MAKALAH
Disusun oleh:
Halaman
COVER.....................................................................................................................
DAFTAR ISI............................................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................7
BAB 3 KESIMPULAN........................................................................................23
3.1 Kesimpulan..............................................................................................23
BAB I
PENDAHULUAN
1
dasarnya UU tentang OJK ini hanya mengatur mengenai pengorganisasian dan
tata pelaksanaan kegiatan keuangan dari lembaga yang memiliki kekuasaan
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah lembaga yang independent atau tanpa
campur tangan pihak lain. Maksudnya yaitu mempunyai fungsi, tugas, dan
wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan. OJK dibentuk
berdasarkan UU Nomor 21 Tahun 2011 yang berfungsi menyelenggarakan sistem
pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di
dalam sektor jasa keuangan. OJK didirikan untuk menggantikan peran Bapepam-
LK dalam pengaturan dan pengawasan pasar modal dan lembaga keuangan, serta
menggantikan peran Bank Indonesia dalam pengaturan dan pengawasan bank,
serta untuk melindungi konsumen industri jasa keuangan termasuk mampu
melindungi kepentingan masyarakat luas.
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 66, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3843) sebagaimana telah beberapa kali
2
diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999
tentang Bank Indonesia Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4962)
3
Lembaga jasa keuangan lainnya. Latar belakang lahirnya Otoritas Jasa Keuangan
karena berbagai hal :
3. Hybrid Product.
4. Arbitrase Peraturan.
4
Pengaturan dan pengawasan industri jasa keuangan yang dilakukan oleh
otoritas yang berbeda dapat menimbulkan arah kebijakan yang berbeda pula.
Contohnya perbankan yang masuk dalam pengawasan otoritas bank sementara
dalam bursa efek perbankan diawasi oleh otoritas pasar modal. Hal ini akan
menimbulan kebijakan yang berbeda dari dua otoritas maka akan memunculkan
arbitrary yang kebijakan dan pengaturannya bertolak belakang. Oleh karena itu
OJK merupakan solusi untuk kondisi ini.
6. Perlindungan Konsumen.
5
meningkatkan daya saing lembaga jasa keuangan itu sendiri dalam memberikan
kontribusi dalam pembangunan nasional. Selain itu OJK diharapkan dapat
menjaga kepentingan nasional dalam industri jasa keuangan dalam pengelolaan
dibidang sumber daya manusia, pengoperasian, pengendalian dan kepemilikan di
sektor jasa keuangan dengan tetap mempertimbangkan aspek tata kelola yang baik
yang meliputi independensi, akuntabilitas, pertanggungjawaban, transparansi dan
kewajaran.
6
BAB II
PEMBAHASAN
Visi OJK adalah menjadi lembaga pengawas industri jasa keuangan yang
terpercaya, melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat dan mampu
mewujudkan industri jasa keuangan menjadi pilar perekonomian nasional yang
berdaya saing global serta dapat memajukan kesejahteraan umum.
7
Keterangan:
8
2. Wakil Ketua sebagai Ketua Komite Etik merangkap anggota;
6. Ketua Dewan Audit memimpin bidang Audit Internal dan Manajemen Risiko;
dan
9
8. ADK (Anggota Dewan Komisioner)
9. SCOM (Strategic Committee)
10. DKSK (Deputi Komisioner Stabilitas Sistem Keuangan)
11. DSVL (Departemen Surveillance)
12. GKKT (Grup Kebijakan Sektor Jasa Keuangan Terintegrasi)
13. GDST (Grup Pengelolaan Data dan Statistik Terintegrasi)
14. DKIR (Deputi Komisioner Internasional dan Riset)
15. DINT (Departemen Internasional)
16. DRJK (Departemen Riset SJK)
17. GPUT (Grup Penanganan APU PPT)
18. DKID (Deputi Komisioner OJK Institure dan Keuangan Digital)
19. OJKI (OJK Institute)
20. GIKD (Grup Inovasi Keuangan Digital)
21. DKRG (Deputi Komisioner Regional)
22. KR (Kantor Regional)
23. KOJK (Kantor OJK)
24. DKIK (Deputi Komisioner Sistem Informasi dan Keuangan)
25. DPSI (Departemen Pengelolaan Sistem Informasi)
26. DKEU (Departemen Keuangan)
27. GPSI (Grup Pengembangan Aplikasi Sistem Informasi)
28. DKHP (Deputi Komisioner Hukum dan Penyidikan)
29. DHUK (Departemen Hukum)
30. DPJK (Departemen Penyidikan Sektor Jasa Keuangan)
31. GPHK (Grup Penelitian dan Pengembangan Hukum Sektor Jasa Keuangan)
32. DKSM (Deputi Komisioner SDM dan Manajemen Strategis)
33. DOSM (Departemen Organisasi dan SDM)
34. DMSP (Departemen Manajemen Strategis dan Perubahan)
35. DKSL (Departemen Komisioner Sekretariat Dewan Komisioner dan Logistik)
36. DSHK (Departemen Sekretariat Dewan Komisioner dan Hubungan
Kelembagaan)
37. DLOG (Departemen Logistik)
10
38. DKAI (Deputi Komisioner Audit Internal dan Manajemen Risiko)
39. DPAI (Departemen Audit Internal)
40. DRPK (Departemen Manajemen Risiko dan Pengendalian Kualitas)
41. GPAF (Grup Penanganan Anti Fraud)
42. DKEP (Deputi Komisioner Edukasi dan Perlindungan Konsumen)
43. DLIH (Departemen Literasi, Inklusi Keuangan, dan Hubungan Masyarakat)
44. DPLK (Departemen Perlindungan Konsumen)
45. DKB1 (Deputi Komisioner Pengawas Perbankan I)
46. DKB2 (Deputi Komisioner Pengawas Perbankan II)
47. DKB3 (Deputi Komisioner Pengawas Perbankan III)
48. DPNP (Departemen Penelitian dan Pengaturan Perbankan)
49. DPIP (Departemen Perizinan dan Informasi Perbankan
50. DPPS (Direktorat Pengaturan dan Perizinan Perbankan Syariah)
51. DPKP (Departemen Pengendalian Kualitas Pengawasan Perbankan
52. DPMK (Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis)
53. DRKP (Departemen Pemeriksaan Khusus Perbankan)
54. DPB1 (Departemen Pengawasan Bank 1)
55. DPB2 (Departemen Pengawasan Bank 2)
56. DPB3 (Departemen Pengawasan Bank 3)
57. DPBS (Departemen Pengawasan Bank Syariah)
58. DKM1 (Deputi Komisioner Pengawas PM I)
59. DKM2 (Deputi Komisioner Pengawas PM II)
60. DPM1 (Departemen Pengawasan PM 1A)
61. DPM2 (Departemen Pengawasan PM 1B)
62. DPM3 (Departemen Pengawasan PM 2A)
63. DPM4 (Departemen Pengawasan PM 2B)
64. DKI1 (Deputi Komisioner Pengawas IKNB I)
65. DKI2 (Deputi Komisioner Pengawas IKNB II)
66. DPI1 (Departemen Pengawasan IKNB 1A)
67. DPI2 (Departemen Pengawasan IKNB 1B)
68. DPI3 (Departemen Pengawasan IKNB 2A)
11
69. DPI4 (Departemen Pengawasan IKNB 2B)
Tugas OJK
12
OJK berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan
yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan.
Sementara berdasarkan pasal 6 dari UU No 21 tahun 2011, tugas utama dari OJK
adalah melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap :
13
Menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK;
Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis
terhadap Lembaga Jasa Keuangan dan pihak tertentu;
Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statuter
pada lembaga jasa keuangan;
Menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola,
memelihara, dan menata usahakan kekayaan dan kewajiban;
Menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di sektor jasa
keuangan.
c. Terkait Pengaturan Lembaga Jasa Keuangan (Bank dan Non-Bank) meliputi:
Menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa
keuangan;
Mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh Kepala
Eksekutif;
Melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan
konsumen dan tindakan lain terhadap lembaga jasa keuangan, pelaku,
dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam
peraturan perundang- undangan di sektor jasa keuangan;
Memberikan perintah tertulis kepada lembaga jasa keuangan dan/atau
pihak tertentu;
Melakukan penunjukan pengelola statuter;
Menetapkan penggunaan pengelola statuter;
Menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan
pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa
keuangan;
Memberikan dan/atau mencabut: izin usaha, izin orang perseorangan,
efektifnya pernyataan pendaftaran, surat tanda terdaftar, persetujuan
14
melakukan kegiatan usaha, pengesahan, persetujuan atau penetapan
pembubaran dan penetapan lain.
Fungsi OJK
Mengawasi aturan main yang sudah dijalankan dari forum stabilitas
keuangan
Menjaga stabilitas sistem keuangan
Melakukan pengawasan non-bank dalam struktur yang sama seperti
sekarang
Pengawasan bank keluar otoritas Bank Indonesia sebagai bank sentral dan
dipegang oleh lembaga baru.
Tujuan pembentukan OJK
Untuk mencapainya Bank Indonesia dalam melaksanakan kebijakan
moneter secara berkelanjutan, konsisten, dan transparan dengan
mempertimbangkan kebijakan umum pemerintah di bidang perekonomian.
Mengatasi kompleksitas keuangan global dari ancaman krisis.
Menciptakan satu otoritas yang lebih kuat dengan memiliki sumber daya
manusia dan ahli yang mencukupi.
15
16
Otoritas Jasa Keuangan mencatat stabilitas sektor jasa keuangan hingga
akhir 2021 tetap terjaga diiringi dengan fungsi intermediasi perbankan dan
penghimpunan dana di pasar modal yang terus membaik didorong terkendalinya
pandemi Covid-19, pulihnya mobilitas dan meningkatnya kegiatan perekonomian.
17
Manufaktur, Indeks Keyakinan Konsumen, Penjualan Kendaraan, dan lowongan
pekerjaan terus meningkat.
Profil risiko lembaga jasa keuangan pada November 2021 masih terjaga
dengan rasio NPL net tercatat turun menjadi 0,98 persen (NPL gross: 3,19 persen)
dan rasio NPF Perusahaan Pembiayaan tercatat sebesar 3,92 persen.
18
restrukturisasi Covid-19 juga menurun dari 4,4 juta debitur menjadi 4,2 juta
debitur.
19
Covid-19, OJK mampu mendorong peningkatan fungsi intermediasi di sektor
perbankan dan industri keuangan non-bank (IKNB). Peran ini sangat strategis
dalam upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi setelah sempat terpuruk akibat
Pandemi Covid-19.
Bagi ADK OJK baru, ini menjadi tantangan serius untuk tetap menjaga
stabilitas sistem perbankan, pasar modal, dan asuransi di tengah pandemi dan
kondisi ekonomi global yang semakin tidak menentu ini.
20
termasuk perbaikan kinerja di sektor perbankan, pasar modal, dan industri
keuangan nonbank (IKNB).
21
Pada sektor IKNB, piutang perusahaan pembiayaan terpantau dalam tren
meningkat, dengan nominal tercatat sebesar Rp 372 triliun pada Februari 2022
terutama didorong oleh jenis pembiayaan modal kerja dan investasi dengan
mayoritas sektoral mengalami pertumbuhan positif.
Kapitalisasi pasar saham mencapai Rp 8.256 triliun atau naik 18,45 persen
dibandingkan posisi akhir tahun 2020 yakni Rp 6.970 triliun. Namun demikian,
premi asuransi umum kembali terkontraksi pada Februari 2022 sebesar 3,5 persen
yoy setelah bulan sebelumnya terpantau positif 4,68 persen. Sementara itu, premi
asuransi jiwa juga masih terkontraksi 22,02 persen yoy. Nilai restrukturisasi di
perusahaan pembiayaan pada akhir 2020 pernah tercatat sebesar Rp 189,96 triliun
yang terdiri dari 5 juta kontrak pembiayaan yang kebanyakan UMKM atau sekitar
48,52% dari total pembiayaan. Pada Februari 2022, nilai restrukturisasi
pembiayaan mencapai Rp 221,83 triliun yang terdiri dari 5,25 juta kontrak.
Pada 2021, OJK telah memproses 110 kasus pasar modal dan paling
banyak terkait transaksi dan lembaga efek. Rinciannya, 43 kasus terkait transaksi
dan lembaga efek, 39 kasus terkait emiten dan perusahaan publik, 15 kasus terkait
pengelolaan investasi dan 13 kasus terkait profesi penunjang pasar modal. OJK
telah menetapkan setidaknya 386 sanksi. Terdiri dari 19 sanksi peringatan tertulis,
26 sanksi pembekuan izin, 1 sanksi pencabutan izin, dan 340 sanksi administratif
berupa denda dengan jumlah denda seluruhnya sebesar Rp 57,7 miliar.
22
Bukopin, Bank Muamalat dan Bank Banten juga berhasil diselesaikan melalui
ketegasan kewenangan yang dimiliki OJK sebagai otoritas.
Tantangan kelima buat ADK OJK baru: Transformasi digital industri jasa
keuangan. Ada ruang lingkup risiko yang meluas terutama berkaitan data dan
keamanan digital. Hal ini berdampak pada potensi kejahatan siber yang akan
meningkat. Apalagi, ketergantungan terhadap layanan pihak ketiga akan
memperbesar kemungkinan kebocoran data dan risiko siber lainnya. Inilah
mengapa berbagai serangan seperti malware, phising atau pengelabuan, cyber
pharming, dan lain-lain kerap terjadi. Pemerataan infrastruktur digital, gap
distribusi internet, dan adopsi digital di beberapa daerah dan pedesaan di
Indonesia juga masih menjadi tantangan serius industri jasa keuangan. OJK saat
ini melakukan supervisor technology. Tujuannya agar inovasi digital tetap
berjalan beriringan secara seimbang dengan penyelenggaraan layanan yang baik
dan keamanan pengguna yang tetap terjaga
23
24
25
26
27
BAB 3
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
28
secara terus menerus melakukan reformasi terhadap setiap komponen dalam
sistem perekonomian nasional. Salah satu komponen penting dalam sistem
perekonomian nasional dimaksud adalah sistem keuangan dan seluruh kegiatan
jasa keuangan yang menjalankan fungsi intermediasi bagi berbagai kegiatan
produktif di dalam perekonomian nasional.
29
mekanisme koordinasi yang lebih efektif di dalam menangani permasalahan yang
timbul dalam sistem keuangan sehingga dapat lebih menjamin tercapainya
stabilitas sistem keuangan. Pengaturan dan pengawasan terhadap keseluruhan
kegiatan jasa keuangan tersebut harus dilakukan secara terintegrasi.
30
Otoritas Jasa Keuangan dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan
jasa keuangan di dalam sektor jasa keuangan terselenggara secara teratur, adil,
transparan, dan akuntabel, serta mampu mewujudkan sistem keuangan yang
tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, dan mampu melindungi kepentingan
konsumen dan masyarakat. Dengan tujuan ini, OJK diharapkan dapat mendukung
kepentingan sektor jasa keuangan nasional sehingga mampu meningkatkan daya
saing nasional. Selain itu, OJK harus mampu menjaga kepentingan nasional,
antara lain, meliputi sumber daya manusia, pengelolaan, pengendalian, dan
kepemilikan di sektor jasa keuangan, dengan tetap mempertimbangkan aspek
positif globalisasi.
31
cita-cita kemerdekaan Indonesia yang tercantum dalam konstitusi Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
32
6. asas integritas, yakni asas yang berpegang teguh pada nilai-nilai moral dalam
setiap tindakan dan keputusan yang diambil dalam penyelenggaraan Otoritas
Jasa Keuangan; dan
7. asas akuntabilitas, yakni asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan
hasil akhir dari setiap kegiatan penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan harus
dapat dipertanggungjawabkan kepada publik.
33
DAFTAR PUSTAKA
34