Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

LEMBAGA OTORITAS JASA KEUANGAN

Disusun oleh:
NAMA : Oktovianus N. Tahun
NIM : 1810020200
Universitas Nuca Cendana
Fakultas Ekonomi & Bisnis
2020
KATA PENGANTAR

Puji Syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena
atas Berkat dan Rahmat-Nya ,saya dapat menyelesaikan Makalah dengan judul
Lembaga Otorisasi Jasa Keuangan.

Atas bimbingan dari Dosen dan saran dari teman-teman maka disusunlah
Makalah ini, semoga dengan tersusunnya Makalah ini dapat berguna bagi kami
semua dalam memenuhi tugas dari mata Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya
dan semoga segala yang tertuang dalam Makalah ini dapat bermanfaat bagi
penulis maupun bagi para pembaca dalam rangka proses pembelajaran.

Saya menyadari bahwa dalam penyusunan Makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan dan belum sempurna. Untuk itu saya berharap akan kritik dan saran
yang bersifat membangun kepada para pembaca guna perbaikan langkah-
langkah selanjutnya.

Akhirnya saya ucapkan terima kasih yang setingggihnya kepada semua yang
membantu sehingga terselesaikan pembuatan makalah ini.

Kupang, 03 Mei 2020

Penulis

i
Daftar Isi

Kata Pengantar …………………………………………………………… i

Daftar Isi …………………………………………………………………… ii


Pendahuluan ………………………………………………………………….. 1
Latar Belakang ………………………………………………………………... 1
Rumusan Masalah ………………………………………………………….. 1
Maksud dan Tujuan ……………………………………………………… 2
Pembahasan ………………………………………………………………… 2
Pengertian Otoritas Jasa Keuangan …………………………………………. 2
Dasar …………………………………………………………………. 4
Hukum
Tugas dan Wewenang ……………………………………………………….. 6
Kendala dan Problematika Otoritas Jasa Keuangan di Indonesia …………… 9
Kesimpulan ………………………………………………………………….. 12
Daftar Pustaka ………………………………………………………………. iii

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang
Indonesia dilanda krisis moneter pada tahun 1998. Krisis tersebut menyebabkan efek
yang besar bagi perekonomian Indonesai. Banyak Lembaga aKeuanagna yanng harus gulung
tikar. Kemnudian muncullah gagasan untuk mendirikan sebuah lembaga independen untuk
mengatasi oermasalahan tersebut. Menurut undang-undang pembentukan Otoritas Jasa
Keuangan harus sudah terbentuk pada tahun 2002. Meskipun sudah berdasarkan kesepakatan
dan diamanatkan UU, tapi kenyataanya pada tahun 2002 belum terbentuk juga. Pada tanggal
27 Oktober 2011, RUU Otoritas Jasa Keuangan disahkan oleh DPR, dan selanjutnya
pemerintah mensahkan dan membuat undang-undang tentang Otoritas Jasa Keuangan(OJK)
yaitu Undang-undang nomor 21 tahun 2011.
OJK mengambil alih tugas bank Indonesia dalam hal pengawasan terhadap Lembaga
Keuangan yang ada di Indonesia sehingga Bank Indonesia fokus terhadap penstabilan kurs
dan aspek moneter lainnya. Hak tersebut dilakanakan mulai akhir tahun 2013.
OJK berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi
terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan. OJK melaksanakan tugas
pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan, sektor
Pasar Modal, dan sektor Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan dan Lembaga
Jasa Keuangan lainnya.
Oleh karena itu kami akan membahas tentang pengertian dari Otoritas Jasa Keuangan,
dasar hukum, tugas dan wewenang serta kendala dan problematika otoritas jasa keuangan di
Indonesia.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa itu Otoritas Jasa Keuangan (OJK)?
2. Apa dasar Hukum Berdirinya Otoritas Jasa Keuangan (OJK)?
3. Apa saja Tugas dan Fungsi Otoritas Jasa Keuangan (OJK)?
4. Apa saja Kendala & Problematika yang di hadapi Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
1.3 Tujuan
1 Mengetahui Apa Itu Otoritas Jasa Keuangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
2 Mengetahui Dasar Hukum Berdirinya Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
3 Mengetahui Tugas dan Fungsi Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
4 Mengetahui Kendala & Problematika yang di hadapi Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1    Pengertian Otoritas Jasa Keuangan
Otoritas Jasa Keuangan adalah sebuah lembaga pengawas jasa keuangan seperti industri
perbankan, pasar modal, reksadana, perusahaan pembiayaan, dana pensiun dan asuransi yang
sudah harus terbentuk pada tahun 2010. Keberadaan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ini
sebagai suatu lembaga pengawas sektor keuangan di Indonesia perlu untuk diperhatikan,
karena harus dipersiapkan dengan baik segala hal untuk mendukung keberadaan OJK
tersebut.
Sementara itu menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2011
Tentang Otoritas Jasa Keuangan Bab 1 Pasal 1 pengertian OJK adalah Otoritas Jasa
Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah lembaga yang independen dan bebas dari
campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan,
pengawasan, pemeriksaaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
ini.
Undang-Undang tentang Otoritas Jasa Keuangan pada dasarnya memuat ketentuan
tentang organisasi dan tata kelola (governance) dari lembaga yang memiliki otoritas
pengaturan dan pengawasan terhadap sektor jasa keuangan.
Salah satu tugas utama OJK adalah mengatur dan mengawasi seluruh jasa keuangan yang
berada di negara Indonesia baik perbankan maupun lembaga keuangan lainnya. Sementara itu
yang dimaksud dengan lembaga keuangan lainnya meliputi: asuransi, sekuritas, modal
ventura, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya, termasuk
pasar modal.
Tujuan utama didirikannya Otoritas Jasa Keuangan adalah meningkatkan dan memelihara
kepercayaan publik dibidang jasa keuangan, menegakkan peraturan peraturan perundangan-
undangan di jasa keuangan, meningkatkan pemahaman publik mengenai bidang jasa
keuangan serta melindungi kepentingan konsumen jasa keuangan. Satu hal yang juga
diharapkan terbentuknya OJK adalah persoalan perlindungan konsumen. Secara garis besar
OJK dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan:
1. Terselenggara secara teratur, adil, transparan dan akuntabel;
2. Mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, dan
3. Mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.

2
Sementara itu tujuan independensi OJK dimaksudkan agar kemampuan dalam mengatur
dan mengawasi jalannya lembaga keuangan di Indonesia dapat dilakukan dengan baik dan
tegas. Salah satu tujuan lain pembentukan OJK ini tentunya diharapkan akan mampu
memperkecil tingkat terjadinya kredit macet, yaitu dengan menerapkan berbagai sistem dan
aturan untuk dipatuhi oleh pihak industri keuangan non bank.
Dalam aktivitas kegiatan nya OJK akan melakukan pungutan pada pihak yang terlibat
dalam kegiatan jasa keuangan. Berikut adalah penjelasannya pada pasal 37 pada Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, yang
berbunyi :
1. OJK mengenakan pungutan kepada pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa
keuangan.
2. Pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan wajib membayar pungutan yang
dikenakan OJK sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
3. Pungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah penerimaan OJK.
4. OJK menerimana, mengelola. Dan mengadministrasikan pungutan seagaimana dimaksud
pada ayat (3) secara akuntabel dan mandiri.
5. Dalam hal pungutan yang diterima pada tahun berjalan melebihi kebutuhan OJK untuk
tahun anggaran berikutnya, kelebihan tersebut disetorkan ke Kas Negara.
Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) didasarkan kepada 3(tiga) landasan, yaitu:
1. Landasan Filosofis:
Mewujudkan perekonomian nasional yang mampu tumbuh dengan stabil dan
berkelanjutan, menciptakan kesempatan kerja yang luas dan seimbang di semua sektor
perekonomian, serta memberikan kesejahteraan secara adil kepada seluruh rakyat
indonesia.
2. Landasan Yuridis:
a.   Pasal 34 UU No. 23 Tahun 1999 tentang bank Indonesia
b.   UU No. 6 Tahun 2009 tentang Penetapan Perpu No. 2 tahun 2008 tentang Perubahan
Kedua Atas Undang-Undang No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia menjadi
undang-Undang.

3
3. Landasan Sosiologis:
a. Globalisasi dalam sistem keuangan dan pesatnya kemajuan di bidang teknologi dan
informasi serta inovasi finansial telah menciptakan sistem keuangan yang sangat
kompleks, dinamis, dan saling terkait antar subsektor keuangan baik dalam hal produk
maupun kelembagaan.
b. Adanya lembaga jasa keuangan yang memiliki hubungan kepemilikan di berbagai
subsektor keuangan (konglomerasi) menambah kompleksitas transaksi dan interaksi
antar lembaga jasa keuangan di dalam sistem keuangan.
c.   Banyaknya permasalahan lintas sektoral di sektor jasa keuangan yang meliputi
tindakan moral hazard, belum optimalnya perlindungan konsumen jasa keuangan, dan
terganggunya stabilitas sistem keuangan.
2.2    Dasar Hukum
Yang menjadi dasar ukum utama OJK yakni Undang-undang nomor 21 tahun 2011
tentang Otoritas Jasa Keuangan. Berikut adalah rincian Undang-Undang tersebut;
a. Bab I Ketentuan Umum.
Penjelasan mengenai: Pengertian, serta aturan dan ketentuan yang diatur UU otoritas
Jasa Keuangan.
b. Bab II Pembentukan, Status, dan Tempat Kedudukan.
Penjelasan mengenai: dasar hukum pembentukan, status independen, dan kedudukan
OJK.
c. Bab III. Tujuan, Fungsi, Tugas dan Wewenang.
Penjelasan mengenai: tujuan pembentukan, fungsi, tugas, dan wewenang yang dimiliki
OJK dalam kegiatan disektor jasa keuangan.
d. Bab IV Dewan Komisioner.
Penjelasan mengenai: pembentukan Dewan Komisioner OJK, termasuk Struktur Dewan
Komisioner, Pengangkatan dan Pemberhentian, Penggantian antar waktu, serta Tugas
dan Wewenang yang dimiliki dan yang dilarang.
e. Bab V Organisasi dan Kepegawaian
Penjelasan mengenai: Pembentukan Organisasi dan Kepegawaian di OJK.

4
f. Bab VI Perlindungan Konsumen dan Masyarakat
Penjelasan mengenai: wewenang yang dimiliki OJK dalam rangka memberikan
perlindungan kepada konsumen dan masyarakat, termasuk didalamnya adalah edukasi
dan sosialisasi, pencegahan, serta pembelaan hukum jika diperlukan.
g. Bab VII Kode Etik dan Kerahasiaan Informasi
Penjelasan mengenai: kode etik yang dimiliki OJK, serta kerahasian informasi yang
harus dilakukan beserta sanksi jika terjadi pelanggaran.
h. Bab VIII Rencana Kerja dan Anggaran
Penjelasan mengenai: rencana kerja dan anggaran yang dimiliki OJK sebagai
pendukung dalam melaksanakan tugasnya.
i. Bab IX pelaporan dan Akuntabilitas
Penjelasan mengenai: kewajiban OJK untuk membuat laporan keuangan dan laporan
kegiatan, serta akuntabilitas dengan audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan.
j. Bab X hubungan Kelembagaan
Penjelasan mengenai: koordinasi dan kerjasama yang dilakukan OJK dengan Bank
Indonesia dalam fungsi pengawasan perbankan, serta protokol koordinasi di Forum
Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan dan hubungan yang bersifat internasional.
k. Bab XI Penyidikan
Penjelasan mengenai: wewenang khusus untuk penyidikan yang dimiliki Penyidik
Pegawai Negeri Sipil yang dipekerjakan di OJK.
l. Bab XII Ketentuan Pidana
Penjelasan mengenai: sanksi pidana bagi pelanggar UU OJK dan bagi yang
mengabaikan, tidak memenuhi serta menghambat pelaksanaan kewenangan OJK.
m. Bab XIII Ketentuan Peralihan
Penjelasan mengenai: penjelasan pada tanggal 31 Desember 2012 sebagai berlakunya
fungsi, tugas, dan wewenang OJK dalam pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa
keuangan, serta penetapan mengenai Anggota Dewan Komisoner.
n. Bab XIV Ketentuan Penutup
Penjelasan mengenai: dasar hukum peralihan sejumlah fungsi, tugas, dan wewenang
yang tadinya dimiliki instansi keuangan lain ke OJK.

5
2.3  Tugas dan Wewenang
OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap :
a. kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan;
b. kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal; dan
c. kegiatan jasa keuangan di sektor Perasuransian, Dana Pensiun.
d. Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas


Jasa Keuangan, untuk melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan di sektor Perbankan,
OJK mempunyai wewenang:
a. Pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank yang meliputi:
1. Perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar, rencana
kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia, merger, konsolidasi dan
akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank; dan
2. Kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk hibridasi,
dan aktivitas di bidang jasa;
b. Pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi:
1. Likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan modal minimum,
batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap simpanan, dan
pencadangan bank;
2. Laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank;
3. Sistem informasi debitur;
4. Pengujian kredit (credit testing); dan
5. Standar akuntansi bank;
c. Pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank, meliputi :
1. manajemen risiko;
2. tata kelola bank;
3. prinsip mengenal nasabah dan anti pencucian uang; dan
4. pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan; dan
5. pemeriksaan bank.

6
Untuk melaksanakan tugas pengaturan, OJK mempunyai wewenang :
a. menetapkan peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini;
b. menetapkan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;
c. menetapkan peraturan dan keputusan OJK;
d. menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan;
e. menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK;
f. menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis terhadap Lembaga
Jasa Keuangan dan pihak tertentu;
g. menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statuter pada Lembaga
Jasa Keuangan;
h. menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola, memelihara, dan
menatausahakan kekayaan dan kewajiban; dan
i. menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.

Dalam melaksanakan tugas pengawasan, OJK memiliki wewenang :


a. menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan;
b. mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh Kepala Eksekutif;
c. melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan Konsumen, dan tindakan
lain terhadap Lembaga Jasa Keuangan, pelaku, dan/atau penunjang kegiatan jasa
keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa
keuangan;
d. memberikan perintah tertulis kepada Lembaga Jasa Keuangan dan/atau pihak tertentu;
e. melakukan penunjukan pengelola statuter;
f. menetapkan penggunaan pengelola statuter;
g. menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan pelanggaran terhadap
peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan; dan
h. memberikan dan/atau mencabut:
1. izin usaha;
2. izin orang perseorangan;
3. efektifnya pernyataan pendaftaran;
4. surat tanda terdaftar;
5. persetujuan melakukan kegiatan usaha;
6.    pengesahan;

7
7.    persetujuan atau penetapan pembubaran; dan
8.    penetapan lain,

Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, Otoritas Jasa Keuangan berlandaskan


asas-asas sebagai berikut :
a. Asas independensi, yakni independen dalam pengambilan keputusan dan pelaksanaan
fungsi, tugas, dan wewenang OJK, dengan tetap sesuai peraturan perundang-undangan
yang berlaku;
b. Asas kepastian hukum, yakni asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan
peraturan perundang-undangan dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan
Otoritas Jasa Keuangan;
c. Asas kepentingan umum, yakni asas yang membela dan melindungi kepentingan
konsumen dan masyarakat serta memajukan kesejahteraan umum;
d. Asas keterbukaan, yakni asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk
memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan
Otoritas Jasa Keuangan, dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi
dan golongan, serta rahasia negara, termasuk rahasia sebagaimana ditetapkan dalam
peraturan perundang-undangan;
e. Asas profesionalitas, yakni asas yang mengutamakan keahlian dalam pelaksanaan tugas
dan wewenang Otoritas Jasa Keuangan, dengan tetap berlandaskan pada kode etik dan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
f. Asas integritas, yakni asas yang berpegang teguh pada nilai-nilai moral dalam setiap
tindakan dan keputusan yang diambil dalam penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan;
dan
g. Asas akuntabilitas, yakni asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir
dari setiap kegiatan penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan harus dapat
dipertanggungjawabkan kepada publik.

8
2.4  Kendala dan Problematika Otoritas Jasa Keuangan di Indonesia
2.4.1. Kendala Otoritas Jasa Keuangan:
1. Restrukturisasi organisasi
Pada awal berdiri, APRA sempat terancam gagal karena kendala restrukturisasi
organisasi. APRA menyerap sumberdaya manusia (SDM) dari sembilan dinas
pemerintahan di Australia. Proses penyerapan SDM dari berbagai dinas ternyata bukan
perkara mudah.
Penyamaan persepsi kerja ternyata menjadi kendala meski APRA sudah menyusun
sistem kerja. Tak ayal, target restrukturisasi organisasi yang semula dipatok kurang
dari tiga tahun, malah berturut-turut.
2. Biaya Operasional
Sektor pengawasan yang banyak dan wilayah yang luas menuntut konsekuensi berupa
biaya operasional yang sangat besar. APRA misalnya harus mengawasi 327
perusahaan yang terdiri dari bank, credit union, building society, dan perusahaan
asuransi. Termasuk mengawasi 291 dana pensiun.
3. Koordinasi
Dibanding dua kendala diatas, koordinasi merupakan menjadi kendala yang dialami
oleh lembaga pengawas keuangan.
Menurut Lana, fungsi koordinasi menjadi penentu utama keberhasilan lembaga
pengawas keuangan, “Supaya tidak ada lagi tumpang tindih kewenangan dan saling
lempar tanggung jawab ketika muncul masalah, katanya”.

2.4.2 Problematika Otoritas Jasa Keuangan di Indonesia


a. Track Record lembaga di Indonesia yang tersandung kasus korupsi
Independensi tidak menjamin apakah suatu lembaga bersih dari korupsi atau tidak.
Apalagi sebagai lembaga baru, OJK akan dikelilingi uang triliunan rupiah dari industri
perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan
lembaga jasa keuangan lainnya yang mereka bawahi. Maka cukup menjadi perhatian
lebih mengingat beberapa lembaga independen yang ada di Indonesia sering terkait
kasus korupsi dan merugikan negara.

9
b. Perlindungan bagi Koperasi
Keputusan Mahkamah Konstitusi untuk menggagalkan UU No. 17 Tahun 2012
tentang koperasi membuat diakuinya kembali koperasi yang berbentuk “badan usaha”
tidak hanya yang berbentuk “badan hukum”. Koperasi yang masih berupa badan usaha
ada sangat banyak di Indonesia namun OJK tidak menjangkau perlindungan pada
koperasi terutama koperasi simpan pinjam. Padahal sebagai salah satu dari tiga soko
guru perekonomian nasional, koperasi juga harus mendapat perlindungan dan
pengawasan dari lembaga semacam OJK.
c. Birokrasi yang menjadi lebih besar
OJK termasuk badan pengawasan yang besar sehingga dalam aplikasinya sangat
dimungkinkan membuat birokrasi lebih besar dari sebelumnya ketika microprudential
dan macroprudential masih ditangani oleh satu lembaga yaitu Bank Indonesia. Akan
sangat berbahaya jika birokrasi yang menjadi lebih lebar tersebut malah menghambat
deteksi masalah terutama yang membutuhkan koordinasi dengan BI.
d. Terbebaninya anggota pasar modal yang tidak bergerak di pasar keuangan
OJK menetapkan pungutan bagi emiten atau perusahaan terbuka yang akan melakukan
aksi korporasi. Penetapan itu tercantum dalam Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 11 Tahun 2014 tentang Pungutan oleh OJK. Pemungutan tersebut
memberatkan anggota pasar modal yang bukan di sektor keuangan. Hal ini berbahaya
karena perusahaan akan cenderung mencari peraturan yang lebih sederhana di luar
negeri.
e. Kompetensi Dewan Komisioner OJK
OJK yang terdiri dari perwakilan regulator, perbankan, asuransi, dan pasar modal,
memerlukan orang yang memiliki kompetensi di semua bidang tersebut tidak hanya
spesialisasi di salah satu bidang. Kecenderungan yang terjadi ketika rapat komisioner
atau
f. Tumpang tindih peran dan wewenang
Untuk menjalankan fungsi sebagai lembaga yang menjalankan pengawasan sektor
perbankan, OJK memiliki kewenangan melakukan pengawasan terhadap bank di
Indonesia agar tetap menjalankan kegiatan secara sehat dan mampu memelihara
kepentingan masyarakat sebagai pengguna jasa perbankan (microprudential). Pada
akhirya, OJK harus memastikan bahwa bank di Indonesia harus berada dalam keadaan
finansial dan kinerja yang sehat dan dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat
akan industri perbankan.

10
g. Di sisi lain, Bank Indonesia sebagai lembaga yang memberikan arahan mengenai
perkembangan perbankan, melakukan pengawasan terhadap bank – bank di Indonesia
agar mereka terus menunjang pertumbuhan ekonomi dan menjaga kestabilan moneter
(macroprudential). Tentu saja dalam hal ini BI harus memastikan bahwa bank – bank
tersebut turut mendukung kebijakan yang dikeluarkan BI dalam menjaga stabilitas
moneter.
Hal diatas, sebenarnya tidaklah dapat dipisahkan secara rigid peran dan wewenang
dari kedua institusi ini (BI dan OJK), karena poin yang diawasi pun akhirnya
merupakan satu bagian yang saling terkait. Poin yang diawasi tersebut bergantung
pada kebijakan manajemen bank yang tidak terpisah. Itu artinya potensi tumpang
tindih peran dan wewenang antara BI - OJK tidak dapat dihindari.
Pada dasarnya tumpang tindih antara peran OJK dan BI ini bisa diatasi dengan
koordinasi yang baik antara kedua lembaga tersebut. Akan tetapi, fenomena koordinasi
yang buruk antar lembaga di Indonesia yang terjadi selama ini menjadi ketakutan
tersendiri untuk menempatkan satu fungsi yang sama pada dua institusi yang berbeda.
Jika suatu peran diletakkan pada dua institusi yang berbeda, yang akan terjadi adalah
inefektifitas dalam pelaksanaannya, dimana mereka harus selalu berkoordinasi dan
tidak bisa bertindak secara mandiri.
h. Transaction cost yang besar
Otoritas Jasa Keuangan telah dibentuk sebagai sebuah lembaga yang independen
dengan tugas dan fungsi utamanya untuk mengatur dan mengawasi sektor keuangan di
Indonesia menggantikan peran Bank Indonesia (pengawasan perbankan) dan Bapepam
LK (pengawasan non perbankan), sehingga peran Bank Indonesia akan berfokus
kepada stabilitas moneter dan peran Otoritas Jasa Keuangan ada di stabilitas keuangan.
Pengalihan fungsi pengawasan ini memiliki efek negatif yaitu biaya transaksi yang
besar dan juga waktu transisi yang lama. Pertama, kebutuhan akan sumber daya
manusia yang meningkatkan pengeluaran. Kedua, pendekatan terintegrasi yang
digunakan OJK mengharuskan adanya sistem transparasi dan koordinasi antara OJK
dan BI maupun OJK dan Bapepam LK karena kebijakan yang saling terkait dan
mempengaruhi.

11
BAB III
PENUTUP
3.1    Kesimpulan
Otoritas Jasa keuangan adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan
pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan,
pemeriksaaan, dan penyidikan di mana sebelumnya kewenangan pengaturan dan pengawasan
dilaksanakan oleh Kementerian Keuangan, Bank indonesia dan Bank Pengawas Pasar Modal
dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK). Dasar hukum OJK terdapat di undang-undang
nomor 21 tahun 2011.
Tugas OJK dari beberapa sistem perbankan maupun non bank, diantaranya: Perbankan,
Asuransi, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, Pegadaian, Lembaga Pembiayaan Ekspor
Indonesia, Lembaga Penjaminan, Perusahaan Pembiayaan Sekunder Perumahan dan
Penyelenggara program jaminan sosial, pensiun dan kesejahteraan.
Wewenang OJK Membuat dan menetapkan peraturan sebagai pelaksanaan peraturan
perundang-undangan dibidang jasa keuangan, Memberi dan mencabut izin untuk melakukan
kegiatan di bidang jasa keuangan.
Kendala OJK di Indonesia ada tiga: Restrukturisasi organisasi, Biaya Operasional, dan
Koordinasi. Problematika Otoritas Jasa Keuangan di Indonesia adalah sumber pembiayaan
dan susunan dewan komisioner OJK, Permasalahan selanjutnya terkait susunan dewan
komisioner OJK dan Aturan hukum yang menjadi acuan OJK sendiri juga masih menjadi
bahan perdebatan.

12
DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2011 Tentang


Otoritas Jasa Keuangan.
Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FEUI. 2014. Kajian Pro-Kontra
Hadirnya Otoritas Jasa Keuangan di Indonesia. Depok: BEM FE UI.
Fahmi, Irham. 2014. Bank & Lembaga Keuangan Lainnya. Bandung:
Alfabeta.
http://keuangan.kontan.co.id/news/kendala-kendala-yang-harus-di-hadapi-
ojk. Di akses pada tanggal 12-09-2017. Jam 15.32
Kasmir. 2014. Dasar-Dasar Perbankan. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Otoritas Jasa Keuangan. 2014. Booklet Perbankan Indonesia 2014. Jakarta.
Otoritas Jasa Keuangan. 2014. Booklet Perbankan Indonesia.
Sundari, Siti. 2011. Laporan Kompendium Hukum Bidang Perbankan;
Kementrian Hukum dan HAM RI.

iii

Anda mungkin juga menyukai