Anda di halaman 1dari 11

PERAN KELUARGA MUSLIM

DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER ANAK

A. Pendahuluan
Anak adalah anugerah yang menyejukkan mata dan ini adalah nikmat
dari Allah SWT. Setiap orang tua pasti menginginkan anak yang sholeh,
sholehah taat pada Allah swt dan orang tua. Dibalik keceriaan sang anak,
sesungguhnya dia membutuhkan perhatian dan bimbingan orang tua. Begitu
pula orang tua, segala yang terbaik ingin diberikan sebagai tanda cinta bagi
sang buah hati, karena si buah hati bagai tak ternilai harganya.
Lingkungan keluarga merupakan lingkungan paling utama yang
paling berpengaruh bagi anak. Sebagian besar kehidupan anak berada dalam
keluarga, sehingga pendidikan yang paling banyak diterima adalah dari orang
tua. Selain itu, kedekatan orang tua dengan anak juga memberikan pengaruh
besar dalam proses pembentukan karakter dibanding pengaruh yang diberikan
oleh komponen lainnya.1
Peran orang tua dalam mendidik anak sangat besar pengaruhnya
dalam proses perkembangan anak, meskipun perlu didukung oleh lembaga-
lembaga sosial seperti sekolah dan juga lingkungan. Begitu juga sikap suami
terhadap istri dan sebaliknya, sangat berpengaruh dalam pendidikan di
keluarga, karena hal ini akan dapat mempengaruhi karakteristik atau perilaku
anak. Keberhasilan seorang anak, sangat ditentukan oleh keluarga, karena di
situlah anak pertama mendapat pendidikan.

B. Fungsi Keluarga dalam Pembentukan Karakter Anak


Fungsi keluarga sangat berpengaruh terhadap pembentukan karakter anak.
Ketika fungsi keluarga bekerja dengan baik, maka akan terbentuk karakter-
karakter yang baik pula dalam keluarga. Menurut BKKBN (Badan
Koordinasi Keluarga Berencana Nasional) bahwa fungsi keluarga dibagi

1
Fuaddudin TM, Pengasuhan Anak dalam Keluarga Islam, (Jakarta : Kerjasama Lembaga
Kajian Agama dan Jender dengan Solidaritas Perempuan dan the Asia Foundation, 1999), hlm. 19-
20.
menjadi 8 (delapan). Fungsi keluarga yang dikemukakan oleh BKKBN ini
senada dengan fungsi keluarga menurut Peraturan Pemerintah Nomor 21
Tahun 1994, yaitu :
1. Fungsi Keagamaan,
yaitu dengan memperkenalkan dan mengajak anak dan anggota keluarga
yang lain dalam kehidupan beragama, dan tugas kepala keluarga untuk
menanamkan bahwa ada kekuatan lain yang mengatur kehidupan ini dan
ada kehidupan lain setelah di dunia ini.
2. Fungsi Sosial Budaya,
Dilakukan dengan membina sosialisasi pada anak, membentuk norma-
norma tingkah laku sesuai dengan tingkat perkembangan anak,
meneruskan nilai-nilai budaya keluarga.
3. Fungsi Cinta Kasih,
Diberikan dalam bentuk memberikan kasih sayang dan rasa aman, serta
memberikan perhatian diantara anggota keluarga.
4. Fungsi Melindungi,
Bertujuan untuk melindungi anak dari tindakan-tindakan yang tidak baik,
sehingga anggota keluarga merasa terlindung dan merasa aman.
5. Fungsi Reproduksi,
Merupakan fungsi yang bertujuan untuk meneruskan keturunan,
memelihara dan membesarkan anak, memelihara dan merawat anggota
keluarga
6. Fungsi Sosialisasi dan Pendidikan,
Merupakan fungsi dalam keluarga yang dilakukan dengan cara mendidik
anak sesuai dengan tingkat perkembangannya, menyekolahkan anak.
Sosialisasi dalam keluarga juga dilakukan untuk mempersiapkan anak
menjadi anggota masyarakat yang baik
7. Fungsi Ekonomi,
Adalah serangkaian dari fungsi lain yang tidak dapat dipisahkan dari
sebuah keluarga. Fungsi ini dilakukan dengan cara mencari sumber-
sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga, pengaturan

1
penggunaan penghasilan keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarga,
dan menabung untuk memenuhi kebutuhan keluarga di masa datang.
8. Fungsi Pembinaan Lingkungan
Fungsi ini dilakukan dengan cara menjaga kelestarian lingkungan hidup,
menciptakan lingkungan hidup yang bersih, sehat, aman penuh
keindahan.
Di antara delapan fungsi keluarga di atas, fungsi sosialisasi merupakan
fungsi yang paling dominan dalam pembentukan karakter anak. Dari fungsi
sosialisasi inilah keluarga menjadi salah satu agen pendidikan nilai dan moral
anak semenjak dini. Penanaman nilai-nilai kemanusiaan dan juga nilai-nilai
moral bermasyarakat diajarkan pertama kali didalam keluarga. Anak-anak
pada saat usia dini memiliki sifat mencontoh perilaku orang terdekat mereka
(keluarga/orang tua). Bisa dikatakan perilaku pada saat anak-anak masih
berusia dini sekitar usia PAUD dan TK anak-anak condong meniru apa yang
biasa orang rumah kerjakan dan melakukan apa yang orang rumah ajarkan.
Dorongan anak untuk meniru/mencontoh/meneladani adalah pemberian
kodrat dari Tuhan sebagai alat anak untuk memperlengkapi dirinya dalam
perkembangannya.2

C. Keluarga Sebagai Teladan Bagi Anak


Pendidikan anak dimulai saat bayi masih ada dalam kandungan ibu,
dengan cara memberikan makanan yang halal dan bergizi, komunikasi yang
baik, mendengarkan ayat-ayat suci Al-Quran, musik klasik, yang dapat
membantu perkembangan otak anak. Menurut Syamsu Yusuf (2007),
keluarga dipandang sebagai penentu utama pembentukan kepribadian anak.
Alasannya adalah: (1) keluarga merupakan kelompok sosial pertama yang
menjadi pusat identifikasi anak, (2) anak banyak menghabiskan waktunya di
lingkungan keluarga, dan (3) para anggota keluarga merupakan “significant
people” bagi pembentukan kepribadian anak.

2
Khairuddin, Sosiologi Keluarga, (Yogyakarta: Liberty, 2008), hlm. 25.

2
Di samping itu, keluarga juga dipandang sebagai lembaga yang dapat
memenuhi kebutuhan insani, terutama bagi pengembangan kepribadiannya
dan pengembangan ras manusia. Melalui perlakuan dan perawatan yang baik
dari orang tua, anak dapat memenuhi kebutuhannya, baik kebutuhan fisik-
biologis, maupun kebutuhan sosio psikologisnya. Apabila anak dapat
memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya, maka dia cenderung berkembang
menjadi seorang pribadi yang sehat. Perlakuan orang tua yang penuh kasih
sayang dan pendidikan nilai-nilai kehidupan, baik nilai agama maupun nilai
sosial budaya yang diberikan kepada anak merupakan faktor yang kondusif
untuk mempersiapkan anak menjadi pribadi dan warga masyarakat yang sehat
dan produktif.3
Lingkungan keluarga memegang andil yang cukup penting dan
merupakan tempat pertama bagi anak dalam membentuk kepribadian. Orang
tua dan seluruh anggota keluarga bertanggungjawab secara langsung terhadap
pendidikan anak. Jika terjadi penyimpangan terhadap ajaran-ajaran masalah
keagamaan yang dilakukan anak, maka hal itu disebabkan oleh kurang
waspadanya orang tua dalam pendidikan perkembangan fisik maupun psikis
anak.4
Keluarga berfungsi dalam sosialisasi, yaitu bagi setiap individu pada
saat dia tumbuh menjadi dewasa, memerlukan suatu sistem nilai sebagai
semacam tuntunan umum untuk mengarahkan aktivitasnya dalam masyarakat,
dan berfungsi sebagai tujuan akhir pengembangan kepribadiannya.5 Oleh
karena itu, Orang tua dan seisi keluarga serta para pendidik berkewajiban
melakukan langkah sebagai berikut:
1. Membiasakan anak mengingat kebesaran Allah dan semua nikmatnya
dengan mengamati berbagai gejala Alam dan penafsiran yang menunjang
terwujudnya kekokohan fitrah anak agar terdapat dalam kecusian
3
Fachrudin, Peranan Pendidikan Agama Dalam Keluarga dalam Jurnal Pendidikan
Agama Islam -Ta’lim Vol. 9 No. 1 – 2011, hlm 5-6.
4
Rini Dwi Susanti, Esai-Esai Pendidikan Islam ( Pengembangan Interaksi Anak dengan
Lingkungan dan Potensi Anak), (Yogyakarta: Idea Press, 2012), hlm 5.

5
Munandar Sulaeman, Ilmu Sosial Dasar. (Bandung: Refika Aditama, 2009), hlm. 14.

3
2. Membiasakan anak mewaspadai penyimpangan yang dapat menimbulkan
dampak negative terhadap perkembangan jiwa anak
3. Anak juga perlu diberi tahu tentang bagaimana bahaya perilaku-perilaku
negative dengan cara yang sesuai dengan kepribadian anak misalnya
dengan dialog dan keteladanan.
Dengan memperhatikan ketiga langkah tersebut, diharapkan fitrah tauhid
anak akan dapat terselamatkan dan berkembang sesuai fitrahnya yang dibawa
semenjak lahir dan ketika itulah barangkali dapat dikatakan salah satu tujuan
utama pembentukan sebuah keluarga telah tercapai.6
Beberapa hal yang dapat kita lakukan untuk membentuk watak dan
kepribadian anak yang baik:
1. Mengenalkan Allah SWT sejak dini. Menurut Ery Soekresno, psikolog
yang sekarang menjadi konsultan pendidikan di Yayasan IQRO,
pengenalan kepada Allah SWT seharusnya sudah dimulai sejak anak
masih berada di dalam kandungan. Pada saat itu, bayi sudah dapat
mendengar, karenanya saat mengandung, seorang ibu disunnahkan untuk
banyak berdzikir dan menjauhi majelis ghibah, tujuannya supaya anak
hanya mendengar yang baik saja. Ayah dari calon bayi dapat berperan
serta dengan mengenalkan Allah SWT dengan cara menempelkan pipi
pada perut sang bunda, dan mulai berbicara dengannya, atau dapat juga
sholat berjamaah antara suami dengan istri selesai sholat si istri menyimak
tilawah suami. Dari kegiatan tersebut akan terpatri di benak bayi kelak
tentang Allah SWT, aqidah, serta kebersamaan kedua orang tuanya.
Apabila ayah/ bunda akan pergi atau pulang kerumah hendaknya mulai
dengan ucapan Assalamu’alaikum. Pada saat kelahiran seorang bayi
disunnahkan untuk segera mengadzankan bayi di telinga kanan dan
mengiqomatkan bayi ditelinga kiri. Menurut Dr. Abdullah Ulwan,dalam
buku Pedoman Pedidikan Anak Dalam Islam, upaya ini mempengaruhi
penanaman dasar aqidah, tauhid dan iman bagi anak. Biasakan bayi
mendengarkan kata Allah, Subhanallah, dan Alhamdulillah,

6
Rini Dwi Susanti, Esai-Esai Pendidikan Islam..., hlm 6.

4
Astaghfirullah serta Allahuakbar dan doa-doa. Lebih lanjut psikolog
lulusan UI ini menjelaskan ketika anak memasuki usia satu tahun,
biasakan membuka hari mereka dengan kalimat Laailaahailaallah.
Bangunkan anak untuk bangun saat adzan subuh mulai berkumandang
dengan peluk, cium dan tindakan kasih sayang lain, bukan dengan marah
dan jangan biarkan dia tidur setelah subuh hingga waktu dhuha. Biasakan
pula anak untuk mengucap kalimat thoyibbah.
2. Menjauhkan kata-kata tidak baik di hadapan anak. “Dan Allah
mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui
sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, pengelihatan dan hati
agar kamu bersyukur.” (Q.S. An-Nahl (16) :78). Setiap hari seorang bayi
menangkap kata- kata ibu dan ayahnya. Ibu adalah orang yang paling
sering dekat dengan si bayi dan yang paling sering memeluknya dalam
sehari, karenanya daya hidup sang bayi menyerap suara ibunya bersamaan
dengan setiap aspek keberadaan ibunya. Sama seperti sebuah perekam,
bayi akan menggunakan nalurinya untuk menyerap setiap hal di
lingkungannya ketika ia sedang belajar menjadi manusia. Setiap kali
terjadi sesuatu di sekelilingnya, perkembangan jiwanya akan terpengaruh.
Oleh karena itu biasakanlah mengatakan hal-hal yang baik saja dan hindari
kata- kata yang buruk (umpatan, makian dan semacamnya) (Hartoyo,
1995, h.35). Bila ada pertengkaran antara suami-istri jangan pernah kita
melakukan di hadapan anak karena akan menyebabkan trauma bagi si
anak. Seorang anak akan berpikir bahwa ayah dan ibunya tidak baik. Bila
anak mendengar kata-kata yang jorok di luar rumah atau televisi, orang tua
harus mengatakan bahwa itu tidak baik dan tidak boleh ditiru serta beri
alasannya yangbenar mengapa hal tersebut tidak baik.
3. Biasakan anak untuk jujur Berhati-hatilah terhadap kata-kata yang kita
ajarkan dan ucapkan, jangan sampai di dalamnya terdapat benih-benih
kebohongan. Orang tua adalah teladan bagi anak.
4. Beri contoh dalam menjaga amanah Anak adalah seorang peniru maka
orang tua berkewajiban memberi contoh yang baik. Ajaklah anak sholat

5
tepat waktu, ketika umurnya tujuh tahun, saat dia melalaikan sholat pukul
dia, hal ini dikarenakan untuk mengajari dia dalam menjaga amanah atau
belajar tanggung jawab. Apabila anak waktunya belajar tetapi dia masih
menonton TV maka tegur dia lalu matikan televisinya, suruh si anak untuk
belajar dan kita jangan menyalakan lagi TV itu. Kita temani anak untuk
belajar dan menanyakan kesulitan-kesulitannya.
5. Mendengarkan kritikan/ teguran anak. Mendengarkan serta menghargai
kritikan anak bukanlah sebuah hinaan yang akan merendahkan martabat
sebagai orang tua, namun merupakan anugrah bagi orang tua memiliki
anak yang kritis, akan tetapi kita harus mengajarkan cara mengkritik yang
santun.
6. Berbuat Adil. Anggaplah kita sebagai hakim yang adildalam menghadapi
masalah yang dialami oleh anak- anak baik antara kakak dengan adik
maupun antara anak kita dengan orang lain, lihat dulu apa
permasalahannya? mana yang salah? jangan asal menyalahkan!
7. Luangkan waktu untuk anak. Luangkan waktu untuk bermain bersama
anak, mendengarkan keluh kesahnya sehingga anak akan merasa lega
dengan berkurangnya beban yang ada di hatinya.

8. Ajaklah anak untuk mengambil setiap ilmu dimana saja dia berada.
Sediakan bacaan yang bermutu bagi anak di rumah, kondisikan agar dia
mau dan senang membaca. Ajarkan bahwa mendapatkan ilmu bisa dari
siapa saja, ini juga mengajarkan untuk menghargai orang lain.

D. Pengaruh Keluarga Sakinah terhadap Pembentukan Karakter Anak


Membangun kehidupan rumah tangga sakinah memang menjadi
dambaan setiap manusia, namun tentu saja untuk mencapainya bukan
persoalan yang mudah, butuh kesiapan dalam banyak hal terutama dari sisi
ilmu Agama. Sesuatu yang mesti dipunyai seorang istri, terlebih sang suami
sebagai kepala keluarga. Setiap orang pasti mendambakan keluarga yang
bahagia dan sejahtera. Keluarga yang penuh dengan rasa aman, tenang, riang
gembira dan saling menyayangi di antara anggota keluarga.

6
Keluarga harus mengetahui dan menyadari bahwa keharmonisan
keluarga sangat berpengaruh terhadap tingkat kenakalan anak, dimana
keluarga yang broken home, kurangnya kebersamaan dan interaksi antar
keluarga, orang tua yang otoriter, dan seringnya terjadi konflik dalam
keluarga cenderung menghasilkan remaja yang bermasalah.
Dosen Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga IPB Ratna
MegawangiPh.D, mengungkapkan hasil studi menunjukkan bahwa keluarga
yang bahagia, yaitu keluarga yang penuh kasih sayang dan hubungan antara
orang tua dan anaknya baik, maka sedikit sekali (5%) anak yang mengalami
masalah gangguan psikologis, sedangkan 95% masalah gangguan psikologis
anak ditemukan pada keluarga yang tidak bahagia dan hubungan orang tua
dan anaknya buruk(http://www.pikiranrakyat.co.id/hikmah. Fagan juga
mengatakan faktor sosial ekonomi juga berperan dalam keluarga, karena
kemiskinan dan kesulitan hidup sering melingkupi kehidupan keluarga
dimana kemiskinan juga berhubungan erat dengan tingkat stres yang tinggi
dalam keluarga, perilaku kekerasan, dan akhirnya berpengaruh terhadap
kualitas karakter anak. Keadaan stres dan tekanan akan berpengaruh negatif
terhadap kualitas pengasuhan anak. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya
tindakan kekerasan yang dilakukan di dalam keluarga, baik kekerasan suami
terhadap istrinya, kekerasan istri terhadap suaminya dan kekerasan orang tua
terhadap anak-anaknya, setiap saat terjadi pertengkaran atau percekcokan
diantara anggota keluarga, akan berakibat kehidupan dalam keluarga tidak
ada kedamaian dan ketentraman (bercerai tidak, harmonis pun tidak). Suasana
kekerasan yang demikian, akan berpengaruh negatif terhadap perkembangan
jiwa dan kepribadian anak.7
Keluarga tanpa kekerasan adalah salah satu solusi efektif untuk
membuat seorang anak merasa nyaman, damai, tentram di rumah, namun
yang terjadi belakangan ini para orang tua cenderung mendidik anak-anak
mereka dengan emosi tinggi, kurang perhatian bahkan menelantarkan mereka.

7
Darosy Endah Hyoscyamina, Peran Keluarga dalam Membangun Karakter Anak, dalam
Jurnal Psikologi Universitas Diponegoro, Vol. 10, No. 2, Oktober 2011.

7
Banyak orang tua yang menghabiskan waktunya untuk berbagai urusan di
luar rumah, rutinitas kantor, janji dengan relasi atau mitra bisnis, aktivitas
organisasi dan lainnya seakan menjadi pembenar untuk mengabaikan
keluarga, sehingga si anak merasa terabaikan.

Ada juga orang tua yang merasa cukup memberikan perhatian kepada
anak dengan menuruti segala keinginan mereka dengan memenuhi kebutuhan
materi tetapi soal pendidikan, terutama akhlak mulia, kasih sayang,
cenderung dinomorduakan. Hasilnya anak akan memililiki sifat yang tidak
menyenangkan. Pendidikan yang baik dalam keluarga akan membentuk
kepribadian anak yang baik, perkembangan kepribadian anak dapat
dikendalikan dan dibentuk dengan bimbingan dan bantuan, terutama keluarga
karena keluarga tempat pendidikan pertama kali bagi anak. Jadi kita tidak
boleh menyalahkan faktor bawaan atau lingkungan yang buruk yang
menyebabkan kepribadian seseorang itu buruk. Terdapat perbedaan yang
sangat jelas sekali dalam hal watak atau kepribadian dari anak yang dibina
dalam keluarga sakinah dengan anak yang dibina dengan kekerasan. Hal ini
sangat berpengaruh terhadap prestasi dan keberhasilan dari si anak tersebut.
Oleh karena itu sudah sepatutnya orang tua menyadari hal ini dan mengetahui
bagaimana cara mendidik anak dan menciptakan keluarga sakinah yang
nantinya sangat menunjang keberhasilan anak.8

E. Pendidikan Anak Perspektif Perundang-Undangan


Dalam UU No. 1 tahun 1974 pasal 45 disebutkan bahwa:
1. Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka
dengan sebaik-baikya.
2. Kewajiban yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini berlaku sampai anak itu
kawin atau dapat berdiri sendiri. Kewajiban mana berlaku terus meskipun
perkawinan antara kedua orang tua putus.
Selain itu, UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Pasal 9
menyatakan bahwa:

8
Ibid.

8
1. Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka
pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat
dan bakatnya.
2. Selain hak anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), khusus bagi anak
yang menyandang cacat juga berhak memperoleh pendidikan luar biasa,
sedangkan bagi anak yang memiliki keunggulan juga berhak mendapatkan
pendidikan khusus.

Dari perundang-undangan yang telah disebutkan di atas, dapat


diketahui bahwa kewajiban orang tua adalah memelihara dan mendidik
anaknya serta memberi peluang kepada anak untuk mengembangkan pribadi
maupun prestasinya.

F. Kesimpulan
Keluarga adalah lingkungan terdekat yang dimiliki oleh seorang anak.
Keluarga adalah tempat anak pertama kali belajar hal baru dalam hidupnya.
Bahkan dapat dikatakan bahwa keluarga merupakan institusi paling efektif
untuk mendidik nilai-nilai kepada anak. Pendidikan keluarga terletak pada
pendidikan rohani yang bersumber pada agama karena pendidikan agama
pada dasarnya memegang peran penting dalam pembentukan pandangan
hidup seseorang. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, pendidikan anak
merupakan tanggung jawab orang tua.
Di dalam pendidikan anak dalam keluarga perlu diperhatikan dalam
memberikan kasih sayang, jangan berlebih-lebihan dan jangan pula kurang.
Oleh karena itu keluarga harus pandai dan tepat dalam memberikan kasih
sayang yang dibutuhkan oleh anaknya. Pendidikan keluarga yang baik adalah:
pendidikan yang memberikan dorongan kuat kepada anaknya untuk
mendapatkan pendidikan-pendidikan agama.

9
DAFTAR PUSTAKA

Fachrudin, Peranan Pendidikan Agama Dalam Keluarga, dalam Jurnal


Pendidikan Agama Islam -Ta’lim Vol. 9 No. 1, 2011.
Fuaddudin TM, Pengasuhan Anak dalam Keluarga Islam, Jakarta: Kerjasama
Lembaga Kajian Agama dan Jender dengan Solidaritas Perempuan dan the
Asia Foundation, 1999.
Hyoscyamina, Darosy Endah, Peran Keluarga dalam Membangun Karakter
Anak, dalam Jurnal Psikologi Universitas Diponegoro, Vol. 10, No. 2,
Oktober 2011.
Khairuddin, Sosiologi Keluarga, Yogyakarta: Liberty, 2008.

Sulaeman, Munandar, Ilmu Sosial Dasar, Bandung: Refika Aditama, 2009.

Susanti, Rini Dwi, Esai-Esai Pendidikan Islam (Pengembangan Interaksi Anak


dengan Lingkungan dan Potensi Anak), Yogyakarta: Idea Press, 2012.

10

Anda mungkin juga menyukai