Anda di halaman 1dari 6

2.

1 Timbulnya Cita – Cita Kearah Pembentukan Koperasi


    Sistem ekonomi liberal mulai dilaksanakan di Hindia Belanda (nama Indonesia ketika masih dijajah
Belanda) setelah pemerintah kolonial Belanda menghentikan pelaksanaan ”Cultuur Stelseel” (sistem
tanam paksa). Sejak saat ini para penanam modal/usahawan Belanda berlomba menginvestasikan
dananya ke Hindia Belanda. Bidang-bidang yang menarik bagi mereka untuk dikembangkan seperti
perkebunan, perdagangan dan transportasi dan lain-lain.
    Dari sinilah praktik penindasan, pemerasan dan pemerkosaan hak tanpa prikemanusiaan makin
berlangsung ganas, sehingga kemudian kehidupan sebagian besar rakyat di bawah batas kelayakan
hidup.
    Beberapa tahun kemudian investasi besar-besaran yang dilakukan investor Belanda itu membawa
keuntungan yang melimpah bagi mereka. Antara tahun 1867 hingga tahun 1877 mereka berhasil
membawa pulang ke negeri Kincir Angin itu sebanyak kurang lebih 15 juta Gulden.
    Akan tetapi apa yang diperoleh bangsa Hindia Belanda, adalah tidak lain kemelaratan yang meraja
lela atas kehidupan rakyat dimana-mana.
    Dalam keadaan hidup demikian, pihak kolonial terus-menerus mengintimidasi penduduk pribumi
sehingga kondisi sebagian besar rakyat sangat memprihatinkan. Disamping itu para rentenir,
pengijon dan lintah darat turut pula memperkeruh suasana. Mereka berlomba mencari keuntungan
yang besar dari para petani yang sedang menghadapi kesulitan hidup, sehingga tidak jarang terpaksa
melepaskan tanah miliknya sehubungan dengan ketidakmampuan mereka mengembalikan hutang-
hutangnya yang membengkak akibat sistem bunga berbunga yang diterapkan pengijon.
    E. Sieburgh (pejabat tertinggi/kepala daerah di Purwokerto) dan De Wolf van Westerrede
(pengganti Sieburgh) merupakan orang Belanda yang banyak kaitannya dengan perintisan koperasi
yang pertama-tama di tanah air kita, yaitu di Purwokerto. 
Masalahnya di dahului oleh Raden Aria Wirjaatmadja (patih purwokerto) sebagai seorang yang rasa
sosialnya tebal. Dengan mendapat bantuan moril atau dorongan-dorongan dari E. Sieburgh pada
tahun 1891 didirikan Bank penolong dan Penyimpanan di Purwokerto, yang maksud utamanya
membebaskan para pegawai dari segala tekanan utang. Pada tahun 1898 E. sieburgh digantikan oleh
De Wolf van Westerrede yang mengharapkan terbentuknya koperasi simpan pinjam untuk para
petani.
Langkah pertama yang dlakukan yaitu memperluas bidang kerja Bank Penolong  dan penyimpanan
sehingga meliputi pula pertolongan bagi para petani di daerahnya. Untuk menyerasikan nama dan
tugasnya, bank tersebut mendapatkan perubahan nama menjadi Purwokerto Hulp Spaar En
Landbouwcrediet atau bank penolong, penyimpanan dan kredit pertanian, yang dapat dikatakan
sebagai pelopor berdirinya bank rakyat di kemudian hari.
Menurut De Wolf van Westerrede kebiasaaan-kebiasaan yang telah mendarah daging pada para
petani Indonesia (gotong royong, kerja sama) merupakan dasar yang paling baik untuk berdirinya
dengan subur koperasi kredit yang menjadi cita-citanya. Cita-cita De Wolf sebagai lanjutan dari
perintisan pembentukan koperasi kredit oleh R. Aria Atmadja, untuk mendirikan koperasi kredit
model Raiffeisen memang belum dapat terwujud, akan tetapi sedikit banyak usahanya telah tampak
pada bank-bank desa, lumbung-lumbung desa dan rumah-rumah gadai yang sempat didirikannya di
tanah air kita, yang kesemuanya memang mengembangkan usaha pemberian kredit kepada para
petani dan kaum ekonomi lemah bangsa kita.
Selain dari kegiatan lumbung, bank desa dan bank rakyat yang menyalurkan pinjaman-pinjaman
bentuk padi dan uang kepada petani dan mereka yang ekonomi lemah, aktivitas penerangan tentang
perlunya pembentukan koperasi kepada para petani dilakukan oleh Departemen  Pertanian atau
Departemen Pertanian-Kerajinan dan Perdagangan, mulai tahun 1935 dilakukan oleh Departemen
Perekonomian. 
Belum terbentuknya koperasi pada waktu itu, sebab yang utama karena pemerintahan kolonial
Belanda tidak sungguh-sungguh memperhatikan, politik pemerintahan kolonial masih memikirkan
akibat persatuan rakyat Indonesia yang terbentuk melalui koperasi.

2.2 Perjuangan Pembentukan Koperasi pada Zaman Penjajahan


    Penindasan yang terus-menerus terhadap rakyat Indonesia dan berlangsung cukup lama
menjadikan kondisi umum rakyat amat parah. Namun demikian masih beruntung semangat
bergotong royong masih tetap tumbuh dan bahkan berkembang makin kuat. Di samping itu
kesadaran beragama juga makin tinggi, sehingga perlahan tapi pasti mulai tumbuh keinginan untuk
melepaskan diri dari keadaan yang selama ini mengungkung mereka.
    Kesadaran rakyat terus meningkat dan seiring dengan itu rakyat mulai angkat senjata untuk
mengusir penjajah. Api perang berkobar dimana-mana di berbagai pulau di seluruh Nusantara
terutama di pulau Jawa, Sumatera, Sulawesi, Maluku dan lain-lain, yang dipimpin oleh pahlawan-
pahlawan setempat, seperti Imam Bonjol, Pangeran Diponegoro, Teuku Umar, Pattimura dan lain-
lain. Akan tetapi perang lokal melawan kolonial ini kebanyakan mengalami kekalahan dan kegagalan.
Keadaan ini makin menyulitkan kehidupan rakyat. Pemerintah Hindia Belanda tak segan-segan
menyiksa mereka baik fisik maupun mental.
    Sementara itu para pengijon dan lintah darat memanfaatkan kesempatan dan keahlian mereka
sehingga makin banyak yang terjepit hutang yang tercekik lehernya.
Pergerakan nasional untuk mengusir penjajah tumbuh dimana-mana. Kaum pergerakan pun dalam
memperjuangkan, mereka memanfaatkan sektor perkoperasian ini. Realisasi pembentukan koperasi
di tanah air kita dipelopori oleh Budi Utomo (sebuah pergerakan kebangsaan yang lahir tahun 1908
di bawah pimpinan Sutomo dan Gunawan Mangunkusumo), inilah yang menjadi pelopor dalam
pembentukan koperasi industri kecil dan kerajinan. Dalam kongres Budi Utomo di Yogyakarta telah
diputuskan, bahwa Budi Utomo akan berdaya upaya untuk:
    Memperbaiki dan meningkatkan kecerdasan rakyat melalui bidang pendidikan,
    Memperbaiki dan meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui koperasi-koperasi yang segera
dibentuk.
Sebagai wujud pelaksanaan keputusan kongres tersebut, maka koperasi yang dibentuk adalah
Koperasi Konsumsi dengan nama ”Toko Adil”. Sejak saat inilah arus gerakan koperasi internasional
mulai masuk mempengaruhi gerakan koperasi Indonesia, yaitu terutama melalui penggunaan sendi-
sendi dasar dan prinsip-prinsip Rochdale itu.  
Sendi-sendi dasar demokrasi serta dimensi kesamaan hak mulai dikenal dan diterapkan. Dan pada
tahun 1912, sendi dasar ini juga yang dipakai oleh organisasi Serikat Islam.
Pada tahun 1915 lahirlah undang-undang koperasi yang pertama yang disebut ”Verordening op de
Cooperative Vereenigingen” (Konimklijk Besluit 7 April 1912 stbl.431), yakni undang-undang tentang
perkumpulan koperasi yang berlaku untuk segala bangsa. Jadi bukan khusus dan semata-mata untuk
Bumi Putera saja.
Undang-undang Koperasi di atas sama dengan undang-undang koperasi di Nederland pada tahun
1876 (kemudian diubah dalam tahun 1925). Dengan perubahan tahun 1925 ini, peraturan koperasi
di Indonesia juga diubah (Peraturan Koperasi tahun 1933 LN No.108).
Adanya peraturan yang baru ini membuat pergerakan perkoperasian nasional mengalami kesulitan
untuk berkembang. Hal itu disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
1.    Anggaran dasar koperasi harus ditulis dalam bahasa Belanda.
2.    Pengesahan harus dilakukan oleh notaris.
3.    Harus diumumkan melalui Berita Negara yang berbahasa Belanda.
Tahun 1920 dibentuklah Cooperative Commissie (Komisi Koperasi) yang diketuai oleh Prof. Dr. J.H.
Boeke. Komisi ini bertugas untuk mengadakan penyelidikan apakah koperasi ini berfaedah bagi
Nederland Indie (Indonesia) serta bagaimana cara untuk pengembangannya. Untuk itu
keanggotaannya disertakan 3 orang pribumi, antara lain, seorang Bupati dan seorang dari Pengurus
Budi Oetomo.
    Dalam laporannya (1921) komisi tersebut menyimpulkan bahwa, pemerintah seyogianya aktif
membantu pengembangan koperasi dan oleh karena itu kiranya disusun peraturan perundang-
undangan koperasi yang baru.
    Namun kenyataannya peraturan perundang-undangan tersebut tidak banyak menolong, gerakan
koperasi tetap kurang baik perkembangannya. Hal in disebabkan antara lain oleh:
1.    Peran Bank Rakyat yang khusus dibentuk, secara koperatif masih merupakan tugas sampingan.
2.    Adanya pemahaman baru yang muncul dari kaum pergerakan yang justru menentang untuk
berkoperasi (non-cooperation). Ini disebabkan adanya peraturan baru yang menempatkan
pemerintah kolonial sebagai pengawas.
Selain itu sangat disayangkan karena pembentukan koperasi kurang ditunjang dengan persiapan-
persiapan yang matang antara lain:
    Penelitian tentang bentuk koperasi yang paling cocok pada waktu itu yang dapat diterapkan di
Indonesia,
    Persiapan mental dan pengetahuan tentang pengelolaan koperasi, sehingga loyalitas para
anggota terasa kurang,
    Pengalaman berusaha sehingga menimbulkan kecurangan-kecurangan.
sehingga pada akhirnya koperasi konsumsi yang menyandang sebutan “Toko Adil” itu mengalami
kegagalan atau tidak lama hidupnya.
    Tentang penyebab-penyebab kegagalan koperasi konsumsi/toko adil ini diakui secara jujur oleh
Budi Utomo yang tercantum dalam “Sumbangsih” (buku peringatan sedasawarsa berdirinya Budi
Utomo), antara lain karena kurang diperhatikannya soal-soal kejujuran, pengetahuan
pengkoperasian dan pengalaman berusaha.
    Kegagalan yang sama juga dialamami oleh Sarikat Dagang Islam (SDI) yang dilahirkan pada tahun
1911 dengan pimpinan H. Samanhudi, dan pada tahun 1912 berubah nama menjadi Serikat Islam (SI)
yang bertujuan untuk mengimbangi dan atau menentang politik pemerintah kolonial yang telah
memberi fasilitas-fasilitas yang longgar dan menguntungkan para pedagang asing, sedangkan
pedagang pribumi mendapatkan tekanan sehingga sulit berkembang. Sehingga lahirlah toko-toko
koperasi yang mengalami kegagalan setelah beberapa bulan berjalan.
    Partai Nasional Indonesia (PNI) di bawah pimpinan Ir. Soekarno pada tahun 1929 dalam
kongresnya di Jakarta mengobarkan semangat berkoperasi di kalangan golongan mudanya, di antara
mereka ini kebanyakan telah memahami secara luas tentang perkoperasian yang bergerak di luar
negeri. Pengetahuan tersebut dipraktekkan setelah disesuaikan dengan kondisi, kebiasaan-
kebiasaan serta kepentingan-kepentingan penduduk, sehingga dapat berkembang dan mencapai
optimalisasi pada tahun 1932 setelah lama terjadi kembali kemunduran.
    Pada tahun 1932, Persatuan bangsa Indinesia (PBI) di Jawa Timur telah berusaha mengembangkan
koperasi pertanian (rukun tani). Dengan dibentuknya koperasi ini diharapkan para petani dapat
meningkatkan produksi dan pendapatannya, serta terhindar dari sistem ijon dan para rentenir. Pada
tahun 1963 koperasi-koperasi yang telah ada bergabung dan membentuk nama “Moeder Centraal”,
yang kemudian diubah namanya menjadi Gabungan Pusat Koperasi Indonesia (GAPKI).
    Pada masa penjajahan Jepang ternyata lebih menyedihkan lagi, karena jenis koperasi yang
dianjurkan Jepang yaitu ”Kumiai” hanya merupakan alat mereka untuk mengelabui rakyat agar
secara gotong royong mengumpulkan hasil-hasil produksinya dengan dalih untuk mengisi lumbung-
lumbung paceklik, yang sebenarnya hanya diperlukan untuk membantu keperluan logistik tentara
Jepang.
    Pada hakekatnya pertumbuhan koperasi di tanah air menghadapi dua macam rintangan yaitu
rintangan yang datang dari luar (eksternal) dan dai dalam (internal) koperasi itu sendiri yaitu:
a)    Rintangan dari luar tubuh koperasi
Rintangan ini merupakan tekanan-tekanan politik pemerintah kolonial dan saingan berat dari kaum
kapitalis.
    Mengenai tekanan-tekanan politik dari pemerintah kolonial, dikarenakan pemerintah kolonial
kalau tidak terikat oleh politik etisnya, sudah tentu akan merintangi tumbuh dan berkembangnya
koperasi di tanah air kita.
    Tentang saingan berat dari kaum kapitalis Belanda dikarenakan mereka takut terdesak usaha-
usahanya oleh gerakan koperasi. Rintangan ini juga dilakukan oleh pedagang asing (cina) yang telah
mendapat kepercayaan dari pemerintah kolonial.

b)    Rintangan dari dalam tubuh koperasi


rintangan ini berupa hambatan-hambatan yang akan menggagalkan atau sangat mengikat
pertumbuhan dan perkembangan koperasi, yaitu:
    Kekuranagn tenaga yang cukup memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk mengelola
koperasi sehingga jalannya dan pengertian koperasi menjadi kabur.
    Pada umumnya rakyat kekurangan informasi terutama tentang manfaat-manfaat berkoperasi,
sehingga loyalitas mereka terhadap koperasinya menjadi luntur.

2.3 Pertumbuhan dan Perkembangan Koperasi pada Kurun Waktu Mempertahankan


Kemerdekaan (1945-1949)
    Dalam suasana perang, sambil bertempur mempertahankn kemerdekaan, pemerintah RI dapat
membenahi diri sehingga seluruh tugas-tugas pemerintahan dapat berjalan sebagaimana mestinya
termasuk juga tugas-tugas yang diemban jawatan koperasi. Keinginan dan semangat untuk 
berkoperasi yang semula hancur akibat politik Devide et Impera (pecah belah) pada masa kolonial
Belanda dan dilanjutkan oleh sistem “kumiai” pada zaman penjajahan Jepang, mulai timbul kembali
sejalan dan sesemarak dengan bergeloranya “semangat dan nilai-nilai perjuangan 45”, rakyat bahu
membahu dengan pemerintah untuk mengatasi masalah-masalah ekonomi sehubungan dengan
tindakan-tindakan pengacauan pihak Belanda, yang dalam hal ini peranan koperasilah yang
menentukan. Mengenai peranan koperasi ini dituangkan secara jelas di dalam pasal 33 UUD 1945
yang pada dasarnya menetapkan koperasi sebagai soko guru perekonomian Indonesia.
    Oleh karena itu agar pengembangan koperasi sejalan dengan dan memenuhi jiwa pasal 33 UUD
’45 tersebut, pada bulan desember 1946 oleh pemerintah RI telah diadakan reorganisasi Jawatan
Koperasi dan Perdagangan Dalam Negeri, yang sejak saat tersebut instansi koperasi dan
perdagangan di pisah menjadi instansi yang berdiri sendiri-sendiri, yaitu jawatan koperasi dengan
tugas-tugas mengurus dan menangani pembinaan gerakan koperasi, dan jawatan perdagangan
dengan tugas-tugas mengurus dan menangani bimbingan perdagangan. 
    Perang sengit melawan kolonial yang berlangsung hingga tahun 1949 menyulitkan perkembangan
gerakan koperasi. Tetapi ketika Belanda melakukan blokade, yang menyebabkan banyak barang
kebutuhan rakyat di daerah kekuasaan pemerintah Republik Indonesia sangat sulit dicari dan
terbatas, antusiasme berkoperasi muncul kembali. Koperasi-koperasi kemudian mengambil peran
sebagai distributor barang-barang kebutuhan rakyat.
    Dengan perkembangan terakhir ini banyak para pemimpin partai ingin secepatnya mewujudkan
kehendak pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945. Sehingga makin banyak organisasi-organisasi,
termasuk BTI dan PNI yang turut mendukung dan membentuk koperasi.
    Akhir tahun 1946 jumlah koperasi yang didirikan melonjak cepat. Di Pulau Jawa saja tercatat ada
2500 perkumpulan koperasi yang diawasi pemerintah. Menjamurnya koperasi ketika itu memancing
kaum partai untuk memanfaatkan keberadaan mereka demi tujuan partai. Dan banyak koperasi yang
kemudiaan diperalat oleh para pimpinan partai itu. Ini berarti secara sadar telah melanggar prinsip-
prinsip berkoperasi.
    Berbagai upaya dilakukan oleh para pemimpin gerakan koperasi untuk meluruskan keadaan yang
menyesatkan itu. Pada akhir tahun 1946 itu gerakan koperasi Jawa Barat sepakat mengadakan
konperensi. Pelaksanaan konperensi yang berlangsung di Ciparay itu berhasil membentuk ”Pusat
Koperasi Primer”. Organisasi ini ditugaskan untuk:
1.    Mengkoordinir gerakan koperasi yang ada di seluruh Jawa Barat.
2.    Mendorong terbentuknya koperasi-koperasi di seluruh Jawa Barat.
3.    Secepat-cepatnya mendorong terselenggaranya Kongres Koperasi Seluruh Indonesia.
    Pergerakan koperasi di RI telah berhasil mewujudkan tiga kegiatan yang penting yang selalu akan
tercatat dalam sejarah peergerakan koperasi di Negara kita yaitu:
a)    Koperasi desa
Di dalam koperasi ini para petani hendaknya bergabung agar tercapai peningkatan pendapatan,
dengan ini maka petani dapat memenuhi kebutuhannya, baik itu untuk memproduksi maupun
keperluan hidup sehingga tercapailah peningkatan kesejahteraan hidupnya. Tugas koperasi desa
tidak hanya pada satu bidang tetapi juga meliputi meningkatkan produksi, membimbing pengelolaan
hasil produksi, pemasaran hasil produksi secara terpadu, mengusahakan kredit untuk memperlancar
usaha tani dan lain sebagainya. 
Pemula gagasan ini adalah Sir Horace Plunkett (Inggris) yang berhasil dikembangkan di India. Beliau
berpendapat “Dengan koperasi desa akan tercapai pertanian yang lebih baik, usaha perdagangan
yang lebih baik dan kehidupan yang lebih baik” (better farming, better business and better living).

b)    Koperasi adalah alat pembangunan ekonomi


Atas dasar keputusan Konperensi Ciparay, Pusat Koperasi Priangan mengambil prakarsa untuk
menyelenggarakan Kongres Koperasi Seluruh Indonesia. 
Pada tanggal 11 Juli sampai 14 juli 1947, gerakan koperasi Indonesia dalam alam kemerdekaan telah
menyelenggarakan kongresnya yang pertama di Tasikmalaya. Gerakan koperasi Indonesia
merupakan alat perjuangan di bidang ekonomi dan pembangunan untuk mencapai cita-cita
kemerdekaan yaitu terbangunnya masyarakat yang adil dan makmur yang menyeluruh. Keputusan-
keputusan yang lainnya adalah:
    Terwujudnya kesepakatan untuk mendirikan SOKRI (Sentral Organisasi Koperasi Rakyat
Indonesia)
    Ditetapkannnya asas koperasi Indonesia “berdasar atas kekeluargaan dan gotong royong”.
    Ditetapkannnya tanggal 12 Juli sebagai “hari koperasi Indonesia”.
    Diperluasnya pengertian dan pendidikan tentaang perkoperasian, agar para anggotanya dapat
lebih loyal terhadap koperasinya.
Akan tetapi, karena pada masa itu bangsa Indonesia masih disibukkan oleh perjuangan
mempertahankan kemerdekaannya, maka peranan SOKRI untuk mempersatukan seluruh koperasi di
tanah air belum dapat berjalan mulus.

c)    Peraturan koperasi tahun 1949 nomor 179


Pemerintah Republik Indonesia meninjau kembali peraturan perkoperasian peninggalan kaum
colonial yang tidak cocok lagi dengan bangsa Indonesia. Termasuk diantaranya Undang-
undang/Peraturan Koperasi tahun 1927 No.91 dan menggantinya dengan Peraturan Koperasi tahun
1949 No.179. Dalam peraturan koperasi ini jelas dinyatakan bahwa “ koperasi merupakan
perkumpulan orang-orang atau badan-badan hukum Indonesia yang memberi kebebasan kepada
setiap orang atas dasar persamaan untuk menjadi anggota dan atau menyatakan berhenti, maksud
utama mereka dalam wadah koperasi ini yaitu memajukan tingkat kesejahteraan lahiriah para
anggotanya dengan melakukan usaha-usaha bersama di bidang perdagangan, usaha kerajinan,
pembelian/pengadaan barang-barang keperluaan anggota, tanggung menanggung kerugian yang
dideritanya, pemberian pinjaman, pembenukan koperasi harus diperkuat dengan akta dan harus
didaftarkan serta diumumkan menurut cara-cara yang telah ditentukan pemerintah.

Daftar Pusaka :

http://zetzu.blogspot.com/2010/10/sejarah-pertumbuhan-perkembangan.html?m=1

Anda mungkin juga menyukai