Anda di halaman 1dari 4

Diskusikan dengan teman anda:

1. Apa yang dimaksud dengan investasi SDM ?


Jawaban :
Investasi Sumber Daya Manusia (SDM) adalah suatu usaha investasi berupa pemberian
pelatihan, pendidikan, pengalaman, kompetensi, kreativitas, kepribadian, kesehatan yang baik
dan karakter moral yang dipandang sebagai modal penting dalam meningkatkan pengetahuan,
keterampilan dan kualitas pada diri manusia itu sendiri yang pada akhirnya dapat memberikan
keuntungan ekonomi di masa depan bagi diri manusia itu sendiri maupun organisasi yang
menginvestasikannya. Pemikiran betapa pentingnya investasi SDM didasarkan pada beberapa
pertimbangan, yaitu :
a. Kita akan selalu menghadapi persaingan dari waktu ke waktu. Tidak saja dalam hal
produk dan harga namun juga dalam hal sumber daya manusia.
b. SDM merupakan unsur investasi efektif suatu perusahaan. Jadi masyarakat yang telah
memasuki usia produktif untuk bekerja perlu selalu ditingkatkan dan dipelihara
pengetahuan, sikap dan ketrampilannya.
c. Investasi SDM baru bisa dilaksanakan dengan efektif kalau diposisikan sebagai bagian
strategi dari pertumbuhan ekonimi suatu negara.
Cara yang dapat dilakukan dalam melakukan investasi SDM yaitu melalui program
pendidikan dan pelatihan yang berperan penting meningkatkan sumber daya manusia.
Alasannya karena pendidikan dan pelatihan memberikan sumbangan yang besar terhadap
perkembangan sosial ekonomi melalui peningkatan pengetahuan, keterampilan, kecakapan,
sikap serta produktivitas. Sebagai sebuah investasi, pendidikan dan pelatihan akan
menghasilkan tingkat pengembalian, yaitu pengembalian individu dan sosial. Pendidikan dan
pelatihan dapat dipandang sebagai sarana investasi, akan memberikan implikasi secara
ekonomi, karena bisa melahirkan tenaga kerja terdidik yang akan mengisi berbagai sektor
pekerjaan. Pada akhirnya dapat memberikan kontribusi langsung terhadap pertumbuhan
pendapatan negara. Pemerintah daerah, perusahaan, serta pihak terkait lain harus terlibat
bersama untuk mengasah keterampilan dan keahlian para calon tenaga kerja.

2. Apa dampak liberalisasi perdagangan internasional terhadap kesejahteraan pelaku ekonomi


rakyat?
Jawaban :
Dampak liberalisasi perdagangan internasional terhadap kesejahteraan pelaku ekonomi rakyat:
a. Terbukanya akses perdagangan (pasar) bebas.
b. Munculnya banyak pengusaha dari dalam negeri maupun dari luar negeri.
c. Menyebabkan banyaknya produk – produk luar negeri masuk ke Indonesia yang
menggerus produk – produk lokal.
d. Mendorong kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
e. Terbukanya lowongan dan kesempatan pekerjaan.
f. Banyak industri kecil yang tidak mampu bersaing di pasar bebas.
g. Naiknya harga kebutuhan sehari – hari.
h. Adanya persaingan yang tidak sehat karena pengaruh perdagangan bebas.
i. Adanya pola konsumsi masyarakat yang meniru konsumsi negara lain.
j. Menghambat usaha kecil karena kalah bersaing dengan produk luar negeri.
k. Pendapatan pelaku ekonomi rakyat berkurang akibat perdagangan bebas.
l. Menghambat pertumbuhan usaha kecil dalam negeri.

3. Uraikan Globalisasi Ekonomi dan Perdagangan Internasional Indonesia.


Jawaban :
a. Globalisasi Ekonomi diartikan sebagai negara tanpa batas, liberalisasi ekonomi,
perdagangan bebas, dan intergrasi ekonomi dunia. Menurut perspektif ekonomi, globalisasi
merupakan pengintegrasian ekonomi secara global. Secara lebih luas globalisasi ekonomi
berarti tidak ada batas – batas negara dalam transaksi ekonomi. Artinya lalu lintas barang
dan jasa menjadi bebas tanpa hambatan untuk berpindah clan satu negara ke negara lain.
Tidak ada lagi hambatan – hambatan bisnis atau perdagangan internasional baik dalam
bentuk tarif (tariff barries) maupun non tarif (non-tariff barriers).
b. Perdagangan Internasional Indonesia :
 Perdagangan Ekspor Indonesia
Pada 1990 nilai ekspor Indonesia sebesar US$ 25.673,3 juta, naik 15,86 % dari tahun
1989. Kenaikan nilai ekspor tersebut tidak berlanjut pada tahun 1991, namun pada tahun
1992 mengalami kenaikan kembali sebesar 16,56 % dibanding tahun 1991.
Pertumbuhan nilai ekspor Indonesia pernah mengalami penurunan pada tahun 1998,
dimana saat itu terjadinya krisis ekonomi yang dialami banyak negara di dunia. Tahun
2000 terjadi peningkatan ekspor yang pesat, untuk non migas dan migas yaitu menjadi
US$ 62.124,0 juta (27,66 %). Namun peningkatan tersebut tidak berlanjut di tahun
berikutnya. Pada tahun 2001 total ekspor hanya sebesar US$ 56.320,9 juta (menurun
9,34%). Di tahun 2003 ekspor mengalami peningkatan menjadi US$ 61.058,2 juta atau
naik 6,82% dibanding eskpor tahun 2002 yang sebesar US$ 57.158,8 juta. Tahun 2004
ekspor kembali mengalami peningkatan menjadi US$ 71.584,6 juta (naik 17,24%). Pada
tahun 2006 nilai ekspor menembus angka US$ 100 juta yaitu US$ 100.798,6 juta atau
naik 17,67%. Namun pada tahun 2009 terjadi penurunan nilai ekspor yang terbesar
terjadi sebesar 14,97 % dibanding tahun 2008. Penurunan nilai pertumbuhan ekspor
Indonesia pada tahun 2009 terjadi disebabkan oleh krisis finansial global yang berimbas
kepada ekonomi Indonesia melalui sektor keuangan dan sektor ekspor. Dampak krisis
finansial terhadap sektor keuangan dirasakan selama tahun 2008, yaitu dengan
anjloknya nilai tukar rupiah, turunnya indeks harga saham karena larinya investor asing,
pelarian modal baik dari bursa saham maupun pasar obligasi Pemerintah. Akibatnya,
likuiditas sektor keuangan sangat ketat, inflasi tinggi, tingginya resiko usaha, dan makin
besarnya cost of money. Sementara itu sektor riil menghadapi dampak krisis finansial
global ini dengan makin surutnya pasar ekspor ke negara maju terutama Amerika
Serikat, Jepang dan Uni Eropa, yang merupakan pasar ekspor utama Indonesia selama
ini. Penurunan pertumbuhan nilai ekspor Indonesia tersebut diikuti pada tahun 2012,
2013 dan 2014. Hal ini disebabkan oleh pada tahun 2012, ekonomi Indonesia dibayangi
oleh tekanan harga minyak mentah dunia yang terus meningkat dan lesunya pasar
ekspor terutama untuk tujuan ke negara Eropa yang masih lesu perekonomiannya,
dimana disebabkan oleh persoalan global seperti krisis utang Eropa, bencana alam di
berbagai negara, seperti tsunami di Jepang, banjir Thailand dan bencana di China, serta
ketidakstabilan politik dan keamanan di Libya, Mesir dan Tunisia yang mengganggu
pasokan minyak dunia. Melihat pertumbuhan ekspor Indonesia yang semakin menurun,
maka Pemerintah perlu mengembankan industri berbasis ekspor, menghilangkan
kendala (bottleneck) infrastruktur dan hambatan regional dalam perdagangan internal
dan antar daerah, menggalakkan dan mendiversifikasi produksi dan basis ekspor
Indonesia ke wilayah tujuan ekspor yang baru dan meningkatkan daya saing produk
ekspor. Dalam upaya meningkatkan daya saing, Pemerintah telah melakukan deregulasi
kebijakan dengan merevisi beberapa peraturan lintas kementerian yang memudahkan
bagi investor atau pelaku bisnis. Selain itu Kementerian Perindustrian telah menetapkan
beberapa fasilitasi/insentif yang telah diberikan kepada investor antara lain :
- Fasilitas tax holiday, diberikan kepada kepada industri pionir dengan minimal
investasi Rp. 1 Triliun dan telah berbadan hukum setelah 15 Agustus 2010.
- Fasilitas tax allowance, Fasilitas ini diberikan kepada investasi baru atau perluasan di
sektor industri yang memenuhi syarat tertentu.
Dibidang perdagangan Pemerintah telah melakukan upaya – upaya, khususnya untuk
meningkatkan ekspor yaitu perbaikan fasilitasi perdagangan, National and ASEAN
Single Window (satu jendela layanan pengurusan dokumen ekspor dan impor), prosedur
kepelabuhanan harus terintegrasi dengan prosedur pengurusan perdagangan dan
penggunaan sistim dokumen online dan elektronik.
 Perdagangan Impor Indonesia
Pengeluaran untuk impor pada tahun 1989 bernilai US$ 16.359,6 juta dan pada tahun
1990 naik sebesar 33,48 %. Namun setelah itu pertumbuhan nilai impor lebih rendah
dari tahun sebelumnya dan bahkan pada tahun tahun 1998 pertumbuhan impor minus
33,59 %. Hal ini antara lain diakibatkan karena relatif mahalnya harga barang impor
berkaitan dengan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar, disamping menurunnya
berbagai kegiatan investasi dan konsumsi serta kesulitan dalam melakukan pembukaan
L/C yang disebabkan oleh menurunnya kepercayaan internasional terhadap perbankan
nasional. Disamping itu juga karena daya beli masyarakat rendah. Pada tahun 2000
pertumbuhan impor naik secara drastis (39,63%), karena Indonesia dapat keluar dari
krisis moneter yang dihadapi. Sementara itu tahun 2005, Indonesia hanya dapat
mengimpor barang sebanyak US$ 57.700,9 juta, sedangkan pada tahun 2006 mengalami
peningkatan sebesar US$ 61.065,5 juta. Peningkatan ini tidak terlalu signifikan karena
pada tahun selanjutnya 2007 ke tahun 2008 mengalami kenaikan yang sangat drastis
yaitu US$ 129.197,3 juta (73,48 %), hal ini dikarenakan pada tahun 2008 Indonesia
sedang mengalami krisis ekonomi, dimana tingkat inflasi tinggi dan menyebabkan harga
di pasaran meningkat dan Pemerintah lebih memilih impor. Pada tahun 2009 Indonesia
mengalami penurunan impor pasca krisis, yaitu sebesar US$ 96.829,2 juta. Indonesia
mengalami nilai impor tertinggi pada tahun 2012, peningkatan impor ini diakibatkan
oleh meningkatnya impor non migas dan migas. Selain itu, kenaikan impor juga
dipengaruhi oleh meningkatnya impor bahan baku dan barang modal. Namun pada
tahun 2013 dan 2014 Indonesia dapat menekan laju pertumbuhan sektor impor dibawah
5 %.
Sebagai anggota World Trade Organization (WTO), Indonesia tentu tidak bisa lepas dari
berbagai perjanjian liberalisasi perdagangan. Perdagangan bebas dalam perjanjian apapun,
baik regional, bilateral dan multilateral memberikan lebih banyak manfaat bagi negara-
negara yang meningkatkan daya saing. Ini adalah alat, bukan tujuan, satu – satunya
ideologi. Akses Indonesia ke WTO harus mengarah agar perdagangan internasional
menjadi lebih baik, juga dapat meningkatkan nilai ekonomi dari perdagangan internasional
membawa manfaat besar bagi pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan
bangsa. Dalam perkembangannya, perdagangan internasional di Indonesia mengalami naik
turun. Menurut katadata.co.id, neraca perdagangan Indonesia di April 2019 defisit US $ 2,5
miliar. tingkat ini adalah yang terdalam dalam sejarah seperti yang ditunjukkan pada grafik
di bawah ini. Penurunan kinerja ekspor dan impor naik adalah kembali defisit perdagangan
lebih dari $ 2 miliar selama lima bulan terakhir. Kenaikan defisit perdagangan minyak dan
gas memasak hampir tiga kali lipat menjadi 1,49 miliar US $, dan defisit neraca
perdagangan non-minyak dari US $ 1 miliar untuk memicu penurunan kinerja penjualan
Indonesia.

Sumber Referensi :
Hamid, Edy Suandi. (2018). Perekonomian Indonesia. Modul 3. Tangerang Selatan : Universitas
Tebuka. MODUL 9 GLOBALISASI EKONOMI INDONESIA

Anda mungkin juga menyukai