Substansi pendidikan agama dalam keluarga dalah bagaiman peran orang tua
mencurahkan perhatian kepada anak-anak mereka sebagai pengganti mereka di masa
yang akan datang. Sehingga proses pendidikan agama Islam dalam keluarga sangatlah
penting. Pendidikan agama Islam merupakan tanggung jawab bersama terutama orang
tua, karena menyiapkan masa depan anak menjadi tanggung jawab orang tua baik dari
sisi psikologis, fisik, pendidikan, kesahatan dan religiusitas anak. Desain pendidikan
agma Islam adalah praktek perencanaan pendidikan untuk membantu agar dapat terjadi
transfer ilmu pengetahuan dan penanaman nilai-nilai kegamaan secara utuh dan
kontinuitas, untuk membentuk pribadi muslim yang taat kepada Tuhannya dan menjadi
pribadi muslim yang berguna bagi masyarakat.3
1
Syahrial Labaso’, “Konsep Pendidikan Keluarga dalam Prespektif Al-Qur’an Dan Hadits”, Jurnal Pendidikan Agama
Islam, Vol. XV, No. 1, Juni 2018, h. 53.
2
Ibid., h. 57.
3
Ahmad Tafsir, “Desain Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga”, Atthulab: Islamic Religion Teaching & Learning
Journal 5 (2) 2020, h. 152.
Pendidikan anak dalam konteks pendidikan keluarga pada dasarnya merupakan
upaya yang dilakukan untuk menanamkan nilai-nilai kebaikan yang menyangkut
hubungannya dengan kedua orang tuanya, output yang diharapkan dari Pendidikan anak
ialah lahirnya anak-anak yang shalih dan shalihah dalam keluarga. 4 Pendidikan berfungsi
untuk mengenalkan, memahamkan dan menjadikan anak untuk memiliki nilai-nilai yang baik
dalam kehidupan. Melalui keteladanan dan contoh anak akan lebih mudah dalam bersikap dan
bertindak dalam setiap hal. Karenanya diperlukan substansi atau isi yang terkandung dalam
nilai-nilai yang harus ditanamkan dan dibiasakan melalui proses pendidikan tersebut.
Termasuk substansi nilai-nilai dalam pendidikan keluarga, khususnya pendidikan
keluarga yang merujuk pada agama dan kebudayaan yang selalu mengajarkan hal-hal
yang utama dan mulia dalam kehidupan umat manusia.
Pada hakikatnya, fungsi keluarga adalah sebagai Pendidikan budi pekerti, sosial,
kewarganegaraan, pembentukan kebiasaan dan pendidikan intelektual anak. Mollehnhaur
dan Abdullah membagi tiga fungsi keluarga dalam pendidikan anak, yaitu:
4
Labaso’, “Konsep Pendidikan…”, h. 67.
langsung maupun tidak langsung, diharapkan pengalaman tersebut mampu
diserap dan ditransformasi dalam diri anak.5
Dengan intensitas komunikasi dan interaksi yang selalu terjadi dalam kehidupan
keseharian, maka proses pendidikan karakter dapat berlangsung dalam beragam bentuk
dan cara. Orang tua, baik ibu maupun ayah dapat menegur, bertanya, memberi pujian,
atau menjadikan dirinya sebagai model agar anaknya berbuat sesuatu yang baik dan
benar. Bahkan diamnya seorang ibu atau ayah sebagai tanda ketidaksetujuan atas perilaku
anaknya bisa menjadi sebuah cara yang efektif untuk meluruskan kekeliruan anak,
asalkan hal tersebut dilakukan pada saat yang tepat. Hal demikian merupakan implikasi
dari pengaruh langsung Lingkungan keluarga terhadap perilaku dan perkembangan anak.7
5
Nadwa, “Teori Pendidikan Keluarga dan Tanggung Jawab Orang Tua dalam Pendidikan Anak Usia Dini”, Jurnal
Pendidikan Islam Vol. 8, Nomor 2, Oktober 2014, h. 249.
6
Ibid., h. 250.
7
Dicky Setiardi, “Keluarga Sebagai Sumber Pendidikan Karakter Bagi Anak”, Jurnal Tarbawi Vol. 14. No. 2. Juli –
Desember 2017, h. 139.
Mengenai Firman Allah SWT, “ ُق ْٓو ا َاْنُفَس ُك ْم َو َاْه ِلْيُك ْم َن اًر اpeliharalah
dirimu dan keluargamu dari api neraka.” Mujahid mengatakan: “Bertakwalah
kepada Allah dan berpesanlah kepada keluarga kalian untuk bertakwa kepada
Allah.” Sedangkan, Qatadah mengemukakan “Yakni, hendaklah engkau
menyuruh mereka berbuat taat kepada Allah dan mencegah mereka durhaka
kepada-Nya. Dan hendaklah engkau menjalankan perintah Allah kepada
mereka dan perintahkan mereka untuk menjalankannya, serta membantu
mereka dalam menjalankannya. Jika engkau melihat mereka berbuat maksiat
kepada Allah, peringatkan dan cegahlah mereka.”
Jadi, tanggung jawab pertama-tama adalah sebagai suatu kewajiban
dari Allah, kewajiban yang harus dilaksanakan. Maksudnya, bahwa kewajiban
untuk memelihara keluarga adalah datang dari Allah dan suatu kewajiban dan
keharusan yang harus dilaksanakan oleh orang tua agar dapat menyelamatkan
keluarganya dari siksa api neraka. “ َّو ُقْو ُدَها الَّناُس َو اْلِح َج اَر ُةyang bahan bakarnya
adalah manusia dan batu” Kata ُقْو ُدberarti bahan bakar berupa tubuh manusia
yang dilemparkan ke dalam Neraka. َ“ اْلِح َج اَر ُةdan batu,” ada yang menyatakan
bahwa yang dimaksud dengan kata itu adalah bahan bakar neraka berupa
patung-patung berhala-berhala yang dijadikan sesembahan.
Hal ini didasarkan pada firman-Nya Q.S, Al-Anbiyaa’: 98 yang
artinya “Sesungguhnya kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah adalah
ٰۤل
umpan Jahannam.” Dan Firman Allah selanjutnya, “ َع َلْيَها َم ِٕىَك ٌة ِغ اَل ٌظPenjaganya
malaikat-malaikat yang kasar, keras,” Maksudnya, karakter mereka sangat
kasar, dari hatinya telah dihilangkan rasa kasihan terhadap orang-orang kafir
kepada Allah. " ِش َداٌدYang keras," maksudnya, susunan tubuh mereka sangat
keras, tebal, dan penampilannya menakutkan.
Firman Allah lebih lanjut “ اَّل َيْع ُصْو َن َهّٰللا َم ٓا َاَم َر ُهْم َو َيْفَعُلْو َن َم ا ُيْؤ َم ُرْو َنtidak
mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan
selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” Maksudnya, apa pun yang
diperintahkan oleh Allah kepada mereka, mereka segera melaksanakannya,
tidak menangguhkan meski hanya sekejap mata, dan mereka mampu
mengerjakannya, tidak ada kelemahan apapun pada diri mereka untuk
melaksanakan perintah tersebut. Mereka itulah Malaikat Zabaniyah.
b. Tafsir Al-Jalalain
Di dalam kitab tafsir Jalalain menjelaskan bahwa (Hai orang-orang
yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu) yakni dengan
mengarahkan mereka kepada jalan ketaatan kepada Allah, (dari api neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia) yang dimaksud manusia ialah orang-
orang kafir (dan batu) seperti berhala-berhala yang mereka sembah yang
menjadi bahan bakar neraka. Atau dengan kata lain api neraka itu sangat
panas, sehingga hal-hal tersebut dapat terbakar. Berbeda dengan api di dunia
yang dinyalakan dengan kayu dan sebagainya. (penjaganya malaikat-malaikat)
yakni, juru kunci neraka itu adalah malaikat-malaikat yang jumlahnya
sembilan belas, seperti yang dijelaskan surat al-Muddatsir, (yang kasar) yakni
kasar hatinya, (yang keras) sangat keras hantamannya, (mereka tidak
mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka)
malaikat-malaikat penjaga neraka itu tidak pernah mendurhakai Allah, (dan
mereka selalu mengerjakan apa yang diperintahkan) lafadz ayat ini
berkedudukan sebagai badal dari lafadz sebelumnya. Dalam ayat ini
terkandung ancaman bagi orang-orang mukmin supaya jangan murtad, juga
ayat ini merupakan ancaman pula bagi orang-orang munafik, yaitu mereka
yang mengaku beriman dengan lisannya tetapi hati mereka masih tetap kafir.8
c. Tafsir Al-Misbah
Dalam suasana peristiwa yang terjadi di rumah tangga Nabi.
sebagaimana diuraikan oleh ayat-ayat sebelumnya, ayat di atas memberikan
petunjuk kepada orang-orang percaya bahwa: Hai orang yang beriman, jaga
dirimu di antara yang lain dengan meniru Nabi. dan jagalah keluargamu yaitu
istri, anak-anak dan semua yang berada di bawah tanggung jawabmu dengan
membimbing dan mendidik mereka sehingga kamu semua terhindar dari api
neraka yang bahan bakarnya adalah manusia kafir dan juga batu-batu di antara
yang lainnya yang dijadikan berhala . Dialah yang berurusan dengan neraka
8
Jalal al-Din Mahalliy & Jalal al-Din as-Suyuthi, “Tafsir al-Jalalain”, (Beirut : Dar al-Kutub al-Ilmiyah, tt.), h. 2489.
dan ditugasi menyiksa para penghuni malaikat-malaikat keji dan tindakan-
tindakan mereka, yang diperlakukan dengan ketat dalam melaksanakan tugas
penyiksaan, yang tidak menaati Allah tentang apa yang telah Dia perintahkan
kepada mereka sehingga Hukuman mereka Jatuhkan bahkan jika mereka kasar
tidak kurang atau kurang dari apa yang diperintahkan Tuhan, sesuai dengan
dosa dan kesalahan penghuni neraka dan mereka juga selalu dan dari waktu ke
waktu bekerja dengan mudah apa yang Tuhan perintahkan kepada mereka.
Dalam penyiksaan, para malaikat selalu berkata: Wahai orang-orang tidak
percaya yang menolak untuk mengakui bimbingan Allah dan Rasul-Nya,
jangan meminta demi meminta dalih untuk memperbaiki kesalahan dan
penyiksaan Anda hari ini. Karena sudah tidak ada waktu lagi untuk meminta
maaf atau pertengkaran, ini adalah saat jatuhnya sanksi, memang Anda saat
ini hanya dihargai sesuai dengan apa yang Anda dulu ketika Anda hidup di
dunia selalu lakukan.
Ayat 6 di atas menggambarkan bahwa dakwah dan pendidikan harus
dimulai dari rumah. Ayat-ayat di atas adalah redaksional pada pria (ayah),
tetapi itu tidak hanya berarti bagi mereka. Ayat ini berhubungan dengan
wanita dan pria (ayah dan ibu) sebagai ayat yang sama (seperti mereka yang
memesan puasa) yang juga dimaksudkan untuk pria dan wanita. Ini berarti
kedua orang tua bertanggung jawab atas anak-anak dan pasangannya masing-
masing karena masing-masing bertanggung jawab atas perilaku mereka. Ayah
atau ibu saja tidak cukup untuk menciptakan rumah tangga yang ditutupi oleh
nilai-nilai agama dan dibayangi oleh hubungan yang harmonis. Malaikat yang
(dituduh غاَل ٌظkasar) tidak kasar dari sifat fisik mereka seperti dalam beberapa
interpretasi, karena malaikat adalah makhluk halus yang diciptakan dari
cahaya. Atas dasar ini, kata harus dipahami dengan cara kasar dari pidatonya.
Mereka telah menciptakan Tuhan yang khusus untuk menghadapi neraka.
"Hati" mereka tidak wajar atau tersentuh oleh erangan, tangisan atau belas
kasih, mereka diciptakan oleh Allah dengan sifat sadis, dan itu mereka ( ِش َداٌد
(syidad / keras), makhluk yang keras hati dan kerja keras.9
9
Arie Sulistyoko, “Tanggung Jawab Keluarga dalam Pendidikan Anak di Era Kosmopolitan”, IQRO: Journal of
Islamic Education Vol. 1, No.2, Desember 2018, h. 187-188.
2. Asbabun Nuzul Surat At-Tahrim Ayat: 6
Asbabun nuzul surat at-tahrim ini adalah Rasulullah mengharamkan dirinya
untuk menyentuh Mariyah al-Qibthiyyah (seorang sahaya Rasulullah SAW). 10 Dalam
surat at-tahrim ini asbabun nuzulnya yang lebih dikuatkan adalah Nabi Muhammad
SAW. mengharamkan atas dirinya madu. Pada ayat 5 surat at-tahrim, turun
berkenaan dengan Rasulullah yang sedang diboikot oleh istri-istrinya karena
cemburu, maka Umar berkata kepada mereka: "Mudah- mudahan Rabb-nya akan
menceraikan kamu, dan menggantikan kamu dengan istri-istri yang lebik baik
daripada kamu".11 Setelah adanya peringatan atas istri-istri Rasulullah tersebut, maka
Allah menurunkan ayat 6 yang menjelaskan supaya Rasulullah menjaga dirinya dan
keluarganya dari api neraka.12
10
M. Quraish Shihab, “Tafsir Al-Misbah; Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an”, Jakarta: Lentera Hati Vol. 2,
2002, h. 177-178
11
H.A.A. Dahlan dan M. Zaka Alfarisi, “Asbabun Nuzul Latar Belakang Historis Turunannya Ayat-Ayat Al-Qur’an”,
Edisi Kedua, Bandung: CV. Penerbit Diponogoro, 2009, h. 588.
12
Ibid., h. 38-39