)

Anonim.

2011.

Sejarah

Independensi

Bank

Sentral.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/44886/3/Chapter%20II.pdf (diakses
pada 20 November 2015 )

Anonim.

2014.

Instrumen

Kebijakan

Moneter.

http://digilib.unimed.ac.id/public/UNIMED-Master-22539-8106162014%20%20BAB%20II.pdf (diakses pada 20 November 2015 )

Bank

Indonesia.

2015

.Mekanisme

Transmisi

Kebijakan

Moneter.

http://www.bi.go.id/id/moneter/transmisikebijakan/Contents/Default.aspx (diakses
pada 19 November 2015)
Julius R, Latumaerissa. 2011. Bank dan Lembaga Keuangan Lain. Salemba

Empat:

Jakarta.
Jonni, Manurung & Adler H, Manurung. 2009. Ekonomi Keuangan & Kebijakan
Moneter. Salemba Empat: Jakarta.
Murdadi,Bambang. 2012. Independensi Bank Indonesia di Persimpangan

Jalan.

Februari.

Jurnal

Unimus

Vol.

9,

No.1,

September

2012

http://jurnal.unimus.ac.id/index.php/vadded/article/view/726/780

2013(diakses

pada 19 November 2015)

Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan.2003. Bank Indonesia Bank Sentral


Republik Indonesia : Tinjauan kelembagaan,kebijakan,dan organisasi. Jakarta :
PPSK

29

Anda mungkin juga menyukai