Anda di halaman 1dari 47

OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) & JIWASRAYA

Dosen Pembimbing : Lintang Nur Agia, SE., M.Acc.,AK

DI SUSUN OLEH :

AYU ROSMITA 175310206

CICI SRI WAHYUNI 175310359

DJODI RAHMAN 175310720

LOLIA SAFITRIANA 175310181

LIA SEPTIANA ORYZA 175310306

MIFTAHUL JANNAH 175310295

NADYA RAHMI AMANDA 175310854

NOVIA GUSWITA 175310176

RENO GUNAWAN 175310666

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS ISLAM RIAU

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-NYA
sehingga dapat menyelesaikan tugas makalah yang membahas tentang siklus produksi,
tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dosen
pada mata kuliah Akuntansi Keuangan Lanjutan II Selain itu, makalah ini juga bertujuan
untuk menambah wawasan tentang siklus produksi bagi para pembaca dan juga bagi
penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada ibu Lintang Nur Agia , S.E., M.Accselaku
dosen yang telah memberikan kami tugas ini sehingga dapat menambah wawasan dan
pengetahuan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari, makalah yang kami buat ini masih jauh dari kata sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran kami terima untuk membangun makalah ini.

Pekanbaru, 20 April 2020

Penulis

i
Daftar Isi

Kata Pengantar.............................................................................................................. i

Daftar Isi ........................................................................................................................ ii

Bab 1 Pendahuluan

1.1 Latar Belakang .......................................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................... 2

1.3 Tujuan Penulisan ...................................................................................................... 2

Bab 2 Pembahasan

2.1 Pengertian Otoritas jasa keuangan (OJK) & sejarahnya ........................................... 3

2.2 Visi, Misi, Fungsi, Tujuan, Tugas dan Wewenang Otoritas Jasa Keuangan ............. 6

2.3 Pembentukan OJK& Pro dan Kontra Berdirinya OJK ................................................ 10

2.4 Dasar hukum otoritas jasa keuangan ........................................................................ 11

2.5 Asas dan Prinsip Otoritas Jasa Keuangan ............................................................... 14

2.6 Tata kelola & struktur organisasi otorisasi jasa keuangan (OJK ................................ 16

2.7 Nilai-Nilai Strategis & arti penting otoritas jasa keuangan (OJK................................. 30

2.8 Pengertian dan sejarah PT Asuransi Jiwasraya ........................................................ 33

2.9 Tujuan, tata nilai, nilai nilai, dan produk PT. Asuransi Jiwasraya ............................. 38

Bab 3 Penutup

3.1 Kesimpulan ............................................................................................................... 42

3.2 Saran ........................................................................................................................ 42

Daftar Pustaka ............................................................................................................... iii

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Secara historis ide untuk membentuk lembaga khusus untuk melakukan pengawasan
perbankan telah dimunculkan semenjak diundangkannya UU No.23/1999 tentang Bank
Indonesia.Dalam UU tersebut dijelaskan bahwa tugas pengawasan terhadap bank akan
dilakukan oleh lembaga pengawasan sector jasa keuangan yang independen, dan dibentuk
dengan undang-undang. Dengan melihat ketentuan tersebut, maka telah jelas tentang
pembentukkan lembaga pengawasan sector jasa keuangan independen harus dibentuk.
Dan bahkan pada ketentuan selanjutnya dinyatakan bahwa pembentukkan lembaga
pengawasan akan dilaksanakan selambatnya 31 Desember 2002. Dan halter sebutlah, yang
dijadikan landasan dasar bagi pembentukkan suatu lembaga independen untuk mengawasi
sector jasa keuangan.

Akan tetapi dalam prosesnya, sampai dengan tahun 2010. Perintah untuk
pembentukkan lembaga pengawasan ini, yang kemudian dikena ldengan Otoritas Jasa
Keuangan (OJK), seemasih belum terealisasi. Kondisi tersebut menyebabkan dalam kurun
waktu hamper satu decade, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tidah dapat menjadi pengawas
perkembangan perbankan yang belakangan ada banyak fenomena-fenomena negative.
Seperti Kasus Bank Century yang melakukan penyimpangan tanpa ada ketakutan bertindak
dan dikarenakan memang tidak ada lembaga tertentu yang menjadi pengawas. Otoritas
Jasa Keuangan (OJK) kini bias menjadi penting, apabila dalam perkembangan praktek
perbankan dan pengawasan perlu dilakukan dengan cara yang tepat dan sesuai dengan
kepentingan.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK), adalah lembaga yang independen dan bebas dari
campur tangan pihak lain yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan,
pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang-
UndangNo. 21 tahun 2011 tentang OJK. Pembentukan lembaga pengawasan sector jasa
keuangan perbankan dibentuk sesuai dengan amanat Undang-UndangNomor 3 Tahun 2004
tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.
Dalam undang-undang tersebut dijelaskan bahwa tugas mengawasi bank akan dilakukan
oleh lembaga pengawasan sector jasa keuangan yang independen, dan dibentuk dengan
undang-undang. Pembentukan lembaga pengawasan, akan dilaksanakan selambat-
lambatnya 31 Desember 2010.

1
1.2 Rumusan masalah
a) Apa Pengertian & bagaimana sejarah otoritas jasa keuangan (OJK)
b) Apa Visi,misi, tujuan, tugas, dan wewenang otoritas jasa keuangan (OJK)
c) Bagaimana pembentukan OJK & Pro kontra berdirinya otoritas jasa keuangan (OJK)
d) Apa Dasar hukum& asas prinsip otoritas jasa keuangan (OJK)
e) Apa saja asas dan prinsip otoritas jasa keuangan (OJK)
f) Bagaimana Tata kelola &struktur organisasi otoritas jasa keuangan (OJK)
g) Apa saja nilai strategis & arti penting otoritas jasa keuangan (OJK)
h) Apa pengertian & bagaimana sejarah PT. Asuransi Jiwasraya
i) Apa saja tujuan, tata kelola, nilai- nilai dan produk PT. Asuransi Jiwasraya

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah agar pembaca mengetahui:

a) Pengertian & sejarah otoritas jasa keuangan (OJK)


b) Visi,misi, tujuan, tugas, dan wewenang otoritas jasa keuangan (OJK)
c) pembentukan OJK & Pro kontra berdirinya otoritas jasa keuangan (OJK)
d) Dasar hukum& asas prinsip otoritas jasa keuangan (OJK)
e) Saja asas dan prinsip otoritas jasa keuangan (OJK)
f) Tata kelola &struktur organisasi otoritas jasa keuangan (OJK)
g) Saja nilai strategis & arti penting otoritas jasa keuangan (OJK)
h) Pengertian & bagaimana sejarah PT. Asuransi Jiwasraya
i) tujuan, tata kelola, nilai- nilai dan produk PT. Asuransi Jiwasraya

2
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Otoritas jasa keuangan (OJK) & sejarahnya

a) Pengertian Otoritas jasa keuangan (OJK)


Menurut UU No 21 tahun 2011 Bab I pasal 1 ayat 1 yang dimaksud dengan OJK "adalah
lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai
fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini."

Pada dasarnya UU mengenai OJK hanya mengatur mengenai pengorganisasian dan


tata pelaksanaan kegiatan keuangan dari lembaga yang memiliki otoritas pengaturan dan
pengawasan terhadap sektor jasa keuangan.Diharapkan dengan dibentuknya OJK ini dapat
dicapai mekanisme koordinasi yang lebih efektif di dalam menangani permasalahan yang
timbul dalam sistem keuangan sehingga dapat lebih menjamin tercapainya stabilitas sistem
keuangan dan agar adanya pengaturan juga pengawasan yang lebih terintegrasi.

Otoritas Jasa Keuangan adalah sebuah lembaga pengawas jasa keuangan seperti
industri perbankan, pasar modal, reksadana, perusahaan pembiayaan, dana pensiun dan
asuransi yang sudah harus terbentuk pada tahun 2010. Keberadaan Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) ini sebagai suatu lembaga pengawas sektor keuangan di Indonesia perlu
untuk diperhatikan, karena harus dipersiapkan dengan baik segala hal untuk mendukung
keberadaan OJK tersebut.

Pasal 1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 menyebutkan:“Otoritas Jasa Keuangan,


yang selanjutnya disingkat dengan OJK adalah lembaga yang independen dan bebas dari
campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan,
pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
ini. “Dengan kata lain, dapat diartikan bahwa Otoritas Jasa Keuangan adalah sebuah
lembaga pengawasan jasa keuangan seperti industri perbankan, pasar modal, reksadana,
perusahaan pembiayaan, dana pensiun dan asuransi. Pada dasarnya UU tentang OJK ini
hanya mengatur mengenai pengorganisasian dan tata pelaksanaan kegiatan keuangan dari
lembaga yang memiliki kekuasaan.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merupakan sebuah lembaga baru yang dirancang untuk
melakukan pengawasan secara ketat lembaga keuangan seperti perbankan, pasar modal,
reksadana, perusahaan pembiayaan, dana pensiun dan asuransi. Adapun tujuan utama
pendirian OJK adalah: Pertama, meningkatkan dan memelihara kepercayaan publik di

3
bidang jasa keuangan. Kedua, menegakkan peraturan perundang-undangan di bidang jasa
keuangan.Ketiga, meningkatkan pemahaman publik mengenai bidang jasa
keuangan.Keempat, melindungi kepentingan konsumen jasa keuangan.Adapun sasaran
akhirnya adalah agar krisis keuangan seperti yang terjadi pada tahun 1997-1998 yang lalu
tidak terulang kembali.

Sebagaimana diketahui bahwa krisis yang melanda di tahun 1998 telah membuat sistem
keuangan Indonesia porak poranda.Sejak itu maka lahirlah kesepakatan membentuk OJK
yang menurut undang-undang tersebut harus terbentuk pada tahun 2002. Meskipun OJK
dibidani berdasarkan kesepakatan dan diamanatkan oleh UU, nyatanya sampai dengan
2002 draf pembentukan OJK belum ada, sampai akhirnya UU No 23/1999 tentang Bank
Indonesia (BI) tersebut direvisi, menjadi UU No 24 tahun 2004 yang menyatakan tugas BI
adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah.

Setelah lebih dari tiga tahun akhirnya sidang paripurna DPR pada tanggal 19 Desember
2003 menyelesaikan amandemen Undang-Undang Bank Indonesia. Usulan amendemen ini
semula diajukan semasa pemerintahan Presiden Gus Dur.Undang-undang hasil
amendemen ini disebut oleh Menteri Keuangan Boediono sebagai undang-undang bank
sentral modern. Salah satu masalah krusial yang memperlambat proses amendemen ini
adalah menentukan siapa yang berwenang mengawasi industri perbankan. Terjadi tarik ulur
yang alot antara Bank Indonesia dan pemerintah yang dalam kaitan ini diwakili oleh
Departemen Keuangan. Kompromi yang dicapai akhirnya menetapkan bahwa OJK akan
dibentuk paling lambat tahun 2010. Sebelum diamandemen bunyi ketentuannya adalah
Lembaga Pengawas Jasa Keuangan/LPJK (yang kemudian menjadi OJK) paling lambat
sudah harus dibentuk pada akhir Desember 2002.

Secara historis, ide pembentukan OJK sebenarnya adalah hasil kompromi untuk
menghindari jalan buntu pembahasan undang-undang tentang Bank Indonesia oleh
DPR.Pada awal pemerintahan Presiden Habibie, pemerintah mengajukan RUU tentang
Bank Indonesia yang memberikan independensi kepada bank sentral.RUU ini disamping
memberikan independensi tetapi juga mengeluarkan fungsi pengawasan perbankan dari
Bank Indonesia.Ide pemisahan fungsi pengawasan dari bank sentral ini datang dari Helmut
Schlesinger, mantan Gubernur Bundesbank (bank sentral Jerman) yang pada waktu
penyusunan RUU (kemudian menjadi Undang-Undang No. 23 Tahun 1999) bertindak
sebagai konsultan.Mengambil pola bank sentral Jerman yang tidak mengawasi bank.

Pembentukan lembaga pengawasan sektor jasa keuangan, sebagaimana yang


diamanatkan dalam UU No.23/1999 Tentang Bank Indonesia, pada pasal 34 ditegaskan

4
bahwa selambat-lambatnya 31 Desember 2002 sudah terbentuk. Namun baru pada tahun
2011 baru terbentuk Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui Undang-Undang RI No.21
Tahun 2011 tentang OJK yang merupakan lembaga independen dan bebas dari campur
tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan,
pemeriksaan dan penyidikan di sektor jasa keuangan. Setahun setelah adanya UU tentang
OJK ini, baru mulai bersiap-siap untuk melakukan tugaskan dan pada tahun 2013 OJK mulai
mengemban amanah yang diberikan oleh UU dengan mengeluarkan beberapa peraturan
diantaranya Peraturan OJK No. 01/POJK.07/2013 Tentang Perlindungan Konsumen Sektor
Jasa Keuangan. Prinsip perlindungan konsumen, bersifat transparansi, perlakuan yang adil,
keandalan, kerahasiaan dan keamanan data informasi serta penanganan pengaduan serta
penyelesaian sengketa konsumen secara sederhana, cepat dengan biaya terjangkau.

Kemudian pada awal tahun berikutnya (2014) OJK mengeluarkan Surat Edaran (SE)
No.1/SEOJK.07/2014 Tentang Pelaksanaan Edukasi Dalam Rangka Meningkatkan Literasi
Keuangan Kepada Konsumen Dan/atau Masyarakat, yang berisi diantaranya mewajibkan
Pengurus Usaha Jasa Keuangan (PUJK) untuk membuat rencana dan program tahunan
yang harus dilaporkan ke OJK; dalam melaksanakan eduksi berdasarkan pada 4 prinsip
yaitu inklusif, sitematis dan terukur, kemudahan akses serta kolaborasi. Demikian pula PUJK
dalam membuat program CSR harus dilakukan secara berkesinambungan dan dilakukan
monitor secara berkala.

b) Sejarah Otoritas jasa keuangan (OJK)


Secara historis, ide untuk membentuk lembaga khusus untuk melakukan pengawasan
perbankan telah ada dalam UU No.23/1999 tentang Bank Indonesia. Dalam UU tersebut
dijelaskan bahwa tugas pengawasan terhadap Bank akan dilakukan oleh lembaga
pengawasan sektor jasa keuangan yang independen, dan dibentuk dengan undang-undang.
Dengan melihat ketentuan tersebut, maka telah jelas bahwa pembentukkan lembaga
pengawasan sektor jasa keuangan independen harus segera dibentuk. Dan pada ketentuan
selanjutnya dinyatakan bahwa pembentukkan lembaga pengawasan akan dilaksanakan
selambatnya 31 Desember 2002, hal tersebutlah yang dijadikan landasan dasar bagi
pembentukan suatu lembaga independen untuk mengawasi sektor jasa keuangan.

Akan tetapi dalam prosesnya sampai dengan tahun 2010, untuk membentuk lembaga
pengawasan yang kemudian dikenal dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) masih belum
terealisasikan. Kondisi tersebut menyebabkan dalam kurun waktu hampir 10 tahun, OJK
tidak dapat menjadi pengawas perkembangan perbankan yang belakangan terdapat banyak
fenomena-fenomena negatif. Seperti kasus Bank Sentury yang melakukan penyimpangan
tanpa adanya ketakutan bertindak dikarenakan tidak adanya lembaga tertentu yang menjadi

5
pengawas. OJK kini bisa menjadi penting, apabila dalam perkembangan praktek perbankan
dan pengawasan perlu dilakukan dengan cara yang tepat dan sesuai dengan kepentingan.

Para pakar ekonomi mengemukakan pendapat mengenai OJK, bahwa OJK mutlak
dibentuk untuk mengantisipasi kompleksitas sistem keuangan global. Namun, RUU OJK
harus dibahas bersama dengan paket RUU keuangan lain, seperti RUU Jaring Pengaman
Sistem Keuangan (JPSK), RUU Pasar Modal serta Amandemen RUU Bank Indonesia,
Perasuransian dan Dana Pensiun. Hal tersebut terungkap dalam seminar reformasi. Sektor
keuangan memperkuat fondasi, daya saing dan stabilitas Perekonomian Nasional.
Pembentukan OJK diperlukan guna mengatasi kompleksitas keuangan global dari ancaman
krisis. Disisi lain, pembentukan OJK merupakan komitmen pemerintah dalam reformasi
sektor keuangan di Indonesia. Pemerintah mempunyai komitmen tinggi dan menjalankan
mandat untuk melakukan reformasi di sektor keuangan.

2.2 Visi, Misi, Fungsi, Tujuan, Tugas dan Wewenang Otoritas Jasa Keuangan

a) Visi & misi Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

Visi Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

adalah menjadi lembaga pengawas industri jasa keuangan yang terpercaya,


melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat, dan mampu mewujudkan industri
jasa keuangan menjadi pilar perekonomian nasional yang berdaya saing global serta
dapat memajukan kesejahteraan umum.

Misi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah:

1) Mewujudkan terselenggaranya seluruh kegiatan di dalam sektor jasa


keuangan secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel;
2) Mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil;
3) Melindungi kepentingan konsumendan masyarakat.

Dalam rangka pencapaian visi dan misinya, OJK memiliki delapan strategi utama:

• Strategi 1: Mengintegrasikan pengaturan dan pengawasan lembaga keuangan.


Tujuannya adalah untuk mengurangi dan menghilangkan duplikasi serta pengaturan
yang terpisah-pisah melalui harmonisasi kebijakan. Dengan demikian akan diperoleh
nilai tambah berupa peningkatan efisiensi dan konsistensi kebijakan pengurangan
arbitrasi sehingga mendorong kesetaraan dalam industri keuangan, pengurangan
biaya terhadap industri dan masyarakat. Integrasi akan mengacu pada Arsitektur

6
Pengembangan Sektor Jasa Keuangan yang mensinergikan berbagai master plan
yang telah disusun sebelumnya di Bank Indonesia dan Bapepam-LK.
• Strategi 2: Meningkatkan kapasitas pengaturan dan pengawasan. Strategi ini
ditempuh melalui adopsi kerangka peraturan yang lebih baik dan disesuaikan
dengan kompleksitas, ukuran, integrasi dan konglomerasi sektor keuangan. Selain
itu juga akan dikembangkan metode pengawasan termutakhir dan bersifat holistik
bagi seluruh sektor keuangan, termasuk penyempurnaan metode penilaian risiko dan
deteksi dini permasalahan di lembaga keuangan.
• Strategi 3: Memperkuat ketahanan dan kinerja sistem keuangan. Strategi ini
ditempuh dengan memberikan fokus pada penguatan likuiditas dan permodalan bagi
seluruh lembaga keuangan, sehingga lebih tangguh dalam menghadapi risiko baik
dalam masa normal maupun krisis.
• Strategi 4: Mendukung peningkatan stabilitas sistem keuangan. Selain mengatur
dan mengawasi industri keuangan secara individual, OJK juga menganalisis dan
memantau potensi risiko sistemik di masing-masing individual lembaga keuangan.
Kewenangan untuk melakukan pengawasan secara integrasi akan memberi ruang
bagi OJK untuk memantau secara lebih dalam berbagai kemungkinan risiko dan
mengambil langkah-langkah mitigasinya, terutama risiko yang terjadi di konglomerasi
keuangan.
• Strategi 5: Meningkatkan budaya tata kelola dan manajemen risiko di lembaga
keuangan. Budaya tata kelola dan manajemen risiko yang baik harus menjadi jiwa
dalam kegiatan di sektor keuangan. Untuk itu OJK akan menerapkan prinsip-prinsip
tata kelola dan manajemen risiko yang setara di seluruh lembaga jasa keuangan.
Tidak kalah pentingnya adalah pengembangan budaya integritas yang menuntut
kepemimpinan yang kuat dan berkarakter. Untuk itu kedepan OJK akan memberikan
bobot lebih pada penilaian aspek ini dalam proses fit and proper test pengurus
lembaga keuangan.
• Strategi 6: Membangun sistem perlindungan konsumen keuangan yang terintegrasi
dan melaksanakan edukasi dan sosialisasi yang masif dan komprehensif. Strategi ini
diperlukan untuk mengefektifkan dan memperkuat bentuk-bentuk perlindungan
konsumen yang selama ini masih tersebar, sehingga bersama-sama dengan
kegiatan edukasi dan sosialisasi akan mewujudkan level playing field yang sama
antara lembaga jasa keuangan dengan konsumen keuangan.
• Strategi 7: Meningkatkan profesionalisme sumberdaya manusia. Strategi ini
diperlukan untuk menjawab kebutuhan akan capacity building bagi pengawas.

7
• Strategi 8: Meningkatkan tata kelola internal dan quality assurance. Untuk keperluan
ini, OJK akan menerapkan standar kualitas yang konsisten di seluruh level
organisasi, menyelaraskan antara tujuan OJK dengan kebutuhan pemangku
kepentingan antara lain membuka dialog dengan industri secara berkala, dan
memastikan pengambilan keputusan yang tepat sehingga memberikan manfaat bagi
masyarakat.

b) Fungsi Otoritas jasa keuangan (OJK)


Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mempunyai fungsi menyelenggarakan sistem
pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di sektor jasa
keuangan. OJK juga mempunyai tugas melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap
kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan, sektor pasar modal, dan sektor IKNB.
Sesuai dengan tujuan berdirinya OJK, maka pada tanggal 31 Desember 2014 diputuskan
bahwa semua pengawasan dan pengaturan Bank akan dilakukan oleh OJK. Tidak hanya
bertugas di sektor perbankan, sektor pasar modal, perasuransian, lembaga pembiayaan dan
lembaga keuangan, OJK sendiri memiliki anggaran yang didapat dari APBN serta
pembiayaan lain yang diperoleh dari sektor jasa keuangan. Sebagai lembaga yang berdiri
secara independen, OJK dinilai mampu untuk menangani permasalahan-permasalahan
dalam skala kecil sehingga Bank Indonesia dapat fokus mengatasi masalah yang lebih
besar. Dalam melaksanakan tugas-tugasnya, OJK menjunjung nilai-nilai yang penuh
integritas, profesional, sinergis, inklusif, dan visioner.
OJK sendiri tidak hanya bertugas mengurus dan mengawasi lembaga keuangan yang ada di
Indonesia saja, melainkan juga para konsumen jasa keuangan yaitu dengan melakukan
perlindungan terhadap konsumen. Bentuk perlindungan tersebut dapat berupa pencegahan
terhadap kerugian konsumen, layanan pengaduan bagi konsumen yang dirugikan, dan juga
pembelaan hukum. Karena tugas perlindungan yang istimewa ini, maka OJK memiliki
otoritas untuk melakukan pembelaan hukum seperti mengajukan tuntutan ganti rugi yang
dialami oleh konsumen.

Disisi lain fungsi OJK sebagai berikut :


1) Mengawasi aturan main yang sudah dijalankan dari forum stabilitas
keuangan
2) Menjaga stabilitas sistem keuangan
3) Melakukan pengawasan non-bank dalam struktur yang sama seperti
sekarang
4) Pengawasan bank keluar dari otoritas BI sebagai bank sentral dan
dipegang oleh lembaga baru.

8
c) Tujuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah:

Tujuan utama didirikannya Otoritas Jasa Keuangan adalah meningkatkan dan


memelihara kepercayaan publik dibidang jasa keuangan, menegakkan peraturan
peraturan perundangan-undangan di jasa keuangan, meningkatkan pemahaman publik
mengenai bidang jasa keuanganserta melindungi kepentingan konsumen jasa
keuangan.Satu hal yang juga diharapkan terbentuknya OJK adalah persoalan
perlindungan konsumen.

Secara garis besar OJK dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam
sektor jasa keuangan :

1. Terselenggara secara teratur, adil, transparan dan akuntabel;


2. Mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil,
dan
3. Mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.

Sementara itu tujuan independensi OJK dimaksudkan agar kemampuan dalam


mengatur dan mengawasi jalannya lembaga keuangan di Indonesia dapat dilakukan
dengan baik dan tegas. Salah satu tujuan lain pembentukan OJK ini tentunya
diharapkan akan mampu memperkecil tingkat terjadinya kredit macet, yaitu dengan
menerapkan berbagai sistem dan aturan untuk dipatuhi oleh pihak industri keuangan
non bank.

OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap:

1. kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan serta non perbankan .


2. kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal; dan

3. kegiatan jasa keuangan di sektor perasuransian, dana pensiun, lembaga


pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya.

d) Wewenang otoritas jasa keuangan (OJK)


1) menetapkan peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini;
2) menetapkan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;
3) menetapkan peraturan dan keputusan OJK;
4) menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan;
5) menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK;
6) menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis
terhadap Lembaga Jasa Keuangan dan pihak tertentu;

9
7) menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statuter
pada Lembaga Jasa Keuangan;
8) menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola,
memelihara, dan menatausahakan kekayaan dan kewajiban

9) menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai dengan


ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.

10) memberikan dan/atau mencabut:

a) izin usaha;
b) izin orang perseorangan
c) efektifnya pernyataan pendaftaran;
d) surat tanda terdaftar
e) persetujuan melakukan kegiatan usaha
f) pengesahan;
g) persetujuan atau penetapan pembubaran; dan
h) penetapan lain, sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-
undangan di
sektor jasa keuangan.

2.3 Pembentukan OJK& Pro dan Kontra Berdirinya OJK

a) Pembentukan OJK

Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) didasarkan kepada 3(tiga) landasan,


yaitu:
1) landasan filosofis
Mewujudkan perekonomian nasional yang mampu tumbuh dengan stabil dan
berkelanjutan, menciptakan kesempatan kerja yang luas dan seimbang di semua
sektor perekonomian, serta memberikan kesejahteraan secara adil kepada
seluruh rakyat indonesia.
2) landasan yuridis
a. Pasal 34 UU No. 23 Tahun 1999 tentang bank Indonesia
b. UU No. 6 Tahun 2009 tentang Penetapan Perpu No. 2 tahun 2008 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang No.23 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia menjadi undang-Undang.

3) Landasan Sosiologis:

10
a. Globalisasi dalam sistem keuangan dan pesatnya kemajuan di bidang teknologi
dan informasi serta inovasi finansial telah menciptakan sistem keuangan yang
sangat kompleks, dinamis, dan saling terkait antar subsektor keuangan baik
dalam hal produk maupun kelembagaan.
b. Adanya lembaga jasa keuangan yang memiliki hubungan kepemilikan di
berbagai subsektor keuangan (konglomerasi) menambah kompleksitas transaksi
dan interaksi antar lembaga jasa keuangan di dalam sistem keuangan.
c. Banyaknya permasalahan lintas sektoral di sektor jasa keuangan yang meliputi
tindakan moral hazard, belum optimalnya perlindungan konsumen jasa
keuangan, dan terganggunya stabilitas system keuangan

b) Pro dan Kontra Berdirinya OJK


Berdirinya OJK sebagai lembaga baru yang ditunjuk untuk membantu tugas Bank
Indonesia dan Bapepam-LT ini tidak lepas dari perdebatan. Sebagai sebuah lembaga baru,
banyak orang yang menyangsikan apakah OJK bisa berjalan sebagai lembaga independen
dengan benar. Hal ini mengingat kegagalan yang dialami Bank negara yang juga mendirikan
Otoritas Jasa Keuangan. Ditambah dengan track record lembaga-lembaga Indonesia yang
banyak tersandung kasus korupsi, keberadaan OJK yang sebenarnya merupakan lembaga
yang masih baru akan semakin diragukan. Namun dengan perkembangan lembaga jasa
keuangan terutama di sektor perbankan yang cukup signifikan, pemerintah tetap optimis
bahwa keberadaan OJK akan sangat membantu dalam mengatur dan mengawasi lembaga-
lembaga ini.
Sebagai sebuah lembaga baru yang memiliki kewajiban mengatur dan mengawasi jasa
keuangan yang sangat vital di dalam pemerintahan Indonesia, OJK diharapkan mampu
menjalankan kewajibannya sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku dan bergerak secara
independen.

2.4 Dasar hukum otoritas jasa keuangan

Berdasarkan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan


Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (BI), pemerintah
diamanatkan membentuk lembaga pengawas sektor jasa keuangan yang independen,
selambat-lambatnya akhir tahun 2010 dengan nama Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Lembaga ini bertugas mengawasi industri perbankan, asuransi, dana pensiun, pasar
modal, modal ventura, dan perusahaan pembiayaan, serta badan-badan lain yang
menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat.

11
Menurut penjelasan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004, OJK bersifat
independen dalam menjalankan tugasnya dan kedudukannya berada di luar pemerintah
dan berkewajiban menyampaikan laporan kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Sebelum OJK dibentuk, maka Undang-
undangnya harus dibuat terlebih dahulu.Jika mau dibentuk, UU nya harus dibuat dulu,
jika tidak OJK tidak punya dasar hukum.

Alasan pembentukan OJK antara lain adalah makin kompleks dan bervariasinya
produk jasa keuangan, munculnya gejala konglomerasi perusahaan jasa keuangan, dan
globalisasi industri jasa keuangan. Disamping itu, salah satu Afika Yumya Syahmi,
Pengaruh Pembentukan Pengawasan Lembaga Perbankan Suatu Kajian Terhadap
Undang-Undang Otoritas JasaKeuangan, Skripsi Sarjana, (Depok: Fakultas Hukum
Universitas Indonesia, 2004), universitas Sumatera Utara alasan rencana pembentukan
OJK adalah karena pemerintah beranggapan BI, sebagai Bank Sentral telah gagal
dalam mengawasi sektor perbankan. Kegagalan tersebut dapat dilihat pada saat krisis
ekonomi melanda Indonesia mulai pertengahan tahun 1997, sejumlah bank yang ada
pada saat itu dilikuidasi.38Secara normatifada empat tujuan pendirian OJK:

1) Meningkatkan dan memelihara kepercayaan public di bidang jasa keuangan;


2) Menegakkan peraturan perundang-undangan di bidang jasa keuangan;
3) Meningkatkan pemahaman public mengenai bidang jasa keuangan; dan
4) Melindungi kepentingan konsumen jasa keuangan.

Menurut Pasal 4 UU OJK, Otoritas Jasa Keuangan dibentuk dengan tujuan agar
keseluruhan kegiatan jasa keuangan di sektor jasa keuangan:

1) Terselenggara secara teratur, adil, transparan dan akuntabel;


2) Serta mampu mewujudkan system keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan
stabil; dan
3) Mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.Dengan tujuan seperti
ini diharapkan OJK mampu meningkatkan daya saing nasional.

Selain itu, OJK harus mampu menjaga kepentingan nasional antara lain sumber
daya manusia, pengelolaan, pengendalian dan kepemilikan disektor jasa keuangan,
dengan tetap mempertimbangkan aspek globalisasiOtoritas Jasa Keuangan Indonesia
lahir berdasarkan Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan
yang disahkan pada tanggal 22 November 2011, sehingga jelas sekarang landasan
kerja, tugas pokok dan fungsi serta kewenangan dan hal-hal lain tentang lembaga ini

12
diatur oleh UndangUndang tersebut. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-
Undang Otoritas Jasa keuangan, pengertian “Otoritas Jasa Keuangan yang selanjutnya
disingkat OJK,adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak
lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan,
pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini”.

Berikut adalah rincian Undang-Undang tersebut:

1) Bab I Ketentuan Umum.


Penjelasan mengenai: Pengertian, serta aturan dan ketentuan yang diatur UU
otoritasJasaKeuangan.
2) Bab II Pembentukan, Status, dan Tempat Kedudukan.
Penjelasan mengenai: dasar hukum pembentukan, status independen, dan
kedudukan OJK.
3) Bab III. Tujuan, Fungsi, Tugas dan Wewenang.
Penjelasan mengenai: tujuan pembentukan, fungsi, tugas, dan wewenang yang
dimiliki OJK dalam kegiatan disektor jasa keuangan.
4) Bab IV Dewan Komisioner.
Penjelasan mengenai: pembentukan Dewan Komisioner OJK, termasuk Struktur
Dewan Komisioner, Pengangkatan dan Pemberhentian, Penggantian antar waktu,
serta Tugas dan Wewenang yang dimiliki dan yang dilarang.
5) Bab V Organisasi dan Kepegawaian
Penjelasan mengenai: Pembentukan Organisasi dan Kepegawaian di OJK.
6) Bab VI Perlindungan Konsumen dan Masyarakat
Penjelasan mengenai: wewenang yang dimiliki OJK dalam rangka memberikan
perlindungan kepada konsumen dan masyarakat, termasuk didalamnya adalah
edukasi dan sosialisasi, pencegahan, serta pembelaan hukum jika diperlukan.
7) Bab VII Kode Etik dan Kerahasiaan Informasi
Penjelasan mengenai: kode etik yang dimiliki OJK, serta kerahasian informasi yang
harus dilakukan beserta sanksi jika terjadi pelanggaran.
8) Bab VIII Rencana Kerja dan Anggaran
9) Penjelasan mengenai: rencana kerja dan anggaran yang dimiliki OJK sebagai
pendukung dalam melaksanakan tugasnya.
10) Bab IX pelaporan dan Akuntabilitas
Penjelasan mengenai: kewajiban OJK untuk membuat laporan keuangan dan
laporan kegiatan, serta akuntabilitas dengan audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan.
11) Bab X hubungan Kelembagaan

13
12) Penjelasan mengenai: koordinasi dan kerjasama yang dilakukan OJK dengan Bank
Indonesia dalam fungsi pengawasan perbankan, serta protokol koordinasi di Forum
Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan dan hubungan yang bersifat internasional.
13) Bab XI Penyidikan
Penjelasan mengenai: wewenang khusus untuk penyidikan yang dimiliki Penyidik
Pegawai Negeri Sipil yang dipekerjakan di OJK.
14) Bab XII Ketentuan Pidana
Penjelasan mengenai: sanksi pidana bagi pelanggar UU OJK dan bagi yang
mengabaikan, tidak memenuhi serta menghambat pelaksanaan kewenangan OJK.
15) Bab XIII Ketentuan Peralihan
Penjelasan mengenai: penjelasan pada tanggal 31 Desember 2012 sebagai
berlakunya fungsi, tugas, dan wewenang OJK dalam pengaturan dan pengawasan
kegiatan jasa keuangan, serta penetapan mengenai Anggota Dewan Komisoner.
16) Bab XIV Ketentuan Penutup
Penjelasan mengenai: dasar hukum peralihan sejumlah fungsi, tugas, dan
wewenang yang tadinya dimiliki instansi keuangan lain ke OJK.

2.5 Asas dan Prinsip Otoritas Jasa Keuangan

a) Asas Otorisasi Jasa Keuangan (OJK)

Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya Otoritas Jasa Keuangan berlandaskan


asas-asas sebagai berikut:

1) Asas independensi,yakni independen dalam pengambilan keputusan dan


pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang OJK, dengan tetap sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
2) Asas kepastian hukum, yakni asas dalam negara hukum yang mengutamakan
landasan peraturan perundang-undangan dan keadilan dalam setiap kebijakan
penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan;
3) Asas kepentingan umum, yakni asas yang membela dan melindungi kepentingan
konsumen dan masyarakat serta memajukan kesejahteraan umum
4) Asas keterbukaan, yakni asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk
memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatiftentang
penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan, dengan tetap memperhatikan
perlindungan atas hak asasi pribadi dan golongan, serta rahasia negara, termasuk
rahasia sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan

14
5) Asas profesionalitas, yakni asas yang mengutamakan keahlian dalam pelaksanaan
tugas dan wewenang Otoritas Jasa Keuangan, dengan tetap berlandaskan pada
kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan;
6) Asas integritas, yakni asas yang berpegang teguh pada nilai-nilai moral dalam setiap
tindakan dan keputusan yang diambil dalam penyelenggaraan Otoritas Jasa
Keuangan; dan
7) Asas akuntabilitas, yakni asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil
akhir dari setiap kegiatan penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan harus dapat
dipertanggungjawabkan kepada publik.

b) Prinsip Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

Sesungguhnya tujuan OJK adalah untuk menyelenggarakan sektor jasa keuangan


secara teratur, adil, transparan, akuntabel, yang mana mengingatkan pemikiran pada
prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik dan benar (Good Corporate Governance)
yang terdiri dari 5 prinsip yang disingkat dengan TARIF, yaitu :

1) transparency (keterbukaan informasi) Secara sederhana bisa diartikan sebagai


keterbukaan untuk menyediakan informasi yang cukup, akurat, tepat waktu;
2) Accuntability(akuntabilitas) Yaitu adanya kejelasan fungsi, struktur, sistem,
kejelasan akan hak dan kewajiban serta wewenang dari elemen-elemen yang
ada:
3) Responsibility( pertanggungjawaban) Yaitu kepatuhan perusahaan terhadap
peraturan yang berlaku, diantaranya termasuk masalah pembayaran pajak,
hubungan industrial, kesehatan dan keselamatan kerja, perlindungan lingkungan
hidup, memelihara lingkungan bisnis yang kondusif bersama masyarakat dan
sebagainya;
4) Independency(kemandirian) Yaitu mensyaratkan agar perusahaan dikelola
secara profesional tanpa adanya benturan kepentingan dan tekanan atau
intervensi dari pihak manapun maupun yang tidak sesuai dengan peraturan yang
berlaku; dan
5) Fairness(kesetaraan atau kewajaran) Prinsip ini menuntut adanya perlakuan
yang adil dalam memenuhi hak shareholders dan stakeholders sesuai dengan
peraturan perundangan yang berlaku.

15
2.6 Tata kelola & struktur organisasi otorisasi jasa keuangan (OJK)

a) Tata kelola Otoritas Jasa Keuangan

• Governance Structure

Struktur tata kelola terdiri dari :

1. Organ utama tata kelola adalah Dewan Komisioner; yang bersifat kolektif kolegial
2. Organ pendukung tata kelola adalah Sekretariat, Dewan Audit, Komite Etik dan
komite lainnya;
3. Infrastruktur tata kelola terdiri dari pedoman (code), piagam (charter), peraturan,
prosedur(SOP) dan sistem informasi sebagai acuan di dalam menjalankan fungsi
dan tugas, serta menerbitkan laporan sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada
pemangku kepentingan.

• Governance Process

Pelaksananaan governance OJK didukung oleh fungsi asurans yang profesional dan
obyektif dengan menggunakan model the three lines of defense (tiga lapis pertahanan) dan
strategi combined assurance yang memberikan metode praktis untuk memastikan
governance process di OJK berjalan secara efektif.

1. The first line of defense (pertahanan lapis pertama) dilaksanakan oleh Satuan Kerja
yang melakukan aktivitas operasional sehari-hari, terutama yang merupakan garis
depan atau ujung tombak OJK;
2. The second line of defense (pertahanan lapis kedua) dilaksanakan oleh Satuan Kerja
Manajemen Risiko dan Pengendalian Kualitas yang bertanggung jawab untuk
mengembangkan dan memantau implementasi manajemen risiko OJK secara
keseluruhan sebagai bagian dari governance process; dan
3. The third line of defense (pertahanan lapis ketiga) dilaksanakan oleh Satuan Kerja
Audit Internal beserta auditor eksternal yang bertanggung jawab untuk memastikan
bahwa pertahanan lapis pertama dan lapis kedua berjalan sesuai dengan yang
diharapkan.

Selain itu, OJK juga mengembangkan 3 (tiga ) inisiatif dalam rangka implementasi dan

penguatan governance process, yaitu:

a) Program Pengendalian Gratifikasi

16
1. Gratifikasi sebagai pintu masuk korupsi perlu dikendalikan.
2. Program pengendalian gratifikasi adalah program nasional yang dikoordinasikan
KPK.
3. Memastikan penerapan code of conduct yang mengatur do's and dont's perilaku
seluruh jajaran OJK

b) Revitalisasi Whistle Blowing System (WBS)

1. Peningkatan efektifitas pengelolaan pengaduan dan tindak lanjutnya.


2. Optimalisasi penggunaan WBS OJK oleh stakeholder.
3. Fungsi Anti Fraud OJK

a. Unit struktural untuk penyusunan strategi, edukasi, pencegahan, deteksi, dan


penindakan fraud,
b. Koordinasi pengendalian gratifikasi, monitoring LHKPN, data analytic, dan
penuntasan tindaklanjut WBS

• Governance Outcome

Dengan prinisip, struktur dan proses governance yang dilaksanakan, OJK menetapkan
Governance Roadmap sbb:

c) Struktur organisasi

Struktur organisasi ojk terdiri atas:

1. Dewan Komisioner OJK


2. Pelaksana Kegiatan Operasional

Struktur dewan komisioner terdiri atas:

1. Ketua merangkap anggota;


2. Wakil Ketua sebagai Ketua Komite Etik merangkap anggota;
3. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan merangkap anggota;
4. Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal merangkap anggota;
5. Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan
Lembaga Jasa Keuangan Lainnya merangkap anggota;
6. Ketua Dewan Audit merangkap anggota;
7. Anggota yang membidangi Edukasi dan Perlindungan Konsumen;

17
8. Anggota Ex-officio dari Bank Indonesia yang merupakan anggota Dewan Gubernur Bank
Indonesia; dan
9. Anggota Ex-officio dari Kementerian Keuangan yang merupakan pejabat setingkat
Eselon I Kementerian Keuangan.

Pelaksana kegiatan operasional terdiri atas:

1. Ketua Dewan Komisioner memimpin bidang Manajemen Strategis I;


2. Wakil Ketua Dewan Komisioner memimpin bidang Manajemen Strategis II;
3. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan memimpin bidang Pengawasan Sektor
Perbankan;
4. Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal memimpin bidang Pengawasan Sektor Pasar
Modal;
5. Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan
Lembaga Jasa Keuangan Lainnya memimpin bidang Pengawasan Sektor IKNB;
6. Ketua Dewan Audit memimpin bidang Audit Internal dan Manajemen Risiko; dan
7. Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen .pemimpin
bidang

18
Edukasi dan Perlindungan Konsumen.

19
Keterangan
• ADK (Anggota Dewan Komisioner)
• SCPR (Strategic Committee dan Pusat Riset)
• DKPT (Deputi Komisioner Pengaturan dan Pengawasan Terintegrasi)
• DKST (Departemen SSK dan Statistik Sektor Jasa Keuangan)
• DP3T (Departemen Pengaturan, Perizinan, dan Pengawasan Terintegrasi)
• GPTI (Grup Penelitian, Pengaturan, dan Pengembangan Pengawasan Terintegrasi)

20
• GPUT (Grup Penanganan APU-PPT)
• DKPS (Deputi Komisioner Penyidikan, Organisasi, dan SDM)
• DOSM (Departemen Organisasi dan SDM)
• DPJK (Departemen Penyidikan Sektor Jasa Keuangan)
• DKML (Deputi Komisioner Manajemen Strategis dan Logistik)
• DMSP (Departemen Manajemen Strategis dan Perubahan)
• SKHI (Sekretariat Dewan Komisioner, Hubungan Masyarakat, dan Internasional)
• DLOG (Departemen Logistik
• DKIK (Deputi Komisioner Pengelolaan Sistem Informasi dan Keuangan)
• DPSI (Departemen Pengelolaan Sistem Informasi)
• DKEU (Departemen Keuangan)
• DKHK (Deputi Komisioner Hukum)
• DHUK (Departemen Hukum)
• GPHK (Grup Penelitian dan Pengembangan Hukum Sektor Jasa Keuangan)
• DKOI (Deputi Komisioner OJK Institute)
• DLAC (Departemen Learning dan Assesment Centre)
• GIKM (Grup Inovasi Keuangan Digital dan Pengembangan Keuangan Mikro)
• DKAI (Deputi Komisioner Audit Internal dan Manajemen Risiko)
• DPAI (Departemen Audit Internal)
• DRPK (Departemen Manajemen Risiko dan Pengendalian Kualitas)
• GPAF (Grup Penanganan Anti Fraud)
• DKEP (Deputi Komisioner Edukasi dan Perlindungan Konsumen)
• DPLK (Departemen Perlindungan Konsumen)
• DLIK (Departemen Literasi dan Inklusi Keuangan)
• DKB1 (Deputi Komisioner Pengawas Perbankan I)
• DKB2 (Deputi Komisioner Pengawas Perbankan II)
• DKB3 (Deputi Komisioner Pengawas Perbankan III)
• DKB4 (Deputi Komisioner Pengawas Perbankan IV)
• DPNP (Departemen Penelitian dan Pengaturan Perbankan)
• DPIP (Departemen Perizinan dan Informasi Perbankan)
• DPBS (Departemen Perbankan Syariah)
• DPKP (Departemen Pengendalian Kualitas Pengawasan Perbankan)
• DPMK (Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis)
• DKIP (Departemen Pemeriksaan Khusus dan Investigasi Perbankan)
• DPB1 (Departemen Pengawasan Bank 1)

21
• DPB2 (Departemen Pengawasan Bank 2)
• DPB3 (Departemen Pengawasan Bank 3)
• KR (Kantor Regional)
• DKM1 (Deputi Komisioner Pengawas PM I)
• DKM2 (Deputi Komisioner Pengawas PM II)
• DPM1 (Departemen Pengawasan PM 1A)
• DPM2 (Departemen Pengawasan PM 1B)
• DPM3 (Departemen Pengawasan PM 2A)
• DPM4 (Departemen Pengawasan PM 2B)
• DKI1 (Deputi Komisioner Pengawas IKNB I)
• DKI2 (Deputi Komisioner Pengawas IKNB II)
• DPI1 (Departemen Pengawasan IKNB 1A)
• DPI2 (Departemen Pengawasan IKNB 1B)
• DPI3 (Departemen Pengawasan IKNB 2A)
• DPI4 (Departemen Pengawasan IKNB 2B)

➢ Anggota Dewan Komisioner 2017-2022


1) Prof. Wimbon Santoso, SE., MSc., Ph.D (Ketua Dewan Komisioner Otoritas
Jasa Keuangan.

Jejak karier Wimboh Santoso dimulai sebagai pengawas Bank di Bank Indonesia, usai
ia menamatkan pendidikan sarjana ekonomi dari Universitas Sebelas Maret (UNS)
Surakarta pada 1983. Wimboh melanjutkan studinya di University of Illinois dan meraih gelar
master di bidang Business Administration di tahun 1993. Tak sampai di situ, ia juga berhasil
membawa pulang gelar Ph.D di bidang Banking Finance dari Loughborough University pada
1999.

Pengabdian pria kelahiran Boyolali, Jawa Tengah 15 Maret 1957 terhadap dunia
perbankan Tanah Air berlanjut dengan menjabat sebagai Direktur Penelitian dan
Pengaturan Perbankan di Bank Indonesia pada 2010 hingga 2012. Ia juga pernah

22
mengemban tugas sebagai Kepala Perwakilan Bank Indonesia di New York dan Direktur
Eksekutif International Monetary Fund pada tahun 2013. Sejak 2015, Wimboh menduduki
kursi Komisaris Utama PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, dan di tahun 2016 ia menjadi
Direktur Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia.

Delegasi Bank Indonesia di pertemuan G20, Financial Stability Board dan The Bassel
Comittee on Banking Supervision di tahun 2010, serta Co-Chair on Asean Banking
Integration Framework tahun 2014 ini mengantongi sejumlah sertifikat dari Lembaga
Sertifikasi Profesi Perbankan (LSPP). Di antaranya Kompetensi Manajemen Risiko Level 1
dan 2, Facing Global Challenges for Better Economic Growth in 2017, serta Managing
Compliance Risk While Controlling Cost.

Hingga kini, Wimboh yang masih aktif sebagai pengajar di beberapa Universitas
ternama di Indonesia, baik untuk program Sarjana maupun Pasca Sarjana ini juga telah
menorehkan sederet prestasi dan karya tulis yang layak diperhitungkan. Antara lain
E¬ffective Financial System Stability Framework dan The Impact of Global liquidity on
Financial Landscapes and risk in the ASEAN-5 Countries di tahun 2007, Risk Profile of
Households and the Impact on Financial Stability di tahun 2009, dan masih banyak lainnya.

2) Ir. Nurhaida, MBA (Wakil Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan
sebagai Ketua Komite Etik).

Pada 1985, Nurhaida berhasil meraih gelar Insinyur Bidang Kimia Tekstil dari Institut
Teknologi Tekstil Bandung. Sepuluh tahun setelahnya, gelar Master of Business
Administration yang diperoleh dari Indiana University, Bloomington, Amerika Serikat, resmi
berada di belakang namanya.

Wanita kelahiran Padang Panjang, 27 Juni 1959 ini mengawali karier di Kementrian
Keuangan pada 1989 lalu. Sejumlah posisi ia duduki, seperti Staf Ahli Bidang Kebijakan dan

23
Regulasi Jasa Keuangan dan Pasar Modal Kementerian Keuangan RI 2011, Ketua Badan
Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan periode 2011-2012, dan Anggota Dewan
Komisioner merangkap Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan
masa jabatan 2012-2017.

Nurhaida memiliki keahlian yang diakui lembaga bertaraf internasional. Di antaranya


Leadership Development Programme dari Center for Creative Leadership, Colorado Spring,
USA tahun 2014 dan 2016 serta International Institute on the Inspection and Oversight of
Market Intermediaries dari US Securities and Exchange Commission, Washington DC tahun
2010.

Sejumlah penghargaan pun berhasil ia raih, seperti 71 Indonesian Inspiring Women dari
Obsession Media Group tahun 2016, Thomas Mural Medallion dari Indiana University tahun
2015, dan 99 Most Powerful Women dari Globe Asia tahun 2015. Selain itu, ia juga pernah
menjadi pembicara di beberapa acara internasional macam Credit Suisse Securities di
Hongkong, 7 April 2016, Deutsche Bank di Singapura, 21-22 Februari 2016, ASIFMA di
Hongkong, 2-3 Desember 2015, Financial Times di Malaysia, 22 Oktober 2015, Citi Group di
Hongkong, 8 September 2015, dan Asia Pacific Financial Forum di Hongkong, 27 Januari
2015.

3) Heru Kristiyana SH., MM (Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Merangkap


Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan).

Heru Kristiyana lahir di Salatiga, 5 September 1956. Ia lulus dari Fakultas Hukum
Universitas Diponegoro tahun 1981. Pada tahun 2000, Heru meneruskan pendidikan S2-nya
di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi IPWI. Heru pernah mengemban tugas sebagai Kepala
Departemen Pengawasan Bank 3 di Bank Indonesia pada 2011 lalu. Berkat kepiawaiannya
menjalankan amanat tersebut, ia pun dipercaya menempati posisi Deputi Komisioner
Pengawas Perbankan 4 Otoritas Jasa Keuangan untuk masa jabatan 2013-2016.

24
Sejumlah sertifikat berhasil ia kantongi. Di antaranya Program Eksekutif Direksi
Sertifikasi Manajemen Risiko dari Badan Sertifikasi Manajemen Risiko 2007, Sertifikasi
Manajemen Risiko Level 1 dari Badan Sertifikasi Manajemen Risiko 2016, dan Sertifikasi
Manajemen Risiko Level 2 dari Badan Sertifikasi Manajemen Risiko 2016.

4) Ir Hoesen M.M (Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Merangkap Anggota


Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan).

Menyandang gelar Master Manajemen Keuangan, Universitas Pelita Harapan, pria


kelahiran Jakarta, 21 Februari 1966 ini pernah memimpin PT Kliring Penjaminan Efek
Indonesia selama tiga tahun sebagai direktur utama sebelum ditunjuk sebagai Direktur
Penilaian Perusahaan PT Bursa Efek Indonesia hingga 2015.

Semasa kariernya, Sarjana Pertanian Universitas Padjajaran 1990 ini pernah menuju
Washington D.C., Amerika Serikat untuk acara The Development and Regulation of
Securities Markets International Institute pada 2007 dan mampir ke Jepang untuk mengikuti
Clearing and Settlement, Ministry of Finance Republik Indonesia, JICA Tokyo Stock
Exchange pada 1997.

Tak hanya itu, Hoesen juga terlibat dalam Global Custody and Portofolio
Administration, State Street KDEI pada 1996, Managing Change di PT Kliring Penjaminan
Efek Indonesia pada 2005 dan turut serta dalam gelaran bertema Permasalahan Saham
Transaksi Saham di Pasar Modal “Gadai Saham-saham Transaksi Repo Pinjam Meminjam
Saham”, Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia pada 2007. Sebelum menjadi Anggota
Dewan Komisioner OJK, Hoesen memimpin PT Danareksa sebagai direktur selama dua
tahun terakhir.

5) Riswinadi (Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non-Bank


Merangkap Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan).

25
Riswinandi lahir di Jakarta, 12 September 1957. Peraih gelar Sarjana Ekonomi dari
Universitas Trisakti pada 1984 ini mengawali kariernya sebagai Vice President HRG, PT
Bank Niaga Tbk selama 12 tahun. Pada tahun 1999, ia bergabung dengan Badan
Penyehatan Perbankan Nasional sebagai Senior Vice President-Loan Work Out Division
Head.

Titian kariernya berlanjut di tahun 2001 ketika Riswinandi dipercaya menjadi Direktur PT
Bank Danamon Indonesia. Tiga tahun berselang, ia menjadi Komisaris PT Asuransi Ekspor
Indonesia (Persero). Rentang tahun 2010 hingga 2015, ia menduduki posisi sebagai Wakil
Direktur Utama PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. Sejak tahun 2015, Riswinandi menjadi
Direktur Utama PT Pegadaian (Persero) dan sebagai Komisaris pada PT PEFINDO Biro
Kredit.

Sejumlah sertifikat pernah didapat oleh pria yang pernah menjabat Wakil Ketua Umum
Perhimpunan Bank-Bank Umum Nasional (PERBANAS) di tahun 2016 ini, di antaranya
Enhancing The Power of Enterprise Risk Management in Creating a Sound Bank and
Financial Risk Integration di tahun 2016, Key Risk management challenge in 2015, Getting
ready for uncertainty in regulation and market environment, recipes to win competition tahun
2013, dan Optimizing Company Value through BCM & ERM tahun 2009 dari Banker
Association for Risk Management.

Anggota badan pengawas Ikatan Bankir Indonesia (IBI) ini juga memperoleh sertifikat
lain seperti Making Innovation Happen dari London Business School tahun 2014,
Transaction Banking Seminar dariDeutsche Banktahun 2013, Asia Pacific Risk Management
Conference tahun 2011 dari Enterprise Risk Management Academy (ERMA), Global
Strategic Management Program tahun 2011 dan Leading Change and Organizational
Renewal Program tahun 2009dari Harvard Business School,High Impact Leadership dari
Columbia University Graduate School of Business tahun 2010, Achieving Strategy through
Business Process Change dari Cranfield School of Management tahun 2008, Corporate Risk

26
Management Refresher dari ABN Bank AMRO tahun 2008, serta Executive Risk
Management Certification Programme dari Badan Sertifikasi Manajemen Risiko di tahun
2006.

6) Drs. Ahmad Hidayat, Akt.CA.MBA (Ketua Dewan Audit Merangkap Anggota


Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan).

Lahir di Banyuwangi tahun 1966, lulusan sarjana Universitas Airlangga 1988 ini
mengawali karier sebagai Officer Development Program Bank Bali selama dua tahun
sebelum menjadi Kepala Seksi PT Bank Private Develop Finance Company of Indonesia
hingga tahun 1995.

Pada tahun 2000, Ahmad resmi menyandang gelar Master Business Administration-
Finance, University of Illinois. Setelah mendapat gelar tersebut, peserta berpredikat terbaik 3
PKBI I 2002 ini ditugaskan di Grup Pengaturan, Perencanaan dan Pelaporan Keuangan
Bank Indonesia serta dipercaya menjadi Anggota Dewan Pengawas Dana Pensiun Bank
Indonesia (DAPENBI) pada 2014.

Di tahun yang sama, Ahmad juga membekali dirinya dengan serentet pengalaman
seperti keterlibatan dalam The 6th SEACEN Intermediate Leadership Course: Leadership in
Times of Uncertainty, The Seacen Center and BIS (Bank for International Settlements) pada
2012, Manajemen Umum Dana Pensiun (MUDP), Cost Accounting and Performace
Measurement, Deutsche Bundesbank di Frankfurt, dan termasuk dalam Chartered
Accountant, Ikatan Akuntan Indonesia pada 2014.

Sederet pengalaman tersebut dilengkapi dengan keterlibatannya menjadi Anggota


Dewan Pengarah Komite Kebijakan Akuntansi Keuangan BI di tahun 2013, Pembina
Yasporbi di tahun 2014 dan turut serta dalam Pelatihan Manajemen Pengawasan Dana
Pensiun Angkatan XXV yang membuatnya kapabel sebagai Kepala Group Akuntansi Pajak

27
di tahun 2016. Setahun menjabat, Ahmad lalu ditunjuk sebagai Direktur Departemen
Keuangan, Bank Indonesia. Posisi terakhir Ahmad di Bank Indonesia adalah Direktur
Eksekutif yang menjabat Staf Ahli Dewan Gubernur BI Bidang Keuangan.

7) TirtaSegara, SE., MBA ( Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan


yang Membidangi Edukasi dan Perlindungan Konsumen).

Memilih Jurusan Akuntansi, Universitas Diponegoro, Tirta Segara menguatkan


pemahamannya tentang keuangan dengan merampungkan gelar Master Business-Finance
and Investment, The George Washington University pada 1994. Setahun setelahnya, Tirta
memulai kariernya sebagai Investment Banking, Ficorinvest Bank di Jakarta.

Pada 2001, ia dipercaya menjadi Advisor-SEA VG Office, International Monetary Fund


sebelum berkiprah di Bank Indonesia. Mengabdikan diri hampir satu dekade, pria kelahiran
Semarang, 6 Juli 1963 ini sempat menjabat sebagai Wakil Sekretariat Jenderal Ikatan
Pegawai di bank sentral milik Indonesia itu.

Pada 2014, Lulusan Terbaik Sekolah Staf Pimpinan Bank Indonesia (SESPIBI)
Angkatan XXIX ini diangkat sebagai Kepala Departemen Komunikasi, Bank Indonesia.
Semasa menjabat, Tirta cukup produktif dalam memproduksi penelitian atau buku seperti
‘Memperkuat Kerangka Kebijakan Moneter’, dan ‘Jaga Stabilitas’, ‘Dukung Pemulihan
Ekonomi’. Semasa di Bank Indonesia, Tirta juga rajin memberi Diklat Lanjutan I
(Pembekalan), Outdoor Mgt Development (2000) dan Diklat Lanjutan II, Outward Bound
pada 2005.

8) Dody Budi Waluyo, S.E.,MBA (Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa


Keuangan Ex-Officio Bank Indonesia, Deputi Gubernur Bank Indonesia).

28
Dody Budi Waluyo lahir di Jakarta, 19 September 1961, menempuh pendidikan Sarjana
di bidang Ilmu Ekonomi & Studi Pembangunan Universitas Indonesia (UI). Kemudian, Dody
melanjutkan pendidikan di University of Colorado, AS dan meraih gelar Master of Business
Administration (MBA).
Mengawali karirnya di Bank Indonesia sebagai Staf Departemen Sumber Daya Manusia
pada tahun 1988. Posisi penting yang pernah dijabat oleh Dody yaitu Kepala Departemen
Manajemen Strategis & Tata Kelola selama kurun waktu 2014-2016, Kepala Departemen
Kebijakan Ekonomi & Moneter (2013-2014), Kepala Departemen PerencanaanStrategis &
Hubungan Masyarakat (2012-2013), Direktur Direktorat Internasional (2012), Kepala Biro
Direktorat Internasional (2010-2012).

Dody resmi menjabat sebagai Deputi Gubernur Bank Indonesia pada tanggal 18 April
2018 sesuai dengan keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 69/P Tahun 2018
tanggal 13 April 2018, dan dilantik sebagai Anggota Dewan Komisioner OJK ex-officio dari
Bank Indonesia oleh Ketua Mahkamah Agung pada tanggal 25 September 2019. Pelantikan
dilakukan berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI Nomor 82/P tahun 2019 tanggal 3
September 2019.
9) Prof. Suahasil Nazara, SE., MSc., Ph.D (Anggota Dewan Komisioner Jasa
Keuangan, Wakil Menteri Keuangan Republik Indonesia).

Suahasil Nazara lahir di Jakarta, 23 November 1970. Menempuh pendidikan Sarjana di


bidang Ekonomi Universitas Indonesia (UI). Kemudian, Suahasil melanjutkan pendidikan di
Cornell University USA dan meraih gelar Master of Science (MSc) Pada tahun 2003,

29
Suahasil meraih gelar Doctor of Philosophy (PhD) dari University of Illinois at Urbana-
Champaign USA.

Mengawali karirnya sejak 1999 menjadi PNS sebagai dosen pada Fakultas Ekonomi
dan Bisnis Universitas Indonesia, pada tahun 2009 mendapatkan gelar Guru Besar
(Profesor) di bidang Ilmu Ekonomi. Jabatan lain yang pernah didudukinya adalah
Koordinator Pokja Kebijakan di Sekretariat Tim Nasional Percepatan Penanggulangan
Kemiskinan (TNP2K) pada Kantor Wakil Presiden RI (2010-2015), serta menjadi Anggota
Dewan Komite Ekonomi Nasional (KEN) pada 2013-2014. Sejak 31 Oktober 2016 Suahasil
dilantik oleh Menteri Keuangan sebagai pejabat definitif Kepala Badan Kebijakan Fiskal,
Kementerian Keuangan Republik Indonesia.

Suahasil resmi menjabat sebagai Wakil Menteri Keuangan pada tanggal 25 Oktober
2019, dan dilantik sebagai Anggota Dewan Komisioner OJK ex-officio dari Kementrian
Keuangan oleh Ketua Mahkamah Agung pada tanggal 13 Januari 2020. Pelantikan
dilakukan berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI Nomor 142/P Tahun 2019 tanggal 23
Desember 2019.

2.7 Nilai-Nilai Strategis & arti penting otoritas jasa keuangan (OJK)

a) Nilai-Nilai Strategis

Agar menjadi lembaga yang akuntabel, transparan dan terbebas dari KKN serta intervensi
dari pihak lain, OJK memiliki nilai-nilai strategis yang dicangkannya yaitu :

1. Integritas adalah bertindak, objektif, adil, dan konsisten sesuai dengan kode etik dan
kebijakan organisasi dengan menjunjung tinggi kejujuran dan komitmen.
2. Profesionalisme adalah bekerja dengan penuh tanggung jawab berdasarkan
kompetensi yang tinggi untuk mencapai kinerja terbaik.
3. Sinergi adalah berkolaborasi dengan seluruh pemangku kepentingan baik internal
maupun eksternal secara produktif dan berkualitas.
4. Inklusif adalah terbuka dan menerima keberagaman pemangku kepentingan serta
memperluas kesempatan dan akses masyarakat terhadap industry keuangan.
5. Visioner adalah memiliki wawasan yang luas dan mampu melihat ke depan (Forward
Looking) serta dapat berpikir di luar kebiasaan (Out of The Box Thinking).

30
b) Arti Penting Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

Otoritas jasa keuangan memiliki arti yang sangat penting, tidak hanya bagi masyarakat
umum dan pemerintah saja, akan tetapi juga bagi dunia usaha (bisnis). Bagi masyarakat
tentunya dengan adanya OJK akan memberikan perlindungandan rasa aman atas investasi
atau transaksi yang dijalankannya lewat lembaga jasa keuangan. Bagi pemerintah adalah
akan memberikan keuntungan rasa aman bagi masyarakatnya dan perolehan pendapatan
dari perusahaan berupa pajak atau penyediaan barang dan jasa yang berkualitas baik.
Sedangkan bagi dunia usaha, dengan adanya OJK maka pengolahannya semakin baik dan
perusahaan yang dijalankan makin sehat dan lancar, yang pada akhirnya akan memperoleh
keuntungan yang berlipat. Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah
lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai
fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, danpenyidikan,
sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini. OJK berkedudukan di ibukota Negara
Kesatuan Republik Indonesia serta dapat mempunyai kantor di dalam dan di luar wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dibentuk sesuai dengan kebutuhan. Artinya
kehadiran OJK dalam melayani lembaga jasa keuangan dapat dilayani diseluruh tiap-tiap
provinsi jika dibutuhkan.

Selama ini sebelum keluarnya UU Nomor 21 Tahun 2011 pengawasan yang dilakukan
terhadap perusahaan yang bergerak di bidang keuangan dilakukan oleh 2(dua) lembaga
yang ditunjuk pemerintahyaitu:

• Lembaga keuangan bank (perbankan) dilakukan oleh Bank Indonesia (BI). Artinya
semua aktivitas perbankan sepenuhnya dilakukan oleh Bank Indonesia, termasuk
dalam hal memberi izin, menindak, atau membubarkan bank.
• Lembaga keuangan bukan bank seperti Pasar Modal, Peransuransian, Dana
Pensiun, Lembaga Pembiayaan, Dan Lembaga Jasa Keuanagan Lainnya
kegiatannya diawasi oleh Kementerian Keuangan, BI dan Badan Pengawas Pasar
Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK)

Namun Sejak tanggal 31 Desember 2012, fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan
pengawasan kegiatan jasa keuangan non-Bank diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan.Satu
tahun kemudian (31 Desember 2013) peralihan yang sama dilakukan untuk pengaturan dan
pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan dari Bank Indonesia (BI) ke
Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Artinya dengan keluarnya UU Nomor 21 Tahun 2011 maka
seluruh pengawasan yang berhubungan dengan jasa keuangan, baik jasa keuangan bank
maupun non-Bank dilakukan oleh OJK.

31
Undang-Undang OJK pada dasarnya memuat ketentuan tentang organisasi dan tata
kelola (governance) dari lembaga yang memiliki otoritas pengaturan dan pengawasan
terhadap sektor jasa keuangan. Artinya dengan adanya OJK akan memberikan pengelolaan
lembaga secara baik dan benar, sehingga tidak merupakan pihak-pihak yang memiliki
hubungan dengan perusahaan tersebut.Lembaga keuangan yang memegang kepercayaan
dari dana yang dititipkan masyarakat harus terus dijaga. Tujuannya jangan sampai
merugikan masyarakat sehingga hilangnya kepercayaan masyarakat kepada lembaga
keuangan. Di samping masyarakat, pemerintah juga mengalami kerugian karena tidak
mampu melindungi masyarakatnya. Dan yang paling merugi sebenarnya adalah perusahaan
itu sendiri, karena telah melakukan praktik-praktik yang tidak terpuji dan akhirnya tidak
dipercaya oleh masyarakat. Lebih dari itu dengan aanya OJK maka praktik-praktik penipuan
atau kejahatan dibidang keuangan cepat diminimalkan atau dihilangkan. Oleh karena itu,
Kehadiran OJK sangat penting. Selain itu, Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Rahmat
Waluyanto mengatakan, sedikitnya ada empat alasan atas arti penting keberadaan lembaga
yang dipimpinnya itu.

Pertama, kata Rahmat, makin menguatnya integrasi di pasar finansial yang diikuti
berkembangnya konglomerasi keuangan. Hingga Saat ini, OJK mencatat ada 31
perusahaan keuangan yang berbau konglomerasi, yang telah membentuk satu raksasa
sendiri dalam industri finansial. “Ke depan, konglomerasi dan industri ini akan semakin
berkembang yang tidak cukup diawasi oleh satu lembaga saja,” kata Rahmat di Jakarta,
Rabu (24/4).Ada tren, lembaga keuangan nonbank ikut mengalami kemajuan yang pesat. Ini
terjadi, menurut Rahmat, karena di sektor ini korporat atau lembaga pemerintah bisa lebih
mudah mencari uangnya, seperti dengan menerbitkan obligasi.Integrasi industri finansial ini,
sambung dia, dapat dilihat dari percampuran produk-produk pasar modal dengan
perbankan, pasar modal dengan asuransi, atau asuransi dengan perbankan. Lembaga
seperti Bank Indonesia (BI) jelas tidak bisa masuk ke dalam ranah iniKedua, Rahmat
menuturkan, industri keuangan di Tanah Air harus terus berkembang dan stabil di tengah
berbagai guncangan internal dan eksternal yang muncul. Industri keuangan harus
memberikan kontribusi atas pertumbuhan ekonomi nasional untuk mengatasi masalah
pengangguran, kemiskinan, hingga pendapatan.OJK memiliki peran penting untuk
mendukung pengembangan industri keuangan ini. “Agar ketahanan ekonomi nasional makin
kuat,” kata Rahmat.Alasan ketiga, Rahmat menjelaskan, OJK memiliki wewenang untuk
melakukan law enforcment. Pada kasus-kasus yang muncul, OJK memiliki otoritas hingga
menyelidiki, sesuatu yang hanya dimiliki kepolisian, kejaksaan, dan KPK.Keempat, terkait
dengan perlindungan konsumen di mana hanya OJK yang mempunyai program ini. Menurut

32
Rahmat, selalu muncul persoalan terkait perlindungan konsumen ini mengingat terus
tumbuhnya produk dan jasa pada industri ini.

2.8 Pengertian dan sejarah PT Asuransi Jiwasraya

a) pengertian PT Asuransi Jiwasraya

Asuransi Jiwasraya merupakan perusahaan asuransi jiwa tertua di Indonesia yang


merupakan cikal bakal dari perusahaan asuransi jiwa milik Belanda NILLMIJ van 1859, yang
akhirnya dinasionalisasikan dan menjadi milik negara pada tahun 1960. Setelah beberapa
kali mengalami perubahan nama, PT. Asuransi Jiwasraya (Persero) merupakan satu-
satunya perusahaan Asuransi Jiwa milik pemerintah Republik Indonesia (BUMN) dan saat
ini merupakan perusahaan Asuransi Jiwa lokal terbesar di Indonesia.

Jiwasraya memiliki beragam produk baik individu maupun grup/kumpulan dan selalu
mengalami perkembangan dan peningkatan, disesuaikan dengan kebutuhan dan
kemampuan masyarakat. Untuk memberikan layanan prima bagi pemegang polisnya, saat
ini Jiwasraya memiliki Kantor Pusat Bancassurance & Strategi Aliansi, Kantor Pusat
Program Manfaat Karyawan, 14 Kantor Wilayah, 71 Kantor Cabang, dan 494 Unit Kerja
Area dengan dukungan 15 ribu agen diseluruh Indonesia.

Kinerja dan performa perusahaan yang baik, terbukti menghantarkan Jiwasraya


mampu meraih beberapa penghargaan bergengsi di tahun 2015 antara lain : The 1st
Champion of Indonesia Original Brand SWA Award, Infobank Insurance Award kategori
Asuransi dengan kinerja SANGAT BAGUS selama tahun 2010-2014, Top IT Implementation
on Insurance Sector 2015, serta Penghargaan Rekor MURI untuk salah satu kegiatan
Corporate Social Responsibiliy (CSR) perusahaan dalam rangka HUT Ke 156 Jiwasraya.

PT. Asuransi Jiwasraya adalah Badan Usaha Milik Negara Indonesia yang bergerak
di sektor asuransi. Artinya, pemilik Jiwasraya adalah pemerintah Indonesia. Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI), asuransi adalah pertanggungan yaitu perjanjian antara dua
pihak.Pihak yang satu berkewajiban membayar iuran dan pihak lain berkewajiban
memberikan jaminan sepenuhnya pada pembayar iuran bila terjadi sesuatu yang menimpa
pihak pertama atau barang miliknya sesuai perjanjian yang dibuat. Jiwasraya memiliki
sejarah panjang, lebih dari seabad sebelum Indonesia merdeka.

Berikut ini berbagai perubahan nama dan status Jiwasraya beserta periode waktunya:

33
1. NILLMIJ (31 Desember 1859) Jiwasraya bermula dari Nederlandsch Indiesche
Levensverzekering en Liffrente Maatschappij van 1859 (NILLMIJ) yang berdiri pada
31 Desember 1859. NILLMIJ adalah perusahaan asuransi jiwa yang pertama kali
ada di Indonesia, atau Hindia Belanda pada saat itu. NILLMIJ didirikan dengan Akte
Notaris William Hendry Herklots Nomor 185.
2. PT Perusahaan Pertanggungan Djiwa Sedjahtera (17 Desember 1960) Perusahaan
asuransi jiwa milik Belanda yang ada di Indonesia dinasionalisasi pada 1957.
Nasionalisasi perusahaan asuransi tersebut sejalan dengan program Indonesianisasi
perekonomian Indonesia. Nasionalisasi NILLMIJ van 1859 dilakukan pada 17
Desember 1960 berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1958. NILLMIJ
diubah namanya menjadi PT Pertanggungan Djiwa Sedjahtera. Baca juga: Kasus
Jiwasraya Harus Segera Dituntaskan, Ini Alasannya
3. Perusahaan Negara Asuransi Djiwa Eka Sedjahtera (1 Januari 1961) Sebanyak 9
perusahaan asuransi jiwa milik Belanda dengan inti NILLMIJ van 1859 dilebur
menjadi satu perusahaan bernama Perusahaan Negara Asuransi Djiwa Eka
Sedjahtera. Keputusan tersebut dilakukan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor
214 Tahun 1961 yang ditetapkan pada 1 Januari 1961.
4. Perusahaan Negara Asuransi Djiwa Djasa Sedjahtera (1 Januari 1965) Nama
Perusahaan Negara Asuransi Djiwa Eka Sedjahtera diubah menjadi Perusahaan
Negara Asuransi Djiwa Djasa Sedjahtera. Perubahan nama tersebut berdasarkan
Keputusan Menteri PPP Nomor BAPN 1-3-24 pada 1 Januari 1965. Baca juga:
Jokowi soal Jiwasraya: Perlu Proses yang Agak Panjang
5. Perusahaan Negara Asuransi Djiwasraja (1 Januari 1966) Perusahaan Negara
Asuransi Djiwa Djasa Sedjahtera berubah nama menjadi Perusahaan Asuransi
Djiwasraja. Dasar hukum perubahan nama tersebut adalah PP No. 40 Tahun 1965.
Kemudian PT Pertanggungan Djiwa Dharma Nasional dikuasai oleh pemerintah
Indonesia dan berintegrasi ke dalam Perusahaan Negara Asuransi Djiwasraja.
Integrasi kedua perusahaan tersebut berdasarkan SK Menteri Urusan Perasuransian
Nomor 2/SK/66 pada 1 Januari 1966.
6. PT. Asuransi Jiwasraya (21 Agustus 1984) Perusahaan Negara Asuransi Djiwasraya
berubah status dan nama menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi
Jiwasraya. Perubahan status dan nama tersebut berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 33 Tahun 1972 pada 23 Maret 1973 dengan Akta Notaris Mohamad Ali
Nomor 12 tahun 1973. Kemudian Anggaran Dasarnya diubah dan ditambah dengan
Akta Notaris Sri Rahayu Nomor 839 Tahun 1984 Tambahan Berita Negara Nomor 67
pada 21 Agustus 1984 menjadi PT Asuransi Jiwasraya. Baca juga: BNI: Jiwasraya
Sudah Lunasi Utang Pada 31 Desember 2019

34
7. PT Asuransi Jiwasraya (Persero) (14 Juli 2003) Berdasarkan Undang-undang Nomor
1 Tahun 1995, diubah dan ditambah terakhir dengan Akta Notaris Imas Fatimah
Nomor 10 Tanggal 12 Mei 1988. Dan Akte Perbaikan Nomor 19 Tanggal 8
September 1998 yang telah diumumkan dalam Tambahan Berita Negara Nomor
1671 tanggal 16 Maret 2000. Dan Akte Perubahan Notaris Sri Rahayu Prasetyo
Nomor 03 tanggal 14 Juli 2003 nama PT Asuransi Jiwasraya diubah menjadi PT
Asuransi Jiwasraya (Persero). Anggaran Dasar PT Asuransi Jiwasraya (Persero)
telah beberapa kali diubah dan ditambah, terakhir dengan Akta Notaris Netty Maria
Machdar Nomor 74 tanggal 18 November 2009. Sebagaimana surat Penerimaan
Pemberitahuan Perubahan Anggaran Dasar Departemen Hukum dan Hak Azasi
Manusia Republik Indonesia Nomor AHU-AH.01.10.01078 tanggal 15 Januari 2010.
Dan Akta Nomor 155 tanggal 29 Agustus 2008 yang telah mendapatkan persetujuan
Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia Republik Indonesia sesuai Surat Keputusan
AHU-96890.AH.01.02 tahun 2008 tanggal 16 Desember 2008.

b) Sejarah PT Asuransi Jiwasraya

Jiwasraya dibangun dari sejarah panjang. Bermula dari NILLMIJ, Nederlandsch


Indiesche Levensverzekering en Liffrente Maatschappij van 1859, tanggal 31 Desember
1859. Perusahaan asuransi jiwa yang pertama kali ada di Indonesia (Hindia Belanda waktu
itu) didirikan dengan akta Notaris William Hendry Herklots Nomor 185.

Pada tahun 1957 perusahaan asuransi jiwa milik Belanda yang ada di Indonesia
dinasionalisasi sejalan dengan program nasionalisasi perekonomian Indonesia. Tanggal 17
Desember 1960 NILLMIJ van 1859 dinasionalisasi berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 23 tahun 1958 dengan mengubah namanya menjadi PT Perusahaan Pertanggungan
Djiwa Sedjahtera.

Kemudian berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 214 tahun 1961, tanggal 1


Januari 1961, 9 (sembilan) perusahaan asuransi jiwa milik Belanda dengan inti NILLMIJ van
1859 dilebur menjadi Perusahaan Negara Asuransi Djiwa Eka Sedjahtera. 4 (empat) tahun
kemudian tepatnya tanggal 1 Januari 1965 berdasarkan Keputusan Menteri PPP Nomor
BAPN 1-3-24, nama Perusahaan negara Asuransi Djiwa Eka Sedjahtera diubah menjadi
Perusahaan Negara Asuransi Djiwa Djasa Sedjahtera.

Setahun kemudian tepatnya tanggal 1 Januari 1966, berdasarkan PP No.40 tahun


1965 didirikan Perusahaan Negara yang baru bernama Perusahaan Negara Asuransi
Djiwasraja yang merupakan peleburan dari Perusahaan negara Asuransi Djiwa Sedjahtera.

35
Berdasarkan SK Menteri Urusan Perasuransian Nomor 2/SK/66 tanggal 1 Januari 1966, PT
Pertanggungan Djiwa Dharma Nasional dikuasai oleh Pemerintah dan diintegrasikan
kedalam Perusahaan Negara Asuransi Djiwasraja.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 33 tahun 1972, tanggal 23 Maret 1973


dengan Akta Notaris Mohamad Ali Nomor 12 tahun 1973, Perusahaan Negara Asuransi
Djiwasraya berubah status menajdi Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Jiwasraya
yang Anggaran Dasarnya kemudian diubah dan ditambah dengan Akta Notaris Sri Rahayu
Nomor 839 tahun 1984 Tambahan Berita Negara Nomor 67 tanggal 21 Agustus 1984
menjadi PT Asuransi Jiwasraya.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1995, diubah dan ditambah terakhir


dengan Akta Notaris Imas Fatimah SH, Nomor 10 tanggal 12 Mei 1988 dan akta Perbaikan
Nomor 19 tanggal 8 September 1998 yang telah diumumkan dalam Tambahan Berita
Negara Nomor 1671 tanggal 16 Maret 2000 dan akta Perubahan Notaris Sri Rahayu
H.Prasetyo,Sh, Nomor 03 tanggal 14 Juli 2003 menjadi PT Asuransi Jiwasraya (Persero).

Anggaran Dasar PT Asuransi Jiwasraya (Persero) telah beberapa kali diubah dan
ditambah, terakhir dengan Akta Notaris Netty Maria Machdar, SH. Nomor 74 tanggal 18
Nopember 2009 sebagaimana surat Penerimaan Pemberitahuan Perubahan Anggaran
Dasar Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor AHU-
AH.01.10.01078 tanggal 15 Januari 2010, dan Akta Nomor 155 tanggal 29 Agustus 2008
yang telah mendapatkan persetujuan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia sesuai Surat Keputusan Nomor AHU-96890.AH.01.02 tahun 2008 tanggal 16
Desember 2008.

Asuransi Jiwasraya terlahir dengan gagasan mulia: mendidik masyarakat


merencanakan masa depan. Sebuah gagasan besar yang telah lebih dari 152 tahun lalu
disadari makna pentingnya oleh para perintis, pendiri dan penentu kebijakan di Republik ini.
Untuk mengemban tugas mulia ini, Jiwasraya mengerahkan seluruh dedikasi dan
keahliannya untuk memenuhi tuntutan kebutuhan masyarakat akan asuransi jiwa dan
perencanaan keuangan yang semakin kompleks dan kompetitif.

Komitmen dan semangat untuk terus menjadikan gagasan mulia tersebut sebagai
landasan pelayanan dan panduan gerak laju bisnisnya mengantarkan Jiwasraya pada
berbagai penghargaan kinerja tidak hanya diakui di Indonesia saja, bahkan dunia. Pada
tahun 2011, Jiwasraya untuk kedua kalinya meraih penghargaan World Finance Award
untuk kategori Insurance Company of The Year. Sebuah apresiasi membanggakan yang

36
akan memacu lahirnya berbagai inisiatif dan terobosan penting bagi pencapaian kinerja
yang lebih baik dimasa yang akan datang.

Menjawab ketatnya tantangan kompetisi global, Jiwasraya terus menata seluruh lini
pelayanannya untuk bekerja lebih efisien dan produktif, seraya mengoptimalkan berbagai
potensi yang dimiliki. Pada sisi produk, Jiwasraya tidak pernah berhenti melakukan inovasi
berdasarkan perhitungan dan benchmack yang cermat (new product development).
Sumberdaya dan energi perusahaan juga difokuskan pada berbagai lini penting agar dapat
meningkatkan level produktivitas kinerja sehingga mampu mendorong pencapaian target.
Apek pemasaran sebagai garda depan penjualan didukung melalui kegiatan promosi yang
dilakukan sejalan dengan peningkatan kualifikasi, keahlian dan jumlah agen untuk
menguatkan penetrasi ke wilayah dan segmen yang belum tergarap optimal. Jiwasraya juga
telah melakukan investasi yang serius untuk meningkatkan kapasitas kinerja dari sisi
teknologi informasi sehingga mampu memberikan dampak yang signifikan pada percepatan,
kehandalan dan keakuratan pelayanan.

Melalui berbagai strategi, inisiatif strategis, sikap, tindakan yang makin profesional,
yang dilandasi tujuan mulia, Jiwasraya memacu langkah menuju 5 (lima) besar perusahaan
asuransi jiwa di Indonesia yang membanggakan Indonesia dan diakui dunia.

Dewan Komisaris PT Asuransi Jiwasraya saat ini adalah:

• Sentot A. Sentausa (Komisaris Utama & Independen)


• Scenaider Clasein Hasudungan Siahaan (Komisaris)
• Tunggul Rajagukguk (Komisaris)

Dewan Direksi PT Asuransi Jiwasraya saat ini adalah:

• Hexana Tri Sasongko (Direktur Utama)


• Oen, Indra Widjaja (Direktur Pemasaran Korporat)
• Rianto Ahmadi (Direktur Teknik)
• Danang Suryono (Direktur Keuangan)
• Fabiola Noralita Sondakh (Direktur Pemasaran Ritel

37
2.9 Tujuan, tata nilai, nilai nilai, dan produk PT. Asuransi Jiwasraya

a) Tujuan PT. Asuransi Jiwasraya


Asuransi Jiwasraya mempunyai tujuan yaitu mendidik masyarakat merencanakan
masa depan. Untuk mencapai tujuan tersebut, Jiwasraya berupaya memenuhi kebutuhan
masyarakat akan asuransi jiwa dan perencanaan keuangan yang semakin kompleks dan
kompetiti. Produk jasa Jiwasraya Secara berkesinambungan, Jiwasraya mengembangkan
produk layanannya sehingga selalu mengikuti perkembangan jaman dan mampu memenuhi
kebutuhan masyarakat. Penanganan produk dilakukan dengan mengefektifkan fungsi
Research and Development (R&D) yang melibatkan tim ahli berpengalaman dalam proses
perancangan produk-produknya. R&D mengkaji produk yang sudah ada dan menguji
relevansinya dengan kebutuhan terkini masyarakat.

Berdasarkan pengelompokan bisnisnya, produk Jiwasraya terbagi dalam dua


ketegori yaitu produk individu dan produk kumpulan. Berikut ini penjelasan mengenai dua
kategori produk Jiwasraya:

1. Produk Individu Produk-produk individu Jiwasraya dirancang untuk mampu


memberikan perlindungan komprehensif yang sekaligus memiliki manfaat investasi
menguntungkan.
2. Produk Kumpulan Alternatif produk kumpulan yang ditawarkan Jiwasraya akan
membantu meringkankan beban pengusaha, sekaligus memberikan manfaat bagi
karyawan. Baca juga: Krisis Jiwasraya, PKS Minta Kejagung Gandeng KPK-Polri
Selain kedua produk tersebut, Jiwasraya juga mempunyai program DPLK. DPLK
Jiwasraya adalah lembaga keuangan yang mengelola Program Pensiun iuran Pasti
(PPIP) bagi karyawan perusahaan dan perorangan atau pekerja mandiri.

b) Tata Nilai Jiwasraya


Selain visi dan misi, Jiwasraya juga mempunyai tata nilai yang disebut PASTI. Tata
nilai PASTI merupakan singkatan dari Profesional, Akurat, Servis prima, Terpercaya,
Integritas dan Inovasi.

Berikut ini penjelasan tata nilai tersebut:

1. Profesional (professional) Setiap karyawan dan mitra kerja perusahaan harus


menjalankan tugas dan fungsi secara benar, penuh tanggung jawab serta
berkomitmen meningkatkan kualitas masing-masing.
2. Akurat (accuracy) Setiap karyawan dan mitra kerja perusahaan harus menghasilkan
pekerjaan yang dapat diandalkan sebagai dasar pengambilan keputusan yang tepat.

38
3. Servis prima (exellence services) Setiap elemen perusahaan harus dapat memahami
dan bertindak memberikan pelayanan optimal pada pelanggan melebihi diharapkan,
baik untuk pelanggan internal maupun pelanggan eksternal.
4. Terpercaya (trustworthy) Setiap karyawan dan mitra kerja harus memiliki sikap kerja
dan keterampilan serta kompetensi yang dapat menciptakan perilaku disiplin dan
berkomitmen. Sehingga dapat selalu diandalkan dalam memberikan layanan kepada
pelanggan maupun dalam pelaksanaan tugasnya. Baca juga: Kasus Jiwasraya,
Kejagung Panggil Dirut PT Hanson dan Komisaris PT TRAM
5. Integritas (integrity) Setiap karyawan dan mitra kerja perusahaan harus bertindak
konsisten sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku di perusahaan. Dalam arti
senantiasa berpedoman kepada ketentuan perundang-undangan dan atau ketentuan
perusahaan yang berlaku.
6. Inovasi (innovation) Setiap karyawan dan mitra kerja perusahaan dalam
melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya hendaknya terbiasa berpikir out of the
box. Dalam arti terbiasa dan terlatih menghasilkan gagasan, ide, metode, cara dan
program baru untuk dapat mempercepat dan mendukung proses bisnis perusahaan
serta memberikan nilai.

c) Nilai-nilai Jiwasraya

Dikutip dari situs resmi Badan Usaha Milik Negara ( BUMN), terdapat nilai-nilai
utama (core values) yang mendasari kinerja perseroan, yaitu:

1. Integritas Integritas melekat dengan pengetahuan tentang benar dan salah,


kemampuan untuk menghindari kekeliruan, kesalahan dan kemauan untuk berdiri
tegak demi kebenaran.
2. Kompetensi Setiap karyawan Jiwasraya memiliki semangat untuk maju, tanggung
jawab serta keinginan kuat untuk selalu mengambil inisiatif dan melakukan
pengembangan diri dari waktu ke waktu untuk meningkatkan kompetensinya. Baca
juga: Ironi Jiwasraya, Sabet Banyak Award Saat Kondisi Sekarat
3. Customer oriented Berorientasi pada pelanggan artinya mendengarkan pelanggan,
mengenali, memenuhi dan melebihi kebutuhan mereka, mengantisipasi kebutuhan
mereka di masa datang. Memiliki makna menyesuaikan apa yang kita lakukan dan
bagaimana kita melakukannya sesuai dengan ekspektasi pelanggan.
4. Business oriented Berorientasi ke bisnis berarti mengerti dan paham benar
bagaimana bisnis bekerja dan bagaimana prinsip menciptakan dan mengambil
kesempatan. Juga memahami mengelola risiko, mengambil inisiatif, cepat dan

39
tanggap terhadap peluang bisnis, mengerti akan konsekuensi untung rugi dalam
jangka pendek dan jangka panjang.

Aset Jiwasraya Berdasarkan Laporan Keuangan per 31 Desember 2016, aset


Jiwasraya,tercatat mencapai Rp 38,635 triliun. Angka tersebut meningkat dari tahun
sebelumnya di mana aset Jiwasraya tercatat Rp 25,609 triliun. Berdasarkan data pada 2016,
terdapat 17 Cabang, 71 Perwakilan dan 256 Unit Produksi Jiwasraya dengan jumlah
karyawan mencapai 1.135 orang.

Kondisi Jiwasraya Dikutip dari pemberitaan KOMPAS.com (25/12/2019), Jiwasraya


mengalangi pasang surut terkait kondisi keuangannya. Periode 1980an, Jiwasraya
mengalami peningkatan jumlah nasabah dan penghimpunan dana asuransi. Tercatat,
peserta asuransi Jiwasraya 1.506.631 orang dengan dana asuransi yang terhimpun
mencapai Rp 2,050 triliun pada 1986. Jumlah tersebut meningkat menjadi 1.975.908
nasabah dengan jumlah dana asuransi mencapai Rp 2,879 triliun. Periode 1990an,
Jiwasraya sempat membaik meski terdampak krisis ekonomi pada 1998. Akibatnya,
Jiwasraya menurunkan target pendapatan premi menjadi Rp 450 miliar. Padahal
pendapatan premi mencapai Rp 500 miliar pada 1997. Periode 2000an, Jiwasraya dituding
melakukan korupsi Rp 845 miliar terkait investasi repo saham oleh Kantor Menneg BUMN
pada 2005. Jiwasraya mengalami defisit Rp 3,29 triliun per 31 Desember 2006. Akhir 2008,
Jiwasraya defisit Rp 5,7 triliun dan defisit Jiwasraya meningkat menjadi Rp 6,3 triliun pada
2009. Meski demikian, memasuki periode 2011-2016, keuangan Jiwasraya berjalan cukup
baik dan mencatatkan keuntungan. Pada 2011 Jiwasraya surplus Rp 1,3 triliun. Hingga
akhirnya pada 2018, Jiwasraya mengalami masalah kembali yaitu gagal bayar polis. Selain
itu, laba perseroan yang diklaim sebesar Rp 2,4 triliun ternyata hanya Rp 360 miliar setelah
diaudit.

d) Produk jiwasraya

Produk Jasa

Jiwasraya secara berkesinambungan terus mengembangkan produk dan layanannya


sehingga selalu up to date dan mampu memenuhi kebutuhan masyarakat. Keseriusan
penanganan produknya dilakukan dengan mengefektifkan fungsi research and development
(R&D)yang melibatkan tim ahli berpengalaman dalam proses perancangan produk-
produknya.

Jiwasraya berkerja secara cermat mengkaji produk yang sudah ada danrelevansinya
dengan kebutuhan terkini masyarakat.Berdasarkan pengelompokkan bisnis, jiwasraya

40
membagi produk-produknya ke dalam dua kategori, yaitu: produk individu dan produk
kumpulan.

a) Individu
Produk-produk Individu Jiwasraya dirancang untuk mampu memberikan
perlindungan komprehensif yang sekaligus memiliki manfaat investasi
menguntungkan.

b) Kumpulan

Aternatif produk kumpulan yang ditawarkan Jiwasraya akan membantu meringankan


beban pengusaha, sekaligus memberikan manfaat bagi karyawan.

c) DPLK

DPLK Jiwasraya adalah merupakan lembaga keuangan yang mengelola Program


Pensiun Iuran Pasti (PPIP) bagi karyawan perusahaan dan perorangan atau pekerja
mandiri.

41
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Otoritas Jasa keuangan adalahlembaga yang independen dan bebas dari campur
tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan,
pengawasan, pemeriksaaan, dan penyidikan di mana sebelumnya kewenangan
pengaturan dan pengawasan dilaksanakan oleh Kementerian Keuangan, Bank
indonesia dan Bank Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK).
Dasar hukum OJK terdapat di undang-undang nomor 21 tahun 2011.

Tugas OJK dari beberapa sistem perbankan maupun non bank, diantaranya:
Perbankan, Asuransi, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, Pegadaian, Lembaga
Pembiayaan Ekspor Indonesia, Lembaga Penjaminan, Perusahaan Pembiayaan
Sekunder Perumahan dan Penyelenggara program jaminan sosial, pensiun dan
kesejahteraan.

Wewenang OJK Membuat dan menetapkan peraturan sebagai pelaksanaan


peraturan perundang-undangan dibidang jasa keuangan, Memberi dan mencabut izin
untuk melakukan kegiatan di bidang jasa keuangan.Kendala OJK di Indonesia ada tiga:
Restrukturisasi organisasi, Biaya Operasional, dan Koordinasi. Problematika Otoritas
Jasa Keuangan di Indonesia adalah sumber pembiayaan dan susunan dewan
komisioner OJK, Permasalahan selanjutnya terkait susunan dewan komisioner OJK dan
Aturan hukum yang menjadi acuan OJK sendiri juga masihmenjadibahanperdebatan.

PT. Asuransi Jiwasraya (Persero) adalah satu-satunya perusahaan yang merupakan


Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Indonesia yang bergerak di bidang industri
asuransi jiwa, dibawah naungan Departemen Keuangan Republik Indonesia.
Perusahaan ini berdiri dengan satu tujuan mulia, yaitu mendidik masyarakat
merencanakan masa depan

3.2 Saran

Saran bagi OJK agar agar fungsi dan tujuannya berhasil yang pertama
bagaimana mengawasi industri keuangan secara integrasi.Kedua perlunya regulasi
yang lebih harmonis antar sektor dan bagaimana memperbaiki interkonektivitas
layanan dan saran untuk Jiwasraya adalah pimpinan diharapkan dapat memenuhi

42
keinginana dan kebutuhan karyawanya, misalnya perubahan gaya kepemimpinannya,
jaminan kesehatan, gaji atau upah dan tunjangan-tunjangan. Karena dapat
mempengaruhi kenirja karywan.

43
Daftar pustaka

https://www.ojk.go.id/id/tentang-ojk/Pages/Tata-Kelola.aspx

https://www.ojk.go.id/id/tentang-ojk/Pages/Struktur-Organisasi.aspx

https://dosen.perbanas.id/peran-otoritas-jasa-keuangan-ojk-di-indonesia/

https://www.dosenpendidikan.co.id/otoritas-jasa-keuangan/

https://www.kompas.com/skola/read/2020/01/07/140000269/sejarah-singkat-asuransi-
jiwasraya?page=allw

https://www.jiwasraya.co.id/?q=id/produk

http://etheses.uin-malang.ac.id/2590/8/08510125_Bab_5.pdf

iii

Anda mungkin juga menyukai