Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) DAN


PERAN OJK PADA LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH (LKS)

Dosen Pengampu :
Arta Amaliah Nur Afifah, S.E., M.E.

Disusun oleh:
Kelompok 12
1. Anjeli Anggraini 2030104168
2. Recha Tiantri Adia Meka 2030104176
3. Wahyu Kurniawan 2030104193

PRODI HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG
2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT. yang selalu melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) DAN PERAN OJK PADA LEMBAGA
KEUANGAN SYARIAH (LKS) tepat pada waktunya. Tak lupa sholawat serta salam kita
curah limpahkan kepada Nabi besar kita Nabi Muhammad SAW.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Arta Amaliah Nur Afifah, S.E., M.E.
selaku dosen pengampu mata kuliah LEMBAGA PEREKONOMIAN SYARIAH.
Diharapkan makalah ini selain untuk memenuhi tugas mata kuliah tersebut, juga dapat
memberikan wawasan baru terhadap pembacanya.
Penyusunan makalah ini didasarkan pada beberapa referensi buku dan internet
yang telah dibaca. Walaupun demikian, kami sangat sadar bahwa dalam penyusunan
makalah ini masih banyak kekurangan. Maka dari itu kritik dan saran yang membangun
akan bermanfaat demi perbaikan makalah selanjutnya. Akhir kata, kami ucapkan terima
kasih kepada yang telah berpartisipasi dalam penyusunan makalah ini.

Palembang, September 2023

Kelompok 12

ii
DAFTAR ISI
MAKALAH ....................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ...................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................1
A. LATAR BELAKANG ..............................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH ..........................................................................................2
C. TUJUAN PENULISAN ............................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................................3
A. OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) .................................................................3
1. Definisi OJK ......................................................................................................... 3
2. Landasan Hukum OJK.......................................................................................... 3
3. Tujuan, Fungsi dan Tugas OJK ............................................................................ 5
B. LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH (LKS) .........................................................8
1. Definisi LKS ......................................................................................................... 8
2. Tujuan Didirikannya LKS .................................................................................... 9
C. Peran Otoritas Jasa Keuangan pada Lembaga Keuangan Syariah ..........................10
BAB III PENUTUP .........................................................................................................15
KESIMPULAN ...........................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................16

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Otoritas Jasa Keuangan atau OJK merupakan lembaga negara independen yang
bebas dari campur tangan pemerintah, yang mana OJK memiliki kewenangan, fungsi serta
tugas dalam pengaturan, pengawasan, pemeriksaan dan penyidikan dalam sektor perbankan,
pasar modal, perasuransian, dana pensiun lembaga pembiayaan dan lembaga jasa keuangan
lainya. Dibentuknya lembaga pengawasan sektor keuangan perbankan sudah sesuai dengan
amanat Undang-Undang Nomor 3 tahun 2004 tentang pembahan atas Undang-Undang
Nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia (BI). Di dalam Undang-undang tersebut pada
Pasal 34 ayat (1) dan (2) dijelaskan pengawasan terhadap bank akan di lakukan oleh
lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang independen dan dibentuk oleh Undang-
Undang.

Awal pembentukan Otoritas Jasa Keuangan berawal dari adanya keresahan dari
beberapa pihak dalam hal fungsi pengawasan Bank Indonesia. Ada tiga hal yang
melatarbelakangi pembentukan Otoritas Jasa Keuangan, yaitu perkembangan industri sektor
jasa keuangan di Indonesia, permasalahan lintas sektoral industri jasa keuangan, dan amanat
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia (Pasal 34). Pasal 34 Undang-
Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia merupakan respon dari krisis Asia
yang terjadi pada 1997-1998 yang berdampak sangat berat terhadap Indonesia, khususnya
sektor perbankan.

Menurut sejarahnya, krisis pada 1997-1998 yang melanda Indonesia


mengakibatkan banyaknya bank yang mengalami koleps, sehingga banyak yang
mempertanyakan pengawasan Bank Indonesia terhadap bank-bank. Kelemahan
kelembagaan dan pengaturan yang tidak mendukung diharapkan dapat diperbaiki sehingga
tercipta kerangka sistem keuangan yang lebih tangguh. Reformasi di bidang hukum
perbankan diharapkan menjadi obat penyembuh krisis dan sekaligus menciptakan
penangkal dalam pemikiran permasalahan-permasalahan di masa depan.

Pada masa pemerintahan BJ. Habibie ketika pemerintah menyusun Rancangan


Undang-Undang tentang BI. Ide pemisahan fungsi pengawasan dari bank sentral ini datang
1
dari mantan gubernur bank sentral Jerman yaitu Helmut Schlesinger yang pada waktu itu
sertindak sebagai konsultan dalam penyusunan RUU tentang BI yang mengambil pola bank
sentral Jerman yang tidak mengawasi bank.

Setelah diundangkannya dan disahkannya UU OJK (UU Nomor 21 Tahun 2011).


Maka OJK menggantikan fungsi pengawasan pada sektor jasa keuangan yang dahulunya di
pegang oleh Bank Indonesia (BI) dan Badan Pengawas Pasar Modal-Lembaga Keuangan
(Bapepam-Lk). Hal ini bertujuan agar pengawasan menjadi terintegrasi dan komprehensif.
Adapun aspek-aspek independensi dari kewenangan dalam pengaturan perundang-
undangan yang diatur dalam UU OJK tercantum dengan tegas dan jelas, yaitu OJK dibentuk
dan dilandasi oleh prinsip-prinsip tata kelola yang meliputi independensi, akuntabiltas,
tanggung jawab, transparansi.1

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu Otoritas Jasa Keuangan (OJK)?
2. Apa landasan hukum, tujuan, fungsi, tugas dan wewenang Otoritas Jasa Keuangan
(OJK)?
3. Apa itu Lembaga Keuangan Syariah (LKS)?
4. Bagaimana peran Otoritas Jasa Keuangan pada Lembaga Keuangan Syariah?

C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui apa itu Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
2. Untuk mengetahui landasan hukum, tujuan, fungsi, tugas dan wewenang dari Otoritas
Jasa Keuangan (OJK).
3. Untuk mengetahui apa itu Lembaga Keuangan Syariah (LKS)
4. Untuk mengetahui peran Otoritas Jasa Keuangan pada Lembaga Keuangan Syariah.

1
Annisa Arifka Sari. Peran OJK Dalam Mengawasi Jasa Keuangan di Indonesia. SUPREMASI JURNAL
HUKUM VOL. 1, NO. 1, 2018. Hal.25.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK)


1. Definisi OJK
Menurut Hamud M. Balfas dalam buku Hermansyah “OJK adalah lembaga baru yang
didirikan berdasarkan Undang-Undang No. 21 Tahun 2011. Lembaga ini didirikan untuk
melakukan pengawasan atas industri jasa keuangan secara terpadu”. 2 Dalam Undang-
Undang tersebut dijelaskan bahwa:
“Otoritas Jasa Keuangan yang selanjutnya disingkat OJK, adalah lembaga yang
independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi,
tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. Selanjutnya disebutkan bahwa
OJK berkedudukan di ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan OJK
dapat mempunyai kantor di dalam dan di luar wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang dibentuk sesuai dengan kebutuhan.” 3

Berdasarkan penjelasan diatas dapat diartikan bahwa OJK adalah lembaga yang
independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan
wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan lembaga keuangan
seperti perbankan, pasar modal, reksadana, perusahaan pembiayaan, dana pensiun dan
asuransi, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang
Otoritas Jasa Keuangan.

2. Landasan Hukum OJK


OJK adalah lembaga Negara yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 21
Tahun 2011 yang disahkan pada 22 November 2011. Pembahasan Undang-Undang ini
dilakukan Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sejak pertengahan tahun 2010
sampai dengan disahkannya Rancangan Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan dalam
sidang Paripurna DPR RI pada 27 Oktober 2011.4

2
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2014), Edisi Kedua, h.221.
3
Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan Pasal 1 angka (1) dan Pasal 3 angka (1-2)
4
Adrian Sutedi, Aspek Hukum Otoritas Jasa Keuangan, (Jakarta: Raih Asa Sukses, 2014), h.135.
3
Pembentukan Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) secara garis besar
didasarkan pada 3 (tiga) landasan, yaitu:
a. Landasan Yuridis
Secara yuridis pembentukan Undang-Undang OJK adalah Pasal 34 Undang-
Undang No. 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia yang mengamanatkan
dibentuknya lembaga pengawasan sektor jasa keuangan independen yang mencakup
pengawasan perbankan, pasar modal, industri keuangan nonbank, serta badan-badan
lain yang menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat.

b. Landasan Sosiologis
Secara sosiologis pembentukan Undang-Undang OJK dilatar belakangi oleh
kondisi serta perkembangan sistem keuangan yang semakin kompleks dan saling
terkait antar masing-masing subsektor keuangan baik dalam hal produk maupun
kelembagaan.43 Pembentukan OJK diarahkan untuk menciptakan suatu aktivitas
dan transaksi ekonomi yang teratur, efisien dan menjamin adanya perlindungan
nasabah dan masyarakat, serta memelihara mekanisme pasar yang sehat melalui
pengaturan dan pengawasan yang didasarkan pada prinsip keadilan dan transparansi.

c. Landasan Filosofis
Secara filosofis OJK dibentuk dengan tujuan untuk mewujudkan
perekonomian nasional yang mampu tumbuh dengan stabil dan berkelanjutan,
menciptakan kesempatan kerja yang luas dan seimbang disemua sektor
perekonomian, serta memberikan kesejahteraan secara adil kepada seluruh rakyat
Indonesia. 5

Berdasarkan pemaparan diatas, diketahui bahwa dasar hukum OJK adalah Undang-
Undang No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (UU OJK), pembentukan
Undang-Undang OJK secara yuridis didasarkan pada Pasal 34 Undang-Undang No. 3 Tahun
2004 Tentang Bank Indonesia. Undang-Undang tersebut mengamanatkan dibentuknya
lembaga pengawasan sektor jasa keuangan independen yang selanjutnya disebut OJK.
Adapun secara sosiologis pembentukan Undang-Undang OJK diarahkan untuk menciptakan

5
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2014), Edisi Kedua, h.219-220.

4
efisiensi, persaingan yang sehat, perlindungan konsumen, serta memelihara mekanisme
pasar yang sehat melalui pengawasan lembaga keuangan yang terintegrasi. Sedangkan
secara filosofis pembentukan Undang-Undang OJK untuk mewujudkan perekonomian
nasional yang mampu tumbuh dengan stabil dan berkelanjutan, serta memberikan
kesejahteraan secara adil kepada seluruh rakyat Indonesia.

3. Tujuan, Fungsi dan Tugas OJK


a. Tujuan OJK
Ketentuan Pasal 4 UU OJK menyatakan bahwa Otoritas Jasa keuangan (OJK)
dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan:
1) Terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel;
2) Mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil;
3) Mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.

Berdasarkan ketentuan Undang-Undang diatas, maka dapat diketahui bahwa tujuan


dibentuknya OJK adalah untuk menyelenggarakan sektor jasa keuangan secara teratur,
adil, transparan, dan akuntabel, serta menciptakan sistem keuangan yang tumbuh secara
berkelanjutan yang mampu meningkatkan daya saing perekonomian dan mampu
melindungi kepentingan nasabah atau konsumen maupun masyarakat.

b. Fungsi OJK
Fungsi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ditegaskan dalam Pasal 5 Undang-Undang
OJK yang menyebutkan bahwa: “OJK berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan
dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa
keuangan.”

Dari ketentuan Undang-Undang diatas, diketahui bahwa fungsi OJK adalah


melakukan sistem pengaturan dan pengawasan terhadap keseluruhan kegiatan sektor jasa
keuangan. Dimana pengaturan dan pengawasan seluruh sektor jasa keuangan dilakukan
secara terpadu oleh OJK.

c. Tugas OJK
Pasal 6 Undang-Undang OJK menyatakan bahwa OJK melaksanakan tugas
pengaturan dan pengawasan terhadap:
1) Kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan;
5
2) Kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal; dan
3) Kegiatan jasa keuangan di sektor Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga
Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.

Berdasarkan ketentuan Undang-Undang diatas, diketahui bahwa OJK bertugas untuk


mengatur dan mengawasi semua kegiatan yang berhubungan dengan sektor jasa keuangan,
yang meliputi sektor perbankan, pasar modal, perasuransian, lembaga pembiayaan, lembaga
dana pensiun, dan jasa keuangan lain.

d. Wewenang OJK
Untuk melaksanakan tugas-tugas pengaturan dan pengawasan, OJK memiliki
wewenang:

1. Pengawasan dan Pengaturan Lembaga Keuangan Bank


a. Izin pendirian bank, pembukaan cabang bank, anggaran dasar, rencana kerja,
kepemilikan, manajemen sumber daya manusia, merger, konsolidasi akuisisi
bank, dan pencabutan izin usaha
b. Kegiatan perbankan, termasuk sumber pembiayaan, penyediaan dana, dan
aktivitas bank pada sektor jasa
c. Pengaturan dan pengawasan kesehatan bank meliputi: likuiditas, profitabilitas,
solvabilitas, kualitas aset, rasio solvabilitas minimum, batas kredit maksimum,
rasio pinjaman terhadap deposito dan cadangan bank; laporan bank yang
berkaitan dengan kesehatan dan kinerja bank; sistem informasi debitur; pengujian
kredit; dan standar akuntansi bank
d. Pengaturan dan pengawasan terkait dengan aspek kehati-hatian bank, termasuk:
manajemen resiko; manajemen bank; prinsip mengetahui pelanggan; dan
pencegahan pencucian uang, pendanaan terorisme dan kejahatan bank lainnya.

2. Peraturan lembaga jasa keuangan (bank dan non-bank) termasuk:


a. Menetapkan regulasi-regulasi dan keputusan OJK
b. Menetapkan regulasi-regulasi tentang pegawasan pada sektor jasa keuangan
c. Menyusun dan menetapkan tentang pelaksanaan tugas OJK
d. Menyusun dan menetapkan prosedur tata cara pengelola pada lembaga jasa
keuangan
6
e. menetapkan struktur organiasi serta ikut mengawasi lembaga keuangan

3. Pengawasan terhadap lembaga keuangan (bank dan non-bank), termasuk:


a. Menetapkan kebijakan pengawasan operasional lembaga keuangan
b. Melakukan pengawasan pelaksanaan, perlindungan konsumen, tugas dari
manager eksekutif dan tindakan lain terhadap lembaga keuangan
c. Memberikan instruksi tertulis kepada lembaga keuangan dan / atau pihak tertentu
d. Melakukan penunjukan dan Pengangkatan pengelola statuter
e. Memberikan sanksi administratif terhadap pihak yang melanggar peraturan di
sektor keuangan
f. Memberi dan / atau menarik izin usaha, izin pribadi, surat pendaftaran terdaftar,
persetujuan untuk melakukan kegiatan bisnis, ratifikasi, persetujuan atau
penentuan pembubaran dan ketentuan lainnya.

Namun secara umum, tidak sepenuhnya fungsi pengaturan dan pengawasan


diberikan kepada OJK, akan tetapi OJK tetap bekerjasama dengan Bank Indonesia (BI)
yang memiliki tanggung jawab dan kewenangan masing-masing yang saling koordinasi
dan terintegrasi. OJK memiliki fungsi dan wewenang pengaturan dan pengawasan dalam
ruang lingkup microprudential, yaitu pengawasan yang mendorong lembaga keuangan
secara individu tetap sehat serta mampu memelihara kepentingan masyarakat, seperti
pengaturan dan pengawasan kelembagaan, kesehatan, aspek kehati-hatian, dan
pemeriksa lembaga keuangan. Sedangkan BI memiliki fungsi dan wewenang pengaturan
dan pengawasan dalam ruang lingkup microprudential, yaitu pengawasan dalam rangka
mendorong lembaga keuangan untuk ikut menunjang pertumbuhan ekonomi dan
menjaga kestabilan moneter.6

6
Muhammad Fakhri Amin, Peran Dan Fungsi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dalam Sistem Keuangan Di
Indonesia (Perspektif Hukum Islam). Al-Amwal : Journal of Islamic Economic Law Maret 2020, Vol.5, No. 1.
Hal.64-66
7
B. LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH (LKS)
1. Definisi LKS
Lembaga keuangan syariah (LKS) merupakan suatu badan usaha atau institusi yang
kekayaannya terutama dalam bentuk aset-aset keuangan (financial assets) maupun non-
finansial aset atau aset riil berlandaskan konsep syariah.

Dalam sistem ekonomi Islam, suatu identitas usaha seperti lembaga keuangan syariah
merupakan instrumen yang digunakan untuk menerapkan aturan-aturan ekonomi. Sebagai
bagian dari sistem ekonomi, lembaga tersebut merupakan bagian dari keseluruhan sistem
sosial.

Aturan-aturan ekonomi Islam dalam melakukan suatu usaha tidak hanya berkaitan
dengan pelarangan berbisnis atas komoditas alkohol, pornografi, perjudian dan aktivitas
amoral/asosila lainnya, akan tetapi ia juga ditujukan untuk memberikan sumbangan positif
terhadap pencapaian tujuan sosial ekonomi masyarakat yang lebih baik. Bisnis secara
syariah dijalankan untuk menciptakan iklim bisnis yang baik dan lepas dari praktik
kecurangan. Aturan-aturan tersebut dibuat berdasarkan perintah Allah dalam Alquran,
petunjuk Nabi Muhammad Saw. dalam hadis, dan ijma’ serta qiyas para ulama.

Salah satu bentuk bisnis yang dijalankan secara syariah adalah bisnis keuangan yang
dilakukan oleh berbagai lembaga keungan baik yang berbentuk bank atau non bank.
Lembaga Keuangan Syariah (LKS) merupakan salah satu sektor ekonomi Islam yang
berkembang pesat pada beberapa dekade terakhir. Perkembangan yang pesat ini tidak saja
didorong oleh memburuknya sistem perekonomian dunia uang dimotori oleh sistem
konvensial, akan tetapi juga oleh semangat religius dan kepetingan praktis pragmatis dalam
membangun perekonomian umat.

Karena LKS berdiri di atas fondasi syariah, maka ia harus senantiasa sejalan dengan
syariah (shariah compliance). Baik dalam spirit maupun aspek teknisnya. Dalam ajaran
islam, transaksi keuangan harus terbebas dari transaksi yang haram, berprinsip
kemaslahatan (thayyib), misalnya bebas dari riba, gharar, riswah, dan masyir. Secara umum
dapat dikatakan bahwa keuangan Islam harus mengikuti kaidah dan aturan dalam fiqh
muamalah. Persyaratan-persyaratan ini akan mengakibatkan adanya perbedaan yang relatif
subtansial antara keuangan Islam dan keuangan konvensial. Faktor lain yang membedakan

8
adalah adanya Dewan Pengawas Syariah (DPS) dalam struktur organisasi LKS yang
bertugas mengawasi produk dan operasionalnya.

Lembaga keuangan syariah dapat dibedakan menjadi dua, yaitu lembaga keuangan
depositori syariah (depository financial instituation syariah) yang disebut lembaga
keuangan bank syariah dan lembaga keuangan syariah non depositori (non depository
financial instituation syariah) yang disebut lembaga keuangan syariah bukan bank. Peranan
kedua lembaga keuangan syariah tersebut adalah sebagai perantara keuangan (financial
intermedition) antara yang pihak kelebihan dana atau unit surplus (ultimate lenders) dan
pihak yang kekurangan dana atau unit defisit (ultimate borrowers).

Lembaga keuangan syariah non depositori (bukan bank) dikelompokkan menjadi tiga
bagian, antara lain bersifat kontraktual (contractual instituations), yaitu menarik dana dari
masyarakat dengan menawarkan dana untuk memproteksi penabung terhadap risiko
ketidakpastian. Berikutnya adalah lembaga keuangan investasi syariah (syariah investment
instituation), yaitu lembaga keuangan syariah yang kegiatannya melakukan investasi di
pasar uang syariah dan pasar modal syariah. Bagian ketiga adalah pegadaian syariah, Baitul
Mal wat Tamwil (BMT), Unit Simpan Pinjam Syariah (USPS), koperasi pesantren
(kopentren), perusahaan modal ventura syariah (syariah finance company) yang
menawarkan jasa sewa guna usaha (leasing), kartu kredit (credit card).

Dari penjelasan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa sebuah lembaga keuangan
syariah adalah lembaga, baik bank maupun non-bank, yang memiliki spirit Islam baik dalam
pelayanan maupun produk-produknya, dalam pelaksanaannya diawasi oleh sebuah lembaga
yang disebut Dewan Pengawasan Syariah. Lembaga keuangan syariah adalah semua badan
yang kegiatannya di bidang keuangan, melakukan penghimpunan dan penyaluran dana
kepada masyarakat terutama guna membiayai investasi perusahaan dengan prinsip syariah.7

2. Tujuan Didirikannya LKS


a. Mengembangkan lembaga keuangan syariah (bank dan non bank syariah) yang sehat
berdasarkan efisiensi dan keadilan, serta mampu meningkatkan partisipasi masyarakat

7
Unggul Priyadi. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. EKSA4206/Modul1. Hal.2-3.
9
banyak sehingga menggalakkan usaha-usaha ekonomi rakyat antara lain memperluas
jaringan lembaga-lembaga keuangan syariah ke daerah-daerah terpencil.
b. Meningkatkan kualitas kehidupan sosial ekonomi masyarakat bangsa Indonesia,
sehingga dapat mengurangi kesenjangan sosial ekonomi. Dengan demikian akan
melestarikan pembangunan nasional yang antara lain melalui:
1) meningkatkan kualitas dan kuantitas usaha;
2) meningkatkan kesempatan kerja;
3) meningkatkan penghasilan masyarakat banyak.
c. Meningkatkan partisipasi masyarakat banyak dalam proses pembangunan, terutama
dalam bidang ekonomi keuangan.8

C. Peran Otoritas Jasa Keuangan pada Lembaga Keuangan Syariah


Kegiatan menghimpun dana masyarakat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh
lembaga keuangan seperti bank, pasar modal, dan industri keuangan non bank. Semua
lembaga keuangan tersebut terdaftar dan diawasi oleh OJK. Pengawasan yang dilakukan
OJK bertujuan agar lembaga keuangan yang diawasi dapat tumbuh berkembang dan tidak
merugikan konsumennya.

Untuk mewujudkan tujuan tersebut OJK melakukan pengawasan melalui dua peran
yaitu peran preventif dan peran represif, adapun peran preventif sebagai berikut:

1) Peran Preventif OJK dalam Mengawasi Lembaga Keuangan.


Peran preventif merupakan peran yang dilakukan OJK dengan tujuan untuk mencegah
terjadinya penyimpangan dalam industri jasa keuangan. Dalam Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, wewenang dan tugas OJK
adalah mengawasi Lembaga Jasa Keuangan di sektor pasar modal, sektor industri
keuangan non bank (seperti asuransi, dana pensiun, perusahaan pembiayaan) dan mulai
tahun 2014 juga mulai mengawasi sektor perbankan. Pengawasan preventif dalam hal
pencegahan penyimpangan dalam industri keuangan dilakukan oleh OJK dengan
melakukan beberapa cara, diantaranya yaitu:

8
Unggul Priyadi. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. EKSA4206/Modul1. Hal.11.

10
a) Melakukan pengawasan secara langsung (on-site supervision) dan pengawasan
secara tidak langsung (offsite supervision).
Praktek pengawasan secara langsung merupakan pengawasan yang dilakukan oleh
OJK dengan cara mengunjungi secara langsung perusahaan jasa keuangan. Hal ini
dilakukan dengan tujuan agar OJK melihat secara langsung kinerja perusahaan dan
dapat melakukan pemeriksaan secara umum dan pemeriksaan secara khusus guna
mendapatkan gambaran keuangan perusahaan dan untuk memantau kepatuhan
perusahaan jasa keuangan terhadap peraturan OJK, dalam pengawasannya OJK
dapat melakukan sendiri ataupun melalui utusan dengan atas nama OJK.

Sedangkan dalam pengawasan tidak langsung, OJK tidak perlu mengunjungi


perusahaan jasa keuangan secara langsung, namun pengawasan dilakukan dengan
melihat laporan keuangan dan berkas-berkas laporan lainnya yang disampaikan
oleh perusahaan kepada OJK secara berkala. Jadi, setiap perusahaan yang terdaftar
di OJK wajib menyampaikan laporan terkait keuangan dan data-data yang
diperlukan dalam proses pengawasan. Jika laporan tersebut dianggap cukup dan
tidak ada penyimpangan ataupun kejanggalan lainnya maka OJK tidak perlu
melakukan on-site supervision.

Dalam melakukan pengawasan secara langsung maupun tidak langsung sudah


dilakukan oleh OJK dengan baik dan sesuai dengan SOP perbankan, pengawasan
dilakukan secara teratur dan rutin setiap bulan. Hal ini dilakukan OJK untuk
mencegah terjadinya penyimpangan baik dalam pengelolaan maupun pelayanan
terhadap masyarakat.

b) Melakukan pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus.


OJK melakukan pemeriksaan umum pada lembaga keuangan dengan tujuan untuk
mencegah terjadinya pelanggaran pada lembaga yang diawasi. Berdasarkan SOP
perbankan pengawasan terhadap bank wajib dilakukan setahun sekali secara
berkala. Namun demikian, tidak menutup kemungkinan dilakukan pemeriksaan
umum sewaktu-waktu apabila diperlukan.

Selain melakukan pemeriksaan umum,OJK juga melaksanakan pengawasan secara


khusus. Subjek pemeriksaan khusus terhadap bank umum dengan cakupan
11
pemeriksaan antara lain pemeriksaan setoran modal, aktivitas operasional, joint
audit, GCG, teknologi dan informasi,froud, serta penetapan pencabutan.

c) Melakukan pengawasan berdasarkan kepatuhan (compliance Based Supervision).


Pengawasan berdasarkan kepatuhan merupakan pengawasan yang dilakukan oleh
OJK dengan cara melakukan pemantauan kepatuhan perusahaan terhadap
ketentuan-ketentuan yang terkait dengan operasi dan pengelolaan perusahaan di
masa lalu. Pengawasan ini bertujuan untuk memastikan bahwa perusahaan telah
beroperasi dan dikelola dengan baik dan benar menurut prinsip kehati-hatian
pengawasan berdasarkan kepatuhan sudah dilakukan dengan baik, namun perlu
dilakukan peningkatan, karena kepatuhan lembaga keuangan berdasarkan prinsip
kehatianhatian sangat penting untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat dan
mencegah terjadinya penyimpangan yang dapat merugikan konsumen dan
masyarakat.

d) Pengawasan berdasarkan risiko (Risk based upervision)


Berdasarkan UU OJK Tahun 2011 disebutkan bahwa pengawasan berdasarkan
resiko perlu dilakukan guna untuk mencegah terjadinya resiko pada perusahaan
lembaga keuangan. Pengawasan tersebut dilakukan dengan meningkatkan
menajemen resiko bank dan terus memantau tingkat kepatuhan bank. tersebut
dilakukan apabila pelanggaran yang dilakukan tidak sampai merugikan konsumen.
Pengawasan berdasarkan resiko terhadap lembaga keuangan sudah dilakukan oleh
OJK. Pengawasan ini dilakukan oleh OJK dengan menggunakan strategi dan
metodologi berdasarkan risiko yang bertujuan agar OJK dapat mendeteksi risiko
yang signifikan secara dini dan mengambil tindakan pengawasan yang sesuai dan
tepat waktu. Dalam pengawasan ini diperlukan SDM yang benar-benar faham serta
dapat mendeteksi resiko yang akan datang.

2) Peran Represif OJK dalam Mengawasi Lembaga Keuangan


Peran represif dilakukan OJK apabila pelanggaran ataupun tindak pidana di bidang
keuangan sudah terlanjur terjadi. Peran ini dilakukan untuk melindungi konsumen jasa
keuangan khususnya apabila pelanggaran yang dilakukan lembaga jasa keuangan
sampai merugikan konsumen. Berikut beberapa peran yang dilakukan OJK yang
termasuk peran represif yaitu :
12
a) Menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan pelanggaran
terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan. Penetapan sanksi
administrative dilakukan OJK sesuai dengan UU OJK No. 21 pasal 6 poin (7).
Penetapannya dilakukan setelah beberapa kali diberikan teguran terlebih dahulu.

b) Mencabut izin usaha dan izin orang perseorangan. Pencabutan izin usaha atau
perseorangan dilakukan OJK berdasarkan keputusan pengadilan. Dan pencabutan
ini dilakukan jika pelanggaran yang dilakukan oleh lembaga jasa keuangan sudah
merugikan konsumen dan masyarakat.

c) Alternative Dispute Solution atau pembelaan hukum dilakukan OJK ketika terdapat
nasabah atau konsumen dari lembaga keuangan yang merasa dirugikan oleh
lembaga keuangan tertentu. Pembelaan hukum sendiri sudah dilakukan OJK
dengan menyediakaan alternative penyelesaian selain melalui pengadilan. Sejauh
ini terdapat 6 Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa. Adapun LAPS yang
sudah beroperasi adalah Badan Mediasi dan Arbitrase Asuransi Indonesia (BMAI),
Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia (BAPMI), Badan Mediasi Dana Pensiun
(BMDP), Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia
(LAPSPI), Badan Arbitrase dan Mediasi Perusahaan Penjaminan Indonesia
(BAMPPI), dan Badan Mediasi Pembiayaan dan Pegadaian Indonesia (BMPPI).
Pemberian alternatif penyelesaian sengketa di lakukan agar konsumen jasa
keuangan yang mengalami permasalahan dengan lembaga jasa keuangan lebih
mudah dalam menyelesaikan masalahnya, tanpa harus mengeluarkan biaya yang
besar serta waktu yang lama.9

. Otoritas jasa keuangan (OJK) ini merupakan lembaga yang diperlukan untuk
mengatur dan mengawasi akan potensi terjadinya pelanggaran atau penyelewengan
(moral hazard) yang terjadi dalam sistem keuangan di Indonesia. Praktik pelanggaran
atau penyelewengan dalam sistem keuangan merupakan sesuatu yang bisa saja terjadi
baik di sengaja maupun tidak disengaja dan juga dapat terjadi tidak hanya dilakukan oleh

9
Alfi Zakki Alfarhani dan M.Zainuddin. Peran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dalam Penegakan Hukum
Investasi Bodong. JURIDICA. Volume 4, Nomor 1, November 2022. Hal.25-27.

13
lembaga keuangan, akan tetapi tidak menutup kemungkinan moral hazard ini dilakukan
oleh personal. Hal tersebut terjadi sebagai dampak lemahnya sistem pengawasan pada
lembaga keuangan. Lemahnya sistem pengawasan tersebut dapat disebabkan karena
masih adanya sifat egosentris pada masing-masing pengawas lembaga keuangan dan
masih kurangnya pertukaran informasi yang dilakukan antar lembaga pengawas.

14
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merupakan lembaga independen yang memiliki fungsi,
tugas dan wewenang dalam mengatur sistem regulasi dan melakukan pengawasan terhadap
kegiatan jasa keuangan dan didirikan berdasarkan Undang-Undang No. 21 Tahun 2011. Tujuan
dibentuknya OJK ini untuk menyelenggarakan sektor jasa keuangan secara teratur, adil,
transparan, dan akuntabel, serta menciptakan sistem keuangan yang tumbuh secara
berkelanjutan yang mampu meningkatkan daya saing perekonomian dan mampu melindungi
kepentingan nasabah atau konsumen maupun masyarakat.

Lembaga keuangan syariah adalah semua badan yang kegiatannya di bidang keuangan,
melakukan penghimpunan dan penyaluran dana kepada masyarakat terutama guna membiayai
investasi perusahaan dengan prinsip syariah. Tujuan didirikannya LKS diantaranya
Meningkatkan kualitas kehidupan sosial ekonomi masyarakat bangsa Indonesia, sehingga
dapat mengurangi kesenjangan sosial ekonomi dan meningkatkan partisipasi masyarakat
banyak dalam proses pembangunan, terutama dalam bidang ekonomi keuangan.

OJK melakukan pengawasan pada lembaga keuangan syariah melalui dua peran yaitu
peran preventif dan peran represif. Peran preventif merupakan peran yang dilakukan OJK
dengan tujuan untuk mencegah terjadinya penyimpangan dalam industri jasa keuangan seperti
melakukan pengawan dan pemeriksaan terhadap lembaga keuangan . Peran represif dilakukan
OJK apabila pelanggaran ataupun tindak pidana di bidang keuangan sudah terlanjur terjadi
seperti menetapkan sanksi administratif dan mencabut izin.

15
DAFTAR PUSTAKA

Alfarhani, Alfi Zakki dan M.Zainuddin. Peran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dalam
Penegakan Hukum Investasi Bodong. JURIDICA. Volume 4, Nomor 1. 2022.

Amin, Muhammad Fakhri. Peran Dan Fungsi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dalam Sistem
Keuangan Di Indonesia (Perspektif Hukum Islam). Al-Amwal : Journal of Islamic
Economic Law, Vol.5, No. 1. 2020.

Hermansyah. Hukum Perbankan Nasional Indonesia. Jakarta: Kencana, 2014.

Priyadi, Unggul. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. EKSA4206/Modul1.

Sari, Annisa Arifka. Peran OJK Dalam Mengawasi Jasa Keuangan di Indonesia. Supremasi
Jurnal Hukum Vol. 1, No. 1, 2018.

Sutedi, Adrian. Aspek Hukum Otoritas Jasa Keuangan. Jakarta: Raih Asa Sukses. 2014.

Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan Pasal 1 angka (1) dan
Pasal 3 angka (1-2)

16

Anda mungkin juga menyukai