DI SUSUN OLEH
KELOMPOK III
FIRDAYANTI F (90500119085)
RIZAL J (90500119088)
2021
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamualaikum wr.wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Koperasi & UMKM Sebagai
Basis Ekonmi Rakyat” ini tepat pada waktunya. Tidak lupa pula shalawat serta salam
senantiasa tercurahkan bagi Baginda Agung Rasulullah SAW yang syafaatnya akan kita
nantikan kelak.
Adapun penulisan makalah berjudul “Koperasi & UMKM Sebagai Basis Ekonomi
Rakyat” ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Koperasi Syariah & UMKM
Dengan kerendahan hati, kami memohon maaf apabila ada ketidaksesuaian kalimat dan
kesalahan dalam makalah ini. Kami menyadari, makalah yang kami susun ini masih jauh dari
kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi kita semua dan menjadi sarana untuk
menambah ilmu,wawasan serta pemahaman kita, Aamiin.
Kelompok III
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………..............................………..i
DAFTAR ISI………….……………………………………………….............................……….ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang………………………………...……………………......................................1
B. Rumusan Masalah…………………………………............................…................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan...………………………………………………………........................……...…12
B. Saran..……………………………………………………………………............................12
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemerintah di negara-negara sedang berkembang pada umumnya turut secara aktif dalam
upaya membangun koperasi. Keikutsertaan Pemerintah negara-negara sedang berkembang
ini, selain didorong oleh adanya kesadaran untuk turut serta dalam membangun koperasi, juga
merupakan hal yang sangat diharapkan oleh gerakan koperasi. Hal ini antara lain didorong
oleh terbatasnya kemampuan koperasi di negara sedang berkembang, untuk membangun
dirinya atas kekuatan sendiri.
Agar keikutsertaan pemerintah dalam pembinaan koperasi itu dapat berlangsung secara
efektif, tentu perlu dilakukan koordinasi antara satu bidang dengan bidang lainnya.
Tujuannnya adalah terdapat keselarasan dalam menentukan pola pembinaan koperasi secara
nasional. Dengan terbangunnya keselarasan dalam pola pembinaan.koperasi, maka koperasi
diharapkan dapat benar-benar meningkat kemampuannya, baik dalam meningkatkan
kesejahteraan anggota dan masyarakat di sekitarnya, maupun dalam turut serta membangun
sistem perekonomian nasional.
B. Rumusan Masalah
Ekonomi kerakyatan (Demokrasi ekonomi) adalah sistem ekonomi nasional yang disusun sebagai
usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan, di mana produksi dikerjakan oleh semua, untuk
semua, di bawah pimpinan atau penilikan anggota-anggota masyarakat yang bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan masyarakat (rakyat) dalam mengendalikan jalannya roda perekonomian
(Baswir, 1993). Ekonomi kerakyatan adalah tatalaksana ekonomi yang bersifat kerakyatan yaitu
penyelenggaraan ekonomi yang memberi dampak kepada kesejahteraan rakyat kecil dan kemajuan
ekonomi rakyat, yaitu keseluruhan aktivitas perekonomian yang dilakukan oleh rakyat kecil.
Sistem Ekonomi Kerakyatan merupakan sistem ekonomi yang mengacu pada amanat konstitusi
nasional, sehingga landasan konstitusionalnya adalah produk hukum yang mengatur (terkait dengan)
perikehidupan ekonomi nasional yaitu:
1) Pancasila (Sila Ketuhanan, Sila Kemanusiaan, Sila Persatuan, Sila Kerakyatan, dan Sila Keadilan
Sosial)
2) Pasal 27 ayat (2) UUD 1945: “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang
layak bagi kemanusiaan”.
3) Pasal 28 UUD 1945: ““Kemerdekaan bersrikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan
dan tertulis dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-undang.”
4) Pasal 31 UUD 1945: “Negara menjamin hak setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan”
5) Pasal 33 UUD 1945: 1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas
kekeluargaan. 2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup
orang banyak dikuasai oleh negara. 3) Bumi dan air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya
dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
6). Pasal 34 UUD 1945: "Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara.
C. Substansi Ekonomi Kerakyatan
Berdasarkan bunyi kalimat pertama penjelasan Pasal 33 UUD 1945, dapat dirumuskan
perihal substansi ekonomi kerakyatan dalam garis besarnya mencakup tiga hal sebagai
berikut:
2. Partisipasi seluruh anggota masyarakat dalam turut menikmati hasil produksi nasional.
Artinya, dalam rangka ekonomi kerakyatan, harus ada jaminan bahwa setiap anggota
masyarakat turut menikmati hasil produksi nasional, termasuk para fakir miskin dan anak-
anak terlantar. Hal itu antara lain dipertegas oleh Pasal 34 UUD 1945 yang menyatakan,
"Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara." Dengan kata lain, dalam
rangka ekonomi kerakyatan atau demokrasi ekonomi, negara wajib menyelenggarakan sistem
jaminan sosial bagi fakir miskin dan anak-anak terlantar di Indonesia.
3. Kegiatan pembentukan produksi dan pembagian hasil produksi nasional itu harus
berlangsung di bawah pimpinan atau penilikan anggota-anggota masyarakat. Artinya, dalam
rangka ekonomi kerakyatan atau demokrasi ekonomi, anggota masyarakat tidak boleh hanya
menjadi objek kegiatan ekonomi. Setiap anggota masyarakat harus diupayakan agar menjadi
subjek kegiatan ekonomi. Dengan demikian, walau pun kegiatan pembentukan produksi
nasional dapat dilakukan oleh para pemodal asing, tetapi penyelenggaraan kegiatankegiatan
itu harus tetap berada di bawah pimpinan dan pengawasan anggota-anggota masyarakat.
Unsur ekonomi kerakyatan yang ketiga ini mendasari perlunya partisipasi seluruh anggota
masyarakat dalam turut memiliki modal atau faktor-faktor produksi nasional. Modal dalam
hal ini tidak hanya terbatas dalam bentuk modal material (material capital), tetapi mencakup
pula modal intelektual (intelectual capital) dan modal institusional (institusional capital).
Sebagai konsekuensi logis dari unsur ekonomi kerakyatan yang ketiga itu, negara wajib untuk
secara terus menerus mengupayakan terjadinya peningkatkan kepemilikan ketiga jenis modal
tersebut secara relatif merata di tengah-tengah masyarakat. Negara wajib menjalankan misi
demokratisasi modal melalui berbagai upaya sebagai berikut:
4. Demokratisasi modal material; negara tidak hanya wajib mengakui dan melindungi hak
kepemilikan setiap anggota masyarakat. Negara juga wajib memastikan bahwa semua
anggota masyarakat turut memiliki modal material. Jika ada di antara anggota masyarakat
yang sama sekali tidak memiliki modal material, dalam arti terlanjur terperosok menjadi fakir
miskin atau anak-anak terlantar, maka negara wajib memelihara mereka.
6. Demokratisasi modal institusional; tidak ada keraguan sedikit pun bahwa negara memang
wajib melindungi kemerdekaan setiap anggota masyarakat untuk berserikat, berkumpul, dan
menyatakan pendapat. Secara khusus hal itu diatur dalam Pasal 28 UUD 1945,
“Kemerdekaan bersrikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tertulis dan
sebagainya ditetapkan dengan Undang-undang.” Kemerdekaan anggota masyarakat untuk
berserikat, berkumpul, dan menyatakan pendapat tersebut tentu tidak terbatas dalam bentuk
serikat-serikat sosial dan politik, tetapi meliputi pula serikat-serikat ekonomi. Sebab itu, tidak
ada sedikit pun alasan bagi negara untuk meniadakan hak anggota masyarakat untuk
membentuk serikat-serikat ekonomi seperti serikat tani, serikat buruh, serikat nelayan, serikat
usaha kecil-menengah, serikat kaum miskin kota dan berbagai bentuk serikat ekonomi
lainnya, termasuk mendirikan koperasi.
D. Tujuan dan Sasaran Sistem Ekonomi Kerakyatan
Bertolak dari uraian tersebut, dapat ditegaskan bahwa tujuan utama penyelenggaraan sistem
ekonomi kerakyatan pada dasarnya adalah untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia melalui peningkatan kemampuan masyarakat dalam mengendalikan
jalannya roda perekonomian. Bila tujuan utama ekonomi kerakyatan itu dijabarkan lebih
lanjut, maka sasaran pokok ekonomi kerakyatan dalam garis besarnya meliputi lima hal
berikut:
1. Tersedianya peluang kerja dan penghidupan yang layak bagi seluruh anggota
masyarakat.
masyarakat.
Koperasi dan UMKM menyumbang berbagai indikator makro maupun mikro dalam
berbagai aspek perekonomian nasional dengan cukup signifikan. Namun jika dicermati
secara kasat mata, perkembangan kualitas UMKM dari waktu ke waktu tidak mengalami
perubahan yang berarti, terutama menyangkut harapan agar unit usaha mikro berkembang
menjadi usaha kecil, usaha kecil menjadi usaha menengah, dan usaha menengah menjadi
usaha besar. Terjadinya stagnasi terhadap perkembangan bisnis dalam skala UMKM ini
disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut di antaranya adalah:
3. Tidak jarang, dana pemberdayaan UMKM justru jatuh kepada pihak yang tidak tepat
sehingga alokasi dana yang ada tidak dapat dimanfaatkan dengan baik. Bahkan terdapat
kesan bahwa jika terdapat aliran dana bagi pengembangan usaha dari pemerintah, maka
dana tersebut dianggap sebagai dana hibah yang tidak perlu dipertanggungjawabkan.
Dampaknya, tidak jarang dana yang digulirkan justru dipergunakan untuk hal-hal yang
konsumtif.
4. Kekurangakuratan data tentang UMKM, terutama data UMKM yang tangguh dan
mandiri yang dapat dijadikan rujukan dan percontohan bagi UMKM Iainnya.
5. Belum optimalnya pemanfaatan teknologi tepat guna, termasuk dalam hal ini tidak
seriusnya pemerintah dalam mengembangkan teknologi sederhana yang terjangkau sesuai
kemampuan UMKM.
6. Belum adanya rencana induk penataan dan pembinaan industri maupun PKL yang
bersifat utuh dan terpadu.
7. Belum akuratnya basis data UMKM, terutama data industri kecil, pedagang kecil,
maupun PKL.
9. Tidak dijadikannya koperasi sebagai wadah gerakan ekonomi rakyat. Hal ini umumnya
terjadi karena ketidaktahuan masyarakat terhadap pentingnya koperasi untuk menyatukan
kekuatan ekonomi UMKM. Di samping itu, ada sebagian masyarakat dan bahkan
"birokrasi" yang memang tidak menginginkan koperasi berkembang sebagai wadah
ekonomi rakyat.
10. Masyarakat yang justru melakukan kegiatan peminjaman uang dengan memerankan
diri sebagai lintah darat dan tengkulak. Kegiatan seperti ini banyak terjadi di pasar pasar
tradisional maupun perkampungan-perkampungan kumuh yang memanfaatkan
ketidakmampuan masyarakat sebagai mata pencaharian.Jika berbagai hambatan ini tidak
segera ditanggulangi, cita-cita untuk menjadikan UMKM sebagai basis ekonomi rakyat
akan semakin jauh dari kenyataan. Jika hal itu belum dapat diwujudkan, apalagi
mengembangkan UMKM secara bertahap dari satu tingkat ke tingkat Iainnya (upaya
memperkokoh usaha mikro menjadi usaha kecil, usaha kecil menjadi usaha menengah,
maupun usaha menengah menjadi usaha besar), maka apa yang diamanatkan oleh
konstitusi sulit diwujudkan.
Dalam konteks ekonomi politik, sejak lahirnya republik ini, pembelaan terhadap
koperasi dan UMKM dapat dirasakan melalui politik banteng dengan memberikan kredit
dan fasilitas kepada pengusaha-pengusaha pribumi guna menjadikan mereka pengusaha
yang tangguh dan mandiri. Namun sayang, dalam perjalanannya, justru terjadi praktik
korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang dilakukan oleh para pengambil kebijakan.
Pengusaha-pengusaha yang mendapat lisensi umumnya adalah pengusaha yang dekat
dengan pemerintah dan kekuatan-kekuatan politik. Ditambah lagi adanya aksi sepihak
dari Angkatan Darat yang mengeluarkan larangan pengambilalihan
perusahaanperusahaan Belanda tanpa sepengetahuan militer. Cita-cita untuk memperkuat
pengusaha pribumi tidak berjalan sebagaimana direncanakan. Hal ini diperparah ketika
terjadinya perbedaan pendapat yang tajam antara Bung Karno dan Bung Hatta yang
mengakibatkan mundurnya Bung Hatta dari jabatan Wakil Presiden. Peristiwa ini
membuat politik menjadi ujung tombak perjuangan negara yang mengakibatkan kegiatan-
kegiatan ekonomi terabaikan.
Selain itu, UMKM dapat pula memperkuat fundamental ekonomi karena sebagian
besar aktivitas ekonomi rakyat di tanah air lebih banyak diperankan dalam unit-unit
ekonomi dalam skala UMKM di hampir semua sektor. Koperasi & UMKM umumnya
tidak begitu membebani negara dalam berbagai masalah baik kredit, monopoli, usaha,
perusakan lingkungan dan sebagainya. Sebaliknya, tidak sedikit swasta dan BUMN yang
justru menimbulkan berbagai masalah. Dalam banyak kasus, distorsi pasar seringkali
ditimbulkna oleh swasta besar maupun UMKM. Sebagai contoh, monopoli dalam impor
terigu, pengelolaan tata migas, cengkeh, jeruk dan sebagainya. Perusakan lingkungan
umumnya dilakukan oleh perusahaan – perusahaan besar, begitu pula dengan kasus kredit
dan kasus BLBI semuanya dilakukan oleh perusahaan besar.
- Kemampuan menciptakan peluang – peluang usaha baru yang cukup besar tanpa
harus dimulai dengan modal yang banyak
- Kemampuan dalam menyerap tenaga kerja dan produk domestik bruto (PDB) yang
cukup besar
- Kemampuan dalam menyumbangkan hasil ekspor sekaligus meningkatkan
pemasukan devisa negara
- Kemampuan dalam menyesuaikan diri terhadap pasat yang begitu cepat termasuk
dalam hal ini adalah kemampuan dalam menanggulangi krisis ekonomi
- Kemampuan dalam inovasi teknologi dan menciptakan dinamisme manajerual dan
hubungan kemanusiaan dengan para pegawai
- Kemampuan mengelola sumber daya ekonomi yang dimiliki sendiri (tanah, modal,
tenaga kerja, dll) tanpa harus melibatkan diri dengan pihak ketiga terutama sektor
perbankan
- Dan, relatif tidak membebani keuangan negara maupun perbankan dalam bentuk
kredit macet, apalagi membebani Bank Indonesia dalam bentuk BLBI seperti yang
terjadi dalam perusahaan – perusahaan besar selama ini.
G. Peran Koperasi Dalam Perekonomian Nasional
Terdapat banyak alasan mengapa seseorang perlu menjadi anggota koperasi terutama
bagi kelompok usaha masyarakat diantaranya sebagai berikut :
1. Alasan Yuridis
- Sesungguhnya yang menjadi alasan utama seseorang untuk menjadi anggota koperasi
adalah status hukum badan usaha mereka. Alasan ini menjadi paling penting teutama
kegiatan usaha berskala UMKM. Melalui koperasi, status hukum suatu usaha
terutama mikro dan kecil akan lebih jelas dan kuat sehingga perlakuannya pun
menjadi jelas dimata hukum terutama dalam mengakses lembaga keuangan dan pasar.
2. Alasan Sosiologis
- Sebagai makhluk sosial, keinginan untuk saling berintegrasi guna memenuhi berbagai
kebutuhan sebagaimana teori hirarki kebutuhan yang dikemukan oleh Maslow.
- Wadah yang paling memungkinkan untuk melakukan integrasi berbagai potensi yang
dimiliki tersebut adalah koperasi
3. Alasan Ekonomis
- Jika individu maupun badan usaha berskala UMKM mampu menyatukan diri dalam
koperasi maka paling tidak mereka akan memiliki kemampuan untuk membeli bahan
baku dan sebagainya dalam jumlah yang besar
4. Alasan Politis
- Alasan politis diperlukannya koperasi baik sebagai gerakan ekonomi maupun badan
usaha adalah untuk menciptakan bargaining power sehingga kelompok ekonomi yang
dalam kegiatannya tidak begitu memiliki kemampuan dalam mengakses sumber –
sumber ekonomi (dalam hal ini UMKM) akan memiliki kemampuan bargaining
power terutama dalam menghadapi distorsi pasar
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka dari itu
kritik dan saran yang membangun sangat dinantikan demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
3_Koperasi-dan-UMKM-sebagai-basis-kekuatan-ekonomi%20
https://www.hestanto.web.id/sistem-ekonomi-kerakyatan/
http://elistia.weblog.esaunggul.ac.id/wp-content/uploads/sites/1877/2017/09/Study-
Case-UMKM-di-Indonesia-tugas-11.pdf