OLEH :
KELOMPOK 4
KELAS G AKUNTANSI MALAM
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
TAHUN AKADEMIK 2019 - 2020
UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR
1.1 TIMBULNYA CITA- CITA KERAJAAN DALAM PEMBENTUKAN KOPERASI
Sistem ekonomi liberal mulai dilaksanakan di Hindia Belanda (nama Indonesia ketika
masih dijajah Belanda) setelah pemerintah kolonial Belanda menghentikan pelaksanaan ”Cultuur
Stelseel” (sistem tanam paksa). Sejak saat ini para penanam modal/usahawan Belanda berlomba
menginvestasikan dananya ke Hindia Belanda. Bidang-bidang yang menarik bagi mereka untuk
dikembangkan seperti perkebunan, perdagangan dan transportasi dan lain-lain.
Dari sinilah praktik penindasan, pemerasan dan pemerkosaan hak tanpa prikemanusiaan makin
berlangsung ganas, sehingga kemudian kehidupan sebagian besar rakyat di bawah batas
kelayakan hidup.
Beberapa tahun kemudian investasi besar-besaran yang dilakukan investor Belanda itu
membawa keuntungan yang melimpah bagi mereka. Antara tahun 1867 hingga tahun 1877
mereka berhasil membawa pulang ke negeri Kincir Angin itu sebanyak kurang lebih 15 juta
Gulden. Akan tetapi apa yang diperoleh bangsa Hindia Belanda, adalah tidak lain kemelaratan
yang meraja lela atas kehidupan rakyat dimana-mana. Dalam keadaan hidup demikian,
pihak kolonial terus-menerus mengintimidasi penduduk pribumi sehingga kondisi sebagian besar
rakyat sangat memprihatinkan. Disamping itu para rentenir, pengijon dan lintah darat turut pula
memperkeruh suasana. Mereka berlomba mencari keuntungan yang besar dari para petani yang
sedang menghadapi kesulitan hidup, sehingga tidak jarang terpaksa melepaskan tanah miliknya
sehubungan dengan ketidakmampuan mereka mengembalikan hutang-hutangnya yang
membengkak akibat sistem bunga berbunga yang diterapkan pengijon.
Selain dari kegiatan lumbung, bank desa dan bank rakyat yang menyalurkan pinjaman-
pinjaman bentuk padi dan uang kepada petani dan mereka yang ekonomi lemah, aktivitas
penerangan tentang perlunya pembentukan koperasi kepada para petani dilakukan oleh
Departemen Pertanian atau Departemen Pertanian-Kerajinan dan Perdagangan, mulai tahun
1935 dilakukan oleh Departemen Perekonomian. Belum terbentuknya koperasi pada waktu
itu, sebab yang utama karena pemerintahan kolonial Belanda tidak sungguh-sungguh
memperhatikan, politik pemerintahan kolonial masih memikirkan akibat persatuan rakyat
Indonesia yang terbentuk melalui koperasi.
Pemerintah Hindia Belanda tak segan-segan menyiksa mereka baik fisik maupun mental.
Sementara itu para pengijon dan lintah darat memanfaatkan kesempatan dan keahlian mereka
sehingga makin banyak yang terjepit hutang yang tercekik lehernya.
Pergerakan nasional untuk mengusir penjajah tumbuh dimana-mana. Kaum pergerakan pun
dalam memperjuangkan, mereka memanfaatkan sektor perkoperasian ini. Realisasi
pembentukan koperasi di tanah air kita dipelopori oleh Budi Utomo (sebuah pergerakan
kebangsaan yang lahir tahun 1908 di bawah pimpinan Sutomo dan Gunawan Mangunkusumo),
inilah yang menjadi pelopor dalam pembentukan koperasi industri kecil dan kerajinan. Dalam
kongres Budi Utomo di Yogyakarta telah diputuskan, bahwa Budi Utomo akan berdaya upaya
untuk:
- Memperbaiki dan meningkatkan kecerdasan rakyat melalui bidang pendidikan,
- Memperbaiki dan meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui koperasi-koperasi yang
segerajdibentuk.
Sebagai wujud pelaksanaan keputusan kongres tersebut, maka koperasi yang dibentuk
adalah Koperasi Konsumsi dengan nama ”Toko Adil”. Sejak saat inilah arus gerakan koperasi
internasional mulai masuk mempengaruhi gerakan koperasi Indonesia, yaitu terutama melalui
penggunaan sendi-sendi dasar dan prinsip-prinsip Rochdale itu. Sendi-sendi dasar demokrasi
serta dimensi kesamaan hak mulai dikenal dan diterapkan. Dan pada tahun 1912, sendi dasar ini
juga yang dipakai oleh organisasi Serikat Islam. Pada tahun 1915 lahirlah undang-undang
koperasi yang pertama yang disebut ”Verordening op de Cooperative Vereenigingen”
(Konimklijk Besluit 7 April 1912 stbl.431), yakni undang-undang tentang perkumpulan koperasi
yang berlaku untuk segala bangsa. Jadi bukan khusus dan semata-mata untuk Bumi Putera saja.
Undang-undang Koperasi di atas sama dengan undang-undang koperasi di Nederland pada tahun
1876 (kemudian diubah dalam tahun 1925). Dengan perubahan tahun 1925 ini, peraturan
koperasi di Indonesia juga diubah (Peraturan Koperasi tahun 1933 LN No.108).
Adanya peraturan yang baru ini membuat pergerakan perkoperasian nasional mengalami
kesulitan untuk berkembang. Hal itu disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
1. Anggaran dasar koperasi harus ditulis dalam bahasa Belanda.
2. Pengesahan harus dilakukan oleh notaris.
3. Harus diumumkan melalui Berita Negara yang berbahasa Belanda.
Tahun 1920 dibentuklah Cooperative Commissie (Komisi Koperasi) yang diketuai oleh Prof. Dr.
J.H. Boeke. Komisi ini bertugas untuk mengadakan penyelidikan apakah koperasi ini berfaedah
bagi Nederland Indie (Indonesia) serta bagaimana cara untuk pengembangannya. Untuk itu
keanggotaannya disertakan 3 orang pribumi, antara lain, seorang Bupati dan seorang dari
Pengurus Budi Oetomo. Dalam laporannya (1921) komisi tersebut menyimpulkan bahwa,
pemerintah seyogianya aktif membantu pengembangan koperasi dan oleh karena itu kiranya
disusun peraturan perundang-undangan koperasi yang baru.
Partai Nasional Indonesia (PNI) di bawah pimpinan Ir. Soekarno pada tahun 1929 dalam
kongresnya di Jakarta mengobarkan semangat berkoperasi di kalangan golongan mudanya, di
antara mereka ini kebanyakan telah memahami secara luas tentang perkoperasian yang bergerak
di luar negeri. Pengetahuan tersebut dipraktekkan setelah disesuaikan dengan kondisi, kebiasaan-
kebiasaan serta kepentingan-kepentingan penduduk, sehingga dapat berkembang dan mencapai
optimalisasi pada tahun 1932 setelah lama terjadi kembali kemunduran. Pada tahun 1932,
Persatuan bangsa Indinesia (PBI) di Jawa Timur telah berusaha mengembangkan koperasi
pertanian (rukun tani). Dengan dibentuknya koperasi ini diharapkan para petani dapat
meningkatkan produksi dan pendapatannya, serta terhindar dari sistem ijon dan para rentenir.
Pada tahun 1963 koperasi-koperasi yang telah ada bergabung dan membentuk nama “Moeder
Centraal”, yang kemudian diubah namanya menjadi Gabungan Pusat Koperasi Indonesia
(GAPKI).
Pada masa penjajahan Jepang ternyata lebih menyedihkan lagi, karena jenis koperasi
yang dianjurkan Jepang yaitu ”Kumiai” hanya merupakan alat mereka untuk mengelabui rakyat
agar secara gotong royong mengumpulkan hasil-hasil produksinya dengan dalih untuk mengisi
lumbung-lumbung paceklik, yang sebenarnya hanya diperlukan untuk membantu keperluan
logistik tentara Jepang. Pada hakekatnya pertumbuhan koperasi di tanah air menghadapi dua
macam rintangan yaitu rintangan yang datang dari luar (eksternal) dan dai dalam (internal)
koperasi itu sendiri yaitu:
a. Rintangan dari luar tubuh koperasi
1. Rintangan ini merupakan tekanan-tekanan politik pemerintah kolonial dan
saingan berat dari kaum kapitalis.
2. Mengenai tekanan-tekanan politik dari pemerintah kolonial, dikarenakan
pemerintah kolonial kalau tidak terikat oleh politik etisnya, sudah tentu akan
merintangi tumbuh dan berkembangnya koperasi di tanah air kita.
3. Tentang saingan berat dari kaum kapitalis Belanda dikarenakan mereka takut
terdesak usaha-usahanya oleh gerakan koperasi. Rintangan ini juga dilakukan oleh
pedagang asing (cina) yang telah mendapat kepercayaan dari pemerintah kolonial.
b. Rintangan dari dalam tubuh koperasi rintangan ini berupa hambatan-hambatan yang
akan menggagalkan atau sangat mengikat pertumbuhan dan perkembangan koperasi,
yaitu:
1. Kekuranagn tenaga yang cukup memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk
mengelola koperasi sehingga jalannya dan pengertian koperasi menjadi kabur.
2. Pada umumnya rakyat kekurangan informasi terutama tentang manfaat-manfaat
berkoperasi, sehingga loyalitas mereka terhadap koperasinya menjadi luntur.
Oleh karena itu agar pengembangan koperasi sejalan dengan dan memenuhi jiwa pasal
33 UUD ’45 tersebut, pada bulan desember 1946 oleh pemerintah RI telah diadakan reorganisasi
Jawatan Koperasi dan Perdagangan Dalam Negeri, yang sejak saat tersebut instansi koperasi dan
perdagangan di pisah menjadi instansi yang berdiri sendiri-sendiri, yaitu jawatan koperasi
dengan tugas-tugas mengurus dan menangani pembinaan gerakan koperasi, dan jawatan
perdagangan dengan tugas-tugas mengurus dan menangani bimbingan perdagangan. Perang
sengit melawan kolonial yang berlangsung hingga tahun 1949 menyulitkan perkembangan
gerakan koperasi. Tetapi ketika Belanda melakukan blokade, yang menyebabkan banyak barang
kebutuhan rakyat di daerah kekuasaan pemerintah Republik Indonesia sangat sulit dicari dan
terbatas, antusiasme berkoperasi muncul kembali. Koperasi-koperasi kemudian mengambil peran
sebagai distributor barang-barang kebutuhan rakyat. Dengan perkembangan terakhir ini banyak
para pemimpin partai ingin secepatnya mewujudkan kehendak pasal 33 Undang-Undang Dasar
1945. Sehingga makin banyak organisasi-organisasi, termasuk BTI dan PNI yang turut
mendukung dan membentuk koperasi.
Akhir tahun 1946 jumlah koperasi yang didirikan melonjak cepat. Di Pulau Jawa saja
tercatat ada 2500 perkumpulan koperasi yang diawasi pemerintah. Menjamurnya koperasi ketika
itu memancing kaum partai untuk memanfaatkan keberadaan mereka demi tujuan partai. Dan
banyak koperasi yang kemudiaan diperalat oleh para pimpinan partai itu. Ini berarti secara sadar
telah melanggar prinsip-prinsip berkoperasi. Berbagai upaya dilakukan oleh para pemimpin
gerakan koperasi untuk meluruskan keadaan yang menyesatkan itu. Pada akhir tahun 1946 itu
gerakan koperasi Jawa Barat sepakat mengadakan konperensi. Pelaksanaan konperensi yang
berlangsung di Ciparay itu berhasil membentuk ”Pusat Koperasi Primer”.
Organisasi ini ditugaskan untuk:
1. Mengkoordinir gerakan koperasi yang ada di seluruh Jawa Barat.
2. Mendorong terbentuknya koperasi-koperasi di seluruh Jawa Barat.
3. Secepat-cepatnya mendorong terselenggaranya Kongres Koperasi Seluruh Indonesia.
Pergerakan koperasi di RI telah berhasil mewujudkan tiga kegiatan yang penting yang selalu
akan tercatat dalam sejarah peergerakan koperasi di Negara kita yaitu:
a. Koperasi desa
Di dalam koperasi ini para petani hendaknya bergabung agar tercapai peningkatan
pendapatan, dengan ini maka petani dapat memenuhi kebutuhannya, baik itu untuk
memproduksi maupun keperluan hidup sehingga tercapailah peningkatan kesejahteraan
hidupnya. Tugas koperasi desa tidak hanya pada satu bidang tetapi juga meliputi
meningkatkan produksi, membimbing pengelolaan hasil produksi, pemasaran hasil
produksi secara terpadu, mengusahakan kredit untuk memperlancar usaha tani dan lain
sebagainya. Pemula gagasan ini adalah Sir Horace Plunkett (Inggris) yang berhasil
dikembangkan di India. Beliau berpendapat “Dengan koperasi desa akan tercapai
pertanian yang lebih baik, usaha perdagangan yang lebih baik dan kehidupan yang lebih
baik” (better farming, better business and better living).
b. Koperasi adalah alat pembangunan ekonomi Atas dasar keputusan Konperensi Ciparay,
Pusat Koperasi Priangan mengambil prakarsa untuk menyelenggarakan Kongres
Koperasi Seluruh Indonesia. Pada tanggal 11 Juli sampai 14 juli 1947, gerakan koperasi
Indonesia dalam alam kemerdekaan telah menyelenggarakan kongresnya yang pertama di
Tasikmalaya. Gerakan koperasi Indonesia merupakan alat perjuangan di bidang ekonomi
dan pembangunan untuk mencapai cita-cita kemerdekaan yaitu terbangunnya masyarakat
yang adil dan makmur yang menyeluruh. Keputusan-keputusan yang lainnya adalah:
1. Terwujudnya kesepakatan untuk mendirikan SOKRI (Sentral Organisasi Koperasi
Rakyat Indonesia)
2. Ditetapkannnya asas koperasi Indonesia “berdasar atas kekeluargaan dan gotong
royong”.
3. Ditetapkannnya tanggal 12 Juli sebagai “hari koperasi Indonesia”.
4. Diperluasnya pengertian dan pendidikan tentaang perkoperasian, agar para
anggotanya dapat lebih loyal terhadap koperasinya.
Akan tetapi, karena pada masa itu bangsa Indonesia masih disibukkan oleh
perjuangan mempertahankan kemerdekaannya, maka peranan SOKRI untuk
mempersatukan seluruh koperasi di tanah air belum dapat berjalan mulus.
Pada tanggal 17 Agustus 1950 Negara Republik Indonesia Serikat resmi dibubarkan dan
diganti dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Seiring dengan disatukannya kembali
Negara-negara bagian ke dalam wadah kesatuan RI, jawatan-jawatan koperasi di Negara-negara
bagian tersebut dibubarkan pula dan selanjutnya digabungkan dalam satu bentuk organisasi
jawatan koperasi yang bernaung dalam Negara RI, segala sesuatunya diseragamkan dan
disesuaikan dengan semangat dan nilai-nilai perjuangan 1945, semangat Pancasila dan semangat
UUD 1945. Pada kurun waktu tesebut, sementara koperasi tengah mengadakan penyempurnaan
di dalam, situasi dalam negeri berubah di mana persatuan dan kekeluargaan antara sesama rakyat
Indonesia secara lambat tengah dibawa kearah keretakan yang dikarenakan sistem liberalisme.
Sistem ini sangat mengabaikan cara-cara musyawarah dan mufakat, merusak terjalinnya
persatuan antara sesama warga Negara, liberalisme menimbulkan pengkotak-kotakan dalam
masyarakat yang masing-masing menggunakan cara mutlak-mutlakan dalam mewujudkan segala
sesuatu yang menjadi cita-citanya. Jadi liberalisme sangat bertentangan dengan gotong royong
dan kekeluargaan yang menjadi kepribadian bangsa kita.
Liberalisme, tekanan dan pengaruhnya terasa sekali terhadap perkeporasian, antara lain:
a. Sering terjadi pergantian kabinet, dengan sendirinya garis kebijakan dan program-
program kementrian yang menangani urusan koperai pun selalu berubah-ubah.
b. Keanggotaan koperasi yang tidak mengenal perbedaan golongan, aliran, suku, agama
menjadi terpengaruh oleh tindakan para pemimpin gerakan-gerakan politik.
Kemajuan-kemajuan yang dicapai koperasi dalam kurun waktu 1950-1958 yaitu: kemajuan
dalam bidang pendidikan koperasi (peningkatan refreshing courses bagi para karyawan jawatan
koperasi dan pergerakan koperasi, petugas-petugas melakukan pendidikan di luar negeri) serta
perkembangan fisik koperasi (baik secara kuantitas dan kualitas). Akibat liberalisme yang
akarnya makin hari makin kuat, sehingga Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit (5 Juli 1959)
untuk kembali ke Undang-Undang Dasar 1945.
Ini mendapatkan sambutan yang hangat dari rakyat Indonesia karena sejalan dengan
kepribadian bangsa, yang mana Pancasila merupakan dasar dari segala ketentuan yang terdapat
dalam UUD 1945. Musyawarah dan mufakat akan diutamakan kembali sehingga persatuan dan
kesatuan bangsa terjamin degan baik. Tetapi sangat disayangkan demokrasi terpimpin dan
ekonomi terpimpin yang seharusnya terpimpin oleh Pancasila, pengertiannya berubah menjadi
terpimpin oleh garis-garis pemikiran pribadi Bung Karno, yang mengakibatkan diktatorisme
ataupun otokrasi. Khusus bagi gerakan koperasi hal ini berarti penyelewengan yang jauh dari
jiwa koperasi, urusan intern perkumpulan koperasi semakin banyak dicampuri pemerintah,
kebebasan koperasi untuk mengambil keputusan menjadi sangat terbatas.
Sejak saat Jenderal Soeharto efektif memegang kendali kekuasaan pemerintahan sesuai
dengan SUPERSEMAR (Surat Perintah 11 Maret 1966), perbaikan demi perbaikan mulai
dilakukan. Tanpa terkecuali bidang perkoperasian untuk dikembalikan sesuai denga fungsinya
yang sesungguhnya. Pada tahun 1966 ini pula pemerintah telah mengatur bidang perkoperasian
nasional, dimana urusan pengembangan/pembinaan dialihkan kepada Kementerian Perdagangan
melalui Departemen Koperasi, yang langsung meluruskan kekeliruan yang terjadi di zaman Orde
Lama, yaitu meletakkan asas-asas Sendi Dasar Koperasi sesuai dengan keberadaannya. Oleh
karena itu dikeluarkan Surat Edaran No.1 dan No.2 tahun 1966 oleh Deputi Mentri Perdagangan
yang membawahi Departemen Koperasi di lingkungan Kementerian Perdagangan, yang
mengatur bahwa: koperasi harus bekerja berdasarkan asas dan sendi dasar yang sebenarnya,
koperasi sebagai alat demokrasi ekonomi harus menegakkan asas demokrasi dengan kekuasaan
tertinggi pada Rapat Anggota, dan seterusnya.
http://zetzu.blogspot.com/2010/10/sejarah-pertumbuhan-perkembangan.html
https://prezi.com/ehcgwhyamoh2/e/?frame=6ee204ef4c926e10ddce83c25e84abc45ae42c5f