Pasar
Monopoli
A. Pendahuluan
Bentuk pasar Monopoli terbentuk pada suatu situasi dimana hanya terdapat penjual dan
pembeli tunggal di dalam pasar. Sebagai definisi, kurva permintaan yang dihadapi perusahan
monopolis dalam kurva permintaan industri adalah kurva menurun. Sehingga, perusahaan
monopolis memiliki kekuatan besar dalam menentukan harga yang dikenakan yaitu sebagai
penentu harga (price setter) dan bukannya pengikut harga (price taker). Suatu industri
dikatakan berstruktur monopoli (monopoly) bila hanya ada satu produsen atau penjual (single
firm) tanpa pesaing langsung atau tidak langsung, baik nyata maupun potensial. Output yang
dihasilkan tidak mempunyai substitusi (closed substitution).
Perusahaan tidak memiliki pesaing karena adanya hambatan (barriers to entry) bagi
perusahaan lain untuk memasuki industri yang bersangkutan. Dilihat dari penyebabnya,
hambatan masuk dikelompokkan menjadi hambatan teknis (technical barriers to entry) dan
hambatan legalitas (legal barriers to entry).
Namun PLN memiliki anak perusahaan dan vendor/supplier yang berasal dari
perusahaan negeri dan swasta, seperti :
1. PT Indonesia Power
Kondisi tersebut dapat dikategorikan sebagai Pasar Monopsoni, yaitu jenis pasar
dimana hanya ada satu pembeli.
B.1.Permintaan
Pada pasar persaingan sempurna penerimaan marjinal perusahaan sama dengan harga jual
(MR
= AR = D = P). Tidak demikian halnya dengan perusahaan yang berada dalam pasar monopoli.
Penerimaan marjinal perusahaan monopoli lebih kecil dari harga jual (MR < P).
1) Diagram 9.1 menunjukkan bahwa untuk meningkatkan output yang dijual (Q1 ke
Q2) perusahaan harus menurunkan harga jual (P1 ke P2). Penurunan harga jual
menyebabkan penerimaan total (TR) berkurang sebanyak luas daerah segi empat
A.
Dalam pasar persaingan sempurna kurva TR berbentuk garis lurus dimulai dari titik (0,
0). Dalam pasar monopoli besarnya TR sangat tergantung pada besarnya elastisitas harga.
Hubungan antara besarnya TR dan MR digambarkan pada Diagram 9.2.
Penjelasan kurva diagram 9.2 :
a. Jika elastisitas harga lebih besar dari satu (elastis), untuk menambah output 1%,
harga diturunkan lebih kecil dari 1%. Akibatnya TR naik yang berarti MR positif.
b. Jika elastisitas harga sama dengan satu, untuk menambah output 1%, harga harus
diturunkan 1% juga. TR tidak bertambah, yang artinya MR = 0. Pada saat it-u nilai
TR maksimum.
c. Jika elastisitas harga lebih kecil dari satu (inelastis), untuk menaikkan ouput 1%,
harga harus diturunkan lebih dari 1%. Akibatnya TR turun, yang artinya MR < 0
(negatif).
1) Pada Diagram 9.3 laba maksimum tercapai pada output Q*, di mana MR = MC.
Besar laba seluas bidang AP*BC.
2) Jika output lebih kecil dari Q*, misalnya Q1, laba perusahaan belum maksimum
sebab MR > MC.
3) Sebaliknya jika ouput lebih besar dari Q*, misalnya Q2, laba akan berkurang karena
MR < MC.
Monopolis juga bisa menderita rugi. Namun, apabila rugi akan diusahakan agar
kerugiannya adalah minimum (juga pada tingkat output di mana MR = MC).
Dalam pasar persaingan sempuma, laba super normal akan menarik perusahaan lain
untuk masuk ke dalam industri sehingga dalam jangka panjang perusahaan hanya
menikmati laba normal saja. Hal tersebut tidak berlaku dalam pasar monopoli.
Perusahaan monopoli hanya akan kehilangan laba super normal jangka panjang, bila
tidak mampu mem pertahankan daya monopolinya.
Hal tersebut dapat saja terjadi, terutama jika perusahaan lalai melakukan riset dan
pengembangan untuk memperoleh teknologi yang meningkatkan efisiensi produksi.
Hal tersebut terjadi pada perusahaan-perusahaan jam tangan di negara Swiss. Karena
menolak memanfaatkan teknologi digital, mereka kehilangan kemampuan
monopolinya.
Saat ini, daya monopoli pembuatan jam tangan dikuasai perusahaanperusahaan jam di
Jepang, yang mau memanfaatkan teknologi digital. Keseimbangan dalam jangka
panjang akan menjadi masalah bila dalam jangka pendek perusahaan mengalami
kerugian.
Penjelasan kurva diagram 9.5 :
Dalam kenyataan jarang sekali struktur pasar tanpa persaingan. Umumnya yang ada
adalah satu atau beberapa perusahaan lebih dominan dibanding perusahaan lainnya
(oligopoli). Karenanya pengertian monopoli dalam teori ekonomi berbeda dengan pengertian
awam (masyarakat umum) dalam kehidupan sehari-hari. Kaum awam membayangkan
monopoli sebagai kemampuan melakukan apa saja untuk memperoleh laba sebesar-besarnya;
Perusahaan monopoli yang memiliki kekuatan tanpa batas, sehingga mampu mengeruk laba
tanpa batas pula.
Pengertian di atas adalah keliru. Daya monopoli (monopoly power) yaitu kemampuan
perusahaan melakukan eksploitasi pasar dalarn rangka mencapai laba maksimum hanyalah
sebatas kemampuan mengatur jumlah output dan harga. Daya monopoli dikatakan makin
besar bila keputusan harga dan output perusahaan makin sulit dilawan oleh pasar. Lerner
mengukur kemampuan perusahaan berlandaskan permintaan yang dihadapi perusahaan
dengan menghitung angka indeks, yang dikenal sebagai indeks Lerner (Lerner Index).
Dari Persamaan di atas daya monopoli makin besar bila nilai L makin besar. Indeks
Lerner mempunyai nilai antara 0 dan 1. Dalam pasar persaingan sempurna daya monopoli
adalah nol (L = 0), karena dalam keseimbangan harga sama dengan biaya marjinal (P = MC).
Besarnya nilai indeks Lerner dipengaruhi oleh beberapa faktor:
Dalam pasar persaingan sempurna, elastisitas harga permintaan tak terhingga. Laba
maksimum tercapai bila P = MC. Karena itu dalam pasar persaingan sempurna nilai L
sama dengan nol. Perusahaan tidak memiliki daya monopoli (price taker). Makin
inelastis permintaan, makin besar nilai L atau daya monopoli.
Makin sedikit jumlah perusahaan, daya monopoli makin besar. Dalam pasar
persaingan sempurna, jumlah perusahaan banyak sekali, sehingga konsumen leluasa
memilih produsen; Permintaan elastis sempurna, sehingga L = 0
Makin solid interaksi antarperusahaan, makin besar daya monopoli. Dalam pasar
persaingan sempurna, karena jumlah perusahaan sangat banyak, amat sulit melakukan
konsolidasi untuk mencapai kekuatan monopoli. Makin sedikit jumlah perusahaan,
makin mudah melakukan konsolidasi (interaksi) Karena itu struktur pasar yang
berpotensi besar untuk memiliki daya monopoli besar adalah oligopoli.
Indeks Lerner bukanlah indeks laba (pofit index). Sebab laba berkaitan dengan biaya
rata-rata. Walaupun memiliki daya monopoli yang besar (nilai L besar), tanpa efisiensi
perusahaan bahkan akan mengalami kerugian.
Perusahaan yang memiliki daya monopoli alamiah (natural mmoply) disebut monopolis
alamiah. Perusahaan ini mempunyai kurva biaya rata-rata (AC) jangka panjang yang menurun
(negative slope). Makin besar output yang dihasilkan makin rendah biaya rata-rata. Ini
dimungkinkan karena perusahaan memiliki kurva biaya marjinal (MC) yang juga menurun
dan berada di bawah kurva AC. Perusahaan memiliki tingkat efisiensi yang makin tinggi, bila
skala produksi diperbesar. Perusahaan seperti ini mampu melakukan eksploitasi pasar, dilihat
dari makin besarnya selisih harga jual dengan biaya marjinal.
Diagram 9.6 menunjukkan hal tersebut, di mana titik perpotongan kurva MC dengan MR
(titik A) jauh di bawah harga jual (titik B).
Perusahaan hanya akan mampu memiliki daya seperti di atas bila dalam jangka
panjang mampu meningkatkan efisiensi melalui pengembangan teknologi,
manajemen, dan sumber daya manusia.
Di Indonesia, salah satu perusahaan yang sangat kuat dalam bidang industri
pengolahan makanan adalah Group Salim. Misalnya saja, perusahaan ini menguasai
lebih dari 90% produk makanan berbahan baku terigu (mie instant).
Kekhawatiran akan dampak negatif dari monopoli ada benamya. Sebab ada beberapa
kerugian yang dialami masyarakat (biaya sosial), antara lain:
5) Tambahan laba bersih yang dinikmati perusahaan monopolis adalah sebesar luas
segi empat PkPmAC dikurangi luas segi tiga FCB.
Sikap eksploitasi surplus konsumen yang menyebabkan daya monopoli disebut sikap
eksploitasi keuntungan (rent seeking).
Bagi konsumen, eksploitasi timbul karena mereka harus membayar (harga) yang lebih
tinggi dari biaya produksi unit terakhir output-nya (MC). Sedangkan dianggap juga
menimbulkan eksploitasi bagi tenaga kerja karena mereka (sebagai bagian dari faktor
produksi) dibayar (MC) yang lebih rendah dari jumlah yang diterima monopolis (yaitu
harga jualnya).
Dalam hal ini pemilik faktor produksi tenaga kerja (buruh) dibayar upah yang lebih
rendah daripada kontribusinya (dalam bentuk output) dari tenaga kerja tersebut, bila
dinilai dengan harga pasar yang berlaku bagi output.
Jika di setiap industri muncul gejala monopoli, maka secara makro jumlah output
(real output) akan lebih sedikit daripada kemampuan sebenarnya (potential
output). Volume produksi dalam perusahaan monopoli memang lebih sedikit dari
volume output yang optimum, yaitu yang dihasilkan pada AC yang minimum
(sebagaimana yang terjadi pada perusahaan-perusahaan dalam pasar persaingan
sempurna dalam jangka panjang);
Monopolis selalu berproduksi pada tingkat output di mana AC-nya tidak minimum
(selama kurva permintaannya berbentuk menurun, maka perusahaan akan selalu
memilih tingkat output pada saat AC yang menurun).
Selanjutnya keadaan ini akan melemahkan daya beli, menciutkan pasar, yang
memaksa perusahaan memproduksi lebih sedikit lagi. Begitu seterusnya sehingga
perekonomian secara makro dapat mengalami keadaaan stagflasi (stagnansi dan
inflasi), di mana pertumbuhan ekonomi mandek, pengangguran tinggi, tingkat
inflasi juga tinggi.
2. PT Telkom memperoleh laba super normal karena biaya rata-rata (OA) lebih kecil dari
harga jual per unit.
4. Dari kurva AC dan MC kita melihat perusahaan Jepang tersebut memiliki daya
monopoli alamiah.
5. Karena skala pasar di Jepang begitu besar, keseimbangan perusahaan tersebut terjadi
pada saat output Qj, harga jual Pj dan biaya produksi rata-rata ACj.
6. Walaupun harga ouputperusahaan Jepang lebih murah dari PT Telkom, namun karena
belum adanya perdagangan bebas, PT Telkom terlindungi dan menikmati laba super
normal sebesar luas segi empat APnBC.
7. Apa yang terjadi bila pasar Indonesia dipaksa dibuka akibat perdagangan bebas?
8. Jika perusahaan Jepang bermaksud mengambil pangsa pasar PT Telkom sebesar Qn,
berarti skala produksi meningkat menjadi Qs yaitu Qj + Qn.
9. Dengan skala produksi tersebut biaya rata-rata perusahaan Jepang menjadi hanya Cs,
yang sama dengan Pm, sehingga mampu melakukan kebijakan damping (dumping
policy) dengan menjual harga output di Indonesia lebih murah daripada di Jepang.
10. Jika tujuannya adalah menghancurkan PT Telkom, mereka menjual seharga Pm per
unit. Pada tingkat harga tersebut PT Telkom tidak mampu berproduksi, karena harga
minimum untuk memproduksi adalah setingkat P1, dengan ouputminimum setingkat
Q1.
11. Jika PT Telkom tidak mampu Iagi berproduksi, perusahaan Jepang tersebut akan
berperilaku sebagai monopolis dalam pasar produk telekomunikasi di Indonesia. Hal
ini dapat merugikan konsumen di Indonesia.
Uraian tentang biaya sosial monopoli, menuntut upaya pengaturan atau pembatasan
perusahaan monopolis (monopoly regulation). Tujuan pengaturan tersebut bukan saja
menekan biaya sosial monopoli, melainkan juga mengubah biaya sosial tersebut
menjadi manfaat sosial (social benefits). Lewat pengaturan, monopoli dapat diarahkan
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Ada banyak cara yang dapat ditempuh pemerintah dalam pengaturan monopoli.
Misalnya dengan membuat undang-undang anti monopoli (anti-trust law), yang
membatasi dan mengatur kemampuan perusahaan untuk memiliki daya monopoli yang
besar.
Dua cara lain yang akan dibahas agak rinci adalah pengaturan harga (price regulation)
dan pengenaan pajak (taxation).
1. Pada Diagram 9.9 keseimbangan perusahaan monopolis tercapai pada saat jumlah
output Qm dan harga jual Pm per unit.
2. Telah kita ketahui bahwa jumlah ouput lebih sedikit dan harga lebih tinggi dibanding
jika perusahaan bergerak dalam pasar persaingan sempurna. Agar perusahaan
berperilaku sebagai penerima harga (price taker), pemerintah dapat menetapkan harga
tertinggi Pp, sehingga perusahaan memproduksi sejumlah Qp, seperti jika dalam
persaingan sempurna.
Dilema pengaturan monopoli makin terasa jika perusahaan adalah monopolis alamiah,
seperti pada Diagram 9.10.
Penjelasan kurva diagram 9.10 :
2. Bagi masyarakat kebijakan ini sangat menguntungkan, karena jumlah output jauh
lebih banyak (QP > Qm) dan harga jauh lebih murah (Pp < Pm) dibanding tanpa
pengaturan harga.
3. Namun karakter biaya monopolis alamiah di mana MC < AC menyebabkan pada saat
output sejumlah Qp, perusahaan mengalami kerugian (Pc - Pp) per unit.
4. Total kerugian perusahaan adalah QP x (Pp-Pc). atau seluas segi empat PpPcAB.
Dalam jangka panjang kerugian ini akan melemahkan perusahaan.
i. Pertama penetapan harga tertinggi diubah menjadi Pc di mana biaya rata-rata sama
dengan harga jual (AC = P). Perusahaan menikrnati laba normal. Namun laba ini
tidak cukup besar untuk membuat perusahaan mampu melakukan riset dan
pengembangan untuk meningkatkan efisiensinya.
ii. Cara kedua adalah menetapkan dua tingkat harga (two tierpricing). Pada Diagram
9.10, sampai batas Qm, harga ditetapkan sebesar Pm, perusahaan menikmati laba
super normal, sebesar (Pm-Pp) x (Qm) atau seluas daerah segi empat PpPmEF.
Untuk jumlah output setelah Qm sampai dengan Qp, harga ditetapkan Pp,
perusahaan mengalami kerugian sebesar (Pc-Pp) x (Qp-Qm) atau seluas daerah
segi empat GFAB.
iii. Sebagian laba super normal digunakan untuk menyubsidi kerugian, sebagian lagi
dapat digunakan sebagai dana riset dan pengembangan guna meningkatkan
efisiensi perusahaan.
H.2. Pajak (Taxation)
Dalam pembahasan ini, kita mengasumsikan pajak yang diberlakukan adalah pajak
nominal per unit (per unit tax) misalnya Pajak Penjualan. Misalnya untuk setiap unit output
yang dijual dikenakan pajak sebesar T. Diagram 9.11 menunjukkan pajak menggeser kurva
AC dan MC perusahaan monopolis ke atas (AC1 ke AC2 dan MC1 ke MC2). Pergeseran ini
menurunkan output dari Q1 ke Q2 sedangkan harga jual meningkat dari P1 ke P2.
1. Walaupun kenaikan harga tidak sebesar pajak (P2 – P1 < T), pajak telah
mengurangi kemampuan masyarakat untuk membeli output.
3. Kita harus ingat salah satu fungsi pajak adalah untuk mengarahkan alokasi sumber
daya agar makin efisien.
4. Jika barang yang dikenakan pajak adalah barang mewah (mobil pribadi), maka
pengenaan pajak mendesak masyarakat mengurangi pembelian mobil pribadi dan
menggunakan uangnya untuk membeli barang atau jasa yang lebih penting bagi
dirinya.
5. Sama halnya dengan pengaturan harga, pengenaan pajak terhadap monopolis
alamiah juga menimbulkan dilema, sebab kenaikan harga barang lebih besar dari
pajak per unit. Artinya perusahaan masih mampu menarik laba dari pengenaan
pajak.
Diagram 9.12 menunjukkan pengenaan pajak T per unit menggeser kurva MC ke atas (MC 1
ke MC2), output berkurang dari Q1 ke Q2. Karenanya harga barang naik dari P1 ke P2 di
mana kenaikannya lebih besar dari pajak per unit (P2 – P1 > T).
Monopoli memang dapat menimbulkan kerugian (biaya sosial), namun tidaklah selalu
merugikan.
Setidak-tidaknya ada beberapa manfaat monopoli yang perlu dipertimbangkan.
Dengan peningkatan efisiensi, dari sejumlah faktor produksi yang sama dihasilkan
outputyang lebih besar. Dengan kata lain, jika monopoli dikelola dengan baik
akan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Menurut Joseph Schumpeter: "Justru industri-industri yang bersifat
monopolistislah yang ternyata menunjukkan suatu dinamika untuk berkembang
lebih besar".
Tidak semua barang dapat disediakan secara efisien lewat pasar. Barang itu
umumnya dikenal sebagai barang publik (public goods). Harus diakui bahwa
barang publik dapat menimbulkan ketidakefisienan pasar (market failure).
Yang menarik adalah dengan menggunakan kedua kebijakan tersebut di atas, peningkatan
kesejahteraan masyarakat dapat dilakukan tanpa merugikan perusahaan. Sebab perusahaan
masih dapat menikmati laba super normal.
J. UU No. 5/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat
Sejak 5 Maret 1999 Indonesia sudah memiliki Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (sering disebut
sebagai (UU Anti Monopoli).
Guna mengawasi terjadinya praktik monopoli, pernerintah juga telah nernbentuk Komisi
Pengawas Persaingan Usaha melalui Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1999.
A. Oligopoli
1. Perjanjian yang Oligopolistik
Pelaku usaha dilarang membuat suatu perjanjian dengan pelaku usaha Iain secara
bersama- sarna untuk menguasai produk atau pemasaran barang atau jasa tertentu yang
dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat
(Pasal 4 Ayat 1).
Untuk mengetahui apakah melalui suatu perjanjian yang dibuat oleh para pelaku usaha
akan menguasai produksi atau pemasaran barang atau jasa tertentu atau tidak, maka
ditentukan apa yang disebut dugaan melakukan oligopoli, yakni apabila dua atau tiga
pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75% pangsa pasar
suatu jenis barang atau jasa tertentu (Pasal 4 Ayat 2).
B. Penetapan Harga
1. Penetapan harga yang dibuat secara bersama-sama oleh pelaku usaha dengan pelaku
usaha pesaingnya
Alasan pelarangan, dapat mengakibatkan konsumen atau pelanggan harus rnembayar
harga ditetapkan untuk barang atau jasa tertentu (Pasal 5 Ayat 1).
2. Diskriminasi harga
Maksudnya penetapan harga yang berbeda-beda yang harus dibayar oleh para pembeli
atas barang yang sama atau jasa yang sama (Pasal 6).
4. Penjualan kembali barang atau lasa di bawah harga yang telah ditetapkan
Maksudnya penerima barang atau jasa tidak akan menjual atau memasok kembali
barang atau jasa yang diterimanya dengan harga lebih rendah daripada harga yang
diperjanjikan. Ini berarti penerima barang harus menjual atau memasok kernbali
barang atau jasa sesuai dengan harga yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha tersebut
(Pasal 8).
D. Pemboikotan
1. Menghalangi pelaku usaha lain untuk masuk ke dalam pasar (Pasal 10 Ayat 1).
2. Menolak menjual barang atau jasa pelaku usaha lain (Pasal 10 Ayat 2).
E. Kartel
Perjanjian antara pelaku usaha dengan pelaku usaha pesaingnya dengan maksud untuk
mengatur produksi dan pemasarannya atau untuk mengatur pelayanan jasa tertentu (Pasal
11).
F. Trust
H. Integrasi Vertikal
Yang dimaksud di sini adalah perjanjian integrasi vertikal yang dibuat oleh para pelaku
usaha dengan maksud untuk menguasai proses pengusaha/proses produksi dari hulu
sampai ke hilir.
I. Perjanjian Tertutup
3. Pembatasan pembelian barang atau jasa karena adanya potongan harga atas barang
atau jasa tertentu.
J. Perjanjian dengan Pihak Luar Negeri
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak luar negeri apabila isi perjanjian
tersebut akan mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak
sehat misalnya dapat memunculkan praktik monopoli.
2. Penguasaan pasar yang relatif terbatas tidak atraktif lagi bagi para investor, utamanya
investor asing.
3. Pemerintah kesulitan mengukur persentase pasar karena pasar yang sangat fluktuatif.
Apalagi Indonesia merupakan negara kepulauan.
4. Secara potensial konsumen dirugikan karena produk berkualitas dengan harga murah
ketersediaannya di pasar relatif terbatas.
A. Sanksi Administratif :
B. Pidana Pokok :
1. Pelanggaran terhadap Pasal 4, Pasal 9 sampai dengan Pasal 14, Pasal 16 sampai dengan
19, Pasal 25, 27, dan Pasal 28 diancam pidana dengan serendah-rendahnya Rp25 miliar
dan setinggi- tingginya Rp100 miliar, atau pidana kurungan pengganti denda selama-
lamanya 6 bulan.
2. Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal sampai dengan Pasal 8, Pasal 15. Pasal 20 sampai
dengan Pasal 24 dan Pasal 26 diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp 5 miliar
dan setinggi- tingginya Rp 25 miliar atau pidana kurungan pengganti denda selama-
lamanya 5 bulan.
C. Pidana Tambahan :
2. Larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap UU
ini untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris sekurang-kurangnya 2 tahun dan
selama- lamanya 5 tahun, atau
REFERENSI:
Sukirno, Sadono. 2005. Mikro Ekonomi Teori Pengantar. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Tati Suhartati Joesron dan Fathorrozi. M. 2003. Teori Ekonomi Mikro. Salemba Empat,
Jakarta.
Zakaria, Junaidi. 2018. Pengantar Teori Ekonomi Mikro. PT Umitoha Ukhuwah Grafika,
Makassar.